• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi bertahan hidup masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir: studi kasus nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi bertahan hidup masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir: studi kasus nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara

KARUNIA WISDANINGTYAS I34062694

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara

KARUNIA WISDANINGTYAS

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(3)

The welfare of fishermen in coastal area depends on the quality of fishery resources. The economic activity in the mainland leads a pollution problem in the coastal area, which worsen the life of the fishermen who depends their only source of earn-living from the sea. As an impact of sea pollution, the fishermen who lived in sea-polluted area were tends to do some strategies which helped them surviving in living and distributes the livelihood within all the season of the year. This research was intended (1) to identify the survival strategies of fishermen, (2) to identify the relation between fishermen’s characteristic and their survival strategies, (3) to analyze the social mobility of fishermen in times before and after the sea-pollution, and (4) to analyze the social stratification of fishermen.

The research result showed that the fishermen did the survival strategies in terms of distributing the basic necessities through all the year. The survival strategies were done by the fishermen based on the human-resources allocation from the fishermen’s households, social capital, financial, spatial, and livelihood-production source. The characteristic of fishermen which are their educational level, age, and number of family member were related with their survival strategies. After the times of sea-pollution, the research result also showed the social sinking in fishermen’s social mobility. As an impact of sea-pollution, the stratification of fishermen was also descended to the lower level of social stratification.

(4)

KARUNIA WISDANINGTYAS. STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR (Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara) (Di bawah Bimbingan ARIF SATRIA).

Kesejahteraan secara ekonomi masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumberdaya perikanan baik perikanan tangkap di laut maupun budidaya, yang hingga saat ini masih bersifat open access. Aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk di daratan menyebabkan munculnya masalah di wilayah perairan pesisir dan perairan. Akibatnya masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir semakin kesulitan mendapatkan kesejahteraan akibat lingkungan pesisir yang semakin terdegradasi. Turunnya kualitas lingkungan menyebabkan kemiskinan nelayan pun meningkat, sehingga masyarakat nelayan yang hidup dan bergantung pada sumberdaya lautan mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup (survival strategies).

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan di Kampung Bambu, kemudian menganalisis hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup yang dilakukan rumahtangga nelayan, selanjutnya adalah mengetahui stratifikasi sosial serta mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan sebelum dan sesudah terjadi pencemaran pesisir. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menangkap data seputar karakteristik rumahtangga nelayan dan mencari hubungan antara karakteristik responden dengan strategi hidup, dengan menggunakan instrument kuesioner. Sementara metode kualitatif digunakan untuk menangkap data seputar pencemaran pesisir dengan metode wawancara mendalam.

Tahap pertama penelitian ini adalah menentukan strategi hidup nelayan berupa strategi sosial dan strategi ekonomi nelayan, kemudian dianalisis menggunakan teori strategi berdasarkan basis produksi, pemanfaatan modal sosial, alokasi sumberdaya manusia, spasial dan finansial. Tahap kedua penelitian ini adalah mencari hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup nelayan. Kemudian menganalisis strategi hidup tersebut dengan terjadinya mobilitas sosial nelayan yang juga akan mempengaruhi stratifikasi nelayan sebelum dan sesudah terjadinya pencemaran.

(5)

Strategi bertahan hidup lain yang dilakukan nelayan adalah strategi pola nafkah ganda. Meskipun demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa strategi ini tidak banyak dilakukan oleh kepala rumahtangga nelayan. Hal ini disebabkan nelayan lebih memilih untuk mengandalkan satu jenis pekerjaan yang mereka kuasai daripada menyambi dengan perkerjaan lain yang mereka tidak terlalu paham bidangnya. Sementara strategi berdasarkan basis produksi merupakan strategi yang diterapkan rumahtangga nelayan dengan memanfaatkan sumber produksi secara maksimal. Bentuk strategi bertahan hidup lainnya yang dilakukan rumahtangga nelayan adalah strategi spasial dan finansial. Strategi finansial cenderung dilakukan oleh anggota keluarga selain kepala keluarga. Sementara itu tidak ada rumahtangga nelayan yang menjalankan strategi finansial dengan memanfaatkan modal keuangan berupa tabungan atau investasi. Hal ini disebabkan capaian status nafkah nelayan tradisional di Kampung Bambu masih terbatas pada strategi keamanan dan stabilitas, artinya semua hasil yang diperoleh rumahtangga nelayan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal kebutuhan subsisten pangan.

Terdapat hubungan antara usia dengan jaringan sosial, terlihat bahwa semakin tua usia responden maka kualitas jaringan sosialnya semakin baik. Terdapat pula hubungan antara usia dengan strategi lainnya, yaitu semakin tua responden terbukti bahwa mereka memiliki strategi lain untuk mengatasi masa kritis akibat pencemaran. Hal ini dikarenakan faktor usia turut mempengaruhi pengalaman hidup. Terlihat pula hubungan antara besar keluarga dengan strategi lainnya, semakin besar jumlah anggota keluarga maka strategi lain yang dilaksanakan keluarga tersebut untuk mengatasi masa kritis semakin terlihat. Hubungan yang tidak signifikan terlihat adalah antara tingkat pendidikan dengan strategi sosial maupun strategi ekonomi. Hubungan yang tidak bisa diuji adalah seluruh variabel karakteristik dengan strategi ekonomi mobilitas kerja, artinya tidak pernah terjadi mobilitas kerja untuk semua responden.

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“STRATEGI BERTAHAN HIDUP MASYARAKAT NELAYAN DI DAERAH PENCEMARAN PESISIR (STUDI KASUS NELAYAN KAMPUNG BAMBU, KELURAHAN KALI BARU, KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2011

Karunia Wisdaningtyas

(7)

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Karunia Wisdaningtyas

NRP : I34062694

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Di Daerah

Pencemaran Pesisir (Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu,

Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP. 19710917 199702 1 003

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Daerah Pencemaran Pesisir.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana strategi hidup baik secara sosial maupun ekonomi yang dilakukan oleh nelayan yang hidup di daerah pencemaran pesisir khususnya warga Kampung Bambu, Kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(10)
(11)

The Compassionate, The Beneficent, The Merciful, The One who has plenty of mercy for the believers, atas limpahan nikmatnya yang tidak pernah putus untuk disyukuri sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Dr. Arif Satria, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu dan bimbingannya serta referensi buku-buku yang sangat berguna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc dan Ir. Dwi Sadono, M.Si selaku dosen penguji skripsi.

3. Bapak Tahir, Bapak Jamal, Bapak Candring, Bapak Tahang, Mamah Lia, Via, Tasya dan rekan-rekan nelayan di Kampung Bambu Jakarta Utara atas waktu dan semangatnya yang terus menyala.

4. Ir. Gatoet Wirjantoro dan Urip Iswarini, Ayah dan Ibu tersayang di rumah yang selalu mendukung penulis untuk segera menyelesaikan studinya. Atas doa yang tidak pernah putus, atas kasih sayang yang selalu terurai, atas segalanya sampai detik ini: terima kasih.

5. Wini Rizkiningayu Kakakku, terima kasih atas dorongan yang selalu diberikan kepada penulis via Twitter, YM, Tumblr, dan interlokal Balikpapan-Bogornya. Dimas Nandang Hidayat, adikku yang selalu membuatku ingin melakukan yang terbaik untuk masa depannya nanti. 6. Radhitya Ganarso, soulmate, sahabat, tempat berbagi, tempat curhat,

terima kasih untuk selalu ada dan untuk nasehat-nasehat yang membuat penulis berpikir lebih rasional.

7. Keluarga QuadraPop tersayang, Pita, Dion, Erna, dan Ami, yang selalu memberikan tawa diantara perjuangan penulis menyelesaikan skripsinya. 8. Teman seperjuangan menyelesaikan skripsi, Elhaq dan Ria; teman-teman

KPM 43, terutama Bedhil, Rei dan Arma, terima kasih untuk bantuan, diskusi-diskusi serta dukungan moril kepada penulis.

9. Teman-teman SMA yang turut mendukung penulis, Uwie, Tika, Sandy, Iman, Kinung; teman-teman asrama dan TPB, Rini, Sarah, Dian, Septi, Anjar, Ratri dan semua yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(12)

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pencemaran Pesisir dan Laut ... 7

2.2. Dampak Pencemaran Pesisir dan Laut ... 9

2.3. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir ... 14

2.4. Sistem Patron Klien ... 15

2.5. Klasifikasi Nelayan ... 16

2.6. Stratifikasi Masyarakat Nelayan ... 17

2.7. Mobilitas Sosial ... 18

2.8. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan ... 18

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 22

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 22

3.2. Hipotesis Pengarah ... 24

3.3. Definisi Konseptual ... 24

3.4. Definisi Operasional ... 25

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 28

4.1. Pendekatan Penelitian ... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3. Teknik Pemilihan Responden ... 29

4.4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 30

4.5. Teknik Analisis Data ... 35

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN ... 33

5.1. Keadaan Wilayah ... 33

5.2. Karakteristik Responden ... 34

5.2.1. Nelayan Bagang ... 37

5.2.2. Nelayan Jaring ... 39

5.2.3. Nelayan Budidaya ... 40

5.2.4. Nelayan Sero ... 42

5.2.5. Nelayan Tembak ... 43

(13)

5.2.7. Kuli Nelayan ... 46

BAB VI ANALISIS STRATEGI BERTAHAN HIDUP NELAYAN ... 48

6.1. Dampak Pencemaran Teluk Jakarta Terhadap Masyarakat Nelayan Kampung Bambu ... 48

6.2. Strategi Sosial ... 49

6.2.1. Strategi Sosial Nelayan Bagang ... 50

6.2.2. Strategi Sosial Nelayan Jaring ... 51

6.2.3. Strategi Sosial Nelayan Budidaya ... 52

6.2.4. Strategi Sosial Nelayan Sero ... 53

6.2.5. Strategi Sosial Nelayan Tembak ... 55

6.2.6. Strategi Sosial Nelayan Bagang-Budidaya ... 56

6.2.7. Strategi Sosial Kuli Nelayan ... 57

6.3. Strategi Ekonomi ... 58

6.3.1. Strategi Ekonomi Nelayan Bagang ... 60

6.3.2. Strategi Ekonomi Nelayan Jaring ... 61

6.3.3. Strategi Ekonomi Nelayan Budidaya... 63

6.3.4. Strategi Ekonomi Nelayan Sero... 64

6.3.5. Strategi Ekonomi Nelayan Tembak ... 65

6.3.6. Strategi Ekonomi Nelayan Bagang-Budidaya ... 66

6.3.7. Strategi Ekonomi Kuli Nelayan ... 68

6.4. Strategi Sosial dan Strategi Ekonomi Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap ... 69

6.5. Bentuk Strategi Bertahan Hidup Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap ... 75

6.5.1. Strategi Berbasis Modal Sosial: Sistem Patron-Klien ... 77

6.5.2. Strategi Alokasi Sumberdaya Manusia ... 81

6.5.3. Strategi Berdasarkan Basis Produksi ... 83

6.5.4. Strategi Spasial dan Finansial ... 84

BAB VII HUBUNGAN KARAKTERISTIK NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN EKONOMI ... 86

7.1. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial ... 86

7.1.1. Hubungan antara Usia dengan Strategi Sosial ... 86

7.1.2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Sosial ... 88

7.1.3. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Sosial ... 90

7.2. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Ekonomi ... 91

7.2.1. Hubungan antara Usia dengan Strategi Ekonomi ... 91

7.2.2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Ekonomi ... 94

7.2.3. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Ekonomi ... 97

7.3. Hubungan Karakteristik Nelayan Alat Tangkap Statis dan Dinamis dengan Strategi Hidup Nelayan ... 101

7.4. Mobilitas Sosial dan Stratifikasi Sosial Nelayan Sebelum dan Sesudah Terjadi Pencemaran ... 102

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

8.1. Kesimpulan ... 109

(14)
(15)

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Jenis Data, Metode Pengumpulan dan Sumber Data ... 31 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia ... 34 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 35 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah anggota

Keluarga... 36 Tabel 5. Jumlah dan Presentasi Responden Berdasarkan Jenis Alat

Produksi ... 37 Tabel 6. Sebaran Umur Nelayan Bagang dalam Angka Absolut dan Persen

Kampung Bambu, 2010 ... 37 Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Bagang dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 38 Tabel 8. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Bagang dalam

Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 38 Tabel 9. Sebaran Umur Nelayan Jaring dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 39 Tabel 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Jaring dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 39 Tabel 11. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Jaring dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 40 Tabel 12. Sebaran Umur Nelayan Budidaya dalam Angka Absolut

dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 40 Tabel 13. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Budidaya dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 41 Tabel 14. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Budidaya dalam

Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 41 Tabel 15. Sebaran Umur Nelayan Sero dalam Angka Absolut dan

Persen, Kampung Bambu, 2010. ... 42 Tabel 16. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Sero dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 42 Tabel 17. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Sero dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 43 Tabel 18. Sebaran Usia Nelayan Tembak dalam Angka Absolut dan

Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 43 Tabel 19. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Tembak dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 44 Tabel 20. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Tembak dalam

Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 44 Tabel 21. Sebaran Umur Nelayan Bagang-Budidaya dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 45 Tabel 22. Sebaran Tingkat Pendidikan Nelayan Bagang-Budidaya

(16)

Tabel 23. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Nelayan Bagang-Budidaya

dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 45 Tabel 24. Sebaran Umur Kuli Nelayan dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 46 Tabel 25. Sebaran Tingkat Pendidikan Kuli Nelayan dalam Angka

Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 46 Tabel 26. Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Kuli Nelayan dalam

Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 47 Tabel 27. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 50 Tabel 28. Sebaran Rumahtangga Nelayan Jaring dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 51 Tabel 29. Sebaran Rumahtangga Nelayan Budidaya dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 53 Tabel 30. Sebaran Rumahtangga Nelayan Sero dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 54 Tabel 31. Sebaran Rumahtangga Nelayan Tembak dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 55 Tabel 32. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Ragam

Intensitas Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut

dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 56 Tabel 33. Sebaran Rumahtangga Kuli Nelayan dalam Ragam Intensitas

Meminjam pada Patron, Kepuasan pada Patron dan Jaringan Sosial di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen,

Kampung Bambu, 2010 ... 57 Tabel 34. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang dalam Ragam

Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja,Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di

Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung

Bambu, 2010 ... 60 Tabel 35. Sebaran Rumahtangga Nelayan Jaring dalam Ragam

Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di

Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung

(17)

Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di

Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung

Bambu, 2010 ... 63

Tabel 37. Sebaran Rumahtangga Nelayan Sero dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 65

Tabel 38. Sebaran Rumahtangga Nelayan Tembak dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 66

Tabel 39. Sebaran Rumahtangga Nelayan Bagang-Budidaya dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 67

Tabel 40. Sebaran Rumahtangga Kuli Nelayan dalam Ragam Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, Mobilitas Kerja, Berhutang, Kegiatan Ilegal dan Strategi Lainnya di Kampung Bambu dalam Angka Absolut dan Persen, Kampung Bambu, 2010 ... 69

Tabel 41. Strategi Sosial Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, 2010 ... 70

Tabel 42. Strategi Ekonomi Nelayan Berupa Diversifikasi Kerja Rumahtangga, Pola Nafkah Ganda, dan Mobilitas Kerja Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, 2010 ... 72

Tabel 43. Strategi Ekonomi Nelayan Berupa Berhutang, Kegiatan Ilegal, dan Strategi Lainnya Berdasarkan Kepemilikan Alat Tangkap, Kampung Bambu, 2010 ... 74

Tabel 44. Hubungan Usia dengan Pinjaman Pada Patron Pada Saat Tidak Melaut ... 86

Tabel 45. Hubungan Usia dengan Tingkat Kepuasan Terhadap Patron ... 87

Tabel 46. Hubungan Usia dengan Jaringan Sosial ... 87

Tabel 47. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pinjaman Pada Patron Pada Saat Tidak Melaut ... 88

Tabel 48. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepuasan Pada Patron ... 89

Tabel 49. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Jaringan Sosial ... 89

Tabel 50. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Pinjaman Pada Patron ... 90

Tabel 51. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kepuasan Pada Patron ... 90

Tabel 52. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Jaringan Sosial ... 91

Tabel 53. Hubungan antara Usia dengan Diversifikasi Kerja ... 91

Tabel 54. Hubungan antara Usia dengan Pola Nafkah Ganda ... 92

Tabel 55. Hubungan antara Usia dengan Mobilitas Kerja ... 92

(18)

Tabel 57. Hubungan antara Usia dengan Kegiatan Ilegal ... 93

Tabel 58. Hubungan antara Usia dengan Strategi Lainnya ... 94

Tabel 59. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Diversifikasi Kerja ... 94

Tabel 60. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pola Nafkah Ganda ... 95

Tabel 61. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Mobilitas Kerja ... 95

Tabel 62. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kebiasaan Berhutang ... 95

Tabel 63. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kegiatan Ilegal ... 96

Tabel 64. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Strategi Lainnya ... 96

Tabel 65. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Diversifikasi Kerja ... 97

Tabel 66. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Pola Nafkah Ganda ... 98

Tabel 67. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Mobilitas Kerja ... 98

Tabel 68. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kebiasaan Berhutang ... 99

Tabel 69. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Kegiatan Ilegal ... 99

Tabel 70. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Strategi Lainnya dalam Pandangan Nelayan ... 100

Tabel 71. Stratifikasi Sosial Masyarakat Nelayan Sebelum Pencemaran dalam Pandangan Nelayan ... 103

Tabel 72. Stratifikasi Sosial Masyarakat Nelayan Sesudah Pencemaran dalam Pandangan Nelayan ... 105

(19)

Nomor Teks Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 23 Gambar 2. Matriks Sistem Patron Klien Sebagai Strategi Sosial

Berdasarkan Jenis Alat Tangkap Nelayan Kampung

Bambu, 2010 ... 80 Gambar 3. Matriks Pelibatan Anggota Rumahtangga Sebagai

Strategi Ekonomi Berdasarkan Jenis Alat Tangkap

(20)

Nomor Halaman

Lampiran 1. Stratifikasi Sosial Nelayan Sebelum Pencemaran ... 116

Lampiran 2. Stratifikasi Sosial Nelayan Sesudah Pencemaran ... 117

Lampiran 3. SPSS Output ... 118

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, diikuti Kanada dan Rusia, dengan panjang mencapai lebih dari 95.181 kilometer (km) dengan 17.480 pulau, seperti tertuang dalam pernyataan PBB tahun 2008. Predikat sebagai negara kepulauan (archipelagic state) atau negara maritim disandang oleh Indonesia karena sebesar dua pertiganya terdiri dari lautan. Dengan keanekaragaman hayati yang beragam, wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan baik secara kualitas lingkungan baik secara kuantitas jumlah keanekaragaman hayati melalui preservasi dan konservasi.

Potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir Indonesia tidak lepas dari masyarakat pesisir pantai yang hidup dari sumberdaya di sekitarnya. Satria (2002) menyatakan bahwa secara sosiologis masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial yang berbeda dengan masyarakat lainnya, karena perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Kesejahteraan secara ekonomi masyarakat pesisir sangat bergantung pada sumberdaya perikanan baik perikanan tangkap di laut maupun budidaya, yang hingga saat ini aksesnya masih bersifat terbuka (open access), sehingga kondisi lingkungan wilayah pesisir dan laut menentukan keberlanjutan kondisi sosial ekonomi mereka.

Aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk di daratan menyebabkan munculnya masalah di wilayah perairan pesisir dan perairan. Kerusakan ekosistem laut akibat pencemaran pesisir merupakan serangkaian sebab-akibat yang bermuara pada aktivitas manusia dan industri di daerah pesisir. Kerusakan SDA timbul ketika terjadi ketidakseimbangan kekuasaan di kalangan pihak yang terlibat1. Ketidakseimbangan kekuasaan ditandai dengan adanya ketimpangan

      

1 Disampaikan oleh Dr. Soeryo Adiwibowo, MS dalam mata kuliah Politik Sumberdaya Alam tanggal 18 

(22)

kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Aktor-aktor penyebab pencemaran dinilai memiliki ketimpangan dalam kepentingan pemanfaatan sumberdaya, terutama industri. Pencemaran pesisir merupakan salah satu bentuk krisis ekologi dan salah satu bentuk kerusakan sumberdaya air sungai dan laut yang disebabkan oleh dibuangnya limbah industri dan limbah rumahtangga ke sungai.

Limbah domestik dari rumahtangga yang dibuang ke sungai oleh masyarakat yang hidup di bantaran sungai akan terbawa sampai ke laut dan menyebabkan pencemaran pesisir. Akses dan kontrol masyarakat terhadap sumberdaya alam yang dekat merupakan alasan utama masyarakat membuang sampah ke sungai, adanya persepsi bahwa sungai merupakan ‘tanah tak bertuan’ yang arusnya akan membawa sampah mereka hilang dari pandangan membuat perilaku membuang sampah masyarakat yang hidup di bantaran sungai semakin menjadi-jadi (Kartika, 2008). Apabila dianalisis menggunakan teori etika lingkungan, aktivitas membuang sampah ke sungai oleh masyarakat daerah bantaran sungai yang menyebabkan pencemaran pesisir merupakan bentuk etika antroposentrisme yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan (Keraf, 2002). Kondisi ini akan terus berlanjut apabila masyarakat tidak merubah pola pikir dan perilaku mereka. Sementara limbah industri merupakan limbah buangan hasil industri yang dibuang ke sungai atau ke laut. Pesatnya pembangunan industri di daratan tepi dan lepas pantai ditengarai sebagai pihak yang paling besar berkontribusi dalam pencemaran lingkungan kelautan2. Pemanfaatan sumberdaya air khususnya sungai oleh industri untuk membuang limbahnya menyebabkan degradasi lingkungan di wilayah hilir, yaitu pesisir dan laut. Pemanfaatan sungai sebagai tempat dibuangnya limbah industri menyebabkan perubahan fisik pada sungai dari bahan kimia limbah industri dan juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di kawasan pesisir dan laut yang merupakan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.

      

2 http://lakpesdamtuban.blogspot.com/2009/06/krisis‐ekologi‐laut‐dan‐lingkungan.html, diakses pada 15 

(23)

Industri yang melakukan aktivitas pembuangan limbah seharusnya memiliki perizinan. Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut Pasal 2ayat 1: “Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah wajib mengolah air limbahnya sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sebelum air limbah dibuang ke laut,” dan Pasal 3: “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang akan melakukan pembuangan air limbah ke laut wajib mendapatkan izin dari Menteri. Menteri dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin pembuangan air limbah ke laut kepada Gubernur. Implementasi kebijakan inilah yang masih sedikit dilakukan oleh industri-industri yang membuang limbah secara aktif. Instruksi kewajiban industri melakukan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), tertuang dalam Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL.” Dengan adanya dokumen pengelolaan lingkungan ini, industri diharapkan mampu menaati baku mutu lingkungan dan baku kerusakan lingkungan.

Sementara dampak yang sangat terlihat dari pencemaran pesisir adalah dampak lingkungan atau ekologis yang terjadi di daerah pesisir dan laut. Dampak lingkungan seperti terjadinya3: (1) Eutrofikasi, (2) Sedimentasi akibat perubahan lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas perumahan atau industri yang akhirnya sampai di laut, (3) Akresi dan abrasi4, dan (4) menumpuknya sampah padat dan logam berat. Serta dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat pesisir.

Akibatnya masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir semakin kesulitan mendapatkan kesejahteraan akibat lingkungan pesisir yang semakin terdegradasi. Akibat turunnya kualitas lingkungan, kemiskinan nelayan meningkat. Sebab secara umum jumlah tangkapan nelayan menjadi berkurang,

      

3 http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/industri/060720_penctlkjkt_cu/  (diakses tanggal 10 Januari 

2010) 

(24)

sehingga masyarakat nelayan yang hidup dan bergantung pada sumberdaya lautan mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup (survival strategies) dari besarnya dampak pencemaran. Strategi bertahan hidup ini kemudian menjadi indikator terjadinya mobilitias sosial nelayan. Kusnadi (2009) mendefinisikan kebudayaan nelayan sebagai sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat nelayan yang dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam interaksi bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosio-historis yang panjang dan kristalisasi dari interaksi yang intensif antara masyarakat dan lingkungannya. Kondisi-kondisi lingkungan atau struktur sumberdaya alam, mata pencaharian, dan sejarah sosial-etnisitas akan mempengaruhi karakteristik kebudayaan masyarakat nelayan. Perubahan kondisi lingkungan dan sumberdaya alam menjadi sedemikian terdegradasi diasumsikan turut mengubah lapisan nelayan dalam stratifikasi sosial.

(25)

tak layak lagi untuk wisata bahari dan kehidupan biota laut. Alasannya, Teluk Jakarta tercemar; kandungan nitrat, amoniak, dan fosfat sudah melebihi ambang batas.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian yang dapat diambil dari penulisan ini adalah:

1) Bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan masyarakat nelayan? 2) Bagaimana hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup

rumahtangga nelayan?

3) Bagaimana stratifikasi sosial sebelum dan sesudah terjadi pencemaran? 4) Bagaimana mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan di

daerah pencemaran pesisir?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui strategi bertahan hidup yang dilakukan masyarakat nelayan, 2) Mengetahui hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup

rumahtangga nelayan

3) Mengetahui stratifikasi sosial yang terjadi sebelum dan sesudah terjadi pencemaran.

4) Mengetahui mobilitas sosial yang terjadi dalam masyarakat nelayan di daerah pencemaran pesisir,

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para peminat ilmu sosial mengenai masyarakat pesisir di daerah pencemaran pesisir. Sementara bagi peneliti diharapkan dapat berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam

melihat fenomena pencemaran pesisir yang terjadi dan mengaitkannya dengan teori

yang telah diperoleh. Penelitian ini diharapkan pula dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan tambahan dalam mata kuliah ekologi manusia dan politik

(26)
(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Pesisir dan Laut

Miller dalam Mukhtasor (2007) mendefinisikan pencemaran sebagai proses penambahan sebarang zat pada udara, air dan tanah, atau makanan yang dapat membahayakan kesehatan, ketahanan, atau kegiatan manusia atau organisme hidup lainnya. Sementara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan

pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia

sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Lebih

spesifik, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut, mendefinisikan pencemaran laut sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.

(28)

perikanan, rusaknya kualitas air, dan pengurangan pada keindahan dan kenyamanan.

Pencemaran laut juga dapat didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota, sumberdaya, kenyamanan ekosistem laut, serta kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut, baik disebabkan secara langsung mau\pun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik suatu benang merah bahwa pencemaran pesisir merupakan dampak negatif dari zat atau energi yang masuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada lingkungan laut, yang berakibat pada turunnya kualitas (degradasi) lingkungan dan masyarakat yang hidup dari lingkungan tersebut.

2.1.1. Sumber Pencemaran

Samawi (2007) menyebutkan sekitar 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land base activity). Bahan-bahan pencemar berasal dari kegiatan seperti rumahtangga, industri, aktivitas pelabuhan dan lain-lain yang akhirnya menimbulkan dampak negatif kepada perairan pantai. Secara garis besar sumber pencemaran perairan pantai kota berasal dari industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stomwater), aktivitas pelabuhan, tempat pendaratan ikan (TPI), padatan, unsur hara, pestisida, logam beracun, organisme eksotik dan pathogen, plastik, bahan organik.

Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan laut dapat digolongkan menjadi bahan pencemar yang bersumber dari darat (Land Based Pollution) dan bersumber dari laut (Marine Based Pollution). Eiswerth dalam Samawi (2007) menjelaskan bahwa pencemaran laut yang disebabkan oleh kegiatan di darat dapat digolongkan menjadi empat kategori sebagai berikut:

a. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri

(29)

adalah industri pulp, industri kertas, industri pengolahan makanan atau minuman dan industri farmasi-kimia.

b. Pencemaran yang disebabkan oleh sampah (limbah domestik)

Limbah domestik yang terbawa oleh aliran air dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap di dasar perairan, dan selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan atau kapasitas asimilasi perairan untuk diasimilasikannya, maka timbul pencemaran.

c. Pencemaran yang disebabkan oleh sedimentasi

Kegiatan manusia di daratan yang menimbulkan erosi akan menyebabkan meningkatnya proses sedimentasi khususnya di daerah pantai.

d. Pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan pertanian

Kegiatan pemupukan (di sawah atau kolam ikan) yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor (pupuk ZA, TSP) akan menyebabkan penyuburan perairan dan tumbuhnya gulma air termasuk fitoplankton, sehingga terjadi proses pembusukkan dan pengendapan yang dapat menimbulkan bau menyengat dan berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air.

2.2. Dampak Pencemaran Pesisir dan Laut

Pencemaran pesisir dan laut menyebabkan degradasi lingkungan atau menurunnya kualitas lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan kepada masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir.

1) Dampak Ekologis

(30)

pesisir dan lain. Dampak lingkungan yang terjadi antara lain seperti terjadinya5:

a. Eutrofikasi, yakni pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Eutrofikasi telah dikenal sebagai penyebab utama penyebab utama kerusakan karang yang tumbuh di daerah pesisir yang dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

b. Sedimentasi akibat perubahan lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas perumahan atau industri yang akhirnya sampai di laut. Sedimen yang sampai di laut akan menyebabkan kerusakan karang melalui penutupan secara langsung dan mengurangi kemampuan karang untuk bereproduksi,

c. Akresi dan abrasi6. Abrasi adalah berkurangnya daratan dan akresi adalah pertambahan daratan. Adanya pasokan sediment yang besar dari daratan menyebabkan sebagian besar pantai mengalami akresi. Di pihak lain, adanya pola arus tertentu yang selalu bergerak sepanjang tahun menyebabkan beberapa bagian pantai mengalami abrasi. Abrasi dan akresi tidak hanya dipicu oleh alam tetapi juga disebabkan oleh eksploitasi langsung baik yang berupa penambangan batu karang maupun pasir.

d. Menumpuknya sampah padat dan logam berat.

2) Dampak Ekonomi

Pencemaran pesisir dan laut yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat (limbah industri/domestik) menyebabkan penurunan jumlah sumberdaya yang terkandung di wilayah pesisir. Berkurangnya jumlah tangkapan ikan merupakan salah satu akibat pencemaran pesisir, terlebih apabila limbah yang dibuang ke sungai/laut mengandung bahan kimia berbahaya. Hal ini mengakibatkan hilangnya mata pencaharian nelayan

      

5 http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/industri/060720_penctlkjkt_cu/ (diakses tanggal 10 Januari 

2010) 

6 

(31)

yang secara langsung akan menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang akses terhadap sumberdaya.

3) Dampak Sosial

Menurunnya kesejahteraan ekonomi akan berdampak pada aspek kehidupan yang lain, termasuk pendidikan. Contohnya orang tua yang tidak lagi memiliki sumber mata pencaharian (livelihood) tidak mampu lagi membiayai sekolah anaknya sehingga terpaksa harus putus sekolah. Sementara dalam aspek kesehatan, pencemaran pesisir yang mengandung limbah berbahaya akan mengancam kesehatan masyarakat yang mengakses sumberdaya tersebut. Tingkat pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu tolok ukur kesejahteraan sosial, akan menurun seiring semakin menurunnya kesejahteraan ekonomi masyarakat akibat degradasi sumberdaya pesisir.

2.2.1. Pencemaran Teluk Jakarta dan Dampaknya

Hariyadi et al (2004) menyebutkan bahwa pencemaran di Teluk Jakarta telah menjadi isu sejak lama. Terdapat informasi bahwa di perairan Teluk Jakarta sejak tahun 1974 sering terjadi ledakan populasi alga yang disebut red tide. Di Indonesia ada sekitar 20 jenis alga (fitoplankton) yang dapat menyebabkan ikan mati, sementara di Teluk Jakarta sendiri terdapat 17 jenis yang tergolong beracun dan akan meledak (blooming) bila terjadi pengayaan nutrien di perairan. Nutrien itu berupa fosfat yang berasal dari limbah seperti deterjen dan organik yang dihanyutkan air sungai ke laut (Hariyadi et al, 2004).

Telah dilakukan pemantauan kualitas air oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DKI Jakarta bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta pada 23 titik pengamatan di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan data terlihat kondisi perairan yang tergolong berkualitas buruk tersebut terutama disebabkan oleh tingginya nilai beberapa parameter seperti nitrit, fenol, logam-logam berat Cu, Ni, Pb, Zn dan bakteri

(32)

tersuspensi, deterjen dan amonia serta kadar oksigen terlarut yang rendah di muara-muara sungai.

Berita berjudul “Teluk Jakarta tercemar, nelayan tak bisa melaut” pada Harian Kompas edisi Rabu, 8 Agustus 2001, disebabkan oleh tercemarnya air laut Teluk Jakarta oleh limbah kimia, yang diduga dibuang oleh pabrik-pabrik pengawetan kayu di sekitar Marunda dan Kali Baru, sehingga air berwarna merah kecoklatan yang menyebabkan ikan, kepiting, udang bahkan kerang hijau mati. Sementara Harian Suara Pembaharuan edisi 28 Juli 2002 memuat tulisan berjudul “Pencemaran di Teluk Jakarta memprihatinkan” yang berisi pernyataan peneliti LON LIPI tentang tingginya kandungan logam berat Pb dalam kerang hijau dan sedimen serta tingginya limbah domestik yang dibuang ke perairan.

Harian Tempo edisi 27 Mei 2004 memberitakan pernyataan pemerintah melalui konferensi pers tanggal 21 Mei 2004 bahwa penyebab terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta adalah akibat blooming dari fitoplankton sehingga terjadi penurunan oksigen yang menyebabkan ikan-ikan mati kekurangan oksigen. Dalam tulisan yang sama juga disajikan hasil pengamatan Tim PKSPL-IPB menunjukkan hasil yang berbeda. Menurut kajian TIM PKSPL-IPB tidak terlihat adanya indikasi blooming fitoplankton pada saat kematian massal ikan terjadi.

Harian Republika edisi 25 Mei 2004 juga menurunkan berita berjudul “Dampak Pencemaran Teluk Jakarta” antara lain berisi tingkat kandungan pestisida yang mencapai rata-rata 9 ppb PCB dan 13 ppb DDT (melebihi ambang batas yang diperbolehkan sebesar 0,5 ppb). Sementara salah satu berita harian Kompas edisi 4 Juni 2004 adalah mengenai ribuan meter kubik sampah dibuang ke laut. Mengutip pendapat Asisten Deputi Ekosistem Pesisir Laut KLH, disebutkan bahwa sekitar 1500 m3 sampah Jakarta per hari masuk ke Teluk Jakarta melalui sungai. Juga disebutkan bahwa 80% pencemaran laut bersumber dari limbah domestik, hanya 20% yang bersumber dari industri. Sementara itu hasil penelitian BPLHD (biro lingkungan hidup daerah) Jakarta juga menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Jakarta sangat dipengaruhi oleh 13 sungai yang bermuara di pesisir Teluk Jakarta.

(33)

penelitian Indo Repro-Indonesia. Sumber pencemar dari industri antara lain adalah logam berat, POP (Persistent Organic Pollutant) dan hidrokarbon (minyak). Disebutkan pula bahwa sejak tahun 1987, Teluk Jakarta telah tercemar limbah dari sekitar 800 industri yang berada di pinggir pantai, hanya 10 persen yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Salah satu berita harian Kompas edisi 8 September 2004 berjudul “Deformasi Kerang Hijau” disebutkan adanya hasil penelitian Sudaryanto dan koleganya dari Ehime University, Jepang, tentang kandungan tributiltin (TBT) yang tinggi pada daging kerang yang dikumpulkan dari Muara Kamal, Cilincing dan Ancol, masing-masing dengan kadar 13,38 dan 37 ng/g daging kering. Sementara beberapa peneliti dari LON LIPI menemukan kandungan TBT di kolom air laut sebesar 2-15 ng/l, dan dalam sedimen sebesar 119-506 ng/l. Data tersebut menunjukkan kandungan TBT di Teluk Jakarta yang sudah sangat tinggi karena baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika terhadap kandungan TBT di dalam jaringan tubuh biota laut tidak boleh lebih dari 10 ng/g daging kering.

(34)

2.3. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir

Secara geografis, kawasan pesisir terletak pada wilayah transisi antara darat dan laut. Sebagian besar masyarakat yang hidup di wilayah tersebut disebut sebagai masyarakat nelayan. Dalam konteks ini, masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif sosial masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, yang pola-pola perilakunya diikat oleh sistem nilai budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sistem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan (Kusnadi, 2009).

Satria (2002) mendefinisikan bahwa secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris seiring perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini masih bersifat open access. Karakteristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal sehingga memiliki elemen resiko yang tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko inilah yang menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter yang keras, tegas dan terbuka.

(35)

kelompok-kelompok sosial yang beragam. Dilihat dari aspek interaksi masyarakat dengan sumberdaya ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir terkelompok sebagai berikut:

1) Pemanfaatan langsung sumberdaya lingkungan, seperti nelayan (yang pokok), pembudidaya ikan di perairan pantai (dengan aring apung atau keramba), pembudi daya rumput laut/mutiara, dan petambak;

2) Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya, seperti pemindang, pengering ikan, pengasap, pengusaha terasi/krupuk ikan/tepung ikan dan sebagainya; dan,

3) Penunjang kegiatan ekonomi perikanan, seperti pemilik toko atau warung, pemilik bengkel (montir dan las), pengusaha angkutan, tukang perahu, dan kuli kasar (manol).

2.4. Sistem Patron Klien

(36)

dua kelembagaan strategis komunitas nelayan, yaitu kelembagaan penangkapan ikan dan kelembagaan pemasaran.

2.5. Klasifikasi Nelayan

Satria (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan kapasitas teknologi, orientasi pasar, serta karakteristik hubungan pribadi dalam empat tingkatan, yaitu

peasant fisher, post peasant, commercial fisher, dan industrial fisher.

a. Peasant fisher merupakan nelayan yang masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri, peasant fisher dicirikan oleh teknologi sederhana, ukuran perahu kecil, daya jelajah dan daya muat terbatas, besaran modal usaha terbatas, jumlah anggota penangkapan kecil, pembagian kerja kolektif serta mengutamakan nlai-nilai kekeluargaan dan kekerabatan.

b. Post peasant merupakan nelayan yang ‘lahir’ setelah terjadi modernisasi perikanan. Nelayan post peasant dicirikan dari penggunaan teknologi tangkap yang lebih maju, berorientasi pasar, serta tidak lagi menggantungkan produksi pada tenaga kerja keluarga.

c. Commercial fisher merupakan nelayan yang berorientasi pada peningkatan keuntungan. Commercial fisher dicirikan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja yang digunakan, diferensiasi status awak kapal yang berbeda-beda karena teknologi penangkapan membutuhkan spesialisasi dalam pengoperasiannya.

d. Industrial fisher mengorganisir produksinya yang padat modal dengan manajemen yang mirip dengan perusahaan agroindustri. Pendapatan yang dihasilkan jauh lebih tinggi karena produk yang dihasilkan adalah ikan kaleng dan ikan beku untuk ekspor

(37)

usaha, nelayan dibagi menjadi nelayan besar dan nelayan kecil, sementara berdasarkan teknologi peralatan tangkap, nelayan dibagi menjadi nelayan modern dan tradisional.

2.6. Stratifikasi Masyarakat Nelayan

Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (Sorokin dalam Soekanto, 1994). Basis pembedaan kelas menurut Sorokin adalah hak dan privilege (rights and privilege), kewajiban dan tanggung jawab (duties and responsibiliy), nilai sosial dan privasi (social values and privations), serta kekuasaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat (social power and influences among the members of a society), Sorokin (1962) dalam Satria (2002) membagi bentuk stratifikasi menjadi tiga, yaitu:

1. Stratifikasi berdasar ekonomi (economically stratified), yaitu jika dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan atau ketidaksetaraan status ekonomi,

2. Stratifikasi berdasar politik (politically stratified), yaitu jika terdapat rangking sosial berdasarkan otoritas, prestise, kehormatan dan gelar, atau jika ada pihak yang mengatur (the rulers) dan yang diatur (the ruled), 3. Stratifikasi berdasarkan pekerjaan (occupationally stratified), yaitu jika

masyarakat terdiferensiasi kedalam berbagai pekerjaan, dan berbagai pekerjaan itu lebih tinggi statusnya dibandingkan pekerjaan lain.

Zanden (1990) dalam Satria (2002) menyebutkan setidaknya terdapat tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu:

a. Pendekatan obyektif, yaitu menggunakan ukuran obyektif berupa variabel yang mudah diukur secara statistik,

b. Pendekatan subyektif (self-placement), kelas dilihat sebagai kategori sosial dan disusun dengan meminta par responden survei untuk menilai status sendiri dengan jalam menempatkan diri pada skala kelas tertentu,

(38)

2.7. Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya, sementara mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking). Sumber mata pencaharian nelayan yang berubah akibat adanya pencemaran merupakan indikator masyarakat nelayan melakukan mobilitas sosial vertikal atau horizontal.

2.8. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi adalah suatu tindakan yang digunakan untuk mengatasi masalah dengan cara menetapkan pilihan dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia (Ependi, 2004). Masyarakat nelayan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya melakukan berbagai bentuk strategi. Menurut Crow (1989) dalam Dharmawan (2001), pengertian dari strategi adalah seperangkat pilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Konsep strategi ini merupakan bagian dari teori pilihan rasional dengan memperlhatikan unsur untung rugi yang akan diperoleh.

Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) menyebutan terdapat beberapa aspek strategi yaitu:

1) Adanya pilihan sehingga dapat memilih diantara beberapa alternatif yang ada,

(39)

3) Pemilihan strategi yang baik dapat mengeliminir ketidakpastian,

4) Strategi merupakan respon terhadap tekanan karena situasi ekonomi. Semakin kompleks tekanan yang dihadapi, strategi yang disusun semakin terperinci,

5) Adanya sumberdaya dan pengetahuan untuk menyusun dan melakukan beragam strategi,

6) Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalam rumahtangga.

Dalam penerapan suatu strategi, rumahtangga nelayan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya. Scoones (1998) menyebutkan bahwa terdapat berbagai strategi yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam upaya untuk dapat bertahan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya yaitu:

a. Rekayasa sumberdaya nafkah yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor produksi secara lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (ekstensifikasi) maupun dengan memperluas lahan produksi (intensifikasi),

b. Pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan),

c. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara melakukan mobilisasi baik secara permanen maupun secara sirkuler.

(40)

sosial inilah yang dapat membantu nelayan untuk menghadapi tekanan dengan mendorong terjadinya kerjasama dalam hubungan antara anggota komunitas.

Dharmawan (2001) dalam Lestari (2005) menyebutkan terdapat dua macam strategi yang dikembangkan oleh rumahtangga peasant terkait dengan fase-fase kehidupannya, yaitu strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada dalam keadaan normal dan strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada dalam keadaan krisis. Secara khusus strategi nafkah rumahtangga miskin dapat dikelompokkan pada dua macam strategi, yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi merupakan strategi yang didasarkan pada penggunaan struktur alokasi tenaga kerja dalam rumahtangga, sedangkan strategi sosial merupakan strategi yang didasarkan pada penggunaan lembaga tradisional dan jejaring sosial yang ada di sekitar rumahtangga miskin (Widodo, 2009).

Menurut Dharmawan (1993), terdapat tiga tahapan capaian status nafkah yang dijalankan oleh rumahtangga petani berdasarkan lapisan sosialnya, yaitu:

1) Strategi keamanan dan stabilitas (srategi bertahan hidup) adalah strategi minimal yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan hidup. Strategi ini dilakukan dengan berbagai cara oleh berbagai lapisan (atas, menengah, bawah) untuk dapat bertahan hidup. Artinya semua hasil yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal kebutuhan subsisten pangan.

2) Strategi konsolidasi adalah strategi yang berisi aksi-aksi tindakan seseorang yang telah melewati tingkat keamanan dari sekedar bertahan hidup. Strategi ini digunakan sebagai langkah untuk memantapkan posisi rumahtangga secara lebih aman dalam jaminan nafkah bila dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan subsisten. Strategi konsolidasi dilakukan dengan memiliki pekerjaan sampingan terutama pada bidang non-pertanian untuk menghasilkan pendapatan tambahan.

(41)

mengumpulkan berbagai aset/kekayaan untuk tujuan tertentu misalnya memberi jaminan hidup generasi berikutnya.

Komunitas nelayan Kampung Bambu sebagai responden penelitian tergolong dalam nelayan miskin yang hanya mampu mengusahakan perpanjangan distribusi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan subsisten, sehngga masyarakat nelayan dalam komunitas tersebut cenderung hanya mampu melakukan strategi keamanan dan stabilitas (bertahan hidup). Hidayati (2000) mengemukakan bahwa disamping melakukan kegiatan yang dapat merusak SDL, masyarakat pesisir mengupayakan berbagai strategi untuk dapat bertahan hidup. Strategi bertahan hidup masyarakat pesisir antara lain:

1) Meminjam bantuan pada ‘bos’

2) Mobilitas dan diversifikasi kerja dalam rumahtangga

(42)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

(43)

Keterangan:

Hubungan pengaruh

Mempengaruhi secara tidak langsung Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Variabel yang diteliti

Pencemaran Pesisir

Mobilitas Sosial Nelayan  Dampak Pencemaran Pesisir 

• Dampak Ekologis  rumahtangga, pola nafkah 

ganda, mobilitas kerja, 

(44)

3.2. Hipotesis Pengarah

1) Diduga terdapat hubungan antara karakteristik rumahtangga nelayan terhadap strategi rumahtangga nelayan,

2) Diduga strategi bertahan hidup nelayan di daerah pencemaran pesisir turut mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial masyarakat nelayan,

3) Diduga mobilitas sosial yang terjadi akan berpengaruh pada stratifikasi masyarakat nelayan sebelum dan sesudah terjadinya pencemaran.

3.3. Definisi Konseptual

1. Pencemaran pesisir adalah proses masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung, oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.

2. Dampak pencemaran pesisir adalah akibat yang ditimbulkan pencemaran pesisir kepada masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir.

3. Dampak ekologis pencemaran pesisir adalah akibat yang ditimbulkan pencemaran pesisir terhadap lingkungan, yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam.

4. Dampak sosial pencemaran pesisir adalah akibat yang ditimbulkan pencemaran pesisir terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumberdaya pesisir.

(45)

6. Stratifikasi masyarakat nelayan adalah pelapisan masyarakat nelayan ke dalam kelas-kelas secara bertingkat berdasarkan status sosialnya.

7. Mobilitas sosial nelayan adalah perpindahan posisi nelayan dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain.

3.4. Definisi Operasional

1) Usia responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Havighurst dan Acherman, dkk (dalam Sugiah, 2008) membagi usia responden menjadi tiga yaitu:

a. Muda (18-30 tahun), b. Dewasa (31-50 tahun), c. Tua (>50 tahun).

2) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, dibedakan ke dalam kategori:

a. Rendah jika tidak Sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD/sederajat b. Sedang jika tidak tamat SMP/sederajat

c. Tinggi jika Tamat SMA/sederajat

3) Jumlah anggota keluarga responden adalah banyaknya anggota keluarga baik inti maupun tidak yang hidup dalam satu atap, dibedakan menjadi

a. Kecil, jika anggota keluarga berjumlah 1-4 orang b. Menengah, jika anggota keluarga berjumlah 5-6 orang c. Besar, jika anggota keluarga lebih dari 7 orang

4) Strategi sosial dilihat dari ketergantungan pada sistem patron klien dan jaringan sosial yang diukur berdasarkan:

a. Intensitas meminjam pada patron pada saat tidak melaut adalah frekuensi nelayan meminjam modal kepada patron selama masa

(46)

jawaban responden berada diantara 5-12, dan dikategorikan tinggi jika skor jawaban responden berada diantara 13-20.

b. Interaksi dengan patron secara umum adalah penilaian nelayan terhadap kualitas hubungan dan komunikasi dengan patron. Responden diberikan empat pilihan jawaban yaitu ‘tidak setuju’, ‘netral’, ‘setuju’ dan ‘sangat setuju,’ kemudian total jawaban responden dikategorikan ke dalam tidak puas jika skor jawaban responden berada diantara 5-12, dan dikategorikan puas jika skor jawaban responden berada diantara 13-20.

c. Jaringan sosial yang dimiliki nelayan adalah kualitas hubungan nelayan dalam kelembagaan-kelembagaan sosial yang dimanfaatkan oleh nelayan dalam strategi bertahan hidup. Responden diberikan empat pilihan jawaban yaitu ‘tidak setuju’, ‘netral’, ‘setuju’ dan ‘sangat setuju,’ kemudian total jawaban responden dikategorikan ke dalam rendah jika skor jawaban responden berada diantara 10-25, dan dikategorikan tinggi jika skor jawaban responden berada diantara 26-40.

5) Strategi ekonomi dibagi menjadi diversifikasi kerja, pola nafkah ganda, mobilitas kerja, berhutang dan strategi lainnya.

a. Diversifikasi Kerja adalah pembagian kerja diantara anggota keluarga nelayan (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

b. Pola Nafkah Ganda adalah kepala keluarga memiliki lebih dari satu pekerjaan utama (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

c. Mobilitas Kerja adalah pergantian pekerjaan saat nelayan mengalami musim baratan (1 jika tidak ada, 2 jika ada).

d. Berhutang adalah kegiatan meminjam modal terhadap pihak lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (1 jika tidak, 2 jika ya).

(47)
(48)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam dan alur sejarah

untuk mengetahui strategi sosial-ekonomi masyarakat nelayan daerah pencemaran

pesisir, stratifikasi sosial nelayan serta mobilitas sosial yang terdapat di dalamnya.

Pendekatan kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner untuk menangkap data seputar karakteristik rumahtangga dan mencari hubungan antara karakteristik nelayan dengan strategi hidup rumahtangga nelayan.

(49)

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Nelayan Bambu, RW 01, RT 13 Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Penelitian dilakukan dengan fokus pada strategi masyarakat nelayan mempertahankan hidupnya di daerah pencemaran pesisir, serta sistem sosial-ekonomi masyarakat nelayan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Cilincing merupakan salah satu wilayah pesisir yang memiliki tingkat pencemaran yang tinggi. Disamping itu, wilayah Jakarta Utara merupakan daerah industri yang pembuangan limbahnya diarahkan ke laut sehingga pemilihan lokasi penelitian dianggap sesuai dengan topik yang diangkat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2010.

4.3. Teknik Pemilihan Responden

Populasi dari penelitian ini adalah rumahtangga nelayan miskin (bukan pemilik ternak atau pemilik perahu) Kampung Bambu, yang termasuk ke dalam wilayah RW 01, Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara yang bekerja sebagai nelayan. Populasi diambil berdasarkan informasi yang diperoleh dari data kelurahan. Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simple random sampling sebab hampir seluruh populasi di RW 01 bermata pencaharian sebagai nelayan. Banyaknya sampel yang digunakan dalam responden ini ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

n = __N__ 1+N

Keterangan:

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

(50)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Kali Baru, jumlah rumahtangga nelayan di Kampung Bambu adalah sebanyak 185 rumahtangga, sehingga apabila digunakan rumus Slovin, dengan nilai kritis 10 persen (0,1) jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 65 responden. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan tabel angka acak.

Sementara, jumlah informan yang diambil tidak terbatas hingga data yang diperoleh dianggap jenuh. Pemilihan informan diketahui melalui teknik snowball sampling dan dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu memilih orang-orang yang dianggap mengetahui secara detail mengenai pencemaran pesisir, baik yang berasal dari aparat kelurahan, tokoh masyarakat nelayan, LSM dan lain-lain.

4.4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diterapkan oleh peneliti adalah metode triangulasi guna memperoleh kombinasi data yang akurat. Data kualitatif yang diperoleh berasal dari data primer, data sekunder, dan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam terhadap responden atau informan. Data deskriptif juga digunakan berupa kata-kata langsung atau tulisan dari responden dan informan. Penelitian mengenai analisis survival strategies masyarakat nelayan daerah pencemaran pesisir melalui beberapa tahap penyusunan. Terdapat pendekatan yang berbeda untuk meneliti fokus dalam penelitian ini.

1. Teknik Non-Survei, digunakan untuk menangkap data mengenai strategi sosial dan ekonomi rumahtangga nelayan, penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam dalam memahami strategi bertahan hidup nelayan serta teknik diskusi kelompok terarah untuk menangkap data stratifikasi sosial nelayan.

(51)

menggunakan wawancara survei dengan instrumen kuesioner yang memuat pernyataan terbuka dan tertutup.

3. Studi Literatur, digunakan untuk memberikan landasan pelaksanaan penelitian, khususnya dalam membangun teori berdasarkan penelitian sebelumnya yang relevan.

Jenis data, metode pengumpulan serta sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data, Metode Pengumpulan dan Sumber Data

No Jenis Data Metode Pengumpulan Sumber Data

Pencemaran Pesisir

1. Penyebab Pencemaran Pesisir Wawancara Mendalam, Telaah Pustaka

Informan, Berbagai Laporan Penelitian

Dampak Pencemaran Pesisir

2. Dampak Ekologis Wawancara Mendalam, Telaah

Pustaka

Informan, Berbagai Laporan Penelitian

3. Dampak Sosial Wawancara Mendalam, Telaah

Pustaka

Informan, Berbagai Laporan Penelitian

4. Dampak Ekonomi Wawancara Mendalam, Telaah

Pustaka

Informan, Berbagai Laporan Penelitian

Karakteristik Nelayan

5. Usia, Besar Keluarga, Tingkat

Pendidikan Wawancara Survei Responden

Bentuk Strategi Bertahan Hidup

6. Strategi Sosial Wawancara Mendalam,

Wawancara Survei

Informan dan Responden

7. Strategi Ekonomi Wawancara Mendalam,

Wawancara Survei

Informan dan Responden

Karakteristik Sosial Ekonomi Nelayan Setelah Pencemaran

8. Mobilitas Sosial Wawancara Mendalam Informan dan

Responden

9. Stratifikasi Sosial Wawancara Mendalam Informan dan

Responden

(52)

akan memperlihatkan penilaian subjek penelitian terhadap mata pencaharian nelayan, sehingga akan menjawab apakah terdapat perubahan lapisan sosial (mobilitas) pada pekerjaan sebagai nelayan setelah terjadi pencemaran, dalam peringkat prestise suatu struktur komunitas.

4.5. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis trianggulasi, dimana dilakukan uji keabsahan melalui uji silang terhadap materi untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan, dengan informan penelitian. Proses trianggulasi dilaksanakan secara terus menerus sepanjang proses pengumpulan data dan analisis data, hingga tidak terdapat perbedaan informasi yang telah dihimpun sebelumnya dari informan atau sumber-sumber lain. Uji keabsahan melalui trianggulasi ini dilakukan karena dalam penelitian kualitatif, untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat dilakukan dengan alat uji statistik (Bungin, 2006). Data kualitatif, baik primer maupun sekunder yang telah didapatkankan diolah dan dianalisis secara kualitatif mealui tahapan-tahapan: reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sitorus, 1998).

Analisis data kuantitatif dilakukan melalui proses pemeriksaan data yang terkumpul (editing), pemberian kode pada setiap data yang terkumpul di setiap instrumen (coding), menggolongkan data dan menyajikan data. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan mengunakan program komputer SPSS 17 for Windows untuk menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi dengan menggunakan analisis

(53)

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

5.1. Keadaan Wilayah

Pesisir Teluk Jakarta terletak di pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106°33’00” BT hingga 107°03’00” BT dan garis lintang 5°48’30”LS hingga 6°10’30” LS yang membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga Tanjung Karawang di bagian Timur dengan panjang pantai + 89 Km. Panjang garis yang menghubungkan kedua tanjung tersebut melalui Pulau Air Besar dan Pulau Damar adalah sekitar 21 mil laut. Secara administratif, perairan laut Jakarta berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah timur dan Kabupaten Tangerang di sebelah barat. Pesisir Teluk Jakarta termasuk dalam wilayah administrasi Kota Jakarta Utara, yang merupakan bagian wilayah dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Cilincing dan Koja yang berbatasan dengan pantai Teluk Jakarta.

Kelurahan Kali Baru merupakan bagian atau salah satu kelurahan dalam wilayah Kecamatan Cilincing. Luas wilayah Kelurahan Kali Baru berdasarkan data Bapeda DKI Jakarta tahun 2006 adalah 2,47 Km². Kondisi demografis Kelurahan Kali Baru dapat dilihat dari status/peruntukan pertanahan, yaitu tanah sertifikat sebesar 13,50 Ha dan tanah Negara sebesar 233,20 Ha.

Kondisi geografis Kelurahan Kali Baru berdasarkan laporan bulanan Kelurahan Kali Baru bulan Mei 2010 terlihat dari batas-batas wilayah Kelurahan Kali Baru yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya Cilincing, kali Banglio (kelurahan Lagoa Kecamatan Koja, Kelurahan Semper Barat, Kelurahan Semper Timur dan Kelurahan Cilincing). Sementara di sebelah timur berbatasan dengan Jalan Baru dan Jalan Rekreasi Kelurahan Cilincing, dan sebelah barat berbatasan dengan jembatan/kali Kresek, Kelurahan Koja, Kecamatan Koja.

Gambar

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan  Tingkat Pendidikan  Jumlah (orang)  Persentase (%)
Tabel 6. Sebaran Umur Nelayan Bagang dalam Angka Absolut dan Persen,  Kampung Bambu, 2010
Tabel 9. Sebaran Umur Nelayan Jaring dalam Angka Absolut dan Persen,  Kampung Bambu, 2010
Tabel 12. Sebaran Umur Nelayan Budidaya dalam Angka Absolut dan Persen,  Kampung Bambu, 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait