• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji kinerja kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung dan minyak bintaro sebagai bahan bakar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji kinerja kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung dan minyak bintaro sebagai bahan bakar"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KINERJA KOMPOR MINYAK NABATI

MENGGUNAKAN MINYAK NYAMPLUNG DAN

MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR

ERICK SAEPUL MUBAROK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ERICK SAEPUL MUBAROK. Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar. Dibimbing oleh SRI ENDAH AGUSTINA.

Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multi-wick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya, kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja kompor minyak nabati dengan menggunakan minyak bintaro dan minyak nyamplung. Hasil pengujian menunjukkan kapasitas panas yang dihasilkan oleh kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung adalah 172.58 kJ/menit dan dengan bahan bakar minyak bintaro 199.95 kJ/menit. Konsumsi bahan bakar total kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro adalah masing-masing 0.12 kg dan 0.17 kg. Efisiensi kompor dan efisiensi sistem kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung adalah 33.64% dan 13.96%. Sedangkan efisiensi kompor dan efisiensi sistem dengan bahan bakar minyak bintaro adalah 19.39% dan 9.28%.

Kata kunci: kompor, nabati, nyamplung, bintaro, efisiensi

ABSTRACT

ERICK SAEPUL MUBAROK. Performance Test on Bio Oil Stove Using Calophyllum Oil and Cerbera Oil As The Fuel. Guided by SRI ENDAH AGUSTINA.

Bio oil stove is a wick stove which was modified from kerosene stove, and designed for vegetable oil as its fuel. The objective of the research was to conduct performance test of the stove by using Cerbera oil and Callophylum oil as fuel. The result shows that the heat capacity of the stove by using Callophylum oil as fuel was 172.58 kJ/minute, and by using Cerbera oil was 199.95 kJ/minute. The total fuel consumption were 0.12 kg for Callophylum oil usages and 0.17 kg for Cerbera oil usages. Stove efficiency and system efficiency with Callophylum oil usages were 33.64% and 13.96%. While, Callophylum oil usages only 19.39% and 9.28%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

UJI KINERJA KOMPOR MINYAK NABATI

MENGGUNAKAN MINYAK NYAMPLUNG DAN

MINYAK BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKAR

ERICK SAEPUL MUBAROK

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar Nama : Erick Saepul Mubarok

NIM : F14070120

Disetujui oleh

Ir Sri Endah Agustina, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah kinerja kompor minyak nabati, dengan judul Uji Kinerja Kompor Minyak Nabati Menggunakan Minyak Nyamplung dan Minyak Bintaro Sebagai Bahan Bakar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Sri Endah Agustina MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan dan wawasan kehidupan, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dosen penguji Bapak Dr Leopold O Nelwan dan Bapak Dr Mohamad Solahudin, kepada teman-teman HMI yang telah memberikan dukungan moril, Bapak Harto dan Bapak Darma teknisi Laboratorium Energi Terbarukan TMB IPB yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri dan anak tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Minyak Nabati 3

Karakteristik Minyak Nabati 4

Reaksi Pembakaran 7

Pindah Panas Pada Sistem 11

Kompor 13

Efisiensi Kompor 18

METODE 20

Waktu dan Tempat 20

Tahapan Penelitian 20

Bahan 25

Alat 25

Prosedur Analisis Data 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

Hasil Uji Pendahuluan 27

Hasil Pengujian Kompor Minyak Nabati 28

Pengujian Kompor Minyak Tanah 35

KESIMPULAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 38

(11)

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi energ per sektor di Indonesia 1

2 Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumbernya 2 3 Kandungan minyak beberapa tanaman penghasil minyak 4 4 Karakteristik fisik dan kimia minyak nabati dan petroleum 4

5 Faktor koreksi kelembaban udara 9

6 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jarak

pagar 17

7 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jelantah 18

8 Parameter-parameter pengujan tahap I 21

9 Parameter-parameter pengujan tahap II 21

10 Contoh tabel data pengujian temperatur api 26

11 Waktu penyalaan kompor minyak nabati 28

12 Hasil pengujian kompor minyak nabati per percobaan 28 13 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak

nyamplung 30

14 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro 32 15 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro 33

16 Perbandingan laju bahan bakar 33

DAFTAR GAMBAR

1 Buah bintaro, minyak bintaro, biji bintaro 6

2 Minyak dan buah nyamplung 7

3 Kompor sumbu tunggal 13

4 Kompor sumbu tunggal dan bentuk sumbunya 13

5 Elemen-elemen pada kompor bersumbu banyak 14

6 Prinsip pembakaran pada kompor 15

7 Kompor minyak nabati 17

8 Pindah panas pada sistem kompor 19

9 Diagram alir prosedur penelitian 23

10 Titik-titik pengukuran 25

11 Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar

minyak nyamplung 29

12 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung

(percobaan pertama) 30

13 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung

(percobaan kedua) 31

14 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak nyamplung

(percobaan ketiga) 31

15 Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar

minyak bintaro 32

16 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan

(12)

17 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan

kedua) 34

18 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan minyak bintaro (percobaan

ketiga) 34

DAFTAR LAMPIRAN

1

Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-parameter pengujian kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung 38

2

Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-parameter pengujian

kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak bintaro 39

3

Data hasil pengukuran suhu uji kompor minyak nabati dengan bahan

bakar minyak nyamplung 40

4

Data hasil pengukuran suhu uji kompor minyak nabati dengan bahan

bakar minyak bintaro 41

5

Contoh perhitungan 42

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, konsumsi energi Indonesia mengalami kenaikan terutama sektor industri, transportasi dan rumah tangga. Kenaikan konsumsi tersebut didominasi oleh permintaan akan energi yang bersumber dari minyak bumi. Menurut data Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012 konsumsi energi yang bersumber dari minyak bumi mencapai 46.30 persen, batu bara 26.38 persen dan gas bumi mencapai 21.90 persendari total sumber energi yang ada.

Indonesia mempunyai sumber energi terbarukan yang melimpah, namun belum dimanfaatkan secara optimal dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil. Kontribusi energi terbarukan terhadap total penggunaan energi masih dibawah 10 % (Kementerian ESDM 2012).

Dalam cetak biru (blueprint) Pengelolaan Energi Nasional Indonesia tahun 2006-2025 yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sesuai Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, salah satu program utama kebijakan energi yang dicanangkan oleh pemerintah adalah penyediaan energi alternatif pengganti minyak tanah untuk sektor rumah tangga, transportasi dan industri melalui pengembangan energi baru terbarukan. Target yang ingin dicapai pada tahun 2025 penggunaan energi baru terbarukan sebesar 17% dari total penggunaan energi nasional, yang terdiri dari Bahan Bakar Nabati (BBN) 5%; panas bumi 5%; batubara tercairkan 2%; sementara sisanya bersumber dari energi nuklir, mikrohidro, energi surya, energi angin, dan energi baru terbarukan dengan target 5% (Kementerian ESDM 2012).

Tabel 1 Konsumsi energi per sektor di Indonesia

Tahun Industri Tangga Rumah Komersil Trnasportasi Lain Penggunaan Non-Energi Konsumsi Total

2002 192,803,789 86,568,222 20,315,203 151,498,823 29,998,546 48,534,290 529,718,873

2003 225,141,109 88,669,268 20,967,212 156,232,909 28,445,436 48,317,775 567,773,708

2004 216,377,677 90,689,214 23,989,565 178,374,391 31,689,809 62,375,806 603,496,463

2005 262,686,505 313,772,025 26,234,764 178,452,407 29,102,166 54,352,999 864,600,867

2006 280,187,757 312,715,871 26,194,683 170,127,492 25,936,873 64,990,106 880,152,782

2007 300,675,120 319,333,000 27,896,499 179,144,177 24,912,051 64,759,190 916,720,038

2008 299,539,752 316,802,419 29,273,897 196,941,689 25,855,949 38,432,103 906,845,811

2009 297,271,113 314,093,670 30,848,294 224,883,086 27,186,782 84,096,759 978,379,703

2010 355,426,352 310,521,222 33,122,376 255,568,629 28,743,347 84,146,777 1,067,528,702

2011 359,686,797 320,369,268 34,077,140 277,404,656 24,861,386 98,412,712 1,114,766,960

Dalam BOE

(15)

2

Tabel 2 Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumbernya

Tahun Biomas Batu

Rumah tangga merupakan salah satu sektor pengguna energi terbesar ketiga setelah sektor industri dan transportasi. Pemakaian energi untuk sektor rumah tangga mencapai 11.6 persen dari total pemakai energi di Indonesia. Sementara itu, cadangan minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan akibat keterbatasan ketersediaan energi fosil. Sehingga pemanfaatan sumber energi terbarukan merupakan sebuah solusi.

Salah satu sumber energi alternatif adalah bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar cair yang diekstrak dari tanaman. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati, diantaranya adalah tanaman bintaro (Cerbera odollam gaertn) dan tanaman nyamplung (Colophyllum inophyllum L.). Minyak bintaro adalah minyak yang diperoleh dari biji bintaro melalui proses ekstraksi. Biji bintaro mengandung 30-60% minyak (Heyne 1987 dalam Sunandar 2012). Sedangkan minyak nyamplung diperoleh dari biji dengan kadar minyak mencapai 50-70% basis kering (Heyne 1987 dalam Hunter 2012).

Kompor merupakan salah satu tempat terjadinya proses pembakaran. Seiring dengan dikuranginya subsidi minyak tanah untuk rumah tangga, beberapa macam kompor berbahan bakar alternatif mulai dikembangkan. Diantaranya, kompor Hanjuang yang menggunakan biji jarak pagar tetapi dengan pemanasan awal. Kelemahan kompor Hanjuang adalah nyala api berwarna merah dan masih berasap, suatu hal yang menandakan bahwa pembakarannya kurang sempurna. Selain itu, kompor minyak nabati bertekanan yang diberi nama Kompor Protos hasil rancangan Universitas Hohenheim Jerman memiliki nyala api yang kebiruan tanpa jelaga, yang berarti pembakarannya terjadi hampir sempurna. Hal ini disebabkan terutama prinsip rancangan yang berbeda, yaitu dengan membuat minyak terevaporasi lebih dahulu, baru kemudian keluar dari nozzle dan di bakar (Stumpf dan Muhlbauer, 2002). Kompor jenis lainnya adalah kompor minyak nabati produksi PT Tiara Sakti Persada.

(16)

3 kompor. Pada penelitian ini akan menguji kinerja kompor minyak nabati dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja kompor minyak nabati dengan menggunakan minyak bintaro dan minyak nyamplung. Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multi-wick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya, kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah produksi PT Tiara Sakti Persada. Parameter kinerja yang diuji pada penelitian ini adalah kapasitas panas, konsumsi bahan bakar, dan efisiensi energi pada kompor dengan menggunakan minyak bintaro dan minyak nyamplung sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang kelayakan penggunaan kompor minyak nabati produksi Tiara Sakti Persada dengan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Nabati

Minyak nabati adalah minyak yang dihasilkan dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Beberapa tanaman yang menghasilkan minyak antara lain seperti kelapa (daging buah), kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji), jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya.

(17)

4

Tabel 3 Kandungan minyak beberapa tanaman penghasil minyak

No Nama latin Nama lokal Sumber

3 Aleurites mohiccana Kemiri Inti biji (kernel) 57-69 NP

4 Elais guineensis Sawit Sabut, daging buah 45-70

45-54 NP

Tabel 4 Karakteristik fisik dan kimia minyak nabati dan petroleum

Jenis minyak Titik nyala (oC)

Minyak bintaro 138-154 46.00 39.56

Minyak nyamplung 234 56.70 39.32

Karakteristik Minyak Nabati

Minyak nabati yang dapat dijadikan bahan bakar harus memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan minyak tanah diantaranya angka viskositas. Minyak nabati memiliki angka viskositas yang sangat tinggi, sehingga harus dilakukan proses-proses untuk menurunkan angka viskositasnya. Angka viskositas ini mempengaruhi kemampuan naiknya minyak melalui sumbu untuk selanjutnya dapat terbakar. Sifat-sifat minyak nabati yang berhubungan langsung dengan daya kapilaritasnya diantaranya adalah densitas, viskositas, dan kapilaritas.

(18)

5 ... (1) dimana:

v : Viskositas kinematik (m2/detik) µ : Viskositas dinamik (kg/m.detik)

ρ : Densitas/kerapatan (kg/m3)

Kekentalan minyak nabati berkisar antara 50 sampai 97.7 mm2 per detik, sedang minyak tanah hanya 2.2 mm2 per detik (Rahmat 2007 dalam Sunandar 2010). Demikian pula titik bakar minyak nabati berkisar antara 270 hingga 340 oC, padahal minyak tanah sekitar 50 hingga 55oC (Puslitbun 2007 dalam Sunandar 2010).

Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya kohesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala et al. 2004). Gaya kohesi merupakan gaya tarik-menarik antara molekul dalam zat yang sejenis, sedangkan gaya tarik-menarik antara molekul zat yang tidak sejenis dinamakan gaya adhesi. Misalnya kita tuangkan air dalam sebuah gelas. Kohesi terjadi ketika molekul air saling tarik-menarik, sedangkan adhesi terjadi ketika molekul air dan molekul gelas saling tarik menarik.

Nilai kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara atau oksigen (Susilo 2007). Dari bahan bakar yang dibakar, nilai kalor yang terkandung akan diubah menjadi energi panas. Derajat kejenuhan minyak dipengaruhi besar kecilnya energi yang dihasilkan oleh minyak. Nilai kalor yang dihasilkan pada pembakaran minyak yang mengandung asam lemak jenuh lebih besar dari pada minyak yang banyak mengandung asam tidak jenuh.

Nilai kalor diukur dengan cara membakar sejumlah minyak menggunakan bomb kalorimeter (ASTM 1980). Untuk menghitung nilai kalor dapat

(19)

6

berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987 dalam Sunandar 2010). Saat ini belum dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau tanaman peneduh jalan.

(a) (b) (c)

Gambar 1 (a) Buah bintaro, (b) minyak bintaro, (c) biji bintaro

Buahnya berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap.

Minyak bintaro diperoleh melalui proses ekstraksi dengan pelarut. Biji bintaro mengandung 30-60% minyak yang tersusun terutama atas 43% asam oleat, 31% asam palmitat dan 17% asam linoleat. Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987 dalam Sunandar 2010). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat (Sunandar 2010).

Minyak Nyamplung

Buah nyamplung memiliki biji yang memiliki kandungan minyak nyamplung mencapai 50-70% basis kering. Minyak nyamplung merupakan minyak kental berwarna kecoklatan dan beraroma seperti karamel serta beracun (Heyne 1987 dalam Hunter 2012).

(20)

7

Gambar 2 Minyak dan buah nyamplung

Minyak nyamplung hasil deguming sederhana berupa netralisasi dengan NaOH, dapat digunakan sebagai bio-kerosen, merupakan alternatif pengganti minyak tanah yang sangat bermanfaat untuk masyarakat pedesaan. Minyak nyamplung memiliki kemiripan komposisi asam lemak dengan minyak jarak pagar dan minyak kelapa sawit yang sudah dicoba dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Heyne 1987 dalam Hunter 2012).

Reaksi Pembakaran

Menurut Daywin et al (1991), yang dimaksud dengan proses pembakaran adalah reaksi antara bahan bakar dengan udara (oksigen) sehingga terbakar dan menghasilkan gas-gas CO2 dan H2O ditambah energi.

Bahan bakar merupakan substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi, dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfat (S). Sementara oksidator adalah substansi yang mengandung oksigen yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel). Pada semua jenis pembakaran, kondisi campuran udara dan bahan bakar merupakan faktor utama yang harus diperhatikan untuk mendapatkan campuran yang combustible.

Besarnya energi yang dihasilkan oleh pembakaran suatu bahan bakar tergantung pada (Abdullah K dkk 1998):

1. Jumlah karbon yang dikandung dan bentuk senyawanya, semakin besar kandungan karbon dalam suatu bahan, maka akan semakin besar energi yang dihasilkan.

2. Sempurna atau tidaknya pembakaran tersebut terjadi, pembakaran dikatakan sempurna bila seluruh unsur karbon yang bereaksi dengan oksigen hanya menghasilkan CO2 sedangkan pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan zat arang (C), gas CO, CO2 atau O2.

3. Terjadinya pembakaran habis. Suatu pembakaran bahan bakar dikatakan sebagai pembakaran habis bila seluruh karbon dalam bahan bakar tersebut bereaksi dengan oksigen.

(21)

8

Rumus umum proses pembakaran untuk minyak nabati yang komposisinya merupakan asam lemak, dinyatakan dalam persamaan berikut:

CxOyHz + O2 → xCO2 + yH2O ... (3) Minyak nabati susunanya terdiri atas asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang utama pada minyak nabati diantaranya adalah asam palmitat C15H31COOH, asam stearat C17H35COOH, asam oleat C17H33COOH dan asam linoleat C17H31COOH.

Bila X menyatakan persentase udara tambahan untuk suplai O2, maka bentuk reaksi serta kebutuhan dari masing-masing komponennya adalah sebagai berikut:

1 m C + 4.76 m (1+ ) mol udara → 1 m CO2 + 3.76 (1+ ) mol N2 + ( ) mol O2 . (4)

Sehingga persentase hasil reaksi dalam basis volume menjadi:

CO2 = ... (5) O2 = ... (6) N2 = ... (7) Apabila udara tambahan tidak diperlukan maka X = 0 Sehingga persentase dari masing-masing gas adalah CO2 = 21%, O2 = 0%, N2 = 79%.

Reaksi dasar untuk proses pembakaran tidak habis dinyatakan dalam persamaan:

1 mol C + 0.5 mol O2→ 1 mol CO ... (8) Jika pembakaran dilakukan dengan pemberian udara lebih X, maka bentuk persamaan keseluruhan menjadi:

1 kg C+5.72 (1 + ) kg udara→1.33 kg CO+4.39 (1 + ) kg N2+( ) 1.33 kg O2 .. (9)

Reaksi pembakaran unsur karbon dapat dijabarkan sebagai berikut:

1 mol C + 1 mol O2→ 1 mol CO2 ... (10) atau

(22)

9 Reaksi pembakaran unsur hidrogen adalah:

1 mol H2 + 0.5 mol O2→ 1 mol H2O ... (12) atau

2.016 kg H2 + 16 kg O2→ 18.016 kg H2O ... (13) Satu kilogram hidrogen memerlukan oksigen sebanyak 7.94 kg atau 5.85575 m3. Dari reaksi pembakaran di atas didapatkan volume oksigen minimum:

Omin = 1.9647 C + 5.85575 H2 (m3/kg bahan bakar) ... (14) dimana:

Omin : Oksigen minimum yang dibutuhkan untuk pembakaran (m3/kg bahan bakar) C : Persentase unsur karbon terhadap oksigen

H2 : Persentase unsur hidrogen terhadap oksigen

Untuk tujuan perhitungan pada proses pembakaran sering dianggap dalam udara terkandung oksigen 21 persen volume dan nitrogen 79 persen volume, maka jumlah minimum yang diperlukan untuk pembakaran (Lmin) adalah:

Lmin = (1.9647 C + 5.85575 H2) ... (15) Lebih lanjut Zabidi (1981) dalam Yuanita (2008) menyatakan bahwa kelembaban mempengaruhi proses pembakaran, makin lembab udara maka pembakaran makin terganggu. Untuk memperhitungkan faktor kelembaban tersebut maka kebutuhan udara sesungguhnya adalah:

Lw = Lmin*f ... (16) dimana:

Lw : Kebutuhan udara sesungguhnya (m3/kg bahan bakar) F : Faktor koreksi kelembaban udara (Tabel 5)

Tabel 5 Faktor koreksi kelembaban udara

Suhu (oC) 0 10 20 30 40

Nilai f 1.0049 1.0098 1.0190 1.0350 1.0630

Sumber: Zabidi 1981 dalam Yuanita 2008

Jumlah aliran udara yang masuk melalui lubang masuk udara dapat didekati dengan persamaan:

(23)

10

Jumlah bahan bakar yang terbakar dapat diduga dengan persamaan:

Bbt = Q / Lw ... (18) dimana:

Q : Jumlah aliran udara melalui lubang masuk udara (m3/detik) A : Luas lubang masuk udara (m2)

V : Kecepatan aliran udara masuk (m/detik)

Bbt : Jumlah bahan bakar yang terbakar per satuan waktu (kg bahan bakar/detik)

Massa udara kering teoritis untuk pembakaran sempurna berbagai bahan bakar tergantung pada persen dari berat karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan belerang (S) yang terkandung dalam bahan bakar tersebut dan dirumuskan sebagai:

Mt = 11.47 C + 34.28 (H-0/8) + 4.31 S ... (19) Dalam kenyataannya pembakaran sempurna sulit terjadi dengan kondisi laju massa udara kering teoritis, maka untuk mendekati keadaan pembakaran sempurna, perlu ditambah dengan X persen udara berlebihan (excess air).

Ma = Mt + Mt (X) ... (20) Laju massa teoritis gas kering hasil pembakaran sempurna tergantung pada persen berat dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), belerang (S), dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan bakar.

Ft = 12.47 C + 35.28 (H-O/8) + 5.31 S + N ... (21) Sedangkan laju massa sebenarnya gas hasil pembakaran:

Fa = Ft + Mt (X) ... (22) dimana:

Mt : Laju massa udara kering teoritis (kg udara kering/detik) Ma : Laju massa udara kering sebenarnya (kg udara kering/detik) Mt(X) : Laju massa udara berlebih (kg udara kering/detik)

Ft : Laju massa teoritis gas kering (kg udara kering/detik) Fa : Laju massa sebenarnya gas kering (kg udara kering/detik)

Agar pemanfaatan energi panas yang dihasilkan optimum, bahan bakar dibakar dalam suatu alat tempat terjadinya proses pembakaran, diantaranya adalah tungku atau kompor, boiler, dan motor bakar (Abdullah K dkk 1998).

(24)

11 dipindah-pindahkan, jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga, dan yang kedua adalah tungku permanen, jenis ini biasanya dipergunakan untuk industri kecil atau menengah (Yuanita 2008).

Pindah Panas Pada Sistem

Perpindahan panas yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar terjadi secara konduksi, konveksi dan radiasi. Pada keadaan mantap (steady state), kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Sedangkan untuk gabungan aliran kalor konduksi dan konveksi dinyatakan dalam koefisien pindah panas menyeluruh (Holman 1981).

Menurut Arnold (1978) dalam Djatmiko (1986) untuk mengurangi kehilangan panas pada kompor dapat dilakukan dengan memberi insulasi pada kompor, mengatur lubang pemasukan udara dan penyempurnaan pembakaran, aliran udara dikonsentrasikan ke lubang dapur, desain pengeluaran (cerobong) yang sesuai untuk pengeluaran udara, pemakaian alat masak yang mengurangi kebocoran dan kehilangan panas.

Perpindahan panas secara konduksi dinyatakan dengan persamaan berikut: ... (23)

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa laju aliran panas bertambah apabila nilai konduktivitas suhu, luas penampang, angka konduktivitas panas bahan bertambah dan panjang bahan berkurang. Nilai konduktivitas panas menunjukkan tingkat kemudahan suatu bahan dilewati oleh energi panas. Bila nilai konduktivitas termal besar, bahan tersebut semakin mudah dilewati oleh panas. Nilai konduktivitas panas juga dipengaruhi oleh suhu (Kamil 1983).

Perpindahan panas secara konveksi berdasarkan hukum Newton dapat dihitung menggunakan persamaan (23):

(25)

12

Menurut Cengel dan Turnel (2001), besarnya koefisien pindah panas konveksi (h) untuk bidang berbentuk silinder tegak dinyatakan dalam:

... (25) D : Diameter silinder sarangan kompor (m) Nu : Bilangan Nusselt

k : Konduktifitas termal (W/moC)

r2 : Diameter luar silinder sarangan kompor (m) r1 : Diameter dalam silinder sarangan kompor (m) A : Luas silinder sarangan kompor (m2)

Ti : Suhu ruang pembakaran (oC) β : Koefisien ekspansi termal (1/K) h : Koefisien pindah panas (W/m2oC) g : Percepatan gravitasi (m2/s)

Gr : Bilangan Grashof R : Tahanan panas (oC/W) L : Dimensi karakteristik (m) v : Kecepatan kinetik fluida (m2/s) Pr : Bilangan Prandtl

Tf : Suhu film (K) Ts : Suhu permukaan (K) T : Suhu lingkungan (oC)

Besarnya laju aliran panas radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

(26)

13 Kompor

Fungsi utama kompor adalah sebagai tempat terjadinya proses pembakaran bahan bakar. Kompor pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis, yaiu kompor sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Struktur rangka kompor sumbu terbuat dari logam (metal) sedangkan untuk sumbunya berbahan dari benang. Prinsip kerja kompor sumbu dengan memanfaatkan gaya kapilaritas bahan bakar yang digunakan terhadap sumbu kompor, sehingga bahan bakar dari tangki bahan bakar akan naik ke bagian atas sumbu. Sistem penyalaannya dengan membakar ujung sumbu menggunakan pematik api. Pada kompor sumbu terdapat kran pengatur bahan bakar yang berfungsi mengatur besar kecilnya api yang dihasilkan.

Kompor sumbu digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Kompor bersumbu tunggal, berbentuk melingkar. Biasanya sumbu terbuat dari asbes.

Gambar 3 Kompor sumbu tunggal

2. Kompor bersumbu banyak (multi-wick) dengan model sumbu

Gambar 4 Kompor sumbu tunggal dan bentuk sumbunya

Secara umum, kompor sumbu banyak digunakan di negara-negara berkembang, selain karena perawatan yang relatif mudah, juga harga yang murah dan bisa dikembangkan oleh industri skala kecil (Sulilatu 1988 & Sangen 1988 dalam Raffaella 2010).

(27)

14

Gambar 5 Elemen-elemen pada kompor bersumbu banyak Fungsi dari masing-masing elemen tersebut adalah:

1. Penyangga panci, berfungsi sebagai dudukan panci atau alat yang digunakan untuk memasak.

2. Kubung atau sarangan (heat-shield), yaitu sebuah tabung logam yang tidak mempunyai tutup atas dan bawah yang dipasang konsentris dengan sarangan. Pada sisi bagian atasnya dapat berbentuk menyudut (miring, cekung, ataupun cembung). Fungsinya sebagai penyekat panas yang hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur kompor agar tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari luar agar nyala api tetap stabil.

3. Sarangan:

a. Sarangan luar, sebuah tabung logam terbuka tanpa tutup dengan lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan sarangan dalam.

b. Sarangan dalam, adalah sebuah tabung dengan bagian atas tertutup sedangkan pada bagian dindingnya terdapat lubang-lubang kecil sebagai tempat keluar masuknya udara untuk kebutuhan udara pembakaran.

4. Sumbu, yaitu benang yang ditenun, biasanya berbentuk bulat dan mempunyai efek kapiler yang berfungsi sebagai penyalur minyak ke ruang pembakaran.

5. Kran pengatur bahan bakar, berupa kran yang mempunyai fungsi sebagai pengatur laju bahan bakar yang akan dibakar diruang bakar. 6. Tangki bahan bakar, yaitu berupa bejana untuk menampung bahan bakar

yang dipergunakan untuk pembakaran. Prinsip Kerja

(28)

15 Pada kompor sumbu terdapat kran pengatur bahan bakar yang berfungsi sebagai pengatur laju bahan bakar yang akan dibakar di ruang pembakaran. Selain itu terdapat kubung atau heat-shield yang berfungsi sebagai penyekat panas yang hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur kompor agar tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari luar agar nyala api tetap stabil.

Dibagian dalam kubung terdapat sarangan luar, berupa sebuah tabung logam terbuka tanpa tutup dengan lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan sarangan dalam. Udara yang disuplai dari sarangan luar akan masuk melalui lubang-lubang kecil pada sarangan dalam.

Ruang antara sarangan luar dan sarangan dalam merupakan ruang pembakaran dimana terdapat sumbu kompor. Ruang bakar, yaitu ruang dimana minyak dibakar dengan bantuan oksigen yang berasal dari udara luar. Nyala api biru menandakan bahwa reaksi pembakaran yang terjadi adalah optimum. Hal ini terjadi apabila reaksi kimia antara minyak dengan oksigen mempunyai komposisi yang optimum (reaksi stoikiometri) pada temperatur pembakaran tertentu yang sangat tinggi. Nyala api merah menandakan pembakaran tidak sempurna yang kemungkinan disebabkan oleh adanya sebagian uap minyak yang tidak terbakar (Marlianto 2012).

Untuk menyalakan kompor ini, pertama mengisi tangki bahan bakar dengan bahan bakar yang akan digunakan. Kemudian kran untuk pemasukan minyak dibuka secara berlahan agar bahan bakar dapat meresap ke sumbu dan menghasilkan api yang sempurna. Pada saat api telah menyala, udara sekitar ditarik melalui lubang-lubang laluan udara pada sarangan dalam maupun sarangan luar ke dalam ruang pembakaran. Di dalam ruang pembakaran ini udara bereaksi dengan uap bahan bakar yang terbakar peristiwa ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Jika kran dibuka sampai bukaan yang maksimal, maka volume bahan bakar yang masuk ke tempat sumbu akan semakin banyak, hal ini menyebabkan akan semakin banyak uap bahan bakar yang terbentuk di ruang bakar, sehingga api yang terbentuk akan semakin besar (Raffaella 2010 dalam Marlianto 2012).

Pada saat pembakaran berlangsung stabil, nyala api akan menutup seluruh ruangan bagian atas yang terbuka sehingga akan timbul suatu nyala api yang stabil. Dengan adanya reaksi pembakaran ini akan menyebabkan sarangan berpijar karena panas. Untuk mencegah kerugian panas yang hilang akibat radiasi ke luar, maka diluar sarangan dipasang selubung panas (heat-shield).

(29)

16

Daya Kompor

Daya suatu kompor berbanding lurus dengan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan. Kompor yang memiliki daya tinggi akan mengkonsumsi bahan bakar yang tinggi, sebaliknya kompor dengan daya rendah akan mengkonsumsi bahan bakar yang rendah. Tingkat daya kompor ini menunjukkan kapasitas suatu kompor untuk mentransfer bahan bakar ke ruang pembakaran melalui sumbu-sumbu. Untuk menghitung besarnya daya kompor menggunakan persamaan (32):

... (32) dimana:

mf : Konsumsi bahan bakar selama pengukuran (kg) E : Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

t : Waktu pengukuran (detik) Kompor Minyak Nabati

Kompor minyak nabati merupakan jenis kompor bersumbu banyak (multi-wick) yang menggunakan bahan bakar minyak nabati sebagai bahan bakarnya, kompor ini merupakan modifikasi dari kompor minyak tanah. Prinsip kerjanya dan perawatanya tidak jauh berbeda dengan kompor minyak tanah, dengan memanfaatkan gaya kapilaritas bahan bakar berupa minyak nabati terhadap sumbu kompor. Pada proses penyalaanya kompor minyak nabati menggunakan starter, yaitu bisa menggunakan spiritus, alkohol). Hal ini disebabkan tingginya titik bakar minyak nabati bila dibandingkan dengan minyak tanah. Sehingga dalam proses penyalaan memerlukan waktu penyalaan yang cukup lama.

Kompor ini terdapat dua jenis, yaitu kompor dengan sumbu 14 buah dan 24 buah. Berikut spesifikasi teknis dari kompor minyak nabati:

a. Data teknis:

- Dimensi (diameter x tinggi): 250 X 280 mm - Menggunakan plat dengan ketebalan 0.8 mm

- Menggunakan sumbu tali sebanyak 14 buah dan 24 buah - Kapasitas tangki bahan bakar adalah 2 liter

b. Data kelengkapan:

- Menggunakan sistem knock-down tanpa baut - Mempunyai meter indikator isi tangki bahan bakar

(30)

17

Gambar 7 Kompor minyak nabati dan komponennya

Hasil Pengujian BPPT

BPPT Balai Besar Teknologi Energi melakukan pengujian terhadap kompor minyak nabati ini menggunakan bahan bakar minyak jelantah dan minyak jarak pagar. Parameter pengujian kinerja kompor minyak nabati yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu laju bahan bakar, konsumsi bahan bakar, energi panas bahan bakar dan efisiensi kompor. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode pendidihan air (water boiling test) yang mendekati kondisi sebenarnya dengan kondisi:

a. Diameter panci yang digunakan 24 cm, kapasitas 5 liter b. Massa air yang digunakan 2000 gram

c. Pengujian dihentikan ketika temperatur air mencapai 100oC d. Kapasitas panas air 1 kkal/kg/oC

e. Panas penguapan air 540 kkal/kg Berikut data hasil pengujian oleh BPPT :

Tabel 6 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jarak pagar

No Parameter (satuan) Nilai

1 Laju bahan bakar (liter/jam) 0.26

2 Konsumsi bahan bakar total (gram) 39.00

3 Energi panas bahan bakar (kkal) 364.50

4 Efisiensi kompor (%) 37.20

(31)

18

Tabel 7 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak jelantah

No Parameter (satuan) Nilai

1 Laju bahan bakar (liter/jam) 0.25

2 Konsumsi bahan bakar total (gram) 37.00

3 Energi panas bahan bakar (kkal) 345.70

4 Efisiensi kompor (%) 39.13

Sumber: BPPT Balai Besar Teknologi Energi Efisiensi Kompor

Efiensi kompor adalah perbandingan antara panas berguna, yang diperlukan untuk memasak dalam jumlah tertentu dari suhu awal sampai masak dengan panas yang diberikan oleh bahan bakar, yang dipergunakan selama memasak tersebut (Sudarno 2007).

Cara yang paling efektif untuk pengujian efisiensi suatu kompor adalah dengan metode pemanasan air (water boiling test). WBT adalah simulasi kasar dari proes pemasakan yang dapat membantu para perancang kompor/tungku untuk mengetahui efektifitas dan efisieni energi panas yang ditransfer pada alat masak (Bailis 2007).

Untuk menghitung efisiensi kompor menggunakan persamaan (Yuanita 2008):

... (33) ... (34) Panas yang hilang melalui permukaan dinding tungku secara konduksi (QL11), konveksi (QL12) dan radiasi (QL13), yaitu:

Qe : Energi panas efektif yang dihasilkan oleh kompor (J)

Tt : Suhu permukaan tungku (K) k : Konduktivitas panas bahan (W/m°C) T1-T2 : Perbedaan suhu dinding kompor (oC)

(32)

19 Panas yang hilang melalui dinding dasar tungku secara konveksi (QL21) dan radiasi (QL22), yaitu:

QL21 = hd x Ad x (Tt-Tling) ... (38) QL22 = eb x σ x Ad x (Tt4-Tling4) ... (39) dimana :

hd : Konveksi udara di bawah tungku (W/m2K) Ad : Luas permukaan luar dinding dasar tungku (m2)

Panas yang hilang melalui saluran udara masuk (QL3):

QL3 = Am x σ x (Tg4-Tling4) ... (40) dimana:

Am : Luas saluran udara masuk (m2) Tg : Suhu ruang pembakaran (K)

Panas yang hilang pada celah kompor dan panci (QL4):

QL4 = h x Ac x (Tc-Tling) ... (41) dimana:

Ac : Luas celah kompor (m2) Tc : Suhu celah kompor (K)

Gambar 8 Pindah panas pada sistem kompor

(33)

20

... (42)

... (43) dimana:

: Efisiensi sistem (%)

QIn : Energi panas bahan bakar terpakai (J)

Qout : Energi panas yang digunakan pada sistem pengguna (J)

: Nilai kalor bahan bakar (kJ/ kg) mair : Massa air (kg)

mpanci : Massa panci (kg)

mf : Massa bahan bakar terpakai (kg)

Cpair : Panas spesifik air (kJ/ kg K)

Cpair : Panas jenis panci (kJ/kg K)

muap : Masa air yang diuapkan (kg)

Hfg : Panas laten air menguap (kJ/ kg)

T1 : Temperatur awal air (K)

T2 : Temperatur akhir air (K)

Tp.awal : Temperatur awal panci (K)

Tp.akhir : Temperatur awal panci (K)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tahapan Penelitian

(34)

21 Penentuan Parameter

Parameter yang digunakan pada tahap pertama adalah: Tabel 8 Parameter-parameter pengujian tahap I

Parameter Satuan

Kapasitas kompor liter

Waktu penyalaan kompor menit

Warna nyala api -

Keberadaan asap -

Untuk menghitung parameter-parameter tersebut dibutuhkan data-data sebagai berikut:

a. Tahap penyalaan api

1) Warna api selama proses pembakaran berlangsung

2) Menggunakan penilaian dengan skor. Skor 1 untuk warna merah, skor 2 untuk warna jingga, skor 3 untuk warna kuning, skor 4 untuk warna hijau, dan skor 5 untuk warna biru.

b. Data untuk mengetahui keberadaan asap

1) Menggunakan penilaian dengan skor 1 sampai 3. Skor 1 untuk asap tidak ada, skor 2 untuk asap yang muncul sedikit, dan skor 3 untuk asap yang muncul banyak.

c. Menghitung kapasitas kompor data yang dibutuhkan adalah volume ruang bahan bakar (m3)

d. Tahap penyalaan awal

1) Waktu yang dibutuhkan dari awal penyalaan sampai laju bahan pembakaran tetap (menit)

2) Jumlah bahan bakar awal (liter)

3) Jumlah bahan bakar akhir setelah kompor dimatikan (liter) Parameter yang digunakan pada tahap kedua adalah:

Tabel 9 Parameter-parameter pengujian tahap II

Parameter Satuan

Laju pembakaran liter/jam

Kapasitas panas J/menit

Waktu pemadaman kompor menit

Efisiensi kompor %

Efisiensi sistem %

Untuk menghitung parameter-parameter tersebut dibutuhkan data-data sebagai berikut:

a. Data untuk mengetahui laju pembakaran

1) Total konsumsi bahan bakar dalam satu kali proses pemanasan (liter). Pengujian dilakukan tiga kali ulangan.

(35)

22

b. Data untuk mengetahui kapasitas panas 1) Konssumsi energi total (J)

2) Lama waktu proses pembakaran berlangsung (menit) c. Data untuk waktu pemadaman kompor

1) Lama waktu untuk memadamkan kompor (menit)

d. Data untuk menghitung efisiensi kompor adalah Qinput, Qoutput, dan Qe. Untuk mendapatkan Qinput diperlukan data:

1) Nilai kalor bahan bakar (J/liter)

2) Jumlah bahan bakar yang terbakar (liter) Sedangkan untuk Qoutput diperlukan data: 1) Massa awal air (kg)

2) Massa akhir air (kg) 3) Massa jenis air (kg/m3) 4) Suhu awal air (oC) 5) Suhu akhir air (oC)

e. Data yang dibutuhkan untuk mencari Qe: 1) Luas bidang pembakaran (m2) 2) Suhu udara (oC)

3) Luas permukaan dinding kompor (m2) 4) Suhu kompor (oC)

5) Konduktivitas panas kompor 6) Waktu pemanasan (menit) 7) Suhu kaki kompor (oC) 8) Suhu lingkungan (oC) 9) Suhu panci (oC)

10) Emisivitas kompor (nilainya tak berdimensi antara 0 sampai 1) 11) Jarak antara kompor dan panci (m)

(36)

23

Proses penyalaan

Uji waktu penyalaan kompor minyak nabati (menit) Mempersiapkan alat dan bahan

Mulai

Water boiling test (WBT)

1. Kapasitas panas (J/menit) 2. Konsumsi bahan bakar (liter) 3. Efisiensi konversi energi (%)

Pengamatan Visual

Analisis data

Selesai 1. Keberadaan asap 2. Warna nyala api Metode Pengambilan Data

Gambar 9 Diagram alir prosedur penelitian Lama Penyalaan

(37)

24

Prosedur:

a) Menyiapkan kompor minyak nabati yang akan digunakan b) Menyiapkan bahan bakar yang akan digunakan

c) Memasukkan bahan bakar ke dalam tangki bahan bakar pada kompor d) Menyalakan pematik api dan memasukkannya ke dalam kompor

e) Amati kompor dan catat waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan kompor sampai keadaan api stabil

Pengamatan Visual

Pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui keberadaan asap dan warna nyala api.

Prosedur:

a) Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan

b) Meletakkan panci yang telah diisi air di atas kompor c) Menyalakan api untuk proses pemanasan awal d) Tunggu hingga nyala api stabil

e) Amati secara visual warna nyala api dan keberadaan asap dari hasil pembakaran.

Water Boiling Test

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan laju bahan bakar, konsumsi bahan bakar, konsumsi energi total dan efisiensi kompor. Metode ini digunakan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro dan minyak nyamplung. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap bahan bakar yang digunakan.

Prosedur pengujian:

a) Mencatat temperatur awal air, bahan bakar, dan temperatur ruangan b) Menimbang panci kosong beserta tutupnya

c) Menimbang berat awal panci yang sudah terisi air sebanyak 2000 gram yang telah dipasang termometer

d) Kompor yang telah berisi minyak dan telah dipasang termometer diletakkan di atas timbangan duduk. Kemudian dinyalakan untuk pemanasan awal sampai mencapai api yang stabil

e) Kompor dengan api yang stabil timbangan diatur ulang, kemudian panci yang sudah terisi air dan telah dipasang termometer diletakkan di atas kompor. Bersamaan dengan itu stopwatch dinyalakan dan pengukuran dimulai

f) Termokopel CA tipe CC dipasang pada posisi-posisi yang dapat mewakili suhu air (T1), suhu permukaan kompor (T2), suhu permukaan dinding luar panci (T3), suhu lingkungan (T4), suhu inlet (T6), suhu seperti digambarkan pada Gambar 10, suhu celah antara kompor dan panci (T7), dan suhu kaki kompor (T8). Sedangkan termokopel batang tipe K dipasang untuk mengukur suhu pembakaran (T5)

g) Termokopel lalu dihubungkan dengan pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa

(38)

25 biarkan selama 10 menit, kemudian hentikan percobaan. Mengamati dan mencatat waktu saat pertama kali air mendidih

a) Setelah air mendidih, kompor dimatikan dan dilakukan pengukuran bahan bakar dan air

- Pengukuran bahan bakar yang terpakai yaitu dengan mengangkat panci dari atas kompor kemudian timbangan diatur ulang. Berat yang terbaca setelah diatur ulang merupakan berat dari konsumsi bahan bakar yang terpakai.

- Pengukuran berat air akhir dengan mengukur air dan panci menggunakan timbangan duduk. Berat yang terbaca dikurangi berat panci merupakan berat air akhir.

Gambar 10 Titik-titik pengukuran Bahan

Bahan yang digunakan adalah minyak bintaro dan minyak nyamplung. Minyak bintaro yang digunakan diperoleh dari proses pembuatan oleh penulis dengan bantuan Litbang Kehutanan Bogor. Sedangkan minyak nyamplung, diperoleh dari pabrik pengolahan minyak nyamplung di Kroya Jawa Tengah.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor minyak nabati, jerigen, panci ukuran 24 cm kapasitas 5 liter, timbangan digital, timbangan analitik, termokopel, stopwatch, kalkulator, recorder digital, rol tape, pemanas air, gelas kimia.

Prosedur Analisis Data

Tahap I

(39)

26

Tabel 10 Contoh tabel data pengujian temperatur api

Jenis minyak Lama penyalaan kompor (menit)

Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

Minyak bintaro .... .... ....

Minyak nyamplung .... .... ....

Sedangkan untuk pengamatan visual terhadap warna nyala dan keberadaan asap, digunakan penilaian dengan pemberian skor. Untuk pengamatan warna nyala api menggunakan skor skala 1 sampai 5. Skor 1 untuk warna merah, skor 2 untuk warna jingga, skor 3 untuk warna kuning, skor 4 untuk warna hijau, dan skor 5 untuk warna biru. Dan untuk pengamatan keberadaan asap menggunakan penilaian dengan skala skor 1 sampai 3. Skor 1 untuk asap tidak ada, skor 2 untuk asap yang muncul sedikit, dan skor 3 untuk asap yang muncul banyak.

Tahap II

Metode analisis data yang digunakan dari hasil pengujian pada tahap II adalah persamaan matematika, pembuatan tabel dan grafik dari data yang didapat. Beberapa grafik yang dibuat adalah grafik hubungan antara jenis bahan bakar dengan energi panas yang dihasilkan, grafik hubungan antara jenis bahan bakar dengan konsumsi bahan bakar per satuan waktu, grafik hubungan antara jenis bahan bakar dengan efisiensi kompor, serta grafik hubungan suhu dan waktu.

Laju bahan bakar:

... (44) dimana:

v : Laju bahan bakar (liter/menit)

E : Total konsumsi bahan bakar dalam satu kali proses pembakaran (liter) T : Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali proses pembakaran (menit)

Energi panas bahan bakar:

... (45) dimana:

Q : Energi panas bahan bakar (kJ atau kkal) E : Nilai kalor bahan bakar (kJ/liter)

mf : Massa bahan bakar yang terpakai (liter) Energi panas yang digunakan oleh air:

(40)

27 Energi panas yang digunakan oleh panci:

... (47) Kapasitas panas:

... (48) dimana:

Q : Konsumsi energi total (J)

t : Lama waktu proses pembakaran berlangsung (menit)

Untuk menghitung efisiensi kompor menggunakan persamaan 33 dan 34. Untuk menghitung beberapa kehilangan panas yang terjadi seperti panas yang hilang melalui permukaan dinding tungku secara konduksi (QL11) menggunakan persamaan 35, panas hilang melalui permukaan dinding tungku secara konveksi (QL12) dengan persamaan 36, panas hilang melalui permukaan dinding tungku secara radiasi (QL13) dengan persamaan 37. Panas yang hilang melalui dinding dasar tungku secara konveksi (QL21) dengan persaman 38, panas yang hilang melalui dinding dasar tungku secara radiasi (QL22) dengan persamaan 39. Panas yang hilang melalui saluran udara masuk dengan persamaan 40, panas yang hilang pada celah kompor dan panci dengan persamaan 41.

Efisiensi sistem adalah perbandingan antara jumah energi panas yang dihasilkan sistem dengan energi panas bahan bakar terpakai. Bila energi panas yang dihasilkan sistem adalah Qout, energi panas bahan bakar terpakai adalah QIn. Untuk menghitung efisiensi sistem dengan menggunakan persamaan 42 dan 43.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Pendahuluan

Pengujian pendahuluan meliputi pengujian waktu untuk penyalaan kompor dan uji pengamata visual, untuk mengetahui warna nyala api dan keberadaan asap dari proses pembakaran. Penyalaan kompor minyak nabati menggunakan bambu berukuran 30 cm yang dicelupkan pada spirtus dan dibakar serta ditempelkan ke sumbu kompor. Bambu ini sebagai pematik api. Cara ini dilakukan seperti proses penyalaan kompor sumbu yang umum dilakukan oleh masyarakat. Dari hasil pengamatan waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakar rata-rata membutuhkan 0.82 menit atau sekitar 49 detik. Sementra penyalaan kompor minyak nabati dengan menggunakan minyak bintaro membutuhkan waktu 0.68 menit atau sekitar 41 detik.

(41)

28

nyamplung lebih tinggi dibandingkan minyak bintaro. Minyak nyamplung mempunya titik bakar 234 oC sedangkan minyak bintaro mempunyai titik bakar 138-154 oC (Muhlbauer et al 1998).

Berikut data hasil pengamatan pengujian waktu penyalaan kompor minyak nabati:

Tabel 11 Waktu penyalaan kompor minyak nabati

Jenis minyak Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rataan

Nyamplung 0.83 menit 0.72 menit 0.92 menit 0.82 menit

Bintaro 0.28 menit 1.02 menit 0.75 menit 0.68 menit

Sementara itu, pengamatan visual berupa warna nyala api dan keberadaan asap dari hasil pengamatan menggunakan minyak nyamplung dan minyak bintaro sebagai bahan bakar menunjukan warna nyala api yang dihasilkan berwarna jingga (orange) dan asap tidak muncul. Pada kompor minyak tanah yang diujikan menggunakan minyak bintaro dan minyak nyamplung, api yang dihasilkan berwarna jingga (orange) dan timbul asap. Asap tersebut muncul akibat minyak bintaro dan minyak nyamplung sebagai bahan bakar tidak mampu naik pada sumbu. Sehingga pada prosesnya, yang terbakar hanya sumbu kompor.

Hasil Pegujian Kompor Minyak Nabati

Pengujian yang dilakukan pada kompor minyak nabati menggunakan dua jenis bahan bakar minyak nabati, yaitu minyak bintaro dan minyak nyamplung dan minyak tanah (kerosene). Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali percobaan. Tabel 12 Hasil pengujian kompor minyak nabati per percobaan

Jenis

minyak No Parameter (satuan)

Percobaan

3 Konsumsi energi total (kkal) 1226.78 943.68 1132.42

4 Efisiensi kompor (%) 44.75 26.14 30.02

5 Efisiensi sistem (%) 15.99 12.37 13.53

6 Kapasitas panas (kJ/menit) 208.04 138.11 171.58

7 Waktu penyalaan (menit) 0.83 0.72 0.92

8 Waktu pemadaman (menit) 0.40 0.33 0.43

9 Warna nyala api Jingga Jingga Jingga

10 Keberadaan asap Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Minyak bintaro

1 Laju bahan bakar (liter/jam) 0.30 0.25 0.36

2 Konsumsi bahan bakar total (kg) 0.17 0.15 0.19

3 Konsumsi energi total (kkal) 1614.05 1424.16 1803.94

4 Efisiensi kompor (%) 18.07 18.28 21.81

5 Efisiensi sistem (%) 9.14 8.24 10.45

6 Kapasitas panas (kJ/menit) 195.10 165.15 239.60

7 Waktu penyalaan (menit) 0.28 1.02 0.75

8 Waktu pemadaman (menit) 1.05 0.97 1.17

9 Warna nyala api Jingga Jingga Jingga

(42)

29 Hasil Pengujian dengan Minyak Nyamplung

Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsi bahan bakar untuk satu kali proses pemasakan air mulai dari kompor sudah dalam keadaan steady sampai dengan 10 menit setelah air mendidih dengan tiga kali percobaan adalah 0.13 kg, 0.10 kg, dan 0.12 kg dengan rata-rata konsumsi bahan bakar adalah 0.12 kg. Sementara itu, waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air dari mulai kompor dalam keadaan steady sampai 10 menit setelah mendidih dengan tiga kali percobaan adalah 24.57 menit, 28.47 menit dan 27.50 menit. Pada percobaan pertama waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan air lebih cepat dibandingkan dengan percobaan kedua dan ketiga, hal tersebut disebabkan oleh temperatur api yang dihasilkan oleh kompor pada percobaan pertama lebih tinggi dibandingkan dengan percobaan kedua dan ketiga. Adanya perbedaan suhu tersebut disebabkan oleh kecepatan angin. Namun pada penelitian ini, kecepatan angin tidak diperhitungkan. Grafik temperatur api pembakaran dapat dilhat pada Gambar 11.

Gambar 11 Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar minyak nyamplung

Dari grafik tersebit terlihat bahwa suhu pada percobaan pertama lebih tinggi dibandingkan percobaan kedua dan ketiga, yaitu rata-rata suhu pembakaran pada percobaan pertama adalah 550.80 oC, sedangkan pada percobaan kedua 386.30 oC dan percobaan ketiga rata-rata suhunya 458.3 oC. Sehigga waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air lebih cepat pada percobaan pertama.

Dari data konsumsi bahan bakar dan waktu pemanasan didapatkan nilai laju pembakaran dengan menggunakan persamaan 44. Laju pembakaran dengan bahan bakar minyak nyamplung pada percobaan pertama didapatkan nilai 0.32 liter/jam, sedangkan pada percobaan kedua adalah 0.21 liter/jam dan pada percobaan ketiga laju pembakarannya adalah 0.26 liter/jam, dengan demikian rata-rata laju pembakaran kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung adalah 0.26 liter/jam.

(43)

30

Parameter lain yang diuji adalah lama waktu pemadaman kompor. Dari hasil pengujian dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung, kompor minyak nabati mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memadamkan kompor. Pemadaman kompor dilakukan setelah 10 menit air mendidih, prosesnya dengan memutar tuas pengatur besar kecilnya api ke kiri sepenuhnya. Hanya dalam hitungan beberapa detik, api pada kompor minyak nabati sudah mati.

Nilai efisiensi yang didapat dari hasil pengujian kompor minyak nabati menggunakan minyak nyamplung adalah 33.64% untuk efisiensi kompor dan 13.96% untuk efisiensi sistem. Nilai efisiensi kompor dan efisiensi sistem didapat dari perhitungan rata-rata dari tiga kali percobaan. Pada percobaan pertama, nilai efisiensi kompor sebesar 44.75% lebih besar dibandingkan dengan percobaan kedua dan ketiga, yaitu 26.14% untuk percobaan kedua dan 30.02% untuk percobaan ketiga. Hal tersebut lebih dipengaruhi oleh keadaan sumbu yang masih baru digunakan dan tanpa jelaga sehingga temperatur api yang dihasilkanpun lebih besar.

Berikut disajikan hasil pengujian minyak nabati dengan menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakar.

Tabel 13 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak nyamplung

No Parameter (satuan) Nilai/hasil

1 Laju bahan bakar (liter/jam) 0.26

2 Konsumsi bahan bakar total (kg) 0.12

3 Konsumsi energi total (kkal) 1100.96

4 Efisiensi kompor (%) 33.64

5 Efisiensi sistem (%) 13.96

6 Kapasitas panas (kJ/menit) 172.58

7 Waktu penyalaan (menit) 0.82

8 Waktu pemadaman (menit) 0.39

9 Warna nyala api Jingga

10 Keberadaan asap Tidak ada

(44)

31

Gambar 13 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan bahan bakar minyak nyamplung (percobaan kedua)

Gambar 14 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan bahan bakar minyak nyamplung (percobaan ketiga)

Hasil Pengujian dengan Minyak Bintaro

(45)

32

Tabel 14 Hasil pengujian kompor minyak nabati berbahan bakar minyak bintaro

No Parameter (satuan) Nilai/hasil

1 Laju bahan bakar (liter/jam) 0.30

2 Konsumsi bahan bakar total (kg) 0.17

3 Konsumsi energi total (kkal) 1614.05

4 Efisiensi kompor (%) 19.39

5 Efisiensi sistem (%) 9.28

6 Kapasitas panas (kJ/menit) 199.95

7 Waktu penyalaan (menit) 0.68

8 Waktu pemadaman (menit) 1.06

9 Warna nyala api Jingga

10 Keberadaan asap Tidak ada

Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsi bahan bakar untuk satu kali proses pemasakan air mulai dari kompor sudah dalam keadaan steady sampai dengan 10 menit setelah air mendidih adalah 0.17 kg 0.15 kg, dan 0.19 kg dengan rata-rata konsumsi bahan bakar adalah 0.17 kg. Sementara, suhu pembakaran tertinggi dihasilkan pada percobaan ketiga dengan rata-rata suhu pembakarannya 318.73 o

C. Suhu pembakaran tersebut mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk satu kali proses pemanasan air dari api steady sampai 10 menit setelah mendidih. Pada percobaan pertama dibutuhkan waktu total 34.47 menit, percobaan kedua 35.93 menit dan percobaan ketiga 31.37 menit.

Gambar 15 Grafik suhu pembakaran hasil pengukuran menggunakan bahan bakar minyak bintaro

Laju bahan bakar adalah perbandingan antara total konsumsi bahan bakar dalam satu kali proses dengan lamanya waktu proses pembakaran. Dari hasil perhitungan, laju bahan bakar pada percobaan pertama adalah 0.30 liter/jam, percobaan kedua 0.25 liter/jam dan percobaan ketiga 0.36 liter/jam, dengan rata-rata laju bahan bakar 0.30 liter/jam.

(46)

33 panas pembakaran yang dilakukan pada percobaan pertama mempengaruhi kondisi awal percobaan kedua dan ketiga. Karena Pengujian untuk ketiga percobaan tersebut dilakukan dalam hari yang sama, meskipun ada jeda waktu antar percobaan untuk proses pendinginan.

Proses pembakaran pada percobaan pertama meningkatkan suhu bahan bakar minyak nabati dan menurunkan angka kekentalan minyak. Sehingga pada proses naiknya minyak pada sumbu dan proses terbakarnya minyak lebih mudah, yang kemudian mempengaruhi laju bahan bakar menjadi lebih tinggi dan temperatur pembakaran pun lebih tinggi. Pada Grafik 15, digambarkan bahwa temperatur pembakaran pada percobaan ketiga lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur pembakaran pada percobaan pertama dan percobaan kedua.

Tabel 15 Perbandingan laju bahan bakar Jenis minyak Laju bahan bakar

Nyamplung 0.26 liter/jam

Bintaro 0.30 liter/jam

Kapasitas panas yang dihasilkan kompor minyak nabati dengan tiga kali

percobaan adalah , dan .

Parameter lain yang diuji adalah lama waktu pemadaman kompor. Dari hasil pengujian dengan menggunakan bahan bakar minyak bintaro, kompor minyak nabati mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memadamkan kompor. Pemadaman kompor dilakukan setelah 10 menit air mendidih, prosesnya dengan memutar tuas pengatur besar kecilnya api ke kiri sepenuhnya. Hanya dalam hitungan beberapa detik, api pada kompor minyak nabati sudah mati. Data hasil pengujian waktu pemadaman kompor minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Perbandingan waktu pemadaman kompor minyak nabati Jenis Minyak Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rataan Bintaro 1.05 menit 0.97 menit 1.17 menit 1.06 menit Nyamplung 0.40 menit 0.33 menit 0.43 menit 0.39 menit

(47)

34

Gambar 16 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan bahan bakar minyak bintaro (percobaan pertama)

Gambar 17 Grafik hasil pengukuran suhu menggunakan bahan bakar minyak bintaro (percobaan kedua)

(48)

35 Pengujian Kompor Minyak Tanah

Selain pengujian terhadap kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro, pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kompor minyak tanah merk Butterfly tipe 2668 dengan menggunakan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro.

Dari hasil pengujian menunjukan kompor minyak tanah dengan bagan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro tidak mampu menyala. Faktor yang mempengaruhinya adalah tingkat kekentalan minyak nyamplung dan minyak bintaro lebih tinggi dibandingkan dengan minyak tanah. Sehingga minyak nyamplung dan minyak bintaro yang diujikan pada kompor minyak tanah tidak mampu naik ke sumbu.

Dengan nilai kekentalan minyak nyamplung dan minyak bintaro yang tinggi, kompor minyak tanah tidak bisa langsung digunakan dengan menggunakan bahan bakar nabati, perlu dilakukan modifikasi. Salah satu modifikasi yang bisa dilakukan adalah memasang alat penghantar panas yang berbentuk U dan dipasang terbalik pada sarangan kompor, sehingga sebagian dari alat tersebut terletak pada permukaan ruang bakar kompor dan bagian kakinya tercelup ke dalam tangki minyak (Sunandar 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini ditarik beberapa kesimpulan:

1. Kapasitas panas yang dihasilkan oleh kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung adalah 172.58 kJ/menit dan dengan bahan bakar minyak bintaro 199.95 kJ/menit.

2. Konsumsi bahan bakar total kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung dan minyak bintaro adalah masing-masing 0.12 kg dan 0.17 kg.

3. Efisiensi kompor dan efisiensi sistem kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung adalah 33.64% dan 13.96%. Sedangkan efisiensi kompor dan efisiensi sistem kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak bintaro adalah 19.39% dan 9.28%.

4. Kompor minyak tanah tidak bisa langsung digunakan dengan menggunakan minyak nabati seperti minyak nyamplung dan minyak bintaro karena nilai kekentalan minyak nabati lebih tinggi dibandingkan dengan minyak tanah.

(49)

36

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K, dkk. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Bogor: IPB Press.

Anonim. 2012. Kompor minyak nabati. http://www.kompornabati.com. [19 Desember 2012]

Bailis Rob et all. 2007. The Water Boiling Test (WBT). Household energy and health programm, shellfoundation. USA.

Cengel YA dan Robert H Turner. 2001. Fundamentals of Thermal Fluid Science. Mc Graw Hill Company, Inc: New York.

Daywin FJ, Djojomartono M, dan Sitompul RG. 1991. Motor Bakar Internal dan Tenaga di Bidang Pertanian. JICA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Djatmiko A. 1986. Desain dan Uji Tungku Bahan Bakar Arang dengan Pemberian Sekat Udara. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Fayala F, Hamdaoui M, Ghith A, Nasrallah BS. 2004. Capillary Flow in Fabrics. Textile Researc Journal. 70:4.

Forson FK, Oduro EK, Hammond-Donkoh E. 2004. Performance of Jatropha Oil Blends in a Diesel Engine. Renewable Energy, 29. pp. 1135-1145.

Holman JP. 1981. Heat Transfer 5th edition. Mc. Graw-Hill, Ltd. USA.

Hunter Pardede Mada. 2012. Uji Karakteristik Minyak Nyamplung dan Aplikasiya pada Kompor Tekan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian IPB. Kementerian ESDM. 2012. Blueprint Pengelolan Energi Nasional Indonesia

Tahun 2006-2025. Jakarta.

Kementerian ESDM. 2012. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2012. Jakarta.

Marlianto Taubing. 2012. Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar Minyak Bintaro. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian IPB.

Muhlbauer R, Becker K, Sporer F, Wink M. 1998. Studies on Nutritive Potential and Toxic Constituents of Different Provenances of Jatropha curcas. J. Agr. Food. Chem., 45. pp. 3152-3157

Raffaella. 2010. Kerosene Wick Stove.

http://www.hedon.info/KeroseneWickStove#The_Woodburning_Stove Group_WSG [27 Februari 2013]

Ramadhani Yunita Delly. 2007. Uji Performansi Teknis Penggunaan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah Pada Kompor Tekan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian IPB.

Reksowardojo I. 2008. Stove For Plant Oils. Workshop on Renewable Energy Technology Application to Support Energy. Energy and Enviromental Village. 22-24 Juli 2008.

Setiawan Didik. 2008. Hambatan Gesek Aliran Lumpur dalam Pipa 1/2”dan Pipa Spiral P/Di=4,3. [Skripsi]. Depok: Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

(50)

37 Sudarno. 2007. Peningkatan Efisiensi Kompor Minyak Tanah Bersumbu dengan Cara Meningkatkan Luas Area Api Sekunder. [Jurnal]. Ponorogo: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah.

Sunandar Kudrat. 2010. Kajian Kapilaritas Minyak Nabati Pada Kompor Sumbu. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Susilo B, Argo BD, Rakhmawati A. 2007. Pengujian Kinerja Komor Tekan Mengguakan Bahan Bakar Alternatif Minyak Kapuk (Ceiba petandra). Jurnal Teknologi Pertanian 8(2): 119-126.

Stumpf E dan W Muhlbauer. 2002. Plant Oil as Cooking Fuel. Boiling Point 48 hal 37.

Syahrial Ego, dkk. 2012. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia. Jakarta: Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Kementerian ESDM.

(51)

38

Lampiran 1 Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-parameter pengujian kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak nyamplung

Data pengamatan Percobaan Percobaan Percobaan Satuan

1 2 3

Kompor dan bahan bakar

Massa kompor 2.78 2.76 2.75 kg

Massa kompor + bahan bakar 4.78 4.76 4.75 kg

Massa bahan bakar awal 2.00 2.00 2.00 kg

Massa kompor + bahan bakar setelah steady

4.78 4.76 4.75 kg

Massa bahan bakar setelah 10 menit mendidih

1.87 1.90 1.88 kg

Massa kompor + bahan bakar setelah kompor mati

Massa air yang diuapkan (massa uap)

menit setelah mendidih 24.57 28.47 27.50

menit

Waktu pemadaman api 0.40 0.33 0.43 menit

Jarak antara kompor dan panci

(52)

39 Lampiran 2 Data hasil perhitungan dan pengamatan parameter-paramete

pengujian kompor minyak nabati dengan bahan bakar minyak bintaro

Data pengamatan Percobaan Percobaan Percobaan Satuan

1 2 3

Kompor dan bahan bakar

Massa kompor 2.76 2.76 2.76 kg

Massa kompor + bahan bakar 4.76 4.76 4.76 kg

Massa bahan bakar awal 2.00 2.00 2.00 kg

Massa kompor + bahan bakar setelah steady

4.76 4.76 4.76 kg

Massa bahan bakar setelah 10 menit mendidih

1.83 1.85 1.81 kg

Massa kompor + bahan bakar setelah kompor mati

Massa air yang diuapkan (massa uap)

(53)

40

(54)
(55)

42

Lampiran 5 Contoh perhitungan Laju pembakaran:

Kapasitas panas

Luas permukaan dinding luar tegak kompor:

Luas permukaan dinding luar tegak dasar kompor (kaki):

Luas celah kompor-panci:

(56)

43 Energi panas yang dihasilkan kompor (Qout):

628,6826

Energi panas bahan bakar terpakai

Mencari h konveksi dinding kompor (hconv1):

(57)

44

Mencari h konveksi dasar kompor (hconv2):

(58)

45 Mencari h konveksi celah kompor-panci (hconv3):

Berdasarkan tabel sifat gas pada tekanan 1 atm, dengan temperatur permukaan 319.95 K maka:

(59)

46

Panas yang hilang melalui dinding dasar kompor secara konveksi (QL21) dan radiasi (QL22), yaitu:

Panas yang hilang melalui saluran udara masuk (inlet):

Panas yang hilang pada celah kompor dan panci:

(60)
(61)

48

Lampiran 6 Gambar kompor minyak nabati

Keterangan gambar:

1. Kompor minyak nabati

2. Penyangga panci, kompor bagian dalam 3. Sarangan kompor

4. Rumah sumbu

Gambar

Gambar bagian-bagian kompor minyak nabati
Gambar 2 Minyak dan buah nyamplung
Gambar 3 Kompor sumbu tunggal
Gambar 7 Kompor minyak nabati dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyerahkan Dokumen Penawaran, Formulir Isian Kualifikasi dan Dukungan Bank asli dan salinannya 1 rangkap.. Akte Pendirian dan Akte Perubahan (bila ada);

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: Secara umum profil tingkat kebugaran jasmani mahasiswa penjaskesrek

Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilan

 Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktifitas kerja dan atau

Kisebb jelentőséggel bíró érdekesség csupán, hogy a kormányt alakító Narendra Mo di, Gudzsárát állam addigi főminisztere az első indiai miniszterel- nök, aki már az

“ TASIFETO BARAT DALAM ANGKA 2014 “ merupakan publikasi lanjutan dari publikasi sebelumnya yang diterbitkan secara berkala oleh Koordinator Statistik

bahwa enam puluh dua saluran atau 70% dari saluran drainase di kawasan perkotaan kutoarjo sudah memiliki kapasitas yang cukup, sedangkan dua puluh tujuh saluran atau

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik mikroorganisme yang terdapat pada teh rosella kombucha lokal Bali dengan menggunakan metode pewarnaan sel