• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA MASA

PRAPUBERTAS TERHADAP KINERJA REPRODUKSI

TIKUS BETINA

Rattus norvegicus

ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN. Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Ekstrak tempe merupakan salah satu bentuk olahan kedelai yang mengandung fitoestrogen. Penelitian dilakukan untuk menganalisa potensi estrogenik tempe pada masa prapubertas terhadap kinerja reproduksi yang dilakukan menggunakan tikus (Rattus nonvergicus) betina berusia 21 hari. Tikus dibagi menjadi kelompok kontrol (tanpa diberi ekstrak tempe) dan kelompok perlakuan (diberi ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/kgBB). Pemberian ekstrak tempe dilakukan selama 28 hari. Pada umur 28, 42, dan 56 hari dilakukan pengambilan sampel ovarium, uterus dan darah. Parameter yang diamati adalah bobot badan, bobot ovarium, bobot uterus dan kadar hormon reproduksi berupa estrogen dan testosteron. Analisis data menggunakan metode Independent Samples T-Test dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan bobot badan, bobot ovarium, dan bobot uterus kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada umur 42 hari. Pemberian fitoestrogen diduga dapat memberikan pengaruh berupa peningkatan estrogen dan testosteron yang terjadi pada umur 42 hari.

Kata kunci: ekstrak tempe, estrogen, fitoestrogen, ovarium, uterus, prapubertas

ABSTRACT

ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN. The Role of Tempe Extract in Prepuberty to The Reproductive Performance of Female Rat Rattus norvegicus. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS.

Tempe extract is one of soybean processed that has phytoestrogens within it. Research was conducted to analyse the potency of tempe estrogenic at prepuberty periode to reproduction system in female rats (Rattus nonvergicus) at the age of 21 days. Rats were divided into control group (without given tempe extract) and treatment group (given 6.25 g/kgBW tempe extract). Tempe extract were given during 28 days. At the age of 28, 42, and 56 days, samples of ovarium, uterus, and blood were collected from the female rats. Parameters observed were body weight, ovarium weight, uterus weight, and reproduction hormone content which were estrogen and testosteron. Data were analysed using Independent Samples T-Test methode with 95% confidence interval. Results showed that increasing of ovarium weight of treatment group is higher than control group at the age of 42 days. Phytoestrogens given is assumed to increase estrogen and testosteron at female rats at the age of 42 days.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PERAN EKSTRAK TEMPE PADA MASA

PRAPUBERTAS TERHADAP KINERJA REPRODUKSI

TIKUS BETINA

Rattus norvegicus

ST. NURUL MUSLINAH MUHIDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus

Nama : ST. Nurul Muslinah Muhiddin

NIM : B04090008

Disetujui oleh

Dr Nastiti Kusumorini Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah reproduksi, dengan judul Peran Ekstrak Tempe pada Masa Prapubertas terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Rattus norvegicus.

Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Nastiti Kusumorini dan Ibu Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran dan wawasan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Novia Puspitasari, Noorsyakilah Binti Mohamud dan Resya Soffiana yang telah bersama-sama berjuang dalam mengumpulkan data penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri dan Bapak Edi yang telah membantu peneliti di laboratorium dan kandang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman Geochelone (Angkatan 46) untuk dukungan dan motivasi yang diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk Ayah (Muhiddin Pata), Ibu (Mantasia Surullah), kakak dan adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi pada Betina 2

Fitoestrogen pada Tempe 3

METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Pertambahan Bobot Badan 5

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium 5

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Uterus 7

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rataan bobot bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari 5 2 Rataan bobot ovarium (g) dan persentase rasio bobot ovarium terhadap

bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari 6 3 Rataan bobot uterus (g) dan persentase rasio bobot uterus terhadap

bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari 7 4 Rataan kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio kadar

estrogen terhadap testosteron (E/T) tikus betina pada umur 28, 42 hari

dan 56 hari 8

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan prosedur penelitian 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cara pembuatan esktrak tempe 12

2 Analisis statistik rataan bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari 13 3 Analisis statistik rataan bobot ovarium dan rasio persentase ovarium

terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari 14 4 Analisis statistik rataan bobot uterus dan rasio persentase bobot uterus

terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari 16 5 Analisis statistik kadar hormon estrogen dan hormon testosteron serta

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Reproduksi merupakan keseluruhan suatu proses yang meliputi perkembangbiakan makhluk hidup dari sel kecambah sampai terbentuk individu baru. Sistem reproduksi melibatkan suatu substansi yang penting yaitu hormon (Hafez et al. 2000). Pengaturan hormon reproduksi betina dimulai oleh hipotalamus yang menghasilkan Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) untuk merangsang hipofise anterior melepaskan hormon gonadotropin yaitu Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Selanjutnya, FSH dan LH akan menginduksi sekresi hormon estrogen dan testosteron melalui proses pematangan folikel ovarium (Campbell et al. 2004). Menurut Vander et al. (2001) selama masa prapubertas, konsentrasi hormon gonadotropin dalam plasma sangat rendah. Hal ini berdampak pada rendahnya kadar estrogen dalam tubuh sehingga belum mampu menginduksi terjadinya proses reproduksi. Hormon estrogen juga berpengaruh terhadap perkembangan organ reproduksi yang akan mulai berfungsi pada saat mencapai pubertas (Ganong 2003). Kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan gangguan kinerja reproduksi seperti gangguan siklus estrus, tidak berkembangnya uterus (Ganong 2003) dan penurunan tingkat fertilitas (Guyton dan Hall 1997).

Kedelai dan produk fermentasinya telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan khususnya di kawasan Asia. Di Indonesia, salah satu produk fermentasi kedelai yang paling banyak dikonsumsi adalah tempe (Muchtadi 2010). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2011), rataan konsumsi tempe di Indonesia pada tahun 2011 sekitar 7,3 kg/orang/tahun. Selain memiliki nilai gizi yang tinggi, salah satu kandungan tempe yang banyak diunggulkan adalah fitoestrogen. Barnes (2010) menyatakan senyawa fitoestrogen pada tempe dapat menjadi sumber estrogen eksogen. Fitoestrogen merupakan senyawa yang memiliki efek estrogenik karena memiliki struktur yang mirip dengan 17β-estradiol yang merupakan salah satu bentuk utama estrogen. Dengan demikian, fitoestrogen dapat berikatan pada reseptor estrogen (Tsouronis 2004). Pada tempe, fitoestrogen golongan isoflavon memiliki tiga komponen dengan kandungan terbesar yaitu daidzein, genistein, dan glisetein (Anupongsanugool et al. 2005, Watanabe et al. 2005).

(14)

2

fitoestrogen memiliki efek estrogenik. Dengan demikian, adanya paparan fitoestrogen pada masa prapubertas diharapkan dapat meningkatkan kinerja reproduksi tikus betina pada masa pubertas.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian fitoestrogen dari ekstrak tempe pada masa prapubertas terhadap perkembangan kinerja reproduksi betina tikus Rattus norvegicus meliputi bobot badan, bobot ovarium, bobot uterus dan kadar estrogen serta testosteron.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efektivitas pemberian fitoestrogen pada masa prapubertas terhadap perkembangan kinerja reproduksi betina saat mencapai pubertas.

TINJAUAN PUSTAKA

Reproduksi pada Betina

Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada betina yang menghasilkan ovum serta mensekresikan hormon reproduksi yaitu estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium secara langsung diatur oleh hormon gonadotropin pada hipofisis anterior yaitu FSH dan LH. Hormon gonadotropin ini diatur oleh GnRH yang berasal dari hipotalamus (Hafez et al. 2000). FSH adalah hormon yang merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium yang akan berkembang dan menghasilkan estrogen. Estrogen yang terdapat secara alamiah dalam tubuh adalah 17β-estradiol, estron dan estriol. Hormon estrogen disekresikan oleh sel teka interna dan sel granulosa folikel ovarium. Sekresi estrogen dari sel granulosa oleh pengaruh FSH yang bekerja melalui adenosine monophospat (AMP) siklik untuk meningkatkan aktivitas aromatase. Aromatase adalah enzim yang mengkatalisis perubahan androstenedion menjadi estron dan perubahan testosteron menjadi 17β-estradiol. LH bekerja melalui adenosine monophospat (AMP) siklik untuk meningkatkan perubahan kolesterol menjadi androstenedion. Sebagian androstenedion diubah menjadi estradiol di teka interna dan sebagiannya lagi akan masuk ke sel granulosa untuk diubah menjadi estradiol jika terdapat testosteron (Cunningham dan Klein 2007, Ganong 2003).

(15)

3 pubertas. Pada awal pubertas, organ reproduksi mengalami pertumbuhan dan perkembangan akibat pengaruh dari hormon gonadotropin dan hormon yang dihasilkan oleh gonad itu sendiri. Menurut Campbell et al. (2004), pubertas pada hewan betina ditandai oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Estrus terjadi melalui siklus ritmik yang khas antara satu periode estrus ke periode estrus berikutnya disebut siklus reproduksi. Pada tikus betina, masa pubertas terjadi pada umur 40-60 hari yang ditandai dengan pembukaan liang vagina (Fox 2002).

Fitoestrogen pada Tempe

Fitoestrogen merupakan senyawa nonsteroid bersumber dari tumbuhan yang mempunyai aktivitas estrogenik (Tsouronis 2004). Fitoestrogen memiliki tiga kelompok utama yaitu isoflavon, lignin dan coumestans. Kedelai adalah salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan isoflavon tinggi. Tempe sendiri mempunyai kandungan isoflavon yang lebih tinggi dibanding kedelai (Ewan et al. 1992). Isoflavon terdiri dari tiga jenis senyawa yaitu genistein, diadzein, dan glycitin (Tsouronis 2004). Analisis kandungan isoflavon pada tepung tempe yang diekstraksi methanol 70% menunjukkan kandungan isoflavon jenis daidzein sebesar 49.11 mg/100 g berat kering dan kandungan genistein sebesar 4.22 mg/100 g berat kering (Affandy 2007). Menurut Whitten dan Pattisaul (2001), dosis isoflavon yang digunakan pada manusia berkisar 0.4-10 mg/kgBB/hari sedangkan pada rodensia berkisar 1-10 mg/100 gBB/hari.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2013 di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL) dan laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

(16)

4

Prosedur Penelitian

Tikus betina lepas sapih dibagi menjadi dua kelompok yaitu 9 ekor kelompok kontrol yang merupakan kelompok yang tidak diberi ekstrak tempe dan 9 ekor kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberi pakan ekstrak tempe. Pemberian ekstrak tempe dilakukan secara force feeding menggunakan sonde lambung dengan dosis 6.25 g/kgBB per hari selama 28 hari yang dimulai pada saat subjek penelitian mencapai umur lepas sapih yaitu 21 hari. Penimbangan bobot badan dimulai saat masa lepas sapih dan dilanjutkan setiap minggu.

Setelah berumur 28, 42, dan 56 hari, 3 ekor subjek penelitian dari masing-masing kelompok dinekropsi untuk mendapatkan gambaran kinerja reproduksi dengan mengambil data bobot basah organ reproduksi betina yaitu ovarium dan uterus serta sampel darah untuk analisis hormon estrogen dan testosteron. Nekropsi diawali dengan pembiusan dilakukan menggunakan larutan eter selanjutnya darah diambil secara intracardial sebanyak ± 3 ml menggunakan jarum suntik. Pembukaan abdominal dilanjutkan untuk pengambilan organ ovarium dan uterus. Organ tersebut dipreparir dengan baik sampai tidak ada lemak jaringan yang tersisa. Bobot basah organ ovarium dan uterus ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk memperoleh data bobot organ ovarium dan uterus. Bobot yang diperoleh dinyatakan dalam gram. Sampel darah yang diambil selanjutnya didiamkan selama 4 jam kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan sampel serum. Pengukuran kadar hormon estrogen dan testosteron menggunakan sampel serum dilakukan dengan teknik ELISA di Laboratorium Hormon, Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan pg/mL. Bagan prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan prosedur penelitian

Analisis Data

Pemberian ekstrak tempe dosis 6.25g/kgBB per hari

Pengambilan sampel darah, organ ovarium dan uterus

(17)

5 statistika dengan metode Independent Samples T-Test pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Pertambahan Bobot Badan

Hasil pengukuran rataan bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari setelah pemberian ekstrak tempe dengan dosis 6.25 g/kgBB ditampilkan pada Tabel 1.

Hasil statistik menunjukkan bahwa antara kontrol dan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil ini berbeda dengan penelitian Tiffarent (2012) yang menyatakan dengan pemberian ekstrak tempe 4.72 g/kgBB pada awal kebuntingan menyebabkan adanya peningkatan bobot badan anak betina tikus pada umur 28 hari. Penelitian lainnya yang menggunakan tepung tempe dosis 5 g/100gBB pada masa prapubertas memberikan gambaran peningkatan rataan bobot badan umur 28 hari pada tikus betina (Suprihatin 2008). Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh adanya perbedaan jenis sumber fitoestrogen, dosis pemberian dan waktu pemberian. Namun, dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada umur 28 hari rataan bobot badan perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan fitoestrogen belum bekerja optimal disebabkan pemberian masih dalam waktu yang singkat. Sebaliknya pada umur 42 dan 56 hari kelompok tikus perlakuan yang diberi pakan tambahan ekstrak tempe cenderung memiliki rataan bobot badan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak tempe. Peningkatan bobot badan yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan ini dapat dikarenakan pengaruh pemberian fitoestrogen yang memiliki efek estrogenik sehingga dapat bekerja menyerupai estrogen. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan jumlah deposit lemak subkutan (Guyton dan Hall 1997). Estrogen juga memiliki efek anabolik berupa peningkatan sintesis protein sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tubuh sebagai akibat dari proliferasi sel yang meningkat (Ganong 2003, Hardjopranoto 1995).

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Ovarium

Rataan bobot ovarium dan persentase rasio bobot ovarium terhadap bobot badan tikus betina disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan beda nyata (p<0.05) rataan bobot ovarium dan rasio bobot ovarium terhadap bobot

Tabel 1 Rataan bobot bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari

Umur Rataan bobot badan (g)

Kontrol Perlakuan

28 hari 24.03 ± 7.29 23.91 ± 0.65

42 hari 57.90 ± 2.93 66.85 ± 19.98

(18)

6

badan hanya ditemukan pada umur 42 hari sedangkan perbedaan tidak terjadi pada umur 28 dan 56 hari. Walaupun pada umur 56 menunjukkan kelompok perlakuan memiliki rataan bobot ovarium yang cenderung lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Kelompok perlakuan pada umur 42 hari terlihat memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Rataan bobot ovarium pada umur 28 hari yang tidak berbeda dapat dimungkinkan efek pemberian fitoestrogen belum memberi pengaruh dikarenakan jumlah pemberian fitoestrogen masih sedikit dan pada umur 28 hari organ reproduksi belum tumbuh optimal disebabkan proses reproduksi yang belum berlangsung.

Peningkatan bobot ovarium yang terjadi pada kelompok perlakuan yang diberi fitoestrogen ekstrak tempe disebabkan fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Hal ini karena fitoestrogen menyerupai bentuk 17β-estradiol yang merupakan salah satu estrogen endogen (Robertson et al. 2000). Secara struktural fitoestrogen memiliki dua gugus –OH (hidroksil) yang berjarak 11.0-11.5 Ao pada intinya seperti halnya pada estrogen endogen. Oleh karena itu, fitoestrogen dari ekstrak tempe dapat menyerupai kerja estrogen dalam tubuh. Terdapat dua jenis reseptor estrogen yaitu reseptor alpha dan reseptor betha (Ibanez dan Baulieu 2005). Ovarium memiliki reseptor estrogen betha (Ganong 2003). Pada umur 42 hari diperkirakan fitoestrogen telah bekerja optimal sehingga terjadi peningkatan bobot ovarium pada kelompok yang diberi ekstrak tempe. Hal ini dikarenakan fitoestrogen menyebabkan bertambahnya stimulasi terhadap proliferasi sel-sel dalam ovarium sehingga jumlah sel ovarium meningkat dan mengakibatkan penambahan massa ovarium (Suttner et al. 2005). Suttner et al. (2005) juga menyatakan bahwa penambahan bobot ovarium diperkirakan dapat dipengaruhi oleh kerja daidzein yang mampu mengurangi atresia dari sel-sel folikuler. Daidzein merupakan kelompok isoflavon (golongan fitoestrogen) yang memiliki kandungan terbesar dalam ekstrak tempe yang diekstraksi larutan methanol yaitu sebesar 49.11 mg/100 g (Afandy 2007).

Tabel 2 Rataan bobot ovarium (g) dan persentase rasio bobot ovarium terhadap bobot badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari

Parameter % rasio ovarium/bobot badan 0.035 ± 0.005a 0.065 ± 0.023b Umur 56 hari

Bobot ovarium (g) 0.044 ± 0.024 0.053 ± 0.011 % rasio ovarium/bobot badan 0.056 ± 0.023 0.056 ± 0.010 a

(19)

7

Pengaruh Ekstrak Tempe terhadap Bobot Uterus

Bobot uterus dan persentase rasio bobot uterus terhadap bobot badan tikus umur 28, 42 dan 56 hari ditampilkan pada Tabel 3. Semua hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata baik rataan bobot uterus maupun persentase rasio bobot uterus terhadap bobot badan untuk setiap kelompok umur. Akan tetapi, rataan bobot uterus cenderung lebih tinggi pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe dibandingkan kelompok kontrol pada umur 42 dan 56 hari. Selanjutnya rataan bobot uterus dan rasionya terhadap bobot badan pada umur 28 hari menunjukkan nilai yang hampir sama antara kontrol dan perlakuan. Hal ini diduga karena jumlah ekstrak tempe yang diberikan sampai umur 28 hari masih dalam jumlah yang rendah untuk mampu memberikan efek estrogenik terhadap uterus.

Peningkatan bobot uterus pada umur 42 dan 56 hari dapat dipengaruhi oleh adanya pemberian fitoestrogen bersumber dari ekstrak tempe. Fitoestrogen mampu berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat pada uterus yaitu reseptor alpha sehingga memiliki aktivitas yang sama seperti estrogen endogen yaitu uterotropic (Ford et al. 2006). Estrogen sendiri berfungsi memelihara keseluruhan saluran reproduksi betina seperti merangsang pertumbuhan endomentrium dan miometrium (Sherwood 2001). Pertumbuhan tersebut dapat mengakibatkan bertambahnya bobot uterus. Dengan demikian, pemberian fitoestrogen diduga dapat meningkatkan bobot uterus karena mampu bekerja seperti estrogen. Sitasiwi (2012) juga menyatakan bahwa kandungan hormon 17β-estradiol (bentuk estrogen alami tubuh) yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan ukuran tebal endometrium uterus mencit yang dihitung selama satu siklus estrus.

Kadar Hormon Estrogen dan Testosteron

Prinsip kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor dan hanya akan bekerja jika di dalam sel target memiliki reseptor hormon tersebut (Ganong 2003). Faktor hormonal sangat berpengaruh dalam kinerja reproduksi suatu individu. Pada Tabel 3 Rataan bobot uterus (g) dan persentase rasio bobot uterus terhadap bobot

badan tikus betina pada umur 28, 42 dan 56 hari

(20)

8

betina, peran hormon estrogen penting dalam merangsang pertumbuhan organ reproduksi sampai mulai berfungsinya organ reproduksi saat memasuki masa pubertas (Hafez et al. 2000). Pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kadar hormon estrogen dan testosteron tikus betina umur 28, 42 dan 56 hari disajikan pada Tabel 4.

Hasil beda nyata (p<0.05) antara kelompok kontrol dan perlakuan terlihat pada kadar estrogen umur 28 dan 42 hari sedangkan kadar testosteron hanya berbeda nyata (p<0.05) pada umur 42 hari. Pada pembahasan sebelumnya telah dikatakan bahwa fitoestrogen dapat menduduki reseptor estrogen karena memiliki struktur yang hampir sama. Ikatan fitoestrogen dengan reseptor estrogen menyebabkan estrogen endogen tubuh tidak dapat berikatan dengan reseptor tersebut sehingga jumlah estrogen yang bebas dalam sirkulasi meningkat (Mardiati dan Sitasiwi 2008). Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya kadar estrogen yang terkandung dalam darah. Selain itu, pada umur 42 hari diduga tikus mulai memasuki periode menjelang pubertas sehingga terjadi peningkatan aktivitas GnRH yang berdampak pada meningkatnya kadar FSH dan LH yang berperan dalam pematangan sel folikel. Perkembangan sel folikel akan menghasilkan estrogen sehingga berdampak pada tingginya kadar estrogen dalam darah (Sherwood 2001). Hasil ini sejalan dengan penelitian Suprihatin (2008) yang menyatakan adanya peningkatan kadar estrogen anak betina tikus umur 28 hari yang diberi tepung tempe pada usia prapubertas. Perbedaan yang tidak nyata antara kontrol dan perlakuan terhadap peningkatan kadar estrogen tidak terjadi pada umur 56 mungkin disebabkan efek fitoestrogen akan berlawanan dengan estrogen (antiestrogenik) pada dosis tinggi (Sharma et al. 2010). Efek estrogen ini telah dibuktikan pada monyet sebagai hewan coba bahwa jika estrogen ditingkatkan sebesar 300% selama 36 jam dari yang sebelumnya selama 24 jam Tabel 4 Rataan kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio kadar estrogen

terhadap testosteron (E/T) tikus betina pada umur 28, 42 hari dan 56 hari

Parameter Kadar hormon

Kontrol Perlakuan

Umur 28 hari

Estrogen (pg/mL) 5.380 ± 2,470a 16,206 ± 1.423b Testosteron (pg/mL) 353,333 ± 62.420 306,666 ± 10.598

Rasio E/T 0.016 ± 0.005a 0.053 ± 0.006b

Umur 42 hari

Estrogen (pg/mL) 7.180 ± 3.039a 16.730 ± 1.796b Testosteron (pg/mL) 352.667 ± 75.407a 557.333 ± 92.635b

Rasio E/T 0.021 ± 0.011 0.030 ± 0.001

Umur 56 hari

Estrogen (pg/mL) 17.657 ± 2.210 27.703 ± 10.374 Testosteron (pg/mL) 401.333 ± 200.270 642.666 ± 177.528

Rasio E/T 0.015 ± 0.025 0.043 ± 0.010

ab

(21)

9 maka akan menimbulkan penurunan sekresi estrogen oleh folikel ovarium sebagai efek umpan balik negatif (Ganong 2003).

Kadar testosteron pada umur 42 hari yang berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Cline et al.(2004) yang menyatakan adanya peningkatan hormon testosteron pada mencit betina neonatal dengan pemberian isoflavon (golongan fitoestrogen). Peningkatan testosteron diduga karena sel teka interna ovarium pada betina dapat menghasilkan sedikit testosteron yang disekresi oleh kerja LH (Ganong 2003). Pada umur 42 hari, jumlah fitoestrogen diduga telah mampu menyebabkan bekerja optimal seperti estrogen. Peningkatan estrogen akan merangsang peningkatan sekresi LH sebagai efek umpan balik positif pada hipofise anterior (Cunningham dan Klein 2007). Dengan demikian, kadar testosteron akan meningkat seiring peningkatan kadar LH yang disekresi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak tempe pada masa prapubertas dengan dosis 6.25 g/kgBB per hari dapat meningkatkan kinerja reproduksi berupa peningkatan bobot ovarium pada umur 42 hari. Fitoestrogen ekstrak tempe juga dapat meningkatkan kadar hormon estrogen dan testosteron tikus betina pada umur 42 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada usia yang lebih tinggi yaitu saat usia dewasa kelamin dan mencapai menopause.

DAFTAR PUSTAKA

Afandy. 2007. Analisis Isoflavon dan Antioksidan Kedelai dan Tempe [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Katolik Atma Jaya.

Anupongsanugool E, Teekachunhatean S, Rojanasthien N, Pongsatha S, Sangdee C. 2005. Pharmacokinetics of isoflavones, daidzein and genistein, after ingestion of soy beverage compared with soy extract capsules in postmenopausal Thai women. BMC Clin Pharmacol. 5(2):1-10.

[BPS] Badan Pusat Stastistik. 2011. Data rata-rata konsumsi kacang kedelai dan turunannya per kapita per minggu di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

(22)

10

Britt KL, Simpson ER, Findlay JK. 2004. Effects of phytoestrogens on the ovarian and pituitary phenotypes of oestrogen deficient female aromatase knockout mice. Repro Fert Develop. 16(9):158-158.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biology. Ed ke-3. California (US): Benjamin Cummings.

Cline JM, Franke AA, Register TC, Golden DL, Adams MR, 2004. Effects of dietary isoflavones aglycones on the reproductive tract of male and female mice. Toxicol Pathol. 32(1):91-99.

Cunningham JG, Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-4. Missouri (US): Saunders.

Ewan YW, Morr CV, Seo A. 1992. Isoflavones aglucones and volatile compound in soy beans effects of soaking treatments. J Food Sci. 57(2):414-417.

Ford JA Jr, Clark Sg, Walters EM, Wheeler MB dan Hurley WL. 2006. Estrogenic effects of genistein on reproductive tissues of ovariectomized gilts. J Anim Sci.84(4):834-842.

Fox JG. 2002. Laboratory Animal Medicine. Ed ke-2. New York (US): Academic Press.

Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusuma HM, penerjemah; Djauhari, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Medical Physiology.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Irawati S, editor. Jakarta (ID): EGC.

Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Hormones, Growth Factors and Reproduction. Di dalam: Reproduction in Farm Animals. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga University Pr.

Ibanez C, Baulieu EE. 2005. Mechanisms of Action of Sex Steroid Hormones and Their Analog. Di dalam: Lauritzen CS, editor. Current management of the menopause. London (US): Taylor & Francis.

Mardiati SM, Sitasiwi AJ. 2008. Korelasi jumlah folikel ovarium dengan konsentrasi hormon estrogen mencit (Mus musculus) setelah konsumsi harian tepungkedelai selama 40 hari. J Ana Fis. 16(2):54-59.

Muchtadi D. 2010. Kedelai : Komponen untuk Kesehatan. Bandung (ID): Alfabeta.

Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus novergicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Robertson KM, O’Donnell L, Simpson ER, Jones MEE. 2000. The phenotype of

aromatase knockout mouse reveals dietary phytoestrogens impact significantly on testis fuction.Endocrinology. 143(8):2913-2921.

Sari O. 2012. Pemberian susu kedelai fermentasi pada tikus putih (Rattus norvegicus) bunting atau menyusui terhadap kinerja reproduksi anak jantan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(23)

11 Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm, penerjemah; Santoso BI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Human Physiology from Cells to Systems.

Sitasiwi AJ. 2012. Hubungan Kadar Hormon Estradiol 17-β dan Tebal Endometrium Uterus Mencit (Mus musculus l.) selama Satu Siklus Estrus. J Ana Fis. 6(2):38-45.

Suprihatin. 2008. Optimalisasi kinerja reproduksi tikus betina setelah pemberian tepung kedelai dan tepung tempe pada usia prapubertas [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suttner AM, Danilovich NA, Banz WJ, and Winters TA. 2005. Soy Phytoestrogens: effects on ovarian function. Society for the Study of Reproduction [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 6]. Tersedia pada:

http://tw3a.siuc.edu/angssr.htm

Tiffarent R. 2012. Pemberian fitoestrogen ekstrak tempe pada induk bunting dan induk laktasi terhadap fungsi reproduksi anak betina tikus Sprague Dawley [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tsourounis C. 2004. Clinical effects of phytoestrogens. Clin Obstet Gynecol. 44(4):836-842.

Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology :The Mechanisms of Body Function. Ed ke-8. New York (US): McGraw-Hill.

Watanabe S, Xing-Gang Z, Melby MK, Ishiwata N, Kimira M. 2005. Systemic review of intervention using isoflavone supplements and proposal for future studies. Di dalam: Sugano M, editor. Soy in Health and Disease Prevention. Boca Raton (US): Taylor and Francis.

(24)

12

Lampiran 1 Cara pembuatan ekstrak tempe

Tempe dirajang

Digiling atau ditumbuk

Diberi pelarut dengan perbandingan 1:3 yaitu 3 kg tempe dengan 9 liter ethanol 70%

Dikocok menggunakan stirrer elektrik selama 2 jam

agar homogen

Didiamkan selama 24 jam

Disaring untuk mendapatkan filtrat

Dimasukkan ke dalam rotavapor selama 2 hari dnegan

suhu 40oC

Dilakukan freeze drying untuk pengeringan

(25)

13

Lampiran 2 Analisis statistik rataan bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

BB28 kontrol 3 24.0333 7.363303 4.251205

perlakuan 3 23.9100 .653835 .377492

BB42 kontrol 3 57.9000 2.925543 1.689063

perlakuan 3 66.8533 19.975761 11.533011

BB56 kontrol 3 78.5800 30.774156 17.767467

perlakuan 3 94.7200 8.710000 5.028721

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

not assumed -.768 2.086 .520 -8.953333 11.656040 -57.180135 39.273469

BB56 Equal variances

assumed 4.297 .107 -.874 4 .431 -16.140000 18.465398 -67.408165 35.128165

Equal variances

(26)

14

Lampiran 3 Analisis statistik rataan bobot ovarium dan rasio persentase ovarium terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari

Group Statistics

Variances t-test for Equality of Means

(27)

15

ovarium42 Equal variances

assumed .159 .711 -6.174 4 .003 -.019767 .003202 -.028656 -.010877

Equal variances

not assumed -6.174 3.892 .004 -.019767 .003202 -.028755 -.010779

rasioBB42 Equal variances

assumed 4.127 .112 -2.158 4 .097 -.029400 .013626 -.067232 .008432

Equal variances

not assumed -2.158 2.247 .150 -.029400 .013626 -.082268 .023468

ovarium56 Equal variances

assumed 1.880 .242 -.568 4 .601 -.008867 .015618 -.052228 .034495

Equal variances

not assumed -.568 2.716 .614 -.008867 .015618 -.061644 .043911

rasioBB56 Equal variances

assumed 2.386 .197 .019 4 .986 .000267 .014411 -.039744 .040277

Equal variances

(28)

16

Lampiran 4 Analisis statistik rataan bobot uterus dan rasio persentase uterus terhadap bobot badan pada umur 28, 42 dan 56 hari

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

uterus28 kontrol 3 .01667 .008656 .004997

perlakuan 3 .02790 .005237 .003024

rasioUTEBB28 kontrol 3 .06950 .029994 .017317

perlakuan 3 .11713 .025369 .014647

uterus42 kontrol 3 .01943 .005052 .002917

perlakuan 3 .05437 .044357 .025609

rasioUTEBB42 kontrol 3 .03330 .007114 .004107

perlakuan 3 .07340 .040353 .023298

uterus56 kontrol 3 .13883 .187679 .108357

perlakuan 3 .21483 .046631 .026922

rasioUTEBB56 kontrol 3 .13830 .153548 .088651

perlakuan 3 .22520 .028373 .016381

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(29)

17

uterus42 Equal variances

assumed 7.925 .048 -1.355 4 .247 -.034933 .025775 -.106496 .036629

Equal variances

not assumed -1.355 2.052 .305 -.034933 .025775 -.143189 .073323

rasioUTEBB42 Equal variances

assumed 4.018 .116 -1.695 4 .165 -.040100 .023657 -.105783 .025583

Equal variances

not assumed -1.695 2.124 .225 -.040100 .023657 -.136393 .056193

uterus56 Equal variances

assumed 8.433 .044 -.681 4 .533 -.076000 .111651 -.385993 .233993

Equal variances

not assumed -.681 2.246 .559 -.076000 .111651 -.509337 .357337

rasioUTEBB56 Equal variances

assumed 10.279 .033 -.964 4 .390 -.086900 .090152 -.337202 .163402

Equal variances

(30)

18

Lampiran 5 Analisis statistik kadar hormon estrogen dan hormon testosteron serta rasio estrogen terhadap testosteron pada umur 28, 42 dan 56 hari

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

estrogen28 kontrol 3 5.380000E0 2.4704858 1.4263356

perlakuan 3 1.620667E1 1.4233880 .8217934

testosteron28 kontrol 3 3.533333E2 62.4206163 36.0385596

perlakuan 3 3.066667E2 10.5987421 6.1191866

rasioET28 kontrol 3 .014735 .0046822 .0027033

perlakuan 3 .052915 .0054656 .0031556

estrogen42 kontrol 3 7.180000E0 3.0378775 1.7539194

perlakuan 3 1.673000E1 1.7960791 1.0369667

testosteron42 kontrol 3 3.526667E2 75.4077803 43.5367023 perlakuan 3 5.573333E2 92.6354864 53.4831230

rasioET42 kontrol 3 .021027 .0110010 .0063514

perlakuan 3 .030206 .0017229 .0009947

estrogen56 kontrol 3 1.765667E1 2.2100302 1.2759615

perlakuan 3 2.770333E1 10.3744414 5.9896865

testosteron56 kontrol 3 4.013333E2 200.2706502 115.6263138 perlakuan 3 6.426667E2 177.5284015 102.4960704

rasioET56 kontrol 3 .051303 .0247448 .0142864

perlakuan 3 .043367 .0102914 .0059417

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(31)
(32)

20

RIWAYAT HIDUP

Peneliti yang bernama lengkap ST. Nurul Muslinah Muhiddin merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Muhiddin Pata dan Mantasia Surullah. Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 September 1991. Pendidikan menengah diselesaikan di SMA Negeri 17 Makassar pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mayor Kedokteran Hewan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 2  Rataan bobot ovarium (g) dan persentase rasio bobot ovarium terhadap
Tabel 4  Rataan kadar hormon estrogen dan testosteron serta rasio kadar estrogen

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakhadiran Calon Penyedia untuk Proses Pembuktian Kualifikasi tanpa didasari alasan yang benar, dapat menyebabkan gugurnya penawaran Calon Penyedia dalam proses

Dari segi Kebersihan Lingkungan dan Kelayakan Tempat Tinggal, rumah dan halaman keluarga bapak I ketut Gejen masih belum terbilang rapi dan bersih karena

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka memperluas wawasan keilmuan dan mencoba mengkaji pengaruh pemberian diet formula 100 pada balita yang

Kolom catatan untuk kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial diisi dengan capaian KD dari KI-1 (yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.

berencana Puskesmas Kartasura, akseptor KB banyak yang menggunakan alat.. kontrasepsi hormonal dibandingkan menggunakan alat

Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Pabrik Gula Tasikmadu di Karanganyar. Metode analisis data yang digunakan adalah 1) perhitungan

Kendala yang dihadapi dalam keluarga Ibu Ni Ketut Suci dalam perekonomian dimana ibu Suci sudah berusia ketar 55 tahun yang sehari-harinya bekerja serabutan dan

Tugas pengganti skripsi ini menjelaskan tentang tugas-tugas yang diberikan dosen penguji berupa tugas mata kuliah yang pernah di ajarkan pada mahasiswa yang