• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shoot Production and Metabolite Content of Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) with Organic Fertilizing and Pruning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Shoot Production and Metabolite Content of Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) with Organic Fertilizing and Pruning"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI PUCUK DAN KADAR METABOLIT

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) DENGAN

PEMUPUKAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN

RINA EKAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan Organik dan Pemangkasan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Rina Ekawati

(4)
(5)

RINGKASAN

RINA EKAWATI. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan Organik dan

Pemangkasan. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan NURI ANDARWULAN.

Bangun-bangun telah digunakan untuk meningkatkan produksi ASI

(Lactagogue) oleh masyarakat Batak, khususnya para ibu setelah melahirkan.

Bangun-bangun mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain: polifenol, saponin, glikosida flavonol, minyak atsiri, flavonoid dan fenolik. Sejauh ini belum terdapat informasi mengenai pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun agar dapat diperoleh standar operasional budidaya bangun-bangun yang dapat diterapkan oleh masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menerangkan pengaruh antara pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun.

Percobaan di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Darmaga Bogor di bawah naungan pohon kopi dengan persentase naungan ± 35% dan terdiri atas dua percobaan. Percobaan satu dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 hingga Februari 2013, sedangkan percobaan dua dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Mei 2013. Percobaan satu merupakan siklus panen I sebelum pemangkasan, sedangkan percobaan dua merupakan siklus panen II setelah pemangkasan. Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan satu adalah rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor dengan tiga ulangan. Percobaan satu adalah percobaan pengaruh pupuk organik. Percobaan dua adalah percobaan pengaruh pupuk organik dan pemangkasan. Perlakuan pada percobaan satu menggunakan tiga jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang sapi (PK), rock

phosphate (RP), dan abu sekam (AS) (dosis per hektar masing-masing untuk

perlakuan : 0 + 0 + 0; 12.3 ton PK + 1.5 ton RP + 0 AS; 12.3 ton PK + 0 RP + 5.5 ton AS; 0 PK + 1.5 ton RP + 5.5 ton AS; dan 12.3 ton PK + 1.5 ton RP + 5.5 ton AS. Percobaan dua merupakan kelanjutan dari percobaan satu dengan tanaman yang sama. Rancangan yang digunakan pada percobaan dua adalah split plot. Petak utama adalah pupuk organik, sedangkan anak petaknya adalah pemangkasan. Perlakuan pemangkasan yaitu tanpa pemangkasan dan pemangkasan 25 cm di atas permukaan tanah. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan.

(6)

Tanaman harus dipupuk secara organik dan tidak dipangkas sehingga produksi pucuk lebih baik dan akan menghasilkan produksi metabolit yang juga lebih baik. Kata kunci: Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng, metabolit sekunder,

(7)

SUMMARY

RINA EKAWATI. Shoot Production and Metabolite Content of Bangun-Bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) with Organic Fertilizing and Pruning.

Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ and NURI ANDARWULAN.

Bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) has been used as breast milk stimulant (Lactagogue) by Bataknese people (especially mothers after childbirth) in Indonesia for hundreds of years. Bangun-bangun contains secondary metabolite i.e. polyphenol, saponin, glycoside, aromatic compounds, flavonoid and phenolic. No information was found on the effect of organic fertilizing and pruning on shoot production and metabolite content of bangun-bangun therefore, the research about organic fertilizing and pruning were needed on shoot production and metabolite content of bangun-bangun to get standar operasional procedure (SOP) crop management of bangun-bangun. The objectives of the research was to investigate the effect of organic fertilizing and pruning on shoot production and metabolite compounds of bangun-bangun.

Two field experiments had been conducted at the IPB experimental station (Bogor, Indonesia), under the shade of coffee tree with shade percentage of ± 35%. The first experiment was conducted in December 2012 – February 2012, whereas the second experiment was in March – May 2013. The first experiment was the first harvest cycle before pruning, whereas the second experiment was the second harvest cycle after pruning. The first experiment used three types of organic fertilizer i.e. cow manure (CM), rock phosphate (RP), and rice-hull ash (RH) (rate ha-1 for each treatment : 0 + 0 + 0; 12.3 t CM + 1.5 t RP + 0 RH; 12.3 t CM + 0 RP + 5.5 t RH; 0 CM + 1.5 t RP + 5.5 t RH; and 12.3 t PK + 1.5 t RP + 5.5 t RH. Each treatment was repeated three times. The second experiment was laid out in split plot design and the main plot was organic fertilizer, whereas sub plot was pruning. Pruning treatment was without pruning and pruning 25 cm above ground. Each treatment was repeated three times.

The result showed that (1) Application of organic fertilizer resulted higher plant nutrient content (N, P, and K) than control, (2) Without harvesting, bangun-bangun had slower growth than control, (3) Application of organic fertilizer without pruning gave higher growth and shoot production than control, (4) The decreased of rain intensity increased metabolite content, (5) Application of complete organic fertilizer gave higher metabolite production than control, (6) Pruning decreased metabolite content, (7) Bangun-bangun need to be fertilized organically and should not be pruned.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PRODUKSI PUCUK DAN KADAR METABOLIT

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) DENGAN

PEMUPUKAN ORGANIK DAN PEMANGKASAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan

Organik dan Pemangkasan Nama : Rina Ekawati

NIM : A252110041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah pemupukan dan pemangkasan, dengan judul Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) dengan Pemupukan Organik dan Pemangkasan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS dan Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan, dosen penguji luar komisi Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MSi yang telah memberikan banyak saran serta Dr Ir Maya Melati, MS. MSc yang telah berkenan menjadi wakil dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura. Ucapan terima kasih atas sebagian biaya penelitian dari SEAFAST Center IPB melalui Tropical Plant Curriculum Project. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Rekan seperjuangan Ismail Saleh, rekan-rekan W7L6, Nur Aisyah, Nuris GS atas do’a dan dukungannya, serta rekan–rekan mahasiswa mahasiswa pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura Tahun 2011 yang telah memberikan dukungan serta kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada staf, laboran (Pak Bambang Hermawan dan Mbak Juliana Hajar), kepala dan staf Kebun Percobaan Leuwikopo atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 METODE PENELITIAN 6

Tempat dan Waktu 6

Bahan 6

Alat 6

Percobaan 1 6

Percobaan 2 8

Prosedur Analisis Data 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Percobaan 1. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan

Pemupukan Organik 9

Kondisi umum 9

Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan 11

Produksi pucuk bangun-bangun 14

Kadar metabolit bangun-bangun 15

Produksi metabolit bangun-bangun 19

Percobaan 2. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan

Pemupukan Organik dan Pemangkasan 22

Kondisi umum 22

Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan 22

Kadar metabolit bangun-bangun 29

Produksi metabolit bangun-bangun 30

4 SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 50

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi perlakuan pupuk organik 7

2 Curah hujan mingguan (mm) 10

3 Kadar hara tanah dan jaringan tanaman bangun-bangun dengan

pemupukan organik 10

4 pH dan C-organik tanah dengan pemupukan organik 11 5 Laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun

dengan pemupukan organik tanpa pemanenan pada tiga interval panen 12 6 Tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik dan

pemanenan umur 8 dan 12 MST 12

7 Jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan

pemanenan umur 8 dan 12 MST 13

8 Lebar tajuk bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan

umur 8 dan 12 MST 13

9 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman bangun-bangun dengan

pemupukan organik umur 8 dan 12 MST 14

10 Produksi pucuk bangun-bangun dengan pemupukan organik 15 11 Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan

kontrol dan organik pada umur 8 MST 16

12 Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan

kontrol dan organik pada umur 12 MST 16

13 Kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan

organik pada umur 8 dan 12 MST 17

14 Rata-rata aktivitas PAL, kadar total fenolik, dan antosianin dengan

pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST 18

15 Rata-rata kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan

pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST 18

16 Produksi pucuk kering ha-1, total fenolik, dan antosianin

bangun-bangun dengan pemupukan organik 19

17 Produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan

organik 20

18 Kondisi curah hujan mingguan selama percobaan dua 22 19 Laju tumbuh relatif bangun-bangun dengan pemupukan organik dan

pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST 23

20 Laju asmilasi bersih bangun-bangun dengan pemupukan organik dan

pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST 24

21 Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST 25 22 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap pertambahan tinggi

tanaman (cm) bangun-bangun umur 18 MST 25

23 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap tinggi tanaman

(cm) bangun-bangun umur 19 MST 26

24 Jumlah dan pertambahan jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST 26 25 Lebar tajuk dan pertambahan lebar tajuk bangun-bangun dengan

(16)

26 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap lebar tajuk

bangun-bangun umur 19 MST 27

27 Bobot basah pucuk dengan pemupukan organik dan tanpa pemangkasan

pada umur 17 dan 20 MST 28

28 Produksi pucuk total dan ha-1 dengan pemupukan organik tanpa

pemangkasan 28

29 Aktivitas PAL dengan pemupukan organik dan kontrol pada umur 17 dan 20 MST dengan pemupukan organik tanpa pemangkasan 29 30 Kadar total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid dengan

pemupukan organik dan kontrol tanpa pemangkasan pada umur 17

MST 29

31 Kadar total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid dengan pemupukan organik dan kontrol tanpa pemangkasan pada umur 20

MST 30

32 Produksi ha-1 metabolit bangun-bangun dengan pemupukan organik

tanpa pemangkasan 30

33 Produksi total aktivitas PAL, fenolik, dan antosianin bangun-bangun

dengan pemupukan organik tanpa pemangkasan 49

34 Produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan

organik tanpa pemangkasan 49

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan. 5 2 Histogram intensitas curah hujan dengan kadar metabolit pucuk

bangun-bangun pada pemanenan umur 8 dan 12 MST. 21 3 Histogram intensitas curah hujan dengan kadar metabolit pucuk

bangun-bangun pada pemanenan umur 17 dan 20 MST. 32 4 Peningkatan kadar hara jaringan dengan pemberian pupuk organik

terhadap perlakuan tanpa pemupukan 34

5 Peningkatan LTR bangun-bangun tanpa pemanenan dengan pemberian pupuk organik umur 8-20 MST terhadap kontrol. 35 6 Peningkatan LAB bangun-bangun tanpa pemanenan dengan pemberian

pupuk organik umur 8-20 MST terhadap kontrol. 36 7 Peningkatan tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemberian pupuk

organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol. 37 8 Peningkatan jumlah cabang bangun-bangun dengan pemberian pupuk

organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol. 37 9 Peningkatan lebar tajuk bangun-bangun dengan pemberian pupuk

organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol 38 10 Peningkatan bobot per pucuk bangun-bangun dengan pemberian pupuk

organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap kontrol. 40 11 Peningkatan jumlah pucuk tanaman-1 bangun-bangun dengan pemberian

pupuk organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap

kontrol. 40

(17)

13 Peningkatan produksi kering pucuk bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik dan pemanenan berulang umur 8-20 MST terhadap

kontrol. 41

14 Peningkatan produksi basah pucuk ha-1 bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik dan pemanenan berulang terhadap kontrol. 41 15 Peningkatan produksi kering pucuk ha-1 bangun-bangun dengan

pemberian pupuk organik dan pemanenan berulang terhadap kontrol. 42 16 Skema sederhana lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder

pada tumbuhan. 43

17 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik

umur 8-20 MST. 46

18 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik

umur 8-20 MST. 47

19 Kadar metabolit bangun-bangun dengan pemberian pupuk organik

umur 8-20 MST. 48

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persiapan contoh untuk analisis protein dan aktivitas enzim (Dangcham

et al. 2008) 57

2 Analisis protein (metode Lowry 1951, Waterborg 2002) 57 3 Analisis aktivitas PAL (Dangcham et al. 2008) 57 4 Persiapan contoh untuk analisis kadar total fenolik 57 5 Analisis kadar total fenolik metode folin-ciocalteau, Mualim 2012

dengan sedikit modifikasi) 58

6 Analisis kadar total antosianin (Sims & Gamon 2002) 58 7 Analisis total saponin (Fathonah & Sugiyarto 2009 yang telah

dimodifikasi) 58

8 Analisis total alkaloid (Shamsa et al. 2008 dengan sedikit modifikasi) 59 9 Rumus perhitungan laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih

(LAB) (Sitompul dan Guritno 1995) 59

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan bahan baku tumbuhan obat karena sumberdaya tersebut tersimpan di dalam hutan dan belum termanfaatkan dengan baik. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis di antaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia). Berdasarkan hasil penelitian, dari sekian banyak jenis tanaman obat sekitar 20-22% yang dibudidayakan, sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung (eksplorasi) dari hutan (Nugroho 2010). Tanaman obat merupakan sumber beberapa bahan aktif biologis yang tidak dapat digantikan oleh obat-obatan buatan yang lain, sebagai bahan dasar untuk proses semi sintetik pada industri farmakologis, digunakan dalam industri kosmetik, makanan, minuman, dan biofarmakologi yang menyebabkan permintaan tanaman obat tinggi (Hornok 1992).

Saat ini pemanfaatan tanaman obat semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan industri jamu di Indonesia yang semakin meningkat (Mualim et al. 2009). Perkembangan industri jamu di Indonesia juga tidak terlepas dari kesadaran masyarakat Indonesia untuk hidup sehat dengan memakai sesuatu yang alami (back to nature) karena banyaknya bahan makanan dan obat sintetis yang mulai ditinggalkan karena dirasa terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan bagi kesehatan (Lestari 2007).

Salah satu jenis tumbuhan liar yang berpotensi dan berkhasiat obat adalah bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng). Bangun-bangun termasuk ke dalam famili Lamiaceae. Bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma yang khas sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik dan juga berfungsi sebagai tanaman obat. Beberapa negara di Asia dan Afrika sekitar 80% penduduknya bergantung pada obat tradisional untuk memelihara kesehatan (WHO 2008). Bangun-bangun telah digunakan untuk meningkatkan produksi ASI (Lactagogue) oleh masyarakat Batak, khususnya para ibu setelah melahirkan (Damanik et al. 2006). Bagian tanaman bangun-bangun yang banyak digunakan adalah daunnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Hertiani (2005) menunjukkan bahwa bangun-bangun mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain: polifenol, saponin, glikosida flavonol dan minyak atsiri. Coleus atau Plectranthus merupakan jenis herba aromatik yang mengandung flavonoid dan fenolik (Rasineni et al. 2008). Flavonoid adalah salah satu kelompok fenolik (Mualim 2012). Menurut Ververidis et al. (2007) antosianin adalah bagian dari komponen flavonoid yang memiliki efek antioksidan yaitu cardioprotective.

(20)

2

tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno 2003). Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan atau bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011).

Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah, aktivitas mikroorganisme, memperbaiki struktur tanah, dan mikroba tanah (Dauda et al. 2008; Tu et al. 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh pupuk organik terhadap produksi kolesom. Hasil penelitian Susanti et al.

(2008) menunjukkan bahwa pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton ha-1 merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g bobot kering umbi per tanaman kolesom. Hasil penelitian Farchany (2012) menyatakan bahwa pemberian kombinasi pupuk organik 5.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 138.1 kg ha-1 guano + 8.2 ton ha-1 abu sekam dapat meningkatkan bobot pucuk layak jual kolesom sampai dengan 25.67 % dari pemberian pupuk anorganik. Mualim (2012) menyatakan bahwa kolesom dengan pupuk organik di musim kemarau memberikan produksi pucuk 37% lebih tinggi dari kolesom yang diberi pupuk inorganik.

Penelitian ini menggunakan tiga jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang sapi (sumber N), rock phosphate (sumber P), dan abu sekam (sumber K). Walau demikian, masing-masing dari pupuk organik mengandung hara yang lengkap. Hasil penelitian Mahmoud et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan C-organik, N, dan P yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian pupuk N inorganik. Pupuk rock phosphate

(fosfat alam) merupakan sumber P serta mengandung P dan Ca yang cukup tinggi (Rochayati et al. 2011). Rock phosphate berpotensi untuk dijadikan sebagai pupuk organik, terutama sebagai pupuk sumber P. Rock phosphate sebenarnya adalah jenis batuan mineral yang berasal dari alam dan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002, rock phosphate digolongkan sebagai bahan untuk penyubur tanah dan digunakan untuk produksi pangan organik. Sekam padi sebagai salah satu limbah pertanian juga mengandung unsur hara dan dapat diproses untuk dijadikan abu sekam. Abu sekam padi banyak mengandung unsur hara K sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk terutama sebagai sumber kalium bagi tanaman. Menurut Priyadharshini & Seran (2009), abu sekam dapat digunakan sebagai pengganti pupuk K inorganik. Oleh karena itu, pupuk kandang sapi, rock phosphate, dan abu sekam dipilih sebagai pupuk sumber N, P, dan K organik pada penelitian ini.

(21)

3 tunas apikalnya, seperti yang dilakukan pada tanaman teh. Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam pemeliharaan teh menjadi perdu, agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan efisien sehingga diperoleh jumlah pucuk yang banyak. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk bidang petik seluas mungkin dan merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru sehingga mampu menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar (Setyamidjaja 2000).

Selain itu, pemangkasan juga untuk membentuk cabang baru. Pembentukan cabang melalui pemangkasan cabang primer bertujuan untuk mengoptimalkan intersepsi cahaya dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan cabang dan tunas kearah yang menguntungkan (Hariyadi et al. 2011). Pemangkasan produksi pada tanaman mangga dilakukan dengan memangkas cabang mangga untuk merangsang terbentuknya tunas vegetatif-generatif sehingga bidang percabangan lebih luas dan memungkinkan untuk meningkatkan produksi (Hidayat 2005). Pemanenan bagian pucuk tanaman adalah salah satu bentuk pemangkasan. Hasil penelitian Susanti (2012) menyatakan bahwa interval panen 15 hari direkomendasikan untuk budidaya kolesom yang mengutamakan hasil dan kualitas pucuk. Hal tersebut karena pemanenan pucuk dengan interval panen 15 hari dapat menunda waktu pembungaan dan masa

senescence, tetapi tidak dapat menghambat munculnya bunga setelah panen ketiga

yang menyebabkan penurunan hasil yang ditandai dengan ukuran pucuk yang mengecil.

Sejauh ini belum terdapat informasi mengenai pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun agar dapat menghasilkan suatu paket budidaya tanaman yang dapat diterapkan di lapang.

Perumusan Masalah

Bangun-bangun merupakan sayuran bergizi (sebagai laktagogum) dan berkhasiat obat karena mengandung senyawa metabolit primer dan sekunder. Produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun dapat ditingkatkan melalui kegiatan budidaya tanaman, seperti pemupukan organik dan mungkin dengan waktu pemanenan dari pucuk bangun-bangun.

Pemupukan organik saat ini penting untuk dilakukan terutama untuk budidaya tanaman obat. Pupuk organik selain dapat meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemanenan pucuk dapat dilakukan berkali-kali tetapi dengan masa produksi yang terbatas, sehingga diperlukan usaha untuk memperpanjang masa produksi pucuk melalui pemangkasan.

Belum ada hasil penelitian yang memberikan informasi mengenai pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun seperti aktivitas enzim phenylalanine ammonia

lyase (PAL), total fenolik, antosianin, total saponin, dan alkaloid. Pemberian

(22)

4

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah menerangkan pengaruh pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pemupukan organik dan pemangkasan yang menghasilkan produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun terbaik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal untuk penyusunan SOP (Standar Operating Procedure) sayuran bangun-bangun. Selain itu, juga memberikan informasi tentang peningkatan kadar metabolit bangun-bangun seperti total fenolik, antosianin, total saponin, total alkaloid, dan aktivitas enzim

phenylalanine ammonia lyase (PAL), melalui pemupukan organik dan

pemangkasan.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

5

Gambar 1 Bagan alir penelitian produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan.

Jenis pupuk organik dan pemangkasan terbaik untuk peningkatan produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun

Pertumbuhan tanpa pemanenan Kadar

metabolit

Pertumbuhan dengan pemanenan

Panen II Panen I

(kriteria panen)

Pemangkasan

Pertumbuhan tanpa pemanenan

Kadar metabolit

Pertumbuhan dengan pemanenan

Panen I (kriteria panen)

Panen II

Output :

Jenis pupuk organik terbaik

Output :

Jenis pupuk organik dan pemangkasan terbaik Percobaan 1 (siklus panen I)

Jenis pupuk organik

Percobaan 2 (siklus panen II) Jenis pupuk organik +

(24)

6

2

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat di bawah naungan pohon kopi dengan persentase naungan ± 35%, pada bulan Desember 2012-Juni 2013. Lokasi kebun berada pada ketinggian tempat lebih kurang 190 m di atas permukaan laut. Laboratorium yang digunakan adalah Plant Analysis and

Chromatography Laboratory, Spectrophotometry Laboratory, dan Post-Harvest

Laboratory (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB);

dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk percobaan lapangan adalah setek batang bangun-bangun, arang sekam, kapur pertanian, pupuk kandang sapi, rock

phosphate (RP), dan abu sekam. Bahan untuk analisis kimia yang digunakan

adalah metanol, pereaksi folin-ciocalteu, sodium karbonat, kalium asetat, kloroform, asam asetat, asam sulfat, bromocresol green, natrium difosfat, asam sitrat, buffer protein, asam galat, dan saponin produksi Merck Co. (Jerman). Semua bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia memiliki kualitas pro

analysis (analytical grade).

Alat

Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia meliputi Shimadzu UV-1800 spectrophotometer (Japan) yang dihubungkan dengan UV probe 2.34 untuk analisis spektofotometri, Centrifuge heraeus labofuge-400R, Eyela waterbath SB-24 untuk inkubasi larutan campuran ekstrak, dan freeze dryer Flexy-DryTM MP (USA).

Percobaan 1

Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan Organik

Tujuan : mempelajari kaitan antara pemupukan organik dengan produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun

Rancangan percobaan dan perlakuan

(25)

7 percobaan terdiri atas 10 tanaman contoh. Dosis pupuk kandang sapi dan abu sekam yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada dosis yang digunakan pada penelitian Farchany (2012) pada tanaman kolesom.

Tabel 1 Kombinasi perlakuan pupuk organik Perla

kuan

Pupuk organik (ton ha-1) Sumbangan hara dari pupuk

organik (kg ha-1)

Bahan tanam yang digunakan pada pembibitan adalah setek batang bangun-bangun dengan panjang ± 10-15 cm yang terdiri atas tiga buku. Pembibitan dilakukan terlebih dahulu untuk keperluan bahan tanam agar mendapatkan bibit yang seragam dan dilakukan selama tiga minggu sebelum tanam. Pembibitan setek batang dilakukan dalam kantong plastik (polybag) yang telah dilubangi dengan media campuran tanah dan pupuk kandang sapi (2:1/v:v).

Perlakuan dasar berupa arang sekam dan kapur pertanian (kaptan) yang diberikan dua minggu sebelum penanaman setek di lapangan. Arang sekam (2 ton ha-1) diberikan dengan cara dilarik per baris tanam, sedangkan kaptan (2 ton ha-1) diberikan dengan cara ditebar secara merata di lahan. Perlakuan pupuk organik diberikan satu minggu sebelum tanam. Pupuk kandang sapi dan abu sekam diberikan dengan cara dilarik per baris tanam, sedangkan rock phosphate

diberikan per tanaman. Bibit bangun-bangun yang telah berumur tiga minggu dan memiliki empat pasang daun kemudian ditanam pada petakan dengan ukuran 5 m x 5 m (25 m2 petak-1) dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm (populasi 40.000 tanaman ha-1, 100 tanaman 25 m-2).

Kriteria panen pucuk bangun-bangun adalah ketika pucuk telah memiliki tiga pasang daun yang membuka sempurna dan menyisakan satu pasang daun. Panen pertama dilakukan pada saat 8 minggu setelah tanam (MST), sedangkan panen kedua dilakukan pada saat 12 MST. Umur panen dihitung sejak pembibitan dimulai.

Pengamatan

(26)

8

(umur 8 dan 12 MST); (4) bobot per pucuk; (5) jumlah pucuk per tanaman; (6) bobot basah pucuk per tanaman yang telah memenuhi kriteria panen pucuk; (7) kadar antosianin (Sims dan Gamon 2002); (8) kadar total fenolik (Mualim 2012); (9) enzim yang terkait dengan biosintesis senyawa fenolik: phenylalanine

ammonia lyase (PAL) menurut metode Dangcham et al. (2008); (10) kadar total

saponin menurut metode Fathonah dan Sugiyarto (2009) yang telah dimodifikasi; dan (11) kadar total alkaloid menurut metode Shamsa et al. (2008) dengan sedikit modifikasi. Bahan untuk analisis kadar total fenolik dan alkaloid menggunakan pucuk bangun-bangun kering hasil freeze drying yang diekstrak menggunakan methanol dan supernatannya digunakan untuk analisis, sedangkan total saponin diekstrak menggunakan larutan etanol 70%. Analisis kadar metabolit dilakukan pada bagian pucuk bangun-bangun yang dipanen. Semua peubah diamati dan dianalisis pada umur 8 dan 12 MST. Analisis tanah dilakukan pada saat awal dan akhir penelitian, sedangkan analisis kadar hara jaringan tanaman dilakukan pada akhir penelitian. Sampel tanah dan tanaman yang digunakan untuk analisis tanah dan hara tanaman adalah komposit dari tiga ulangan. Data curah hujan mingguan diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Percobaan 2

Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan Organik dan Pemangkasan

Tujuan : menerangkan kaitan antara pemupukan organik dan pemangkasan terhadap produksi pucuk dan kadar bahan metabolit bangun-bangun.

Rancangan percobaan dan perlakuan

Percobaan dua ini merupakan kelanjutan dari percobaan satu dengan tanaman yang sama, namun menggunakan rancangan percobaan yang berbeda. Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah split plot. Petak utama adalah pupuk organik, sedangkan anak petaknya adalah pemangkasan. Perlakuan pemangkasan yaitu tanpa pemangkasan dan pemangkasan 25 cm di atas permukaan tanah. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman contoh. Pemangkasan dilakukan dengan menyisakan 4-6 cabang yang dipelihara.

Pelaksanaan percobaan

(27)

9 tanaman bangun-bangun dipangkas berat dan disisakan 25 cm di atas permukaan tanah.

Kriteria panen pucuk bangun-bangun adalah ketika pucuk telah memiliki tiga pasang daun yang membuka sempurna dan menyisakan satu pasang daun. Panen pertama dilakukan pada saat umur 17 MST, sedangkan panen kedua dilakukan pada saat 20 MST. Umur panen dihitung sejak pembibitan dimulai.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan dan pertumbuhan disertai dengan pemanenan. Pengamatan pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan meliputi: laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) yang dilakukan pada umur 17, 19, dan 21 MST. Pengamatan pertumbuhan dengan pemanenan meliputi: pertambahan tinggi tanaman (umur 17-19 MST), pertambahan jumlah cabang (umur 17-19 MST), pertambahan lebar tajuk (umur 17-19 MST); produksi pucuk yang telah memenuhi kriteria panen. Pengamatan terhadap kadar metabolit yaitu (1) kadar antosianin (Sims dan Gamon 2002), (2) kadar total fenolik (Mualim 2012), (3) enzim yang terkait dengan biosintesis senyawa fenolik: phenylalanine ammonia lyase (PAL) menurut metode Dangcham et al. (2008), (4) kadar total saponin menurut metode Fathonah dan Sugiyarto (2009) yang telah dimodifikasi, dan (5) kadar total alkaloid menurut metode Shamsa et al. (2008) dengan sedikit modifikasi. Bahan untuk analisis kadar total fenolik dan alkaloid menggunakan pucuk bangun-bangun kering hasil

freeze drying yang diekstrak menggunakan metanol dan supernatannya digunakan

untuk analisis, sedangkan total saponin menggunakan pucuk kering hasil freeze

drying yang diekstrak menggunakan larutan etanol 70%. Semua peubah diamati

dan dianalisis pada umur 17 dan 20 MST. Data curah hujan mingguan diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis menggunakan statistika inferensia. Post-hoc test dilakukan menggunakan uji Tukey (Honestly Significant Difference/HSD) pada taraf nyata (α) 5% untuk membedakan nilai tengah antar perlakuan.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 1. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan Organik

Kondisi umum

Curah hujan

(28)

10

pada bulan Februari juga masih tergolong tinggi dan kondisi langit yang mendung sehingga penyinaran berlangsung singkat.

Tabel 2 Curah hujan mingguan (mm)

Minggu ke- Januari Februari

1 84.60 127.80

2 173.20 212.40

3 199.30 39.80

4 52.70 26.20

Rata-rata 127.45 101.55

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2013).

Kadar hara tanah dan jaringan tanaman

Kadar hara tanah sebelum aplikasi pemupukan organik, setelah aplikasi pupuk organik, dan kadar hara jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar hara tanah sebelum aplikasi pemupukan organik dihitung berdasarkan hasil penjumlahan antara analisis tanah awal sebelum pemupukan organik dengan sumbangan hara yang diperoleh dari pupuk organik, sedangkan hasil analisis tanah di akhir percobaan menunjukkan kadar hara total tanah.

Kadar hara N tanah di akhir percobaan mengalami penurunan dari awal sebelum aplikasi pemupukan. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Balittanah 2005) menunjukkan bahwa status kadar hara N tanah di awal sebelum pemupukan organik tergolong sedang, sedangkan di akhir percobaan tergolong rendah. Hal tersebut diduga hara N dari pemberian pupuk organik belum tersedia karena sifat pupuk organik yang lambat tersedia (slow release).

Kadar hara P tanah tersedia di awal sebelum pemberian pupuk organik yang tergolong rendah. Hal tersebut diduga karena pH tanah yang masam (Tabel 4). pH tanah yang masam menyebabkan P bersifat immobil dalam tanah karena difiksasi oleh oksida Fe/Al. Selain itu juga diduga pupuk rock phosphate

mengandung Ca yang tinggi, tidak cepat larut dalam air sehingga bersifat lambat tersedia (slow release) dalam penyediaan hara P.

Tabel 3 Kadar hara tanah dan jaringan tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik

(29)

11 Tabel 4 pH dan C-organik tanah dengan pemupukan organik

Peubah kimia

Keterangan: PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, *metode Walkley and Black, pH H2O: sangat masam (< 4.5), masam (4.50-5.50); C-organik: sangat rendah (< 1),

rendah (1-2), sedang (2-3); N-total: sangat rendah (< 0.10), rendah (0.10-0.20), sedang (0.21-0.50); C/N rasio: sangat rendah (< 5), rendah (5-10), sedang (11-15)

Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan

Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB)

Laju tumbuh relatif tanaman bangun-bangun dipengaruhi secara nyata (P < 0.05) oleh pemupukan organik pada periode umur 6-8 MST (Tabel 5). Pemberian 3 jenis pupuk (lengkap) menghasilkan nilai LTR yang tertinggi yaitu 183% dari nilai rata-rata LTR kontrol. Laju tumbuh relatif pada aplikasi pukan sapi + rock phosphate mencapai puncaknya pada periode umur 8-10 MST kemudian menurun (-21.10 mg hari-1). Penurunan ini kemungkinan disebabkan tanpa pemberian pupuk abu sekam menyebabkan tanaman rentan terhadap hama yang ditunjukkan dengan banyaknya daun yang rusak akibat serangan hama ulat dan belalang sehingga mengakibatkan pertumbuhan menjadi terhambat. Selain itu juga diduga karena adanya pemanenan pucuk yang berulang pada waktu yang berbeda menurunkan pertumbuhan tanaman bangun-bangun. Pemberian pupuk organik menghasilkan respon nilai rata-rata LTR yang sama pada periode umur 8-12 MST (P > 0.05).

(30)

12

Tabel 5 Laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik tanpa pemanenan pada tiga interval panen

Perlakuan

Laju tumbuh relatif interval minggu ke-

6-8 8-10 10-12

(mg hari-1)

Tanpa pupuk 46.99 b ± 0.012 30.48 ab ± 0.019 4.36 a ± 0.082 PK + RP 21.39 b ± 0.004 67.81 a ± 0.015 -21.05 a ± 0.052 PK + AS 28.98 b ± 0.016 16.30 b ± 0.006 38.28 a ± 0.035 RP + AS 29.37 b ± 0.014 25.68 b ± 0.013 30.24 a ± 0.065 PK + RP + AS 86.14 a ± 0.018 18.59 b ± 0.010 36.26 a ± 0.034

Laju asimilasi bersih interval minggu ke-

6-8 8-10 10-12

(mg cm-2 hari-1)

Tanpa pupuk 0.29 ab ± 0.06 0.27 a ± 0.24 -0.08 a ± 0.57 PK + RP 0.09 c ± 0.01 0.48 a ± 0.19 -0.18 a ± 0.40 PK + AS 0.14 bc ± 0.08 0.10 a ± 0.04 0.28 a ± 0.20 RP + AS 0.15 bc ± 0.09 0.16 a ± 0.10 0.14 a ± 0.36 PK + RP + AS 0.40 a ± 0.03 0.28 a ± 0.28 0.30 a ± 0.13 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P > 0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam

Pertumbuhan tanaman dengan pemanenan

Tinggi tanaman

Respon pertumbuhan tinggi tanaman bangun-bangun nyata dipengaruhi oleh pemupukan organik (P < 0.05) pada umur tanaman 8 dan 12 MST (Tabel 6). Penambahan tinggi tanaman selama 4 minggu dari 8 ke 12 MST hanya sebesar 3-5 cm dengan kisaran tinggi tanaman 31-39 cm.

Tabel 6 Tinggi tanaman bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Tinggi tanaman minggu ke-

8 12

(cm)

Tanpa pupuk 27.62 ab ± 2.44 31.52 b ± 1.93

PK + RP 26.57 b ± 2.14 33.83 b ± 2.05

PK + AS 32.19 ab ± 0.16 38.80 a ± 2.27

RP + AS 29.28 ab ± 1.85 35.06 ab ± 1.56

PK + RP + AS 28.75 ab ± 1.80 33.68 b ± 1.08

(31)

13

Jumlah cabang

Respon pertumbuhan jumlah cabang bangun-bangun tidak dipengaruhi secara nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik (Tabel 7). Secara umum terjadi peningkatan jumlah cabang bangun-bangun. Aplikasi pukan sapi + rock

phosphate + abu sekam meningkatkan jumlah cabang terbanyak (41.86%) bila

dibandingkan dengan tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Rata-rata jumlah cabang pada perlakuan pupuk organik tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan.

Tabel 7 Jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Jumlah cabang minggu ke-

8 12

Tanpa pupuk 4.2 a ± 0.8 13.4 a ± 1.8

PK + RP 3.6 a ± 1.9 14.0 a ± 6.2

PK + AS 4.3 a ± 1.9 14.8 a ± 4.1

RP + AS 4.2 a ± 1.3 16.7 a ± 3.2

PK + RP + AS 4.7 a ± 0.9 16.7 a ± 3.3

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P > 0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, MST = minggu setelah tanam

Lebar tajuk

Respon pertumbuhan lebar tajuk bangun-bangun tidak dipengaruhi secara nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik (Tabel 8). Secara umum terjadi peningkatan lebar tajuk. Aplikasi pukan sapi + rock phosphate + abu sekam meningkatkan lebar tajuk yang terbesar (13.01%) bila dibandingkan dengan tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Rata-rata lebar tajuk pada perlakuan pupuk organik tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan.

Tabel 8 Lebar tajuk bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Lebar tajuk minggu ke-

8 12

(cm)

Tanpa pupuk 30.30 a ± 2.09 33.12 a ± 3.43

PK + RP 28.60 a ± 5.12 35.20 a ± 9.97

PK + AS 29.07 a ± 5.73 34.80 a ± 6.73

RP + AS 31.62 a ± 3.53 36.59 a ± 5.02

PK + RP + AS 29.73 a ± 3.62 37.43 a ± 6.68

(32)

14

Produksi pucuk bangun-bangun

Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman

Bangun-bangun yang diberi perlakuan pupuk organik pada umur 8 MST memiliki bobot basah per pucuk yang lebih tinggi dibandingkan pada umur 12 MST (Tabel 9). Perlakuan pukan sapi + abu sekam memberikan bobot basah per pucuk yang lebih tinggi 16.79% dibandingkan tanpa pemupukan pada umur 8 MST. Seluruh perlakuan pupuk organik memberikan bobot basah per pucuk yang lebih tinggi daripada tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Pemupukan organik berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap bobot basah per pucuk pada umur 12 MST. Perlakuan pukan sapi + rock phosphate + abu sekam memberikan bobot basah per pucuk yang lebih tinggi 52.53% dibandingkan tanpa pemupukan.

Tanpa pemupukan memberikan hasil analisis kadar hara tanaman N (2.12%), P (0.34 ppm), dan K (3.58 ppm) serta hara tanah akhir (N 0.17%, P 303.50 ppm, K 115.00 ppm) yang lebih rendah dibandingkan pemupukan lengkap (pukan sapi + rock phosphate + abu sekam). Hal tersebut menyebabkan tanpa pemupukan menghasilkan nilai terendah untuk bobot basah per pucuk dibandingkan dengan yang mendapat pemupukan organik pada umur 12 MST. Hal tersebut menunjukkan bahwa pukan sapi (sebagai sumber hara N) dan abu sekam (sebagai sumber hara K) memang dibutuhkan untuk produksi pucuk bangun-bangun.

Seluruh kombinasi perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P > 0.05) terhadap jumlah pucuk tanaman-1 bangun-bangun pada umur 8 dan 12 MST. Aplikasi pupuk rock phosphate + abu sekam dan pukan sapi + rock phosphate + abu sekam memberikan jumlah pucuk tanaman-1 yang lebih banyak dibandingkan tanpa pemupukan pada umur 8 MST, sedangkan aplikasi seluruh pupuk organik memberikan jumlah pucuk tanaman-1 yang lebih banyak dibandingkan tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa bobot basah per pucuk menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi jumlah pucuk mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Tabel 9 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman bangun-bangun dengan

pemupukan organik umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Bobot pucuk (g pucuk

-1

) Jumlah pucuk per tanaman

8 12 8 12 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P > 0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, MST = minggu setelah tanam

(33)

15 Seluruh kombinasi pupuk organik memberikan bobot basah pucuk tanaman-1 yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Aplikasi pukan sapi + rock phosphate + abu sekam memberikan bobot basah pucuk tanaman-1 2.1 kali lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan.

Tabel 10 Produksi pucuk bangun-bangun dengan pemupukan organik

Perlakuan Bobot basah pucuk

(g tanaman-1)

Bobot pucuk total (g BB

tanaman-1)

Bobot pucuk total (g BK

tanaman-1)

8 MST 12 MST

Tanpa pupuk 7.68a±2.28 10.75a±5.48 18.44a±6.42 730.30a±258.70

PK + RP 6.15a±1.87 12.91a±4.29 19.06a±4.85 762.40a±194.11

PK + AS 7.61a±3.72 14.59a±6.05 22.20a±8.99 888.00a±359.50

RP + AS 8.80a±2.00 16.71a±5.23 25.51a±6.89 1020.30a±275.76

PK + RP + AS 9.25a±3.84 22.30a±3.82 31.54a±7.65 1261.80a±305.99

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P > 0.05) pada uji Tukey dengan taraf nyata 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK: pupuk kandang sapi, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, BK = bobot kering

Aplikasi 3 jenis pupuk secara konsisten menghasilkan bobot basah pucuk total dan bobot basah pucuk ha-1 yang tertinggi. Pemberian pukan sapi + rock

phosphate + abu sekam menghasilkan bobot basah pucuk total dan bobot basah

pucuk ha-1 masing-masing 71.04 dan 72.78% lebih tinggi dari tanpa pemupukan. Perlakuan tanpa pemupukan konsisten memberikan bobot basah pucuk tanaman-1, bobot basah pucuk total, dan bobot pucuk ha-1 bangun-bangun yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa pukan sapi (sumber N), rock phosphate (sumber P), dan abu sekam (sumber K) berperan dalam menghasilkan produksi pucuk bangun-bangun yang lebih besar.

Kadar metabolit bangun-bangun

Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin

(34)

16

Tabel 11 Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan kontrol dan organik pada umur 8 MST

Perlakuan Aktivitas PAL (mg

Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata (P > 0.05) menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5%; PK = pupuk kandang sapi; RP = rock phosphate; AS = abu sekam; SAS = setara asam sinamat; SAG = setara asam galat; BK = bobot kering; MST = minggu setelah tanam; angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

Uji Tukey pada Tabel 12 menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik tidak memberikan aktivitas PAL dan kadar antosianin yang berbeda (P > 0.05), namun memberikan kadar total fenolik yang berbeda (P < 0.05). Perlakuan tanpa pemupukan memberikan aktivitas PAL 48.46% jika dibandingkan dengan perlakuan tiga jenis pupuk (lengkap). Aplikasi pupuk kandang sapi + rock

phosphate nyata memberikan kadar total fenolik yang terendah, namun tidak

berbeda dengan perlakuan tiga jenis pupuk lengkap. Aplikasi pupuk kandang sapi + abu sekam memberikan kadar total fenolik 10.77% lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan.

Tabel 12 Aktivitas PAL, kadar total fenolik dan antosianin dengan pemupukan kontrol dan organik pada umur 12 MST

Perlakuan Aktivitas PAL (mg

Angka yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata (P > 0.05) menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5%; PK = pupuk kandang sapi; RP = rock phosphate; AS = abu sekam; SAS = setara asam sinamat; SAG = setara asam galat; BK = bobot kering; MST = minggu setelah tanam; angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P > 0.05) terhadap total saponin pada umur tanaman 8 dan 12 MST (Tabel 13). Bangun-bangun yang diberi perlakuan pupuk organik pada umur 8 MST memiliki kadar total saponin yang lebih tinggi dibandingkan pada umur 12 MST. Hanya perlakuan pukan sapi

+ rock phosphate + abu sekam yang memberikan total saponin yang lebih tinggi

(35)

17 Pemberian pupuk organik juga tidak berpengaruh nyata (P > 0.05) terhadap total alkaloid bangun-bangun pada umur tanaman 8 dan 12 MST. Aplikasi pupuk organik pada umur 8 MST memberikan total alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan pada umur 12 MST. Aplikasi pukan sapi + abu sekam memberikan total alkaloid yang lebih tinggi 12.32% dari tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Seluruh perlakuan pupuk organik, kecuali aplikasi pukan sapi + abu sekam, memberikan total alkaloid yang lebih rendah daripada tanpa pemupukan pada umur 12 MST. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa total alkaloid menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Tabel 13 Kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan organik pada umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Kadar total saponin minggu setelah tanam, BK: bobot kering, ATP = setara atropine

Rata-rata aktivitas PAL, kadar total fenolik, dan antosianin dari umur 8 dan 12 MST

Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata aktivitas PAL bangun-bangun (P > 0.05). Rata-rata aktivitas PAL tertinggi didapati pada perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan tanpa pemupukan memberikan rata-rata aktivitas PAL tertinggi, tetapi tidak berbeda dengan aplikasi pukan sapi + rock phosphate + abu sekam (Tabel 14).

Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh terhadap rata-rata kadar total fenolik (P > 0.05). Rata-rata kadar total fenolik meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Perlakuan tanpa pemupukan memberikan rata-rata kadar fenolik tertinggi, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan pukan sapi + rock

phosphate + abu sekam. Hal tersebut diduga karena adanya faktor rendahnya hara

(36)

18

Aplikasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap rata-rata kadar antosianin (P < 0.05). Perlakuan pukan sapi + rock phosphate menghasilkan rata-rata kadar antosianin yang terendah dan tidak berbeda dengan perlakuan pukan sapi + rock phosphate + abu sekam. Pemberian pukan sapi + rock phosphate

secara konsisten menghasilkan rata-rata aktivitas PAL, total fenolik, dan antosianin yang terendah.

Tabel 14 Rata-rata aktivitas PAL, kadar total fenolik, dan antosianin dengan pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST

Perlakuan Aktivitas PAL setara asam sinamat; SAG: setara asam galat; BK: bobot kering

Rata-rata kadar total saponin dan alkaloid dari umur 8 dan 12 MST

Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun (P > 0.05). Rata-rata kadar total saponin tertinggi didapati pada perlakuan pemupukan organik. Perlakuan tanpa pemupukan memberikan rata-rata kadar total saponin tertinggi, namun tidak berbeda dengan perlakuan kontrol (Tabel 15). Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh terhadap rata-rata kadar total alkaloid (P > 0.05). Perlakuan pupuk kandang sapi + rock phosphate + abu sekam memberikan total alkaloid tertinggi, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan kontrol.

Tabel 15 Rata-rata kadar total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan organik dari umur 8 dan 12 MST

(37)

19 Produksi metabolit bangun-bangun

Produksi pucuk kering ha-1, total fenolik, dan antosianin dapat dilihat pada Tabel 16. Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering pucuk ha-1 (P > 0.05). Pemberian pukan sapi + rock phosphate

menghasilkan produksi bobot kering pucuk ha-1 yang terendah dan tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa hara N, P, dan K diperlukan untuk produksi pucuk bangun-bangun. Aplikasi pukan sapi +

rock phosphate + abu sekam masih memberikan produksi bobot kering pucuk ha-1

1.6 kali lebih tinggi jika dibandingkan tanpa pemupukan.

Perlakuan pemupukan organik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi total fenolik bangun-bangun (P > 0.05). Pemberian pukan sapi + rock phosphate

menghasilkan produksi total fenolik terendah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P > 0.05). Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi antosianin (P < 0.05). Pemberian pukan sapi + rock phosphate

menghasilkan produksi antosianin bangun-bangun terendah dan tidak berbeda dengan kombinasi pupuk organik lainnya.

Tabel 16 Produksi pucuk kering ha-1, total fenolik, dan antosianin bangun-bangun dengan pemupukan organik

Perlakuan Bobot pucuk (kg BK ha-1 )

Total fenolik

(mg SAG ha-1)

Antosianin

( mol ha-1 )

Tanpa pupuk 33.08a ± 18.61 315.84a ± 168.77 45.08bc ± 3.81

PK + RP 28.85a ± 9.19 176.20a ± 77.70 34.34c ± 14.81

PK + AS 37.72a ± 15.99 387.26a ± 300.03 112.45abc ± 5.71

RP + AS 41.49a ± 14.24 339.58a ± 189.90 168.93abc ± 5.97

PK + RP + AS 51.91a ± 13.86 350.52a ± 200.67 160.63abc ± 6.84

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05); PK = pupuk kandang sapi; RP = rock phosphate; AS = abu sekam; SAG = setara asam galat; angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, BK: bobot kering

Produksi total saponin dan alkaloid ha-1 dapat dilihat pada Tabel 17. Perlakuan pemupukan organik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun (P > 0.05). Pemberian pukan sapi + rock

phosphate menghasilkan rata-rata produksi total saponin terendah dan tidak

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P > 0.05). Sebaliknya, pukan sapi + rock

phosphate menghasilkan produksi total alkaloid bangun-bangun tertinggi dan

(38)

20

Tabel 17 Produksi total saponin dan alkaloid bangun-bangun dengan pemupukan organik

Perlakuan (mg Saponin haTotal saponin -1

)

Total alkaloid

(mg ATP ha-1)

Tanpa pupuk 12861a ± 8165.34 148.20a ± 57.87

PK + RP 11145a ± 4879.98 1633.90a ± 1374.15

PK + AS 14377a ± 3594.16 609.50a ± 186.30

RP + AS 17582a ± 6587.53 599.30a ± 421.86

PK + RP + AS 19111a ± 6967.08 214.90a ± 64.86

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05); PK = pupuk kandang sapi; RP = rock phosphate; AS = abu sekam; angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, BK: bobot kering, ATP = atropine

Kaitan curah hujan dengan aktivitas PAL, total fenolik, dan antosianin

Data curah hujan menunjukkan bahwa selama percobaan berada pada kondisi musim hujan (Gambar 2). Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada saat umur panen 8 MST (127.45 mm) yang menyebabkan kelembaban meningkat. Pemanenan pucuk pertama dan kedua masing-masing dilakukan pada minggu ketiga bulan Januari dan Februari dengan curah hujan sekitar 199.30 mm dan 39.80 mm. Kondisi langit yang sering mendung menyebabkan penyinaran berlangsung singkat. Curah hujan menurun pada saat panen kedua (12 MST) dengan rata-rata curah hujan sekitar 101.55 mm. Beberapa kali turun hujan cukup deras, namun singkat waktunya.

(39)

21

(40)

22

Percobaan 2. Produksi Pucuk dan Kadar Metabolit Bangun-Bangun dengan Pemupukan Organik dan Pemangkasan

Kondisi umum

Secara umum dengan perlakuan pemangkasan memberikan pertumbuhan tanaman (baik dengan pemanenan maupun tanpa pemanenan) yang terhambat. Dengan demikian, untuk peubah produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-bangun lebih diarahkan pada perlakuan pemupukan organik tanpa pemangkasan. Namun demikian, jika ditinjau dari peubah pertumbuhan tanaman yang disertai dengan pemangkasan dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat pada peubah tinggi tanaman. Terdapat beberapa perlakuan kombinasi pupuk organik yang menghasilkan tinggi tanaman yang bernilai negatif. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh banyaknya daun yang rusak akibat serangan hama ulat dan belalang sehingga mengakibatkan pertumbuhan menjadi terhambat. Selain itu juga diduga karena adanya pemanenan pucuk yang berulang pada waktu yang berbeda menurunkan pertumbuhan tanaman bangun-bangun.

Curah hujan

Data curah hujan selama percobaan dua berlangsung (bulan Maret hingga Mei 2013) disajikan pada Tabel 18. Selama penelitian berlangsung, curah hujan sedikit, akan tetapi beberapa kali turun hujan cukup deras namun singkat waktunya. Kondisi langit cerah dengan tingkat keawanan rendah.

Tabel 18 Kondisi curah hujan mingguan selama percobaan dua

Minggu ke- Curah Hujan (mm)

Maret April Mei

1 82.00 71.20 86.00

2 45.70 19.00 192.40

3 55.30 80.80 36.70

4 106.80 45.00 84.70

Rata-rata 72.45 54.00 99.95

Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2013).

Munculnya bunga bangun-bangun

Pengamatan terhadap tanaman bangun-bangun yang berbunga dilakukan pada umur tanaman 15 MST di pagi hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bunga tanaman bangun-bangun muncul pada perlakuan tanpa pemupukan (kontrol) yang tidak dilakukan pemanenan pucuk. Bangun-bangun memiliki bunga yang berwarna ungu, mudah rontok, bentuk kecil-kecil, tumbuh ke arah atas, dibagian bawah bunga memiliki daun berbentuk oval, kecil, dan tepi bergerigi.

Pertumbuhan tanaman tanpa pemanenan

Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB)

(41)

23 waktu. Laju tumbuh relatif tanaman bangun-bangun tidak dipengaruhi secara nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik, pemangkasan, dan interaksi kedua faktor pada periode umur 17-21 MST (Tabel 19). Perbedaan fase pertumbuhan menyebabkan nilai rata-rata LTR bangun-bangun dengan pemberian pukan sapi + abu sekam 227% nilai rata-rata LTR dari tanpa pemupukan. Perlakuan pemangkasan maupun tanpa pemangkasan meningkatkan nilai LTR seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Laju tumbuh relatif pada aplikasi rock

phosphate + abu sekam mengalami penurunan (-3.59 mg hari-1) pada periode

umur 17-19 MST. Pemberian pupuk organik menghasilkan respon nilai rata-rata LTR yang sama pada periode umur 19-21 MST (P > 0.05).

Laju asimilasi bersih tanaman bangun-bangun tidak dipengaruhi secara nyata (P > 0.05) oleh pemupukan organik, pemangkasan, dan interaksi kedua faktor pada periode umur 17-21 MST (Tabel 20). Perlakuan pemangkasan maupun tanpa meningkatkan nilai LAB seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Perlakuan pemangkasan menghasilkan nilai LAB 126% dari nilai LAB perlakuan tanpa pemangkasan pada periode umur 19-21 MST. Hal tersebut diduga pada perlakuan pemangkasan memicu jumlah daun yang lebih banyak karena pemangkasan merangsang pembentukan munculnya tunas dan daun baru yang lebih banyak.

Tabel 19 Laju tumbuh relatif bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST

Perlakuan Laju tumbuh relatif minggu ke-

17-19 19-21

(mg hari-1) Pemupukan:

Tanpa pupuk 50.44a ± 0.04 48.48a ± 0.06

PK + RP 32.86a ± 0.08 80.06a ± 0.06

PK + AS 9.03a ± 0.09 110.27a ± 0.06

RP + AS -3.59a ± 0.07 87.55a ± 0.08

PK + RP + AS 16.65a ± 0.07 39.37a ± 0.13 Pemangkasan:

Tanpa dipangkas 11.21a ± 0.07 79.39a ± 0.10

Pangkas 30.94a ± 0.07 66.90a ± 0.06

Interaksi T*P tn tn

(42)

24

Tabel 20 Laju asmilasi bersih bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan tanpa pemanenan umur 17-21 MST

Perlakuan Laju asimilasi bersih minggu

ke-17-19 19-21

(mg cm-2 hari-1) Pemupukan:

Tanpa pupuk 0.49a ± 4.4 x 10-4 0.58a ± 8.1 x 10-4

PK + RP 0.50a ± 9.5 x 10-4 0.66a ± 3.9 x 10-4

PK + AS 0.13a ± 9.3 x 10-4 0.97a ± 5.4 x 10-4

RP + AS -0.01a ± 6.1 x 10-4 1.07a ± 1.4 x 10-3

PK + RP + AS 0.14a ± 5.8 x 10-4 0.22a ± 1.1 x 10-3

Pemangkasan:

Tanpa dipangkas 0.12a ± 5.3 x 10-4 0.62a ± 9.2 x 10-4

Pangkas 0.37a ± 8.6 x 10-4 0.78a ± 8.9 x 10-4

Interaksi T*P tn tn

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05), PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, MST = minggu setelah tanam. Tanda negatif menunjukkan penurunan.

Pertumbuhan tanaman dengan pemanenan

Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman

Perlakuan pemangkasan dan interaksi antara pemupukan organik dengan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur 18 MST (P < 0.05), namun pertambahan tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh pemupukan organik, pemangkasan, dan interaksi kedua faktor pada umur 17 dan 19 MST (P > 0.05) (Tabel 21).

Pemangkasan menghasilkan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemangkasan pada umur 18 MST. Berbeda dengan peubah pertambahan tinggi tanaman. Perlakuan tanpa pemangkasan menghasilkan tinggi tanaman pada umur 19 MST yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemangkasan (P < 0.05), namun tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik (P > 0.05). Pemupukan organik memberikan respon yang sama terhadap tinggi tanaman pada umur 19 MST. Perlakuan tanpa pemangkasan menghasilkan tinggi tanaman pada umur 19 MST 1.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemangkasan.

(43)

25 Tabel 21 Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun dengan

pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST

Perlakuan Pertambahan tinggi tanaman minggu ke- Tinggi tanaman

19 MST

17 18 19

(cm) Pemupukan:

Tanpa pupuk 1.20a ± 1.88 0.38a ± 1.96 1.59a ± 2.75 33.82a ± 4.02

PK + RP 2.03a ± 2.94 2.40a ± 3.70 0.85a ± 4.26 34.82a ± 7.93

PK + AS 1.35a ± 1.78 0.73a ± 6.17 0.73a ± 5.32 30.93a ± 6.83

RP + AS 0.48a ± 2.34 -0.41a ± 2.59 -1.03a ± 3.61 29.61a ± 6.64

PK + RP + AS 1.85a ± 2.32 -0.42a ± 2.19 -2.53a±10.89 34.49a ±18.63

Pemangkasan: Tanpa

dipangkas

1.82a ± 2.16 -0.77b ± 3.38 -1.30a ± 3.18 37.34a ± 8.69

Pangkas 0.95a ± 2.22 1.85a ± 3.33 1.14a ± 7.60 28.13b ± 8.53

Interaksi T*P tn * tn *

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf nyata (α) 5% (P > 0.05), PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, MST = minggu setelah tanam. Tanda negatif menunjukkan penurunan.

Tabel 22 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap pertambahan tinggi tanaman (cm) bangun-bangun umur 18 MST

Pupuk organik Pemangkasan

Tanpa dipangkas Pangkas

Tanpa pupuk -1.13ab±0.93 1.90ab±1.35

PK + RP 3.17ab±4.76 1.63ab±3.12

PK + AS -4.00b±2.50 5.47a±4.67

RP + AS -1.62ab±2.73 0.79ab±2.24

PK + RP + AS -0.28ab±1.54 -0.55ab±3.09

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Tukey 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, MST = minggu setelah tanam

(44)

26

Tabel 23 Interaksi pupuk organik dan pemangkasan terhadap tinggi tanaman (cm) bangun-bangun umur 19 MST

Pupuk organik Pemangkasan

Tanpa dipangkas Pangkas

Tanpa pupuk 35.65ab±4.33 31.99ab±3.39

PK + RP 39.73ab±8.23 29.90ab±4.10

PK + AS 31.48ab±9.78 30.38ab±4.51

RP + AS 32.35ab±8.78 26.86b ±3.24

PK + RP + AS 47.47a ±3.75 21.52b ±18.66

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Tukey 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, PK = pupuk kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, MST = minggu setelah tanam

Jumlah dan pertambahan jumlah cabang

Pertambahan jumlah cabang dan jumlah cabang pada umur 19 MST secara umum tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemupukan organik, pemangkasan, dan interaksi antara pemupukan organik dengan pemangkasan (P > 0.05) (Tabel 24). Pemupukan organik dan pemangkasan memberikan respon pertambahan jumlah cabang dan jumlah cabang pada umur 19 MST yang sama.

Tabel 24 Jumlah dan pertambahan jumlah cabang bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemangkasan umur 17-19 MST

Perlakuan Pertambahan jumlah cabang minggu ke- Jumlah cabang

19 MST kandang sapi, RP = rock phosphate, AS = abu sekam, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi, MST = minggu setelah tanam. Tanda negatif menunjukkan penurunan.

Lebar dan pertambahan lebar tajuk

Pertambahan lebar tajuk tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemupukan organik, pemangkasan, dan interaksi antara pemupukan organik dengan pemangkasan (P > 0.05) (Tabel 25). Pemupukan organik dan pemangkasan memberikan respon pertambahan lebar tajuk yang sama.

Gambar

Gambar 1 Bagan alir penelitian produksi pucuk dan kadar metabolit bangun-
Tabel 4 pH dan C-organik tanah dengan pemupukan organik
Tabel 8 Lebar tajuk bangun-bangun dengan pemupukan organik dan pemanenan
Tabel 9 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman bangun-bangun dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor pemangkasan dan interaksi antara faktor pemangkasan dengan faktor pemberian pupuk

Tidak ada perbedaan ntara nilai komponen produksi pada berbagai perlakuan pupuk organik (Tabel 5), namun berdasarkan jumlah dan bobot polong isi/tanaman pada percobaan

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa faktor pemangkasan dan interaksi antara faktor pemangkasan dengan faktor pemberian pupuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair urin sapi dengan dosis 120 ml/tanaman memberikan pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman, jumlah

Pemberian pupuk organik cair berpengaruh pada beberapa parameter yaitu tinggi tanaman, jumlah buah per tanaman dan berat buah per tanaman, hasil ini diduga bahwa

Meskipun tanpa pemberian pupuk kandang, jumlah, namun bobot basah dan bobot kering polong isi pada kedelai organik berturut-turut 203%, 205% dan 125% dibandingkan

Faktor yang juga mempengaruhi perlakuan tanpa silika (kontrol) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan pemberian pupuk silika organik ialah pada hasil analisis tanah