• Tidak ada hasil yang ditemukan

Growth, shoot production, and metabolite content of waterleaf (talinum triangulare (jacq ) willd) with repeated organic fertilization

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Growth, shoot production, and metabolite content of waterleaf (talinum triangulare (jacq ) willd) with repeated organic fertilization"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN, PRODUKSI, DAN KADAR METABOLIT

PUCUK KOLESOM (

Talinum triangulare

(Jacq.) Willd)

DENGAN PEMUPUKAN ORGANIK BERULANG

ISMAIL SALEH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Pemupukan Organik Berulang

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Ismail Saleh

(4)
(5)

RINGKASAN

ISMAIL SALEH. Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik Berulang.

Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan NURI ANDARWULAN.

Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) merupakan tanaman obat yang

dapat dikonsumsi pucuknya sebagai sayur. Pucuk kolesom mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bermanfaat untuk kesehatan sehingga kolesom dapat digolongkan sebagai sayuran fungsional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom pada musim tanam pertama dan ke-dua dengan pemupukan organik dan residunya yang dipanen secara berulang. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga Bogor dan Laboratorium Plant Analysis and Chromatography

Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada Bulan November 2012-Mei 2013. Terdapat tiga jenis pupuk organik yang digunakan yaitu pupuk kandang (PK), rock phosphate (RP) dan abu sekam (AS) yang dikombinasikan menjadi

empat kombinasi perlakuan yaitu PK +RP, PK +AS, RP +AS, dan PK +RP +AS dengan satu perlakuan kontrol (tanpa pemupukan). Perlakuan disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Musim tanam ke-dua terdapat dua percobaan yaitu penambahan kembali pupuk organik dengan dosis dan kombinasi yang sama dengan musim tanam pertama kemudian set berikutnya adalah residu pupuk organik musim tanam pertama.

Hasil penelitian pada musim tanam pertama yaitu kombinasi pupuk organik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan, produksi, dan kadar vitamin C, flavonoid, serta aktivitas POD. Terdapat korelasi positif antara kadar flavonoid dan kadar vitamin C pada tajuk dan kadar senyawa tersebut berkorelasi negatif dengan kadar K jaringan tanaman. Penurunan curah hujan pada panen ke-dua meningkatkan kadar vitamin C dan aktivitas POD sedangkan kadar flavonoid menurun. Hal tersebut disebabkan persaingan prekursor pada biosintesis flavonoid dengan biosintesis lignin yang dikatalisis oleh enzim POD.

Penambahan pupuk organik lengkap di musim tanam ke-dua dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom dibandingkan dengan perlakuan kontrol sedangkan pada percobaan residu pupuk organik secara umum tidak terdapat perbedaan nyata antara kelompok residu dengan perlakuan kontrol. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok residu dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua. Pertumbuhan dan produksi pucuk kolesom di musim tanam ke-dua lebih rendah dibandingkan dengan musim tanam pertama karena curah hujan yang relatif lebih rendah sehingga pertumbuhan kolesom lebih terhambat. Demikian juga terdapat perbedaan kadar senyawa metabolit pucuk kolesom antara musim tanam pertama dengan musim tanam ke-dua. Kadar vitamin C di musim tanam pertama lebih tinggi dibandingkan musim tanam ke-dua, sebaliknya kadar flavonoid lebih tinggi di musim tanam ke-dua.

Kata kunci: flavonoid, pemanenan berulang, POD, Talinum triangulare, vitamin

(6)
(7)

SUMMARY

ISMAIL SALEH. Growth, Shoot Production, and Metabolite Content of Waterleaf (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) with Repeated Organic

Fertilization. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ and NURI ANDARWULAN.

Waterleaf (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) can be consumed as

vegetable by consuming its shoot. Waterleaf is known as functional vegetable because the shoot contains some bioactive compounds to maintain human health. The purpose of this research was to investigate the effect of organic fertilizer combination to growth, production and metabolite content of waterleaf i.e. vitamin C, flavonoid, and peroxidase (POD) activity in the first and second planting season and organic fertilizer residue with repeated harvesting. This research was conducted at Leuwikopo Darmaga Bogor and Plant Analysis and Chromatography Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, IPB in November 2012-May 2013. The organic fertilizers were cow manure (CM), rock phosphate (RP) and rice-hull ash (HA). The fertilizer was combined into four combinations, CM + RP, CM + HA, RP +HA, and CM +RP +HA; with one control (without fertilizer). Treatment was arranged with randomized completely block design with three replications. Two experiments were set in the second season, i.e. the effect of organic fertilizing in the second season and the effect of organic fertilizer residue.

The result showed that organic fertilizer gave same effect on growth, shoot production and metabolite content of waterleaf. Vitamin C was positively correlated to flavonoid content while flavonoid and vitamin C content was negatively correlated to K. Low rain intensity in the second harvest increased POD activity while flavonoid content decreased that was caused by precursor competition in flavonoid and lignin biosynthesis. Lignin biosynthesis is catalyzed by POD enzyme.

Application of organic fertilizer in the second season increased growth, production, and metabolite content of waterleaf shoot. Cow manure + rock phosphate + rice-hull ash treatment gave the highest increase of shoot production compared to control treatment. Organic fertilizer residue from first season gave the same effect on growth and shoot production compared to control treatment. There was no significant difference effect between residual effect and organic fertilizer added in the second season. Growth and shoot production in the second season was lower than first season that was caused by low of rain intensity that inhibited the growth of waterleaf. The same condition also occurred in waterleaf metabolite content. Vitamin C content decreased in the second season while flavonoid content increased.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN, PRODUKSI, DAN KADAR METABOLIT

PUCUK KOLESOM (

Talinum triangulare

(Jacq.) Willd)

DENGAN PEMUPUKAN ORGANIK BERULANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik

Berulang Nama : Ismail Saleh NIM : A252110151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS Ketua

Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah pemupukan organik, dengan judul Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik

Berulang. Bagian dari tesis ini diajukan untuk diterbitkan di Jurnal Agronomi Indonesia dengan judul Shoot Production and Metabolite Content of Waterleaf with Organic Fertilizing.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS dan Ibu Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Ibu Dr Ir Maya Melati, MS, MSc yang telah banyak memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada SEAFAST Center IPB atas sebagian biaya penelitian melalui Tropical Plant Curriculum Project. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 4

Bahan 5

Alat 5

Prosedur Analisis Data 5

Pelaksanaan Percobaan 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Percobaan I. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di

Musim Tanam Pertama 9

Kondisi Umum 9

Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB) pada Tanaman yang Tidak Dipanen di Musim Tanam Pertama 11 Pertumbuhan Tanaman di Musim Tanam Pertama 12 Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam

Pertama

Percobaan II. Pengaruh Penambahan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Senyawa Metabolit Pucuk

Kolesom di Musim Tanam ke-Dua 16

Kondisi Umum 16

Laju Tumbuh Relatif dan Laju Asimilasi Bersih pada Tanaman yang

Tidak Dipanen 17

Pertumbuhan Tanaman Kolesom dengan Penambahan Pupuk

Organik di Musim Tanam ke-Dua 18

Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Penambahan

Pupuk Organik di Musim Tanam ke-Dua 18

Percobaan III. Pengaruh Residu Pupuk Organik Musim Tanam Pertama terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit

(16)

Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB) pada

Tanaman yang Tidak Dipanen 22

Pertumbuhan Tanaman dengan Residu Pupuk Organik di Musim

Tanam ke-Dua 22

Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Residu Pupuk Organik

Pembahasan 26

Kondisi Hara Tanah dan Tanaman 26

Pertumbuhan Tanaman Kolesom yang Tidak Dipanen 27 Pertumbuhan Tanaman Kolesom dengan Pemanenan Berulang 29

Produksi Pucuk Kolesom 31

Kadar Senyawa Metabolit Pucuk Kolesom 33

4 SIMPULAN 42

Simpulan 42

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 45

(17)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi perlakuan pupuk organik 5

2 Kadar hara tanah dan tajuk kolesom di musim tanam pertama 10 3 pH tanah, kadar C-organik dan rasio C/N tanah sebelum dan sesudah

penanaman di musim tanam pertama 10

4 Kondisi curah hujan mingguan pada musim tanam pertama 11 5 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman

kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam

pertama 12

6 Pertumbuhan pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik

di musim tanam pertama 13

7 Produksi pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di

musim tanam pertama 14

8 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk kolesom pada berbagai kombinasi

pupuk organik di musim tanam pertama 14

9 Kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama 15 10 Total bobot kering dan rata-rata kadar metabolit pucuk kolesom di

musim tanam pertama 15

11 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom pada musim tanam

pertama 16

12 Kadar hara tanah awal pada musim tanam ke-dua 16 13 Kondisi curah hujan pada musim tanam ke-dua 17 14 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman

kolesom dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua 17 15 Pertumbuhan tanaman pada berbagai kombinasi pupuk organik di

musim tanam ke-dua 18

16 Produksi pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik di

musim tanam ke-dua 19

17 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman dengan penambahan

pupuk organik di musim tanam ke-dua 19

18 Kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua 20 19 Total bobot kering dan rata-rata kadar metabolit pucuk kolesom

dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua 21 20 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom dengan

penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua 21 21 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman

kolesom dengan residu pupuk organik di musim tanam ke-dua 22 22 Pertumbuhan kolesom dengan residu pupuk organik di musim tanam

ke-dua 23

23 Produksi pucuk kolesom dengan residu pupuk organik pada tiga

waktu panen di musim tanam ke-dua 24

24 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman dengan residu pupuk

organik di musim tanam ke-dua 24

25 Kadar metabolit pucuk kolesom dengan residu pupuk organik di

(18)

26 Total bobot kering pucuk dan kadar metabolit pucuk kolesom dengan

residu pupuk organik di musim tanam ke-dua 25

27 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom dengan residu

pupuk organik 26

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Alir kegiatan penelitian produksi dan kadar metabolit pucuk kolesom dengan pemupukan organik dan pemanenan berulang 4 2 Persentase peningkatan kadar hara tajuk kolesom terhadap perlakuan

kontrol di musim tanam pertama 10

3 Histogram laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB)

tanaman kolesom yang tidak dipanen 28

4 Histogram perbandingan pertumbuhan tanaman antara musim tanam

pertama dengan musim tanam ke-dua 30

5 Total produksi pucuk kolesom berdasarkan (a) bobot basah (b) bobot kering pada musim tanam pertama dan musim tanam ke-dua 32 6 Produksi pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik dan

residu pada musim tanam ke-dua (a) produksi pucuk basah pada setiap waktu panen dan total produksi pucuk (b) total produksi pucuk

kering pada setiap waktu panen 33

7 Histogram curah hujan dan pengaruhnya terhadap kadar senyawa metabolit pucuk kolesom di musim tanam pertama 35 8 Histogram curah hujan dan pengaruhnya terhadap kadar metabolit

pucuk kolesom di musim tanam ke-dua dengan penambahan pupuk

organik. 36

9 Histogram data curah hujan dan pengaruhnya terhadap kadar metabolit pucuk kolesom di musim tanam ke-dua 37 10 Biosintesis vitamin C, flavonoid, dan lignin 38 11 Kadar metabolit pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik

dan residu pada musim tanam ke-dua 39

12 Kadar metabolit pucuk kolesom pada musim tanam pertama dan

musim tanam ke-dua 41

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Persiapan contoh untuk analisis protein dan enzim POD 45

2. Prosedur analisis protein 45

3. Prosedur analisis aktivitas enzim POD 45

4. Prosedur analisis flavonoid 45

5. Prosedur analisis vitamin C 46

(19)
(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.)Willd) merupakan tanaman tahunan

yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Selain itu, kolesom juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dengan mengonsumsi pucuknya. Pucuk kolesom dapat dipanen dengan interval panen terbaik 15 hari sekali (Susanti et al. 2011).

Kolesom juga disebut krokot landa atau postelein. Bentuk tanaman terna atau semak kecil dengan daun tebal berdaging, duduknya tersebar atau berhadapan (Tjitrosoepomo 2007).

Kolesom dapat disebut sebagai sayuran fungsional karena mengandung beberapa bahan bioaktif yang dapat mempengaruhi fisiologis dan berdampak positif untuk kesehatan. Kadar protein, lemak, karbohidrat, serat, dan energi pada kolesom berturut-turut adalah 5.1, 1.33, 1.05, 8% bobot kering, dan 36.6 Kcal (100 g)-1 (Kwenin et al. 2011). Daun kolesom juga memiliki kandungan beberapa

mineral seperti Ca (2.44 mg (100 g)-1), K (6.10 mg (100 g)-1), Mg (2.22 mg (100 g)-1), Na (0.28 mg (100 g)-1), dan Fe (0.43 mg (100 g)-1) (Mensah et al. 2009)

serta kandungan bioaktif seperti antosianin, alkaloid, flavonoid, saponin, dan tannin (Mensah et al. 2009; Susanti et al. 2008; Mualim et al. 2009; Aja et al.

2010; Andarwulan et al. 2010). Umbi kolesom juga bersifat sebagai antioksidan

(Estiasih dan Kurniawan 2007).

Kolesom mengandung metabolit primer dan sekunder yang dibutuhkan oleh manusia. Kandungan metabolit primer yang terdapat pada kolesom antara lain vitamin C (Andarwulan et al. 2012; Mualim et al. 2012). Vitamin C berfungsi

sebagai antioksidan bagi manusia dengan melindungi membran eritrosit, menjaga fleksibilitas dari pembuluh darah dan membantu penyerapan zat besi pada tubuh (Adegunwa 2011). Vitamin C disintesis oleh tanaman dengan prekursor D-glukosa-6-P (Valpuesta dan Botella 2004).

Kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada kolesom antara lain flavonoid dan lignin. Kedua senyawa tersebut merupakan kelompok senyawa fenolik dengan prekursor p-coumaroyl CoA (Vogt 2010). Flavonoid merupakan

salah satu golongan senyawa terbesar dari kelompok fenolik. Fungsi flavonoid bagi tanaman antara lain mencegah kerusakan tanaman dari sinar UV dan penarik serangga untuk penyerbukan (Taiz dan Zeiger 2002) dan bagi manusia bermanfaat sebagai antioksidan untuk mencegah kanker (Ren et al. 2003). Lignin merupakan

salah satu senyawa dari golongan fenolik non flavonoid. Fungsi lignin bagi tanaman yaitu untuk melindungi dari serangan serangga dan herbivora. Selain itu lignin juga dapat berfungsi untuk mencegah penyebaran patogen (Taiz dan Zeiger 2002). Biosintesis dari lignin dipengaruhi oleh aktivitas enzim peroksidase (POD) yang mengubah koniferil, sinapil, dan p-koumaril alkohol (Boerjan et al. 2003).

Lignifikasi pada tanaman mempengaruhi citarasa buah dan sayuran (Vickery dan Vickery 1981). Lignin termasuk ke dalam kelompok serat pangan yang bermanfaat untuk kesehatan manusia (Cseke et al. 2006).

(21)

2

saat ini banyak digunakan untuk mendukung sistem pertanian organik. Keunggulan pupuk organik dibandingkan pupuk anorganik adalah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah selain dapat menyumbang unsur hara pada tanah dan tanaman.

Pertanian organik dapat disebut sebagai sistem pertanian yang dapat memberikan kondisi yang sesuai untuk meningkatkan kualitas sayuran seperti kandungan gizi, citarasa, dan kualitas penyimpanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan budidaya konvensional (Huber et al. 2011). Kelebihan

sayuran organik lainnya adalah rendahnya kandungan nitrat dan tinggi kandungan senyawa fenolik dan vitamin C yang bermanfaat untuk kesehatan seperti antikarsinogenik (Rembialkowska 2007).

Kelemahan pemupukan organik seperti yang terdapat pada penelitian Mualim et al. (2012) pada tanaman kolesom menunjukkan bahwa pemupukan

organik pada musim hujan memberikan produksi pucuk yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pemupukan anorganik. Selain itu ketersediaan hara dari pupuk organik cenderung lambat karena harus mengalami proses mineralisasi supaya dapat diserap oleh tanaman. Seringkali pengaruh dari pupuk organik tidak langsung terlihat pada satu musim tanam namun pada musim tanam berikutnya. Oleh karena itu pengaruh residu pupuk organik di musim tanam ke-dua juga perlu dipelajari untuk mengetahui efektivitas penambahan pupuk organik di musim tanam berikutnya.

Beberapa pupuk organik yang dapat digunakan antara lain pupuk kandang sapi, rock phosphate, dan abu sekam. Pupuk kandang sapi dapat digunakan

sebagai sumber N, rock phosphate sebagai sumber P (Havlin et al. 2005), dan abu

sekam sebagai sumber K (Hadi 2005) walaupun dari masing-masing pupuk tersebut memiliki kandungan hara yang lengkap. Kombinasi dari pupuk tersebut perlu dipelajari untuk mengetahui kombinasi pupuk organik yang tepat dan efektif untuk pertumbuhan dan kadar metabolit pucuk kolesom.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Mualim (2012) pada kolesom yaitu menganalisis kadar flavonoid, vitamin C, aktivitas enzim POD, dan produksi pucuk tanaman kolesom pada umur 2, 4, dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST). Mualim (2012) menyatakan bahwa produksi pucuk kolesom tertinggi diperoleh saat tanaman berumur 6 MST. Namun pada penelitian ini banyak pucuk yang layak panen saat tanaman berumur 6 MST sehingga pemanenan dimulai pada 8 MST. Belum terdapat informasi mengenai kadar senyawa-senyawa metabolit tersebut pada umur yang lebih lanjut sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas POD pada saat panen umur 8, 10, 12, dan 14 MST dengan sistem pemanenan berulang.

Perumusan Masalah

(22)

3 kondisi lahan tertentu. Residu dari kombinasi pupuk organik juga perlu diteliti untuk mengetahui apakah perlu dilakukan pemupukan kembali pada musim tanam berikutnya.

Kolesom merupakan tanaman tahunan yang pucuknya dapat dipanen berulang dengan interval panen 15 hari. Setiap waktu panen memiliki dinamika produksi pucuk dan kadar metabolit yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Oleh karena itu perlu dipelajari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar metabolit dari pucuk kolesom dari setiap waktu pemanenan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kombinasi pupuk organik terhadap pertumbuhan, produksi pucuk, kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD pada pemanenan berulang pada dua musim tanam serta residunya di musim tanam ke-dua.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi pupuk organik yang tepat untuk meningkatkan produksi pucuk serta kadar metabolit, baik metabolit primer seperti vitamin C maupun metabolit sekunder seperti flavonoid dan lignin. Efektivitas aplikasi pupuk organik perlu diperhatikan karena volume pupuk organik yang lebih besar jika dibandingkan dengan pupuk anorganik untuk mendapatkan kadar hara yang sama.

Ruang Lingkup Penelitian

Rangkaian percobaan dilakukan untuk menjawab tujuan dari penelitian (Gambar 1). Terdapat tiga percobaan yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor serta Laboratorium Plant Analysis and Chromatography Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Percobaan 1

(23)

4

Gambar 1 Bagan Alir kegiatan penelitian produksi dan kadar metabolit pucuk kolesom dengan pemupukan organik dan pemanenan berulang

2

METODE

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Darmaga, Bogor pada bulan November 2012 sampai Mei 2013. Analisis kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD dilakukan di Plant Analysis and Cromatography Laboratory Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Analisis kadar hara tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

Penelitian ini terdiri atas dua musim tanam. Musim tanam pertama yaitu untuk mempelajari pengaruh kombinasi pupuk organik terhadap pertumbuhan, produksi, dan kadar metabolit pucuk kolesom yang dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai Februari 2013. Musim tanam ke-dua terdapat dua set percobaan yaitu pengaruh penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua dan pengaruh residu pupuk organik musim tanam pertama terhadap tanaman kolesom di musim tanam ke-dua. Percobaan ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2013.

Jenis pupuk organik yang digunakan terdiri atas pupuk kandang sapi, rock phosphate, dan abu sekam padi. Empat kombinasi dari pupuk kandang tersebut

dikombinasikan dengan menggunakan metode minus one test. Dosis rekomendasi

dari masing-masing jenis pupuk mengacu pada Farchany (2012). Perlakuan pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Kolesom

Pengaruh kombinasi pupuk organik pada musim tanam pertama

Pengaruh penambahan pupuk organik pada musim tanam ke-dua

Pengaruh residu pupuk organik musim pertama pada musim tanam

ke-dua

Kombinasi pemupukan organik yang tepat untuk kolesom yang dipanen pada umur 8, 10, 12, dan

(24)

5 Tabel 1 Kombinasi perlakuan pupuk organik

Perlakuan

Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor)

Bahan

Bahan yang digunakan untuk percobaan lapangan adalah setek kolesom dengan ukuran panjang 10 cm, kapur pertanian, arang sekam, pupuk kandang sapi,

rock phosphate, dan abu sekam. Bahan untuk analisis kimia di laboratorium antara

lain bahan untuk analisis kadar vitamin C (larutan iodin, buffer vitamin C, KI,),

bahan untuk analisis kadar flavonoid (metanol, etanol, aluminium klorida, potassium asetat), serta bahan untuk analisis aktivitas enzim POD (aminoantipyrine, fenol, dan H2O2).

Alat

Alat yang digunakan untuk percobaan lapangan adalah alat-alat pertanian, sedangkan alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium antara lain Shimadzu UV-1800 spectrophotometer (Japan) yang dihubungkan dengan

software UV Probe 2.34 untuk analisis menggunakan spektrofotometri, Eyela

waterbath SB-24 untuk inkubasi, freeze dryer Flexy-DryTM MP (USA) untuk

mengeringkan daun kolesom dengan suhu -50ºC, dan centrifuge Heraeus

Labofuge-400R.

Prosedur Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor. Terdapat lima perlakuan yang diulang tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Data dianalisis dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk membedakan nilai tengah antar perlakuan. Data juga dianalisis dengan menggunakan uji t-student untuk

(25)

6

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan I. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam Pertama

Percobaan dilakukan menggunakan petakan yang berukuran 5 m x 5 m (25 m2 per petak). Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm. Perlakuan dasar adalah arang sekam dan kapur pertanian masing-masing sebanyak 2 ton ha-1 yang diaplikasikan dua minggu sebelum tanam. Aplikasi perlakuan pupuk organik juga dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan cara dilarik per baris tanam kecuali rock phosphate yang diberikan per lubang tanam. Bahan tanam yang

digunakan adalah setek kolesom dengan ukuran 10 cm. Penanaman dilakukan langsung di lapangan.

Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, lebar tajuk, jumlah cabang primer dan sekunder yang diukur setiap minggu. Pengamatan destruktif pada tanaman yang tidak dipanen meliputi laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) yang dilakukan pada umur 5, 8, 11, dan 14 MST. Pengamatan destruktif dilakukan dengan cara mencabut satu tanaman pinggir di luar tanaman contoh untuk setiap satu-satuan percobaan.

Laju tumbuh relatif (South 1995) dan laju asimilasi bersih tanaman kolesom dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

���= ln�2−ln�1

�2− �1 �ℎ���

−1

Keterangan:

W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2

� = 2− 1

W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 A1 = luas daun total pada waktu t1

A2= luas daun total pada waktu t2

(26)

7 dimodifikasi. Kadar flavonoid diukur dengan menggunakan metode aluminium chloride colorimetric dengan modifikasi (Mualim 2012). Analisis kadar vitamin C

dan flavonoid dilakukan dengan cara duplo untuk masing-masing sampel.

Aktivitas enzim POD dianalisis dengan menggunakan metode Dangcham et al.

(2008).

Analisis kadar N, P, K, C-organik, dan pH tanah dilakukan sebelum aplikasi pemupukan dan sesudah penanaman. Analisis kadar N, P, K, dan C-organik jaringan tanaman dilakukan saat tanaman berumur 14 MST setelah panen ke-tiga. Analisis kadar hara tanah dan jaringan menggunakan metode Balittanah (2005). Sampel tanah dan jaringan merupakan komposit dari tiga ulangan.

Percobaan II. Pengaruh Penambahan Pupuk Organik terhadap

Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Lahan yang digunakan pada percobaan ini adalah setengah dari lahan yang digunakan pada musim tanam pertama dengan ukuran 5 m x 2.5 m. Percobaan ini dilaksanakan setelah penanaman kolesom di musim tanam pertama. Lahan bekas penanaman kolesom di musim tanam pertama diberi pupuk organik dengan kombinasi dan dosis yang sama dengan musim tanam sebelumnya. Bibit kolesom disemai terlebih dahulu di polybag dengan menggunakan media arang sekam

untuk memudahkan perawatan bibit kolesom serta untuk mengurangi persentase kematian bibit ketika langsung ditanam di lapangan. Bibit dipindahtanamkan ke lahan yang telah diberi pupuk organik dua minggu setelah pembibitan.

Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, lebar tajuk, jumlah cabang primer dan sekunder yang diukur setiap minggu. Pengamatan destruktif pada tanaman yang tidak dipanen meliputi laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) yang dilakukan pada umur 5, 7, 9, dan 11 MST. Pengamatan destruktif dilakukan dengan cara mencabut satu tanaman pinggir di luar tanaman contoh untuk setiap satu-satuan percobaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih sama dengan rumus yang digunakan di musim tanam pertama.

Pemanenan pucuk dilakukan ketika tanaman berumur 8, 10, dan 12 MST. Panen dilakukan tiga kali dengan interval 15 hari sekali mengacu pada Susanti (2012). Kriteria pucuk yang layak panen adalah pucuk yang berukuran 10 cm dari ujung daun yang ditegakkan. Pengamatan saat panen pucuk yaitu jumlah pucuk per tanaman, bobot per pucuk, dan bobot pucuk per tanaman kemudian dilanjutkan dengan analisis kadar senyawa metabolit pucuk kolesom di laboratorium yang meliputi kadar vitamin C dengan menggunakan metode titrimetri yang dimodifikasi. Kadar flavonoid diukur dengan menggunakan metode aluminium chloride colorimetric dengan modifikasi (Mualim 2012).

Analisis kadar vitamin C dan flavonoid dilakukan dengan cara duplo untuk

masing-masing sampel. Aktivitas enzim POD dianalisis dengan menggunakan metode Dangcham et al. (2008). Analisis tanah awal pada percobaan ini sama

(27)

8

Percobaan III. Pengaruh Residu Pupuk Organik Musim Tanam Pertama terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Lahan yang digunakan pada percobaan ini adalah setengah dari lahan yang digunakan pada percobaan I dengan ukuran 5 m x 2.5 m. Percobaan ini dilaksanakan setelah penanaman kolesom di musim tanam I. Lahan tersebut tidak diberi pupuk organik kembali. Sumber hara pada percobaan ini diharapkan diperoleh dari residu pupuk organik di musim tanam sebelumnya. Bibit kolesom dibibitkan terlebih dahulu di polybag dengan menggunakan media arang sekam

untuk memudahkan perawatan bibit kolesom serta untuk mengurangi persentase kematian bibit ketika langsung ditanam di lapangan. Bibit dipindahtanamkan ke lahan yang telah diberi pupuk organik dua minggu setelah pembibitan.

Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, lebar tajuk, jumlah cabang primer dan sekunder yang diukur setiap minggu. Pengamatan destruktif pada tanaman yang tidak dipanen meliputi laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) yang dilakukan pada umur 5, 7, 9, dan 11 MST. Pengamatan destruktif dilakukan dengan cara mencabut satu tanaman pinggir di luar tanaman contoh untuk setiap satu-satuan percobaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman kolesom sama dengan rumus pada musim tanam pertama.

Pemanenan pucuk dilakukan ketika tanaman berumur 8, 10, dan 12 MST. Panen dilakukan tiga kali dengan interval 15 hari sekali mengacu pada Susanti (2012). Kriteria pucuk yang layak jual adalah pucuk yang berukuran 10 cm dari ujung daun yang ditegakkan. Pengamatan saat panen pucuk yaitu jumlah pucuk per tanaman, bobot per pucuk, dan bobot pucuk per tanaman kemudian dilanjutkan dengan analisis kadar senyawa metabolit pucuk kolesom di laboratorium yang meliputi kadar vitamin C dengan menggunakan metode titrimetri yang dimodifikasi. Kadar flavonoid diukur dengan menggunakan metode aluminium chloride colorimetric yang dimodifikasi (Mualim 2012).

Analisis kadar vitamin C dan flavonoid dilakukan dengan cara duplo untuk

(28)

9

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan I. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam Pertama

Kondisi Umum

Kadar Hara Tanah dan Tajuk Kolesom

Hasil analisis tanah sebelum aplikasi pemupukan, setelah penanaman, dan kadar hara pada jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar hara tanah sebelum aplikasi pemupukan dihitung berdasarkan hasil penjumlahan analisis tanah awal sebelum pemupukan dengan prediksi sumbangan hara yang diperoleh dari pupuk organik pada masing-masing perlakuan sedangkan hasil analisis tanah di akhir percobaan menunjukkan kadar hara total pada tanah.

Kadar N total pada lahan percobaan mengalami penurunan dari awal sebelum aplikasi pemupukan. Berdasarkan Balittanah (2005) status N di awal percobaan sebelum aplikasi pemupukan tergolong sedang namun di akhir percobaan tergolong rendah. Hal tersebut diduga karena unsur N yang berasal dari pupuk organik sebagian besar belum tersedia untuk tanaman sehingga serapan hara berasal dari N tanah.

Kadar P tanah tersedia di awal percobaan sebelum aplikasi pemupukan tergolong sangat rendah (Balittanah 2005). Kurangnya ketersediaan P pada tanaman disebabkan oleh pH tanah yang agak masam (Tabel 3). Rasio C/N pada tanah tergolong rendah yang memungkinkan proses mineralisasi bahan organik berlangsung.

Persentase peningkatan kadar hara tajuk kolesom terhadap perlakuan kontrol di musim tanam pertama dapat dilihat pada Gambar 2. Pemberian pupuk organik meningkatkan kadar N pada tajuk sedangkan hal sebaliknya terjadi pada kadar K. Diduga N yang diserap tanaman menghambat serapan K karena N lebih banyak diserap dalam bentuk NH4+. Peningkatan kadar P tajuk terdapat pada semua kombinasi kecuali rock phosphate + abu sekam. Walaupun rock phosphate pada

(29)

10

Tabel 2 Kadar hara tanah dan tajuk kolesom di musim tanam pertama

Perlakuan N P K

(30)

11

Curah Hujan

Data curah hujan yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Darmaga ditunjukkan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan selama penelitian berlangsung cukup tinggi.

Tabel 4 Kondisi curah hujan mingguan pada musim tanam pertama

Minggu ke- Curah hujan (mm minggu-1)*

9 168.6

10 240.6

11 42.9

12 17.0

13 177.9

14 168.7

Keterangan: *) data diperoleh dari BMKG Darmaga Bogor

Curah hujan menurun dari panen pertama (10 MST) ke panen ke-dua (12 MST) dan meningkat lagi di panen ke-tiga (14 MST). Fluktuasi curah hujan tersebut berpengaruh terhadap kadar senyawa metabolit yang terdapat pada pucuk kolesom.

Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB) pada Tanaman yang Tidak Dipanen di Musim Tanam Pertama

(31)

12

Tabel 5 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama

Perlakuan Umur (MST)

5-8 8-11 11-14

LTR (x10-2 g hari-1)

Kontrol 10.45a ± 0.8 3.41a ± 1.2 5.54a ± 0.6 PK +RP 8.25a ± 0.8 4.87a ± 0.3 1.86a ± 0.8 PK +AS 9.21a ± 1.4 5.84a ± 0.4 3.17a ± 1.0 RP + AS 11.51a ± 0.0 0.91a ± 0.4 5.94a ± 0.6 PK +RP + AS 11.93a ± 2.0 1.82a ± 2.1 4.34a ± 2.0

LAB (x 10-4 g cm-2 hari-1)

Kontrol 5.35a ± 0.9 2.29ab ± 0.4 8.09a ± 2.3 PK +RP 4.35a ± 0.1 3.72ab ± 0.5 1.97a ± 0.9 PK +AS 4.50a ± 2.2 4.17a ± 1.1 4.13a ± 1.5 RP + AS 5.70a ± 0.0 0.48b ± 0.2 6.10a ± 0.6 PK +RP + AS 6.35a ± 0.5 1.33ab ± 1.6 6.37a ± 4.4

Keterangan : PK : pupuk kandang, RP: rockphosphate, AS: abu sekam; angka yang diikuti oleh

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi (sd)

Pertumbuhan Tanaman di Musim Tanam Pertama

Pertumbuhan tanaman kolesom di musim tanam pertama yang meliputi tinggi taaman, lebar tajuk, jumlah cabang primer, dan jumlah cabang sekunder dapat dilihat pada Tabel 6. Tinggi tanaman, lebar tajuk, serta jumlah cabang primer pucuk kolesom tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata baik antar perlakuan pupuk organik maupun antara pemupukan organik dengan perlakuan kontrol. Perlakuan kombinasi pupuk kandang + rock phosphate

meningkatkan jumlah cabang sekunder pucuk kolesom pada umur 14 MST atau saat panen ke-tiga.

(32)

13 Tabel 6 Pertumbuhan pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di

musim tanam pertama

Keterangan : PK : pupuk kandang, RP: rockphosphate, AS: abu sekam; angka yang diikuti oleh

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi (sd)

Perlakuan kombinasi pupuk kandang + rock phosphate memberikan jumlah

cabang sekunder tertinggi sedangkan perlakuan kombinasi pupuk lengkap memberikan jumlah cabang sekunder terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi pupuk organik lainnya.

Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam Pertama

Produksi Pucuk Kolesom

(33)

14

Tabel 7 Produksi pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama

Perlakuan Umur Panen (MST) Total Produksi Pucuk

10 12 14

Keterangan: PK : pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam, BB: bobot basah; angka

yang diikuti oleh angka yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi (sd)

Jumlah pucuk per tanaman dan bobot per pucuk tidak dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi pupuk organik (Tabel 8). Jumlah pucuk semakin meningkat pada setiap waktu pemanenan dan sebaliknya bobot per pucuk semakin menurun. Pemangkasan atau pemanenan pucuk menyebabkan hilangnya dominansi apikal sehingga menginduksi munculnya cabang-cabang baru pada cabang yang dipanen dengan ukuran yang lebih kecil sehingga ukuran pucuk kolesom semakin mengecil.

Tabel 8 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama

Perlakuan Umur Panen (MST)

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi (sd)

Kadar Metabolit Pucuk Kolesom

(34)

15 Tabel 9 Kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD pada berbagai

kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama Perlakuan Umur Panen (MST)

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; BK: bobot kering, SK: setara kuersetin, U: unit, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi (sd)

Total Bobot Kering, Rata-Rata Kadar Metabolit, dan Produksi Metabolit Pucuk Kolesom

Total bobot kering pucuk kolesom dan rata-rata kadar vitamin C, flavonoid, serta aktivitas enzim POD dari ketiga waktu panen tidak berbeda nyata antar perlakuan pemupukan (Tabel 10). Hal tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh penambahan pupuk organik terhadap produksi pucuk dan kadar metabolit pucuk kolesom di musim tanam pertama.

Tabel 10 Total bobot kering dan rata-rata kadar metabolit pucuk kolesom di musim tanam pertama

Perlakuan Total Produksi Pucuk Vitamin C Flavonoid Aktivitas POD

(g BK tanaman-1) (mg g-1 BK) (mg SK g-1 BK) (x10protein)-3 U (mg -1)

(35)

16

Produksi vitamin C dan flavonoid juga tidak dipengaruhi oleh pemupukan organik di musim tanam pertama (Tabel 11). Produksi metabolit pucuk kolesom diperoleh dari perkalian bobot kering pucuk dengan kadar metabolit pucuk kolesom.

Tabel 11 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom pada musim tanam pertama

Perlakuan Vitamin C Flavonoid mg tanaman-1

Kontrol 361.69a ± 19.7 79.21a ± 11.0 PK + RP 426.21a ± 28.5 92.27a ± 7.8 PK + AS 363.73a ± 102.6 79.53a ± 28.2 RP + AS 458.16a ± 149.0 91.93a ± 16.9 PK + RP + AS 432.70a ± 11.5 87.88a ± 18.8

Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam; BK: bobot kering; angka

yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh standar deviasi.

Percobaan II. Pengaruh Penambahan Pupuk Organik terhadap

Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Senyawa Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Kondisi Umum

Hasil analisis tanah

Analisis tanah awal pada percobaan di musim tanam ke-dua sama dengan hasil analisis tanah akhir di musim tanam pertama. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Kadar N dan K total di lahan penelitian tergolong rendah, sedangkan P total termasuk ke dalam kategori sangat tinggi. Kadar P total yang tinggi belum menggambarkan ketersediaannya bagi tanaman karena ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pH tanah. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa reaksi tanah bersifat masam. Kemasaman tanah yang tinggi menyebabkan P terikat oleh Fe/Al sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Tabel 12 Kadar hara tanah awal pada musim tanam ke-dua

Perlakuan pH H2O C-org (%) N-total (%) P HCl 25% (ppm) K HCl 25% (ppm) Kontrol 5.50 1.51 0.16 517.10 63.96 PK +RP 5.50 1.60 0.17 280.60 93.48 PK +AS 5.90 1.35 0.14 492.30 71.34 RP + AS 5.40 1.60 0.17 495.90 76.26 PK +RP + AS 5.70 1.60 0.17 513.50 95.94

(36)

17

Curah Hujan

Kondisi curah hujan di musim tanam ke-dua relatif lebih rendah dibandingkan dengan di musim tanam pertama. Curah hujan pada 7 MST sampai 12 MST disajikan pada Tabel 13. Curah hujan yang diterima kolesom dua minggu sebelum panen pertama, ke-dua, dan ke-tiga berturut-turut adalah 74.9, 129.2, dan 229.1 mm per minggu.

Tabel 13 Kondisi curah hujan pada musim tanam ke-dua

Minggu ke- Curah hujan (mm minggu-1)*

Keterangan: *Data diambil dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor

Laju Tumbuh Relatif dan Laju Asimilasi Bersih pada Tanaman yang Tidak Dipanen

Laju tumbuh relatif (LTR) tanaman kolesom tidak dipengaruhi oleh penambahan pupuk di musim tanam ke-dua sedangkan laju asimilasi bersih (LAB) berbeda nyata pada umur 9-11 MST (Tabel 14). LAB tertinggi terdapat pada kombinasi pupuk kandang + rock phosphate. Nilai negatif pada LTR dan

LAB menunjukkan penurunan biomassa tanaman dan luas daun yang disebabkan oleh berkurangnya luas daun serta berkurangnya biomassa tanaman karena terserang oleh penyakit busuk bakteri.

Tabel 14 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman kolesom dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua Perlakuan 5-7 Umur (MST) 7-9 9-11

(37)

18

Pertumbuhan Tanaman Kolesom dengan Penambahan Pupuk Organik di Musim Tanam ke-Dua

Pengaruh penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua terhadap komponen pertumbuhan tanaman kolesom seperti tinggi, lebar tajuk, dan jumlah cabang dapat dilihat pada Tabel 15. Pemberian kombinasi pupuk lengkap di musim tanam ke-dua menghasilkan tajuk terlebar saat 12 MST (panen ke-tiga). Perlakuan kontrol menghasilkan lebar tajuk terendah. Peubah-peubah lain menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.

Tabel 15 Pertumbuhan tanaman pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam ke-dua

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Penambahan Pupuk Organik di Musim Tanam ke-Dua

Produksi Pucuk Kolesom

(38)

19 terpenuhi dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua karena sifat hara dari pupuk organik yang lambat tersedia untuk tanaman.

Tabel 16 Produksi pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua

Perlakuan Umur Panen (MST) Total produksi pucuk

8 10 12

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; BB: bobot basah, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi

Kombinasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap bobot per pucuk saat panen pertama (8 MST). Bobot per pucuk tertinggi diperoleh dari kombinasi pupuk kandang + rock phosphate sedangkan terendah terdapat pada perlakuan

pupuk kandang + abu sekam (Tabel 17). Jumlah pucuk per tanaman tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk organik.

Seperti halnya pada musim tanam pertama, Jumlah pucuk semakin meningkat pada setiap waktu pemanenan dan sebaliknya bobot per pucuk semakin menurun. Pemangkasan atau pemanenan pucuk menyebabkan dominansi apikal hilang sehingga menginduksi munculnya pucuk-pucuk baru pada cabang tersebut yang ukurannya lebih kecil sehingga ukuran pucuk mengecil.

Tabel 17 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua

Perlakuan Umur Panen (MST)

(39)

20

Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C pada panen ke-dua (10 MST) dan panen ke-tiga (12 MST). Kadar flavonoid berbeda nyata saat panen pertama sedangkan aktivitas enzim POD tidak dipengaruhi oleh pemupukan organik (Tabel 18).

Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi pupuk lengkap saat panen ke-dua terendah pada perlakuan kontrol. Hal sebaliknya terjadi saat panen ke-tiga ketika perlakuan kontrol memberikan kadar vitamin C tertinggi. Kadar flavonoid tertinggi saat panen pertama terdapat pada perlakuan kombinasi

rock phosphate + abu sekam.

Tabel 18 Kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua

Perlakuan Umur Panen (MST)

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; BB: bobot basah, BK: bobot kering, SK: setara kuersetin, U: unit, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Total Bobot Kering, Kadar Metabolit, dan Produksi Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Total bobot kering pucuk dari tiga waktu panen serta rata-rata kadar metabolitnya pada berbagai kombinasi pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 19. Kombinasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap total produksi pucuk kering. Total produksi pucuk tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi pupuk lengkap. Total produksi pucuk kering terendah terdapat pada perlakuan kombinasi pupuk

rock phosphate + abu sekam. Diduga pembentukan pucuk kolesom lebih

(40)

21 aktivitas enzim POD tidak berbeda nyata pada berbagai kombinasi perlakuan pupuk organik.

Tabel 19 Total bobot kering dan rata-rata kadar metabolit pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua

Perlakuan Total Produksi

Pucuk Vitamin C Flavonoid Aktivitas POD (g BK tanaman-1) (mg g-1 BK) (mg SK g-1 BK) (x10-3 U (mg

protein)-1) Kontrol 6.74ab ± 1.0 23.66a ± 1.9 12.27a ± 0.1 5.01a ± 1.2 PK + RP 7.51ab ± 1.3 22.35a ± 2.6 13.06a ± 1.1 3.10a ± 1.5 PK + AS 7.99ab ± 0.9 20.28a ± 2.6 12.00a ± 1.3 3.40a ± 1.1 RP + AS 5.26b ± 1.6 21.88a ± 4.1 13.38a ± 0.6 2.79a ± 1.2 PK + RP + AS 9.49a ± 1.9 22.14a ± 3.0 12.50a ± 1.3 3.51a ± 0.6

Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam; angka yang diikuti oleh

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%, BK: bobot kering, U: unit, SK: setara kuersetin, nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Produksi vitamin C per tanaman dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 20). Produksi flavonoid berbeda nyata dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua. Produksi flavonoid tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi pupuk organik lengkap sedangkan terndah terdapat pada perlakuan kontrol dan kombinasi rock phosphate + abu sekam. Hal tersebut menunjukkan pupuk

kandang dibutuhkan untuk produksi pucuk dan produksi metabolit pucuk kolesom di musim tanam ke-dua.

Tabel 20 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom dengan penambahan pupuk organik di musim tanam ke-dua

Perlakuan Vitamin C Flavonoid mg tanaman-1

Kontrol 160.63a ± 35.9 82.80b ± 12.6 PK + RP 168.03a ± 36.3 97.16ab ± 10.1 PK + AS 161.75a ± 24.7 95.48ab ± 9.0 RP + AS 113.59a ± 30.7 69.72b ± 17.7 PK + RP + AS 213.09a ± 63.0 117.11a ± 13.9

Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam; angka yang diikuti oleh

(41)

22

Percobaan III. Pengaruh Residu Pupuk Organik Musim Tanam Pertama terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom di Musim Tanam ke-Dua

Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB) pada Tanaman yang Tidak Dipanen

Laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman kolesom tidak dipengaruhi oleh residu pupuk organik di musim tanam ke-dua (Tabel 21). LTR cenderung menurun seiring bertambahnya umur tanaman dan demikian juga dengan nilai LAB. Penurunan nilai LTR dan LAB yang cukup signifikan terjadi saat tanaman berumur 9 MST. Hal tersebut disebabkan karena tanaman kolesom sudah memasuki fase generatif sehingga pembentukan organ-organ seperti batang dan daun menurun.

Tabel 21 Laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman kolesom dengan residu pupuk organik di musim tanam ke-dua

Residu Umur (MST)

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Pertumbuhan Tanaman dengan Residu Pupuk Organik di Musim Tanam ke-Dua

(42)

23 Tabel 22 Pertumbuhan kolesom dengan residu pupuk organik di musim tanam

ke-dua

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Produksi dan Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Residu Pupuk Organik

Produksi Pucuk Kolesom

(43)

24

Tabel 23 Produksi pucuk kolesom dengan residu pupuk organik pada tiga waktu panen di musim tanam ke-dua

Residu Umur Panen (MST) Total produksi pucuk 8 MST 10 MST 12 MST

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi

Tabel 24 Bobot per pucuk dan jumlah pucuk per tanaman dengan residu pupuk

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Kadar Metabolit Pucuk Kolesom dengan Residu Pupuk Organik

Residu pupuk organik berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan flavonoid saat 10 MST (panen ke-dua) (Tabel 25). Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan residu kombinasi rock phosphate + abu sekam sedangkan

kadar vitamin C terendah terdapat pada perlakuan residu pupuk kandang + rock phosphate. Kadar flavonoid tertinggi terdapat pada perlakuan residu kombinasi

pupuk lengkap sedangkan kadar flavonoid terendah terdapat pada perlakuan residu pupuk kandang + rock phosphate. Aktivitas enzim POD tidak berbeda

(44)

25 Tabel 25 Kadar metabolit pucuk kolesom dengan residu pupuk organik di musim

tanam ke-dua

huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; BB: bobot basah, BK: bobot kering, SK: setara kuersetin, U: unit, milai rataan diikuti oleh nilai standar deviasi.

Total Bobot Kering, Rata-Rata Kadar Metabolit, dan Produksi Metabolit Pucuk Kolesom dengan Residu Pupuk Organik

Total produksi pucuk kering dan rata-rata kadar metabolit pucuk kolesom tidak berbeda nyata pada perlakuan residu pupuk organik di musim tanam ke-dua (Tabel 26). Hal tersebut menunjukkan residu pupuk organik di musim tanam pertama tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup untuk produksi pucuk kolesom dan peningkatan kadar metabolit pada pucuknya.

Tabel 26 Total bobot kering pucuk dan kadar metabolit pucuk kolesom dengan residu pupuk organik di musim tanam ke-dua

Residu Total Produksi

Pucuk Vitamin C Flavonoid Aktivitas POD (g BK tanaman-1) (mg g-1 BK) (mg SK g-1 BK) (x10-3 U (mg

(45)

26

Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom per tanaman menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan residu pupuk organik (Tabel 27). Hal tersebut menunjukkan bahwa residu pupuk organik di musim tanam ke-dua tidak dapat memberikan hara yang cukup untuk produksi pucuk kolesom dan peningkatan kadar metabolitnya.

Tabel 27 Produksi vitamin C dan flavonoid pucuk kolesom dengan residu pupuk organik

Perlakuan Vitamin C Flavonoid mg tanaman-1

Keterangan: PK: pupuk kandang, RP: rock phosphate, AS: abu sekam; BK: bobot kering; angka

yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5%; nilai rataan diikuti oleh standar deviasi.

Pembahasan

Kondisi Hara Tanah dan Tanaman

Aplikasi pemupukan organik pada lahan diharapkan dapat meningkatkan kadar hara pada lahan tersebut serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah namun salah satu kelemahan dari penggunaan pupuk organik adalah ketersediaannya yang cenderung lambat dibandingkan dengan pupuk anorganik. Pupuk organik terlebih dahulu mengalami mineralisasi untuk dapat tersedia bagi tanaman (Havlin et al. 2005).

Kadar N dan K tanah di awal percobaan pada musim tanam pertama termasuk ke dalam kategori sedang sedangkan kadar P tersedia termasuk ke dalam kategori sangat rendah (Tabel 2). Ketersediaan P di lahan tersebut sangat rendah karena pH tanah yang agak masam. Fosfor mengendap menjadi Fe/Al-P atau diserap oleh permukaan oksida Fe/Al dan mineral liat (Havlin et al. 2005).

Terjadi penurunan kadar N total dari awal ke akhir penanaman di musim tanam pertama. Pemberian pupuk organik Diduga kolesom banyak menyerap nitrogen karena nitrogen dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan vegetatifnya. Kolesom yang dipanen pucuknya secara berulang akan selalu tetap memperpanjang fase vegetatifnya karena pembentukan bunga dan biji terhambat sehingga merangsang terbentuknya pucuk baru.

Aplikasi pemupukan organik di musim tanam pertama pada tanaman kolesom meningkatkan kadar N pada jaringan tanaman dibandingkan perlakuan kontrol (Gambar 2). Berkebalikan dengan N, kadar K menurun dengan penambahan pupuk organik. Diduga N yang diserap oleh tanaman sebagian besar dalam bentuk NH4+. Penyerapan dalam bentuk NH4+ dapat menghambat serapan K+ ke perakaran tanaman (Havlin et al. 2005). Penyerapan dalam bentuk NH4+

(46)

27 antara sel akar dengan lingkungan luar. Hal tersebut berakibat pH tanah setelah penanaman kolesom di siklus pertama menjadi turun (reaksi tanah masam) (Tabel 3). Kolesom yang dipanen berulang akan memperpanjang masa vegetatifnya untuk kembali memproduksi pucuk yang baru sehingga kolesom membutuhkan banyak unsur N untuk pertumbuhannya (Susanti 2012).

Kadar P pada jaringan terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemupukan dan rock phosphate + abu sekam. Serapan P pada tanaman kolesom diduga

terbesar berasal dari pupuk kandang sapi. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan tanpa pupuk kandang memiliki kadar P terendah dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik lainnya. Hasil penelitian Garg dan Bahl (2008) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dengan meningkatkan aktivitas enzim phosphatase. Rock phosphate

walaupun dalam percobaan ini ditujukan sebagai sumber P namun ketersediaannya mungkin masih terbatas untuk tanaman. Rock phosphate

merupakan sumber P yang bersifat slow release. Ketersediaan P dari pupuk rock phosphate dapat ditingkatkan melalui proses pemasaman yang diinduksi dengan

NH4+ (Pickering et al. 2002). Rata-rata kadar P dari semua perlakuan pada

jaringan tanaman kolesom yaitu 0.35%. Havlin et al. (2005) menyatakan bahwa

kadar P pada jaringan tanaman berkisar 0.1-0.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar P kolesom tergolong dalam kategori cukup sehingga sifat pupuk tersebut yang slow release tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan kolesom.

Unsur P dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan indeks luas daun dan produksi pucuk kolesom (Mualim dan Aziz 2011).

Kalium merupakan unsur yang banyak diserap oleh tanaman dan mudah tercuci namun perubahan bentuk dari mineral primer ke bentuk tersedia berjalan sangat lambat (Havlin et al. 2005). Selain itu, tanaman juga cenderung mengambil

K dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi tanaman (Hardjowigeno 2007). Hal tersebut menyebabkan kadar total kalium dalam tanah menjadi rendah setelah musim tanam pertama (Tabel 3).

Pertumbuhan Tanaman Kolesom yang Tidak Dipanen

Pengamatan terhadap kolesom yang tidak dipanen meliputi laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB). Laju tumbuh relatif menunjukkan penambahan biomasa tanaman pada setiap satu satuan waktu. Laju tumbuh relatif pada musim tanam pertama tidak dipengaruhi oleh pemupukan organik (Tabel 5). Demikian juga pada musim tanam ke-dua dengan penambahan pupuk organik (Tabel 14) maupun pada residu pupuk organik (Tabel 21). Tidak adanya perbedaan nyata terhadap nilai LTR pada tanaman yang tidak dipanen tersebut diduga karena kebutuhan hara kolesom dapat terpenuhi tanpa tambahan pupuk organik di musim tanam pertama dan ke-dua.

Nilai laju asimilasi bersih (LAB) berbeda nyata pada umur 8-11 MST pada musim tanam pertama (Tabel 5). Nilai LAB pada tanaman yang tidak dipanen tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk kandang + abu sekam dan nilai terendah terdapat pada perlakuan rock phosphate + abu sekam. Hal tersebut menunjukkan

(47)

28

tanaman (Havlin et al. 2005). Demikian juga pada musim tanam ke-dua. Nilai

LAB saat umur 9-11 MST terendah terdapat pada perlakuan rock phosphate + abu

sekam.

Nilai LTR dan LAB mengalami penurunan yang cukup signifikan pada umur 8-11 MST baik di musim tanam pertama dan pada 9-11 MST di musim tanam ke-dua. hal tersebut disebabkan pada umur tersebut kolesom sudah memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga. Apabila tanaman sudah memasuki fase reproduksi maka sebagian besar fotosintat akan dialirkan ke organ reproduksi seperti bunga sehingga perkembangan organ-organ vegetatif seperti batang dan daun menurun.

(48)

29

Pertumbuhan Tanaman Kolesom dengan Pemanenan Berulang

Pertumbuhan kolesom secara umum tidak dipengaruhi oleh penambahan pupuk organik saat musim tanam pertama (Tabel 6). Hal tersebut diduga karena kebutuhan hara kolesom dapat terpenuhi tanpa adanya pemupukan karena tanah masih dapat menyediakan hara yang cukup untuk tanaman terutama unsur N. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Farchany (2012) pada tanaman kolesom yang menunjukkan tidak ada pengaruh dosis pupuk organik yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman kolesom sampai umur 6 MST.

Cabang primer merupakan cabang yang keluar dari batang utama, dalam hal ini adalah cabang yang muncul dari setek yang ditanam. Jumlah cabang primer tidak berbeda nyata antar perlakuan pemupukan organik dengan perlakuan kontrol. Hal tersebut diduga karena pembentukan cabang sekunder lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan cabang primer. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah cabang primer yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan cabang sekunder. Cabang sekunder adalah cabang yang muncul dari cabang primer. Cabang sekunder muncul apabila cabang primer telah muncul bunga atau dipanen pucuknya sehingga dominansi apikal dari cabang tersebut hilang. Jumlah cabang sekunder saat panen ke-dua di musim tanam pertama nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah cabang sekunder tidak berbeda nyata antar perlakuan pupuk organik di musim tanam ke-dua baik pada perlakuan penambahan pupuk organik maupun pada perlakuan residu.

Lebar tajuk berkorelasi positif dengan jumlah cabang sekunder (r = 0.77, P<0.01) di musim tanam pertama saat 10 MST. Saat musim tanam ke-dua dengan penambahan pupuk organik lebar tajuk juga berkorelasi positif dengan cabang sekunder (r = 0.67, P<0.01), demikian juga pada perlakuan residu saat panen pertama. Hal tersebut menunjukkan peningkatan lebar tajuk disebabkan oleh peningkatan jumlah cabang sekunder yang muncul dari cabang primer. Cabang sekunder muncul sebagai cabang lateral sehingga meningkatkan lebar tajuk kolesom. Jumlah cabang sekunder saat musim tanam pertama berkorelasi negatif dengan tinggi tanaman saat panen ke-tiga (14 MST). Peningkatan lebar tajuk yang diikuti oleh penurunan tinggi tanaman menunjukkan bahwa pemanenan pucuk kolesom semakin meningkatkan jumlah cabang lateral sehingga pertumbuhan ke atas dari tanaman kolesom terhambat.

(49)

30

(50)

31

Produksi Pucuk Kolesom

Produksi pucuk kolesom pada setiap waktu panen dan total produksi tidak dipengaruhi oleh kombinasi pupuk organik yang diberikan di musim tanam pertama (Tabel 7), ke-dua dengan penambahan pupuk (Tabel 16), serta musim tanam ke-dua dengan perlakuan residu (Tabel 23). Namun setelah dikonversi dengan kadar air pada pucuk kolesom, terdapat perbedaan yang nyata antara total produksi pucuk kering maka penambahan kombinasi pupuk organik lengkap di musim tanam ke-dua meningkatkan total produksi pucuk kering dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Total produksi pucuk terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan rock phosphate + abu sekam atau pada perlakuan tanpa

pupuk kandang (Tabel 19). Hal tersebut menunjukkan bahwa pupuk kandang juga dibutuhkan dalam pembentukan biomassa kolesom seperti pada laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih.

Produksi pucuk kolesom di musim tanam pertama pada penelitian ini sekitar 40 g tanaman-1. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Mualim (2012) yaitu sekitar 200 g tanaman-1 yang dipanen pada umur 6 MST. Hal tersebut diduga akibat adanya perbedaan kondisi lahan sehingga terjadi perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan yang terjadi mungin kesuburan lahan yang berbeda sehingga mempengaruhi produksi pucuk yang dihasilkan. Produksi pucuk kolesom pada penelitian ini mendekati produksi pucuk segar pada penelitian Susanti (2012) yang menunjukkan bobot basah pucuk layak jual berkisar 20-50 g tanaman-1.

Jumlah pucuk yang dipanen meningkat dari panen pertama ke panen berikutnya dan sebaliknya bobot per pucuk menurun pada setiap waktu pemanenan. Saat panen pertama pucuk yang dipanen rata-rata berasal dari cabang primer. Ketika pucuk dipanen dominansi apikal dari cabang tersebut hilang sehingga menginduksi munculnya cabang-cabang baru (cabang sekunder) yang ukurannya lebih kecil sehingga bobot per pucuk yang dihasilkan semakin lama semakin mengecil. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Sumpena (2008) pada tanaman bayam yang menunjukkan bahwa pemangkasan ruas batang merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman dan cabang lateral.

Saat musim tanam pertama bobot per pucuk berkorelasi negatif dengan jumlah pucuk yang dipanen saat panen pertama (10 MST) (r = -0.71, P<0.01). Ukuran pucuk pada perlakuan kontrol nyata lebih besar dibandingkan dengan ukuran pucuk dengan perlakuan pupuk organik namun jumlah pucuk yang dihasilkan oleh perlakuan kontrol relatif lebih sedikit (Tabel 8). Peningkatan jumlah pucuk mengakibatkan ukuran pucuk yang lebih kecil karena adanya persaingan aliran fotosintat untuk pembentukan pucuk. Hal serupa terjadi di musim tanam ke-dua pada saat panen ke-dua (10 MST). Bobot per pucuk perlakuan kontrol lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pemupukan organik (Tabel 17).

Gambar

Gambar 1 Bagan Alir kegiatan penelitian produksi dan kadar metabolit pucuk
Tabel 2 Kadar hara tanah dan tajuk kolesom di musim tanam pertama
Tabel 6 Pertumbuhan pucuk kolesom pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama
Tabel 9 Kadar vitamin C, flavonoid, dan aktivitas enzim POD pada berbagai kombinasi pupuk organik di musim tanam pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa SGB yang diisolasi dari penderita komplikasi obstetri umumnya memiliki virulensi yang tinggi karena mengekspresikan

Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan

P Bagi semua yang berada di sini: Semoga Bapa, menjauhkan dari kita sikap menganggap rendah mereka yang tidak seiman dengan kita, tetapi sebaliknya

Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat keterampilan dan Struktur Kurikulum Diklat Pembentukan Jabatan Fungsional Pranata Humas tingkat

Setelah melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, guru pembimbing akan memberikan umpan balik yang berkaitan dengan kegiatan praktek mengajar yang dilakukan praktikan

Dengan demikian aplikasi tema yang diterapkan pada objek rancangan digunakan pada beberapa bagian desain seperti bentuk, struktur, ruang dalam, ruang luar, utilitas, selubung

Berdasarkan analisis kondisi perusahaan terkait dengan kelemahan yang terjadi pada pengendalian internal pembelian dan persediaan, perlu adanya dukungan sistem informasi akuntansi

• A spatial reference system consists of a coordinate system (which describes a position using either projected or geographic coordinates), a datum (which describes a