TESIS
Oleh
YUNI SYAHRENI NASUTION
087011133/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PRAKTEK
PERSONAL GUARANTEE
DALAM
PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO) Tbk CABANG SIGLI
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUNI SYAHRENI NASUTION
087011133/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS PRAKTEK PERSONAL GUARANTEE DALAM PEMBERIAN KREDIT
PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO) Tbk CABANG SIGLI Nama Mahasiswa : Yuni Syahreni Nasution
Nomor Pokok : 087011133
Program Studi : Kenotariatan
Menyfetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) Ketua
(Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada
Tanggal : 21 Juli 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn
2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
ABSTRAK
Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Bagi bank atau kreditur hadirnya jaminan pribadi ataupersonal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Namun dalam prakteknya permasalahan dapat timbul di kemudian hari akibatpersonal guaranteeini. Hal ini sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee tersebut. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota Sigli. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli, bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktek personal guarantee, serta bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan lokasi penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.
restrukturisasi kredit dan Upaya Eksternal yaitu menyerahkan penagihannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN/KPKNL). Akhirnya disarankan dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur atau penjamin hendaknya kreditur atau bank melakukan penilaian secara sungguh-sungguh sesuai dengan prosedur (bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) agar kelak dikemudian hari hambatan yang ditemui dalam prektek personal guarantee dapat dihindari. Selain itu sebagai debitur atau penjamin hendaknya juga memiliki itikad baik dan kooperatif untuk menyelesaikan kewajibannya atau utangnya sehingga kepentingan debitur, kreditur serta penjamin sama-sama terlindungi.
ABSTRACT
The existence of the third party as the guarantor is one of the effects of world banking development nowadays which can give the benefit for both the debtor and the creditor. For the Bank or creditor, the present of personal guarantee can assure the Bank that the debtor’s debt will be payable. In practice, however, the personal guarantee can also cause some problems. These problems do not only occur in big cities where the activity of giving credit usually occurs, but also in a small town like Sigli. The problems in this research were as follows: how about the procedure of giving personal guarantee as credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, whether there were any obstacles in the practice of personal guarantee, and the effort made by PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, in case the was default.
The research used descriptive method; a descriptive method was a study was described, analyzed, and explained a legal provision theoretically and practically form the field research. The research also used judicial normative and judicial sociological approaches with the location of the research was at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated)Tbk, Sigli.
future in the practice of personal guarantee. It was also recommended that the debtor or the guarantor should have good faith and be cooperative in paying off his debt so that the debtor, the creditor and the guarantor could be protected.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat merampungkan
tesis yang berjudul “Analisis Praktek Personal Guarantee Dalam Pemberian Kredit
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli. ”
Dalam kesempatan ini juga dengan penuh rasa hormat yang tulus, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin
Kalo, SH, M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Notaris Syahril
Sofyan, SH, M.Kn serta Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum masing-masing selaku
anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan perhatian dan
kesempatannya setiap saat pada penulis dalam memberikan pengarahan dalam
menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini.
Kemudian juga penulis tujukan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN,
M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya Program Studi Magister
Kenotariatan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi yang tak
terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan penelitian ini.
3. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan administrasi perkuliahan.
4. Para pegawai/karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli
khususnya kepada divisi ADK Bapak Fauzi A Rani dan divisi AO Bapak
Sardiman serta Bapak Muhammad Abdul Haris yang sangat membantu penulis
dalam penyusunan tesis ini.
5. Abangda Devinsyah Nasution dan kakak tersayang serta sahabat-sahabat yang
telah memberikan dukungan perhatian dan pengertiannya.
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan
yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian tesis ini.
Teristimewa secara khusus penulis menghaturkan sembah sujud dan ucapan
terima kasih tiada terhingga kepada ayahanda H. Darmansyah Nasution dan Ibunda
Hj. Nurmawati Siregar yang dengan penuh kesabaran telah memberikan perhatian,
dorongan dan doa kepada penulis. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih
kepada suami tercinta yang selalu memberikan dorongan serta semangat hingga akhir
Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan masukan
berupa pendapat ilmiah serta bahan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan
satu persatu semoga kiranya amal baik dan keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT.
Sebagai manusia penulis menyadari mungkin penulisan penelitian tesis ini jauh dari
kesempurnaan. Walaupun demikian penulis berharap kiranya tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Juli 2011 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Yuni Syahreni Nasution
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 10 Juni 1984
Status : Menikah
Alamat : Jl. Bromo Gg. Sukri No. 14 Medan
II. ORANG TUA
Nama Ayah : H. Darmansyah Nasution
Nama Ibu : Hj. Nurmawati Siregar
III. PENDIDIKAN
SDN 060800 Medan Lulus Tahun 1996
MTsN I Meulaboh (Aceh Barat) Lulus Tahun1999
SMUN 10 Medan Lulus Tahun 2002
S1 (Strata satu) Fakultas Hukum UISU Lulus Tahun 2007
S1 (Strata satu) Sekolah Tinggi Bahasa Asing Harapan Medan Lulus Tahun 2007
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR... v
RIWAYAT HIDUP... viii
DAFTAR ISI………. ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian ... 17
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19
1. Kerangka Teori ... 19
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian ... 29
1. Spesifikasi Penelitian ... 29
2. Sumber Data ... 30
3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 31
4. Analisis Data ... 32
BAB II PROSEDUR PEMBERIANPERSONAL GUARANTEE SEBAGAI JAMINAN KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI ... 33
A. Jaminan Dalam Kredit Perbankan ... 33
1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Kredit ... 33
2. Jenis Jaminan Kredit dan Pengikatannya... 36
B. Pengertian Dan Dasar HukumPersonal Guarantee ... 42
C. Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Dan Kaitannya Dalam AktaPersonal Guarantee ... 47
D. Prosedur PemberianPersonal GuaranteeSebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ... 53
1. Kebijakan Umum Dalam Perkreditan ... 63
2. Prosedur PemberianPersonal GuaranteeSebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ... 73
E. Akibat Hukum PemberianPersonal Guarantee... 85
1. Akibat Hukum Antara Penjamin dengan Kreditur ... 85
2. Akibat Hukum Antara Penjamin Dan Debitur ... 87
BAB III HAMBATAN YANG DITEMUI DALAM PRAKTEKPERSONAL GUARANTEE... 90
A. Terjadinya Wanprestasi ... 90
B. Kredit Mulai Menunjukkan Gejala Macet ... 94
A. Kredit Dinyatakan Macet... 96
B. Tanggung Jawab Penjamin ... 102
BAB IV UPAYA YANG DILAKUKAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI APABILA PENJAMIN WANPRESTASI... 107
A. Upaya Internal ... 107
B. Upaya Eksternal ... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125
A. Kesimpulan ... 125
B. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 128
ABSTRAK
Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Bagi bank atau kreditur hadirnya jaminan pribadi ataupersonal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Namun dalam prakteknya permasalahan dapat timbul di kemudian hari akibatpersonal guaranteeini. Hal ini sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee tersebut. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota Sigli. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli, bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktek personal guarantee, serta bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan lokasi penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.
restrukturisasi kredit dan Upaya Eksternal yaitu menyerahkan penagihannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN/KPKNL). Akhirnya disarankan dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur atau penjamin hendaknya kreditur atau bank melakukan penilaian secara sungguh-sungguh sesuai dengan prosedur (bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) agar kelak dikemudian hari hambatan yang ditemui dalam prektek personal guarantee dapat dihindari. Selain itu sebagai debitur atau penjamin hendaknya juga memiliki itikad baik dan kooperatif untuk menyelesaikan kewajibannya atau utangnya sehingga kepentingan debitur, kreditur serta penjamin sama-sama terlindungi.
ABSTRACT
The existence of the third party as the guarantor is one of the effects of world banking development nowadays which can give the benefit for both the debtor and the creditor. For the Bank or creditor, the present of personal guarantee can assure the Bank that the debtor’s debt will be payable. In practice, however, the personal guarantee can also cause some problems. These problems do not only occur in big cities where the activity of giving credit usually occurs, but also in a small town like Sigli. The problems in this research were as follows: how about the procedure of giving personal guarantee as credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, whether there were any obstacles in the practice of personal guarantee, and the effort made by PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, in case the was default.
The research used descriptive method; a descriptive method was a study was described, analyzed, and explained a legal provision theoretically and practically form the field research. The research also used judicial normative and judicial sociological approaches with the location of the research was at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated)Tbk, Sigli.
future in the practice of personal guarantee. It was also recommended that the debtor or the guarantor should have good faith and be cooperative in paying off his debt so that the debtor, the creditor and the guarantor could be protected.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
saat ini diharapkan dapat melaksanakan dan menjadikan masyarakat Indonesia
menuju ke arah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka menciptakan pembangunan nasional
tersebut, para pelaku pembangunan baik pemerintah mau pun masyarakat, baik
perseorangan mau pun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Oleh karena itu
seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan
terhadap pendanaan, yang mana sebagian besar dana yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam.
Kehidupan dunia usaha saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pinjam
meminjam. Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai tempat bagi
perusahaan pemerintah, swasta mau pun orang perorangan untuk meminjam uang
atau yang lebih sering disebut dengan kredit. Dalam masyarakat umum istilah kredit
sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga
dalam bahasa sehari-hari sudah dicampurbaurkan dengan istilah utang.1
1
Peranan lembaga bank kemudian terus ditata dan diperbaiki dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang
kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang untuk
selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan.
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Oleh
karena itu terdapat dua fungsi bank di Indonesia, yaitu menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk simpanan (funding) dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam
bentuk kredit (lending).2
Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri.3 Sedangkan bagi
masyarakat atau nasabahnya kredit dapat membantu dalam permodalan usaha guna
peningkatan pendapatannya. Jadi dengan kata lain terdapat unsur yang esensial dari
kredit bank yaitu adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah
peminjam sebagai debitur. Prinsip kepercayaan ini disebut juga fiduciary
relationship.Prinsip tersebut diperlukan dalam hubungan timbal balik antara kreditur
dan debitur.4 Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank
sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan sungguh-sungguh akan diterima
2
Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 1.
3
Suharno,Analisa Kredit,(Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 2.
4
Try Widiyono, Aspek Hukum Oprasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,
kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Disisi lain, pada
saat masyarakat menyimpan dananya atau meminta layanan jasa-jasa perbankan
maka masyarakat sebagai nasabah harus percaya bahwa dana yang disimpan pada
bank tidak hilang atau pemanfaatan jasa-jasa perbankan oleh masyarakat dapat
terlaksana dengan baik dan menguntungkan.
Dalam menjalankan usahanya di bidang penyaluran kredit, bank dapat
menghadapi risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko akibat ketidakmampuan
nasabah atau debitur mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari bank beserta
bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.5
Untuk menghadapi risiko kredit tersebut, bank dalam menjalankan fungsinya, harus
menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus memiliki keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur untuk melunasi utang tepat pada waktunya sesuai dengan
yang diperjanjikan.6
Sebagai pemberi kredit, bank wajib menetapkan suatu kebijakan perkreditan
agar tetap dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk
memperoleh keuntungan dan menjamin lunasnya semua kredit yang disalurkan.
Untuk memberikan kreditnya bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah atau
debitur untuk melunasi utangnya.
5
Abdulkadir Muhammad,Hukum Perusahaan Indonesia,(Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 267.
6
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank
harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari nasabah atau debitur.7 Seyogianya bank melakukan
analisis kredit yang seksama, teliti dan cermat dengan didasarkan pada data yang
aktual dan akurat, sehingga bank tidak akan keliru dalam mengambil keputusannya.
Oleh karena itu, setiap pemberian kredit tentunya telah memenuhi ketentuan
perbankan dan sesuai dengan asas perkreditan yang sehat. Demikian pula pemberian
kreditnya juga telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, dan terlepas dari
pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Bank harus
meyakini bahwa kredit yang akan diberikannya tersebut dapat dilunasi kembali pada
waktunya oleh debitur.8
Nasabah atau debitur yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya
dapat mengembalikannya dengan baik, tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada
kenyataannya selalu ada sebagian nasabah atau debitur yang karena suatu sebab tidak
dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah
atau debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan
kredit terhenti atau macet. Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut
wanprestasi atau ingkar janji.9
7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hal. 73.
8
Rachmadi Usman, Op.Cit,hal. 255.
9
Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta
kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk
kepentingan pelunasan utang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan
ternyata debitur tidak melunasi.10 Jaminan dalam perkreditan mempunyai makna
yang sangat penting, karena jaminan merupakan benteng terakhir bila debitur
wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada
pihak bank.11 Dengan kata lain bahwa jaminan juga merupakan semacam pelindung
kerugian.12
Tujuan jaminan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank.13 Namun bank
tidak wajib meminta jaminan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan
proyek yang dibiayai yang lazim dikenal dengan jaminan tambahan, apabila penilaian
oleh bank terhadap kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya berdasarkan watak,
kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur dianggap sudah cukup.14
Dalam prakteknya tiap-tiap bank mempunyai aturan intern perbankan
mengenai syarat-syarat pemberian kredit sebagai pedoman, yang dimaksudkan
sebagai tindakan pengamanan bank. Untuk lebih menjaga keamanannya bank akan
melakukan pengikatan perjanjian kredit dan meminta jaminan dari debitur tersebut.
10
Ibid, hal. 56.
11
Suharno,Op.Cit,hal. 40.
12
Jopie Jusuf, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, (Jakarta : Elex Media Komputerindo, 2003), hal. 95.
13
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21.
14
Jaminan kredit oleh calon debitur atau debitur diharapkan dapat membantu
memperlancar proses analisis pemberian kredit dari bank, yang dengan demikian
jaminan kredit tersebut haruslah secured dan marketeble. Secured, artinya jaminan
tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum
dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian apabila dikemudian hari
terjadi wanprestasi dari debitur, bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan
lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. Marketable, artinya apabila
jaminan tersebut harus, perlu, dan dapat dieksekusi, jaminan kredit tersebut dapat
dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitur.15
Menurut Soebekti, jaminan yang ideal atau baik tersebut terlihat dari :16
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan atau
meneruskan usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi utang si debitur. Jaminan kebendaan atau agunan sebagai syarat pemberian kredit bank tersebut pada hakikatnya berfungsi untuk menjamin kepastian akan pelunasan utang debitur jika debitur cidera janji atau dinyatakan pailit.
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan secara
umum dan jaminan khusus. Jaminan secara umum termaktub dalam Pasal 1131 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa “segala kebendaan seorang, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
15
H.R.Daeng Naja,Hukum Kredit Dan Bank Garansi, (Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 209.
16
Jaminan yang bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur
kepada setiap kreditur, hak-hak tagihan mana tidak mempunyai hak saling
mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dan kreditur lainnya.17
Jaminan secara umum sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman,
karena selain bahwa kekayaan debitur pada suatu waktu bisa habis, juga jaminan
secara umum itu berlaku untuk semua kreditur, sehingga kalau ada banyak kreditur
ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Oleh
karena itu maka debitur sering dimintakan memberikan jaminan khusus.18 Jaminan
khusus biasanya dimintakan pada jumlah kredit yang terbilang besar.
Jaminan yang bersifat khusus adalah jaminan yang diberikan oleh debitur
kepada kreditur, yang hak-hak tagihannya mempunyai hak mendahului sehingga
berkedudukan sebagai kreditur privilege (hak preverent).19 Jaminan yang diberikan
kepada kreditur tersebut dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan
perorangan.20
Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu
benda, yang mempunyai ciri-ciri adanya hubungan langsung atas benda tertentu,
dapat dipertahankan terhadap siapa pun dan selalu mengikuti bendanya serta dapat
dialihkan.21Jaminan kebendaan dapat diikat dengan lembaga hak tanggungan, gadai,
fidusia dan cessie, yang dapat diadakan antara debitur dengan bank dan dapat juga
17Ibid,
hal. 207.
18
R. Subekti,Aneka Perjanjian,(Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 163-164.
19
H.R.Daeng Naja,Op.Cit,hal. 208.
20Ibid. 21
diadakan antara pihak ketiga yang memiliki jaminan kebendaan tersebut serta sebagai
pihak yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur) dengan bank,
sehingga hak kebendaan tersebut memberikan kekuasaan yang langsung terhadap
bendanya. Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam
pengambilan pelunasan dari pada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu
benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.22
Jaminan perorangan merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan
langsung pada perorangan tertentu, yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitur
tertentu.23 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perorangan adalah suatu
perjanjian antara kreditur dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban si berutang atau debitur. Jaminan perorangan merupakan
jaminan yang pelaksanaannya didasarkan atas faktor psikologis dan bonafiditas yaitu
persoonlijke borg atau jaminan orang lain. Sifat jaminan ini mempunyai latar
belakang kepercayaan dan bonafiditas, baik dari peminjam (debitur) ataupun pihak
penjamin sendiri.24 Perjanjian ini bahkan dapat diadakan di luar atau tanpa
pengetahuan si berutang tersebut.25 Pihak ketiga yang melakukan penanggungan
utang atau penjaminan dapat dilakukan oleh orang perorangan yang pengikatan
22
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak- Hak Kebendaan, (Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 17.
23
Salim HS,Loc.Cit,hal. 24. 24
R.Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan, Analisis dan Penuntutan), (Jakarta : Pradya Paramita, 1971), hal. 66.
25
jaminannya dalam bentukpersonal guaranteeatau dilakukan oleh badan hukum yang
pengikatannya dalam bentukcorporate guarantee.
Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak
perkembangan dunia perbankan saat ini, yang dapat membawa keuntungan bagi
debitur dan kreditur. Penjamin dapat membantu debitur yang memiliki kesanggupan
serta kemampuan untuk mengembalikan kredit yang didasarkan pada penilaian yang
dilakukan oleh bank terhadap usahanya, akan tetapi tidak atau belum cukup
memenuhi jaminan tambahan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank. Terkadang
penyerahan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank menjadi hambatan
bagi dunia usaha untuk memperoleh kredit. Tidak jarang permohonan kredit yang
diajukan dan telah disetujui oleh bank dapat menjadi batal akibat ketidakmampuan
debitur dalam menyediakan jaminan tambahan yang dipersyaratkan oleh bank.
Bagi bank hadirnya jaminan perorangan atau personal guarantee dapat
memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan
dapat dikembalikan. Apabila kredit tidak dapat dikembalikan yang menyebabkan
timbulnya kredit macet, maka bank telah memiliki sumber pelunasan yang berasal
dari jaminan yang diberikan termasuk meminta penjamin atau penanggung utang
untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu jaminan memberikan hak kepada kreditur
untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan.26
26
Ketentuan yang mengatur masalah penjaminan utang diatur dalam Bab
Ketujuh Belas mulai dari Pasal 1820 s/d Pasal 1850 KUH Perdata.27 Penjamin atau
penanggung baru menjadi debitur atau mempunyai kewajiban untuk membayar
setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji atau wanprestasi,
dimana harta benda milik debitur utama telah disita dan dilelang terlebih dahulu dan
apabila hasilnya tidak cukup untuk melunasi kewajibannya, atau apabila debitur
utama tidak mempunyai harta apa pun, maka kreditur dapat menuntut penjamin atau
penanggung.28
Perjanjian jaminan perorangan atau personal guarantee adalah suatu
perjanjian ikutan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang
(kredit).29 Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata, yang
menyatakan bahwa ”tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang
sah.” Oleh karena itu, pemberian personal guarantee harus menyebut perjanjian
pokok (perjanjian kredit) yang mana yang ditanggung oleh pemberi jaminan
(peng-guarantee) tersebut.30
Sifat accessoir dari pemberian jaminan mengakibatkan kreditur dalam posisi
lemah. Karena berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib
membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar. Jika demikian, barang
27
Sunarmi, Hukum Kepailitan,(Medan : USU Press, 2009), hal. 176.
28
Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung : Alumni, 2001), hal. 411.
29
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jamin Perorangan, (Yogyakarta : Badan Pembinaan Nasional Departemen Kehakiman, 1980), hal. 81.
30
milik debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Ini
yang menjadi hak istimewa penjamin yang diberikan oleh undang-undang. Hak
istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta
kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan dijual atau
dilelang. Jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi
utangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin.31
Untuk memberikan perlindungan bagi seorang penjamin atau penanggung
utang dalam melaksanakan kewajibannya, undang-undang memberikan beberapa hak
istimewa kepada seorang penjamin atau penanggung, yaitu :32
1. Hak untuk menuntut lebih dahulu penyitaan serta penjualan harta debitur Dalam Pasal 1831 KUH Perdata disebutkan bahwa :
Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.
Selanjutnya Pasal 1832 KUH Perdata menyebutkan bahwa seorang penjamin atau penanggung tidak dapat menuntut hak untuk melakukan penyitaan dan penjualan harta kekayaan debitur terlebih dahulu, apabila :
a) Penjamin atau penanggung melepaskan hak istimewanya untuk menuntut agar benda-benda milik si berutang lebih dahulu disita dan dijual.
b) Penjamin atau penanggung telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung, dalam hal mana akibat perikatannya diatur menurut azas-azas yang ditetapkan untuk perjanjian tersebut.
c) Si berutang atau debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi.
d) Si berutang atau debitur berada dalam keadaan pailit. e) Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim.
31
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 149.
32
Namun dalam prakteknya setiap kreditur atau bank selalu meminta penjamin untuk melepaskan hak istimewanya, sehingga apabila debitur ingkar janji, penjamin dapat diminta pertanggung jawabannya secara langsung. Janji untuk melepaskan hak istimewa tersebut yaitu hak untuk menuntut lebih dahulu debitur utama yang senantiasa diperjanjikan dalam praktek ini, menjadi kebiasaan yang selalu diperjanjikan. Sehingga kebiasaan mengadakan perjanjian pelepasan hak istimewa demikian harus dianggap diam-diam telah tercantum dalam perjanjianpersonal guaranteetersebut.33
2. Hak untuk membagi utang
Sesuai ketentuan Pasal 1836 KUH Perdata bahwa jika dalam perjanjianpersonal guaranteeterdapat beberapa orang penjamin atau penanggung untuk debitur dan utang yang sama, maka masing-masing terikat untuk seluruh utang. Namun seorang penjamin atau penanggung mempunyai hak untuk meminta kreditur memecah piutangnya terlebih dahulu dalam jumlah atau bagian masing-masing penjamin sebelum dimintakan pemenuhannya kepada penjamin atau penanggung (Pasal 1837 KUH Perdata).
3. Hak untuk mengajukan tangkisan gugat
Hak untuk mengajukan tangkisan merupakan hak dari si penjamin atau penanggung sendiri yang lahir dari perjanjian penanggungan. Penjamin atau penanggung bebas untuk menggunakan hak tangkisan tersebut atau bahkan melepaskan hak atas tangkisan tersebut. Tangkisan yang lahir dari perjanjian penanggungan antara lain yang berkenaan dengan sifat perikatan itu sendiri, mengenai diri penjamin dan para penjamin atau penanggung lainnya yang turut berutang bersama-sama.
Tangkisan yang berkenaan dengan perikatan tersebut adalah tangkisan yang mengemukakan adanya cacat pada perikatan itu sendiri seperti tidak adanya kausa yang halal, tidak dituangkan dalam bentuk yang disyaratkan oleh undang-undang, atau belum jatuh tempo atau belum dipenuhinya syarat tertentu. Sedangkan tangkisan yang mengenai diri penjamin yang ditagih sendiri adalah ketidakcakapan untuk bertindak, adanya kesesatan, paksaan atau penipuan.
Tangkisan yang bertalian dengan pribadi debitur menurut undang-undang tidak dapat diajukan oleh penjamin atau penanggung. Seorang penjamin atau penanggung pada asasnya dapat mengajukan tangkisan yang bertalian dengan utang itu, namun tidak dapat mengajukan tangkisan mengenai keadaan pribadi debitur.
4. Hak untuk diberhentikan dari penanggungan
33
Dari ketentuan Pasal 1848 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa seorang
penjamin atau penanggung mempunyai hak untuk diberhentikan dari
penanggungan jika karena salahnya kreditur, ia tidak dapat menggunakan hak-haknya. Hak tersebut timbul sebagai akibat adanya ketentuan bahwa seorang penjamin atau penanggung yang telah membayar kewajiban debitur akan menggantikan semua hak-hak seorang kreditur.34
Secara yuridis dengan adanya hak-hak istimewa terhadap penjamin atau
penanggung utang, undang-undang mengharapkan adanya keseimbangan prestasi
antara penjamin atau penanggung dengan kreditur. Namun dalam prakteknya
kedudukan penjamin atau penanggung tidak sama dengan kedudukan debitur atau
dapat dikatakan tidak seimbang, sehingga kewajiban penjamin juga harusnya dapat
dimintakan setelah kewajiban debitur dilaksanakan terlebih dahulu. Tidak adil jika
kedudukan si debitur dianggap sama dengan penjamin atau penanggung pada saat
pemenuhan utangnya.
Dalam permasalahan prakteknya, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh
penjamin atau penanggung lazim ditiadakan atau dilepaskan. Dengan pelepasan hak
istimewa tersebut oleh penjamin dalam perjanjian personal guarantee yang dibuat
oleh kreditur dengan penjamin, berarti kreditur dapat langsung meminta, menuntut,
atau menggugat penjamin untuk segera memenuhi kewajiban debitur manakala
debitur telah cidera janji atau wanprestasi.35 Atau dengan kata lain mengakibatkan
kedudukan seorang penjamin adalah sama seperti debitur sendiri. Hal ini tentunya
akan merugikan seorang penjamin yang dengan sukarela mengikat diri untuk
memenuhi kewajiban debitur tersebut.
34
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.Cit,hal. 92.
35
Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah atau debitur sering
dibiarkan tanpa suatu perlindungan yang predictable dan reasonable. Karena itu
salah satu masalah yang sering dikeluhkan terus menerus adalah tidak adanya atau
kurangnya perlindungan terhadap nasabah atau kreditur. Dalam beberapa
permasalahan menunjukkan bahwa kedudukan para nasabah atau kreditur pada bank
sangat krusial dan tidak terlindungi oleh hukum. Dalam kasus sehari-hari kedudukan
nasabah bank bahkan lebih kritis berhubung tidak banyak mendapat sorotan dari
masyarakat dan kurang mendapat tanggapan dari pihak otoritas moneter yang
berwenang.36
Ada baiknya calon debitur memiliki referensi sebanyak-banyaknya mengenai
perjanjian antara bank yang satu dengan yang lain, sehingga segala risiko yang
memberatkan dapat diminimalkan sejak semula. Tidak selamanya debitur berada
pada posisi yang lemah sehingga tidak berdaya menghadapi segala kemungkinan
buruk dikemudian hari. Perlu dikaji pula secara cermat apakah terdapat perjanjian
yang hanya menguntungkan satu pihak saja, risiko yang hanya dibebankan kepada
satu pihak saja, serta pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum.37
Dari ketentuan yang ada dan perkembangan yang terjadi dalam praktek, serta
banyaknya masalah yang muncul di dunia perbankan, salah satunya akibat personal
guarantee ini, di antaranya pelepasan hak istimewa sebagai penjamin yang
36
Munir Fuady,Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 99.
37
dipersyaratkan secara sepihak oleh kreditur yang dapat merugikan penjamin tersebut,
atau permasalahan yang muncul apabila penjamin ingkar janji atau wanprestasi.
Permasalahan yang dapat timbul di kemudian hari seperti ini tidak dapat dipisahkan
dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee tersebut. Namun,
permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti
tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota
Sigli. Sebagai ibu kota kabupaten yang sedang berkembang dibidang ekonomi
dengan masuknya investor asing maupun dalam negeri sangat membutuhkan kegiatan
perkreditan. Hal ini menimbulkan keingintahuan untuk melakukan penelitian Analisis
Praktek Pelaksanaan Personal Guarantee Dalam Pemberian Kredit di dalam dunia
perbankan, khususnya pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang
merupakan salah satu bank penyalur kredit terbesar di Indonesia.38
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menduduki peringkat pertama
dalam hal penyaluran kredit sepanjang tahun 2010. Dengan demikian PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengokohkan diri selama tiga tahun berturut-turut
sebagai bank penyalur kredit terbesar sejak tahun 2008 lalu.39 Selain itu, PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sebagai salah satu perusahaan terhebat di Asia.40
38
Diakses pada website Departement Koperasi, www.depkop.go.id, pada tanggal 6 April 2010, pukul 19.26 WIB.
39
Diakses pada website http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory2011/
02/15/320/424997 bri-peringkat-pertama-bank-penyalur-kredit-2010, pada tanggal 16 Februari 2011, pukul 16.30 WIB.
40
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana prosedur pemberian personal guaranteesebagai jaminan kredit pada
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ?
2. Bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah
diatas adalah :
1. Untuk mengetahui prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan
kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.
2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee.
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu :
1. Secara teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut
untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada saatnya dapat
memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum
Perdata, khususnya pelaksanaanpersonal guaranteedalam praktek perbankan.
2. Secara praktis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat
umum yang ingin menjadi penjamin atau penanggung agar mengetahui hak
serta kewajibannya terhadap kreditur dan debitur, dan untuk memberikan
sumbangan pemikiran bagi dunia perbankan serta pihak-pihak yang terlibat
langsung dalam pelaksanaan pembuatan perjanjianpersonal guarantee.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan dengan penelusuran kepustakaan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Analisis praktek
pelaksanaan personal guarantee dalam pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli” tidak ada yang persis sama dan belum pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli
mengenai masalahpersonal guarantee, namun secara substansi pokok permasalahan
yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan
denganpersonal guaranteeyang pernah dilakukan adalah :
1. Personal GuaranteeDalam Praktek Perkreditan Perbankan, yang telah dilakukan
penelitian oleh : Eva Triana ( Fakultas Hukum USU, Tahun 2005 ).
Permasalahan :
a. Bagaimana kewajiban seseorang yang mengikatkan dirinya (guarantor) untuk
jaminan hutang debitur ?
b. Apakah seseorang suami/isteri yang memberikan personal guarantee
memerlukan persetujuan pihak suami/isteri ?
c. Bagaimana akibat hukumnya apabila guarantor meninggal dunia ?
2. Tanggung Jawab Penanggung Hutang (borgtocht) Terhadap Debitur Yang Ingkar
Janji (Wanprestasi) Kepada PT Bank Danamon Tbk, yang telah dilakukan
penelitian oleh : Teddy Taufik ( Magister Kenotariatan USU, Tahun 2004 ).
Permasalahan :
a. Bagaimanakah persyaratan seorang penanggung hutang yang disetujui oleh
Bank Danamon Tbk ?
b. Apakah hak istimewa dari penanggung hutang masih dapat diterapkan atau
berlaku dalam perjanjian penanggungan hutang pribadi ?
c. Apakah setelah penanggung hutang membayar hutang debitur dengan
pengembalian pembayaran hutang terhadap hartanya yang sudah dilelang
kepada Debitur ?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka TeoriPada ilmu hukum kelangsungan perkembangan suatu ilmu senantiasa
tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan teori.41 Teori
adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu
terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat
menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang
diamati.42
Tugas hukum yang sangat fundamental adalah menciptakan ketertiban, sebab
ketertiban merupakan suatu syarat dari masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi
masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia,
masyarakat dan hukum tidak mungkin dipisah-pisahkan.43
Untuk tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian maka hukum berfungsi
untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh
41
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 1986), hal. 6.
42
JJJ. Wuisman, Penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta : UI Press, 1996), hal. 203.
43
orang lain. Jika kepentingan itu terganggu, maka hukum harus melindunginya dan
setiap ada pelanggaran hukum, maka hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan.44
Penegakkan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau
berdaya guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengharapkan
adanya penegakan hukum untuk tercapainya suatu keadilan.45
Sebagaimana teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan
hukum, yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa “hukum semata-mata bertujuan
untuk mewujudkan keadilan. Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang
patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang penyamarataan. Keadilan bukan
berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.”46
Hal ini berkaitan terhadap status penjamin atau personal guarantor serta
kedudukan kreditur yang harus mendapatkan kepastian hukum atas hak dan
kewajibannya manakala timbulnya hal-hal diluar kesepakatan atau perjanjian yang
sudah ditentukan di awal perjanjian personal guarantee tersebut. Serta berkaitan
dengan kedudukan para debitur yang baik secara sendiri-sendiri ataupun
bersama-sama meminta haknya atas apa yang sudah diperjanjikan.
Dalam praktek perbankan, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan
jaminan oleh pemohon kredit atau calon debitur, sehingga pemohon kredit yang tidak
bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi
44
Syafruddin Kalo,Modul Kuliah Penemuan Hukum, (Medan : Program Studi Magister Kenotariatan USU, 2005), hal. 38.
45Ibid.
46
pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan
usaha pemohon kredit karena pengusaha kecil yang modal usahanya sangat terbatas
tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan
kreditnya.
Oleh karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit
tanpa adanya keharusan pemohon kredit untuk memberikan jaminan, tetapi pada
umumnya perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Adapun teori
yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini adalah teori
keadilan dan pertanggung jawaban. Menurut Munir Fuady bahwa :
Keadilan adalah suatu nilai (value) untuk menciptakan suatu hubungan yang ideal di antara manusia sebagai individual, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai bagian dari alam, dengan memberikan kepada manusia tersebut apa yang menjadi hak dan kebebasannya yang sesuai dengan prestasinya dan membebankan sesuai kewajibannya menurut hukum dan moral, yang bila perlu harus dipaksakan berlakunya oleh negara dengan memperlakukan secara sama terhadap hal yang sama dan memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang berbeda.47
Kata kredit secara etymology, berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
“Credere” yang berarti kepercayaan.48 Ketentuan mengenai perjanjian kredit diatur
dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan “kredit adalah
penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar pihak bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.”
47
Munir Fuady,Dinamika Teori Hukum, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2007), hal. 101.
48
Oleh karena itu perjanjian kredit yang dilakukan antara debitur dan kreditur
dilaksanakan atas dasar kepercayaan, bahwa hak kepemilikan atas benda yang
dijaminkan tersebut tetap berada dalam penguasaan si debitur. Apabila debitur ingkar
janji, kreditur tidak dapat memiliki benda jaminan melainkan benda jaminan tersebut
dijual untuk mengambil pelunasan piutangnya. Hak tersebut tidak hapus walaupun
terjadi kepailitan pada debitur.
Dalam perjanjian kredit sering kali keadaan tidak membayar bukan hanya
pada saat perjanjian tersebut jatuh waktu, mengingat pada umumnya bank
mencantumkan klausula bahwa bilamana debitur tidak membayar angsuran kedit
tersebut maka bank akan mempunyai hak untuk melaksanakan eksekusi jaminan atau
bilamana bank memegang corporate atau personal guarantee maka bank dapat
melaksanakan penuntutan perdata untuk memperoleh haknya. Sehubungan dengan
hal tersebut perlu dipertimbangkan adakah kreditur dapat mengajukan permohonan
pelunasan atas debitur hanya karena debitur tidak melaksanakan kewajiban
membayar suatu angsuran, walaupun pinjamannya belum jatuh waktu.49
Kreditur/bank akan menegur penjamin atau penanggung untuk menyelesaikan atau
membayar kembali pinjaman tersebut. Apalagi kalau menurut perkiraan kreditur/bank
bahwa kekayaan penjamin jauh melebihi kekayaan debitur, maka tagihan akan
langsung dialamatkan kepada penjamin. Sehingga dengan tidak dibayarnya utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan telah dipenuhinya persyaratan
menurut undang-undang, kreditur/bank dapat menuntut pembayaran kepada penjamin
49
tersebut. Konsekuensinya bagi penjamin adalah seluruh harta kekayaannya dipakai
untuk membayar utang debitur sampai jumlah yang dijamin kepada para
krediturnya.50
Berkaitan dengan tanggung jawab penjamin ini, sumber pertanggung jawaban
adalah delik dan kontrak.51 Roscoe Pound mengemukakan ada doktrin pertanggung
jawaban atas kesalahan semata-mata berakar didalam tingkatan equity dan hukum
alam, tatkala dianggap sama, apa yang dibolehkan oleh kesusilaan dan apa yang
diperkenankan oleh hukum dan berarti bahwa seseorang harus bertanggung jawab
atas kerugian yang disebabkan oleh tindakannya yang patut dicela menurut
kesusilaan.52
Doktrin yang dikemukakan Roscoe Pound menunjukkan bahwa tidak ada
pertanggungjawaban tanpa kesalahan artinya seseorang tidak dapat dituntut
pertanggung jawabannya tanpa membuat kesalahan yang mengakibatkan kerugian
pada orang lain. Dengan kata lain hanya orang-orang yang membuat kesalahan dan
50
Ibid,hal. 526.
51
Hukum melihat ada tiga bentuk pertanggung jawaban atas delik : 1. Pertanggung jawaban atas perugian yang disengaja.
2. Pertanggung jawaban atas perugian karena kealpaan dan tidak disengaja.
3. Pertanggung jawaban dalam perkara tertentu atas perugian yang dilakukan karena kelalaian serta tidak disengaja. Yang pertama dan kedua sesuai doktrin tidak ada pertanggung jawaban tanpa kesalahan. Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum,(Jakarta : Bhatara Karya Aksara, 1982), hal. 86 dalam Samanto Tarigan,
Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Terhadap Utang Debitur Yang Wanprestasi (Studi Kasus Putusan MARI No. 1436.K/Pdt/2001, Tanggal 29 Januari 2004), Tesis, Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, USU, Medan, 2010, hal. 51
52
mengakibatkan kerugian orang lainlah yang dapat dimintakan pertanggung
jawabannya.53
Dalam peraturan perkreditan harus melakukan pendekatan pada prinsip
pengawasan. Alasan perlunya dilakukan pengawasan itu adalah supaya untuk
menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan
masyarakat terhadap integritas sistem perbankan penting diupayakan karena
kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial dalam bank sebagai
industri jasa.54
Selanjutnya jika dikaitkan prinsip keadilan dan pertanggung jawaban dalam
perkreditan, harus menelah juga kepada jaminan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan fasilitas kredit. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum
cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan, disamping pertanggungan jawab
umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan dikenal juga dengan
agunan. Menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan, agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka
mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.55
53
Ibid.
54
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung : Books Terrace & Library, 2009), hal. 159.
55
Menurut M. Bahsan jaminan adalah “segala sesuatu yang diterima kreditur
dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”56
Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan dikatakan bahwa
apabila terdapat keyakinan atas kemampuan debitur maka jaminan dapat hanya
berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Namun dalam praktek, bank biasanya akan meminta jaminan tambahan
berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.
Pihak ketiga sebagai penjamin atau penanggung memiliki hak istimewa yang
diberikan oleh Pasal 1831 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “si penanggung
tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai,
sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk
melunasi utangnya.”
Pasal 1832 KUH Perdata antara lain menyebutkan pengecualiannya bahwa si
penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dahulu disita
dan dijual untuk melunasi hutangnya, apabila ia telah melepaskan hak isimewanya
untuk menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual.
Hak istimewa penanggung utang menurut Arie S. Hutagalung, antara lain
adalah “hak untuk menuntut lebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata), hak untuk
membagi utang (Pasal 1837 KUH Perdata), hak untuk mengajukan eksepsi (Pasal
56
1847 KUH Perdata), dan hak untuk membebaskan sebagai penanggung/penjamin
dikarenakan kesalahan kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata).”57
Dalam pemberian kredit, kedudukan hukum penjamin atau penanggung utang
yang secara riil tidak menikmati langsung atas pemberian kredit antara kreditur dan
debitur adalah sama jikalau debitur lalai atau wanprestasi, atau dengan kata lain
penjamin atau penanggung dapat dituntut untuk memenuhi kewajiban debitur secara
langsung oleh kreditur, maka dalam hal ini kedudukan penjamin sama dengan
debitur.
Inilah yang menjadi salah satu ciri utama dalam perjanjian perorangan yang
menganut azas prioriteit atau azas kesamaan sesuai dengan ketentuan pada Pasal
1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam artian semua
orang mempunyai kedudukan yang sama terhadap pemenuhan prestasi dari debitur
berkaitan dengan harta kekayaan debitur.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara
abstraksi dan realitas.58 Konsep merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
dengan istilah. Dengan demikian konsep sangat penting bagi cara pemikiran maupun
komunikasi dalam penelitian.59
57
Imran Nating,Loc.Cit.
58
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2001), hal. 30.
59
Suatu konsep atau kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih
bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat
menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali
terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsionil dapat pula mencakup
definisi-definisi operasional.60
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua dari istilah yang dipakai. Oleh karena itu, definisi
operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Personal guarantee/ Borgtocht/ Jaminan pribadi/ Jaminan perorangan/
penanggungan utang adalah suatu persetujuan seorang pihak ketiga guna
kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur
apabila debitur tidak memenuhinya.61
b. Penjamin/ Penanggung/ Borg/ Guarantor adalah seseorang atau pihak ketiga
yang menjamin debitur terhadap kreditur.
c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.62
60
Ibid,hal. 133.
61
Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
62
d. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara
sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum
antara bank dengan nasabah (debitur).63
e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.64
f. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.65
g. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang
tertentu.66
h. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang
tertentu.67
i. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.68
j. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara
langsung maupun kontinjen.69
63
Tan Kamelo,Op.Cit,hal. 33.
64
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
65
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
66
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
67
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
68
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
69
k. Sigli adalah ibu kota Kabupaten Pidie yang terletak dalam Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum kepustakaan dengan mempertimbangkan titik tolak
peraturan perundang-undangan,70 yang dikaitkan dengan Analisis praktek
pelaksanaan personal guarantee dalam pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk Cabang Sigli.
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat
deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan
dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek
pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan.71
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yang
mencakup asas-asas hukum, sistematik hukum, sinkronisasi hukum vertikal dan
horizontal, dan perbandingan hukumnya dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan
yuridis empiris digunakan dengan maksud untuk mengetahui hal-hal yang
mempengaruhi proses bekerjanya hukum dalam pelaksanaan perjanjian perorangan
(personal guarantee) dengan mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara
70
Ibrahim Jonny,Teori dan Metodologi Penelitian Normatif, cetakan ketiga, (Malang : Bayu Media Publishing, 2007), hal. 39.
71
melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen
dan berbagai teori.72
2. Sumber Data
Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang dilengkapi dengan data primer. Data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan, yaitu :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
3) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
4) Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
5) Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
6) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa hasil penelitian, karya ilmiah, buku-buku
ilmiah, informasi atau merupakan hasil kajian dari berbagai media, seperti
72
koran, majalah, artikel-artikel yang dimuat diberbagai website di internet yang
berkaitan dengan pokok pembahasan dalam tesis ini.
c. Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.73
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,
dilaksanakan dua tahap penelitian, yaitu :
a. Studi kepustakaan (library research)
Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mencari konsep-konsep, teori-teori,
pendapat-pendapat, perundang-undangan, dokumen-dokumen atau
penemuan-penemuan yang relevan dengan materi penelitian.
b. Penelitian lapangan (field research) dilakukan untuk memperoleh data primer
dari debitur atau penjamin,pihak bank sebagai kreditur serta notaris yang
terlibat dalam kerjasama dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Sigli, untuk memperoleh keterangan mengenai perjanjian kredit,
personal guaranteeyang diharapkan dapat memberi masukan dengan cara wawancara secara mendalam (in depth interviewing).74
73
Soerjono Soekanto,Op.Cit,hal. 52.
74
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dianalisa secara
kualitatif75 yaitu dengan pengamatan data-data yang diperoleh dan
menghubungkannya dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang
terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan logika induktif76 yaitu berfikir dari
hal yang khusus menuju hal yang umum, dengan menggunakan perangkat normatif,
yakni interpretasi dan konstruksi hukum yang selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara
metode deduktif yang menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat umum ke khusus
karena berdasarkan pada teori-teori umum atau bahan literature dan
menghubungkannya terhadap praktek di masyarakat.
75Ibid
, hal. 151. Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
76
BAB II
PROSEDUR PEMBERIANPERSONAL GUARANTEESEBAGAI JAMINAN
KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI
A. Jaminan Dalam Kredit Perbankan
1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Kredit
Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditegaskan bahwa
segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan.
Dari ketentuan tersebut berarti bila debitur berutang kepada kreditur maka
seluruh harta kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas
utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan
jaminan harta debitur.77
Pengertian jaminan yang dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut
mengandung arti secara umum bahwa seluruh harta kekayaan seseorang yang
berutang merupakan jaminan atas utangnya baik yang sudah ada maupun yang akan
ada dikemudian hari. Walaupun dalam perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit
tidak disebutkan secara khusus, namun menurut ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata
tersebut seluruh harta kekayaan debitur baik yang ada pada saat perjanjian kredit
77
dibuat maupun yang ada dikemudian hari termasuk sebagai jaminan atas utang yang
bersangkutan.
Dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan berikut penjelasannya
dapat disimpulkan bahwa pengertian jaminan pemberian kredit dapat diartikan
sebagai keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasinya
sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Bila terhadap
unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan
utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagihan yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan yang tidak
berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, lazim disebut agunan tambahan.
Agunan merupakan istilah yang dikenal dalam dunia perbankan, dalam Pasal
1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.78
78
Begitu besarnya risiko yang mungkin diterima bank sebagai akibat dari
penyaluran kredit, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu
diantaranya :79
1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis;
2. Bank tidak diperkenankan memberikan kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian;
3. Bank tidak diperkenankan memberi kredit untuk pembelian saham, dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli usaha, atau
4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit).
Walaupun bank telah menerapkan asas perkreditan yang sehat, risiko
kegagalan debitur memenuhi kewajibannya mungkin saja terjadi. Bila hal ini terjadi
tentunya akan menjadi kredit bermasalah bagi bank dan berakibat menimbulkan
kerugian.
Dalam hubungan perutangan dimana ada kewajiban berprestasi dari debitur
dan hak atas prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika
masing-masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan perutangan
yang sudah dapat ditagih (opeisbaar) jika debitur tidak memenuhi prestasi secara
sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya (hak
verhaal, hak eksekusi) terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai
jaminan.80
79
Muhammad Djumharan, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 392.
80