TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP
PARA PEMEGANG SAHAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Memperoleh gelar Sarjana Hukum
BERNARD A.L NIM : 030200229
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP
PARA PEMEGANG SAHAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
BERNARD A.L NIM : 030-200-229
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof.Dr.Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Tan Kamello, SH.MS Ramli Siregar, SH, M.Hum NIP. 131 764 556 NIP. 132 810 10
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Coorporate Social Responsibility di dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada argumen bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang
Di Indonesia sendiri, muncul Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak paru pengaturan CSR yang mengatur CSR di dalam pasal 74. selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang terebut disahkan. Salah satu mendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia uaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga besikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum noramtif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada baha hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khuusnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (social orporate reponsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ eprseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibility pada perseroan dan pemegang saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menentukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan pesoalan ini dalam perspeksif hukum eprdata khususnya yang terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (sosial corporate responsibiluty) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip ficduciary responsibiiuty pada perseroan dan pemegang saham. Terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip diducioary responsiblity pada perserpan dan pemegang saham
KATA PENGANTAR
Syukur penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai
kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan
ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diseleaikan.
Skripsi ini berjudul : ”Tinjauan Yuridis Mengenai Prinsip Tanggung
Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham”, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan (Dagang).
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, SH, MH selaku Pembantu dekan II Fakultas Hukum
Fakultas Hukum USU.
4. Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku pemabntu dekan III Fakultas Hukum
Fakultas Hukum USU.
5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum
Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan
penulis selama proses penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ramli Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan
skripsi ini.
7. Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU
dimana penulis menimba ilmu selama ini.
8. rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.
Demikian penulis sampaikan, kiraya skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.
Medan, Februari 2009 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3
D. Keaslian Penulisan ... 5
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metode Penelitian ... 23
G. Sistematika Penulisan... 24
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 27
B. Dasar Hukum dan Peraturan mengenai Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 32
C. Manajemen Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 38
D. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Gerakan Sosial Perusahaan ... 42
E. Kaitan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dengan bidang hukum lainnya ... 44
B. Tinjauan Umum Mengenai Pemegang Saham di Dalam
Perseroan Terbatas ... 76
C. Prinsip Fiduciary Responsibility Dalam Perseroan
Terbatas ... 81
BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY) DI INDONESIA SEHUBUNGAN
DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM
B. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas ... 93
C. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) sebagai Bentuk Akuntabilitas Korporasi... 99
D. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary
terhadap Para Pemegang Saham. ... 103
E. Perkembangan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial
Korporasi (Corporate Social Responsibility) di
negara-negara di dunia. ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 117
ABSTRAK
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Coorporate Social Responsibility di dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada argumen bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang
Di Indonesia sendiri, muncul Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak paru pengaturan CSR yang mengatur CSR di dalam pasal 74. selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang terebut disahkan. Salah satu mendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia uaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga besikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum noramtif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada baha hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khuusnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (social orporate reponsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ eprseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibility pada perseroan dan pemegang saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menentukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan pesoalan ini dalam perspeksif hukum eprdata khususnya yang terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (sosial corporate responsibiluty) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip ficduciary responsibiiuty pada perseroan dan pemegang saham. Terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip diducioary responsiblity pada perserpan dan pemegang saham
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Empat tahun belakangan ini corporate social responsibility atau CSR
memang sedang menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara tentang CSR
dan semuanya bagus serta perusahaan yang melakukan corporate social
responsibility (CSR) semakin banyak. Namun upaya sosialisasi harus terus
dilakukan agar lebih banyak perusahaan menyadari dan memahami pentingnya
CSR. Memang diakui, di satu sisi sektor industri atau korporasi skala besar telah
mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di
sisi lain ekploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industri seringkali
menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang parah. Karakteristik umum
korporasi skala-besar biasanya beroperasi secara enclave atau terpisah, dan
melahirkan apa yang disebut perspektif dual society, yaitu tumbuhnya dua
karakter ekonomi yang paradoks di dalam satu area. Ekonomi tumbuh secara
modern dan pesat, tetapi masyarakat ekonomi justru berjalan sangat lambat.
Kehidupan ekonomi masyarakat semakin involutif, disertai dengan marginalisasi
tenaga kerja lokal. Hal ini terjadi karena basis teknologi tinggi menuntut industri
lebih banyak menyedot tenaga kerja terampil dari luar masyarakat setempat
sehingga tenaga-tenaga kerja lokal yang umumnya berketerampilan rendah
menjadi terbuang. Keterpisahan (enclavism) inilah yang kemudian menyebabkan
hubungan industri dengan masyarakat menjadi tidak harmonis dan diwarnai
berbagai konflik.
CSR sebenarnya lebih berorientasi pada masyarakat dan bisnis. Apakah itu
sektor bisnis swasta yang didasarkan pada kepemilikan pribadi yang melulu
mengejar profit atau dapat juga diberi tanggung jawab pada atas hak masyarakat
umum, mengingat pengaruh bisnis ini begitu besar. Bisnis sendiri selalu
berplatform pada tujuan menumpuk keuntungan dan kekayaan. Tanggung jawab
sosial yang dibebankan pada sektor bisnis akan mengurangi pencapaian tujuan
penumpukan profit.
Setelah teruji selama beberapa dekade, terlihat bahwa terjadi malfungsi
bisnis dan kegagalan mekanisme pasar. Sistem ekonomi yang lebih mengarah
pada pendekatan kapitalis maupun sosialis ternyata tidak mampu mencapai
alokasi faktor produksi secara efisien, artinya mekanisme pasar ini tidak mampu
memberikan kesejahteraan sosial yang optimal.
CSR dapat diartikan sebagai komitmen industri untuk
mempertanggung-jawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta
menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan
lingkunganya. Melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan
menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan.
Kecenderungan akhir-akhir ini di Indonesia banyak korporasi industri telah
menjalankan prinsipprinsip CSR dalam tataran praktis, yaitu sebagai pengkaitan
antara pengambilan keputusan dengan nilai etika, kaidah hukum serta menghargai
manusia, masyarakat dan lingkungan.
Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium.
hukum, prinsip etis dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan
dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini ditutup.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengangkat masalah ini ke dalam sebuah skripsi khususnya untuk membahas
masalah corporate social responsibility terkait dengan pertanggungjawaban organ
perseroan dalam hal ini direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility
kepada perseroan dan para pemegang saham.
B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan
yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) sebagaimana yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
2. Bagaimana Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang
Saham.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini
1. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) sebagaimana yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
3. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang
Saham.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :
1. Manfaat secara teoretis.
Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat
memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang
berhubungan dengan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, dan kaitannya pertanggungjawaban organ perseroan dalam hal ini
direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility kepada perseroan dan para
pemegang saham.
2. Manfaat secara praktis
Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang asuransi khususnya untuk perdagangan yang dilakukan
melalui internet. Seperti yang diketahui bersama, Kerusakan lingkungan
terus-menerus meluas di negeri ini, kemiskinan, dan pengangguran terus
bertambah. Kemelut tersebut menjadi tantangan bersama yang harus dijawab
prinsip-prinsip kewirausahaan yang membuat pelaku usaha mampu mengatasi
kerumitan prosedur birokrasi dan berkelit dari tekanan dan tantangan pasar
seharusnya dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial.
Uniknya, sepanjang penyelenggaraan program penghargaan Ernst & Young
Entrepreneur of the Year, komitmen terhadap perbaikan lingkungan sosial
diidentifikasi sebagai karakter yang menonjol pada pengusaha-pengusaha
sukses di berbagai negara. Oleh karena itu, mulai tahun ini Ernst & Young
menambahkan satu kategori dalam program penghargaannya, yakni Social
Entrepreneur of the Year. Tentu saja tujuannya untuk mendorong para
pengusaha untuk berlomba-lomba dengan komitmen penuh untuk
melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Akan tetapi, potensi dunia bisnis
untuk menjalankan perubahan sosial melalui pelaksanaan tanggung jawab
sosial tidak dapat tercapai optimal jika aturan tidak ditegakkan, bahkan oleh
penegak hukum. Kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, dan komunitas
hanya dapat berjalan jika ada kepercayaan dan sikap keterbukaan.
D. Keaslian Penelitian
Pembahasan skripsi ini dengan judul :” Tinjauan Yuridis Mengenai
Prinsip Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham”, adalah masalah yang sebenarnya sudah
sering kita dengar. Namun yang dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai
masalah tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007
dalam hal ini direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility kepada
perseroan dan para pemegang saham.
Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil
pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku
maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul
dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan a. Pengertian Perseroan
Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama
“Naamioze Vennootschap” (NV). Naamioze berarti tanpa nama, yang maksudnya
dalam hal pemberian nama perusahaan tidak memakai salah satu nama anggota
persero, melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan dari
usahanya.1
Sebenarnya, arti istilah Naamioze Vennootschap tidak sama dengan
arti istilah perseroan terbatas. Naamioze Vennootschap, diartikan sebagai
persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama
persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari
perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan
1
yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat
terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya. Jadi,
istilah perseroan terbatas lebih tepat daripada istilah Naamioze Vennootschap,
sebab arti “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang
keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamioze Vennootschap kurang dapat
menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada istilah Inggris
yang isinya hamper mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu Company Limited
by Shares”. Perseroan terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut
Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Societe Anonyme .2
a. Adanya kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing
pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk
sejumlah modal sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan terbatas. Dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
yang mengatur mengenai perseroan terbatas, tidak ditemukan pengertian
perseroan terbatas. Akan tetapi, dari Pasal-Pasal 36, 40, 42 dan 45 KUHD dapat
disimpulkan bahwa suatu perseroan terbatas mempunyai unsur-unsur, sebagai
berikut :
b. Adanya pemegang saham (persero) yang tanggung jawabnya terbatas pada
jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya. Para pesero ini tergabung dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perseroan terbatas yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, yang berwenang
mengangkat, memberhentikan sementara atau memberhentikan Direksi atau
2
Komisaris, menetapkan kebijakan umum perseroan terbatas yang akan
dijalankan oleh Direksi, dan menetapkan kewenangan atau hal-hal lainnya
yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
c. Adanya pengurus, yang dinamakan dengan Direksi dan Pengawas, yang
dinamakan Komisaris yang juga merupakan organ perseroan terbatas, yang
tugas, kewenangan dan kewajbiannya diatur lebih lanjut dalam Anggaran
Dasar Perseroan Terbatas atau Keputusan RUPS.3
Bila diperhatikan lebih lanjut unsur-unsur perseroan terbatas di atas,
menurut KUHD Perseroan Terbatas juga badan hukum. Berbeda dengan UU No.
40 Tahun 2007, yang dalam Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian perseroan
terbatas sebagai berikut : “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan
adalah badan hokum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya”.
Dari bunyi Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007, dapat disimpulkan
bahwa badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas merupakan badan hukum.
Namun, tidak berarti setiap badan hukum adalah perseroan terbatas. Di sini UU
No. 40 Tahun 2007 secara tegas menyatakan bahwa perseroan terbatas
merupakan suatu badan hkum, yaitu suatu badan hukum yang bertindak dalam
lalu lintas hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang dipisahkan
dari kekayaan pribadi pengurusnya.
3
KUHD tidak secara tegas menyatakan perseroan terbatas sebagai badan
hukum. Namun, bila perhatikan dalam Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1)
KUHD, perseroan terbatas juga merupakan badan hukum. Pasal 40 ayat (2)
KUHD menyatakan bahwa : ”para pemegang saham tidak bertanggung jawab
untuk lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu”. Kemudian Pasal 45 ayat
(1) KUHD menyatakan bahwa : ”tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih
daripada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka, dengan
sebaik-baiknya, merekapun karena segala perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri
tidak terikat kepada pihak ketiga”.
Dengan demikian, baik menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas maupun KUHD ciri utama suatu badan hukum yang berbentuk perseroan
terbatas adalah adanya harta kekayaan yang dipisahkan antara harta kekayaan
perseroan dan harta kekayaan pribadi para pemegang saham (persero). Persero
tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat atas
nama perseroan dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya. Prinsip ini dalam hukum
perseroan dinamakan dengan the doctrine of separate legal personality of a
company atau the principle of the company’s separate legal personality, yang
disingkat dengan sebutan doctrine of separate corporate personality.4
Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu
bertindak melakukan perbuatan hukum melalui ”wakilnya”. Untuk itu ada yang
disebut ”agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan
4
atas nama perseroan. Karena itu, perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu
subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural
person atau natuurlijke persoon, dia bisa menggugat maupun digugat, bisa
membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang,
mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.5
Kendati kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sangat
penting dalam perseroan terbatas, KUHD tidak banyak mengaturnya. Bahkan,
mengadakan RUPS saja tidak diharuskan.
b. Organ-Organ Perseroan
6
Padahal organ perseroan terbatas
lainnya, yakni direksi dan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS.
Walaupun demikian, karena dirasa amat pentingnya keberadaan RUPS ini,
keharuskan untuk melaksanakan RUPS tersebut dalam praktik biasanya diatur
secara rinci dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan terbatas yang
bersangkutan. Karena itu, kekuasaan, kewenangan, kewajiban dan tugas RUPS
serta hal lainnya yang berkaitan dengan RUPS dapat dijumpai pada akta pendirian
atau anggaran dasar perseroan terbatas tersebut.7
RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang kedudukannya sebagai
organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, sehingga
5
Ibid.
6
Purwosutjipto, Op.cit, hal. 129.
7
sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Karena itu, penyelenggaraan RUPS
merupakan suatu keharusan dan wajib dilakukan. Secara tegas kedudukan hukum
RUPS dinyatakan dalam Pasal 1 angka (3) UU No. 40 Tahun 2007 yang
menyatakan : “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS
adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan
memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau
Komisaris”.
Dari bunyi Pasal 1 angka 3 UU No. 40 Tahun 2007 angka (3) UU No. 40
Tahun 2007 tersebut, dapat diketahui bahwa RUPS merupakan organ tertinggi
perseroan terbatas yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang tidak
diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Dengan kata lain, RUPS adalah
pemegang dan pelaksana kedaulatan tertinggi dalam perseroan terbatas.
Putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh Direksi
atau Komisaris perseroan terbatas.
Dengan melihat bunyi kalimat “memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada direksi dan komisaris” sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1
angka 3 UU No. 40 Tahun 2007, sebenarnya kekuasaan RUPS tidak mutlak.
Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh undang-undang perseroan
terbatas kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas
dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada
direksi dan komisaris. Direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak
dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dan dari setiap organ
2007. Setiap organ diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi
tujuan dan kepentingan perseroan terbatas. Instruksi dari organ lain, dapat saja
tidak dipenuhi oleh direksi, meskipun diangkat oleh RUPS, sebab pengangkatan
direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi
merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS
kepada direksi, melainkan wewenang yang ada pada direksi bersumber dari
undang-undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat
mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi
sebab tindakan direksi semata-mata untuk kepentingan perseroan, bukan untuk
RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa lembaga RUPS merupakan
kekuasaan tertinggi perseroan terbatas dalam arti segala sumber kekuasaan yang
ada dalam suatu perseroan terbatas tidak lain bersumber dari RUPS kiranya sudah
ditinggalkan oleh UU No. 40 Tahun 2007.8
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masing-masing organ perseroan
terbatas bersifat mandiri, masing-masing mempunyai kekuasaan dan wewenang
yang bersumber pada undang-undang perseroan maupun anggaran dasar. Karena
itu, RUPS, direksi maupun komisaris tidak boleh melampaui kekuasaan dan
kewenangan yang dipunyai, apalagi mencampuri kekuasaan dan kewenangan dari
organ perseroan lainnya. Masing-masing organ perseroan terbatas harus berada
dalam koridor kekuasaan dan kewenangannya sebagaimana sudah ditentukan oleh
undang-undang perseroan terbatas maupun anggaran dasar. Kekuasaan dan
8
kewenangan masing-masing organ perseroan terbatas itu tidak dapat dilakukan
oleh organ perseroan terbatas lainnya.
Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa perseroan terbatas merupakan
kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UU No. 40 Tahun 2007 diberi status
sebagai badan hukum. Dengan demikian, pada hakikatnya perseroan terbatas itu
adalah wadah kerjasama dari para pemilik modal atau pemegang saham yang
dijelmakan dalam RUPS. Karena itu, wajarlah jiak RUPS selaku organ perseroan
terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki
atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan
dalam undang-undang perseroan terbatas maupun anggaran dasarnya. Inilah yang
dinamakan dengan wewenang ekslusif (exlusive authorities) RUPS. RUPS juga
berhak utnuk memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan
perseroan dari direksi dan atau komisaris.9
Wewenang ekslusif RUPS yang ditetapkan dalam UU No. 40 Tahun 2007
tidak dapat ditidakan selama tidak ada perubahan undang-undang perseroan
terbatas. Sedangkan wewenang ekslusif RUPS dalam anggaran dasar semata-mata Dalam Pasal 63 UU No. 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa :
(1) RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini atau
anggaran dasar.
(2) RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan
kepentingan perseroan atau direksi dan atau komisaris.
9
berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri
Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan undang-undang perseroan terbatas.10
Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang
dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk
berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyetujui atau menolak :
Bila disimak pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007, dapat dijumpai sejumlah
kewenangan RUPS yang diberikan oleh undang-undang, yaitu :
1. penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14).
2. pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan terbatas atau
pengalihannya (Pasal 31).
3. penetapan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas (Pasal 34
dan 37).
4. persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan (Pasal 60).
5. penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan
untuk cadangan perseroan terbatas (Pasal 61 dan 62).
6. pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang direksi dan
komisaris perseroan terbatas (Pasal 80, 81, 91, 92, 95 dan 101).
7. persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan
terbatas (Pasal 103).
8. penetapan pembubaran perseroan terbatas (Pasal 114).
11
a. rencana perubahan anggaran dasar.
10
Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 65-66.
11
b. rencana penjualan asset dan pemberian jaminan utang.
c. pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau komisaris.
d. laporan keuangan yang disampaikan direksi.
e. pertanggungjawaban direksi.
f. rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
g. rencana pembubaran perseroan.
Selanjutnya perseroan memiliki organ lain, yaitu Direksi dan Dewan
Komisaris. Direksi perseroan merupakan organ perseroan yang melaksanakan
kegiatan dan kepengurusan perseroan. Ketentuan ini menugaskan direksi untuk
mengurus perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari
perseroan. Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan
”kebijakan yang tepat” adalah kebijakan yang antara lain, didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
Direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih.
Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpuan dan/atau
mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2
(dua) orang anggota direksi. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS, jika tidak ditetapkan RUPS tersebut,
pembagian tugas dan wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan direksi. Direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan
perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena
itu, jika RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi,
sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.12
Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan
komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan
setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri tetapi
berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan usahana
berkaitan dengan menghimpun dana/tau mengelola dana masyarakat, perseroan
yang menerbitkan surat pengakutan utang kepada masyarakat atau perseroan Direksi diangkat dan diberhentikan berdasarkan syarat-syarat yang diatur
di dalam UU No. 40 Tahun 2007. Secara umum, direksi bertanggung jawab atas
pengurusan perseroan. Pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud, wajib
dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab,
yaitu dengan memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Selanjutnya
dewan komisaris sebagai salah satu organ perseroan lainnya, bertugas melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada
direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat ini dilakukan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
12
terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.13 Yang dimaksud ”untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud tujuan perseroan”,
adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan
komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan.14
Wineberg dan Rudolph memberi definisi CSR sebagai: “The contribution
that a company makes in society through its core business activities, its social
investment and philanthropy programs, and its engagement in public policy”.
Selanjutnya dikatakan bahwa konsep CSR itu memang agak tumpang tindih,
(overlap) dengan konsep (good) corporate governance (CG) dan konsep etika Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap anggota direksi bertindak
sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi, setiap anggota dewan komisaris
tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas dewan komisaris,
kecuali berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan
usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka
memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota komisaris yang lebih besar
karena menyangkut kepentingan masyarakat.
c. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Social Corporate Responsibility)
13
Pasal 108 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
14
bisnis (EB). Dalam CG kita mengacu pada standar dasar yang bertujuan pada
ketaatan (compliance) terhadap peraturan negara maupun aturan internal
perusahaan. Etika bisnis lebih luas konsepnya, didasarkan pada nilai-nilai yang
melampaui ketentuan atau norma aturan (peraturan). Pada dasarnya CG dan EB
fokusnya adalah pada internal perusahaan dan diwujudkan sebagian besar dalam
bentuk aturan (rules-based flavour). 15
Sebaliknya, masih menurut Wineberg, CSR itu lebih berdasarkan
nilai-nilai (values-based) dan fokusnya keluar (external) perusahaan. Karena itu CSR
juga ditujukan pada jajaran stakeholder yang lebih luas. Misalnya, stakeholder
internal, seperti: pegawai, pemegang saham; stakeholder eksternal: komunitas,
customer, LSM; dan stakehoder lainnya seperti: supplier, kelompok SRI (social
responsible investors) dan licensing patners. Dengan demikian dalam SC,
perhatian manajemen tidak saja harus ditujukan pada standar dasar ekonomi,
tetapi juga pada dampak kegiatan perusahaan itu terhadap lingkungan hidup,
komunitas, sekitarnya dan masyarakat pada umumnya.16
Dewasa ini, menghadapi dampak globaslisasi, kemajuan informasi
teknologi, dan ketebukaan pasar, perusahaan harus secara serius memperhatikan
CSR. Hanya taat kepada peraturan perundang-undangan belum cukup untuk
melindungi perusahaan dari berbagai risiko tuntutan hukum, kehilangan partner
bisnis maupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk). Tekanan secara
nasional dan internasional sedang dan terus akan berlanjut untuk mempengaruhi
15
Mardjono Reksodiputro, Sektor Bisnis (Corporate) Sebagai Subyek Hukum dalam Kaitan dengan HAM, Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Departemen Luar Negeri RI, dengan tema “Peran sektor usaha dalam pemenuhan, pemajuan, dan perlindungan HAM di Indonesia” Hotel Borobudur, Jakarta, tanggal 20 Desember 2004, hal. 2.
16
perilaku bisnis korporasi. Tekanan ini datang antara lain dari para pemegang
saham (yang sadar CSR), LSM, partner-partner bisnis (terutama dari negara yang
komuniti bisnisnya peka terhadap CSR) dan advokat yang memperjuangkan
kepentingan publik (public interest lawyers).
Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini,
keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik.
Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM (NGO), sebagai organisasi
nirlaba yang pendukungnya menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya
dampak besar pada penyelenggaraan bisnis di Indonesia. Perusahaan harus
menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai pengaruh besar dan sangat
diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak dapat diabaikan. Isu
bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh
pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka
tidak pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah
mulai memilih perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam
melaksanakan CSR (CSR leadership)
Global Compact telah memasukkan “anti-korupsi” sebagai asas ke-10
(dalam tahun 2003). Dalam tahun yang sama, PBB telah mengeluarkan Konvensi
Global Anti-Korupsi, dan yang telah turut ditandatangani pula oleh Indonesia.
Dalam pengertian “responsible business practices” di atas, tentunya termasuk
pula usaha perusahaan untuk menolak melakukan transaksi yang mempunyai sifat
“penyuapan” dan/atau “korupsi”.17
17
Wacana tentang corporate social responsibility menjadi perhatian yang
serius bagi para pebisnis dan birokrat. Hal ini disebabkan oleh perlunya perseroan
dan birokrat untuk bersama-sama memikirkan bagaimana cara untuk
menyelamatkan dunia. Seperti diketahui bahwa pihak yang berkepentingan
terhadap perseroan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pihak internal dan
pihak eksternal perusahaan. Pearce dan Robinson menyebutkan ada sepuluh
pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan yang masing-masing
mempunyai kepentingan berbeda dan cara pandang yang berbeda terhadap
perusahaan. Kesepuluh pihak yang dimaksud adalah stockholders, creditor,
employees, customers, suppliers, governments, unions, competitors, local
communities, general public. Kepentingan dan klaim tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam klaim yang bersifat ekonomi dan non ekonomi. Pearce
dan Robinson mengelompokkan tanggung jawab social menjadi empat, yaitu
sebagai berikut :18
18
Ketut Budhiarta, Cara pandang UU RI No. 40 Tahun 2007 dan UU RI No. 17 Tahun 2000 terhadap Corporate Social Responsibility (CSR), Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008, hal. 211.
(1) Economic responsibility. Secara ekonomi tanggung jawab perusahaan adalah
untuk menghasilkan barang dan jasa kepada masyarakat dengan reasonable
cost dan memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dengan menghasilkan
barang dan jasa maka perusahaan diharapkan memberikan pekerjaan yang
produktif terhadap masyarakat sekitarnya, menyumbangkan sebagian
(2) Legal responsibility. Di mana pun tempat operasi suatu perusahaan tidak akan
dapat melepaskan diri dari aturan dan perundang-undangan yang berlaku yang
mengatur tentang kegiatan bisnis. Peraturan tersebut terutama yang terkait
dengan usaha untuk mengontrol perubahan lingkungan dan keamanan
konsumen. Untuk melindungi konsumen diperlukan peraturan tentang
perlindungan konsumen. Untuk menjaga perubahan lingkungan maka
perusahaan harus tunduk kepada undang-undang yang mengatur tentang
lingkungan.
(3) Ethical responsibility. Perusahaan didirikan tidak hanya berperilaku legal
secara hukum, tetapi juga memiliki etika. Sering kali terjadi perbedaan antara
legal dan etika. Bisa jadi sesuatu yang dikatakan legal, tetapi tidak beretika.
Perusahaan memproduksi adalah legal, tetapi tidak beretika untuk
memasarkan agar semua penduduk merokok. Perusahaan televise adalah legal
untuk memutar dan menyiarkan film, tetapi tidak beretika jika film yang
diputar berbau porno.
(4) Discretionary responsibility. Tanggung jawab ini sifatnya sukarela seperti
public relation activities, menjadi warga negara yang baik, dan tanggung
jawab perusahaan lainnya. Melalui public relation yang baik manajer
mencoba untuk meningkatkan kesan terhadap perusahaan, barang dan jasa
yang dihasilkan. Perusahaan yang menjadi warga negara yang baik akan
meningkatkan going concern dan merupakan sarana untuk melakukan
secara penuh memerlukan strategi yang sama dalam menangani masalah social
dengan masalah bisnis.
Corporate Social Responsibility sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari aktivitas bisnis memerlukan penanganan yang menyeluruh mulai dari tahap
visi, misi, dan strategi bisnis. Misi suatu bisnis tidak hanya mengidentifikasi
barang dan jasa apa yang akan dihasilkan, bagaimana memproduksi, dan
bagaimana memasarkan. Akan tetapi, dalam misi perusahaan perlu diakomodasi
juga tentang kemungkinan adanya klaim dari exsternal stakeholders yang meliputi
kreditor, pelanggan, supplier, pemerintah, serikat kerja, masyarakat lokal, dan
kelompok umum lainnya. Dengan mengidentifikasi kepentingan setiap
stakeholders dan mempertimbangkan hak dan kewajiban relatif yang berpengaruh
terhadap keberhasilan perusahaan, maka going concern perusahaan diharapkan
tidak akan terganggu.
Thompson and Strickland menyebutkan bahwa dalam arti luas pemilihan
strategi dibatasi oleh hukum, kepatuhan terhadap peraturan pemerintah, apa yang
diterima secara sosial dan masyarakat secara umum. Dengan memerinci prioritas
social, perhatian masyarakat, persyaratan peraturan, dan regulasi yang berat
merupakan bagian dari situasi eksternal yang perlu dianalisis dalam kebanyakan
perusahaan. Proses pembuatan strategi perusahaan yang mempertimbangkan
tanggung jawab sosial meliputi :19
19
Ibid, hal. 212.
(1) menjaga aktivitas organisasitetap mengacu pada norma yang sesuai dengan
(2) merespons secara positif ekspektasi dan prioritas sosial,
(3) menunjukkan kemauan untuk bertindak tanpa melawan regulasi,
(4) menyeimbangkan kepentingan stockholder dengan kepentingan yang lebih
luas dari masyarakat secara menyeluruh, dan
(5) menjadi warga negara yang baik dalam bermasyarakat.
F. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum
skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa
hukum perdata khususnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan
(social corporate responsibility) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini
direksi dalam prinsip fiduciary responsibilty pada perseroan dan pemegang
saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan
persoalan ini.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam
meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait
dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (social corporate
responsibility) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam
dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip
fiduciary responsibilty pada perseroan dan pemegang saham.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk
lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat
sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Pengertian dan
Dasar Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social
Responsibility), Standard Tanggung Jawab Sosial Korporasi
(Corporate Social Responsibility) di Indonesia, Manajemen
Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility),
Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)
Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dengan bidang
hukum lainnya.
BAB III PRINSIP FIDUCIARY RESPONSIBILITY DI PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Tinjauan Umum
mengenai Organ Perseroan Terbatas, Tinjauan Umum mengenai
Pemegang Saham di Dalam Perseroan Terbatas dan Prinsip Fiduciary
Responsibility dalam Perseroan Terbatas
BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN
FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN
TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Tanggung Jawab
Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Menurut UU No.
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tanggung Jawab Sosial
Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Bentuk
Akuntabilitas Korporasi., Tanggung Jawab Sosial Korporasi
(Corporate Social Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary
terhadap Para Pemegang Saham dan Perkembangan Pelaksanaan
Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
A. Pengertian dan Dasar Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin
berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap
perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab.
Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan
usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif
terhadap lingkungan sosialnya.
Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan
baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate
Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa
korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri
saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di
tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan
adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
Dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial
bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung
jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan
bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan
berkelanjutan", dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam
melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya
berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden
melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat
ini maupun untuk jangka panjang. 20
Menurut Baker, tanggung jawab sosial adalah bagaimana cara
perusahaan mengelola proses bisnisnya untuk menghasilkan segala hal yang
positif yang berpengaruh terhadap lingkungannya. Tanggung jawab sosial dapat
dikatakan sebagai cara perusahaan mengatur proses produksi yang berdampak
positif pada komunitas. Dapat pula dikatakan, sebagai proses penting dalam
pengaturan biaya yang dikeluarkan untuk meraih keuntungan, baik internal
(pekerja, shareholder), maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum,
anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).
Esensi tanggung jawab sosial. Pada dasarnya, bentuk tanggung jawab sosial
perushaan dapat beraneka ragam. Dari yang bersifat charity sampai pada kegiatan
yang bersifat pengembangan komunitas (Community Development). 21
Menurut Andi Firman tanggung jawab sosial adalah suatu konsep yang bermaterikan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada
20
http://www.wikipedia.org.
21
A. Martanti Dwifebri, 2007, “Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya ikut serta perbaiki perekonomian bangsa” diakses dari situs
masyarakat luas, khususnya di wilayah perusahaan tersebut beroperasi. Tanggung jawab sosial dapat berupa program yang memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu dan berprestasi, perbaikan infrastruktur jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan dan olah raga, pendidikan dan pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Termasuk pula memelihara kondisi alam agar tetap dalam kondisi yang sehat dan seimbang. Pada posisi demikian, perusahaan telah ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) masyarakat dari segi ekonomis dan ekologis.22
Menurut Bank Dunia tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari
beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi
manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha,
pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan,
kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.23
Baker menyebutkan bahwa ada dua model penerapan tanggung jawab
sosial. Model tersebut adalah: 1) Model Amerika – Tradisional. Model ini lebih
bersifat filantropis/karitas. Pada model ini perusahaan mendapatkan laba
sebesarbesarnya, melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
menyumbangkan keuntungannya kepada masyarakat. 2) Model Eropa-Modern.
Model ini lebih integrative, memfokuskan diri pada bidang usaha utama
perusahaan yang dijalankan dengan tanggung jawab terhadap masyarakat.
Dengan adanya
tanggung jawab sosial sebenarnya perusahaan diuntungkan karena dapat
menciptakan lingkungan sosial yang baik serta dapat menumbuhkan citra positif
perusahaan, tentu hal ini dapat meningkatkan iklim bisnis bagi perusahaan.
24
22
Yenni Mangoting, Biaya Tanggung Jawab Sosial sebagai Tax Benefit, diakses dari situs : Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting
23
A. Martanti Dwifebri, Op.cit.
24
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun
hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat
didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para
strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah
kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan
atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas.
Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah
pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa
merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering
digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak
memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan.
Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral
dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. 25
Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama
dua puluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat
sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan
adalah perilaku korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan
cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat
dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa korporasi
transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam
skala global tersebut.26
25
Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari "A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR" Tanggal 23 Agustus 2006, dapat juga diakses dari situs : http://www.menlh.go.id2/36
26
Hingga dekade 1980-90 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya
KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development
(pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh
negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin
menggurita. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry
Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di
tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan-perusahaan yang hanya mencetak
keuntungan semata.
Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu,
pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai
CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah
satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran
paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan
saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Adapun pengaturan CSR di dalam di dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun
2007, diatur sebagai berikut :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sedangkan pengaturan di dalam No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal., yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut:“Setiap penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.”
Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d disebutkan sebagai berikut: “Setiap
penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.”
Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan
perundangan-undangan Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan.
Kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak
diperlukan pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ketua
Umum Kadin, Mohammad S. Hidayat, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban
perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal,
sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan
memberikan beban baru kepada dunia usaha
B. Standard Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.
Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli
dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung
jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social
responsibility.
Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka
memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun
kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan
menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam
pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal,
nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya
mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan
mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam
mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola
pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan
dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan
sosial budaya.
Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti
diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan
masyarakat. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga
elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan
partisipasi aktif masing-masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk
stakeholder diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan
pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan di emban secara bersama.
CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan
(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja.
Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini
bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena
kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara
berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin
apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah
menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan
waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak
memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for
Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif
mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang
membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang
diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Pengaturan
untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum
bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman
tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment”
tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun
Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO
meminta ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan
standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut
mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategic Advisory
Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan
pre-conference dan conference bagi negaranegara berkembang, selanjutnya di
tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada
seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005,
dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak.
Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari
CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility
saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena
pedoman ISO 26000 diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua
bentuk organisasi, baik swasta maupun publik. ISO 26000 menyediakan standar
pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu
institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di
negara berkembang maupun negara maju. Dengan Iso 26000 ini akan memberikan
tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini
dengan cara: 1) mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung
jawab sosial dan isunya; 2) menyediakan pedoman tentang penterjemahan
prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3) memilah praktek-praktek
terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas
Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli
yang menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang
secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan
mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu :27
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab
suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat
dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang : 1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak asasi manusia
7. Organisasi Pemerintahan (Organizational Governance)
28
Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan sosial responsibility
hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup 7 isu pokok
diatas. Dengan demikian jika suatu perusahaan hanya memperhatikan isu tertentu a). Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
b). Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder
c). Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional;
d). Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik
kegiatan, produk maupun jasa.
27
Ibid.
28
saja, misalnya suatu perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun
perusahaan tersebut masih mengiklankan penerimaan pegawai dengan
menyebutkan secara khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu,
maka sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya belum
melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh. Contoh lain, misalnya suatu
perusahaan memberikan kepedulian terhadap pemasok perusahaan yang tergolong
industri kecil dengan mengeluarkan kebijakan pembayaran transaksi yang lebih
cepat kepada pemasok UKM. Secara logika produk atau jasa tertentu yang
dihasilkan UKM pada skala ekonomi tertentu akan lebih efisien jika dilaksanakan
oleh UKM. Namun UKM biasanya tidak memiliki arus kas yang kuat dan jaminan
yang memadai dalam melakukan pinjaman ke bank, sehingga jika perusahaan
membantu pemasok UKM tersebut, maka bisa dikatakan perusahaan tersebut telah
melaksanakan bagian dari tanggung jawab sosialnya.
Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan
dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi :29
f). Perilaku yang beretika a). Kepatuhan kepada hukum
b). Menghormati instrumen/badan-badan internasional
c). Menghormati stakeholders dan kepentingannya
d). Akuntabilitas
e). Transparansi
29
g). Melakukan tindakan pencegahan
h). Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia
Ada empat agenda pokok yang menjadi program kerja tim itu hingga tahun
2008, diantaranya adalah menyiapkan draf kerja tim hingga tahun 2006,
penyusunan draf ISO 26000 hingga Desember 2007, finalisasi draf akhir ISO
26000 diperkirakan pada bulan September 2008 dan seluruh tugas tersebut
diperkirakan rampung pada tahun 2009. Pada pertemuan tim yang ketiga tanggal
15-19 Mei 2006 yang dihadiri 320 orang dari 55 negara dan 26 organisasi
internasional itu, telah disepakati bahwa ISO 26000 ini hanya memuat panduan
(guidelines) saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan karena ISO 26000
ini memang tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak
digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO-ISO lainnya.
Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara
menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan
CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum
dalam penerapan CSR di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai
panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR
yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global
termasuk Indonesia.
C. Manajemen Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)
Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada
pada Community Development) telah dianggap pula sebagai “faktor pendukung
daya saing” perusahaan bersangkutan. Seperti terungkap dalam suatu survei di
tahun 1999 terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka
antara lain :
(a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”
(b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan
yang hanya menekankan