• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kadar Feritin Dan Asam Urat Serum Sebagai Faktor Prognostik Pada Stroke Iskemik Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Kadar Feritin Dan Asam Urat Serum Sebagai Faktor Prognostik Pada Stroke Iskemik Akut"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT

SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA

STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

OLEH

FASIHAH IRFANI FITRI

NIM : 087112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT

SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA

STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada

Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

FASIHAH IRFANI FITRI

NIM : 087112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK– SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Peranan Kadar Feritin Dan Asam Urat Serum Sebagai Faktor Prognostik Pada Stroke Iskemik Akut

Nama Mahasiswa : FASIHAH IRFANI FITRI Nomor Induk Mahasiswa : 087112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua

Mengetahui / Mengesahkan :

Ketua Program Studi

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K)

Ketua TKP PPDS I

dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

(5)

Telah diuji pada : Senin, 7 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Anggota : 1. Prof.dr. Darulkutni Nasution,SpS(K)

2. Dr. Darlan Djali Chan,SpS 3. Dr. Yuneldi Anwar,SpS(K) 4. Dr. Rusli Dhanu,SpS(K)

5. Dr.Kiking Ritarwan,MKT,SpS 6. Dr. Aldy S Rambe,SpS

7. Dr. Puji Pinta O Sinurat,SpS 8. Dr.Khairul P Surbakti,SpS 9. Dr. Cut Aria Arina,SpS 10. Dr. Kiki M Iqbal,SpS 11. Dr. Alfansuri Kadri,SpS

12. Dr. Dina Listyaninhrum,SpS,Msi,Med 13. Dr. Aida Fithrie,SpS

(6)

PERNYATAAN

PERANAN KADAR FERITIN DAN ASAM URAT SERUM SEBAGAI FAKTOR PROGNOSTIK PADA STROKE ISKEMIK AKUT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 7 Juni 2010

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan

Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkah, rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu

Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan

Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP

H.Adam Malik Medan, guru dan pembimbing penulis dalam

penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian

membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan

(8)

3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak

memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Puji Pinta O Sinurat dan Dr. Yuneldi Anwar,Sp.S (K), selaku

pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong,

membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari

perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru penulis: Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir,SpS(K); Prof. Dr. H.

Darulkutni Nasution, Sp.S (K); Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S (K);

Alm. Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S (K); Alm. Dr. Ahmad Syukri, Sp.S

(K); Dr. LBM Sitorus, Sp.S; Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Aldy S

Rambe,SpS; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis,

Sp.S; Alm. Dr. Dadan Hamdani, Sp.S;, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti,

Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M.Iqbal,

Sp.S; Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S,

Msi,Med; Dr. Aida Fithrie, Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan

masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran

Klinik.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

(9)

sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang

telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi

dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi

FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan

masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam

berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan

dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis

menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik

Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah

bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran

Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu

Penyakit Saraf.

10. Semua pasien stroke iskemik yang telah bersedia berpartisipasi secara

sukarela dalam penelitian ini.

11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi Alm. Prof.

Dr. M. Dahlan Darip,SpMK dan ibunda Dra. Syahyar Hanum,DPFE

(10)

sayang, memberikan rasa aman, cinta, dukungan moril dan materi,

bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar

dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

12. Kedua mertua saya, Prof. DR.Ir. A. Rahim Matondang,MSIE, dan Hj.

Ifin Tifah Sibarani yang banyak memberikan dorongan, semangat dan

nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam

mengikuti pendidikan sampai selesai

13. Abang kandung saya, dr. M. Shahreza dan kakak ipar saya Elva Citra

Sari,SE dan adik kandung saya dr. Ahmad Handayani yang banyak

memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu

Penyakit Saraf.

14. Teristimewa kepada suamiku tercinta Rahmat Hidayat Matondang,ST

atas doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam,

mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan

duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi

baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam

(11)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK 9

II.2.2. Regulasi Absorpsi Zat Besi 18

II.2.3. Keseimbangan Zat Besi Pada Otak 18

II.2.4. Zat Besi, Radikal Bebas dan Cedera Oksidatif 19

II.2.5. Peroksidasi Lipid 23

II.3. ASAM URAT 25

II.3.1. Asam Urat Sebagai Antioksidan 26

II.3.2. Peran Asam Urat Saat Cedera Oksidatif 27

II.4. OUTCOME STROKE 30

(13)

BAB III. METODE PENELITIAN 34

III.1. TEMPAT DAN WAKTU 34

III.2. SUBJEK PENELITIAN 34

III.2.1. Populasi Sasaran 34

III.4. RANCANGAN PENELITIAN 37

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN 38

III.5.1. Instrumen 38

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar ferritin serum 38 III.5.1.2. Pemeriksaan kadar asam urat serum 38

III.5.1.3. Computed Tomography Scan 38

III.5.1.4. Pengukuran Outcome 38

IV.1. HASIL PENELITIAN 41

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 41

IV.1.2. Rerata nilai kadar asam urat dan feritin serum 43 IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Kadar Asam Urat

Serum Berdasarkan Variabel 43

IV.1.4. Distribusi Rerata Nilai Kadar Feritin Serum

Berdasarkan Variabel 46

IV.1.5. Distribusi Rerata Nilai NIHSS,mRS dan BI

Berdasarkan Variabel 50

IV.I.5.1. Distribusi Rerata Nilai NIHSS

Berdasarkan Variabel 50

IV.I.5.2. Distribusi Rerata Nilai mRS

Berdasarkan Variabel 52

IV.I.5.3. Distribusi Rerata Nilai BI

Berdasarkan Variabel 54

IV.1.6. Hubungan Antara Kadar Asam Urat dengan

Feritin Serum 56

IV.1.7. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

Terhadap Nilai NIHSS 57

IV.1.8. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

Terhadap Nilai mRS 60

IV.1.9. Peranan Kadar Asam Urat dan Feritin Serum

(14)

IV.2. PEMBAHASAN

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian 65

IV.2.2. Rerata Nilai Kadar Asam Urat dan

Distribusinya Berdasarkan Variabel 67 IV.2.3. Rerata Nilai Kadar Feritin Serum dan

Distribusinya Berdasarkan Variabel 68

IV.2.4. Distribusi Rerata Nilai NIHSS,mRS dan BI

Berdasarkan Variabel 69

IV.2.5 Hubungan Antara Kadar Asam Urat dengan

Feritin Serum 69

IV.2.6. Peranan Kadar Asam Urat Serum

Terhadap Outcome 70

IV.2.7. Peranan Kadar Feritin Terhadap Outcome 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 74

V.1. KESIMPULAN 74

V.2. SARAN 75

DAFTAR PUSTAKA 76

(15)

DAFTAR SINGKATAN

ASNA : Asean Neurologic Association

BI : Barthel Index

CSF : Cerebro Spinal Fluid

DMT1 : Divalent Metal Transporter

DNA : Deoxyribonucleatid Acid

LDL : Low-Density Lipoprotein

mRS : Modified Rankin Scale

NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate-Oxidase

NIHSS : National Institute Of Health Stroke Scale

NSE : Neuron-Specific Enolase

PJK : Penyakit Jantung Koroner

ROS : Reactive Oxygen Species

TfR : Transferrin Receptor

XDH : Xanthine Dehidrogenase

(16)

DAFTAR LAMBANG

Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah

ditentukan Æ 1,96

Nilai baku berdasarkan nilai β (0,10) yang ditentukan oleh

peneliti Æ 1,282

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian 42

Tabel 2. Rerata nilai kadar asam urat dan feritin serum 43

Tabel 3. Distribusi rerata nilai kadar asam urat berdasarkan variabel

45

Tabel 4. Distribusi rerata nilai kadar feritin berdasarkan

variabel

48

Tabel 5. Distribusi rerata nilai NIHSS berdasarkan variabel 52

Tabel 6. Distribusi rerata nilai mRS berdasarkan variabel 54

Tabel 7. Distribusi rerata nilai BI berdasarkan variabel 56

Tabel 8. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan

variabel prediktor terhadap skor NIHSS

58

Tabel 9. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan

variabel prediktor terhadap skor mRS

60

Tabel 10. Uji regresi linear ganda untuk menentukan peranan

variabel prediktor terhadap skor BI

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut 12

Gambar 2. Iskemik/reperfusi menyebabkan pembentukan

radikal bebas dan kerusakan jaringan

14

Gambar 3. Distribusi Zat Besi Pada Orang Dewasa 17

Gambar 4. Transpor Zat Besi Melalui Epitel Intestinal 17

Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak 19

Gambar 6. Produksi superoksidadan hidrogen peroksida

menyebabkan kematian sel

22

Gambar 7. Keseimbangan Asam Urat Tubuh 26

Gambar 8. Hipotesis Cedera Iskemik-Reperfusi 28

Gambar 9. Peranan Xanthine Oxidase dan Zat Besi yang

Dimobilisasi dari Feritin pada Kerusakan Jaringan pada Saat Iskemik

29

Gambar 10. Grafik Hubungan Feritin dengan NIHSS hari ke-1 49

Gambar 11. Korelasi antara asam urat dan feritin serum 57

Gambar 12 Grafik linear peran kadar asam urat terhadap skor

NIHSS

59

Gambar 13 Grafik linear peran kadar feritin terhadap skor

NIHSS

59

Gambar 14 Grafik linear peranan kadar asam urat terhadap

skor mRS

61

Gambar 15 Grafik linear peranan kadar feritin terhadap skor

mRS

62

Gambar 16 Grafik linear peranan kadar asam urat terhadap

skor BI

64

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga 83

Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan 85

Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data 86

Lampiran 3. National Institute of Health Stroke Scale 88

Lampiran 4. Barthel Index 90

Lampiran 5. Modified Rankin Scale 92

Lampiran 6. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan 93

FK-USU

Lampiran 7. Data Dasar Penelitian 94

(20)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan zat besi, yang diukur dengan tingginya kadar feritin, telah dihubungkan dengan stres oksidatif yang lebih berat, sedangkan asam urat terbukti memiliki kapasitas antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan feritin dan asam urat sebagai factor prognostic pada stroke iskemik akut.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Agustus 2009 hingga Mei 2010. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala yang dilakukan

saat masuk. Kadar feritin dan asam urat diukur dalam 24-48 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Terdapat 33 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 18 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan signifikan pada kadar feritin dan asam urat serum berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor risiko stroke. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadar feritin dan asam urat

(r=0,345, p=0,049). Uji regresi multipel stepwise menunjukkan bahwa

kadar feritin yang lebih tinggi dan asam urat yang lebih rendah merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih tinggi dan skor BI yang lebih rendah,sedangkan kadar feritin yang lebih rendah dan asam urat yang tinggi merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih rendah dan skor BI yang lebih tinggi.

Kesimpulan : Kadar feritin dan asam urat memiliki peran sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut. Kadar feritin yang tinggi dan asam

urat yang rendah merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk

pada pasien stroke iskemik. Temuan ini dapat memperkuat adanya kerusakan oksidatif pada pasien stroke iskemik

(21)

ABSTRACT

Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence of an association between ischemic stroke and increased oxidative stress. Iron overload, as measured by high serum ferritin levels, has been associated with greater oxidative stress, whereas uric acid has been shown to have an antioxidant capacity. The purpose of this study was to investigate the role of serum ferritin and uric acid as prognostic factors of ischemic stroke outcome.

Methods : This was an observational cross-sectional study performed on acute ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in August 2009 until May 2010. Acute ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial CT that were performed on admission. Serum ferritin and uric acid were measured within 24-48 hours from admission. Stroke outcome was` evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on fourteenth day.

Results : Thirty three patients, consisted of 18 men and 15 women were studied. There was no significant difference on ferritin and uric acid levels based on age, sex and stroke risk factors. There was a significant positive correlation between serum ferritin and uric acid (r=0,345,p=0,049). A stepwise multiple regression revealed that higher ferritin and lower uric acid levels independently predicted higher NIHSS and mRS scores, and lower BI score, while lower ferritin and higher uric acid levels independently predicted lower NIHSS and mRS scores and higher BI score.

Conclusions : Serum ferritin and uric acid have a role as prognostic factors for outcome in ischemic stroke patients. Higher serum ferritin and lower uric acid were prognostic factors for poor outcome in ischemic stroke patients. This finding may reinforce the relevance of oxidative damage in ischemic stroke.

(22)

ABSTRAK

Latar belakang dan Tujuan : Stroke iskemik masih menjadi masalah kesehatan utama dan penyebab utama mortalitas dan disabilitas. Studi eksperimental menunjukkan bukti adanya hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif. Peningkatan zat besi, yang diukur dengan tingginya kadar feritin, telah dihubungkan dengan stres oksidatif yang lebih berat, sedangkan asam urat terbukti memiliki kapasitas antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan feritin dan asam urat sebagai factor prognostic pada stroke iskemik akut.

Metode : Studi observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada penderita stroke iskemik akut di RS Adam Malik pada Agustus 2009 hingga Mei 2010. Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala yang dilakukan

saat masuk. Kadar feritin dan asam urat diukur dalam 24-48 jam setelah dirawat. Outcome stroke diukur dengan menggunakan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) pada hari ke-empatbelas.

Hasil : Terdapat 33 pasien dalam penelitian ini, terdiri dari 18 lelaki dan 15 perempuan. Tidak dijumpai perbedaan signifikan pada kadar feritin dan asam urat serum berdasarkan usia, jenis kelamin dan faktor risiko stroke. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadar feritin dan asam urat

(r=0,345, p=0,049). Uji regresi multipel stepwise menunjukkan bahwa

kadar feritin yang lebih tinggi dan asam urat yang lebih rendah merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih tinggi dan skor BI yang lebih rendah,sedangkan kadar feritin yang lebih rendah dan asam urat yang tinggi merupakan prediktor yang independen terhadap skor NIHSS dan mRS yang lebih rendah dan skor BI yang lebih tinggi.

Kesimpulan : Kadar feritin dan asam urat memiliki peran sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut. Kadar feritin yang tinggi dan asam

urat yang rendah merupakan faktor prognostik untuk outcome yang buruk

pada pasien stroke iskemik. Temuan ini dapat memperkuat adanya kerusakan oksidatif pada pasien stroke iskemik

(23)

ABSTRACT

Background and Purpose : Ischemic stroke remains a major healthcare problem and a leading cause of mortality and disability. Experimental studies provide evidence of an association between ischemic stroke and increased oxidative stress. Iron overload, as measured by high serum ferritin levels, has been associated with greater oxidative stress, whereas uric acid has been shown to have an antioxidant capacity. The purpose of this study was to investigate the role of serum ferritin and uric acid as prognostic factors of ischemic stroke outcome.

Methods : This was an observational cross-sectional study performed on acute ischemic stroke patients in Adam Malik General Hospital in August 2009 until May 2010. Acute ischemic stroke diagnosis was established based on history, neurological examination and cranial CT that were performed on admission. Serum ferritin and uric acid were measured within 24-48 hours from admission. Stroke outcome was` evaluated by using the National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI) on fourteenth day.

Results : Thirty three patients, consisted of 18 men and 15 women were studied. There was no significant difference on ferritin and uric acid levels based on age, sex and stroke risk factors. There was a significant positive correlation between serum ferritin and uric acid (r=0,345,p=0,049). A stepwise multiple regression revealed that higher ferritin and lower uric acid levels independently predicted higher NIHSS and mRS scores, and lower BI score, while lower ferritin and higher uric acid levels independently predicted lower NIHSS and mRS scores and higher BI score.

Conclusions : Serum ferritin and uric acid have a role as prognostic factors for outcome in ischemic stroke patients. Higher serum ferritin and lower uric acid were prognostic factors for poor outcome in ischemic stroke patients. This finding may reinforce the relevance of oxidative damage in ischemic stroke.

(24)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama

dan merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di

negara-negara maju, setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Setiap

tahunnya,lebih kurang 795.000 orang mengalami serangan stroke, baik

yang pertama, maupun serangan berulang. Diperkirakan 610.000

merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang.

(Goldstein,dkk 2006; Hacke dkk,2003; Lloyd-Jones dkk,2009).

Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey

ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh

Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang

dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko,

lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan

profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun

berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach,2007).

Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional,

dimana 20% penderita yang bertahan hidup masih membutuhkan

perawatan di institusi kesehatan setelah 3 bulan dan 15-30% penderitanya

(25)

kehidupan dan tidak hanya mempengaruhi penderitanya namun juga

seluruh keluarga dan pengasuh. (Goldstein dkk,2006).

Variabilitas outcome pasien stroke yang sangat besar memicu

berbagai penelitian yang berupaya mengidentifikasi faktor-faktor prediktor

outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional yang telah diteliti

pada berbagai studi sebelumnya mencakup usia, skor NIHSS (National

Institute Of Health Stroke Scale) awal, tipe stroke, riwayat

stroke,diabetes,disabilitas sebelumnya, penyakit jantung, demensia,

status sosioekonomik, penanda keparahan stroke, demam, undernutrition,

hiperglikemia, tempat rawatan (stroke unit vs ruangan biasa), dan variabel

imejing. (Johnston dkk,2000; Appelros dkk,2003; Ng dkk, 2007; Johnston

dkk, 2002; Uchino dkk,2001; Paul dkk,2005;Greer dkk, 2008; Davis dkk,

2004; Yong dkk, 2008;Glader dkk, 2001; Rudd dkk, 2005).

Berbagai penanda biokimiawi juga telah diteliti sebagai faktor

prediktor outcome, seperti C-Reactive Protein, protein S-100B,

neuron-specific enolase (NSE), myelin basic protein, dan thrombomodulin.

(Wunderlich dkk, 1999; Napoli dkk,2001; Jauch dkk, 2006).

Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan adanya

hubungan antara stroke iskemik dengan peningkatan stres oksidatif, yang

disertai dengan pembentukan radikal bebas dan menyebabkan penurunan

kadar antioksidan di otak, mencakup vitamin C, asam urat, vitamin A dan

E. Kadar antioksidan yang rendah berhubungan dengan outcome yang

lebih buruk. (Cherubini dkk, 2000). Selain kadar vitamin C dan asam urat

(26)

penanda inflamasi dan penanda stres oksidatif yang lebih tinggi.(Gariballa

dkk, 2002; Sanchez-Moreno dkk, 2004). Aktivitas antioksidan yang rendah

di plasma juga berhubungan dengan volume lesi yang lebih luas dan

gangguan neurologis pada stroke. (Leinonen dkk, 2000).

Sewaktu terjadi iskemik serebral, zat besi yang dibebaskan dari

cadangan intraseluler—seperti ferritin—mengkatalisasi reaksi yang

memproduksi radikal bebas dan berhubungan dengan outcome yang

buruk, transformasi hemoragik, dan edema otak setelah terapi trombolitik

pada pasien stroke iskemik akut. Kadar feritin yang lebih tinggi pada

baseline dijumpai pada pasien dengan outcome yang buruk setelah hari

ke-90 (median [kuartil], 165 [98,307] vs 17 [12.37] ng/mL; p<0.001) dan

pada pasien yang mengalami hematoma parenkim (p=0.006),

transformasi hemoragik simptomatik (p=0.008) dan yang mengalami

edema otak yang berat (p<0.001). (Millan dkk, 2007).

Davalos dkk (2000) melakukan penelitian terhadap 100 pasien

stroke iskemik akut dan menemukan bahwa peningkatan kadar ferritin

plasma dan CSF dalam 24 jam pertama setelah onset berhubungan

dengan perburukan neurologis. Peningkatan cadangan zat besi tubuh

menyebabkan perkembangan gejala stroke dengan mempercepat

mekanisme sitotoksik pada iskemia serebral.

Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian oleh Millerot dkk

(2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan cadangan zat

besi tubuh tidak meningkatkan kerentanan otak terhadap iskemia, dan

(27)

Terdapat beberapa studi terdahulu mengenai serum ferritin sebagai

faktor risiko stroke iskemik, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular

lainnya, dengan hasil yang bervariasi. Hasil penelitian dari Van Der dkk

(2005) menunjukkan bahwa kadar serum ferritin yang lebih tinggi pada

wanita pasca menopause berhubungan dengan peningkatan risiko stroke

iskemik.

Rossi,dkk (2000) melakukan penelitian untuk menilai ketebalan

dinding intima-media karotis dan pembentukan plak fokal dengan

high-resolution B-mode ultrasound, faktor risiko konvensional, kadar serum

ferritin, dan mutasi C282Y dari gen hemokromatosis pada 1098 subjek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai serum ferritin berhubungan

secara independen dengan plak karotis.

Wolff,dkk (2004) melakukan penelitian hubungan antara kadar

serum ferritin dengan aterosklerosis karotis pada 2443 partisipan.

Hubungan yang signifikan antara kadar serum ferritin dengan plak karotis

dijumpai pada laki-laki (OR tiap peningkatan 1-SD kadar serum ferritin,

1.33; 95% CI, 1.08 sampai 1.44) namun tidak pada wanita (OR 1.29; 95%

CI 0.98 sampai 1.75). Ditemukan interaksi antara kadar serum ferritin

dengan kolesterol LDL (Low-Density Lipoprotein) (p=0.039) pada laki-laki.

Penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan antara kadar serum ferritin

dengan aterosklerosis yang dipotensiasi oleh kolesterol LDL.

Beberapa penelitian lainnya tidak menunjukkan adanya hubungan

antara feritin serum dengan penyakit kardiovaskular.Knuiman dkk (2003)

(28)

kejadian penyakit jantung koroner dan stroke pada tahun 1981 hingga

1998. Didapat tidak ada atau hanya sedikit bukti bahwa kadar ferritin

merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Penelitian oleh

Ellervik,dkk (2005) tidak menunjukkan adanya hubungan antara

hemokromatosis herediter dengan risiko penyakit jantung iskemik. Van

Der (2006) meneliti hubungan antara non-transferrin-bound iron, kadar zat

besi serum, saturasi transferin dan feritin dengan risiko penyakit jantung

koroner (PJK) dan infark miokard. Hasilnya menunjukkan tidak ada

peningkatan risiko PJK atau infark miokard pada pasien dengan tertil

tertinggi dibandingkan dengan tertil terendah.

Pada percobaan eksperimental dijumpai peningkatan kadar asam

urat setelah stroke,yang berhubungan dengan pembentukan radikal bebas

oleh xanthine oxidase (XO) karena terjadinya iskemik lokal menyebabkan

perubahan pada metabolisme purin. (Uemura,dkk 1991). Sewaktu

iskemik serebral terjadi peningkatan kadar xanthine dan asam urat akibat

reaksi enzimatis yang membentuk asam urat (Kanemitsu dkk, 1988) dan

konversi xanthine dehydrogenase (XDH) menjadi XO. (Engerson

dkk,1987).

Namun berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara

asam urat dengan stroke dan penyakit kardiovaskular lainnya memberikan

hasil yang cukup beragam dan kadang bertentangan satu sama lain.

Beberapa penelitian menunjukkan efek protektif dari asam urat, namun

(29)

Chamorro,dkk (2002) melakukan penelitian terhadap 881 pasien

stroke iskemik akut untuk mengatahui relevansi klinis dari asam urat

serum dengan outcome fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan outcome yang lebih

baik. Romanos,dkk (2007) melakukan studi untuk mengetahui apakah

asam urat bersifat protektif pada model iskemik tromboembolik otak pada

tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian asam urat pada saat awal

setelah stroke tromboembolik bersifat neuroprotektif, yaitu mengurangi

volume infark, memperbaiki fungsi neurologis, melemahkan respon

inflamasi dan menambah manfaat terapi recombinant tisue-Plasminogen

Activator.

Penelitian oleh Weir,dkk (2003) menunjukkan hasil yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam urat yang lebih tinggi

memprediksi kemungkinan outcome yang lebih buruk pada stroke akut,

independen terhadap keparahan stroke dan faktor prognostik lainnya.

Asam urat juga dapat bersifat sebagai pro-oksidan, dengan

membebaskan radikal bebas sewaktu degradasinya maupun dengan

menstimulasi NADPH oxidase. (Feig dkk,2008).

Asam urat telah diteliti sebagai faktor prediktor yang kuat untuk

stroke pada pasien dengan Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus.

(Lehto dkk, 1998). Hasil peneltian lainnya menunjukkan bahwa asam urat

merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular dan stroke, juga

berhubungan dengan mortalitasnya. (Bos dkk,2006; Meisinger dkk,2008;

(30)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti

yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah msalah sebagai berikut :

Bagaimanakah peranan kadar ferritin dan asam urat serum sebagai

faktor prognostik pada stroke iskemik akut ?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan kadar ferritin dan asam urat serum

sebagai faktor prognostik pada stroke iskemik akut.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peranan kadar ferritin dan asam urat serum

sebagai faktor prognostik pada pasien stroke iskemik akut di

RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar ferritin dan kadar asam

urat serum pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H.Adam

Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, kadar feritin

serum dan kadar asam urat serum pada penderita stroke iskemik

akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar asam urat serum

berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik

(31)

5. Untuk mengetahui perbedaan distribusi kadar feritin serum

berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik

akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

6. Untuk mengetahui perbedaan distribusi nilai NIHSS, mRS, BI

berdasarkan karakteristik demografi pada pasien stroke iskemik

akut di RSUP H.Adam Malik Medan.

I.4. Hipotesis

Kadar serum ferritin dan asam urat memliki peran sebagai faktor

prognostik pada pasien stroke iskemik akut.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya peranan kadar serum ferritin dan

asam urat sebagai faktor prognostik pasien stroke iskemik, maka dapat

diprediksi outcome pasien yang dirawat di bangsal Neurologi RSUP. H.

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO,2005).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan

jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga

mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun

(Hacke dkk,2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000

insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian

per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.

(Goldstein dkk, 2006). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada

wanita, pada usia muda, namun tidak pada usia tua. Rasio insiden pria

dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada

kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan

(33)

II.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak

(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang

kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Berat badan lahir rendah

d. Ras/etnis

e. Genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

1. Hipertensi

2. Paparan asap rokok

3. Diabetes

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Sickle cell disease

8. Terapi hormonal pasca menopause

9. Diet yang buruk

10. Inaktivitas fisik

(34)

b. Less well-documented and modifiable risk factors

1. Sindroma metabolik

2. Penyalahgunaan alkohol

3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep-disordered breathing

5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

9. Hypercoagulability

10. Inflamasi

11. Infeksi

II.1.4. Patofisiologi

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap (Sjahrir,2003)

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

(35)

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan

melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan

energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium

ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal

bebas. (Sherki dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

(36)

II.1.5. Stres Oksidatif pada Stroke Iskemik

Stres oksidatif didefinisikan sebagai suatu gangguan pada

keseimbangan pro-oksidan dan anti-oksidan, yang dapat menimbulkan

kerusakan pada keadaan pro-oksidan yang lebih banyak. Otak

menggunakan jumlah oksigen yang relatif banyak, sehingga rentan

terhadap stres oksidatif. Pembentukan oksidan secara alami sewaktu

transpor elektron mitokondrial, auto-oksidasi beberapa neurotransmitter

dan kejadian sewaktu hipoksia atau iskemia dapat menyebabkan

pembentukan oksidan dan menimbulkan kerusakan jaringan. (Warner

dkk,2004).

Berbagai bukti menunjukkan adanya keterlibatan radikal oksigen

dalam patogenesis lesi iskemik. Reoksigenasi pada saat reperfusi

menyediakan substrat bagi sejumlah reaksi oksidasi enzimatik.

Mitokondria memproduksi radikal anion superoksida dan hidrogen

peroksida (H2O2) dalam keadaan normal. Repefusi setelah iskemik

menyebabkan produksi reactive oxygen species (ROS) yang berlebih

pada mitokondria. ROS dapat secara langsung terlibat dengan

makromolekul seluler seperti lipid, protein dan asam nukelat pada jaringan

iskemik, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. (Sugawara

(37)

Proses reduksi oksigen menghasilkan superoksida, hidrogen

peroksida, radikal hidroksil dan air. Superoksida merupakan radikal

utama. Ia membentuk hidrogen peroksida dengan dismutasi. Radikal

hidroksil terbentuk dari hidrogen peroksida dengan adanya zat besi

ferrous atau logam transisi lainnya melalui reaksi Haber-Weiss.

Superoksida diproduksi dalam jaringan melalui sejumlah reaksi enzimatis

atau auto-oksidasi, mencakup autooksidasi molekul-molekul kecil,

hemoglobin,mioglobin, komponen mitokondria, melalui enzim oksidatif

seperti xanthine oxidase, NADH oxidase, cyclooxygenase, NADPH

oxidase, dan proses oksidasi asam lemak tidak jenuh. (Kontos,2001).

Tingkat produksi superoksida oleh autooksidasi dipengaruhi oleh

Gambar 2. Iskemik/reperfusi menyebabkan pembentukan radikal bebas dan kerusakan jaringan.

(38)

konsentrasi dari substrat yang teroksidasi dan ketersediaan oksigen.

(Kontos, 2001).

Radikal oksigen memiliki efek selular yang sangat luas. Kerjanya

yang relevan terhadap iskemik serebral mencakup peroksidasi lipid,

denaturasi protein, inaktivasi enzim, kerusakan asam nukleat dan DNA,

pelepasan ion kalsium dari cadangan intrasel,kerusakan sitoskeleton,

kemotaksis. Efek terhadap vaskular serebral adalah vasodilatasi,

perubahan reaktivitas terhadap CO2 dan vasodilator yang bergantung

endotel, peningkatan agregasi platelet, peningkatan permeabilitas endotel,

lesi destruktif fokal dari membran sel endotel. (Kontos,2001).

Iskemik serebral komplit yang diikuti reperfusi menyebabkan

terbentuknya superoksida. Konsentrasinya mencapai puncak pada fase

awal reperfusi dan menurun selama 2 jam setelahnya. Produksi

superoksida tidak terdeteksi sewaktu iskemik komplit karena tidak ada

oksigen. Produksi radikal oksigen sewaktu reperfusi setelah iskemia

disertai dengan vasodilatasi dan menghilangnya respon yang bergantung

endotel. Permeabilitas sawar darah otak menjadi meningkat dan

memungkinkan terjadinya ekstravasasi albumin dan komponen lainnya. Ini

menyebabkan edema dan peningkatan tekanan intra kranial.

(Kontos,2001).

II.2. FERRITIN

Ferritin merupakan protein yang penting dalam metabolisme zat

(39)

dipergunakan jika diperlukan sewaktu-waktu. Ferritin tersusun oleh 24

subunit yang terdiri dari 18.5 kDa, yang mengelilingi 3000-4500 atom

ferric. Normalnya, hanya sedikit ferritin yang terdapat di plasma. Jumlah

ferritin di plasma dapat diukur dan merupakan indeks cadangan zat besi

dalam tubuh. Sintesis reseptor transferin (TfR) dan feritin secara

resiprokal berkaitan dengan kandungan zat besi selular. Ketika kadar zat

besi tinggi, sel menggunakan mRNA ferritin untuk mensintesis ferritin, dan

mRNA TfR dihancurkan. Sebaliknya, jika kadar zat besi rendah, mRNA

TfR menjadi stabil dan terjadi peningkatan sintesis reseptor, dan mRNA

tampaknya disimpan dalam bentuk inaktif. (Murray,2003).

II.2.1. Distribusi Zat Besi

Distribusi zat besi di jaringan ditunjukkan pada gambar 3. Lelaki

dewasa normalnya memiliki 35 sampai 45 mg zat besi per kilogram berat

badan. Wanita premenopause memiliki cadangan zat besi yang lebih

rendah sebagai akibat kehilangan darah yang berulang pada saat

menstruasi. Lebih dari dua pertiga dari kandungan zat besi tubuh

digabung menjadi hemoglobin pada prekursor eritroid yang sedang

berkembang dan pada sel darah merah yang matang. Tiap eritrosit

mengandung jutaan atom besi; pada tingkat turnover yang normal,

konsentrasi ini menggambarkan inkorporasi 2X 1020 atom besi per hari.

Sebagian besar dari zat besi tubuh lainnya terdapat di hepatosit dan

(40)

Hepar memiliki kemampuan untuk mengambil zat besi yang bersirkulasi

yang melebihi kemampuan pengikatan transferin plasma. (Andrews,1999)

Gambar 3. Distribusi Zat Besi Pada Orang Dewasa

Gambar 4. Transpor Zat Besi Melalui

Epitel Intestinal

Dikutip dari: Andrews,N.C. 1999. Disorders of Iron Metabolism. New England Journal of Metabolism. 341;26: 1986-1994.

(41)

II.2.2. Regulasi Absorpsi Zat Besi

Walaupun jumlah zat besi yang diekstraksi dari makanan relatif

kecil, namun regulasi absorpsi zat besi sangat penting karena manusia

tidak memiliki jalur fisiologis untuk eksresi. Sel enterosit yang melapisi vili

absorptif yang dekat dengan gastroduodenal junction, bertanggungjawab

untuk seluruh absorpsi zat besi. Zat besi harus melewati dari lumen usus

melalui membran apikal dan basolateral untuk mencapai plasma. Divalent

metal transporter 1 (DMT1) merupakan protein yang mentransfer zat besi

sepanjang membran apikal ke dalam sel. Di dalam enterosit, zat besi

memiliki 2 kemungkinan : dapat disimpan sebagai ferritin atau dapat

ditransfer melalui membran basolateral untuk mencapai plasma. Zat besi

yang berada dalam bentuk ferritin, seiring dengan enterosit menjalani

siklusnya, akan dihancurkan dengan senescent sel dan meninggalkan

tubuh ,melalui traktus gastrointestinal. Proses ini mewakili mekanisme

kehilangan zat besi yang penting. (Andrews, 1999)

II.2.3. Keseimbangan Zat Besi Pada Otak

Transportasi zat besi pada otak bergantung pada interaksi antara

sel endotel dengan astrosit. (Gambar 5). Sel endotel otak

mengekspresikan reseptor transferin 1 (TfR1) pada membran luminalnya;

reseptor ini mengikat transferin dan menginternalisasikan kompleks ini ke

dalam endosom. Di dalam endosom, lingkungan asam memfasilitasi

pelepasan zat besi ferri dari transferin dan diikuti dengan reduksi ion ferri

(42)

dipindahkan dari endosom ke sitosol oleh divalent metal transporter-1

(DMT-1) dan kemudian dibawa keluar oleh kerja dari ferroportin. Prosesus

astrosit mengekspresikan ceruloplasmin, yang bekerja sebagai

ferroxidase yang mengoksidasi ion ferro menjadi ferri, yang kemudian

terikat ke transferin pada cairan interstisial otak. (Benarroch, 2009).

Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak

Dikutip dari : Benarroch E. Brain Iron Homeostasis and Neurodegenerative Disease. Neurology. 2009;72; 1436-1440.

II.2.4. Zat Besi, Radikal Bebas dan Cedera Oksidatif

Kerusakan reperfusi, yang disebabkan oleh restorasi metabolisme

aerob setelah periode iskemia, bergantung pada adanya radikal bebas.

(43)

merusak sel dengan mengoksidasi berbagai komponen selular. Bukti

menunjukkan bahwa zat besi mempercepat kerusakan yang terjadi

sewaktu iskemik dan reperfusi. Zat besi dimobilisasi sewaktu iskemik

organ, sehingga tersedia untuk pembentukan radikal bebas. (Valk

dkk,1999).

Superoksida adalah suatu radikal bebas—suatu senyawa dengan

jumlah elektron yang ganjil, berasal dari okigen molekular dengan

penambahan suatu elektron tunggal. Reaksi yang menghasilkan

superoksida secara biologis berlangsung pada berbagai keadaan,

mencakup penyakit infeksi, inflamasi dan berbagai penyakit yang

melibatkan iskemia dan reperfusi. Mitokondria yang mengalami cedera

iskemik menjadi sumber utama radikal superoksida saat terjadi

reoksigenasi pasca-iskemik. Radikal superoksida dapat berfungsi sebagai

oksidan ringan, reduktan yang kuat, atau sebagai inisiator dari reaksi

radikal bebas berantai. Banyak enzim penting yang dapat diinaktivasi

secara langsung oleh superoksida, seperti catalase, creatine

phosphokinase, glyceraldehyde-3-phosphate dehidrogenase, gluthathione

peroxidase, myofibrillar ATPase, adenylate cyclase, dan Ca2+-Mg2+

-ATPase. Walaupun begitu, kerja yang paling destruktif dari radikal

superoksida tampaknya adalah pelepasan zat besi dari ferritin. Telah

dianggap bahwa O2.- memasuki inti-ferritin melalui saluran hidrofilik, diikuti

dengan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Ini menyebabkan pelepasan zat besi

(44)

Zat besi adalah logam transisi redoks-aktif, yang artinya dapat

dengan mudah berpindah antara ferrous atau (Fe2+) dan ferric (Fe3+),

menerima atau memberikan suatu elektron ke berbagai substansi biologis,

dengan demikian mengkatalisasi berbagai reaksi yang merusak dalam sel.

Pada keadaan normal, tidak pernah ada kadar zat besi ‘bebas’ (atau zat

besi yang mengalami chelation oleh senyawa dengan berat molekul

rendah). Setiap pelepasan Fe2+ dengan segera mengalami chelation oleh

senyawa seperti sitrat atau ADP, namun kompleks ini dengan mudah

berpartisipasi dalam reaksi redoks, mengkatalisasi pembentukan HO. atau

memulai peroksidasi lipid. (McCord,1998)

Makromolekul chelator zat besi seperti transferin dan feritin,

menyediakan tempat pengikatan dengan spesifisitas yang demikian rigid

sehingga Fe3+ terikat sangat kuat, namun Fe2+ tidak terikat sama sekali.

Selama perpindahan dari satu jaringan ke jaringan lain, zat besi dibawa

oleh transferrin. Ketika kompleks besi ini memasuki suatu sel melalui

reseptor transferrin, zat besi ditranspor atau disimpan dalam protein

ferritin. Suatu karakteristik penting dari kedua protein ini adalah bahwa

keduanya mengikat zat besi dalam bentuk Fe3+. Akibat keterbatasan

kinetik dan termodinamik dari ikatan ini, zat besi sangat sulit untuk

dilepaskan dari transferin dan feritin sehingga mencegah partisipasinya

yang tidak diinginkan dalam reaksi redoks. Dalam keadaan normal,

cadangan zat besi dalam tubuh tampaknya tidak menimbulkan masalah.

(45)

signifikan sebagai akibat dari berbagai kemungkinan untuk produksi

superoksida. (MCord,1998)

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, bahwa bentuk

penyimpanan zat besi—ferritin—yang rentan terhadap serangan oleh

radikal superoksida (O2.- ) menyebabkan pelepasan simpanan logamnya.

Begitu zat besi dibebaskan akibat adanya superoksida dan produk Gambar 6. Produksi superoksida dan hidrogen peroksida

menyebabkan cedera dan kematian sel.

(46)

dismutasinya, hidrogen peroksida, radikal hidroksil (HO.) dapat terbentuk

oleh reaksi Haber-Weiss. (McCord,1998)

Fe2+ + H2O2 Æ Fe3+ + OH⎯ + HO˙

O2˙⎯+ Fe3+ Æ O2 + Fe2+________

O2˙⎯+ H2O2 Æ O2 + OH⎯ + HO˙

Radikal hidroksil merupakan spesies pengoksidasi yang sangat

kuat. Kemampuan potensial oksidasinya kedua setelah atom oksigen.

Radikal hidroksil dapat diproduksi oleh sistem biologis sendiri, oleh

pembentukan sederhana superoksida pada keadaan adanya zat besi

yang redoks-aktif dan hidrogen peroksida. Radikal hidroksil ini dapat

menyerang semua kelas makromolekul biologis. Ia dapat

mendepolimerase polisakarida, menyebabkan putusnya rantai DNA,

menginaktivasi enzim dan mengawali peroksidasi lipid. Karena lipid

peroksidasi adalah reaksi berantai yang diamplifikasi oleh zat besi yang

redoks aktif, kerja radikal hidroksil yang inilah yang tampaknya memiliki

konsekuensi patofisologis yang paling berat pada penyakit seperti

penyakit jantung iskemik dan stroke. (Mc Cord,1998)

II.2.5. Peroksidasi Lipid

Radikal hidroksil memiliki kemampuan untuk mengambil suatu atom

hidrogen allylic (H˙) dari suatu rantai asam lemak polyunsaturated pada

(47)

Radikal lemak yang carbon-centered yang dihasilkan (L˙) dengan

segera bereaksi dengan oksigen molekuler untuk menghasilkan suatu

radikal lipid dioxyl (LOO˙) : L˙ + O2Æ LOO˙

Radikal lipid dioxyl ini mampu untuk mengambil suatu atom hidrogen dari

rantai asam lemak polyunsaturated lainnya, membentuk radikal L˙ lainnya

yang meneruskan rantai reaksi lainnya : LOO˙ + LH Æ LOOH + L˙

Secara in vivo, diperkirakan bahwa kejadian awal (seperti

pembentukan radikal HO˙ tunggal) menimbulkan rantai sepanjang 10-15

siklus sebelum rantai ini berakhir, biasanya dengan reaksi oleh molekul

vitamin E. Efek dari reaksi berantai seperti ini adalah akumulasi dari 10

sampai 15 molekul lipid hidroperoksida (LOOH). Area lokal pada membran

sel ini sekarang dipenuhi dengan pembuatan 10 sampai 15 reaksi rantai

baru akibat zat besi yang redoks-aktif, tereduksi menjadi ferrous oleh

reaksi dengan superoksida, yang mampu mereduksi hidroksi peroksida

untuk membentuk radikal baru, radikal alkoxy (LO˙), yang dapat memulai

reaksi berantai baru :

Fe2+ + LOOHÆ Fe3+ + LO˙ + OH⎯

LO˙ + LH Æ LOH + L˙

Oleh sebab itu, adanya radikal superoksida dan zat besi redoks-aktif

secara bersamaan dapat sangat membahayakan sel dalam hal menjaga

struktur dan fungsi membran. (McCord 1998). Lipid peroksidasi dapat

(48)

permeabilitas, menghambat proses metabolik dan perubahan transpor ion.

(Adibhatla dkk, 2006)

Gambar 6 juga menunjukkan mekanisme pertahanan seluler yang

bekerja untuk mencegah urutan kejadian ini. Enzim antioksidan seperti

superoxide dismutase, catalase, dan gluthathione peroxidase bekerja

sebagai lini pertama pertahanan. Jika mekanisme pertahanan ini habis

dan kejadian ini berlanjut menjadi peroksidasi lipid, maka lini kedua

bekerja. Enzim antioksidan phospholipid hydroperoxide, gluthathione

peroxidase bekerja untuk mengeliminasi komponen membran yang

mengalami peroksidase dengan mengubah peroksida menjadi alkohol.

Aksi ini mencegah mulainya rantai reaksi baru oleh zat besi ferrous seperti

yang tadi dijelaskan. Antioksidan vitamin E dan C juga berkolaborasi untuk

mengakhiri reaksi berantai ini, menghentikan akumulasi peroksida lebih

lanjut. Jika semua mekanisme pertahanan ini terpakai atau habis,

membran sel menjadi rusak sehingga sel mati. (McCord,1998; Thomas,

1985).

II.3. ASAM URAT

Asam urat adalah hasil akhir pemecahan nukleotida purin karena

manusia tidak memliki enzim urikase yang mengubah urat menjadi

alantoin seperti pada spesies lain. Biosintesis asam urat dikatalisasi oleh

enzim xanthin oxidase (XO) dan/atau bentuk isoformnya, xanthine

(49)

dapat dioksidasi menjadi alantoin atau produk lain, seperti parabanate dan

allloxan.

II.3.1. Asam Urat Sebagai Antioksidan

Akumulasi asam urat pada manusia dianggap memiliki manfaat.

serupa dengan vitamin C, asam urat merupakan antioksidan yang poten.

(Hediger dkk,2004). Asam urat berkontribusi sampai dengan 60% dari

aktivitas total antioksidan plasma pada orang sehat. Asam urat bekerja

sebagai antioksidan dengan berinteraksi dengan 10 sampai 15% radikal

hidroksil yang diproduksi tiap hari dan dengan memusnahkan radikal Gambar 7. Keseimbangan Asam Urat Tubuh

(50)

peroksil dan oksigen tunggal dengan efisien. Asam urat juga mampu

berikatan dengan zat besi dan bekerja secara tidak langsung dengan

menstabilkan askorbat plasma. (Sherki dkk,2002).

Asam urat menghambat oksidasi askorbat yang bergantung Fe3+

dengen membentuk ikatan yang stabil dengan Fe2+ dan Fe3+. Asam urat

juga merupakan scavenger yang sangat efektif pada lipid peroksidasi dan

bersifat protektif terhadap hemolisis oksidatif dari membran eritrosit oleh

lipid hidroksiperoksida. Dalam seluruh prosesnya sebagai antioksidan,

asam urat dioksidasi menjadi allantoin dan produk lainnya. (Daves

dkk,1986)

Kadar asam urat pada awal proses aterosklerosis berfungsi sebagai

antioksidan dan tampaknya merupakan penentu kapasitas antioksidan

plasma yang paling kuat. Namun pada proses selanjutnya, ketika kadar

asam urat serum meningkat (> 6mg/dl pada wanita dan >6.5-7 mg/dl pada

pria), asam urat menjadi bersifat pro-oksidan. (Hayden,2004)

II.3.2. Peran Asam Urat Saat Cedera Oksidatif

Sewaktu terjadi iskemik,terdapar perubahan pada ion transmembran,

yang memungkinkan kadar kalsium sitosol meningkat, yang kemudian

mengaktivasi protease yang secara irreversible mengkatalisasi perubahan

XDH menjadi XO. Sewaktu reperfusi, terbentuklah superoksida dan

(51)

Akibat dari mobilisasi zat besi dari feritin oleh enzim XO

diperlihatkan pada gambar 9. Saat iskemik, XO akan melepaskan zat besi

dari feritin. Zat besi yang tidak terikat ini akan berakumulasi dan mampu

mengkatalisasi pembentukan radikal bebas radikal hidroksil oleh XO.

(Biemond dkk, 1986).

Gambar 8. Hipotesis Cedera Iskemik-Reperfusi

(52)

Gambar 9. Peranan Xanthine Oxidase dan Zat Besi yang Dimobilisasi dari

Feritin pada Kerusakan Jaringan pada Saat Iskemik

(53)

II.4. OUTCOME STROKE

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan

sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. World Health Organization

(WHO) membuat batasan sebagai berikut (Caplan,2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

fisiologis atau fungsi atau struktur anatomis.

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk

melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang

dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat

impairment atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya

sebagai manusia normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan

mortalitas sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang

penting untuk investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup

perubahan fungsi tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai

fungsi dan disabilitas telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis,

skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk

menilai outcome karena mudah digunakan dan merupakan pengukuran

yang sensitif terhadap derajat keparahan stroke.(Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik

mental maupun adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit

(54)

tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/ketidakmampuan yang berat. (Weimar

dkk,2002).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk

menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran,

respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy,

pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori,

bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada

berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan

pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk,2002; Schlegel

dkk,2003).

Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit

neurologis,namun juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia

layanan kesehatan, mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh

darah, menyediakan prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi

eligibilitas pasien untuk berbagai intervensi dan potensial komplikasi.

(Adams dkk, 2007). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke

dengan NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias

bahkan jika elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis

pasien. (Williams dkk, 2000).

Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, yang kemudian

dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu teknik mengukur performa

pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan menjadi 2

(55)

- Bagian yang berhubungan dengan perawatan diri antara lain :

makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air

besar dan buang air kecil, penggunaan toilet

- Bagian yang berhubungan dengan mobilitas antara lain : berjalan,

berpindah dan naik tangga.

Skor BI maksimum adalah 100 yang menunjukkan bahwa fungsi

fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang

(56)

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL

STROKE ISKEMIK

STRES OKSIDATIF

ASAM URAT

FERRITIN

OUTCOME

Uemura,dkk 1991 :

peningkatan asam urat saat iskemik.

Weir,dkk,2003 : asam urat

Æ prediktor outcome yang buruk pada stroke akut. outcome yang baik pada stroke iskemik akut

Millan,dkk,2007 : feritin Æ outcome buruk pada stroke

Davalos,dkk,2000 : ferritin Æ perburukan neurologis pada stroke iskemik akut

Millerot,dkk,2005 : ferritin

Æ meningkat pada iskemik otak berat

Gariballa,dkk,2002: penurunan kapasitas antioksidan pada SI akut

Cherubini,dkk,2000 : anti oksidan berkurang pada stroke iskemik akut

Leinonen,dkk,2000 : aktivitas antioksidan plasma yg rendah Æ volume lesi yang luas dan gangguan neurologis

Thomas,dkk,1985 : Ferritin Æ peroksidasi lipid

Davies,dkk,1986: ikatan asam urat-zat besi Æ antioksidan Feig,dkk,2008 : asam urat

Æ radikal bebas

Warner,dkk,2004 : iskemia Æ pembentukan oksidan

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP

H.Adam Malik Medan dari tanggal 26 Agustus 2009 s.d 30 April 2010.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit.

Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling

konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis dan CT Scan kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap

terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU / RSUP.H.Adam Malik

Medan.

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008)

2 n = (Zα + Zβ) s

Xa-Xo

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada

(58)

Zβ = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada

nilai β yang ditentukan (untuk β = 0,10 Æ Zβ = 1,282

S = simpangan baku populasi = 8.8

Xa-Xo = perbedaan klinis yang diinginkan = 5

n = 32.557 = 33 orang

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua pasien stroke iskemik fase akut yang dirawat di bangsal

Neurologi Rindu A4 RSUP H.Adam Malik Medan

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Pasien stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT

Scan kepala.

2. Pasien dengan serangan stroke berulang.

3. Pasien stroke yang mendapat terapi / suplemen zat besi

III.3. BATASAN OPERASIONAL

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,

(59)

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga

mengganggu kebutuhan oksigen di jaringan otak (Caplan,2009).

Fase akut stroke adalah jangka waktu antara 24 jam pertama serangan stroke hingga 7 hari. (Sullivan,2007)

Kadar ferritin serum : rentang nilai normal kadar ferritin serum

adalah 40-350 μg/L (ng/mL) untuk pria dan 20-250 μg/L (ng/mL) untuk

wanita. (Munker,dkk 2007)

Kadar asam urat serum : rentang nilai normal kadar asam urat serum adalah 2-7 mg/dL (Ferri,2008)

Faktor prognostik : dalam penelitian ini faktor prognostik akan

ditentukan berdasarkan outcome pasien yang diukur dengan

menggunakan skala NIHSS, BI dan MRS pada hari ke-14.

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengkuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang

dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12

pertanyaan—tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon

terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial

palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai skor

≤5 menunjukkan stroke ringan, 6-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan

stroke berat. (Adams dkk, 2007; Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003;

William dkk,2000).

(60)

benar-benar tanpa bantuan) dan nilai terendah adalah 0 (fungsi bergantung

total). (Uyttenboogart,dkk 2005; Weimar dkk,2002 ;Sulter dkk, 1999;)

Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala yang menilai

outcome secara global dengan rentang nilai dari 0 (tidak ada gangguan)

hingga 5 (hanya terbaring di tempat tidur dan membutuhkan perawatan

berkelanjutan), dan 6 (fatal). Nilai mRS 0-2 dikategorikan sebagai

outcome baik dan nilai mRS 3-6 dikategorikan sebagai outcome buruk.

(Millan,dkk 2007)

Serangan Stroke Berulang adalah adanya riwayat stroke

sebelumnya pada distribusi arteri yang sama yang terjadi ≥ 29 hari

sebelumnya atau kejadian stroke pada teritori arteri berbeda dari yang

sebelumnya yang terjadi ≤ 28 hari sebelumnya. (WHO,2005)

Terapi / Suplemen Zat Besi adalah konsumsi suplemen yang mengandung zat besi. (Blanck,2005)

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional tanpa perlakuan

dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik

fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H.Adam

Malik Medan

a. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kadar asam

urat dan feritin serum, nilai NIHSS, mRS dan BI.

b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar

(61)

c. Studi regresi dilakukan untuk mengetahui peranan kadar asam urat

dan feritin serum terhadap skor NIHSS, mRS dan BI

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen

III.5.1.1. Pemeriksaan kadar ferritin serum

Pemeriksaan kadar feriritin serum diukur dengan menggunakan

Cobas e 601 dengan prinsip electrochemiluminessence.

III.5.1.2. Pemeriksaan kadar asam urat serum

Pemeriksaan kadar asam urat serum diukur dengan menggunakan

Hitachi 902 Automatic Analyzer, dengan prinsip photometer.

III.5.1.3. Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT Scan yang digunakan adalah X Ray Ct System, merk Hitachi

seri W 450.

III.5.1.4. Pengukuran Outcome

Studi ini menggunakan NIHSS, BI dan MRS sebagai skala

pengukuran outcome.

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik akut yang telah ditegakkan dengan

pemeriksaan CT scan kepala yang dirawat di ruang rawat inap neurologi

(RA4) RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan

tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah vena setelah berpuasa selama

(62)

Klinik RSUP. H. Adam Malik. Penilaian NIHSS,BI dan MRS dilakukan oleh

dokter pemeriksa

III.5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke

Anamnese

Pemeriksaan Neurologis

CT Scan Kepala

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Pemeriksaan NIHSS

Pemeriksan kadar feritin serum

Pemeriksaan kadar asam urat serum

Pemeriksaan BI, MRS,NIHSS (hari ke-14)

Analisa Data

III.5.4. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Kadar feritin serum, kadar asam urat serum

(63)

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan

program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science

Service) 15.

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut

1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik

demografik, kadar feritin serum dan kadar asam urat serum pada

penderita stroke iskemik akut.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar ferritin dengan kadar asam

urat serum digunakan uji korelasi Pearson

3. Untuk mengetahui peranan kadar feritin dan asam urat dengan skor

NIHSS,MRS dan BI digunakan uji regresi linear ganda

4. Untuk mengetahui perbedaan kadar asam urat serum berdasarkan

jenis kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji

t-independent, sedangkan berdasarkan skor NIHSS awal, suku dan

kelompok usia digunakan uji Anova

5. Untuk mengetahui perbedaan kadar feritin serum berdasarkan jenis

kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji t-independent,

sedangkan berdasarkan skor NIHSS awal, suku dan kelompok usia

digunakan uji Anova

6. Untuk mengetahui perbedaan skor NIHSS,mRS dan BI berdasarkan

jenis kelamin, ada tidaknya faktor risiko stroke,digunakan uji

t-independent, sedangkan berdasarkan kelompok usia digunakan uji

Gambar

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.
Gambar 4. Transpor Zat Besi Melalui
Gambar 5. Keseimbangan Zat Besi Di Otak
Gambar 7. Keseimbangan Asam Urat Tubuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya ilmiah ini telah dilakukan analisis kadar asam salisilat dalam produk kosmetik meco acne lotion secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Diperoleh kadar asam

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, asupan lemak dan energi dengan kejadian obesitas pada

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

Berdasarkan informasi, fenomena, dan permasalahan yang terjadi penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, ” Pengaruh Iklan dan Atribut Produk

Dari fakta sejarah di atas dapat diketahui bahwa para Khalifah Daulah Abbasiyah yang lemah pada masa Bani Buwaihi ini tidak dapat mengendalikan mereka maka

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Tujuan penambahan steam boiler pada alat sterilisasi ini adalah untuk mengetahui suhu dan tekanan yang optimal pada proses sterilisasi media tumbuh jamur

Siapa sungai yang paling derai siapa langit yang paling rumit Siapa laut yang paling larut sipa tanah yang paling pijak Siapa burung yang paling sayap siapa ayah yang