i
HUBUNGAN ANTARA TOOTH LOSS
DENGAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA LANJUT
TESIS
INTA LISMAYANI 097112005
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ii
HUBUNGAN ANTARA TOOTH LOSS DENGAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA LANJUT
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
INTA LISMAYANI NIM: 097112005
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS
ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
Judul Tesis : Hubungan Antara Tooth Loss Dengan Gangguan Memori Pada Usia Lanjut Nama Mahasiswa : Inta Lismayani
Nomor Induk Mahasiswa : 097112005
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof.DR.dr.Hasan Sjahrir,Sp.S (K) Ketua
Ketua Program Studi
dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K)
Ketua TKP PPDS I
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA TOOTH LOSS DENGAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA LANJUT
Nama : INTA LISMAYANI
NIM : 097112005
Program Studi : ILMU PENYAKIT SARAF
Menyetujui
Pembimbing I : Dr.Aldy S Rambe,Sp.S (K) ...
Pembimbing II : Dr.Dina Listyaningrum,Sp.S, M.Si.Med ...
Pembimbing III : Dr. Aida Fithrie, Sp.S ...
Mengetahui / Mengesahkan :
Ketua Departemen / SMF
Ilmu Penyakit Saraf
FK USU/RSUPHAM Medan
dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K)
NIP. 19530916 198203 1 003
Ketua Program Studi/ SMF
Ilmu Penyakit Saraf
FK USU/ RSUP HAM Medan
dr. Yuneldi Anwar , Sp.S (K)
v Telah diuji pada
Tanggal : Selasa, 8 Mei 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir,Sp.S(K) (Penguji) Anggota : 1. Prof. dr. Darulkutni Nasution,Sp.S(K)
vi
PERNYATAAN
HUBUNGAN ANTARA TOOTH LOSS DENGAN GANGGUAN MEMORI PADA USIA LANJUT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 8 Mei 2012
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan segala berkat, rahmat dan kasih-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu
Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah
Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan
Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Guru Besar Tetap
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP H.Adam Malik Medan disaat penulis melakukan penelitian
dan saat tesis ini selesai disusun banyak memberikan
masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan
penelitian dan sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan
masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi
viii
pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong,
membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari
perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K) dan dr.Dina Listyaningrum ,Sp.S.M.Si.Med
selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah
mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai
dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
6. Guru-guru penulis: : Prof. dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); dr.
Darlan Djali Chan, Sp.S; dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr. Irsan
NHN Lubis, Sp.S; dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; dr. Khairul P.
Surbakti, Sp.S; dr. Cut Aria Arina, Sp.S; dr.S. Irwansyah, Sp.S; dr. Kiki
M.Iqbal, Sp.S; dr.Alfansuri Kadri, Sp.S;dr.Aida Fithrie,Sp.S ;
dr.Iskandar Nasution,Sp.S; dr. Irina Kemala Nasution,Sp.S; dr.Haflin
Soraya Hutagalung,Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan
selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik
sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister
Kedokteran Klinik.
8. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang
telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi
dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.
9. Drs. Mahmuddin (Ka.Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi
Sumatera Utara), Ir. Hj.Ritha Lisda Lubis,M.Hum (Ka.Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara) dan H.Umar ,S.Sos
(Ka.UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut & Anak Balita Wilayah Binjai
dan Medan), terima kasih yang sebesar-besarnya telah mengijinkan
Saya melakukan penelitian ini di Panti Sosial Tresna Werdha Abdi
ix
10. drg. Sally Grecia Octavia Panjaitan dan drg.Sabrina Martha
F.Sihombing yang telah banyak membantu berlangsungnya penelitian
ini.
11. Suster Ignasia dan Zr.Linda serta suster-suster dan kakak-kakak
perawat di Karya Kasih yang telah banyak membantu dan meluangkan
waktunya selama penelitian ini.
12. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi
FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, teristimewa kepada teman –teman
seangkatan (dr.Fridameria Silitonga, dr. Saulina Sembiring, dr.Anita
Surya, dr.Leni Wardaini, dr. Seri Ulina Barus, dr. Suherman
A.Tambunan) yang banyak memberikan masukan berharga kepada
penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal
maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang
membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program
Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
13. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah
bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran
Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu
Penyakit Saraf.
14. Semua kakek dan nenek di Panti Sosial Tresna Werdha Karya Kasih
dan Abdi Asih Binjai yang telah bersedia berpartisipasi secara
sukarela dalam penelitian ini. Semoga kakek dan nenek selalu bahagia
walaupun tidak tinggal bersama keluarga.
15. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan
kepada kedua orang tua saya, Alm. Idham Chaniago dan Asmawati
yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, dan
senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan
nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam
x
16. Teristimewa kepada suamiku tercinta Drs. Muhammad Halim
Hutasuhut, yang selalu sabar dan penuh pengertian, mendampingi
dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya
ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.
17. Teristimewa kepada buah hatiku tercinta Talitha Syifa dan Nakita
Shaliha yang telah menjadi motivasi dan dorongan dalam penyelesaian
tesis ini dan mendampingi Bunda dengan penuh cinta dan kasih
sayang dalam suka dan duka selama Bunda menjalani Program
Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.
18. Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi
dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan
pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
19. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan
satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah melimpahkan
rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita
semua.
Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka
yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita
penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin ya Rabbal alamin.
Penulis
xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : dr.Inta Lismayani
Tempat / tanggal lahir : Bandar Negeri, 27 Maret 1975
Agama : Islam
Alamat : Jln Besar Medan –Namorambe
Komp.Taman Citra Mandiri Blok M 10 Pekerjaan : Dokter PNS di RSUD H.Abdul Manan
Simatupang,Kisaran
Nama Ayah : Idham Chaniago ( Almarhum )
Nama Ibu : Asmawati
Nama Suami : Drs.Muhammad Halim Hutasuhut Nama Anak : 1. Talitha Syifa
2. Nakita Shaliha
Riwayat Pendidikan
Tahun 1982 – 1988 : SD Negeri 116887 Bagan Batu,Sumatera Utara
Tahun 1988 – 1991 : SMP Negeri Bagan Batu, Riau
Tahun 1991 – 1994 : SMA Negeri I Medan,Sumatera Utara Tahun 1995 – 2001 : Pendidikan Dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 – sekarang : Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2001-2002 : Dokter Jaga di RS Sufina Aziz, Medan Tahun 2002 - 2005 : Dokter PTT di RSUD Solok,Kab.Solok, Sumatera Barat
xii DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR SINGKATAN ix
DAFTAR LAMBANG x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
ABSTRAK xiv
ABSTRACT xv
BAB.I PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Rumusan Masalah 4
I.3. Tujuan Penelitian 5
I.3.1. Tujuan Umum 5
I.3.2. Tujuan Khusus 5
I.4. Hipotesa 5
I.5. Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
II.1. Periodonsium 7
II.1.1. Pasok darah dan saraf ke periodonsium
8
II.1.1.1. Pasok darah 8 II.1.1.2. Persarafan 9 II.1.2. Perubahan pada periodonsium berkaitan dengan penuaan
10
II.2. Tooth Loss 11
II.2.1. Dental disease yang berhubungan dengan tooth loss
12
II.2.1.1. Karies 12
II.2.1.2. Penyakit periodontal 13 II.2.1.3. Trauma, penyakit sistemik dan kelainan Kongenital
14
II.3. Memori 15
II.3.1. Definisi 15
II.3.2. Stage ( tahapan ) 15
II.3.3. Klasifikasi 16
II.3.4. Long Term Potentiation 19 II.3.5. Gangguan memori 21 II.4. Memori pada Usia Lanjut 23 II.5. Hubungan antara Tooth Loss dengan
Memori
xiii
II.5.1.Peranan Inflamasi 24 II.5.2.Peranan acethylcholin (ACh) 25 II.5.3. Peranan trkB (tirosin kinase B) dan BDNF (brain derived neurotropic factor)
26
II.5.4. Peranan GFAP (glial fibrous acidic protein)
28
II.6. Kerangka Teori 31
II.7. Kerangka Konsepsional 32
BAB III. METODE PENELITIAN 33
III.1. Tampat dan Waktu 33
III.2. Subjek Penelitian 33
III.2.1. Populasi sasaran 33 III.2.2. Populasi terjangkau 33 III.2.3. Besar sampel 33 III.2.4. Kriteria inklusi 34 III.2.5. Kriteria eksklusi 34
III.2.6. Instrumen 35
III.3. Batasan Operasional 36
III.4. Rancangan Penelitian 38
III.5. Pelaksanaan Penelitian 38 III.5.1. Pengambilan sampel 38 III.5.2. Kerangka operasional 40 III.5.3. Variabel yang diamati 41 III.5.4. Analisa statistik 41 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 43
IV.1. HASIL PENELITIAN 43
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 43 IV.1.2. Distribusi recall test berdasarkan variabel
44
IV.1.3. Hubungan karakteristik tooth loss dengan gangguan memori
46
IV.1.4. Korelasi karakteristik tooth loss berdasarkan Community Periodontal Index
48
IV.2. PEMBAHASAN 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 54
V.1. KESIMPULAN 54
V.2. SARAN 55
DAFTAR PUSTAKA 56
xiv
DAFTAR SINGKATAN
a. : Arteri
BDNF : Brain derived neurotropic factor
CA1 : Cornu Ammonis 1
CPI : Community Periodontal Index GDS : Geriatric Depression Score GFAP : Glial Fibrous Acidic Protein
JNC 7 : The Seventh Report of the Joint National Committe MMSE : Mini Mental Status Examination
N : Nervus
NHANES III : The Third National Health and Nutrition Examination Survey
NMDA : N-methyl D-aspartate NT 3 : Neurotropin-3
NT 4 : Neurotropin -4
NTRK2 : Neurotropin kinase tipe 2
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
SDLT : Serial Digit Learning Test SDST : Symbol Digit Subtitution Test SSP : Sistem saraf pusat
xv
DAFTAR LAMBANG
n : Besar sampel
p : Tingkat kemaknaan r : Koefisien korelasi α : alfa
β : beta
Zα : nilai deviasi baku normal berdasarkan nilai (0,05) 1,96 Zβ : nilai baku berdasarkan nilai ( 0,10) yang ditentukan oleh peneliti
1,282
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian 44
Tabel 2. Distribusi recall test berdasarkan variabel 46
Tabel 3. Hubungan karakteristik tooth loss dengan gangguan memori
48
Tabel 4. Hubungan karakteristik tooth loss berdasarkan Community Periodontal Index
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Skematik potongan melintang gigi……… 7
Gambar 2. Karies gigi menyebabkan tooth loss……… 12 Gambar 3. Penyakit periodontal menyebabkan tooth loss……... 14 Gambar 4. Transmisi sinaps pada keadaan istirahat dan
depolarisasi
20
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga
Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 3. Surat Persetujuan ikut dalam Penelitian
Lampiran 4. Lembar Pengumpul Data
Lampiran 5. Nilai skor Mini Mental StateExamination
Lampiran 6. Skala Depresi Geriatrik 15 (Yesavage)
Lampiran 7. Community Periodontal Index
Lampiran 8. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
FK-USU
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Pada usia lanjut, tooth loss merupakan salah satu indikator penyakit periodontal yang berhubungan dengan Alzheimer’s dan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tooth loss dengan gangguan memori pada usia lanjut, dimana gangguan memori adalah tanda awal dari demensia dan gangguan kognitif.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap subjek usia lanjut ( ≥ 60 tahun) di 2 Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW Karya Kasih Medan dan PSTW Abdi Asih Binjai ). Setiap subjek dinilai dengan MMSE dan Recall test untuk mengevaluasi memori. Pemeriksaan gigi dilakukan oleh seorang dokter gigi. Jumlah dan lamanya tooth loss dicatat pada setiap subjek. Lamanya edentulous dan CPI juga dicatat.
Hasil: Dari 44 orang subjek dengan MMSE ≥ 24, pria 18 orang (40,9 % ) dan wanita 26 orang (59,1%), terdapat 16 orang ( 36,4%) subjek dengan gangguan memori ( Recall test 0-1 ), 35 orang ( 79,5 %) subjek dengan lama tooth loss ≥ 10 tahun dan 6 orang ( 13,6 %) subjek dengan edentulous. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan memori dengan jumlah tooth loss ( p = 0,458), lamanya edentulous ( p=0,276 ) dan CPI (p= 0,864 ), tetapi terdapat hubungan yang signifikan dengan lamanya tooth loss ( p= 0,010 ).
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara lamanya tooth loss dengan gangguan memory pada usia lanjut.
ABSTRACT
Backgound and Purpose : In elderly, tooth loss is one of indicators of periodontal disease that has been associated with Alzheimers disease and dementia. This study aimed to investigate the correlation between tooth loss and memory impairment in elderly , which is a preclinical stage of dementia and cognitive impairment.
Methods : This cross sectional study was performed in elderly ( age > 60 years old ) in Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW Karya Kasih Medan and PSTW Abdi Asih Binjai). Every subject was assessed with MMSE and Recall Test to evaluate the memory function . A dental examination was carried by a dentist .The amount and the duration of tooth loss were recorded for each subject. The duration of edentulous and the CPI were also recorded.
Result : From 44 subjects with MMSE ≥ 24, 18 males ( 40,9 % ) and 26 females ( 59,1 % ), there were 16 subjects ( 36,4 % ) with memory impairment ( Recall test 0-1 ), 35 subjects ( 79,5% ) with the duration of tooth loss ≥ 10 years and 6 subjects ( 13,6 % ) with the edentulous. There were no significant correlation between memory impairment and the amount of tooth loss ( p=0,458), the duration of edentulous ( p= 0,276 ) and the CPI ( p=0,864 ), but there was a significant correlation with the duration of tooth loss (p=0,010 ).
Conclusions : There was a significant correlation between the duration of tooth loss and memory impairment in elderly.
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan : Pada usia lanjut, tooth loss merupakan salah satu indikator penyakit periodontal yang berhubungan dengan Alzheimer’s dan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tooth loss dengan gangguan memori pada usia lanjut, dimana gangguan memori adalah tanda awal dari demensia dan gangguan kognitif.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap subjek usia lanjut ( ≥ 60 tahun) di 2 Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW Karya Kasih Medan dan PSTW Abdi Asih Binjai ). Setiap subjek dinilai dengan MMSE dan Recall test untuk mengevaluasi memori. Pemeriksaan gigi dilakukan oleh seorang dokter gigi. Jumlah dan lamanya tooth loss dicatat pada setiap subjek. Lamanya edentulous dan CPI juga dicatat.
Hasil: Dari 44 orang subjek dengan MMSE ≥ 24, pria 18 orang (40,9 % ) dan wanita 26 orang (59,1%), terdapat 16 orang ( 36,4%) subjek dengan gangguan memori ( Recall test 0-1 ), 35 orang ( 79,5 %) subjek dengan lama tooth loss ≥ 10 tahun dan 6 orang ( 13,6 %) subjek dengan edentulous. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan memori dengan jumlah tooth loss ( p = 0,458), lamanya edentulous ( p=0,276 ) dan CPI (p= 0,864 ), tetapi terdapat hubungan yang signifikan dengan lamanya tooth loss ( p= 0,010 ).
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara lamanya tooth loss dengan gangguan memory pada usia lanjut.
ABSTRACT
Backgound and Purpose : In elderly, tooth loss is one of indicators of periodontal disease that has been associated with Alzheimers disease and dementia. This study aimed to investigate the correlation between tooth loss and memory impairment in elderly , which is a preclinical stage of dementia and cognitive impairment.
Methods : This cross sectional study was performed in elderly ( age > 60 years old ) in Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW Karya Kasih Medan and PSTW Abdi Asih Binjai). Every subject was assessed with MMSE and Recall Test to evaluate the memory function . A dental examination was carried by a dentist .The amount and the duration of tooth loss were recorded for each subject. The duration of edentulous and the CPI were also recorded.
Result : From 44 subjects with MMSE ≥ 24, 18 males ( 40,9 % ) and 26 females ( 59,1 % ), there were 16 subjects ( 36,4 % ) with memory impairment ( Recall test 0-1 ), 35 subjects ( 79,5% ) with the duration of tooth loss ≥ 10 years and 6 subjects ( 13,6 % ) with the edentulous. There were no significant correlation between memory impairment and the amount of tooth loss ( p=0,458), the duration of edentulous ( p= 0,276 ) and the CPI ( p=0,864 ), but there was a significant correlation with the duration of tooth loss (p=0,010 ).
Conclusions : There was a significant correlation between the duration of tooth loss and memory impairment in elderly.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Gangguan memori adalah salah satu keluhan yang paling banyak
terjadi pada usia lanjut. Banyak penelitian yang menghubungan antara
perubahan usia dengan fungsi memori dengan berbagai macam teori
pendekatan. (Kester JD dkk, 2002 )
Kesehatan mulut pada usia lanjut biasanya lebih buruk
dibandingkan dengan populasi umum dan ini dapat meningkatkan
kejadian edentulous dan tooth loss.( Azarphazooh, 2010, Boehm dkk,
2007). Tooth loss adalah pemisahan gigi dari jaringan yang mendukung
struktur gigi sebagai akibat pengelupasan kulit yang normal dan
menyebabkan kehilangan gigi primer, pengelupasan kulit sebagai
sequela untuk resorpsi tulang , migrasi periapikal epitel pada penyakit
periodontal, dan ekstraksi yang diharuskan akibat keadaan patologis
yang melibatkan pulpa gigi, periodonsium, atau jaringan periapikal .Total
tooth loss atau edentulous adalah sama dengan kehilangan seluruh gigi
(Medical dictionary).
Beberapa penelitian di Jepang, Amerika, Jerman, Swedia,
Finlandia, Inggris dan Australia menunjukkan bahwa kesehatan mulut
yang buruk berhubungan dengan status kesehatan mental yang buruk
dan penyakit periodontal sehingga menyebabkan meningkatnya tooth
loss (Azarpazhooh , 2010,Boehm dkk, 2007)
Pada usia lanjut, tooth loss merupakan salah satu indikator
penyakit periodontal yang berhubungan dengan Alzheimer’s dan
demensia. Individu dengan demensia mengalami peningkatan kerusakan
pada gigi mereka dan tooth loss dapat mengurangi mastikasi sehingga
dapat menyebabkan kekurangan gizi (Okamoto dkk, 2010,Weijenberg,
2011 ).
Penelitian Nozomi Okamoto , dkk dengan subjek berusia ≥ 65
tahun berdasarkan skore MMSE (Mini - Mental Status Examination) dan
GDS (Geriatric Depression Score) menyimpulkan bahwa tooth loss
berhubungan dengan gangguan memori dan penurunan skor MMSE.
Pada studi ini dinyatakan bahwa usia lanjut dengan jumlah gigi yang
berkurang berhubungan secara signifikan dengan gangguan memori
dan penurunan skor MMSE. Pada penelitian ini juga dinyatakan
edentulous yang lebih dari 15 tahun berhubungan dengan gangguan
memori dan skor MMSE yang rendah.(Okamoto dkk, 2010)
Pada penelitian Bergdahl dkk dapat diketahui bahwa ada
beberapa faktor seperti neurobiologi, psikologi, dan faktor sosial yang
dapat mempengaruhi fungsi kognitif. Pada penelitian yang diperoleh
melalui studi potong lintang terhadap 1351 partisipan ini dapat
disimpulkan bahwa edentulous dapat memperburuk skor tes fungsi
kognitif (Bergdahl dkk, 2007). Pada penelitian Bergdahl dkk dapat
diketahui bahwa ada beberapa faktor seperti neurobiologi, psikologi,
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara natural teeth
dan fungsi kognitif pada usia lanjut. Pada penelitian yang diperoleh
melalui studi potong lintang terhadap 1351 partisipan ini dapat
disimpulkan bahwa edentulous dapat memperburuk skor tes fungsi
kognitif (Bergdahl dkk, 2007).
Grabe dkk melakukan penelitian terhadap 1059 subjek yang
berumur 60 – 79 tahun di Jerman untuk mengetahui bahwa tooth loss
yang disebabkan oleh penyakit periodontitis kronik berhubungan dengan
perburukan fungsi kognitif. Pada penelitian ini digunakan MMSE untuk
mengetahui hubungan tersebut dan disimpulkan bahwa tooth loss
berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif pada wanita tetapi
tidak pada pria (Grabe dkk, 2009)
Penelitian Kaye dkk pada subjek lelaki usia lanjut, tooth loss dan
penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif selama dewasa
dapat meramalkan hasil tes fungsi kognitif. Terbentuknya karies akan
meningkatkan resiko buruknya hasil tes. Pada penelitian ini jumlah tooth
loss per dekade dapat mengindikasikan 9 % - 12 % menurunnya hasil
tes fungsi kognitif. Diperkirakan, jika 12 gigi yang hilang per dekade
maka akan melemahkan fungsi kognitif mendekati 100 %.Dapat
disimpulkan resiko penurunan fungsi kognitif pada lelaki usia lanjut akan
meningkat sesuai dengan banyaknya jumlah gigi yang hilang (Kaye dkk,
2010).
Pada percobaan terhadap tikus, tooth loss mempengaruhi jumlah
kadar trkB-mRNA ( tirosin kinase B-mRNA ) dan mempercepat
pencabutan gigi memperlihatkan menurunnya kadar trkB-mRNA pada
sel – sel ekstrapiramidal di amigdala, perirhinal korteks, thalamus dan
hipokampus. Dari percobaan ini mengindikasikan bahwa pada tikus
gangguan memori berhubungan dengan berkurangnya jumlah kadar
trkB –mRNA dan berhubungan dengan tooth loss (Yamazaki dkk, 2008).
Penelitian Onozuka dkk yang bertujuan untuk mengevaluasi
mekanisme yang berperan dalam penurunan fungsi kognitif pada usia
lanjut, menemukan adanya hubungan antara turunnya fungsi mastikasi
dengan hilangnya geraham , dan hilangnya geraham dapat
mempengaruhi ekspresi GFAP (glial fibrous acidic protein) pada
hipokampus. Pada percobaan terhadap tikus –tikus tanpa geraham
menunjukkan kurangnya kemampuan dalam tes mengingat jalan yang
berliku-liku di bandingkan dengan tikus kontrol (Onozuka dkk, 2000).
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti
yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara tooth loss dengan gangguan memori
pada usia lanjut ?
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tooth loss dengan
1.3.2. Tujuan Khusus.
1 Untuk mengetahui hubungan antara jumlah tooth loss dengan gangguan memori pada usia lanjut .
2 Untuk mengetahui hubungan antara lamanya tooth loss dengan gangguan memori pada usia lanjut.
3 Untuk mengetahui hubungan antara lamanya edentulous
dengan gangguan memori pada usia lanjut.
4 Untuk mengetahui hubungan antara Community Periodontal Index dengan gangguan memori pada usia lanjut.
5 Untuk mengetahui hubungan jumlah tooth loss dengan Community Periodontal Index pada usia lanjut.
6 Untuk mengetahui hubungan lamanya tooth loss dengan Community Periodontal Index pada usia lanjut.
7 Untuk mengetahui hubungan antara lamanya edentulous dengan Community Periodontal Index pada usia lanjut.
I.4. Hipotesis
Ada hubungan antara tooth loss dengan gangguan memori
pada usia lanjut.
I.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui hubungan antara tooth loss dengan
1. Dapat dijadikan sebagai masukan untuk membuat rencana
pencegahan bagi pasien usia lanjut yang belum mengalami tooth
loss sehingga diharapkan dapat memperlambat atau mengurangi
kejadian gangguan memori pada pasien usia lanjut.
2. Dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya untuk
mengetahui peran biomolekuler terhadap hubungan antara tooth loss
dengan gangguan memori yang dapat dilakukan pada hewan
percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Periodonsium
Periodonsium adalah jaringan yang mendukung dan mengelilingi
gigi yang mencakup ginggiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan
sementum. Jaringan ini terbagi atas dua bagian :
1. Gingiva yang fungsi utamanya adalah melindungi jaringan yang
dibalutnya.
2. Struktur periodontal pendukung, yang terdiri atas ligamen
periodontal, tulang alveolar dan sementum.
Gambar 1.Skematik potongan melintang gigi.
II.1.1. Pasok darah dan saraf ke periodonsium
Pembuluh darah, limfe dan saraf ke jaringan periodonsium adalah
saling berhubungan satu sama lainnya.
II.1.1.1. Pasok darah
Sumber utama pasok darah ke periodonsium di rahang atas
maupun rahang bawah adalah a. maksilaris, yang merupakan cabang
dari a. carotid ekternal. Darah ke periodonsium di rahang atas dipasok
oleh a. alveolar superior dan a. infraorbitalis, yang kemudian bercabang
menjadi a. alveolaris superior mediana dan a. alveolaris superior
anterior.untuk periodonsium dirahang bawah darah dipasok oleh a.
alveolaris inferior.
Sebelum memasuki soket gigi, a. alveolaris superior dan a.
alveolaris inferior bercabang menjadi a. intraseptalis yang memasok
darah ke septum interdental. Setelah masuk ke soket gigi dan sebelum
memasuki pulpa, a. alveolaris superior dan inferior bercabang lagi dan
memasuki ruang periodontal untuk memasok ligamen periodontal. Ujung
cabang a. intraseptalis beranastomosa dengan cabang- cabang arteri
yang ada di dalam ligamen periodontal dan dengan a.supraperiosteum
yang ada di dalam gingiva. Arteri yang berada dalam ligamen
periodontal bercabang dan beranastomosa satu sama lain membentuk
anyaman yang mengelilingi gigi.
Pasok darah ke gingiva berasal dari a.supraperiosteum yang
merupakan cabang dari a. sublingualis, a. mentalis, a. bukalis, a. fasialis,
Di dalam gingiva bebas, semua cabang pembuluh darah yang berasal
dari a. supraperiosteum, arteri- arteri dari ligamen periodontal, dan a.
septum interdentalis beranastomosa satu sama lainnya. (Dalimunthe ,
2005 )
II.1.1.2.Persarafan
Pada semua jaringan periodonsium terdapat reseptor saraf untuk
nyeri, sentuhan dan tekanan , namun hanya pada ligamen periodontal
yang dijumpai reseptor proprioseptif. Semua reseptor tersebut berasal
dari n. Trigeminus.( Dalimunthe, 2005 )
Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian-bagian
gingiva adalah :
1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus,
kaninus dan premolar rahang atas.
2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal
gigi molar rahang atas.
3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua
gigi rahang atas kecuali insisivus.
4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal
insisivus rahang atas.
5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah.
6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan
kaninus rahang bawah.
7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang
II.1.2. Perubahan pada periodonsium berkaitan dengan penuaan Akibat proses penuaan pada gingiva bisa terjadi: hilangnya
keratinisasi, hilangnya stippling, tetapi bisa juga tetap ada,
bertambahnya lebar gingiva cekat dengan lokasi batas mukosa gingiva
tatap, berkurangnya seluler jaringan ikat, berkurangnya konsumsi
oksigen dan aktivitas metabolisme.
Pada ligamen periodontal proses penuaan disertai perubahan
berupa: bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya
vaskularisasi, aktivasi mitotik, dan jumlah serabut kolagen serta
mukopolisakarida, meningkatnya perubahan arteriosklerotik, lebar ruang
ligamen periodontal bisa berkurang akibat berkurangnya fungsi karena
kekuatan otot pengunyahan yang menurun tetapi bisa juga bertambah
karena berkurangnya jumlah gigi yang mendukung tekanan oklusal.
Perubahan pada tulang alveolar akibat proses penuaan mirip
dengan yang terjadi pada sistem skletal pada umumnya, yaitu berupa
osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, dan berkurangnya aktivitas
metabolisme kemampuan penyembuhan. Resorpsi tulang bisa
meningkat atau berkurang tergantung lokasinya.
Pada sementum terjadi penambahan sementum dengan
bertambahnya umur. Tebal sementum pada orang berusia 76 tahun
adalah tiga kali lipat sementum pada anak usia 11 tahun.
Perubahan paling nyata pada gigi akibat penuaan adalah
hilangnya substansi gigi akibat atrisi. Keausan oklusal akan mengurangi
dataran pengunyahan dan berkurangnya sluiceways. Derajat atrisi
dipengaruhi kekuatan otot,konsistensi makanan, kekerasan gigi, faktor
okupasi (pekerjaan) dan kebiasaan seperti bruxims.
Laju atrisi berkoordinasi juga dengan perubahan –perubahan
yang berkaitan dengan penuaan seperti erupsi gigi secara kontinu dan
resesi gingiva. Atrisi oklusal ternyata menjaga keseimbangan antara gigi
dengan tulang pendukungnya. Bila tinggi tulang berkurang, mahkota
klinis tidak seimbang dengan akar klinis sehingga menimbulkan daya
ungkit yang merugikan tulang alveolar. Dengan adanya pengurangan
tinggi mahkota gigi akibat atrisi keseimbangan antara gigi dengan
dukungan tulang akan pertahankan.
Keausan gigi terjadi juga pada permukaan proksimal, yang
disertai dengan migrasi gigi ke arah mesial. Atrisi proksimal
menyebabkan berkurang lengkung gigi sebesar 0,5 cm pada usia 40
tahun. Bila atrisi proksimal berlangsung terlalu progresif, terjadi
pengurangan overjet maksila mandibula daerah molar dan gigitan edge
to edge pada gigi anterior. ( Dalimunthe, 2005 )
II.2. Tooth Loss
Tooth loss dapat mengurangi kualitas hidup dan tooth loss juga
berhubungan dengan kesehatan umum yang buruk. Jika gigi yang sakit
tetap dipertahankan maka akan muncul masalah yang lebih rumit. Tooth
demage, tooth loss dan disfungsi dari gigi dapat menyebabkan
atau tulang alveolar, dapat menyebabkan nyeri, penyakit jantung,
arthritis dan gangguan kehamilan (Powers, 2005 ). Pada Penelitian
Nozomi Okamoto, dkk tooth loss juga berhubungan dengan gangguan
memori dan penurunan fungsi kognitif. (Okamoto dkk, 2010)
II.2.1. Dental disease yang berhubungan dengan tooth loss II.2.1.1. Karies
Karies adalah masalah umum yang paling banyak yang
berhubungan dengan kerusakan gigi, nyeri, infeksi sistemik dan tooth
loss.
Karies disebabkan oleh plak bakteri yang berkumpul di sekitar
gigi. Bakteri mengeluarkan asam dan enzim yang dapat meghancurkan
enamel, dentin dan sementum.Karies dapat terjadi pada permukaan gigi
tetapi lebih banyak pada daerah dimana plak banyak berkumpul seperti
pada fisura dan interproximal. Pada pasien dengan penyakit periodontal,
[image:34.612.158.456.475.685.2]karies juga dapat berhubungan dengan masalah pada akar gigi, dimana
karies lebih cepat merusak dentin. Karies progresif dalam periode bulan,
lama kelamaan merusak coronal gigi dan bakteri masuk kedalam pulpa
pada gigi dan melibatkan jaringan periapikal yang sehat.( Powers, 2005 )
II.2.1.2. Penyakit periodontal
Seperti dengan karies, penyakit periodontal berpengaruh pada
jaringan pendukung gigi seperti gingival, ligament periodontal, sementum
dan tulang alveolar. Penyakit periodontal juga disebabkan oleh plak
bakteri, dimana strain bakterinya berbeda dengan bakteri penyebab
karies dan progresifitas penyakit terjadi beberapa tahun. Inflamasi plak
pada gingival tidak melibatkan jaringan keras (sementum atau tulang).
Inflamasi kronik diinduksi oleh bakteri menyebabkan kerusakan yang
[image:35.612.156.467.464.697.2]irreversible pada tulang alveolar, ligament
periodontal dan sementum. Semuanya adalah sebagai penyumbang
hilangnya jaringan, gigi menjadi lebih mobile, permukaan akar menjadi
terbuka dan akibatnya dapat menyebabkan gigi menjadi mudah tanggal.
Penyakit periodontal bisa berhubungan dengan karies atau infeksi pulpa
sebagai jalan masuk bakteri kariogenik ke akar gigi atau struktur
periapikal.(Powers , 2005)
II.2.1.3.Trauma, penyakit sistemik, dan kelainan kongenital.
Trauma dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada gigi
dan struktur oral yang lain. Trauma dapat menyebabkan fraktur pada
enamel atau dentin atau menyebabkan fraktur pada gigi yang melibatkan
pulpa atau tulang alveolar.
Penyakit sistemik juga dapat merusak gigi atau jaringan oral yang
lain. Osteoporosis bisa membahayakan tulang penyokong gigi, pencetus
edentulism dan membutuhkan perawatan.Fluorosis, dihasilkan secara
alami atau pemasukan iatrogenic berlebihan saat pembentukan
gigi,dapat menyebabkan perubahan gambaran dan warna enamel gigi
dan ini membutuhkan perawatan. Pada orang tua, penyakit sistemik
dapat menyebabkan penyakit oral, contohnya banyak orang tua yang
mengalami penurunan produksi saliva yang berhubungan dengan
respon imun oral dan mencetuskan karies dan penyakit periodontal. (
Powers , 2005 )
Penyakit kongenital adalah penyebab lain yang signifikan dengan
imperfecta menyebabkan hilangnya struktur gigi dari kerusakan enamel,
dentin atau pelekat antara enamel dan dentin.(Powers , 2005 )
II.3. MEMORI II.3.1 Definisi
Memori merupakan istilah umum dari suatu proses mental yang
menyebabkan seseorang dapat menyimpan informasi untuk recall
selanjutnya. Jangka waktu untuk panggilan/ recall dapat singkat
beberapa detik, atau panjang dalam beberapa tahun (Strub dkk, 2000).
II.3.2 Stage (tahapan)
Proses memori terdiri dari 3 tahapan:
1. Registrasi
Pada tahap ini informasi diterima dan diregistrasi oleh suatu
modalitas sensorik tertentu seperti sentuhan, pendengaran atau
penglihatan. Setelah informasi sensorik diterima dan diregistrasi,
informasi tersebut dipertahankan sementara dalam working memory
(memori jangka pendek).
2. Penyimpanan
Pada tahap ini informasi disimpan dalam bentuk yang lebih
permanen (memori jangka panjang). Proses penyimpanan ini dapat
ditingkatkan dengan pengulangan, sehingga dikatakan bahwa
penyimpanan adalah suatu proses aktif yang memerlukan usaha berupa
3. Pemanggilan kembali (recall)
Merupakan tahap akhir dari proses memori. Pada tahap ini
informasi yang sudah disimpan dipanggil kembali sesuai permintaan
atau kebutuhan (disebut memori deklaratif). (Strub dkk, 2000;
Lumbantobing SM, 2006).
II.3.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan jenis materi yang diingat, memori dibagi atas :
1. Memori prosedural
Disebut juga memori implisit. Merupakan bentuk memori
yang tidak dapat dinyatakan atau dibawa ke fikiran melalui
penglihatan. Bentuk memori ini lebih menekankan pada
kemahiran dan recall keahlian kognitif dan motorik setelah suatu
prosedur khusus (misal belajar berjalan, mengendarai sepeda,
atau mobil). Daerah yang berperan adalah neostriatum,
serebellum dan korteks sensorimotor.
2. Memori deklaratif
Disebut juga memori eksplisit. Berupa pengetahuan yang
dapat dinyatakan dan dibawa ke dalam fikiran selama penglihatan
sadar, seperti fakta- fakta, kata, nama dan wajah seseorang,
yang dapat dipanggil kembali dari memori, ditempatkan dalam
fikiran,dan dilaporkan. Jenis memori ini sangat erat kaitannya
dengan fungsi hipokampus dan struktur lobus temporal mesial
lainnya. Terbagi menjadi memori episodik dan memori semantik.
pengalaman (mengingat acara pernikahan yang dihadiri).
(Kempler, 2005; Tranel dkk, 2009).
B. Berdasarkan modalitas materi yang diingat, terdiri dari :
1. Memori verbal
Berkenaan dengan proses belajar dan recall informasi
yang didapat dari bahasa.
2. Memori non verbal
Berhubungan dengan proses belajar dan recall informasi
visual, melodi, sensasi sentuh dan bau. (Kempler, 2005; Tranel
dkk, 2009).
C. Berdasarkan jangka waktu materi diingat, dibagi menjadi :
1. Immediate memory
Istilah yang digunakan bila memori dipanggil kembali
setelah jangka waktu beberapa detik. Disebut juga immediate
recall. Immediate memory sangat bergantung pada atensi dan
konsentrasi. Contoh memori ini adalah mengingat nama baru
yang baru saja didengar. Daerah yang berperan adalah daerah
asosiasi neokorteks dan prefrontal.
2. Recent Memory
Berkaitan dengan recall memori setelah beberapa menit,
jam atau hari. Memori ini ditingkatkan dengan proses belajar dan
pengulangan. Beberapa peneliti telah menemukan adanya
perubahan pada sinaps, yang disebut dengan long term synaptic
potentiation yang dapat menjelaskan keadaan ini. Contoh dari
itu setelah beberapa menit, jam, atau hari. Daerah yang berperan
adalah lobus temporal medial (hipokampus, amigdala) dan
diencephalon (nucleus dorsomedial thalamus dan corpus
mamilare dari hipotalamus).
3. Remote Memory
Menunjuk kepada recall kejadian yang telah terjadi
bertahun- tahun sebelumnya, misalnya mengingat nama- nama
guru, dan teman - teman sekolah yang lama, tanggal lahir, dan
fakta sejarah. Pada pasien yang mengalami gangguan pada
recent memory, remote memory menunjuk kepada recall
kejadian- kejadian sebelum onset terjadinya gangguan recent
memory. Struktur otak yang terlibat dalam remote memory adalah
korteks asosiasi kanan dan kiri. (Strub dkk, 2000 ; Kempler,
2005).
II.3.4 Long Term Potentiation
Long Term Potentiation (LTP) adalah peningkatan transmisi
sinaps yang mengikuti stimulasi berfrekuensi tinggi dari serabut saraf
aferen, atau dengan kata lain, suatu peningkatan pada eksitabilitas sel-
sel post sinaps yang berlangsung selama beberapa jam, hari atau
minggu setelah sel pre sinaps yang berkaitan distimulasi dengan getaran
frekuensi tinggi (Curran dkk,2002)
Long Term Potentiation (LTP) pertama kali ditemukan di
hipokampus dan telah lama diketahui berperan dalam proses belajar dan
post sinaps N-Methyl D-Aspartate (NMDA), suatu reseptor glutamat jenis
ionotropik, dan depolarisasi post sinaps, yang disebabkan oleh stimulasi
berulang pada sinaps.
Pada keadaan basal dimana transmisi sinaps berfrekuensi
rendah, sinaps melepaskan glutamat yang berikatan pada 2 reseptor
glutamat ionotropik yang berbeda, yakni NMDA dan AMPA (α
-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid), yang terletak pada celah
dendrit. Reseptor AMPA memiliki saluran yang permeable terhadap
kation monovalen ( Na+ dan K+), dan pengaktifan reseptor AMPA
menyebabkan ion-ion tersebut masuk dan membangkitkan respons
eksitasi sinaps ketika sel berada pada potensial membran istirahat.
Sedangkan reseptor NMDA bergantung pada voltase yang kuat karena
hambatan pada salurannya oleh magnesium pada potensial
membrane negatif. Akibatnya, reseptor NMDA hanya berperan sedikit
pada respon post sinaps selama aktivitas sinaps basal. Pada keadan sel
depolarisasi, magnesium terpisah dari tempat ikatannya didalam saluran
reseptor NMDA, dan menyebabkan kalsium dan natrium memasuki
celah dendrit. Peningkatan kalsium intraseluler dibutuhkan untuk
Gambar 4. Transmisi sinaps pada keadaan istirahat dan depolarisasi
Dikutip dari : Malenka, R.C. 2002. Synaptic plasticity. In Davis, K.L., Charney, D., Coyle, J.T. and Nemeroff, C. (eds.). Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress.Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Ion Kalsium (Ca2+) yang berperan sebagai second messenger
melekatkan diri pada protein calmodulin dan enzim Protein Kinase C
(PKC) membentuk Calcium calmodulin- dependent protein kinase II
(CaMKII) yang dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan sinaps yang
berlangsung lama, sehingga memori dapat disimpan dalam jangka
Gambar 5. Bentuk transduksi sinyal pada LTP
Dikutip dari : Malenka, R.C. 2002. Synaptic plasticity. In Davis, K.L., Charney, D., Coyle, J.T. and Nemeroff, C. (eds.). Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress.Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
II.3.5. Gangguan Memori II.3.5.1 Definisi
Gangguan memori adalah suatu keadaan dimana pasien tidak
mampu untuk mempelajari informasi baru atau untuk memanggil kembali
informasi yang sudah didapat sebelumnya (Kempler, 2005).
Gangguan memori merupakan keluhan kognitif yang paling sering
terjadi pada pasien dengan sindrom behavioral organik. Hampir seluruh
pasien demensia menunjukkan gangguan memori pada awal gejala
II.3. 5.2 Etiologi
Beberapa kondisi neurologis yang dapat menyebabkan gangguan
memori adalah:
A. Penyakit degeneratif
1. Demensia kortikal
Penyakit alzheimer
Pick’s disease
Demensia lobus frontal
Demensia frontotemporal
2. Demensia sub kortikal
Penyakit Parkinson
Penyakit Huntington
Progressive Supranuclear Palsy
3. Kondisi degeneratif lainnya
Demensia yang berhubungan dengan Human
immunodeficiency virus (HIV) dan Autoimmunodeficiency
syndrome (AIDS)
Multiple sclerosis
B. Trauma Kepala
C. Penyakit serebrovaskular
Stroke
Ruptur aneurisma
Demensia vascular
Alkohol (alcoholic korsakoff’s syndrome atau wernicke korsakoff”s
syndrome)
Neurotoksin lain misal logam-logam (seperti timah, air raksa),
bahan pelarut bahan bakar, dan pestisida
E. Anoksia/ iskemik
F. Herpes simplex encephalitis
G. Tindakan operasi, misalnya temporal lobectomy pada pasien epilepsi
(Tranel dkk, 2009).
Gangguan memori juga bisa berasal dari kelainan non neurologis,
misalnya pada pasien depresi, dan penyakit psikiatrik lainnya (Strub dkk,
2000).
II.4. Memori pada Usia Lanjut
Salah satu keluhan utama pada usia lanjut adalah kehilangan
memori terutama pada penyakit Alzheimer. Namun kehilangan memori
secara kualitatif yang disebabkan proses dari penyakit Alzheimers
berbeda dari kehilangan memori yang berhubungan dengan proses
penuaan. (International Encylopedia of Rehabilitation)
Penuaan normal dikaitkan dengan penurunan kemampuan
memori. Kemampuan untuk mengkodekan kenangan baru dari peristiwa
atau fakta dan working memory menunjukkan penurunan pada
studi-studi cross sectional. Studi yang membandingkan pengaruh penuaan
normal pada memori episodik, memori semantik, memori jangka pendek
dan priming menemukan bahwa memori episodik terutama terganggu
pada penuaan normal, beberapa jenis memori jangka pendek juga
Area otak gray matter yang berperan penting dalam fungsi
eksekutif seperti prefrontal korteks, striatum, dan serbellum adalah
sensitif pada penuaan sama seperti white matter. Area lain yang sensitif
pada penuaan adalah hipokampus. Disfungsi dari hipokampus dapat
menyebabkan gangguan pada memori episodik. Pembelajaran informasi
baru dan pemanggilan kembali informasi dari memori menjadi lebih sulit
pada proses penuaan. Dengan demikian kemampuan untuk mengikat
potongan informasi bersama-sama dengan konteks episodik dalam
kesatuan yang koheren telah berkurang pada populasi usia lanjut (
Weijenberg , 2011)
Masalah memori pada usia lanjut dapat dikaitkan dengan
beberapa penyebab fisik dan psikologis umum seperti : kecemasan,
dehidrasi, depresi ,infeksi, efek samping obat, gizi buruk, kekurangan
vitamin B12, stre psikologis, penyalahgunaan zat, alkolisme kronis,
ketidakseimbangan tiroid dan perdarahan otak.
Beberapa masalah memori karena stres, kecemasan, atau
depresi. Sebuah peristiwa hidup traumatis, seperti kematian pasangan,
dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan dapat meninggalkan
perasaan tidak percaya diri pada usia lanjut, sedih dan kesepian.
Berurusan dengan perubahan hidup yang drastis sehingga dapat
menyebabkan menjadi bingung dan pelupa. Sementara beberapa kasus
perasaan itu dapat memudar. (International Encylopedia of
II.5.Hubungan antara Tooth Loss dengan Memori II.5.1. Peranan Inflamasi
Pasien usia lanjut lebih mudah mengalami karies, hal ini
berhubungan erat dengan oral hygiene, pemeriksaan dan
membersihkan gigi yang tidak rutin, disfungsi glandula salivary,
kurangnya menggunakan bahan yang mengandung fluoride dan
pemakaian gigi palsu yang dapat menimbulkan plak disekitar gigi dan
menjadi lingkungan yang baik bagi terbentuknya karies. Karies gigi yang
berat dan periodontitis dapat menyebabkan tooth loss. Tooth Loss dapat
mengganggu mengunyah, menelan, berbicara, defisiensi nutrisi , isolasi
sosial, dan depresi ( Campisi dkk, 2009, Stewart dkk, 2000).
Pada kasus penyakit periodontal yang berat molekul inflamasi
dapat menyebabkan inflamasi sistemik dan dapat menjadi akses ke otak
melalui sirkulasi sistemik. Molekul inflamasi dapat berasal dari jaringan
periodontal yang dapat menstimulasi serabut nervus trigeminus dan
dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah sitokin-sitokin di otak.
Sitokin ini dapat mengaktifkan sel- sel glia yang menyebabkan suatu
reaksi dan mungkin berlanjut pada Alzheimers Disease. ( Campisi dkk,
2009 )
Sitokin dapat memproduksi protein beta amyloid yang ditemukan
pada plak senilis. Interleukin – 1 (IL 1) dan sitokin –sitokin lain yang
berhubungan dengan penyakit periodontal berhubungan dengan
II.5.2. Peranan acethylcholin ( ACh )
Dalam sistem saraf pusat, ACh memiliki berbagai efek sebagai
neuromodulator pada plastisitas dan arousal. ACh memiliki
peran penting dalam peningkatan persepsi sensorik saat kita bangun
dan saat sadar. Kerusakan pada sistem kolinergik di otak telah terbukti
dikaitkan dengan defisit memori dan berhubungan dengan penyakit
Alzheimer. (Pepeu ,2004)
Acethylcholin terlibat dengan plastisitas sinaptik, khususnya
dalam belajar dan memori jangka pendek. Acethylcholin telah diketahui
adalah untuk meningkatkan amplitudo potensi sinaptik berikut potensiasi
jangka panjang di banyak daerah, termasuk girus dentatus, CA1
(Cornu Ammonis 1 ), korteks dan neokorteks. Efek ini paling mungkin
terjadi baik melalui peningkatan arus melalui reseptor NMDA (N-methyl
D-aspartate) atau tidak langsung dengan menekan adaptasi. Penekanan
adaptasi telah ditunjukkan dalam irisan otak daerah CA1, cingulate
korteks, dan piriform korteks, serta somatosensori dan korteks motorik
dengan menurunkan konduktansi ion Ca2 +, dan K+ .( Pepeu, 2004)
Pada hewan percobaan , ada bukti yang mengatakan bahwa
tooth loss berhubungan dengan belajar dan memori . Mekanismenya
terjadinya adalah peranan dari sistem kholinergik sentral ( Pepeu ,
II.5.3. Peranan trkB (tirosin kinase B) dan BDNF (brain derived neutropic factor)
Reseptor TrkB juga dikenal sebagai tirosin kinase TrkB atau
BDNF/NT-3 atau neurotropik tirosin kinase reseptor tipe 2 adalah protein
yang pada manusia dikodekan oleh gen NTRK2. Fungsi TrkB adalah
reseptor yang mempunyai afinitas tinggi untuk beberapa katalitik
"neurotrophins" dan merupakan faktor pertumbuhan protein yang
menyebabkan kelangsungan hidup dan diferensiasi pada sel .
Neurotropin - neurotrophin yang mengaktifkan TrkB adalah: BDNF ,
NT-4 (neurotrophin-4), dan NT-3 (neurotrophin-3). Dengan demikian, TrkB
memediasi beberapa efek dari faktor-faktor neurotropik, yang mencakup
diferensiasi neuronal dan kelangsungan hidup .( Qiagen, 2011)
Brain derived neurotropic factor (BDNF) , seperti neurotrophins
lainnya, adalah faktor polypeptidic yang dianggap bertanggung jawab
untuk neuron proliferasi, diferensiasi dan kelangsungan hidup, melalui
transportasi retrograde dari terminal saraf ke sel tubuh. Brain derived
neurotropic factor (BDNF) diproduksi oleh neuron, terutama di
hipokampus dan korteks dan dapat diangkut ke dendrit dan juga dapat
disintesis secara lokal di tulang belakang. Selain berperan dalam
kelangsungan hidup neuron dan ketahanan terhadap cedera, BDNF juga
memiliki peran yang kuat dalam memfasilitasi kegiatan plastisitas, yang
mendasari kapasitas untuk belajar dan memori. Daerah Otak dimana
plastisitas sangat penting adalah di hipokampus dan korteks, yang
merupakan pusat untuk belajar dan memori. Pengurangan BDNF
kekuatan sinaptik dan membuat hippocampus neuron lebih rentan .
(Qiagen, 2011)
Belum ada definisi yang jelas mengenai hubungan transmisi
sinaptik pada jalur signaling dari nervus trigeminus melalui perantara
reseptor pada jaringan-jaringan yang berhubungan dengan mastikasi.
Diduga adanya peningkatan trkB dan BDNF berhubungan dengan
peningkatan kapasitas transmisi saraf. Pada penelitian Yamazaki dkk
ditemukan adanya ekspresi trkB- mRNA efektif sebagai marker untuk
peningkatan transmisi sinaptik pada jalur signaling yang berhubungan
dengan proses belajar dan memori (Yamazaki ,2008)
Gangguan memori pada tikus mempunyai hubungan dengan
penurunan trkB pada jalur dari nervus trigeminal ke hipokampus.
Penurunan respon di hipokampus akan menyebabkan penurunan
frekuensi gerakan rahang. Ini menjelaskan mekanisme bahwa tooth loss
menurunkan input sensori dan somatik sensori korteks dari reseptor
yang menghubungkan ke mastikasi dan hubungan mastikasi ke gerakan
rahang. Hubungan antara otot-otot mastikasi , temporomandibular joint
dan ligamen periodontal dikenal mempunyai efek facilitatory pada
transmisi sinaptik di korteks serebri. Penelitian-penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa mengunyah dapat meningkatkan aliran darah ke
II.5.4. Peranan GFAP ( glial fibrous acidic protein )
Glial fibrous acidic protein (GFAP) adalah filamen intermediat
protein yang dianggap spesifik untuk astrosit dalam sistem saraf pusat
(SSP). Ekspresi protein GFAP dipengaruhi oleh berbagai proses,
seperti perubahan sitokin dan tingkat hormon. Peningkatan ekspresi
protein ini terbukti dalam sejumlah keadaan, dan umumnya disebut
sebagai "aktivasi Astrocytic". Fungsi selular GFAP dinyatakan dalam
sistem saraf pusat terutama dalam sel astrosit. Hal ini melibatkan fungsi
seluler dalam banyak proses, seperti struktur sel dan gerakan,
komunikasi sel, dan fungsi sawar darah otak .
Glial fibrous acidic protein (GFAP) telah diketahui mempunyai
peran dalam mitosis. Selama mitosis, ada peningkatan jumlah GFAP
terfosforilasi, dan aktifitas protein ini menunjukkan aktifitas
pembelahan. Kurangnya filamen intermediate dalam hipokampus dan di
white matter menunjukkan proses degeneratif multiple termasuk
mielinasi yang abnormal, kerusakan struktur white matter , dan
perubahan dalam sawar darah-otak . Data ini menunjukkan bahwa
GFAP terlibat dalam pemeliharaan SSP dan integritas mielin .
Glial fibrous acidic protein (GFAP) juga diketahui berperan dalam
interaksi astrosit-neuron. Adanya gangguan yang dikaitkan dengan
regulasi GFAP dan luka dapat menyebabkan sel glial untuk bereaksi
dengan cara yang merugikan. Glial jaringan parut adalah konsekuensi
dari beberapa kondisi neurodegenerative, serta cedera materi yang saraf
yang berat. Bekas luka dibentuk oleh astrosit berinteraksi dengan
dan sebagian disebabkan oleh pengaruh GFAP. Bekas luka itu bertindak
sebagai penghalang fisik dan kimia untuk pertumbuhan saraf, dan
mencegah regenerasi saraf .(The free encyclopedia )
Onozuka dkk mengevaluasi mekanisme gangguan fungsi kognitif
sebagai akibat dari menurunnya mastikasi, efek hilangnya gigi molar
menunjukkan adanya ekspresi glial fibrous acidic protein ( GFAP) pada
hipokampus. Pada analisa immunohistochemical menunjukkan keadaan
hilangnya gigi molar meningkatkan densitas dan hipertrophi astrosit
pada regio CA1 di hipokampus. Efek ini meningkat pada keadaan
II.6. Kerangka Teori
USIA LA NJUT
Oral Health↓
Penyakit Periodontal
TOOTH LOSS
Mastikasi ↓ dan Oklusal ↓ Inflamasi
GFAP ↓
GA NGGUA N
MEMORI
trkB – mRNA ↓ Acethylcholin ↓
Penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif dan terbentuknya karies akan meningkatkan resiko buruknya hasil tes fungsi kognitif.(Kaye dkk, 2010)
Kesehatan mulut pd usia lanjut biasanya lebih buruk dibandingkan populasi umum.
(Azarpazhooh,2010, Boehm dkk,
Tooth loss yang disebabkan periodontitis kronis berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif. ( Grabe dkk, 2009 )
Molekul inflamasi dapat berasal dari jaringan periodontal yang dapat menstimulasi serabut nervus trigeminus dan dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah sitokin-sitokin di otak. ( Campisi dkk, 2009 , Stein dkk, 2007 )
Transmisi sinaptik ↓
Pada hewan, ada bukti yang mengatakan bahwa tooth loss
berhubungan dengan belajar dan memori . Mekanismenya terjadinya berdasarkan evaluasi pada sistem kholinergik sentral ( Yamazaki , 2008 )
Peningkatan Brain derived neurotropic factor ( BDNF ) dan tyrosin kinase B (trkB) berhubungan dengan peningkatan kapasitas transmisi saraf. Ekspresi trkB- mRNA efektif sebagai marker untuk peningkatan transmisi sinaptik pada jalur signaling yang berhubungan dengan proses belajar
II.7. Kerangka Konsepsional
USIA LA NJUT
TOOTH LOSS
ORA L HIEGINE
Lama
tooth loss
Jumlah tooth loss
Lama
edentulous
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Karya Kasih Medan dan PSTW Abdi Asih Binjai dari tanggal 1
November 2011 s/d 31 Januari 2012.
III.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dari populasi usia lanjut di PSTW Karya
Kasih Medan dan PSTW Abdi Asih Binjai. Penentuan subjek penelitian
dilakukan menurut metode sampling non random secara konsekutif.
III.2.1. Populasi sasaran
Semua usia lanjut ≥ 60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi.
III.2.2.Populasi terjangkau
Semua usia lanjut ≥ 60 tahun di PSTW Karya Kasih Medan dan
PSTW Abdi Asih Binjai yang memenuhi kriteria inklusi .
III.2.3.Besar sampel
Dihitung dengan rumus :
22
Pa
Po
PaQa
Z
PoQo
Z
n
Dimana :
Zα = Deviasi batas alpha untuk α = 0,05 → Zα = 1,96
Po = Proporsi Usia lanjut dengan gangguan memori = 0,029
(Okamoto dkk, 2010)
Qo = 1- Po = 0,971
Po – Pa = Selisih proporsi yang bermakna = 0,15
Pa = 0,179 → Qa = 1 – Pa = 0,821
Jadi :
22
15
,
0
821
,
0
179
,
0
282
,
1
971
,
0
029
,
0
96
,
1
n
Orang
n
35
,
56
36
III.2.4.Kriteria inklusi
1. Semua usia lanjut ≥ 60 tahun di PSTW Karya Kasih Medan dan
PSTW Abdi Asih Binjai.
2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.
3. Dapat membaca dan menulis.
4. Dapat berbahasa Indonesia.
III.2.5.Kriteria eksklusi
1. Subjek dengan lesi otak (stroke, tumor, infeksi, trauma,
demensia, parkinson)
2. Subjek dengan gangguan kesadaran, gangguan pendengaran
dan gangguan penglihatan (tuli, buta)
3. Subjek penderita hipertensi
4. Subjek penderita diabetes melitus
5. Subjek penderita depresi
III.2.6.Instrumen
III.2.6.1.Mini Mental State Examination (MMSE)
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah test yang
digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data
dasar dan memantau penurunan kognitif. Nilai di bawah 27 dianggap
abnormal dan mengindikasikan gangguan kognitif yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi. Penyandang dengan pendidikan yang
rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal,
namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia.
(Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
III.2.6.2.Recall Test
Recall test adalah sub-item dari MMSE untuk menilai gangguan
memori. Rentang nilai adalah 0 – 3.(Okamoto dkk, 2010 )
III.2.6.3.Community Periodontal Index ( CPI )
Community Periodontal Index (CPI) adalah indeks yang diperiksa dengan menggunakan suatu prob khusus dengan ujung bulat
berdiameter 0,5 mm dan berkalibrasi atas saku yang dangkal dan saku
yang dalam (dikenal dengan nama prob WHO). Prob ini digunakan
untuk memicu perdarahan gingival, meraba kalkulus dan mengukur
kedalaman saku. Kode CPI (Kode 0: sehat, kode 1: Perdarahan
gingival,kode 2: kalkulus,kode 3: saku periodontal dengan kedalaman
4-5 mm,kode 4: saku periodontal dengan kedalaman 6 mm). (Dalimunthe,
III.3. Batasan Operasional
a. Tooth loss adalah pemisahan gigi dari jaringan yang mendukung struktur gigi sebagai akibat pengelupasan kulit yang normal dan
menyebabkan kehilangan gigi primer, pengelupasan kulit sebagai
sequela untuk resorpsi tulang , migrasi periapikal epitel pada penyakit
periodontal, dan ekstraksi yang diharuskan akibat keadaan
patologis yang melibatkan pulpa gigi, periodonsium, atau jaringan
periapikal. (Medical dictionary). Kategori tooth loss adalah : 0-9,
10-19, 20- 31,dan edentulous.( Disvarieux dkk, 2003)
b. Edetulous adalah kehilangan seluruh gigi (total tooth loss). (Medical dictionary)
c. Memori adalah suatu proses