• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan antara Sistem Skala Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan Gambaran Endoskopi pada Pasien Esofagitis Refluks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan antara Sistem Skala Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan Gambaran Endoskopi pada Pasien Esofagitis Refluks"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ANTARA SISTEM SKALA

FREQUENCY

SCAL

E

FOR THE SYMPTOMS OF GERD

(FSSG) DAN

GERD

QUESTIONNAIRE

(GerdQ) DENGAN GAMBARAN

ENDOSKOPI PADA PASIEN ESOFAGITIS REFLUKS

TESIS

Oleh

RESTUTI HIDAYANI SARAGIH

NIM : 067101005

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN ANTARA SISTEM SKALA

FREQUENCY

SCAL

E

FOR THE SYMPTOMS OF GERD

(FSSG) DAN

GERD

QUESTIONNAIRE

(GerdQ) DENGAN GAMBARAN

ENDOSKOPI PADA PASIEN ESOFAGITIS REFLUKS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RESTUTI HIDAYANI SARAGIH

NIM: 067101005

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERBANDINGAN ANTARA SISTEM SKALA FREQUENCY SCALE FOR THE SYMPTOMS OF GERD (FSSG) DAN GERD

QUESTIONNAIRE (GerdQ)

DENGAN GAMBARAN ENDOSKOPI PADA PASIEN ESOFAGITIS REFLUKS Nama Mahasiswa : Restuti Hidayani Saragih

Nomor Induk : 067101005

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui Pembimbing

(Prof.Dr.Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH)

Ketua Program Studi, Ketua Departemen,

(Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH) (Dr.Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Restuti Hidayani Saragih

NIM : 067101005

(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Restuti Hidayani Saragih

NIM : 067101005

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

Perbandingan antara Sistem Skala Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan Gambaran Endoskopi pada

Pasien Esofagitis Refluks

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non- eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 15 Februari 2012 Yang Menyatakan

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan, dan nasehat selama penulis menjalani pendidikan.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan, serta telah meluangkan waktu melalui diskusi dan materi dengan kesabaran sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. Selain itu, selaku mantan Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan atas dukungan penuh bagi penulis dalam mengenyam pendidikan.

(7)

Lukman Hakim Zain, KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, KKV, Prof. Dr. Azmi S.Kar, SpPD-KHOM, Prof. Dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Prof.Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP, Prof. Dr. Harun Al Rasyid Damanik,SpPD-KGK, yang telah memberi bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan. 5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru

(8)

6. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai mantan Sekretaris Program Studi atas kesempatan, perhatian, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan. 8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

10.Prof. Dr.Bachtiar Fanani, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, (Alm). Dr. OK. Alfien Sjukran, SpPD-KEMD, yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk PPDS Ilmu Penyakit Dalam, serta kepada Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, Dr. Armyn Aziz, SpPD dan Dr. Aizil Rivai, SpPD yang telah banyak membantu

”membuka jalan” penulis menjadi bagian dari keluarga besar Ilmu Penyakit

Dalam.

11.Seluruh senior peserta PPDS-II Gastroenterohepatologi, senior peserta Pendidikan Endoskopi, teman sejawat stase Gastroenterohepatologi, stase ruangan, stase poliklinik pria/wanita, stase konsultan, tanpa adanya bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

(9)

13.Seluruh perawat/paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.

14.Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Lely Husna, Sdr. Deni, Sdri. Yanti, Sdri. Wanti, Sdri. Fitri, Sdr. Erjan, dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

15.Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda H. Nikmat Saragih dan ibunda (alm) Hj.Mimah Saragih, atas segala jerih payah, pengorbanan dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang menapaki hidup dan mencapai cita-cita. Tak akan pernah bisa penulis membalas jasa-jasa ayahanda dan ibunda. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karunia kepada ayahanda serta memberikan tempat sebaik-baiknya di surga

Jannatun Na’im bagi almarhumah ibunda penulis.

Demikian juga kepada Bapak/Ibu mertua penulis, H. Sehat Karo-Karo Sitepu dan Hj. Herawaty br. Sembiring yang telah mendukung, membimbing, mendoakan, memberikan semangat, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

(10)

Terima kasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada abang kandung penulis, Dr. Sara Bintang Saragih beserta keluarga, yang telah banyak memberikan

bantuan moril, materiil, semangat dan do’a tanpa pamrih selama pendidikan; dengan

semua itu penulis dapat sampai di titik ini, yang tak lain adalah pencapaian keluarga besar yang dicita-citakan bersama.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, Februari 2012

(11)

ABSTRAK

Pendahuluan dan Tujuan : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien yang sebanding dengan penyakit kronik lainnya, sehingga penegakan diagnosis GERD secara akurat sangatlah penting untuk tatalaksana selanjutnya. Berbagai kuesioner berdasarkan gejala yang dinilai oleh pasien sendiri, dapat membantu diagnosis GERD tanpa pemeriksan endoskopi sebelumnya. Kami membandingkan Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan gambaran endoskopi pada pasien esofagitis refluks dengan tujuan mengetahui kuesioner mana yang lebih baik untuk diagnostik dari segi sensitivitas, spesifisitas dan akurasi. Metode : Penelitian ini dilakukan secara potong lintang, melibatkan 72 pasien dengan gejala dispepsia dengan atau tanpa heartburn/regurgitasi. Subyek mengisi kuesioner FSSG dan GerdQ, kemudian menjalani endoskopi, setelah itu dikelompokkan menjadi esofagitis refluks, dispepsia fungsional dan diagnosis lainnya (gastritis, ulkus antrum, hiatal hernia esofagus). Kami membandingkan sensitivitas, spesifisitas dan akurasi FSSG dan GerdQ dengan menggunakan kurva ROC, dengan menganalisis area di bawah kurva.

Hasil Penelitian: Berdasarkan gambaran endoskopi ke-72 subyek sebagai berikut : gastritis, ulkus antrum dan hiatal hernia esofagus 52,8%, dispepsia fungsional

37,5 %, esofagitis refluks 9,7 %, ditemukan bahwa GerdQ lebih baik dalam hal spesifisitas dan akurasi dibandingkan dengan FSSG (berturut-turut sensitivitas, spesifisitas, akurasi dan nilai P FSSG vs GerdQ : 100 %, 23,1 %, 61,5 %, 0,318 vs 100 %, 73,8%, 86,9%, 0,001).

Kesimpulan : Kuesioner GerdQ lebih baik dipergunakan untuk menegakkan diagnosis esofagitis refluks dibandingkan dengan kuesioner FSSG di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Kata Kunci : esofagitis refluks, GERD, FSSG, GerdQ, endoskopi, klasifikasi Los Angeles, heartburn

(12)

ABSTRACT

Background and Aim: Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) contributes to negative impacts in patients’ quality of life, as much other chronic diseases do, thus accurate diagnosis establishment is very important to step into further management. Various self-assessment symptom-based questionnaires have been developed as diagnostic tools of GERD. We compared the Frequency Scale for the Symptoms of

GERD (FSSG) and GERD Questionnaire (GerdQ) with endoscopic findings of reflux esophagitis patients in order to find out the best questionnaire of the two, by determining their sensitivity, specificity and accuracy.

Method: This study was conducted cross-sectionally, involving 72 dyspeptic patients, with or without heartburn/regurgitation. Subjects fulfilled both FSSG and GerdQ questionnaires, then they underwent endoscopy, after that being grouped to esophagitis reflux, functional dyspepsia and other diagnoses (gastritis, antral ulcus, hiatal hernia esophagus). We compared the sensitivity, specificity and accuracy of FSSG and GerdQ using ROC curve, by analyzing the area under the curve.

Result: According to the endoscopic findings of the 72 subjects as follows : gastritis, antral ulcus and hiatal hernia esofagus 52.8%, functional dyspepsia 37.5 %, esophagitis reflux 9.7 %, it was revealed that GerdQ was better in specificity and accuracy compared with that of FSSG. (sensitivity, spesificity, accuracy and the P value of FSSG vs GerdQ consecutively: 100 %, 23.1 %, 61.5 %, 0.318 vs 100 %, 73.8%, 86.9%, 0,001).

Conclusion: GerdQ is better than FSSG in establishing the diagnosis of reflux esophagitis in Haji Adam Malik General Hospital Medan.

Keywords : reflux esophagitis, GERD, FSSG, GerdQ, endoscopy, Los Angeles Classification, heartburn.

(13)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 3

1.3Tujuan Penelitian... 3

1.4Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Definisi... 4

2.2Epidemiologi... 4

2.3Etiologi dan Patogenesis... 5

2.4Manifestasi Klinik... 7

2.5Diagnosis... 8

2.6Sistem Skala Gejala GERD berdasarkan kuesioner... 10

2.7Gambaran Endoskopi GERD... 12

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1Kerangka Konsep... 18

3.2Definisi Operasional... 18

3.3Hipotesis... 18

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian... 20

4.2Waktu dan Tempat Penelitian... 20

4.3Populasi dan Sampel... 20

4.4Besar Sampel... 20

4.5Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 21

4.6Teknik Pengumpulan Data... 21

4.7Pengolahan dan Analisis Data... 21

4.8Etika Penelitian... 22

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1Karakteristik Penelitian... 23

(14)

5.3Sensitivitas, Spesifisitas dan Akurasi FSSG dan GerdQ... 25

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan... 30

6.2 Saran... 30

Daftar Pustaka... 31

Lampiran 1. Lembaran Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian... 34

2. Surat Pernyataan Persetujuan (Informed Consent)... 35

3. Lembaran Pengesahan Kuesioner FSSG dan GerdQ Versi Bahasa Indonesia... 36

4. Master Data Penelitian………... 39

5. Surat Persetujuan Komite Etik……….... 41

6. Daftar Riwayat Hidup Peneliti ………. 42

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Kuesioner Frequency Scale for the Symptoms

Of GERD (FSSG) ... 11

2.2 Kuesioner GerdQ ... 12

2.3 Klasifikasi Los Angeles ……….. 13

2.4 Kuesioner FSSG versi Bahasa Indonesia ………... 14

2.5 Kuesioner GerdQ versi Bahasa Indonesia ………... 17

5.1 Data Karakteristik Dasar Subyek Penelitian …………... 24

5.2 Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas Kuesioner FSSG dan GerdQ terhadap Hasil Endoskopi ... 26

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Prevalensi GERD pada Studi Berbasis Populasi

di Asia ………. 5

2.2 Patogenesis terjadinya GERD ... 6

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………... 18

5.1 Kurva ROC Perbandingan antara Kuesioner FSSG dan GerdQ dalam memprediksi Esofagitis

Refluks... ... 25 5.2 Perbandingan antara Kuesioner FSSG dan GerdQ

terhadap Hasil Temuan Endoskopi...27

(17)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Nama Penulisan

Pertama Kali Pada Halaman

GERD Gastroesophageal Reflux Disease 1

SF-36 Short-Form 36 Item 1

ACG American College of Gastroenterology 1

AGA American Gastroenterological Association 2 QUEST Questionnaire for The Diagnosis of Reflux

Esophagitis 2

FSSG Frequency Scale for the Symptoms of GERD 2

Request Reflux Questionnaire 2

RDQ Reflux Disease Questionnaire 2

GSRS Gastrointestinal Symptoms Rating Scale 2

GSIS Gastrointestinal Reflux Disease Impact Scale 2 LES Lower Esophageal Sphincter 5

NCCP Non Cardiac Chest Pain 7

PPI Proton Pump Inhibitor 9

NERD Non Erosive Reflux Disease 12

NSAID` Non Steroid Anti Inflammatory Drugs 21

USG Ultrasonografi 22

ROC Receiver Operator Curve 22

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Lembaran Penjelasan kepada Calon Subyek

Penelitian ……….. 34

2 Surat Pernyataan Persetujuan (Informed Consent) ………….. 35

3 Lembaran Pengesahan Kuesioner FSSG dan GerdQ versi Bahasa Indonesia ………. 36

4 Master Data Penelitian ………. 39

5 Surat Persetujuan Komite Etik ………. 41

6 Daftar Riwayat Hidup Peneliti ………. 42

(19)

ABSTRAK

Pendahuluan dan Tujuan : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien yang sebanding dengan penyakit kronik lainnya, sehingga penegakan diagnosis GERD secara akurat sangatlah penting untuk tatalaksana selanjutnya. Berbagai kuesioner berdasarkan gejala yang dinilai oleh pasien sendiri, dapat membantu diagnosis GERD tanpa pemeriksan endoskopi sebelumnya. Kami membandingkan Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) dengan gambaran endoskopi pada pasien esofagitis refluks dengan tujuan mengetahui kuesioner mana yang lebih baik untuk diagnostik dari segi sensitivitas, spesifisitas dan akurasi. Metode : Penelitian ini dilakukan secara potong lintang, melibatkan 72 pasien dengan gejala dispepsia dengan atau tanpa heartburn/regurgitasi. Subyek mengisi kuesioner FSSG dan GerdQ, kemudian menjalani endoskopi, setelah itu dikelompokkan menjadi esofagitis refluks, dispepsia fungsional dan diagnosis lainnya (gastritis, ulkus antrum, hiatal hernia esofagus). Kami membandingkan sensitivitas, spesifisitas dan akurasi FSSG dan GerdQ dengan menggunakan kurva ROC, dengan menganalisis area di bawah kurva.

Hasil Penelitian: Berdasarkan gambaran endoskopi ke-72 subyek sebagai berikut : gastritis, ulkus antrum dan hiatal hernia esofagus 52,8%, dispepsia fungsional

37,5 %, esofagitis refluks 9,7 %, ditemukan bahwa GerdQ lebih baik dalam hal spesifisitas dan akurasi dibandingkan dengan FSSG (berturut-turut sensitivitas, spesifisitas, akurasi dan nilai P FSSG vs GerdQ : 100 %, 23,1 %, 61,5 %, 0,318 vs 100 %, 73,8%, 86,9%, 0,001).

Kesimpulan : Kuesioner GerdQ lebih baik dipergunakan untuk menegakkan diagnosis esofagitis refluks dibandingkan dengan kuesioner FSSG di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Kata Kunci : esofagitis refluks, GERD, FSSG, GerdQ, endoskopi, klasifikasi Los Angeles, heartburn

(20)

ABSTRACT

Background and Aim: Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) contributes to negative impacts in patients’ quality of life, as much other chronic diseases do, thus accurate diagnosis establishment is very important to step into further management. Various self-assessment symptom-based questionnaires have been developed as diagnostic tools of GERD. We compared the Frequency Scale for the Symptoms of

GERD (FSSG) and GERD Questionnaire (GerdQ) with endoscopic findings of reflux esophagitis patients in order to find out the best questionnaire of the two, by determining their sensitivity, specificity and accuracy.

Method: This study was conducted cross-sectionally, involving 72 dyspeptic patients, with or without heartburn/regurgitation. Subjects fulfilled both FSSG and GerdQ questionnaires, then they underwent endoscopy, after that being grouped to esophagitis reflux, functional dyspepsia and other diagnoses (gastritis, antral ulcus, hiatal hernia esophagus). We compared the sensitivity, specificity and accuracy of FSSG and GerdQ using ROC curve, by analyzing the area under the curve.

Result: According to the endoscopic findings of the 72 subjects as follows : gastritis, antral ulcus and hiatal hernia esofagus 52.8%, functional dyspepsia 37.5 %, esophagitis reflux 9.7 %, it was revealed that GerdQ was better in specificity and accuracy compared with that of FSSG. (sensitivity, spesificity, accuracy and the P value of FSSG vs GerdQ consecutively: 100 %, 23.1 %, 61.5 %, 0.318 vs 100 %, 73.8%, 86.9%, 0,001).

Conclusion: GerdQ is better than FSSG in establishing the diagnosis of reflux esophagitis in Haji Adam Malik General Hospital Medan.

Keywords : reflux esophagitis, GERD, FSSG, GerdQ, endoscopy, Los Angeles Classification, heartburn.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus, bahkan dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk, 2006), (Makmum, 2009). Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong, 2006).

GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena gejala-gejalanya (heartburn, regurgitasi, nyeri dada, nyeri epigastrium, dll) yang menyebabkan gangguan tidur, penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial. Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik (Hongo dkk, 2007).

Penegakan diagnosis GERD secara akurat sangatlah penting untuk tatalaksana selanjutnya. American College of Gastroenterology (ACG) di tahun 2005 telah mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and Treatment of

(22)

Gastroesophageal Reflux Disease (DeVault dan Castell, 2005),sementara pada tahun 2008, American Gastroenterological Association (AGA) menerbitkan American Gastroenterological Association Medical Position Statement on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease (Hiltz dkk, 2008).

Namun GERD sering bermanifestasi dengan gejala yang sangat beragam selain dari gejala klasiknya (heartburn dan regurgitasi), sehingga timbul kesulitan dalam menegakkan diagnosis akurat dalam praktik klinik sehari-hari. Untuk itu, para peneliti telah mengembangkan kuesioner-kuesioner berupa sistem skala berdasarkan gejala yang bertujuan diagnostik, prediktif maupun evaluatif. Di antara banyak kuesioner diagnostik yang banyak digunakan adalah Questionnaire for the Diagnosis of Reflux Esophagitis (QUEST), Frequency Scale for the Symptoms of GERD

(FSSG), Reflux Questionnaire (ReQuest), Reflux Disease Questionnaire (RDQ), dan yang baru dikembangkan tahun 2009 yaitu GerdQ Questionnaire (Stanghellini dkk, 2004), (Carlsson dkk, 1998), (Kusano dkk, 2004), (Bardhan dan Berghofer, 2007), (Shaw dkk, 2001), (Shaw dkk, 2008), (Danjo dkk, 2009), (Jones dkk, 2009).

Sistem skala FSSG dikembangkan di Jepang (Kusano dkk., 2004) dan banyak digunakan di berbagai negara di luar Jepang. FSSG terdiri dari 12 pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala yang tersering dialami oleh pasien, tidak hanya heartburn dan acid taste, tetapi juga gejala-gejala dispepsia seperti ’perut penuh’ dan ’merasa cepat kenyang’ (Bardhan dan Berghofer, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Ndraha di Rumah Sakit Koja Jakarta tahun 2010 menggunakan FSSG menunjukkan pasien GERD di RS tersebut memiliki mean FSSG yang tinggi, dimana gejala dismotiliti lebih dominan daripada refluks (Ndraha, 2010).

Kuesioner GerdQ, yang dikembangkan oleh Jones dkk., adalah termasuk kuesioner yang terbaru, yang diolah dari RDQ, Gastrointestinal Symptom Rating Scale (GSRS) dan Gastroesophageal Reflux Disease Impact Scale (GSIS). GerdQ terdiri dari enam pertanyaan sederhana meliputi gejala refluks, dispepsia dan konsumsi obat untuk mengatasi gejala. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa GerdQ berpotensi sebagai alat bantu diagnostik GERD bagi dokter umum dengan akurasi yang sama dengan diagnosis yang dibuat oleh gastroenterologis (Jones dkk, 2009).

(23)

Pada penelitian ini , peneliti bermaksud untuk membandingkan FSSG dengan GerdQ dalam hal sensitivitas dan spesifisitas dan hubungannya dengan gambaran endoskopi, karena sepanjang pengetahuan peneliti belum ada studi yang membandingkan FSSG dengan GerdQ baik di Indonesia maupun di dunia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Apakah GerdQ lebih baik dibandingkan dengan FSSG dalam hal sensitivitas, spesifisitas dan akurasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Membandingkan antara FSSG dengan GerdQ untuk mencari kuesioner yang lebih baik dalam menegakkan diagnosis esofagitis refluks .

1.5 Manfaat Penelitian

Untuk dapat mengetahui kuesioner mana yang lebih baik untuk digunakan antara FSSG dengan GerdQ sehingga memudahkan klinisi dalam menegakkan diagnosis esofagitis refluks.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna. Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi (Vakil dkk, 2006). Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk, 2006), (Makmun, 2009).

2.2 Epidemiologi

Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong, 2006). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan

(25)

kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia (Makmun, 2009).

Gambar 2.1. Prevalensi GERD pada Studi berbasis Populasi di Asia.

GERD didefinisikan sebagai mengalami heartburn atau regurgitasi minimal setiap minggu. Studi dilakukan terhadap subyek yang sedang menjalani medical check-up. ( Jung, 2011 )

2.3 Etiologi dan Patogenesis

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila : 1). Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2). Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus (Makmun, 2009).

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Makmun,2009).

(26)

refluks, bersihan asam dari lumen esofagus, ketahanan epitel esofagus) dan faktor ofensif dari bahan refluksat.Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying (Makmun, 2009).

Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung (Makmun, 2009). Tingginya angka infeksi H. pylori di Asia dengan rendahnya sekresi asam sebagai konsekuensinya telah dipostulasikan sebagai salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di Asia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Hal tersebut sesuai dengan yang ditunjukkan pada satu studi di Jepang yang dilakukan oleh Shirota dkk. Studi yang lain juga membuktikan adanya hubungan terbalik antara derajat keparahan esofagitis refluks dengan infeksi H. pylori. Hamada dkk menunjukkan insiden esofagitis refluks yang tinggi setelah eradikasi H.pylori, khususnya pada pasien gastritis korpus dan mempunyai predisposisi terhadap refluks hiatus hernia (Goh dan Wong, 2006).

Dalam keadaan di mana bahan refluksat bukan bersifat asam atau gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas viseral (Makmun,2009).

Gambar 2.2 Patogenesis terjadinya GERD (Makmun, 2009).

(27)

2.4 Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barret’s

esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat (Makmun,2009).

Walaupun gejala khas/tipikal dari GERD adalah heartburn atau regurgitasi, gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest pain/NCCP), suara serak, laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-lain (Makmun 2009), (Jung, 2009).

Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (Makmun,2009). Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering dijumpai secara bersaman. Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara gangguan tidur dan GERD (Jung, 2009).

Walaupun telah disampaikan bahwa heartburn merupakan gejala klasik dan utama dari GERD, namun situasinya sedikit berbeda di Asia. Di dunia Barat, kata ”heartburn” mudah dimengerti oleh pasien, sementara tidak ada padanan kata yang sesuai untuk heartburn dalam mayoritas bahasa-bahasa di Asia, termasuk bahasa Cina, Jepang, Melayu. Dokter lebih baik menjelaskan dalam susunan kata-kata tentang apa yang mereka maksud dengan heartburn dan regurgitasi daripada mengasumsikan bahwa pasien memahami arti kata tersebut. Sebagai contoh, di

Malaysia, banyak pasien etnis Cina dan Melayu mengeluhkan ”angin” yang merujuk

pada dispepsia dan gejala refluks. Sebagai akibatnya, seperti yang terjadi di Cina, banyak pasien GERD yang salah didiagnosis sebagai penderita non cardiac chest

(28)

pain atau dispepsia (Goh dan Wong, 2006). Walaupun belum ada survei yang dilakukan, berdasarkan pengalaman klinis sehari-hari, kejadian yang sama juga sering ditemui di Indonesia.

GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena gejala-gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur, penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial.

Short-Form-36-Item (SF-36) Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD memiliki kualitas hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik (Hongo dkk, 2007).

2.5 Diagnosis

Secara klinis, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang seksama. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD adalah : endoskopi saluran cerna bagian atas, pemantauan pH 24 jam, tes Bernstein, manometri esofagus, sintigrafi gastroesofageal, dan tes penghambat pompa proton (tes supresi asam) (Makmun,2009).

American College of Gastroenterology (ACG) di tahun 2005 telah mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Gastroesophageal Reflux Disease, di mana empat di antara tujuh poin yang ada, merupakan poin untuk diagnosis, yaitu :(Hongo dkk, 2007)

a. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka terapi empiris (termasuk modifikasi gaya hidup) adalah hal yang tepat. Endoskopi saat pasien masuk dilakukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala komplikasi, atau berisiko untuk Barret’s esophagus, atau pasien dan dokter merasa endoskopi dini diperlukan. (Level of Evidence : IV)

b. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk mengidentifikasi dugaan Barret’s esophagus dan untuk mendiagnosis komplikasi GERD. Biopsi harus dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya epitel Barret dan untuk mengevaluasi displasia. (Level of Evidence : III)

(29)

c. Pemantauan ambulatoar (ambulatory monitoring) esofagus membantu untuk konfirmasi reluks gastroesofageal pada pasien dengan gejala menetap ( baik khas maupun tidak khas) tanpa adanya kerusakan mukosa; juga dapat digunakan untuk memantau pengendalian refluks pada pasien tersebut di atas yang sedang menjalani terapi. (Level of Evidence : III)

d. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi penempatan probe ambulatory monitoring dan dapat membantu sebelum dilakukannya pembedahan anti refluks. (Level of Evidence : III)

Sementara itu, pada tahun 2008, American Gastroenterological Association

(AGA) menerbitkan American Gastroenterological Association Medical Position Statement on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease yang berisi 12 pernyataan, di mana pada poin ke-4 dijelaskan tentang peran dan urutan prioritas uji diagnostik GERD pada dalam mengevaluasi pasien dengan sangkaan GERD sebagai berikut : (Hiltz dkk, 2008)

a. Endoskopi dengan biopsi dilakukan untuk pasien yang mengalami gejala esofagus dari GERD dengan disfagia yang mengganggu. Biopsi harus mencakup area yang diduga mengalami metaplasia, displasia, atau dalam hal tidak dijumpainya kelainan secara visual, mukosa yang normal (minimal 5 sampel untuk esofagitis eosinofilik.)

b. Endoskopi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami gejala esofagus dari GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI 2 kali sehari. Biopsi harus mencakup area yang diduga mengalami metaplasia, displasia, atau malignansi.

c. Manometri dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan gejala GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI 2 kali sehari dan gambaran endoskopinya normal.

(30)

empiris berupa PPI 2 kali sehari, gambaran endoskopinya normal dan tidak memiliki kelainan pada manometri.

2.6 Sistem Skala Gejala GERD berdasarkan Kuesioner

Secara umum, skala pengukuran gejala dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, prediktif, atau evaluatif. Jika skala tersebut bertujuan diagnostik, maka kuesioner yang digunakan haruslah bersifat sangat spesifik terhadap jenis penyakit yang dimaksud, yang tergambar dari pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, sekaligus mengeksklusikan penyakit lain dengan probabilitas prediksi yang tinggi (Stanghellini dkk, 2004).

Selain karena gejala-gejala pada pasien GERD yang seringkali tidak menunjukkan gejala khas (heartburn, regurgitasi) sehingga menyulitkan untuk diagnosis akurat, banyak pasien GERD tidak memiliki kelainan gambaran endoskopi, sehingga evaluasi tingkat keparahan gejala, kualitas hidup serta respon terapi menjadi sangat penting. Kuesioner berisi gejala-gejala yang dinilai oleh pasien sendiri saat ini merupakan instrumen kunci pada berbagai penelitian klinis (Stanghellini dkk, 2004). Di antara banyak kuesioner diagnostik yang banyak digunakan adalah Questionnaire for the Diagnosis of Reflux Esophagitis (QUEST),

Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG), Reflux Questionnaire

(ReQuest), Reflux Disease Questionnaire (RDQ), dan yang baru dikembangkan tahun 2009 yaitu GerdQ Questionnaire (Stanghellini dkk, 2004), (Carlsson dkk, 1998), (Kusano dkk, 2004), (Bardhan dan Berghofer, 2007), (Shaw dkk, 2001), (Shaw dkk, 2008), (Danjo dkk, 2009), (Jones dkk, 2009).

Sistem skala FSSG dikembangkan di Jepang (Kusano dkk., 2004) dan banyak digunakan di berbagai negara di luar Jepang. FSSG terdiri dari 12 pertanyaan yang berhubungan dengan gejala-gejala yang tersering dialami oleh pasien, tidak hanya

heartburn dan acid taste, tetapi juga gejala-gejala dispepsia seperti ’perut penuh’ dan

’merasa cepat kenyang’. Diagnosis GERD dinyatakan dengan kuesioner ini pada

nilai cut-off 8 poin (Kusano dkk, 2004).

(31)

Tabel 2.1. Frequency Scale for the Symptoms of GERD ( Danjo dkk, 2009)

Kuesioner GerdQ, yang dikembangkan oleh Jones dkk., termasuk kuesioner terbaru, yang diolah dari RDQ, Gastrointestinal Symptom Rating Scale (GSRS) dan

Gastroesophageal Reflux Disease Impact Scale (GSIS) (Jones dkk, 2009), (Jones dkk, 2007), (Rentz dkk, 2004), (Rubin dkk, 2008), (Wong dkk, 2003).

GerdQ terdiri dari enam pertanyaan sederhana meliputi gejala refluks, dispepsia dan konsumsi obat untuk mengatasi gejala. Nilai cut-off untuk GerdQ adalah 8 poin yang merepresentasikan diagnosis GERD. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa GerdQ berpotensi sebagai alat bantu diagnostik GERD bagi dokter umum dengan akurasi yang sama dengan diagnosis yang dibuat oleh gastroenterologist (Jones dkk, 2009).

(32)

Tabel 2.2 Kuesioner GerdQ ( Jones dkk, 2009)

2.7 Gambaran Endoskopi GERD

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada endoskopi pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai Non-erosive Reflux Disease (NERD) (Makmun,2009).

Klasifikasi Los Angeles untuk diagnosis dan grading dari esofagitis refluks pertama sekali didiskusikan pada World Congress of Gastroenterology tahun 1994, kemudian dipublikasikan pada tahun1999. Sampai sekarang, klasifikasi Los Angeles ini adalah klasifikasi yang paling banyak digunakan oleh para endoskopis dibandingkan dengan klasifikasi lainnya yang terlebih dulu ada (Savary-Miller, Hetzel/Dent system, MUSE) (Dent, 2008).

(33)

Tabel 2.3 Klasifikasi Los Angeles (Makmun, 2009)

Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi

A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter< 5 mm

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen )

Namun demikian, beberapa kalangan menganggap tidak dimasukkannya perubahan mukosa esofagus minimal (minimal changes) ke dalam klasifikasi Los Angeles merupakan keterbatasan/kelemahan yang signifikan, terutama para endoskopis di Jepang yang secara umum meyakini bahwa mereka dapat mengenali

minimal changes tersebut. Hal ini menjadi latar belakang untuk dikembangkannya versi modifikasi dari klasifikasi Los Angeles yang secara luas digunakan oleh para endoskopis Jepang. Modifikasi klasifikasi Los Angeles ini tetap mempertahankan kriteria dan grading dari lesi mukosa, tetapi menambahkan grade “M” untuk minimal change, dan grade “N” untuk menamai gambaran yang tidak menunjukkan

baik erosi maupun minimal change. Grade M merujuk pada eritema pada mukosa dan/atau mukosa berwarna putih keruh (whitish turbidity) (Dent, 2008).

Hasil studi yang dilakukan oleh berbagai institusi kedokteran dan rumah sakit di Jepang menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara FSSG dibandingkan dengan kuesioner QUEST (suatu kuesioner yang dikembangkan oleh Carlson dkk tahun 1998 dan banyak digunakan di Jepang) dalam hal sensitivitas, spesifisitas dan akurasi pada dalam menegakkan diagnosis GERD, di mana ternyata skor FSSG merefleksikan keparahan gambaran endoskopi pasien-pasien tersebut (Danjo dkk, 2009).

(34)

Pada penelitian ini , peneliti bermaksud untuk mengetahui kuesioner mana yang lebih baik digunakan antara FSSG dengan kuesioner terbaru yang ada yaitu GerdQ, serta hubungannya dengan gambaran endoskopi, di mana sepanjang pengetahuan peneliti belum ada studi yang membandingkan FSSG dengan GerdQ baik di Indonesia maupun di dunia.

Karena belum tersedianya kuesioner FSSG maupun GerdQ dalam bahasa Indonesia yang telah divalidasi secara resmi penerjemahannya oleh para ahli sebagaimana pada FSSG dan GerdQ versi bahasa Jepang, Cina, Italia, Spanyol, Prancis, dll, maka untuk kepentingan studi ini peneliti menterjemahkan FSSG dan GerdQ ke dalam bahasa Indonesia seperti berikut ini :

Tabel 2.4. FSSG versi bahasa Indonesia. Skala – F

Nama MR Umur Jenis Kelamin

Pertanyaan Isilah di bagian ini

TAK

F.S.S.G (Frequency Scale for the Symptoms of GERD)

gerGERD)

Tgl:

(35)
(36)

8 Apakah anda merasa

(37)

Mohon

Tabel 2.5 Kuesioner GerdQ versi bahasa Indonesia.

Pertanyaan Skor Frekuensi (Poin)

untuk gejala 1 Seberapa sering anda merasakan perasaan seperti

terbakar/panas di dada anda?

0 1 2 3

2 Seberapa sering anda merasakan isi perut/lambung anda (makanan atau minuman) naik ke

tenggorokan atau ke mulut?

0 1 2 3

3 Seberapa sering anda merasakan sakit/nyeri di bagian tengah atau di bagian atas dari perut anda?

3 2 1 0

4 Seberapa sering anda merasa mual? 3 2 1 0

5 Seberapa sering anda mengalami kesulitan untuk tidur nyenyak karena keluhan seperti pada dan/atau no.2 di atas?

0 1 2 3

(38)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gejala dispepsia dengan atau tanpa

heartburn/ regurgitasi

Kuesioner FSSG dan GerdQ Endoskopi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2Definisi Operasional

a. Penyakit Refluks Gastroesofageal (GERD) adalah keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu di esofagus maupun ekstra-esofagus; seperti nyeri/rasa tidak enak di perut bagian atas/epigastrium atau retrosternal bagian bawah, rasa seperti terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah, termasuk juga keluhan yang jarang seperti asma, erosi gigi, gangguan tidur, angina non kardiak.

(39)

pemberian makanan, antasida dan obat antisekresi asam), dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan anoreksia) dan dispepsia non spesifik.

c. Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG) adalah sistem skala untuk gejala-gejala GERD berisi 12 pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan sehubungan dengan frekuensi gejala refluks asam dan 7 pertanyaan yang berkaitan dengan frekuensi gejala dispepsia/dismotiliti, (digambarkan sebagai tidak pernah, sesekali, kadang-kadang, sering, selalu) di mana FSSG dievaluasi dengan menggunakan skor total. Cut-off skor adalah 8.

d. GerdQ Questionnaire adalah kuesioner berisi 6 pertanyaan meliputi gejala refluks, dispepsia dan konsumsi obat untuk mengatasi gejala-gejala tersebut. GerdQ dievaluasi dengan skor frekuensi gejala yang dinyatakan dalam hitungan hari (0 hari, 1 hari, 2-3 hari, 4-7 hari). Cut-off skor adalah 8.

e. Kondisi penyerta adalah adanya penyakit kronik lain yang ada pada pasien, seperti diabetes mellitus, hipertensi, gagal ginjal, gagal jantung, gangguan hati, dll.

f. Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi yang dilakukan oleh ahli/konsultan gastroenterohepatologi yang berpengalaman, menggunakan alat Endoscopic Olympus Evis GIF-Q145. g. Gambaran endoskopi adalah kesimpulan yang diambil oleh ahli

gastroenterohepatologi setelah melakukan pemeriksaan endoskopi.

h. Kriteria diagnosis GERD secara endoskopik adalah gambaran esofagitis menurut klasifikasi Los Angeles yaitu : grade A (erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm), grade B (erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan), grade C ( lesi yang konfluen tapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen), grade D ( lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial).

3.3Hipotesis

GerdQ lebih baik dibandingkan FSSG dalam hal sensitivitas, spesifisitas dan akurasi.

(40)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian potong lintang.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian antara Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua penderita dispepsia dengan/tanpa disertai dengan gejala heartburn dan/atau regurgitasi.

Sampel adalah semua populasi yang menjalani endoskopi di RSUP H.Adam Malik Medan.

4.4 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dengan memakai rumus : n ≥ ( Zα√P0Q0) +( Zβ√PaQa)2

(P0-Pa)2 Keterangan :

Zα : deviat baku alpha (alpha 95%) hipotesis 2 arah, Z=1,96 Zβ : deviat baku beta (beta 90%, Z=1,282)

P0 : Proporsi penyakit refluks gastroesofageal (10% = 0,1) Q0 : 1-P0 =1-0,1= 0,9

P1-P2 : Selisih proporsi yang bermakna = 0,2 Pa : 0,3

(41)

Dengan memasukkan nilai-nilai di atas pada rumus di atas, diperoleh : n ≥ 70,93

Dengan demikian, besar sampel minimal adalah 71 orang.

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.5.1 Inklusi :

1. Pria maupun wanita berusia ≥ 18 tahun

2. Pasien dispepsia dengan atau tanpa disertai

heartburn/regurgitasi

3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent

4.5.2. Eksklusi :

1. Gangguan fungsi hati 2. Gangguan fungsi ginjal

3. Perdarahan saluran cerna bagian atas

4. Gangguan hematologi berat (misal : anemia aplastik) 5. Penyakit jantung yang berat (misal : infark miokard) 6. Keganasan

7. Kehamilan

8. Riwayat pembedahan pada saluran cerna bagian atas 9. Postoperative reflux esophagitis

10.Sedang mengkonsumsi NSAID

4.6 Teknik Pengumpulan Data

a). Seluruh subyek penelitian dimintai persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

b). Dilakukan pengambilan data meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan data pribadi lainnya, anamnesis gejala, kondisi/penyakit penyerta.

c). Dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, kadar gula darah dan USG abdomen.

(42)

d) Seluruh subyek penelitian dievaluasi dengan menggunakan kuesioner FSSG dan GerdQ.

e) Dilakukan esofagogastroduodenoskopi pada seluruh subyek.

4.7Pengolahan dan Analisis Data

a). Untuk mendeskripsikan variabel numerik dan kategorikal, data disajikan dalam bentuk tabulasi.

b). Untuk membandingkan antara FSSG dengan GerdQ dalam mencari kuesioner yang lebih baik dalam menegakkan diagnosis GERD, digunakan uji diagnostik Receiver Operator Curve (ROC) serta uji hipotesis dengan menggunakan uji Student T dan uji Mann- Whitney U.

c). Nilai p < 0,05 dianggap bermakna secara statistik

d). Analisis statistik dilakukan dengan software SPSS versi 15.0.

4.8Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(43)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterohepatologi RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011 dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 72 orang dari populasi dengan dispepsia dengan atau tanpa disertai heartburn/regurgitasi, yang menjalani pemeriksaan endoskopi.

5.2. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Dari hasil pemeriksaan endoskopi terhadap 72 subyek, diagnosis yang didapatkan adalah normal sebanyak 27 orang (37,5 %), esofagitis refluks sebanyak 7 orang (9,7 %; Grade A 5,5 %, grade B 4,2% ) dan diagnosis lainnya (dalam hal ini meliputi ulkus antrum, gastritis dan hernia hiatal esofagus ) sebanyak 38 orang (52,8%). Pada kelompok esofagitis, subyek yang berusia kurang dari atau sama dengan 40 tahun adalah 2 orang, sementara yang berusia lebih dari 40 tahun berjumlah 5 orang. Subyek berjenis kelamin wanita lebih banyak ditemukan pada kelompok esofagitis dan kelompok normal.

GERD dapat terjadi pada semua rentang umur, namun prevalensinya meningkat di usia lebih dari 40 tahun (Fisichella dan Patti, 2011). Dalam penelitian ini kelompok esofagitis refluks didominasi oleh subyek berusia lebih dari 40 tahun, yaitu sebanyak 5 orang.

(44)

Tabel 5.1. Data Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Normal Esofagitis Lainnya Total

n Keterangan: Parameter hasil endoskopi yang termasuk kategori lainnya adalah HHO, gastritis, dan ulkus antrum

(45)

5.3. Sensitivitas, Spesifisitas dan Akurasi FSSG dan GerdQ

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji ROC, diperoleh hasil bahwa dalam menetapkan diagnosis esofagitis refluks berdasarkan hasil endoskopi, kuesioner GerdQ lebih baik daripada FSSG (Nilai P 0,001 vs. 0,318) dengan sensitifitas 100%, spesifisitas 73,8%, dan akurasi 86,9% (Tabel 5.2 dan Gambar 5.1). Penjelasan yang bisa dikemukakan untuk spesifisitas dan akurasi FSSG yang lebih rendah (23,1% dan 61,5%) adalah bahwa kuesioner FSSG (memuat 12 pertanyaan; meliputi 7 pertanyaan untuk gejala refluks dan 5 pertanyaan untuk dismotiliti yang sifat pertanyaannya lebih detil dibandingkan GerdQ ) rumit untuk dipahami oleh subyek penelitian. Hal ini mungkin terletak pada kesulitan dalam membedakan antara gejala refluks dan gejala dismotiliti secara tepat, sehingga dapat terjadi tumpang tindih yang berbeda dari kenyataan yang dirasakan subyek sebenarnya. Di samping itu, penilaian untuk frekuensi masing-masing gejala pada FSSG bisa

dikatakan “kurang definitif” ( jarang vs kadang-kadang, sering vs selalu; opsi-opsi ini kemungkinan besar membingungkan pasien serta menyulitkan untuk mendapatkan frekuensi gejala yang akurat ). Sementara itu, kuesioner GerdQ terdiri dari 6 pertanyaan yang walaupun juga memuat gejala refluks dan dispepsia/dismotiliti namun lebih sederhana serta frekuensi gejala dinyatakan dengan

“satuan” yang lebih pasti yaitu jumlah hari dalam satu minggu (0-7 hari).

Gambar 5.1 Kurva ROC Perbandingan antara Kuesioner FSSG dan GerdQ dalam memprediksi Esofagitis Refluks

(46)

Tabel 5.2. Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas Kuesioner FSSG dan GerdQ terhadap Hasil Endoskopi

Variabel Normal Esofagitis Lainnya

Sensitifitas

FSSG 70,4% 100% 81,6%

GerdQ 29,6% 100% 23,7%

Spesifisitas

FSSG 15,6% 23,1% 23,5%

GerdQ 64,4% 73,8% 55,9%

Positive predictive value

FSSG 33,3% 12,3% 54,4%

GerdQ 33,3% 29,2% 37,5%

Negative predictive value

FSSG 53,3% 0,0% 46,7%

GerdQ 39,6% 0,0% 60,4%

Akurasi

FSSG 43% 61,5% 52,6%

GerdQ 47% 86,9% 39,8%

Nilai P

FSSG 0,320 0,318 0,710

GerdQ 0,675 0,001* 0,137

Keterangan: uji sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi dilakukan menggunakan uji kurva ROC.

(47)

Keterangan. Nilai signifikansi antara kelompok normal dan lainnya dilakukan menggunakan uji Student T-Test sedangkan antara kelompok normal vs. Esofagitis dan kelompok lainnya vs. Esofagitis menggunakan uji Mann-Whitney dengan batas signifikansi jika P<0.05.

Gambar 5.2 Perbandingan antara Skor Kuesioner FSSG dan GerdQ terhadap Hasil Temuan Endoskopi

Ketika dilakukan uji hipotesis dengan uji Student T dan uji Mann Whitney-U

terhadap masing-masing skor FSSG total dan skor GerdQ total, ternyata hasil yang didapatkan mengkonfirmasi hasil yang diperoleh dari uji ROC, yaitu GerdQ lebih superior daripada FSSG dalam membedakan esofagitis refluks dengan dispepsia fungsional (dinyatakan dengan hasil endoskopi normal tanpa gejala GERD) dan diagnosis lainnya (gastritis, ulkus antrum, hernia hiatal esofagus). Dengan demikian, GerdQ dapat diaplikasikan dalam praktik klinik sehari-hari untuk membantu menegakkan diagnosis esofagitis refluks tanpa pemeriksaan endoskopi sebelumnya. Sampai saat laporan hasil penelitian ini ditulis, sepanjang pengetahuan peneliti belum ada penelitian yang membandingkan antara FSSG dan GerdQ dengan gambaran endoskopi baik di Indonesia maupun di negara lainnya.

(48)

didapatkan hasil yang menunjukkan gambaran endoskopi bahwa skor FSSG merefleksikan keparahan endoskopis GERD, sehingga FSSG dapat digunakan untuk evaluasi gejala/respon terapi pasien GERD (Danjo dkk, 2009).

Penggunaan endoskopi saluran cerna bagian atas sebagai standar baku emas penegakan diagnosis telah disetujui di Indonesia, yang dituangkan dalam Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia tahun 2004 (Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, 2004). Sementara itu, standar baku emas diagnosis GERD berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 adalah pemantauan pH esofagus 24 jam (Vakil dkk, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa pemantauan dengan kapsul pH nirkabel 48 jam memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan pemantauan pH esofagus tradisional 24 jam dengan menggunakan kateter transnasal, di antaranya yaitu dapat mengidentifikasi pasien dengan refluks asam dalam jumlah yang lebih banyak, data yang didapatkan juga lebih banyak, dan ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien karena tidak mengganggu aktifitas sehari-hari (Lacy dkk, 2010), (Wong dkk, 2006), (Wenner dkk, 2007). Terdapat satu penelitian baru-baru ini yang melibatkan 180 pasien, dilakukan di Libanon dan Amerika Serikat yang membandingkan kuesioner GerdQ dengan pemantauan pH esofagus 48 jam (nirkabel menggunakan kapsul) untuk identifikasi GERD. Ternyata, dibandingkan dengan pemantauan kapsul pH nirkabel, GerdQ hanya memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang moderat (berturut-turut 66% dan 48%) sehingga tidak direkomendasikan untuk sarana skrining GERD. Masih dalam penelitian yang sama, didapatkan bahwa skor GerdQ yang lebih/makin tinggi bersifat prediktif terhadap pH esofagus yang abnormal pada subyek yang tidak mengkonsumsi PPI (Lacy dkk, 2011).

Penelitian ini memiliki kelemahan. Pertama, jumlah sampel yang sedikit dan prevalensi esofagitis refluks yang rendah sehingga tidak diperoleh keseluruhan grade

(49)

sehingga bagi sebagian kalangan akan dapat dianggap sebagai kelemahan yang signifikan, karena mungkin saja sebagian dari hasil temuan endoskopi yang normal sebenarnya adalah grade M yang mengkonfirmasi diagnosis NERD. Ketiga, tidak dilakukan penyesuaian (adjustment) secara statistik terhadap factor-faktor bias yang dapat mempengaruhi pemahaman pasien dalam mengisi kuesioner, seperti usia, tingkat pendidikan, pekerjaan.

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini serta pembahasannya, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

Kuesioner GerdQ lebih baik dibandingkan dengan kuesioner FSSG dalam hal spesifisitas dan akurasi untuk menegakkan diagnosis esofagitis refluks di RSUP Haji Adam Malik Medan.

6.2 Saran

1. Mengacu pada hasil penelitian, perlu diadakan suatu validasi secara resmi terhadap penerjemahan kuesioner GerdQ ke dalam bahasa Indonesia, sehingga diperoleh keseragaman dalam pemakaiannya secara luas di seluruh Indonesia.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar yang tidak hanya berfokus pada manfaat kuesioner-kuesioner GERD dari segi diagnostik, namun juga untuk evaluasi terhadap respon terapi dan dampak GERD terhadap kualitas hidup.

3. Mengingat gejala klinis GERD yang multidimensional dan sering bervariasi antara penderita di satu negara dengan negara lain, perlu dikembangkan satu kuesioner berdasarkan gejala-gejala umum serta gejala-gejala lainnya yang “karakteristik” dari penderita GERD di Indonesia.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong D, Gittens S, Vakil N. The Montreal consensus and the diagnosis of

gastroesophageal reflux disease (GERD): A central American need analysis.

CDDW 2008. Available from URL: http//www.pulsus.com/cddw2008/abs/

195.htm.

Bardhan KD, Berghofer P. Look-but also listen! RequestTM : An assay on a new validated scale to access the outcome of GERD treatment. Digestion 2007; 75 (Suppl 1) : 87-100.

Carlsson R, Dent J, Bolling-Sternevald E, Johnsson F, Junghard O, Lauritsen K, et al.

The usefulness of a structured questionnaire in the assessment of

symptomatic gastroesophageal reflux disease. Scand J Gastroenterol.

1998;33:1023-9.

Danjo A, Yamaguchi K, Fujimoto K, Saitoh T, Inamori M, Ando T, et al. Comparison of endoscopic findings with symptom assessment systems (FSSG and QUEST) for gastroesophageal reflux disease in Japanese centres. J Gastroenterol Hepatol 2009; 24: 633-38.

Dent J. Endoscopic grading of reflux oesophagitis : The past, present, future. Best

Practice & Research Clinical Gastroenterology 2008;22:585-89.

DeVault KR, Castell DO. Updated guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 2005;100:190-200.

Fisichella PM, Patti MG. Gastroesophageal reflux disease. 2011. Available from

http//www.emedicine.medscape.com/article/176595-overview. Accessed 8

October, 2011.

Goh KL, Wong CH. Gastrooesophageal reflux disease: An Emerging Disease in Asia. J Gastroenterol Hepatol 2006; 2:118-23.

Hiltz SW, Black E, Modlin EM, Johnson SP, Schoenfeld PS, Allen J, et al. American

Gastroenterological Association medical position statement on the

management of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology

2008;135:1383-91.

(52)

Hongo M, Kinoshita Y, Shimozuma K, Kumagai Y, Sawada M, Nii M. Psychometric validation of the Japanese translation of the quality of life in reflux and dyspepsia questionnaire in patients with heartburn. J gastroenterol 2007; 42: 802-15.

Jones R, Junghard O, Dent J, Vakils N, Halling K, Wernersson B, et al. Development of the GerdQ, a tool for the diagnosis and management of gastroesophageal reflux disease in primary care. Aliment Pharmacol Ther 2009;30: 1030-38. Jones R, Coyne K, Wiklund I. The gastroesophageal disease impact scale : a patient

management tool for primary care. Aliment Pharm Ther 2007;25: 1452-9.

Jung HK. Epidemiology of gastroesophageal reflux disease in Asia : A systematic

review. J Neurogastroenterol Motil 2011; 17: 14-27.

Kelompok Studi GERD Indonesia. Konsensus nasional penatalaksanaan penyakit

refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di

Indonesia 2004. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia 2004.p.7-17.

Kusano M, Shimoyama Y, Sugimoto S, Kawamura O, Maeda M, Minashi K, et al. Development and evaluation of FSSG : frequency scale for the symptoms of GERD. J Gastroenterol 2004; 39: 888-91.

Lacy BE, WeiseR K, Chertoff J, et al. The diagnosis of GERD. Am J Med

2010;123:583-92.

Lacy BE, Chehade R, Crowell MD. A prospective study to compare a

symptom-based reflux disease questionnaire to 48-h wireless Ph monitoring for the

identification of gastroesophageal reflux (revised 2-26-11). Am J

Gastroenterol 2011;106:1604-11.

Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2009.hal.481-95.

Ndraha S. Frequency scale for the symptoms of GERD score for gastroesophageal reflux disease in Koja Hospital. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy 2010;2:75-8.

(53)

Rentz AM, kahrilas P, Stanghellini V, et al. Development and psychometric evaluation of the patient assessment of upper gastrointestinal symptom severity index PAGI-S in patients with upper gastrointestinal disorders. Qual Life Res 2004; 13: 1737-49.

Rubin G, Uebel P, Brimo Hayek A, et al. Validation of a brief questionnaire (ReQuest in practice) for patients with gastroesophageal reflux disease. Aliment Pharmacol Ther 2008; 27: 846-51.

Shaw M, Talley NJ, Beebe T, Rockwood T, Carlsson R, Adlis S, Fendrick AM, Jones R, Dent J, Bytzer P: Initial validation of a diagnostic questionnaire for gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol 2001, 96:52-57

Shaw M, Dent J, Beebe T, Junghard O, Wiklund I, Lind T, et al. The Reflux Disease Questionnaire: a measure for assessment of treatment response in clininical trials. Health and Quality Life Outcomes 2008; 6: 31.

Stanghellini V, Armstrong D, Monnikes H, Bardhans KD. Systematic Review: do we need a new gastro-oesophageal reflux disease questionaire? Aliment Pharmacol Ther 2004; 19: 463-79.

Vakil N, van Zanten SV, Kahrilas P, Dent J, Jones R; Global Consensus Group. The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based consensus. Am J Gastroenterol 2006;101:1900-1920.

Wenner J, Johnsson F, Johansson J,et al. Wireless esophageal Ph monitoring is better

tolerated than the catheter-based technique: results from a randomized cross

over trial. Am J Gastroenterol 2007;102:229-45.

Wong WM, Bautista J, Dekel R et al. Feasibility and tolerability of

transnasal/per-oral placement of the wireless Ph capsule vs. traditional 24-h Ph monitoring-a

randomized trial. Aliment Pharmacol Ther 2005;21:155-63.

Wong WM, Lam KF, Lai KC, et al. A validated symptoms questionnaire (Chinese GerdQ) for the diagnosis of gastroesophageal reflux disease in Chinese population. Aliment Pharmacol Ther 2003; 17: 1407-13.

(54)

Lampiran 1 : Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini, saya Dr. Restuti Hidayani

Saragih akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan antara gambaran

endoskopi dan sistem skala Frequency Scale for The Symptoms of GERD (FSSG) dan GERD Questionnaire (GerdQ) pada pasien penyakit refluks gastroesofageal” ;

dimana kedua kuesioner tersebut masing-masing tersususun atas 12 pertanyaan dan 5 pertanyaan tentang gejala-gejala tidak enak/nyeri di bagian perut bagian atas/bawah, mual, kembung, dll, yang bapak/ibu rasakan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara FSSG dan GerdQ untuk mencari kuesioner yang lebih baik untuk menegakkan diagnosis penyakit refluks gastroesofageal, sehingga manfaatnya adalah penyakit yang diderita pasien lebih cepat dan lebih mudah diketahui diagnosanya oleh dokter. Adapun tidak ada efek samping yang akan dialami oleh bapak dan ibu selama berpartisipasi dalam penelitian ini. Adapun biaya penelitian ini ditanggung oleh peneliti (saya) sendiri.

Pada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diharuskan mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, memberikan keterangan berupa pengisian dua kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan seputar gejala-gejala yang bapak/ibu rasakan. Kemudian dilakukan pemeriksaan komputer (USG) perut, dan tindakan gastroskopi, di mana sebelumnya dilakukan persiapan berupa puasa 8-10 jam sebelum tindakan tersebut dilaksanakan.

Nantinya, skor/poin yang didapat dari kuesioner yang bapak/ibu isi akan dibandingkan dengan hasil gambaran gastroskopi.

Bila masih terdapat pertanyaan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya : Nama : Dr.Restuti Hidayani Saragih

Gambar

Gambar 2.1. Prevalensi GERD pada Studi berbasis Populasi di Asia.
Gambar 2.2 Patogenesis terjadinya GERD (Makmun, 2009).
Tabel 2.1. Frequency Scale for the Symptoms of GERD ( Danjo dkk, 2009)
Tabel 2.3 Klasifikasi Los Angeles (Makmun, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait