• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan pH Dan Suhu Optimum Dari Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Hasil Isolasi Bekicot (Achatina fulica) Terhadap Hidrolisa Substrat Selulosa, Kertas HVS Dan Ampas Tebu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan pH Dan Suhu Optimum Dari Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Hasil Isolasi Bekicot (Achatina fulica) Terhadap Hidrolisa Substrat Selulosa, Kertas HVS Dan Ampas Tebu"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS

EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI

BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP HIDROLISA

SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS

DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

DECY NOVITA SARI

070802014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT

(Achatina fulica) TERHADAP HIDROLISA SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DECY NOVITA SARI 070802014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI

AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT (Achatina

fulica) TERHADAP HIDROLISA SUBSTRAT

SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

Kategori : SKRIPSI

Nama : DECY NOVITA SARI

Nomor Induk Mahasiswa : 070802014

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, 5 Agustus 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. Drs. Firman Sebayang, MS NIP. 195106301980021001 NIP. 195607261985031001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM DARI AKTIVITAS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE HASIL ISOLASI BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP

HIDROLISA SUBSTRAT SELULOSA, KERTAS HVS DAN AMPAS TEBU

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 5 Agustus 2011

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Syukur alhamdulillah, segala puji penulis ucapkan kehidrat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam hal ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, ayahanda Emly dan ibunda Upik Yani yang dengan doa dan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai, dan mendidik penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan agama serta bermanfaat bagi orang lain. Abang Yudha Syahputra SE yang selalu menjadi semangat dan memberi dukungan moril kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Firman Sebayang,MS selaku pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban M.Sc selaku pembimbing II dan juga dosen wali penulis, yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensahkan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen di Departemen Kimia FMIPA USU, yang tak kenal lelah dalam mengajar dan telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Sahabat-sahabatku Pina, Oki, Destia, Reni, Irma, Fitri, Rifky, Rya, Mariana, Mitha, kak Fitri, kak Nelvi, kak Rani, kak Tiwi, kak Febri, Bang Riri serta rekan-rekan stambuk 2006, 2007, dan 2008 atas dukungan, perhatian, keceriaan dan doa yang diberikan kepada penulis.

6. Kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU (asisten) : kak Nora, kak Nurmala, kak Fiah, kak Vika, bang Agung, bang Egy, bang Eko, bang Ardy, Pina, Oki, Annisa, Arini, Tiwi, Soraya dan Feri atas dorongan dan ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman kos gang Pelita Sempit : Ika, Maya, Masita, Nisa, Putri, Rani, dan Ulfha atas dukungan serta semangat-semangat yang diberikan kepada penulis.

(6)

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah dan mencapai gelar Sarjana Sains, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Allah SWT akan membahas kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, Amin.

(7)

ABSTRAK

(8)

DETERMINATION OF OPTIMUM pH AND OPTIMUM TEMPERATURE OF CRUDE CELLULOSE ENZYME ACTIVITY ISOLATED FROM SNAIL

(Achatina fulica) IN CELLULOSE SUBSTRATE, HVS PAPER AND BAGASSE

ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat penelitian 5

1.6. Lokasi Penelitian 5

1.7. Metode Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bekicot (Achatina fulica) 7

2.2. Enzim 9

2.2.1. Sifat – sifat enzim 10

2.2.2. Dasar Kerja Enzim 11

2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim 11

2.2.4. Klasifikasi Enzim 13

2.3. Enzim Selulase 15

2.4. Selulosa 17

2.5. Kertas 20

2.6. Ampas Tebu 23

2.7. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa 23

2.7.1.Metode Nelson – Somogyi 23

2.7.2.Metode Lane Eynon 23

2.7.3.Metode Saffer Somogyi 24

2.7.4.Metode Anthrone 24

2.7.5.Metode Munson Walker 24

2.8. Spektrofotometer UV- Visible 24

2.8.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-Vis 25

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 27

(10)

3.1.2. Bahan – bahan 28

3.2. Prosedur Penelitian 28

3.2.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 28

3.2.1.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M 28 3.2.1.2. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N 29

3.2.1.3. Pembuatan Larutan NaCl 1% 29

3.2.1.4. Pembuatan Larutan Glukosa 0,2 mg/ml 29 3.2.1.5. Pembuatan Larutan Pereaksi Nelson 29 3.2.1.6. Pembuatan Larutan Arsenomolibdat 30 3.2.2. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase 30 3.2.3. Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan 30

Glukosa

3.2.4. Penyiapan Kurva Standar Glukosa 31

3.2.5. Penentuan Suhu Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase 31 3.2.6. Penentuan pH Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase 31 3.2.7. Pegukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 32

3.3. Bagan Penelitian 33

3.3.1. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase 33 3.3.2. Penentuan Suhu Optimum Hidrolisa Selulosa oleh Enzim 34

Selulase

3.3.3. Penentuan pH Optimum Hidrolisa Selulosa oleh Enzim 35 Selulase

3.3.4. Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada

Kondisi Optimum 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 38

4.1.1. Isolasi Ekstrak Kasar Enzim Selulase dari Bekicot 38 4.1.2. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 38

Selulase Pada Substrat Selulosa, Kertas HVS dan Ampas Tebu

4.1.3. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 41 Selulase

4.1.4. Pengujian Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada 44 Kondisi Optimum Pada Substrat Selulosa, Kertas HVS

dan Ampas Tebu

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 47

5.2. Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia dari Pulp Kertas 20

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Ampas Tebu 23

Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M 29 Tabel 4.1 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar 39

Enzim Selulase Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.2 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 39 Pada Substrat Kertas HVS

Tabel 4.3 Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 40 Selulase Pada Substrat Ampas Tebu

Tabel 4.4 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 42 Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.5 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 42 Pada Substrat Kertas HVS

Tabel 4.6 Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase 43 Pada Substrat Ampas Tebu

Tabel 4.7 Data Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum 44 Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.8 Data Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum 44 Pada Substrat Kertas HVS

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Tubuh Bekicot 7

Gambar 2.2. Struktur Dari Selulosa 18

Gambar 2.3. Mekanisme Pemecahan Selulosa menjadi Glukosa 19 Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar 40

Enzim Selulase

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim 43 Selulase

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kurva Spektrum λmaks Larutan Standar Glukosa 51

Lampiran 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Glukosa 52 Lampiran 3. Harga erf (t) atau ert(hx) dari harga T 53 Lampiran 4 Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Selulosa 54 Lampiran 5. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Kertas 55 Lampiran 6. Data Pengukuran absorbansi Glukosa Hasil Hidrolisa Ampas Tebu 56 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa 1%, 58 Kertas HVS 1% dan Ampas Tebu 1%

Lampiran 8. Perhitungan Kandungan Glukosa Ekstrak Hasil Isolasi Pada 59 Kondisi Optimum

(14)

ABSTRAK

(15)

DETERMINATION OF OPTIMUM pH AND OPTIMUM TEMPERATURE OF CRUDE CELLULOSE ENZYME ACTIVITY ISOLATED FROM SNAIL

(Achatina fulica) IN CELLULOSE SUBSTRATE, HVS PAPER AND BAGASSE

ABSTRACT

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bekicot (Achatina Fulica) tercakup di dalam subkelas Pulmonata dari kelas

Gastropoda yang merupakan kelompok molusca yang sangat besar. Meskipun didalam

subkelas ini sudah terdapat spesialisasi untuk hidup di daratan kering,tetapi masih

menunjukkan banyak sifat pokok kelas Gastropoda sebagai keseluruhannya. Pada

tahun 1847 seorang kolektor concha yang mengunjungi Mauriius membawa beberapa

spesimen hidup di Calcuta.Disitu Achatina fulica berkembang baik dan tersebar luas

tanpa ada musuhnya. Pada tahun 1900 ia telah mencapai Cylon dan menjadi hama

pertanian. Pada tahun 1911 sudah tersebar di Singapura dan selanjutnya ke

Kalimantan. Di Sumatera dan Jawa,hewan ini telah merusak perkebunan karet. Pada

tahun itu juga telah mencapai Taiwan,dan disambut hangat oleh orang – orang Jepang

sebagai makanan yang menarik dan berkhasiat obat( Radiopoetro, 1995).

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak melimpah di

alam.Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis tiap tahun.Daun kering

mengandung 10-20% selulosa,kayu 50% dan kapas 90%. Selulosa merupakan

homopolisakarida linier yang tidak bercabang,terdiri dari 10.000 atau lebih unit

D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-β-glikosida (Wijayanti, 2005).

Di alam, selulosa banyak dijumpai sebagai selulosa natif yang berikatan

dengan senyawa lain seperti lignin dan selulosa. Ada pula selulosa yang telah

dihilangkan kadar ligninnya seperti pada kertas. Kertas adalah bahan yang tipis dan

rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang

(17)

Selulosa banyak terdapat dalam limbah pertanian atau kehutanan dan belum

banyak dimanfaatkan. Limbah ini merupakan salah satu bentuk energi yang cukup

potensial dan pada umumnya merupakan bahan berselulosa yang dapat

dimaanfaatkan.Salah satu limbah pertanian yang dapat dimaanfaatkan adalah ampas

tebu. Ampas tebu merupakan limbah padat industri gula tebu yang mengandung serat

selulosa yang biasanya digunakan sebagai bahan baku industri kertas dan bahan bakar.

Enzim yang dapat digunakan untuk mendegradasi selulosa adalah enzim

selulase. Selulase adalah enzim yang mampu menguraikan selulosa dalam

menghidrolisis ikatan β (1,4) glikosida menjadi bentuk yang lebih sederhana yang

kemudian menguraikan lebih lanjut hingga menjadi monomer glukosa. Penguraian

oleh enzim selulase penting sekali mengingat banyaknya selulosa yang terdapat di

alam, yang perlu diuraikan kembali dimana selulosa merupakan pembentuk struktur

dasar dari tumbuh – tumbuhan,komponen utama pada limbah pertanian dan banyak

terdapat sebagai limbah perkotaan. Mikroorganisme tertentu mempunyai kesanggupan

untuk tumbuh pada selulosa. Mikroorganisme yang digunakan untuk mendapatkan

selulase diantaranya: Myrotechium verucaria,Penecillium pusillim,Trichoderma

viridae,Strepromyces sp (Marsiati, 1989).

Enzim selulase selain dihasilkan oleh mikroba selulolitik yang hidup di alam

bebas juga dapat dihasilkan oleh mikroba selulolitik yang terdapat dalam tubuh

hewan.Secara komersil, harga enzim selulase yang dihasilkan dari jamur atau bakteri

cukup mahal sehingga permasalahan yang sering muncul dalam hidrolisis enzimatis

adalah kurang tersedianya enzim selulase yang murah dan efisien.Oleh karena itu

dilakukan upaya mencari sumber enzim lain yang dapat memproduksi enzim selulase.

Keong mas (Pomacea caniculata) merupakan salah satu hewan yang

menghasilkan enzim selulase. Siregar, (1999) telah mencoba mengisolasi enzim

selulase dari pankreas keong mas dan menggunakannya untuk meghidrolisis selulosa..

Enzim selulase juga dihasilkan dari hewan bekicot (Achatina fulica) yang merupakan

kelas Gastropoda yang sama dengan keong mas. Bekicot merupakan salah satu hewan

(18)

banyak ditemukan mikroba selulolitik. Silaban, (1999), berhasil menemukan mikroba

selulolitik tersebut yaitu Pseudomonas alcaligenes PaAf-18 dan Enterobacter

agglomerans EaAf-18. Mikroba ini banyak ditemukan pada sistem pencernaan bekicot

karena di daerah organ inilah selulosa dan senyawa polisakarida lainnya dicerna.

Sewaktu bekicot ditangkap,biasanya perut bekicot dibuang agar tidak ikut

dimasak. Padahal dalam getah lambung dan pankreas terdapat enzim yang dapat

menghidrolisa selulosa menjadi glukosa,sedangka glukosa merupakan sumber

energi.Isolasi enzim selulase bertujuan untuk mendapatkan enzim selulase yang dapat

digunakan untuk mengkonversi selulosa menjadi glukosa dalam industri pangan

(Siregar,1999).

Enzim ini dianggap lebih efektif dan efisien karena isolasi enzim dari bekicot

cukup mudah, murah dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta enzim dapat

disimpan dalam waktu 4 bulan dalam suhu -15oC ( Soedigdo,et al). Enzim selulase

yang diproduksi mikroba sebagian besar disimpan dalam hepatopankreas yang

salurannya bermuara ke saluran pencernaan. Sementara itu,cangkang bekicot dapat

dimanfaatkan sebagai hiasan,dan pembuatan kitosan. Dengan demikan bekicot bisa

dijadikan alternatif sumber enzim selulase sehingga diharapkan bekicot dapat

bermanfaat bagi kehidupan.. Masfufatun(2009) telah melakukan penelitian tentang

hidrolisis Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dengan enzim selulase dari bekicot untuk

produksi etanol dengan menggunakan Zymomonas mobilis. Dari hasil penelitiannya

didapatkan bahwa enzim selulase bekerja pada kondisi optimum 50o C dan pH 5,2 dan

menghasilkan etanol sebesar 0,457 g/g glukosa atau yield etanol sebesar 89,6%.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengisolasi dan menentukan

pengaruh pH dan suhu optimum terhadap aktivitas ekstrak kasar enzim selulase dari

bekicot serta mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas ekstrak kasar enzim

(19)

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana cara mengisolasi ekstrak kasar enzim selulase dari bekicot?

2. Bagaimana pengaruh suhu dan pH optimum terhadap aktivitas ekstrak kasar

enzim selulase?

3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap

substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu?

1.2Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Bekicot (Achatina fulica) yang digunakan diperoleh dari daerah kelurahan

Pahlawan,Kebun Lada, Binjai yang diisolasi dari hasil pengendapan dengan

aseton 50%.

2. Substrat yang digunakan adalah selulosa 1%,kertas 1% dan ampas tebu 1%

3. Pengujian aktivitas dilakukan secara Spektrofotometri dengan metode Nelson

Somogyi

4. Buffer yang digunakan adalah buffr asetat 0,2 M dengan variasi pH 3,5; 4,0;

4,5; 5,0 dan 5,5.

5. Variasi suhu adalah 35oC, 40oC, 45oC, 50oC dan 55oC.

6. Waktu inkubasi yang digunakan adalah 60 menit.

1.3Tujuan Penelitian

1. Menentukan pH dan suhu optimum ekstrak kasar enzim selulase dari bekicot.

2. Membandingkan aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap hidrolisa

substrat selulosa, kertas HVS dan ampas tebu.

1.4Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan enzim selulase dari bekicot dapat dimanfaatkan pada

pengolahan limbah yang mengandung bahan selulosa seperti limbah pertanian

(20)

1.5Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA-USU Medan,

Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas PertanianUSU, Laboratorium Kuantitatif

Fakultas Farmasi USU serta Laboratorium Penelitian FMIPA-USU Medan.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Sampel yang berupa

bekicot (Achatina fulica) diperoleh dari daerah Kelurahan Pahlawan, Kebun Lada,

Binjai. Enzim selulase yang berasal dari saluran pencernaan bekicot diperoleh dengan

cara pengendapan dengan aseton dingin dan sentrifugasi yang digunakan untuk

memisahkan enzim dari pelarut dan proteinnya. Selanjutnya aktivitas enzim dianalisa

dengan metode Nelson – Somogyi menggunakan Spektrofotometer pada λ = 761 nm.

Adapun variabel – variabel dalam penelitian adalah:

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap kadar

glukosa yaitu :

• pH yang digunakan yaitu 3,5; 4,0; 4,5; 5,0 dan 5,5

• Suhu yang digunakan yaitu 35oC, 40oC, 45oC, 50oC dan 55oC

2. Variabel terikat adalah variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat, yaitu :

• Aktivitas enzim selulase

3. Variabel tetap adalah variabel yang dibuat tetap sehingga tidak menyebabkan

terjadinya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel tetap

adalah :

• Konsentrasi enzim

• Konsentrasi substrat

• Jenis substrat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bekicot( Achatina Fulica)

Menurut taksonomi hewan, bekicot diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Pulmonata

Famili : Achatinidae

Genus : Achatinidae

Spesies : Achatina fulica

( http://neilstancwart.wordpress.com)

Bekicot berbeda dengan gastropoda lainnya, pertama dalam hal pernafasan ia

sudah tidak memiliki Ctenidia yaitu semacam insang dan fungsinya telah diganti oleh

bagian pillium yang tipis dan kaya dengan pembuluh darah.

(22)

Kedua mengenai sistem Nervosium, ganglia yang utama terkumpul

membentuk bangunan serupa cincin mengelilingi esophagus tanpa jaringan pengikat

didalamnya.Sistem digestorium bekicot terdiri dari rongga mulut dengan alat –

alatnya,esophagus,ingluvies,ventriculus,intestinum,rectum da anus. Pada dasar rongga

mulut terdapat semacam lidah yang disebut radula dan otot – otot yang mengatur

geraknya. Radula terjadi dari satu lapis membran basalis yang mengalami kornifikasi

dan diatasnya melekat deretan – deretan gigi – gigi yang membengkok ke belakang.

Radula ini tiap kali dibentuk baru,oleh sel – sel khusus di dalam kantong

radula,karena yang lama telah rusak dipakai dan dilepaskan. Radula diperkuat dengan

jaringan serupa cartilago,yang juga berguna untuk melekatnya otot.Rongga mulut

dilanjutkan diri kedalam esophagus yang sempit,yang kemudian melebar membentuk

ingluvies. Ingluvies berupa sebuah kantong besar dengan deretan glandulae salivales

dalam sepanjang dindingnya dan saluran- salurannya bermuara di ujung anterior

esophagus. Mereka menghasilkan lendir berair yang berisi enzim – enzim

diastase,yaitu yang menguraikan hidrat arang. Ingluvies juga berisi cairan yang

berasal dari glandulae digestoriae yang mengalir dari tempat keluarnya kedalam

ventriculus. Cairan ini berisi enzim – enzim. Rupa – rupanya termasuk juga

didalamnya ezim cytase yang mencerna selulosa,seperti halnya pada Helix,yaitu

sejenis siput darat yang ada di Eropa.

Penelitian Soedigdo et al, 1962 menunjukkan bahwa cytase itu berasal dari

bakteri hidup di dalam intestinum dan ingluives. Enzim ini menghancurkan dinding

sel tumbuh- tumbuhan sehingga isi sel dapat dilepaskan keluar.Bagian berikutnya

setelah ingluives adalah ventriculus yang berupa kantong yag cukup luas tetapi

sederhana,dilingkupi oleh glandulae digestoriae yang menggerombol di sekeliling

kebanyakan alat – alat dalam. Glandulae digestoriae terdiri dari kumpulan tubuli yang

bercabang – cabang dan berakhir buntu pada gerombolan sel – sel. Dikenal ada tiga

macam sel,yaitu:

1). Sel – sel yang menghasilkan enzim- enzim untuk pencernaan ekstraseluler.

2). Sel – sel yang menyerap partikel- partikel makanan dan mencernakannya

intra-seluler,juga menyerap hasil –hasil pencernaan di luar sel.

3). Sel – sel yang mengasilkan CaCO3 , fungsinya terutama ialah untuk membetuk

(23)

berakhir pada rektum yang bermuara keluar melalui anus. Penyerapan hasil – hasil

pencernaan terutama berlangsung di dalam intestinum ( Radiopoetro, 1995).

Bekicot adalah salah satu hewan yang hidupnya bergantung pada enzim

selulolitik untuk mencerna makanannya. Pada tahun 1970,Soedigdo,dkk.melaporkan

bahwa bekicot tidak memiliki enzim selulase,melainkan oleh mikroba selulolitik yang

berasal dari luar tubuhnya.Mengenai jenis mikroba selulolitik maupun non selulolitik

dalam saluran pencernaan bekicot,hingga kini belum pernah diungkap atau diteliti

oleh para peneliti sebelumnya.

Pada sistem pencernaan bekicot, selulosa dan senyawa polisakarida lainnya

dicerna dalam lambung dan intestin, yang berarti bahwa mikroba selulolitik

ditemukan banyak disekitar organ tersebut. Enzim yang diproduksi sebagian disimpan

dalam hepatopankreas yang salurannya bermuara ke sistem pencernaan yang mungkin

sebagai cadangan enzim. Mengingat bahwa bekicot menggunakan selulosa natif

sebagai makanannya,tentu ia telah menyeleksi secara alami mikroba yang efektif

membantu sistem pencernaannya. Saluran pencernaan hewan ini sangat sederhana

yang memungkinkan bagi hidupnya mikroba aerob maupun fakultatif aerob.

Penelusuran mengenai mikroba aerob ini perlu dilakukan agar mudah

memanfaatkannya,mengingat bahwa peristiwa alami umumnya berlangsung secara

aerob (Silaban, 1999).

2.2 Enzim

Kata enzim berasal dari “en-zyme” yang berarti dalam ragi (yeast), mulai dipakai

sejak 1877. Sebelumnya telah dikenal diastase (A.Payen dan J.Persoz,1833), pepsin

(T.Schwan,1836), emulsion (J.V.Liebig dan F.Wohler,1837), masing – masing adalah

senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati, protein dan glikosida.

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul

yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu

(24)

dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali

kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai.

Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih

besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya.

Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping.

Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut

urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu

hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata

yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi

kimia yang dikatalisis enzim.

2.2.1. Sifat – Sifat Enzim

1. Spesifitas

Aktivitas enzim sangat spesifik. Pada umumnya enzim tertentu hanya dapat

mengkatalisis satu reaksi. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa

tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa

saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul.

2. Pengaruh suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimalnya adalah antara

35oC dan 40oC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya,

aktivitas enzim berkurang.

3. Pengaruh pH

Masing – masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH

yang tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral)

dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami

(25)

4. Ko-enzim dan aktivator

Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara

efektif. Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim

(Gaman and Sherington, 1992).

2.2.2 Dasar Kerja Enzim

Pada umumnya terdapat 2 mekanisme kerja enzim mempengaruhi reaksi katalisis.

Mekanisme tersebut adalah:

1. Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi saling

bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi sebab enzim

mempunyai suatu affinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai

kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat

dengan enzim tidak seenaknya,melainkan substrat terikat dengan enzim

sedemikian rupa,sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi

reaksi.

2. Pembentukan ikatan yang sementara antara substrat dengan enzim menimbulkan

penyebaran elektron dalam molekul substrat dan penyebaran ini menyebabkan

suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat,sehingga

ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli biokimia menamakan

keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah berinteraksi

dengan enzim,disebut pengaktifan substrat (Shahib, 1992).

2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Konsentrasi Substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap,maka

pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi

pada batas konsentrasi tertentu, tidak akan terjadi kenaikan kecepatan reaksi

walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan ini telah dijelaskan oleh

Michealis – Menten dengan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim

substrat. Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat sebagaimana telah

(26)

terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada

konsentrasi substrat rendah,bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat

sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar,makin banyak substrat yang

berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian

konsentrasi kompleks enzim substrar makin besar dan hal ini menyebabkan makin

besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu,semua

bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat. Dalam

hal ini, bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya

konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksi pun tidak

bertambah besar.

2. Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang

menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah

reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang tinggi reaksi

berlangsung cepat.

Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat

menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi,

maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif

enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun.

3. Pengaruh pH

Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH

lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan

ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh

terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim

substrat.

Di samping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi

dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan

menurunnya aktivitas enzim.

(27)

Oleh karena hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim

sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian aktif

enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi

tersebut dinamakan inhibitor. Hambatan yang dilakukan inhibitor dapat berupa

hambatan tidak reversibel atau hambatan reversibel. Hambatan tidak reversibel

pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses modifikasi sebuah gugus fungsi

atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa

hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing (Poedjiadi, 1995).

2.2.4 Klasifikasi Enzim

Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia

untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru

tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.

Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim

yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :

1. Oksidoreduktase

Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau

reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama

yaitu oksidase dan dehidrogenase.

Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan

molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase,

tirosinase, dan asam askorbat oksidase.

Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen

dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan

(28)

2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer)

suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah

transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan,

yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan

substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini

adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan

asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping

itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-amilase, α-amilase dan invertase.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O

dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini

adalah enzim dekarboksilase.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi

molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari

substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini

(29)

6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu,

misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta

pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin (Winarno, 1983).

2.3 Enzim Selulase

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β– 1,4.Selulosa kapas mempunyai

derajat polimerisasi tinggi yaitu 10.000,sedang yang dari kayu derajat polimerisasi

rendah yaitu 600-1.000. Karena adanya konfigurasi β , molekul mudah membentuk

ikatan hidrogen dan membentuk serabut kristal fibriler yang rendah daya larutnya

dalam air. Molekul kapas terdiri dari 98% selulosa,sedang kayu biasa 40-50% selulosa

dan sisanya terdiri dari xilan dan glukomanan.

Selulase merupakan nama umum atau trivial bagi enzim,sedang nama

sistematiknya adalah β-1,4 glukan-4-glkanohidrolase (E.C 3.2.1.4). Istilah selulase

mula- mula digunakan khusus untuk enzim yang dapat memecah selulosa kapas saja.

Kini digunakan dalam arti yang lebih luas yaitu asal dapat memecahkan ikatan

glukosidik β-1,4.

Pada hewan,terutama dalam lambung hewan memamah biak banyak terdapat

mikroba anaerobik yang menghasilkan enzim selulase yang mampu mencerna selulosa

dari rumput dan bahan makanan lain.

Ada tiga jenis selulase yang dikenal:

a. Faktor C1,yaitu suatu faktor yang masih belum jelas peranannya,diperlukan untuk

menghancurkan selulosa dalam bentuk kristal denga tingkat polimerisasi yang tinggi.

b. β–Glukanase yang teragi dalam dua jenis yaitu:

1. Ekso-β-1,4-glukanase,menyerupai glukoamilase

2. Endo-β-1,4-glukanase menghidrolisis molekul selulosa secara acak. Endo-β

(30)

c. β-Glukosidase : affinitasnya tinggi terhadap molekul kecil.

C1 Cx β-glukosidase

Selulosa selulosa reaktif selubiosa glukosa

Mikroorganisme yang digunakan untuk mendapat selulase adalah

Myrothecium verrucaria,Penicillium pusillum,dan Trichoderma viridae. Penggunaan

Enzim selulase dalam industri pangan masih sangat terbatas ( Winarno, 1983 ).

Mikrofibil selulosa dibusukkan oleh sistem enzim selulase ,tersusun atas

endoglukanase,eksoglukanase dan β - glukosidase( dikenal juga sebagai selubiose).

Enzim selulase mempunyai aturan yang berbeda dalam pembelahan berbagai ikatan

dengan susunan mikrofibil. Ini menyebabkan gangguan pada struktur kristal yang

diikuti oleh depolimerisasi menjadi rantai glukosa pendek. Endoglukanase bekerja

secara acak pada kedua baik rantai glukosa yang dapat larut dalam air dan yang tidak

dapat larut oleh pemotongan ikatan β(1,4) menghasilkan glukosa dan

selooligosakarida.

Sejumlah besar organisme dapat menghasilkan selulosa,tetapi hanya beberapa

yang memiliki depolimerisasi dan hidrolisis yang lengkap dari susunan mikrofibil

kristalin secara in vitro. Sistem selulosa dari tingkat genus jamur Trichoderma telah

secara ekstensif dipelajari dan menunjukkan sejumlah produksi endo- β- glukanase

dan ekso- β- glukanase tetapi jumlah yang rendah dalam β- glukosidase. Berlawanan

dengan Aspergillus yang menghasilkan sejumlah besar endo- β- glukanase dan β-

glukosidase tetapi sedikit pada ekso- β- glukanase. Chaetoium, sejenis jamur

ascomycetes, ditemukan pada banyak varietas bahwa selulosa pada kertas menjadi

kompos khususnya pada lingkungan basa. Ia dapat menghasilkan selulase yang panas

yang boleh dijual terus untuk mengubah selulosa menjadi gula sederhana dari sumber

daya alam yang tersedia. Jamur lain secara luas telah dipleajari sistem selulasenya

termasuk Cremonium celluloyticus, Penicillium, Fusarium dan jamur Agaricus yang

(31)

Bakteri mempunyai sistem selulase yang sedikit lebih luas dibandingkan

jamur. Bakteri selulase disusun dalam suatu protein globular yang bertangga yang

disebut selusom,disekitar dinding. Struktur ini berkoordinasi untuk menyerang

kristalin mikrofibil, meningkatkan aktivitas atau efisiensi individual enzim. Gabungan

bakteri tanah aerob yang berdepolimerisasi termasuk Acetobacter, Bacteriodes,

Clostridium, Fibrobacter, dan Rummococcus (Paul, 2010)

2.4. Selulosa

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas

boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat

dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa.

Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi

tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu

disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara

atom karbon 1 dengan atom karbon 4.

Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh,

namun selulosa yang terdapat sebagai serat – serat tumbuhan, sayuran atau buah –

buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan. Tentu saja jumlah serat

yang terdapat dalam bahan makanan tidak boleh terlalu banyak (Poedjiadi, 1994).

Selulosa umumya terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai

berat molekul berkisar 250.000 sampai lebih dari 1.000.000 g/mol dengan rumus

molekul (C5H10O5)n . Di dalam molekul selulosa,monomer- monomernya tersusun

secara linear, sedangkan diantara pita – pita satuan polimernya tersusun secara paralel.

Oleh karena itu, diantara pita – pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan

hidrogen intermolekuler dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa mempunyai

struktur yang masif / kompak dan merupakan struktur dasar sel tumbuh – tumbuhan

(Riswiyanto,2009)

Susunan linear dari ikatan β-glukosa dalam selulosa menghadirkan distribusi

(32)

rantai selulosa berhubungan, kelompok hidroksil secara ideal menjadi tertutup rantai

secara bersama – sama. Pada cara ini diberikan kelarutan yang besar,kekakuan dan

polimer berserabut yang secara ideal digunakan sebagai bahan dinding sel ntuk

tumbuhan. Sifat khusus ini dari rantai selulosa,bukan hanya dari ikatan β 1,4

glikosidik,ini juga merupakan konsekuensi dari stereokimia yang tepat dari D-

glukosa pada setiap pusat stereo. Dimana D- galaktosa dan D- alosa berikatan pada

model yang sama, mereka dengan tepat tidak memberikan tempat untuk pembuatan

polimer dengan sifat seperti selulosa. Maka kita mendapat pandangan lain mengapa

D- glukosa mendapat posisi yang khusus dalam kimia tumbuha dan hewan

(Solomons,1976)

Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus dari 1,4’-β

-glukosa. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40 % dalam-air, hanya menghasilkan

D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah

selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu katalis

asam atau dengan emulsin enzime (Fessenden danFessenden, 1986).

Gambar 2.2 Struktur dari selulosa

Selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari

10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4-glikosidik

(Lehninger, 1988).

Selulosa lebih sukar diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air

panas, tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia sehingga tidak dapat

menghasilkan energi (Winarno,1995).

Walaupun selulosa sifatnya keras dan kaku, namun selulosa dapat dirombak

(33)

memecah selulosa menjadi polisakarida yang lebih kecil yang disebut dengan

sellodekstrin atau sepenuhnya menjadi unit unit glukosa,hal ini merupakan reaksi

hidrólisis. Karena molekul selulosa terikat kuat antar satu molekul dengan molekul

lainnya,selulolisis relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan pemecahan polisakarida

lainnya. Proses selulolisis terjadi pada sistem pencernaan sebagian hewan memamah

biak ruminansia untuk mencerna makanan mereka yang mengandung selulosa. Proses

selulolisis dibantu oleh enzim selulase.

Enzim yang digunakan untuk membelah hubungan glikosidik di glikosida

hidrólisis selulosa termasuk enzim endo-selulase dan ekso glukosidase. Enzim

tersebut biasanya dikeluarkan sebagai bagian dari kompleks multienzim yang

mungkin termasuk selulosa. Untuk proses selulolisis akan dijelaskan pada gambar

dibawah ini.

Gambar 2.3 Mekanisme Pemecahan selulosa menjadi glukosa

Ketiga jenis reaksi yang dikatalisis oleh enzim selulase: 1. Kerusakan dari

interaksi non kovalen hadir dalam struktur kristal selulosa (endo – selulase). 2.

(34)

kecil(ekso-selulase). 3. Hidrólisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa (beta-

glukosidase).

2.5 Kertas

Adanya kertas merupakan

menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas,

bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar. Hal ini

bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, Prasasti dari

atau tulang binatang,

naskah naska beberapa abad lampau (http://ms.wikipedia.

Org/wiki/Kertas)

Dua hal yang paling penting dari material pembuatan selulosa kertas adalah

berapa banyak dan berapa panjang serat selulosanya. Banyaknya serat selulosa dalam

kayu tertentu menghasilkan pulp,pengurangan proses dan ongkos produksi pulp. Pada

tabel berikut menunjukkan komposisi kimia dari proses pembuatan pulp kertas.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Pulp Kertas

Proses Pembuatan

Pulp

Komponen Kayu

Hasil

Pulp Yang dihilangkan

Proses pemasakan dengan bahan kimia dan pemutihan

Hanya selulosa Lignin,dan

hemiselulosa Kurang dari 40 %

Proses pulp dengan bahan kimia dan pemutihan

Selulosa dan sebagian hemiselulosa

Lignin dan sebagian hemiselulosa

45 – 55%

Proses pulp dengan bahan kimia NO

Selulosa, sebagian hemiselulosa dan sisa lignin

Sebagian lignin dan

selulosa 45 – 55%

Semi- bahan kimia

Selulosa, kebanyakan hemiselulosa dan lignin

Sebagian lignin dan

hemiselulosa 50 – 65%

(35)

Proses Pembuatan kertas (pulp)

1. Kayu diambil dari hutan produksi kemudian dipotong – potong atau lebih dikenal

dengan log.Log disimpan ditempat penampungan beberapa bulan sebelum diolah

dengan tujuan untuk melunakkan log dan menjaga kesinambungan bahan baku.

2. Kayu dibuang kulitnya dengan mesin atau dikenal dengan istilah De- Barker

3. Kayu dipotong – potong menjadi ukuran kecil (chip) dengan mesin chipping.

Chip yang sesuai ukuran diambil dan yang tidak sesuai diproses ulang.

4. Chip dimasak didalam digester untuk memisahkan serat kayu(bahan yang

digunakan untuk membuat kertas)dengan lignin. Proses pemasakan ini ada dua

macam yaitu Cheical Pulping Process dan Mechanical Pulping Process. Hasil dari

digester ini disebut pulp (bubur kertas). Pulp ini yang diolah menjadi kertas

Proses Pembuatan Kertas (Paper machine)

Sebelum masuk ke areal paper mesin pulp diolah dulu pada bagian stock

preparation. bagian ini berfungsi untuk meramu bahan baku seperti: menambahkan

pewarna untuk kertas (dye), menambahkan zat retensi, menambahkan filler (untuk

mengisi pori - pori diantara serat kayu). Bahan yang keluar dari bagian ini disebut

stock (campuran pulp, bahan kimia dan air)

Dari stock preparation sebelum masuk ke headbox dibersihkan dulu dengan

alat yang disebut cleaner. Dari cleaner stock masuk ke headbox. headbox berfungsi

untuk membentuk lembaran kertas (membentuk formasi) diatas fourdinier table.

Fourdinier berfungsi untuk membuang air yang berada dalam stock

(dewatering). Hasil yang keluar disebut dengan web (kertas basah). Kadar padatnya

sekitar 20 %.

Press part berfungsi untuk membuang air dari web sehingga kadar padatnya

mencapai 50 %. Hasilnya masuk ke bagaian pengering (dryer). Cara kerja press part

ini adalah kertas masuk diantara dua roll yang berputar. Satu roll bagian atas di beri

tekanan sehingga air keluar dari web. Bagian ini dapat menghemat energi, karena

(36)

Dryer berfungsi untuk mengeringkan web sehingga kadar airnya mencapai 6%.

Hasilnya digulung di pop reel sehingga berbentuk gulungan kertas yang besar (paper

roll).Paper roll ini yang dipotong – potong sesuai ukuran dan dikirim ke konsmen.

(http://blogspot.com/poses-pembuatan-kertas.html).

2.6 Ampas Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.

Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk

jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan

Sumatra (Anonim, 2007).

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses

ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 –

40% dari berat tebu yang digiling . Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan

Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu

giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula

Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula

di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang

dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas

tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk

kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu

diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan.

Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya

antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini

dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase

mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase

tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan

(37)

Tabel 2.2. Komposisi kimia ampas tebu

Kandungan Kadar (%)

Abu 3,82

Lignin 22,09

Selulosa 37,65

Sari 1,81

Pentosan 27,97

SiO2 3,01

(http://blogspot.com/ampas-tebu.html)

2.7. Metode Analisa Kuantitatif Glukosa

2.7.1. Metode Nelson – Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan

pereaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro

dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan

arsenomolibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran

konsentrasi gula dengan membandingkannya dengan larutan standar, konsentrasi gula

dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan

konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1989).

2.7.2.Metode Lane-Eynon

Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya

digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat) glukosa, fruktosa,

maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan

metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar yang

dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik

akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang karena

(38)

2.7.3. Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna

untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula pereduksi

akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari

hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali. Kelebihan I2 dititrasi

dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula pereduksi dalam

sampel dapat ditentukan.

2.7.4. Metode Anthrone

Metode ini dapat digunakan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone

(9,10-dihidro-9-oxanthrasena) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi

secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru

kehijauan yang khas.

2.7.5. Metode Munson Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk,

kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula pereduksinya.

Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang larutan endapan

Cu2O yang terbentuk. Dapat juga ditentukan secara volumetrik yaitu dengan titrasi

menggunakan larutan Na-tiosulfat atau K-permanganat (Apriyanto, 1989).

2.8. Spektrofotometer UV-Visibel

Spektrometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik yang

dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Sedangkan

spektrofotometri merupakan suatu metode yang sangat penting dalam analisis kimia

kualitatif dan kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan

(39)

b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million),

bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace (renik)

c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan diperiksa dalam suatu campuran,

dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x

yang akan mengabsorbsi cahaya tersebut. Lebih teliti karena hanya

mempunyai persen kesalahan 1 - 3 % bahkan dengan teknik tertentu dapat

mengurangi persen kesalahan sampai 1/10 (Underwood, 1999).

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar

ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan

cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit

terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan

untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis

mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa

didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif.

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar

tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.

Ada dua jenis instrumentasi spektrofotometri UV-Vis, yaitu :

1. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya tunggal (single

beam), dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur

pelarut, setelah itu larutan sampel diukur.

2. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya ganda (double beam),

dimana larutan sampel dimasukkan secara bersama-sama dengan pelarut yang

tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah serta memberikan

hasil yang optimal (Dachriyanus, 2004).

2.8.1.Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektofotometri UV-Vis

Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat

(40)

1. Aspek kualitatif

Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang

maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut ; yang kesemuanya itu dapat

diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.Misal : dari data

spektra yang diperoleh dapat dilihat, serapan (absorbansi) berubah atau tidak

karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari

batokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik

kehiperkromik, dan sebagainya.

2. Aspek Kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan

sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi

yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar

yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan

jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat

terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama

denagan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan

tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan denagan adanya

penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini

(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat - Alat

1. Gelas Ukur Pyrex

2. Spektrofotometer Genesys 20

3. Gelas Beaker Pyrex

4. Tabung reaksi Pyrex

5. Rak tabung reaksi

6. Labu Takar Pyrex

7. Neraca Analitis Mettler Toledo

8. Sentrifugasi 7000 rpm Gemmy Corp KCE

9. Blender National

10.Inkubator Gallenkamp

11.Pipet Tetes

12.Kapas

13.Botol Akuades

14.pH meter Walklab

15.Penangas air

16.Pipet Serologi Pyrex

17.Pipet Volumetri Pyrex

18.Spatula

19.Aluminium foil

20.Termometer Fisher

(42)

3.1.2 Bahan - Bahan

1. Bekicot

2. Aseton p.a.(E.Merck)

3. Selulosa p.a(E.Merck)

4. Ampas tebu

5. Kertas

6. CuSO4.5H2O p.a(E.Merck)

7. KNaC4H4O6.4H2O p.a(E.Merck)

8. NaHCO3 p.a(E.Merck)

9. Na2SO4 p.a(E.Merck)

10.Na2CO3 p.a(E.Merck)

11.H2SO4(p) p.a(E.Merck)

12.(NH4)6Mo7O24.4H2O p.a(E.Merck)

13.Na2HA SO4.7H2O p.a(E.Merck)

14.NaOH p.a(E.Merck)

15.NaCl p.a(E.Merck)

16.CH3COOH p.a(E.Merck)

17.C6H12O6 p.a(E.Merck)

18.Natrium Asetat p.a(E.Merck)

19.Akuades

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.1.1 Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M

Dipipet sebanyak 11,55 ml asam asetat p.a lalu diencerkan dalam labu takar 100 ml

sehingga konsentrasi larutan asam asetat 0,2 M. Kemudian ditimbang natrium asetat

sebanyak 16,4 gram C2H3O2Na.3H2O dilarutkan dalam labu takar 100 ml sehingga

konentrasi larutan garam natrium asetat 0,2 M. Kemudian untuk membuat larutan

(43)

asetat dicampurkan dengan larutan 0,2 M larutan garam natrium asetat sebanyak y ml.

Lihat tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M

pH 0,2 M Asam Asetat 0,2 M Natium Asetat

3,5 46,3 ml 3,7 ml

4,0 41,0 ml 9,0 ml

4,5 25,5 ml 24,5 ml

5,5 14,8 ml 35,2 ml

5,5 4,8 ml 45,2 ml

3.2.1.2.Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Dilarutkan 0,4 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan kedalam labu takar

100 ml dan diencerkan sampai garis tanda.

3.2.1. 3 Pembuatan Larutan NaCl 1%

Dimasukkan 1 g NaCl dalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan akuades

sampai garis tanda.

3.2.1.4 Pembuatan Larutan Glukosa 0,2mg/ml

Sebanyak 20 mg glukosa anhidrat dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml

sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen.

3.2.1.5 Pembuatan Larutan pereaksi Nelson

Nelson A :

Dilarutkan12,5 g Natrium karbonat anhidrat, 12,5 g garam Rochelle (K-Na-Tartrat),

10 g Natrium Bikarbonat dan 100 g Natrium Sulfat anhidrat dalam 300 ml akuades

(44)

Nelson B :

Dilarutkan 7,5 g CuSO4.5H2O dalam 50 ml akuades dan ditambahkan 1 tetes asam

sulfat pekat.

Pereaksi Nelson dibuat dengan cara mencampur 25 bagian larutan Nelson A dan I

bagian Nelson B. Pencampuran dilakukan setiap kali akan digunakan.

3.2.1.6 Pembuatan Larutan Arsenomolibdat

Dilarutkan 25 g ammonium molibdat dalam 450 ml aquades dan ditambahkan 25 ml

H2SO4(p) .Dilarutkan pada tempat yang lain 3 g Na2HAsO4.7H2O dalam 25 ml

akuades kemudian dituangkan larutan ini kedalam larutan yang pertama.Disimpan

dalam botol, berwarna coklat dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Larutan

pereaksi ini dapat digunakan setelah masa inkubasi dan berwarna kuning.

3.2.2 Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 250 g saluran pencenaan bekicot,ditambahkan 500 ml larutan NaCl 1%

(dingin) dan diblender selama ± 30 detik kemudian di sentrifugasi pada 7000 rpm

selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk sebanyak 400 ml kemudian ditambahkan

aseton dingin sebanyak 200 ml hingga terjadi suatu suspensi. Kemudian suspensi ini

disentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit. Pellet yang diperoleh di keringkan

dalam freeze drier pada suhu -40oC sampai pellet dalam keadaan kering. Kemudian

ekstrak serbuk yang didapat diambil sebanyak 0,5 gram dan dilarutkan dalam 50 ml

buffer asetat 0,1 M pH 4,5. Kemudian ekstrak kasar enzim selulase disimpan di lemari

es dan siap untuk di analisis.

3.2.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Glukosa

Ditimbang 20 mg glukosa dan dilarutkan dengan akuades sampai volume 100 mL

(Larutan glukosa 0,2 mg/mL). Dipipet 25 ml larutan lalu diencerkan dengan akuades

sampai volume 100 mL (larutan glukosa 0,05 mg/mL).Dipipet 1 mL larutan glukosa

0,05 mg/mL kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson lalu

(45)

menit lalu didinginkan. Lalu ditambahkan 0,5 mL Larutan arsenomolibdat lalu

dikocok hingga semua endapan larut. Ditambahkan 7 mL akuades dikocok hinga

homogen. Diukur serapan panjang gelombang pada 400 – 800 nm. (diperoleh panjang

gelombang maksimum).

3.2.4 Penyiapan Kurva Standar Glukosa

Disiapkan larutan glukosa standar dalam beberapa tabung reaksi dengan konsentrasi

bertingkat dari 0,01 – 0,05 mg/mL. Ditambahkan 1 mL Larutan Nelson kemudian

dipanaskan hingga mendidih selama 30 menit dan didinginkan.Ditambahkan 0,5 mL

Larutan arsenomolibdat lalu dikocok. Kemudian ditambahkan 7 mL akuades lalu

dikocok hingga homogen. Diukur serapannya pada panjang gelombang 761 nm.

Dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi gula standar

dan absorbansi.

3.2.5. Penentuan Suhu Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 0,05 mg selulosa dan dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas

beaker dan ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5 ( 6 ml untuk blanko). Ditambahkan

1 ml ekstrak kasar enzim selulase (blanko tanpa enzim) lalu ditambahkan 1 ml NaCl

1%. Kemudian diinkubasi dengan variasi suhu 35oC; 40oC; 45oC; 50oC dan 55oC

selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400

rpm selama 20 menit. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10

ml kemudian dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas

air selama 20 menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai

25oC. Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut

.Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur

serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk

(46)

3.2.6. Penentuan pH Optimum Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditimbang 0,05 mg selulosa dan dimasukkan masing – masing kedalam 5 gelas beaker

dan ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 3,5; 4,0; 4,5; 5; 5,5 (6 ml untuk blanko).

Ditambahkan 1 ml ekstrak kasar enzim selulase (blanko tanpa enzim) lalu

ditambahkan 1 ml NaCl 1%. Kemudian diinkubasi pada suhu 45oC selama 1 jam.

Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400 rpm selama

20 menit.. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10 ml kemudian

dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas air selama 20

menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai 25oC.

Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut.

Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur

serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk

substrat kertas dan ampas tebu.

3.2.7 Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Dimasukkan 0,05 mg selulosa (blanko tanpa substrat) kedalam tabung reaksi lalu

ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5. Ditambahkan 1 ml ekstrak kasar enzim

selulase lalu ditambahkan 1 ml NaCl 1%. Kemudian diinkubasi pada suhu 45o C

selama 1 jam. Setelah itu ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N lalu disentrifugasi pada 3400

rpm selama 20 menit.. Diambil 1 ml supernatan lalu diencerkan dalam labu takar 10

ml kemudian dihomogenkan. Dimasukkan 1 ml hasil pengenceran kedalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson dan dipanaskan dalam penangas

air selama 20 menit. Kemudian diangkat dan didinginkan sampai suhunya mencapai

25oC. Diambahkan 0,5 ml arsenomolibdat lalu dikocok sampai semua endapan larut

.Kemudian ditambahkan 7 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Diukur

serapannya pada panjang gelombang 761 nm. Dilakukan perlakuan yang sama untuk

(47)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Ditambahkan 500 ml larutan NaCl 1% isotonic (dingin)

Diblender ± 30 detik

Disentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit

Ditambah 200 ml aseton dingin

Disentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama 30 menit

Didekantasi (dalam suasana dingin)

Dikeringbekukan pada suhu -40oC

Diambil 0,5 gr dilarutkan dalam 50 ml buffer asetat 0,1 M pH 4,5

Di ukur aktivitasnya 250 g saluran pencernaan bekicot

Supernatan(400ml) pellet

Suspensi

supernatan pellet

Serbuk ekstrak kasar (8,9 gr)

Ekstrak kasar enzim selulase

(48)

3.3.2 Penentuan Suhu Optimum Hidrolisa Selulosa Oleh Enzim Selulase

Dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas beaker

Ditambahkan masing – masing 5 ml larutan buffer

asetat pH 4,5 ( 6 ml untuk blanko)

Ditambahkan 1 ml enzim selulase(blanko tanpa

enzim)

Ditambahkan 1 ml NaCl 1%

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 35oC,40oC, 45oC,

50oC dan 55oC

Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20

menit 0,05 mg selulosa

supernatan

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan

Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit

Didinginkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC

Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut

Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu pellet

(49)

3.3.3 Penentuan pH Optimum Hidrolisa Selulosa Oleh Enzim Selulase

Dimasukkan masing – masing ke dalam 5 gelas beaker

Ditambahkan masing – masing 5 ml larutan buffer

asetat pH 3,5; 4,0;4,5;5,0; dan 5,5( 6 ml untuk blanko)

Ditambahkan 1 ml enzim selulase(blanko tanpa

enzim)

Ditambahkan 1 ml NaCl 1%

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45oC

Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20

menit 0,05 mg selulosa

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan digomogenkan

Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit

Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC

Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut

Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm

Hasil

(50)

3.3.4 Pengukuran Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Kondisi Optimum

supernatan pellet

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan

Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit

Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC

Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut

Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm

Hasil

PembuatanLarutan Sampel

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk substrat kertas dan ampas tebu Dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5

Ditambahkan 1 ml enzim selulase

Ditambahkan 1 ml NaCl 1 %

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45o C

Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20

(51)

Dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan 5 ml buffer asetat pH 4,5

Ditambahkan 1 ml NaCl 1 %

Diinkubasi selama 1 jam pada suhu 45o C

Ditambahkan 1 ml NaOH 0,1 N

Disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20

menit 1 ml enzim selulase

supernatan pellet

Diambil 1 ml

Diencerkan dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan

Diambil 1 ml hasil pengenceran

Ditambahkan 1 ml pereaksi Nelson

Dipanaskan pada penangas air selama 30 menit

Didingiinkan pada air mengalir sampai suhu 25 oC

Ditambahkan 0,5 ml arsenomolibdat

Dikocok sampai semua endapan larut

Ditambahkan 7 ml akuades

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 761 nm

Hasil

(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

.1.Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.1.1 Isolasi Ekstrak Kasar Enzim Selulase Dari Bekicot

Isolasi ekstrak enzim selulase dari bekicot pada penelitian ini menggunakan cara

isolasi dengan aseton. Pada isolasi dengan menggunakan aseton ini hanya terjadi satu

kali tahap fraksinasi yaitu memisahkan protein dengan komponen yang lain. Aseton

berfungsi untuk merusak mantel air yang terdapat di sekeliling enzim, mengakibatkan

larutan enzim berkurang dalam air sehingga protein akan mengendap.Keuntungan

pengendapan dengan aseton adalah waktunya singkat,karena lamanya waktu yang

diperlukan untuk isolasi akan mempengaruhi aktivitas enzim. Selain itu pengendapan

dengan aseton dapat dikerjakan pada suhu di bawah nol. Hal yang paling penting

bahwa suhu dijaga tetap rendah.Karena bila suhu tinggi efek denaturasi akan terjadi.

Setelah tahap pengendapan, dilakukan sentrifugasi dan pengeringan beku sehingga

diperoleh ekstrak kasar enzim selulase sebesar 8,9 gram.

4.1.2 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada

Substrat Selulosa,Kertas HVS dan Ampas Tebu

Perhitungan pengaruh suhu terhadap aktivitas ekstrak kasar enzim selulase terhadap

ketiga jenis substrat dapat dilihat pada lampiran 9.

Hasil Perhitungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(53)

Tabel 4.1: Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Selulosa

Tabel 4.2 : Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Kertas HVS

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel kontrol Hasil

hidrolisa

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

(54)

Tabel 4.3 : Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase Pada Substrat Ampas Tebu

Suhu (oC)

C C T

Absorbansi Konsentrasi glukosa (mg/ml)

U U rata -

rata

Sampel Kontrol Sampel Kontrol Hasil

Hidrolisa

Keterangan *= 10 kali pengenceran s= signifikan

Untuk membandingkan ketiga data diatas dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Ekstrak Kasar

Enzim Selulase

0

Pengaruh SuhuTerhadap Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Selulase

Aktivitas pada substrat selulosa

Aktivitas pada substrat kertas

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi tubuh bekicot
Gambar 2.2 Struktur dari selulosa
Gambar 2.3  Mekanisme Pemecahan selulosa menjadi glukosa
tabel berikut menunjukkan   komposisi kimia dari proses pembuatan pulp kertas.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakterisasi enzim selulase hasil isolasi dari cairan rumen sapi diperoleh pH optimum pada pH 5,4 dengan aktivitas enzim 311.64 μ mol/ml dan aktivitas spesifik enzim 11.06 μ

icel (taraf 0,5%, 1,5% dan 2%) dan volume enzim se an menunjukkan konsentrasi substrat avicel dan vo n degradasi selulosaoleh enzim selulase dari isolat kap egradasi selulosa

Hasil kadar protein dari ekstrak kasar bekicot ( Achatina fulica ) dikarakterisasi dengan perlakuan waktu inkubasi yang berbeda yaitu 0, 60, 120 dan 180 menit

Melihat pentingnya selulase dalam biokonversi selulosa menjadi glukosa sebagai bahan untuk produksi etanol, maka diperlukan optimasi terhadap produksi selulase kasar dari

Pada penelitian ini, isolat bakteri selulolitik S-16 dan S-22 mampu mendegradasi substrat selulosa dari limbah ampas tebu dengan aktivitas selulase yang cukup baik. Melalui

Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi pertumbuhan optimum pH, suhu, dan waktu inkubasi dari Aspergillus niger FNCC 6018 untuk produksi enzim selulase kasar

Melihat pentingnya selulase dalam biokonversi selulosa menjadi glukosa sebagai bahan untuk produksi etanol, maka diperlukan optimasi terhadap produksi selulase kasar

Untuk menjawab permasalahan ini dipandang perlu melakukan pengkajian terhadap uji aktivitas enzim selulolitik dari bekicot (Achatina fulica) pada CMC sebagai kontrol