• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Perilaku Perjalanan Pengguna Bus Dengan Tujuan Bekerja (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor II Cicaheum-Cibereum PP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Perilaku Perjalanan Pengguna Bus Dengan Tujuan Bekerja (Studi Kasus: Trans Metro Bandung Koridor II Cicaheum-Cibereum PP)"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula mengenai ruang lingkup penelitian yang meliputi ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup materi, serta dipaparkan mengenai metodologi penelitian yang digunakan.

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu hal penting yang ada pada suatu kota. Sistem transportasi yang baik dan teratur dapat mendukung perkembangan suatu kota serta kegiatan ekonomi dan sosial yang berlangsung. Tidak dapat dipungkiri bahwa transportasi menjadi salah satu faktor yang menunjang kehidupan masyarakat, terutama dalam melaksanakan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perjalanan yang dimaksud yaitu untuk bergerak dan berpindah dari lokasi asal dan ke lokasi tujuan, dengan maksud perjalanan yaitu untuk aktivitas ekonomi, aktivitas sosial, aktivitas pendidikan, aktivitas rekreasi hiburan dan aktivitas kebudayaan. Semua jenis aktivitas di atas terkumpul di dalam suatu area perkotaan yang dibatasi dengan batasan wilayah lainnya. Namun, hal yang tidak dapat terlepas dari timbulnya perilaku perjalanan ini adalah adanya pengaruh lokasi tempat tinggal dengan lokasi tempat aktivitas yang saling berjauhan, dimana struktur kota yang terjadi akibat pertumbuhan kawasan pemukiman yang mengarah ke kawasan pinggiran kota menghasilkan jarak perjalanan yang jauh antara aktivitas bermukim dengan aktivitas utama (bekerja) serta aktivitas lain (sekolah, belanja, dan rekreasi), sehingga hal tersebut menyebabkan seseorang sering melakukan tujuan perjalanan yang banyak dalam sekali bepergian (Naess, 2005).

(2)

2 Kota Bandung mencapai 947.477 unit dan pada tahun 2014 mencapai 1.295.799 unit, dari data tersebut mencerminkan bahwa tingkat kepemilikan kendaraan bermotor di Kota Bandung setiap tahunnya terus meningkat sedangkan untuk kepemilikan mobil di Kota Bandung mencapai 71.983 unit dan pada tahun 2014 mencapai 98.446 unit, sama halnya dengan kepemilikan sepeda motor, untuk kepemilikan mobil terus meningkat setiap tahunnya (Dinas Perhubungan Kota Bandung).

Pada kota-kota besar di Indonesia, salah satunya Kota Bandung, persoalan tingginya kepemilikan kendaraan pribadi merupakan cerminan dari semakin meningkatnya kondisi kehidupan ekonomi masyarakat, dimana kepemilikan kendaraan menjadi gaya hidup di masyarakat. Selain itu, peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi disebabkan juga oleh kinerja angkutan umum yang menurun. Tingkat pelayanan yang rendah menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, serta sistem jaringan dan aksesibilitas yang kurang memadai (Tamin, 2000).

Sebagai upaya dari memperbaiki sistem dan infrastruktur transportasi yang dapat mendukung kegitan masyarakat serta mengurangi persoalan yang ada, maka Pemerintah Pusat melalui Kementrian Perhubungan mengajukan penyelenggaraan Bus Rapid Transit (BRT) atau lebih dikenal dengan busway yang saat ini mulai diterapkan di berbagai kotadi Indonesia, salah satunya di Kota Bandung.

(3)

3 Ada dua koridor TMB yang sudah dioperasikan, untuk koridor I dengan rute Cibiru – Cibeureum mulai dioperasikan pada tahun 2008 dan untuk Koridor 2 Cicaheum – Cibeureum mulai dioperasikan pada tanggal 6 November 2012. Fenomena mengenai tingginya penumpang TMB pada Koridor 2 dalam hal memenuhi kebutuhan untuk bergerak terutama dengan tujuan bekerja merupakan hal yang menarik untuk di kaji, karena tujuan bergerak untuk bekerja mempunyai pola perjalanan yang berbeda dengan tujuan bergerak lainnya, untuk itu pada penelitian ini akan melihat perilaku perjalanan serta karakteristik sosial ekonomi pengguna TMB dengan tujuan bekerja. Dengan mengetahui hal tersebut diharapkan dapat melihat bagaimana karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan penumpang bus TMB dengan tujuan bekerja serta adakah hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi penumpang TMB?

2. Bagaimana perilaku perjalanan penumpang TMB?

3. Apakah ada hubungan antar aspek perilaku perjalanan penumpang TMB? 4. Apakah ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku

perjalanan penumpang TMB?

1.3 Tujuan dan Sasaran

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan pengguna bus TMB dengan tujuan bekerja pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

Adapun sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah: 1. Diketahuinya karakteristik sosial ekonomi penumpang TMB. 2. Diketahuinya perilaku perjalanan penumpang TMB.

3. Diketahuinya hubungan antar aspek perilaku perjalanan penumpang TMB.

(4)

4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan tujuan dan sasaran penelitian yang ada, maka perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian, baik dari sisi wilayah maupun materi. Hal ini dilakukan agar penelitian yang dilakukan tepat sasaran. Ruang lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua aspek, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah yang menjadi batasan penelitian secara administratif adalah Kota Bandung. Hal ini didasarkan bahwa lokasi pengoperasian angkutan bus TMB berada di Kota Bandung. Pertimbangan lain dalam pemilihan lokasi penelitian adalah data jumlah penumpang TMB. Data jumlah penumpang TMB pada koridor I dan II pada tahun 2012 – 2014 dapat dilihat pada Tebel I-1 sebagai berikut:

Tabel I-1

Jumlah Penumpang Umum TMB Tahun 2012 – 2014

Bulan Jumlah Penumpang Umum

2012 2013 2014

K1 K2 K1 K2 K1 K2

Januari 15,615 - 12,278 25,450 9,981 18,215

Februari 10,693 - 7,781 15,494 8,034 14,853

Maret 4,057 - 6,379 9,904 2,616 6,408

April 1,413 - 17,471 23,017 4,278 21,564

Mei 917 - 17,618 22,446 7,558 43,848

Juni 816 - 14,168 23,298 7,037 45,249

Juli 130 - 17,681 28,312 4,185 26,922

Agustus - - 13,722 23,594 5,765 39,466

September - - 15,912 27,254 5,286 34,792

Oktober - - 17,169 29,295 4,965 28,186

November 7,861 - 13,902 26,702 6,574 35,728

Desember 12,030 12,946 14,607 25,499 7,336 41,513

Jumlah 53,586 12,946 168,688 280,265 73,615 356,744

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2015

(5)

5 Rute TMB Koridor 2 Cicaheum – Cibeureum yang terdiri atas rute keberangkatan dan rute kembali sebagai berikut:

Rute keberangkatan:

Terminal Cicaheum - Jl. Jend. Ahmad. Yani – Jl. Ibrahim Aji - Jl. Jakarta - Jl. Ahmad. Yani - Jl. Asia - Afrika – Jl. Jend. Sudirman – Jl. Elang Raya - Cibeureum.

Rute kembali:

Cibeureum –Jl. Elang - Jl. Rajawali Barat – Jl. Rajawali Timur - Jl. Kebon Jati – Jl. Suniaraja – Jl. Stasiun Timur – Jl. Perintis Kemerdekaan (Viaduct) – Jl. Braga – Jl. Lembong – Jl. Veteran – Jl. Jend. Ahmad.Yani – Terminal Cicaheum. Ruang lingkup tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Peta Wilayah Studi

1.4.2 Lingkup Materi

Lingkup materi pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP. Adapun lingkup materi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik sosial ekonomi

(6)

6 2. Perilaku perjalanan

Perilaku perjalanan merupakan rekam aktivitas perjalanan harian yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Pendyala (2003) rekam perjalanan untuk permodelan permintaan perjalanan berbasis aktivitas ini meliputi:

 Asal-tujuan perjalanan

 Maksud perjalanan

 Jarak tempuh

 Waktu tempuh

 Frekuensi perjalanan

 Biaya perjalanan

Dari perjalanan yang teridentifikasi tersebut kemudian akan merepresentasikan perilaku perjalanan yang terjadi. Untuk aspek perilaku perjalanan terukur yang dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal pada suatu susunan struktur perkotaan menurut Kitamura (2009) adalah:

 Jarak perjalanan (travel distance)

 Waktu tempuh perjalanan (travel time)

 Biaya perjalanan (travel cost)

 Frekuensi perjalanan (travel frequency)

 Pemilihan moda (mode choice), namun dalam penelitian ini pemilihan moda hanya difokuskan pada angkutan umum.

3. Analisis Crosstabulation

(7)

7 Penelitian ini juga memiliki batasan studi, yaitu:

a. Kajian transportasi difokuskan pada bus TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

b. Target penelitian ini hanya difokuskan untuk penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP yang berada di dalam bus.

c. Objek penelitian adalah penumpang TMB, yang difokuskan kepada penumpang dengan tujuan bekerja dan yang sudah berpendapatan.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup metode pengumpulan data, metode penentuan sampel, dan metode analisis data. Berikut ini menjelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

(8)

8

Tabel I-2

Matriks Kebutuhan Data

Sasaran

Data

Teknik Analisis Output

Data Tipe Data Metode

Pengumpulan

Diketahuinya karakteristik sosial ekonomi penumpang TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP

Data kondisi sosial ekonomi:  Jenis kelamin

 Jenis pekerjaan  Usia

 Tingkat pendidikan  Status dalam keluarga  Status rumah tempat tinggal  Pendapatan per bulan, dan  Kepemilikan kendaraan.

 Primer  Survey penumpang TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP

 Moda yang digunakan dari tempat asal menuju

shelter TMB

 Moda yang digunakan sesudah naik TMB  Rata –rata waktu perjalanan menggunakan TMB  Rata – rata waktu perjalanan total termasuk

menggunakan TMB

 Biaya transportasi menggunakan TMB per minggu

(9)

9

Sasaran

Data

Teknik Analisis Output

Data Tipe Data Metode

Pengumpulan

Diketahuinya hubungan antar aspek dalam perilaku

perjalanan penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP

Data mengenai informasi perjalanan  Primer  Survey kuesioner

 Analisis

crosstabulation

dan analisis statistik deskriptif

Terumuskannya hubungan antar aspek perilaku perjalanan penumpang TMB

Diketahuinya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP

Karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan

 Primer  Survey kuesioner

 Analisis

crosstabulation

dan analisis statistik deskriptif

(10)

10

1.5.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dipergunakan sebagai sumber data. Untuk memperoleh data melalui penyebaran kuesioner, perlu dilakukan sampling terhadap calon responden. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang besar dan keterbatasan waktu serta biaya yang ada, sehingga sampling menjadi elemen yang sangat penting pada suatu penelitian. Apabila suatu penelitian menghendaki derajat presisi yang tinggi, maka sampel yang digunakan dalam penelitian harus besar sehingga mendapatkan sampel yang representative (Bungin, 2010).

Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah atau ukuran sampel berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan:

n: Jumlah sampel yang dicari

N: Jumlah populasi (jumlah penumpang TMB) d: Nilai presisi

Dalam penelitian ini, digunakan nilai presisi atau tingkat kepercayaan sebesar

90%, sehingga didapatkan nilai sampling error sebesar 10% atau 0,1. Alasannya karena jumlah populasi dianggap cukup mewakili nilai sampling error. Berikut adalah perhitungan jumlah sampel:

n= 356.744 356.744(0.1)2 + 1 n= 356.744 357

(11)

11 Berdasarkan perhitungan jumlah sampel di atas, maka diperoleh hasil sebanyak 100 sampel untuk menjadi responden. Akan tetapi untuk lebih memperkuat data yang dihasilkan, maka sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 150 sampel. Teknis penentuan responden adalah dengan menggunakan metode survey ke dalam angkutan TMB untuk menyebarkan kuesioner.

Berdasarkan kebutuhan penelitian, tahapan dalam pembagian kuesioner akan dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama penyebaran pada jalur Cicaheum – Cibeureum dan tahap kedua pada jalur Cibeureum – Cicaheum dengan waktu penyebaran kuesioner ini terbagi menjadi dua sesi dalam satu hari. Sesi pertama penyebaran kuesioner dilakukan pukul 07.00 – 10.00 wib dan untuk sesi kedua penyebaran kuesioner dilakukan pukul 15.00 – 18.00 wib.

1.5.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis crosstabulation. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan penumpang angkutan umum Bus TMB, sedangkan untuk analisis crosstabulation digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar aspek perilaku perjalanan dan ada tidaknya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja. Untuk lebih jelasnya diuraikan di bawah ini:

a. Analisis statistik deskriptif

Metode yang akan digunakan dalam menganalisis karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan yaitu dengan cara statistik deskriptif. Statistik deskriptif berkaitan dengan penerapan metode statistik untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data deskriptif secara kuantitatif.

b. Analisis crosstabulation

(12)

12 ekonomi dengan perilaku perjalanan dapat diketahui dengan nilai chi-square hitung dan nilai probabilitas yang didapatkan dari analisis crosstab. Hasil (output) yang dihasilkan adalah diketahuinya hubungan antar aspek perilaku perjalanan serta hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

Maka hipotesis yang diajukan adalah:

H1: Ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB.

H0: Tidak ada hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB.

Pengambilan keputusan yang dapat dilakukan adalah:

a) Berdasarkan perbandingan nilai Chi-SquareUji dan Tabel ( α=0,05) Jika nilai Chi-Square Hitung < Chi-Square Tabel, maka H1 diterima Jika nilai Chi-Square Hitung > Chi-Square Tabel, maka H0 diterima b) Berdasarkan nilai probabilitas dengan kategori sebagai berikut:

Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka H1 diterima

(13)

13

1.6 Kerangka Pemikiran

Tahapan penelitian hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

Analisis crosstabulation antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan pengguna TMB dengan tujuan bekerja

Diketahuinya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan pengguna TMB dengan tujuan bekerja

Pengoperasian Trans Metro Bandung

 Perbaikan sistem pelayanan angkutan umum perkotaan  Perbaikan manajemen pengelolaan angkutan umum perkotaan  Perbaikan pola operasi angkutan umum perkotaan

 Penghubung simpul transportasi

 Penghubung seluruh wilayah perkotaan di Kota Bandung

Mengetahui karakteristik sosial ekonomi serta perilaku perjalanan penumpang TMB Karakteristik

Sosial Ekonomi

Perilaku Perjalanan

 Jenis kelamin  Jenis pekerjaan  Usia

 Tingkat pendidikan  Status dalam keluarga  Status rumah tempat tinggal  Pendapatan per bulan  Kepemilikan kendaraan

 Asal perjalanan  Tujuan perjalanan  Lokasi naik TMB  Lokasi turun dari TMB  Moda yang digunakan  Waktu perjalanan  Biaya perjalanan

 Frekuensi penggunaan TMB  TMB sebagai moda transportasi dalam melakukan perjalanan

(14)

14

1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran menyeluruh tantang isi dari laporan ini, maka sub bab ini menjelaskan tentang sistematika pembahasan, seperti pada uraian dibawah ini: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan secara khusus mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian yang berisi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metodologi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelasakan mengenai kajian teoritis yang menjelaskan tentang perilaku perjalanan, karakteristik perjalanan, konsep pergerakan, angkutan umum, teori crosstabulation, tinjauan studi terdahulu dan variabel penelitian yang digunakan. BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum penelitian yaitu gambaran umum TMB yang memaparkan tentang visi dan misi, tujuan, dasar hukum penyelenggaraan, rute, tarif, sistem ticketing, dan bentuk fisik bus, shelter dan lokasi shelter TMB dan angkutan kota sebagai feeder yang terintegrasi dengan TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

BAB IV HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERILAKU PERJALANAN DENGAN TUJUAN BEKERJA

Pada bab ini akan menjelaskan menganai analisis dari data kuesioner, dimana analisis tersebut terdiri dari karakteristik sosial ekonomi, perilaku perjalanan serta hubungan antar aspek perilaku perjalanan penumpang dan hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

BAB V PENUTUP

(15)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan meneganai beberapa kajian teoritis yang diharapkan dapat menjadi dasar dari penyusunan serta pelaksanaan penulisan laporan ini.

2.1 Perilaku Perjalanan

Goulias (2000) menyatakan bahwa perilaku perjalanan adalah pemodelan dan

analisis permintaan perjalanan atas dasar teori dan metode analisis dari berbagai

bidang ilmiah. Termasuk didalamnya yaitu penumpangan waktu dan alokasi untuk

perjalanan dan kegiatan, penumpangan waktu dalam berbagai konteks waktu dan

tahapan dalam kehidupan masyarakat, dan organisasi dan penumpangan ruang pada

setiap tingkat sosial organisasi, seperti individu, rumah tangga, masyarakat, dan

kelompok-kelompok formal atau informal lainnya.

Srinivasan (2004) menyatakan bahwa perilaku perjalanan berkaitan dengan perilaku manusia dalam menentukan pola perjalanan yang akan dilakukan, dengan terlebih dahulu memutuskan pola aktivitas sehari-hari. Menurut Kitamura (2009) aspek perilaku perjalanan yang dapat terukur dibagi dalam lima komponen, yaitu frekuensi perjalanan, waktu tempuh perjalanan, biaya perjalanan, jarak tempuh perjalanan, dan pemilihan moda. Aspek pemilihan moda pada penelitian ini sudah ditentukan yaitu angkutan umum saja, sehingga keempat aspek perilaku perjalanan lainnya menjadi variabel terikat dalam penelitian ini, dengan dasar bahwa aspek perilaku perjalanan tersebut bersifat kuantitatif atau dapat diukur.

2.2 Karakteristik Perjalanan

Meyer dan Miller (1984) dalam Morlok (1995) mengemukakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh orang- orang dapat dilihat dari sejumlah atribut atau

ukuran-ukuran sebagai berikut:

1. Maksud perjalanan (bekerja, belanja, sosial, dan lain-lain)

2. Waktu ketika melakukan perjalanan

3. Tempat asal perjalanan

4. Tempat tujuan perjalanan

5. Kendaraan yang digunakan dalam perjalanan (bus, sepeda, dan lain-lain)

(16)

16 7. Frekuensi (yaitu jumlah perjalanan tiap satuan waktu) dalam perjalanan.

Menurut Morlok (1995) Karakteristik perjalanan mempengaruihi pelaku perjalanan dalam menentukan pilihan moda yang akan digunakan. Dua faktor yang penting dalam kategori ini adalah:

a. Panjang Perjalanan

Panjang suatu perjalanan memiliki pengaruh terhadap pelaku perjalanan dalam pemilihan moda. Ukuran ini dapat diperoleh dengan mengukur jarak rute yang paling sering digunakan di antara dua pusat zona, baik untuk kendaraan pribadi atau angkutan umum. Ukuran panjang perjalanan lainnya adalah waktu perjalanan dari pintu ke pintu. Ukuran ini sering dipilih dalam mengukur jarak karena dapat memasukkan kelebihan waktu tempuh dalam suatu perjalanan. b. Maksud Perjalanan

Ada suatu hubungan antara jumlah orang yang menggunakan angkutan umum dengan maksud perjalanan. Perjalanan dari rumah (home-based) secara umum menunjukkan jumlah penumpang angkutan umum lebih banyak daripada perjalanan tidak dari rumah (non home-based), begitu pula untuk perjalanan dari sekolah dan bekerja (home-based school and work) menunjukkan penumpangan angkutan umum yang lebih daripada perjalanan dari berbelanja (home-based shooping).

2.3 Konsep Pergerakan

(17)

17

2.3.1 Pergerakan Tidak Spasial

Ciri pergerakan tidak spasial adalah semua ciri pergerakan yang berkaitan dengan aspek tidak spasial, seperti sebab terjadinya pergerakan, waktu terjadinya pergerakan dan jenis angkutan umum yang digunakan.

1. Terjadinya pergerakan dapat dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan sebagai berikut:

a) Aktivitas ekonomi, seperti mencari nafkah dan mendapatkan barang serta pelayanan. Klasifikasi perjalanannya adalah dari dan ke tempat kerja, yang berkaitan dengan bekerja, ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan pribadi serta yang berkaitan dengan belanja atau bisnis pribadi.

b) Aktivitas sosial, seperti menciptakan dan menjaga hubungan pribadi. Klasifikasi perjalanannya berupa ke dan dari rumah teman, ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah. Dalam aktifitas ini kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan serta terkombinasi dengan perjalanan hiburan.

c) Aktivitas pendidikan, klasifikasi perjalanan ini adalah ke dan dari sekolah, kampus dan lain-lain. Aktivitas ini biasanya terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5 - 22 tahun, di Negara sedang berkembang jumlahnya sekitar 85 % penduduk.

d) Aktivitas rekreasi dan hiburan. Klasifikasi perjalanannya adalah ke dan dari tempat rekreasi atau yang berkaitan dengan perjalanan dan berkendaraan untuk berekreasi. Aktifitas ini biasa terjadi seperti mengunjungi restoran, kunjungan sosial (termasuk perjalanan hari libur). e) Aktivitas kebudayaan, klasifikasi perjalanannya adalah ke dan dari daerah

budaya serta pertemuan politik. Aktivitas ini berupa perjalanan kebudayaan dan hiburan dan sangat sulit dibedakan.

2. Waktu terjadinya pergerakan

(18)

18 08.00 dan berakhir pada pukul 16.00, maka waktu perjalanan untuk maksud perjalanan kerja biasanya mengikuti pola kerjanya.

3. Jenis sarana angkutan yang dipergunakan

Dalam melakukan perjalanan pada umumnya orang akan dihadapkan pada pilihan moda angkutan seperti mobil, angkutan umum, pesawat terbang atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan, orang mempertimbangkan berbagai faktor yaitu maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan. Meskipun dapat diketahui faktor yang menyebabkan seseorang memilih jenis moda yang digunakan, pada kenyataannya sangatlah sulit merumuskan mekanisme pemilihan moda.

2.3.2 Pergerakan Spasial

Konsep paling mendasar yang menjelaskan terjadinya pergerakan atau perjalanan selalu dikaitkan dengan pola hubungan antar distribusi spasial perjalanan dengan distribusi tata guna lahan yang terdapat pada suatu wilayah. Dalam hal ini konsep dasarnya adalah bahwa suatu perjalanan dilakukan untuk kegiatan tertentu di lokasi yang dituju, dan lokasi kegiatan tersebut ditentukan pola tata guna lahan kota tersebut, oleh karenanya faktor tata guna lahan sangat berperan. Ciri perjalanan spasial, yaitu pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang.

a) Pola perjalanan orang

(19)

19 b) Pola perjalanan barang

Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi yang sangat tergantung pada pola tata guna lahan pemukiman (konsumsi) serta industri dan pertanian (produksi). Selain itu pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke daerah konsumsi, 80% perjalanan barang yang dilakukan di kota menuju daerah perumahan, ini menunjukkan bahwa perumahan merupakan daerah konsumsi yang dominan. Untuk lebih jelasnya mengenai klasifikasi pergerakan orang diperkotaan berdasarkan maksud perjalanan dapat dilihat pada Tabel II-1 berikut ini:

Tabel II-1

Klasifikasi Pergerakan Orang Diperkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan

Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50% penduduk. Perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk:

a. Pulang ke rumah b. Mengangkut barang c. Ke dan dari rapat

Sumber: LPM-ITB (1996, 1997ac)

2.4 Angkutan Umum

(20)

20 melakukan perjalanan menuju guna lahan tempat dimana barang dan jasa tersebut dapat diperoleh. Dalam segi kelompok konsumen, menurut Warpani (2002) menyatakan bahwa terdapat dua kelompok konsumen jasa angkutan yaitu captive riders yang tidak memiliki akses dalam menggunakan kendaraan pribadi, dan choice riders yang mampu memiliki kendaraan sendiri atau memilih moda yang akan digunakan.

2.4.1 Angkutan Umum Massal

Pada dasarnya sarana angkutan umum massal diadakan yaitu untuk mengurangi beban lalu lintas dalam sistem transportasi, tetapi pada dasarnya tidak berjalan sesuai yang diharapkan, ternyata ada satu dampak yang ditimbulkan dengan adanya sarana angkutan umum massal yaitu kemacetan. Namun hal itu dapat terjadi karena pengelolaan sistem yang kurang baik sehingga terjadi demikian.

Pada umumnya alat transportasi dirancang untuk membantu manusia dalam pergerakan, namun ternyata ada beberapa alat transportasi yang dirancang secara khusus untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang. Salah satunya yaitu dengan adanya bus rapid transit yang dirancang serba khusus untuk melayani penumpang agar bisa lebih menggunakan angkutan umum massal dibanding dengan angkutan pribadi. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan mengenai bus rapid transit.

2.4.2 Bus Rapid Transit

(21)

21 Transit Cooperative Research Program (2003) mengungkapkan bahwa terdapat 7 komponen dalam sistem BRT (Bus Rapid Transit), yaitu:

1. Jalur (Running Ways) adalah jalan raya pada umumnya jalan tersebut diambil satu atau dua jalur (sesuai dengan kondisi jalan yang ada) sebagai jalur khusus sistem BRT yang tidak boleh diakses oleh kendaraan lainnya.

2. Stasiun (Stations), Stasiun BRT sebaiknya mudah diakses oleh calon penumpang, selain itu jarak antar stasiun perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan berbagai variabel, seperti daerah pusat kota, pusat distribusi, pemukiman warga, tempat hiburan, dan lain-lain.

3. Kendaraan (Vehicles), Kendaraan BRT harus memiliki daya angkut yang sangat besar yang mampu membawa penumpang dalam jumlah banyak per periode waktu. Selain itu kendaraan yang digunakan sebaiknya berbahan bakar ramah lingkungan.

4. Pelayanan (Services), Sistem operasi BRT menitikberatkan pada kecepatan, reliabilitas, dan kenyamanan bagi penumpang. BRT harus mampu melayani penumpang dalam jumlah yang sangat banyak dan penumpang tidak menunggu terlalu lama dalam antrian menunggu bus maupun dalam waktu tempuh perjalanan penumpang di dalam bus.

5. Struktur Rute (Route Structure), Memberikan kejelasan rute yang dilalui oleh bus, lengkap dengan informasi halte mana saja yang disinggahi maupun yang tidak disinggahi oleh bus-bus tertentu.

6. Sistem Pembayaran (Fare Collection), Membuat sistem pembayaran diluar bus yaitu di halte keberangkatan, selain itu sistem pembayaran harus cepat dan mudah (menggunakan kartu khusus jika diperlukan). Kemudian loket pembayaran dibuat lebih dari satu untuk mengurangi antrian penumpang di loket pembayaran.

(22)

22

2.4.3 Tipe Perhentian Angkutan Umum

Tipe pemberhentian angkutan umum dibedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan posisi dari perhentian dimaksudkan terhadap lalu lintas lainnya. Secara umum dikenal tiga tipe perhentian angkutan umum yaitu:

a. Curb - side adalah perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan pada pedestrian.

b. Lay - bys adalah perhentian yang terletak tepat pada pinggir perkerasan dengan sedikit menjorok.

c. Bus - bay adalah perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan yang ada. Secara umum karakteristik geometrik dari perhentian tipe ini adalah berupa jalur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang.

2.4.4 Tempat Perhentian (Shelter)

1) Tata letak shelter

Ditinjau dari sudut tata letak penempatannya maka shelter dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Shelter dengan sidewalk di depan. Pada tipe ini penumpang dapat masuk ke shelter dengan mudah, karena pada dasarnya hanya dibutuhkan melangkah untuk masuk ke daerah shelter, tetapi akan kebalikan bagi calon penumpang yang akan segera masuk ke angkutan umum karena mengalami kesulitan jika jumlah pejalan kaki (pedestrian) jumlahnya cukup banyak.

b. Shelter dengan sidewalk di belakang. Letak shelter pada tipe ini tepat di tempat angkutan umum berhenti, sehingga memungkinkan penumpang untuk dapat turun langsung dari angkutan umum.

2) Prasarana shelter

a. Dibangun sedekat mungkin dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki. b. Memiliki lebar 2,00 meter, panjang 4,00 meter, dan tinggi bagian atap yang

paling bawah 2,50 meter dari lantai shelter.

(23)

23

3) Tipe shelter

Ditinjau dari konstruksinya, shelter dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:

1. Cantilever shelter adalah bangunan shelter yang atapnya ditahan dengan konstruksi cantilever, artinya dindingnya hanya terletak pada satu sisi saja. 2. Enclosed shelter adalah bangunan shelter yang memiliki dinding lebih dari

satu dan juga atapnya disokong oleh satu dinding.

2.5 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Analisis deskriptif kuantitatif adalah statistik yang digunakan untuk analisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul. Teknik analisis ini biasa digunakan untuk penelitian-penelitian yang bersifat eksplorasi. Penelitian-penelitian jenis ini biasanya hanya mencoba untuk mengungkap dan mendeskripsikan hasil penelitiannya.

Teknik analisis statistik deskriptif yang dapat digunakan antara lain:

1. Penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi dan tabulasi silang (crosstab). Dengan analisis ini akan diketahui kecenderungan hasil temuan penelitian, apakah masuk dalam kategori rendah, sedang atau tinggi. 2. Penyajian data dalam bentuk visual seperti histogram, poligon, ogive, diagram batang, diagram lingkaran, diagram pastel (pie chart), dan diagram lambang.

2.6 Analisis Crosstabulation (Tabulasi Silang)

Tabulasi silang merupakan metode analisis kategori data yang menggunakan data nominal, ordinal, interval serta kombinasi diantaranya. Prosedur tabulasi silang digunakan untuk menghitung banyaknya kasus yang mempunyai kombinasi nilai-nilai yang berbeda dari dua variabel dan menghitung harga-harga statistik berserta ujinya.

(24)

24 menggunakan model yang disebut dengan Hirarchical Log Linier. Tabulasi silang merupakan metode untuk mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda ke dalam suatu matriks yang hasilnya disajikan dalam suatu tabel dengan variabel yang tersusun dalam baris dan kolom (Indratno, I, Irwinsyah R, 1998).

Kegunaan analisis tabulasi silang adalah dalam menyelesaikan permasalahan analisis data. Manfaat yang dapat diperoleh dari analisis tabulasi silang, khususnya dalam perencanaan wilayah dan kota, adalah:

1. Membantu menyelesaikan penelitian yang berkaitan dengan penentuan hubungan antara variabel atau faktor yang diperoleh dari data kualitatif, setelah melalui uji statistik.

2. Menentukan besarnya derajat asosiasi (hubungan kuat atau lemah).

3. Dapat menentukan variabel dependent (terikat) dan variabel independent (bebas) dari dua variable yang dianalisis.

2.7 Tinjauan Studi Terdahulu

(25)

25

Metode Variabel Output

1 Judul artikel:

Tujuan dari studi ini adalah untuk  Jarak ke jaringan pelayanan

angkutan umum

 Jarak terhadap pusat kota  Jarak ke lokasi kerja  Jarak ke loaksi sekolah  Jarak ke lokasi belanja  Jarak ke lokasi rekreasi  Jumlah anggota rumah tangga  Jumlah anak

 Jumlah motor

 Pendapatan rumah tangga  Pengeluaran rumah tangga  Usia

 Perilaku perjalanan suami istri pada saat weekday dilakukan secara sendiri-sendiri untuk memenuhi kebutuhan dan aktivitas masing-masing.  Saat weekend sebanyak 83%

rumah tangga menyatakan bahwa aktivitas rekreasi di luar rumah seperti olahraga, makan di luar, rekreasi, jalan-jalan, dan mengunjungi kerabat dilakukan secara joint dengan suami dan anak.

(26)

26

Metode Variabel Output

2 Judul artikel:  Jarak ke jaringan pelayanan

angkutan umum

 Jarak terhadap pusat kota  Jarak ke lokasi kerja  Jarak ke loaksi sekolah  Jarak ke lokasi belanja  Jarak ke lokasi rekreasi  Jenis kelamin

 Struktur usia  Pendidikan terakhir  Struktur rumah tangga  Kepemilikan kendaraan

bermotor  Pendapatan  Pengeluaran

 Berdasarkan studi ini diketahui bahwa peran suami dan istri dalam rumah tangga

menyebabkan keduanya memiliki aktivitas yang berbeda sehingga perilaku perjalanannya pun berbeda.

 Ditemukan pada wilayah studi bahwa 97% dari total responden suami berstatus aktif bekerja sedangkan untuk istri hanya 47% dari total responden yang bekerja.  Perilaku perjalanan rumah tangga

juga ditemukan berbeda antara saat hari kerja dengan saat akhir pekan.

 Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi perilaku perjalanan rumah tangga pada hari kerja adalah aktivitas mengantar anggota keluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa suami dan istri memiliki peran ganda dalam rumah tangga, yaitu selain aktif bekerja dan

(27)

27

Metode Variabel Output

 Biaya transportasi  Status pekerjaan  Jenis pekerjaan

 Variabel bebas yang

mempengaruhi aspek perilaku perjalanan rumah tangga pada akhir pekan adalah variabel aktivitas non-harian, seperti mengunjungi kerabat, rekreasi, dan jalan-jalan. Hal ini

mengindikasikan bahwa aktivitas non-harian, baik pada suami maupun pada istri, sama-sama meningkat pada akhir pekan.  Hasil analisis menunjukkan

bahwa 80% pergerakan suami istri pada akhir pekan didominasi oleh untuk aktivitas rekreasi dan dilakukan secara bersama-sama. pesat, hal ini akan mempengaruhi bertambahnya orang yang datang ke banda aceh baik melalui  Jumlah perjalanan

 Kendaraan yang digunakan  Perlu tidaknya pengadaan

bus damri

 Dari total responden di Pelabuhan Ulee Lheue 60% responden melakukan perjalanan 1 kali sebulan ke Banda Aceh dengan tujuan kedatangan wisata/rekreasi (31%) melalui Pelabuhan Ulee Lheue.

 Variabel sosial ekonomi yang terdiri dari besar pengeluaran, jenis pekerjaan dan tujuan kedatangan memiliki hubungan terhadap tarikan pergerakan yang terjadi di Pelabuhan Ulee Lheue.  Tarikan pergerakan di Pelabuhan

(28)

28

Metode Variabel Output

Jurnal teknik akan ke Banda Aceh dari Pelabuhan Ulee

hubungan yang kuat dengan variabel tujuan kedatangan.  Kebutuhan angkutan umum damri

rute Banda Aceh- Pelabuhan Ulee Lheue adalah 1 unit damri yang beroperasi 3 kali sehari.

4 Judul artikel:

(29)

29

Metode Variabel Output

sepeda motor tinggal di pusat kota

Tujuan:  Jarak terhadap pusat kota  Jarak ke lokasi kerja  Jarak ke loaksi sekolah  Jarak ke lokasi belanja  Jarak ke lokasi rekreasi  Jenis kelamin  Biaya transportasi  Status pekerjaan  Jenis pekerjaan

sehingga perilaku perjalanan keduanya pun berbeda.

 Hal tersebut ditemui pada kondisi di lapangan, di mana 97% dari total responden suami berstatus aktif bekerja, sedangkan itu hanya 47% dari total responden istri yang bekerja. Oleh karena itu, frekuensi pergerakan, waktu tempuh, biaya perjalanan, serta jarak tempuh yang dihasilkan oleh suami lebih besar dibandingkan dengan istri.

 Berdasarkan hasil analisis regresi linier, diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi perilaku perjalanan rumah tangga pada hari kerja adalah aktivitas mengantar anggota keluarga.  Hal tersebut mengindikasikan

bahwa suami memiliki peran dan istri memiliki peran ganda dalam rumah tangga, yaitu selain aktif bekerja dan melakukan aktivitas rumah tangga, pasutri mendukung pergerakan anggota keluarga lainnya, baik istri maupun anak.  Sedangkan itu, variabel bebas

(30)

30

Metode Variabel Output

akhir pekan adalah variabel aktivitas non-harian seperti mengunjungi kerabat, rekreasi, dan jalan-jalan.

 Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas non-harian baik pada suami maupun istri sama-sama meningkat pada akhir pekan, yang didukung dengan hasil olahan data, di mana 80% pergerakan suami istri pada akhir pekan khususnya untuk aktivitas rekreasi dilakukan secara

 Pendapatan rata-rata pelaku perjalanan perbulan  Pemilikan kendaraan pribadi

(roda dua) dan jumlah kendaraan (roda empat)  Maksud perjalanan  Seringnya menggunakan

moda angkutan  Waktu perjalanan

 Biaya/tarif/ongkos rata-rata perhari

 Waktu menunggu

(31)

31

Metode Variabel Output

hlm 183-198 menampung volume

pergerakan yang ada.

 Ketepatan waktu berangkat dan tiba

 Ketersediaan tempat parkir  Biaya untuk bbm

 Biaya perawatan kendaraan pribadi

 Pajak kendaraan

 Ketersediaan tempat duduk  Kemudahan mendapatkan

moda angkutan

 Kemudahan masuk dan keluar moda angkutan

 Kemudahn untuk pertukaran moda

 Keamanan selama perjalanan  Kenyamanan selama

perjalanan.

sebesar 75 %, mobil pribadi ke KRL sebesar 63 %, sepeda motor ke bus sebesar 80 %, dan sepeda motor ke KRL sebesar 72 %.

(32)

32

2.8 Variabel Penelitian yang Digunakan

Dalam mencapai tujuan penelitian, variabel – variabel penelitian yang digunakan harus relevan berdasarkan kajian literature yang ada. Berikut merupakan variabel – variabel penelitian berdasarkan kajian literature terdahulu, untuk lebih jelasnya dilihat pada Tabel II-3.

Tabel II-3

Variabel – variabel yang Digunakan dari Penelitian Terdahulu

No Variabel Penelitian

Penulis Ikfi Maryama

Ulfa

Okto Risdianto M

Andi seriawan

Kefas Radito Umbu Saki

Ronando Ferdiansyah

1 Jarak perjalanan   

2 Waktu tempuh    

3 Biaya perjalanan    

4 Frekuensi perjalanan     

5 Jumlah anggota keluarga   

6 Jumlah anak   

7 Kepemilikan kendaraan bermotor    

8 Pendapatan    

9 Pengeluaran    

10 Usia    

11 Jenis kelamin   

12 Tingkat pendidikan   

13 Jenis pekerjaan    

14 Tujuan kedatangan 

15 Jenis kendaraan 

16 Perlu tidaknya pengadaan bus damri 

17 Maksud perjalanan    

18 Kegunaan mendapatkan moda 

19 Kemudahan pertukaran moda 

20 Pelayanan 

(33)

33 Berdasarkan variabel - variabel penelitian diatas, maka variabel yang akan digunakan dalam penelitian untuk melihat ada tidaknya hubungan antar perilaku perjalanan dan ada tidaknya hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku perjalanan penumpang TMB dengan tujuan bekerja pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum sebagai berikut:

a. Karakteristik sosial ekonomi:

 Jenis kelamin;

 Jenis pekerjaan;

 Usia;

 Tingkat pendidikan;

 Status dalam keluarga;

 Status rumah tempat tinggal;

 Pendapatan dan,

 Kepemilikan kendaraan bermotor;

b. Karakteristik perilaku perjalanan:

 Asal dan tujuan perjalanan;

 Lokasi naik dan turun dari bus TMB;

 Moda yang digunakan dari tempat asal menuju shelter atau lokasi TMB;

 Moda yang digunakan setelah menggunakan TMB untuk menuju tujuan perjalanan;

 Rata - rata waktu perjalanan menggunakan TMB per minggu;

 Rata - rata waktu perjalanan total termasuk menggunakan TMB per minggu;

 Alokasi biaya transportasi (per minggu) untuk TMB;

 Alokasi total biaya transportasi (per minggu) termasuk menggunakan TMB dan,

(34)

34 BAB III

GAMBARAN UMUM TRANS METRO BANDUNG

Pada bab ini akan membahas mengenai gambaran umum TMB yang meliputi: Gambaran umum TMB, visi dan misi penyelenggaraan, maksud dan tujuan pengoperasian, dasar hukum penyelenggaraan, rute TMB, tarif TMB, prasarana dan kendaraan serta sistem tiketing TMB dan angkutan kota sebagai feeder dengan TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP.

3.1 Gambaran Umum TMB

TMB dibentuk berdasarkan peraturan Walikota Bandung tentang pola transportasi makro di Kota Bandung. TMB merupakan angkutan massal perkotaan yang dibentuk untuk memperbaiki sistem angkutan umum perkotaan melalui manajemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan umum massal sesuai dengan keinginan masyarakat serta meningkatkan pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi darat di kawasan perkotaan Bandung dengan berbasis bus mengganti sistem setoran menjadi sistem pembelian pelayanan bus terjadwal. Pengoperasian TMB ini dengan pola berhenti di shelter yang khusus, aman, nyaman, andal, terjangkau, dan ramah bagi lingkungan.

(35)

35 3.1.1 Visi dan Misi Penyelenggaraan TMB

Visi dan Misi

Terselenggaranya angkutan umum perkotaan yang aman, nyaman, mudah, tepat waktu, tarif yang terjangkau dengan standar pelayanan prima. Adapun misi penyelenggaraan TMB yaitu:

a. Reformasi sistem pelayanan angkutan umum perkotaan bagi penumpang jasa angkutan dan masyarakat.

b. Memperbaiki pelayanan angkutan umum perkotaan ke arah yang lebih baik penumpang jasa dan operator angkutan dengan jaminan ke berlangsungan operasional di Kota Bandung.

c. Memperbaiki permasalahan angkutan umum perkotaan jangka menengah dan jangka panjang.

d. Terintegrasinya sistem pelayanan angkutan umum perkotaan berbasis jalan dengan moda transportasi lainnya.

e. Membangun pelayanan publik yang berbasis kepada tata kelola pemerintah yang baik, akuntabilitas dan transparansi.

3.1.2 Tujuan Pengoperasian TMB

Sebagai upaya dalam mendukung perbaikan sistem dan insfrastruktur transportasi yang dapat mendukung kegiatan masyarakat serta mengurangi persoalan yang ada, maka pemerintah Kota Bandung menyelenggarakan sebuah alat transportasi massal yang terintegrasi dengan angkutan lainnya untuk memudahkan masyarakat dalam kegiatan berlalu lintas terutama kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Untuk itu maksud dan tujuan penyelenggaraan TMB sebagai berikut:

Maksud

a. Reformasi sistem angkutan umum perkotaan melalui manajemen pengelolaan maupun penyediaan sarana angkutan massal sesuai dengan keinginan masyarakat yaitu aman, nyaman, mudah, tepat waktu dan murah.

(36)

36 Tujuan

a. Perbaikan sistem pelayanan angkutan umum perkotaan. b. Perbaikan manajemen pengolahan angkutan umum perkotaan.

c. Perbaikan pola operasi angkutan umum perkotaan (misalnya berhenti pada tempat yang ditentukan, strandarisasi armada angkutan).

d. Penghubung simpul transportasi (Terminal Bus, Stasiun KA, serta Bandara), pusat kegiatan masyarakat.

e. Penghubung seluruh wilayah perkotaan di Kota Bandung.

3.1.3 Dasar Hukum Penyelenggaraan TMB

Dalam membuat dan mengeluarkan kebijakan tentunya ada landasan hukum yang menunjang suatu kebijakan tersebut. Adapun landasan hukum dalam peneyelenggaraan TMB sebagai berikut:

a. Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 158 Ayat (1) dan (2).

b. Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 3 tahun 2008 tentang penyelenggaraan perhubungan di Kota Bandung.

c. Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 8 tahun 2008 tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) Kota Bandung 2005 – 2025. d. Keputusan Walikota Bandung Nomor 551.2/Kep 646-Huk/2006 tentang

pengoperasian Trans Metro Bandung pada koridor Cicaheum – Cibiru. e. Keputusan Walikota Bandung Nomor 551/Kep 764-DisHub/2012 tentang

pengoperasian Trans Metro Bandung pada koridor Cicaheum – Cibeureum. f. Keputusan Walikota Bandung Nomor 551.2/Kep 694-DisHub/2008 tentang

tarif angkutan umum massal bus Trans Metro Bandung.

g. Peraturan Walikota Bandung Nomor 704 tahun 2008 tentang standar pelayanan minimal (SPM) pengoperasian Trans Metro Bandung.

(37)

37 3.1.4 Rute TMB

Rute pengoperasian TMB saat ini terdapat dua koridor, untuk koridor I (Cibeureum – Cibiru) dan koridor 2 (Cicaheum – Cibeureum) dan selain itu adapula rencana pembukaan jalur baru koridor 3 dengan rute (Cicaheum – Sarijadi – Cicaheum).

Rute TMB koridor 1 (Cibeureum – Cibiru) sebagai berikut: a. Rute Keberangkatan

Cibeureum – Jl. Rajawali Barat – Jl.Elang - Jl. Soekarno-Hatta - Bunderan Cibiru. b. Rute Kembali

Bunderan Cibiru (Jl. Cibiru) - Jl. Soekarno-Hatta - Jl. Jendral Sudirman - Cibeureum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1

Rute TMB Koridor I (Cibeureum – Cibiru)

Rute TMB koridor 2 (Cicaheum – Cibeureum) sebagai berikut: a. Rute Keberangkatan

Terminal Cicaheum – Jl. Jend. Ahmad Yani – Jl. Ibrahim Aji – Jl. Jakarta – Jl. Ahmad Yani – Jl. Asia Afrika – Jl. Jendral Sudirman – Jl. Elang – Cibeureum.

b. Rute kembali

(38)

38 Gambar 3.2

Rute TMB Koridor 2 (Cicaheum – Cibeureum)

Rute baru TMB Koridor 3 (Cicaheum – Sarijadi - Cicaheum) sebagai berikut: a. Rute Keberangkatan

Terminal Cicaheum – Jl.PH.H.Mustofa – Jl. Surapati – Jl. Layang Pasupati – Jl.Pasteur – Jl. Dr Djunjunan – Jl.Prof. Drg. Surya Sumantri – Jl. Lemahnenduk – Jl. Terusan Prof. Dr. Suta – Sarijadi.

b. Rute kembali

Sarijadi – Jl. Terusan Prof. Dr. Suta – Jl. Lemahnenduk – Jl.Prof. Drg. Surya Sumantri – Jl. Dr Djunjunan – Jl.Pasteur – Jl. Layang Pasupati – Jl. Surapati – Jl.PH.H.Mustofa - Terminal Cicaheum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 3.3.

Gambar 3.3

(39)

39 3.1.5 Tarif TMB

Berdasarkan keputusan Walikota Bandung Nomor: 551.2/Kep.694-DISHUB/2008 tentang tarif angkutan umum massal Bus TMB dalam rangka mendukung pelaksanaan pengoperasian angkutan massal TMB dan untuk adanya kepastian hukum dan kepastian nilai guna melindungi penumpang jasa angkutan serta sesuai ketentuan dalam Pasal 152 pada huruf e Peraturan Daerah Kota Bandung, maka dipandang perlu untuk menetapkan tarif sebagai standar harga bagi penumpang jasa angkutan TMB. Berdasarkan keputusan tersebut menetapkan bahwa tarif TMB sebesar Rp.3000 untuk penumpang umum dan Rp.1.500 untuk penumpang pelajar/mahasiswa.

3.2 Prasarana, Kendaraan serta Sistem Ticketing TMB Koridor 2

Tujuan dari pengoperasian TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum ini didasarkan pada tingkat kebutuhan masyarakat perkotaan akan moda transportasi umum perkotaan yang aman, nyaman, tepat waktu dan terorganisasi dengan baik, serta mewujudkan terbentuknya sistem angkutan massal perkotaan yang saling terintegrasi dan terkoneksi satu dengan yang lainnya, sehingga masyarakat mempunyai pilihan akan moda transportasi yang akan digunakan, dan aksesibilitas masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya dapat dilayani oleh moda transportasi umum secara terpadu. Untuk data panjang Koridor 2 Cicaheum – Cibeureum yaitu 22.3 Km dengan Cycle time/RIT 220.7 menit dan time headway 5 menit serta jumlah bus yang beroperasi 10 buah (Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2014).

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung tahun 2014 mengenai jumlah penumpang TMB koridor 2 dari tahun pertama diselenggarakan yaitu pada tahun 2012 jumlah penumpang umum TMB sebanyak 12,946 orang, serta pada tahun 2013 jumlah penumpang umum TMB sebanyak 280,265 orang dan pada tahun 2014 jumlah penumpang umum TMB sebanyak 356,744 orang. Dari data yang didapat menunjukan bahwa setiap tahunnya jumlah penumpang TMB terus meningkat, dengan fenomena seperti ini menunjukan bahwa TMB sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat Kota Bandung dan Sekitarnya.

(40)

40 Tabel III-1

Jumlah Penumpang Umum TMB Tahun 2012 – 2014

Bulan Jumlah Penumpang Umum

2012 2013 2014

Januari - 25,450 18,215

Februari - 15,494 14,853

Maret - 9,904 6,408

April - 23,017 21,564

Mei - 22,446 43,848

Juni - 23,298 45,249

Juli - 28,312 26,922

Agustus - 23,594 39,466

September - 27,254 34,792

Oktober - 29,295 28,186

November - 26,702 35,728

Desember 12,946 25,499 41,513

Jumlah 12,946 280,265 356,744

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2015.

Gambar 3.4

Grafik Jumlah Penumpang TMB Tahun 2012 – 2014 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2015.

3.2.1 Bentuk Fisik Shelter dan Lokasi Shelter

Shelter merupakan tempat naik dan turunnya penumpang serta tempat menunggunya waktu kedatangan bus. Shelter biasanya di tempatkan di lokasi – lokasi strategis seperti dekat dengan pusat kegiatan dengan intensitas tinggi. Shelter di desain dengan konsep senyaman mungkin, agar masyarakat/ calon penumpang bus dapat nyaman pada saat menunggu kedatangan bus. Shelter direncanakan setiap 300 meter. Shelter TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum tersebar di 26 lokasi.

0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000

(41)

41 Berikut ini merupakan titik – titik lokasi shelter TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum dapat dilihat pada Tabel III-2.

Tabel III-2

Lokasi dan Titik Shelter TMB Koridor 2 (Cicaheum – Cibeureum)

NO RUAS JALAN TITIK LOKASI KETERANGAN

1 Jl. Ah. Nasution Area Terminal Cicaheum Shelter TMB Koridor 2

2 Jl. Ahmad Yani Depan BCA Cicadas Shelter TMB Koridor 2

3 Jl. Ibrahim Adjie Depan Ex. Matahari Shelter TMB Koridor 2

4 Jl. Jakarta +70 Meter setelah

Persimpangan Kiaracondong

Shelter TMB Koridor 2

5 Jl. Jakarta No.40 Depan Gedung Agronesia Shelter TMB Koridor 2

6 Jl. Ahmad Yani Depan Stadion Persib Shelter TMB Koridor 2

7 Jl. Ahmad Yani Depan Bengkel One Day (Rel KA)

Shelter TMB Koridor 2

8 Jl. Ahmad Yani Depan Kantor Pos Kosambi Shelter TMB Koridor 2

9 Jl. Asia Afrika Depan Bank Panin Shelter TMB Koridor 2

10 Jl. Asia Afrika Alun-Alun Shelter TMB Koridor 2

11 Jl. Sudirman +70 Meter Sebelum Bunderan Cibeureum

Shelter TMB Koridor 2

12 Jl. Sudirman Depan SDN Raya Barat Shelter TMB Koridor 2

13 Jl. Sudirman Depan PAL 3 (Cijerah) Shelter TMB Koridor 2

14 Jl. Elang Samping Indomart Shelter TMB Koridor 2

15 Jl. Rajawali Barat Depan Gudang Shelter TMB Koridor 2

16 Jl. Rajawali Timur +60 Setelah Persimpangan Garuda

Shelter TMB Koridor 2

17 Jl. Rajawali Timur Depan Rajawali Plaza Shelter TMB Koridor 2

18 Jl. Kebon Jati Depan RS Kebonjati Shelter TMB Koridor 2

Shelter TMB Koridor 2

21 Jl. Lembong Depan Plaza Telkom Shelter TMB Koridor 2

22 Jl. Ahmad Yani Depan Pasar Kosambi Shelter TMB Koridor 2

23 Jl. Ahmad Yani Depan Segitiga Emas Shelter TMB Koridor 2

24 Jl. Ahmad Yani Depan Dinas Pendidikan Shelter TMB Koridor 2

25 Jl. Ahmad Yani Depan Balai Besar Tekstil Shelter TMB Koridor 2

26 Jl. Ahmad Yani Seberang Sekejati Shelter TMB Koridor 2 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2014

(42)

42 ( Shelter Awal Cicaheum )

( Shelter Akhir Cibeureum )

Gambar 3.5 Kondisi Shelter TMB (Sumber: Hasil Survey, 2015)

(43)

43 3.2.2 Bentuk Fisik Bus TMB

Bus TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum berukuran bus besar dengan warna biru muda dan biru tua dengan corak hijau dan kuning dan juga desain yang menarik sehingga dapat menarik perhatian masyarakat ketika sedang melintas. Jumlah bus yang beroperasi sebanyak 10 bus dengan kapasitas bus sebanyak 55 penumpang dengan ketentuan 30 penumpang duduk dan 25 penumpang berdiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Kondisi Fisik Bus TMB

(Sumber: Hasil Survey, 2015)

3.2.3 Sistem Ticketing

Sistem ticketing adalah cara pembelian tiket untuk perjalanan bus TMB. Ada dua jenis sistem ticketing yaitu sistem manual dan sistem kartu elektric. Sistem manual berupa pembayaran langsung pada saat sebelum menggunakan bus dan juga pada saat di dalam bus sedangkan sistem kartu elektric adalah pengisian kartu secara berkala sehingga kartu dapat digunakan kapan saja.

Berikut ini merupakan sistem ticketing yang diterapkan oleh pengelola TMB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7

Gambar 3.7

(44)

44 Kondisi eksisting sistem tiket TMB tidak sesuai dengan rencana, pada kondisi sebenarnya sistem tiket tidak menggunakan karcis atau kartu melainkan masih menggunakan sistem pemungutan manual oleh kondektur. Tentunya hal tersebut harus menjadi bahan evaluasi untuk pihak pengelola TMB agar penumpang nyaman pada saat berada di dalam bus. Penarikan ongkos oleh kondektur dapat di lihat pada

Gambar 3.8 di bawah ini:

Gambar 3.8

Kondisi Penarikan Ongkos Penumpang TMB (Sumber: Hasil Survey, 2015)

3.3 Angkutan Kota sebagai Trayek Pengumpan (Feeder) Bus TMB Koridor

2 Cicaheum – Cibeureum PP

Kota Bandung di dominasi oleh angkot dengan jumlah trayek sebanyak 39 unit.

Dalam mewujudkan terciptnya angkutan umum massal yang dapat memberikan pilihan

(45)

45 Berikut ini merupakan gambaran umum angkot sebagai trayek pengumpan (feeder) dengan bus TMB di Kota Bandung. Dasar Hukum: Keputusan Walikota Bandung No. 551/Kep.055-Huk/2008, Tgl. 17-01-2008 tentang penetapan trayek dan jumlah kendaraan penumpang umum dalam setiap trayek yang beroperasi di wilayah Kota Bandung dapat dilihat pada Tabel III-3 berikut ini:

Tabel III-3

Jumlah Armada Angkutan Kota sebagai Trayek Pengumpan dengan Bus TMB Koridor 2 (Cicaheum – Cibeureum PP)

No Lintasan Trayek dan Kode Jarak (Km) Jumlah

1 Abdul Muis – Cicaheum Via Binong (1.A) 16.3 355

2 Abdul Muis – Cicaheum Via Aceh (1.B) 11.55 100

3 Abdul Muis – Elang (4) 9.75 101

4 Cicaheum – Ledeng (5) 14.25 214

5 Cicaheum – Ciroyom (6) 17 206

6 Cicaheum – Ciwastra – Derwati (7) 17 200

7 Cicaheum – Cibaduyut (8) 16.1 150

8 Stasiun Hall – Dago (9) 10 52

9 Stasiun Hall – Gede Bage (12) 21 200

10 Margahayu Raya – Ledeng (15) 19.8 125

11 Dago – Riung Bandung (16) 20.6 201

12 Pasar Induk Caringin – Dago (17) 19.85 140

13 Panghegar Permai – Dipati Ukur – Dago (18) 19.35 155

14 Ciroyom – Cikudapateuh (21) 16.05 140

15 Sederhana – Cijerah (23) 9 63

16 Ciwastra – Ujung Berung (25) 13.95 32

17 Cisitu – Tegallega (26) 22.3 82

18 Cijerah – Ciwastra – Derwati (27) 22.45 200

19 Elang – Gede Bage – Ujung Berung (28) 10.55 115

20 Cicadas – Elang (30) 13.7 300

21 Antapani – Ciroyom (31) 13.65 160

22 Cicadas – Cibiru – Panyileukan (32) 24.35 200

23 Bumi Panyileukan – Sekemirung (33) 18.1 125

(46)

46 BAB IV

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DENGAN PERILAKU PERJALANAN PENUMPANG TMB DENGAN TUJUAN

BEKERJA PADA KORIDOR 2 CICAHEUM – CIBEUREUM PP

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai karakteristik sosial ekonomi, perilaku perjalanan penumpang TMB, serta hubungan antar aspek perilaku perjalanan penumpang TMB dan hubungan perilaku perjalanan dengan karakteristik sosial ekonomi penumpang TMB dengan tujuan bekerja. Karakteristik sosial ekonomi dan perilaku perjalanan penumpang TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP, didapatkan dari hasil survey lapangan dengan cara menyebarkan kuesioner, dimana sampel yang diambil sebanyak 150 responden. Dari data tersebut hanya 135 responden yang valid dan dapat diolah, lebih jelas dapat dilihat di bawah ini.

4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Penumpang TMB

Berdasarkan kajian literature maka pada penelitian ini ditetapkan 8 aspek yang termasuk ke dalam karakteristik sosial ekonomi penumpang TMB, diantaranya jenis kelamin, jenis pekerjaan, usia, pendidikan terakhir, status dalam keluarga, status rumah tempat tinggal, pendapatan perbulan dan kepemilikan kendaraan bermotor.

4.1.1 Jenis Kelamin Penumpang TMB

Informasi jenis kelamin merupakan salah satu informasi dasar penumpang TMB. Berdasarkan jenis kelamin, penumpang TMB dapat dilihat pada Tabel IV-1

dan Gambar 4.1 sebagai berikut:

Tabel IV-1

Penumpang TMB Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2015

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki - Laki 70 52%

2 Perempuan 65 48%

Jumlah 135 100%

(47)

47 Gambar 4.1

Persentase Penumpang Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2015 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan pada tabel dan gambar grafik di atas menunjukan bahwa dari 135 responden penumpang TMB terdapat 70 responden berjenis kelamin laki- laki dengan persentase 52% dan terdapat 65 responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase 48%. Data tersebut menunjukan bahwa penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP tidak didominasi oleh gender tertentu akan tetapi lebih banyak penumpang dengan berjenis kelamin laki – laki.

4.1.2 Jenis Pekerjaan Penumpang TMB

Berikut ini menjelaskan mengenai informasi penumpang TMB berdasarkan jenis pekerjaan, untuk itu dapat dilihat pada Tabel IV-2 dan Gambar 4.2 berikut ini:

Tabel IV-2

Penumpang TMB Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2015

No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase

1 PNS/TNI 22 16%

2 Pegawai Swasta 75 56%

3 Wiraswasta 38 28%

4 Lainnya 0 0%

Jumlah 135 100%

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Laki - Laki 52% Perempuan

48%

(48)

48 Gambar 4.2

Persentase Penumpang TMB Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2015 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan pada tabel dan gambar grafik di atas menunjukan bahwa dari 135 responden penumpang TMB menurut jenis pekerjaan terdapat 75 responden sebagai pegawai swasta dengan persentase 56%, 38 responden sebagai wiraswasta dengan persentase 28%, 22 responden sebagai PNS/TNI dengan persentase 16% sedangkan untuk jenis pekerjaan lainnya diluar kategori yang sudah ada, tidak terdapat responden. Data tersebut menunjukan bahwa penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum paling banyak adalah bekerja sebagai pegawai swasta.

4.1.3 Tingkat Usia Penumpang TMB

Berikut ini akan menjelaskan mengenai informasi penumpang TMB berdasarkan tingkat usia, untuk itu dapat dilihat pada Tabel IV-3 dan Gambar 4.3

berikut ini:

Tabel IV-3

Penumpang TMB Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2015

No Tingkat Usia Frekuensi Persentase

1 20 – 29 Tahun 53 39%

2 30 – 39 Tahun 38 28%

3 40 – 49 Tahun 24 18%

4 > 50 Tahun 20 15%

Jumlah 135 100%

Sumber: Hasil Analisis, 2015

16%

56%

28%

0% 0%

10% 20% 30% 40% 50% 60%

PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya

(49)

49 Gambar 4.3

Persentase Penumpang TMB Berdasarkan Tingkat Usia Tahun 2015 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan pada tabel dan gambar grafik di atas menunjukan bahwa dari 135 responden penumpang TMB menurut tingkat usia terdapat 53 responden dengan persentase 39% memiliki tingkat usia 20 – 29 tahun, terdapat 38 responden dengan persentase 28% memiliki tingkat usia 30 – 39 tahun, terdapat 24 responden dengan persentase 18% dan untuk tingkat usia diatas 50 tahun dengan persentase 15% terdapat 20 responden. Data tersebut menunjukan bahwa penumpang TMB koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP berdasarkan tingkat usia didominasi oleh tingkat usai produktif.

4.1.4 Pendidikan Terakhir Penumpang TMB

Berikut ini akan menjelaskan mengenai informasi penumpang TMB berdasarkan pendidikan terakhir yang sudah atau yang sedang diperoleh, untuk itu dapat dilihat pada Tabel IV-4 dan Gambar 4.4 berikut ini:

Tabel IV-4

Penumpang TMB Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2015

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

1 SD 6 4%

2 SMP 12 9%

3 SMA 59 44%

4 > SMA 58 43%

Jumlah 135 100%

Sumber: Hasil Analisis, 2015

39%

28%

18%

15%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

20-29 Tahun 30-39 Tahun 40-49 Tahun > 50 Tahun

(50)

50 Gambar 4.4

Persentase Penumpang TMB Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2015 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan pada tabel dan gambar grafik di atas menunjukan bahwa dari 135 responden penumpang TMB menurut pendidikan terakhir terdapat 59 resaponden dengan persentase 44% pendidikan terakhirnya adalah SMA, untuk pendidikan terakhirnya lebih dari SMA terdapat 58 responden dengan persentase 43%, selanjutnya untuk pendidikan SMP terdapat 12 responden dengan persentase 9% dan untuk pendidikan SD terdapat 6 responden dengan persentase 4%. Data tersebut menunjukan bahwa untuk pendidikan terakhir responden penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP didominasi oleh pendidikan terakhir SMA dan lebih dari SMA.

4.1.5 Status Dalam Keluarga Penumpang TMB

Berikut ini akan menjelaskan mengenai informasi penumpang TMB berdasarkan status dalam keluarga, dapat dilihat pada Tabel IV-5 dan Gambar 4.5

berikut ini:

Tabel IV-5

Penumpang TMB Berdasarkan Status Dalam Keluarga Tahun 2015

No Status Frekuensi Persentase

1 Ayah 48 35%

2 Ibu 44 33%

3 Anak 43 32%

Jumlah 135 100%

Sumber: Hasil Analisis, 2015

4%

9%

44% 43%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

SD SMP SMA > SMA

(51)

51 Gambar 4.5

Persentase Penumpang TMB Berdasarkan Status Dalam Keluarga Tahun 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan pada tabel dan gambar grafik di atas menunjukan bahwa dari 135 responden penumpang TMB menurut status dalam keluarga terdapat 48 responden berstatus sebagai ayah dengan persentase 35%, 44 responden berstatus sebagai ibu dengan persentase 33% dan 43 responden berstatus sebagai anak dengan persentase 32%. Dari data tersebut menujukan bahwa berdasarkan status dalam keluarga penumpang TMB pada koridor 2 Cicaheum – Cibeureum PP lebih banyak sebagai berstatus sebagai ayah.

4.1.6 Status Rumah Tempat Tinggal Penumpang TMB

Berikut ini akan menjelaskan mengenai informasi penumpang TMB berdasarkan status kepemilikan rumah tempat tinggal, untuk itu dapat dilihat pada

Tabel IV-6 dan Gambar 4.6 berikut ini:

Tabel IV-6

Penumpang TMB Berdasarkan Status Rumah Tempat Tinggal Tahun 2015

No Status Rumah Frekuensi Persentase

1 Hak milik 93 70%

2 Hak guna bangunan 4 1%

3 Kontrak/ Sewa 31 25%

4 Lainnya 7 4%

Jumlah 135 100%

Sumber: Hasil Analisis, 2015

35%

33%

32%

31% 31% 32% 32% 33% 33% 34% 34% 35% 35% 36%

Ayah Ibu Anak

Gambar

Tabel II-3
Grafik Jumlah Penumpang TMB Tahun 2012 Gambar 3.4 – 2014
Tabel III-2
Gambar 3.7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat walkability berdasarkan persepsi pengguna kereta api dari Stasiun Hall menuju ke tempat bekerja dengan tidak menggunakan moda berjalan kaki dengan karakteristik

Shelter SMA 5 dan Balaikota adalah 2 dari 69 pasang shelter yang ada di dua jalur koridor BRT di Kota Semarang yang merupakan shelter transit, dengan demikian pengguna pada