• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan media informasi komunitas adat terpencil Suku Baduy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan media informasi komunitas adat terpencil Suku Baduy"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

64 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Serang Provinsi Banten pada tanggal 25 Agustus 1991 dari ayah yang bernama Drs. H. Oman Supriadi, M.Si dan ibu bernama Imas Tuti Nurlia. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 03 Serang pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2003. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Serang dan tamat pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMAI Nurul Fikri Boarding School Serang dan lulus pada tahun 2009. Setelah tamat SMA, penulis hijrah ke provinsi Jawa Barat dan diterima di Fakultas Desain Program Studi Desain Komunikasi Visual dan dinyatakan lulus pada tanggal 26 juli 2013.

(4)
(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI KOMUNITAS ADAT

TERPENCIL SUKU BADUY

DK 38315/Tugas Akhir

Semester II 2012/2013

Oleh :

Mohammad Laras Taufan

51909027

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayah-Nya laporan tugas akhir ini dapat tersusun hingga selesai dan tak lupa ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga laporan pengantar tugas akhir ini dapat selesai tepat pada waktunya. Laporan pengantar tugas akhir ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi syarat dalam mencapai gelar strata satu (S1) pada jurusan Desain fakultas Desain Komunikasi Visual di Universitas Komputer Indonesia.

Judul laporan pengantar tugas akhir ini adalah Perancangan Media Informasi Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy.Pemilihan judul laporan ini dilandasi adanya keinginan membuat suatu media informasi tentang Suku Baduy yang benar dan interaktif serta disesuaikan dalam penyampaian informasi nya sesuai dengan khalayak sasaran.

Besar harapan laporan pengantar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik masyarakat maupun pembelajar yang membacanya sebagai bahan refrensi dan sumber bacaan mengenai kebudayaan. Dengan masa dan sumber data yang terbatas, disadari bahwa laporan ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu mohon kepada semua pihak untuk memaklumi adanya.

Bandung,22 Agustus 2013

(7)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

SURAT KETERANGAN PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

Bab I Pendahuluan ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 2

I.3 Rumusan Masalah ... 3

I.4 Batasan Masalah ... 3

I.5 Tujuan Perancangan ... 3

Bab II Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy ... 4

II.1 Suku Baduy ... 4

II.1.1 Asal Usul Orang Baduy ... 4

II.1.2 Sebutan Orang Baduy ... 4

II.1.3 Ajaran Sunda Wiwitan ... 5

II.1.3.1 Asal-usul Sunda Wiwitan ... 6

II.1.4 Pembagian Kelompok Masyarakat Kenekes ... 6

(8)

viii

II.1.5.1 Bahasa ... 9

II.1.5.2 Peralatan Hidup Suku Baduy ... 10

II.1.5.3 Mata Pencaharian ... 10

II.1.5.4 Sistem Kekerabatan ... 12

II.1.5.5 Hukum di Masyarakat Baduy ... 13

II.1.5.6 Ilmu Pengetahuan ... 14

II.1.5.7 Kesenian ... 15

II.2 Komunitas Adat Terpencil ... 17

II.3 Nilai Sosial Budaya Suku Baduy ... 18

II.4 Interaksi Sosial Suku Baduy ... 19

II.5 Komunikasi ... 21

II.5.1 Pengertian Komunikasi ... 21

II.5.2 Komponen Komunikasi ... 21

II.5.3 Tujuan Komunikasi ... 22

II.6 Media ... 22

II.6.1 Pengertian Media ... 22

II.6.2 Peranan Media ... 23

II.6.3 Jenis Media ... 24

II.7 Fenomena Masyarakat Luar Mengenai Suku Baduy ... 24

II.8 Solusi Permasalahan ... 25

II.9 Target Audiens ... 26

Bab III Strategi Perancangan dan Konsep Visual ... 27

III.1 Strategi Perancangan ... 27

III.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 27

(9)

ix

III.1.3 Strategi Media ... 29

III.1.4 Strategi Distribusi... 31

III.2 Konsep Visual ... 31

III.2.1 Format Desain ... 32

III.2.2 Tata Letak (Layout) ... 33

III.2.3 Tipografi ... 34

III.2.4 Illustrasi ... 35

III.2.4 Warna ... 36

Bab IV Teknis Produkasi Media Informasi Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy ... 38

IV.1 Pra Produksi ... 38

IV.2 Teknis Cetak ... 38

IV.2.1 Media Utama ... 38

IV.3 Media Pendukung ... 40

IV.3.1 Media Promosi ... 40

IV.3.1.1 Poster ... 40

IV.3.1.2 Mini X Banner ... 41

IV.4.1 Media Kreatif / Gimmick ... 42

IV.4.1.1 Pembatas Buku ... 42

IV.4.1.2 Gantungan Kunci ... 43

IV.4.1.3 Sticker ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 47

(10)

45

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah, Natsir. 2004. Penanganan Komunitas Adat Terpencil Di Indonesia Metode Dan Pendekatan. Prosiding Seminar Pengembangan Kawasan

Tertinggal Berbasis Komunitas Adat Terpencil. Jakarta. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS.

Adimihardja, Kusnaka. 2007. Dinamika Budaya Lokal. Bandung. CV. Indra Prahasta dan Pusat Kajian LBPB.

Adisubroto, D. 1993. ”Nilai Sifat dan Fungsinya.” Buletin Psikologi 2: 13-17. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Danasasmita, Saleh., dan Anis, Djatisunda, 1986. Kehidupan Masyarakat Kenekes. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian

Kebudayaan Sunda (Sundanologi).

Darmaprawira, Sulasmi. (2002). Warna : Teori dan Kreativitas Penggunaannya. (Edisi Kedua). Bandung: Penerbit ITB.

Djoewisno, MS., 1987. Potret Kehidupan Masyarkat Baduy. Jakarta: Khas Studio.

Effendy, Onong Uchyana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Garna, Judistira, K. 1993a. Masyarakat Baduy di Banten., dalam Koentjaraningrat (ed) Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Depsos RI, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial, dan Gramedia.

Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-21. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kolopaking, Lala. M. (editor). 2003. Sosiologi Umum: Bagian Ilmu-Ilmu Sosial. Komunikasi dan Ekologi Manusia. Jurusan Sosek Faperta. IPB.

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(11)

46 Safanayong, Yongky. (2006). Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta: Arte

Intermedia.

Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sarwono, J., & Lubis, H. (2007). Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi

Sihabudin, Ahmad. (2007). Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multi-Dimensi. Serang: Departemen Ilmu Komunikasi. FISIP-Untirta.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, (Ed). 2006. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES.

Soekanto, Soeryono. (1984). Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rustan, Surianto. (2009). Layout, Dasar dan Penerapannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Makalah Akademik

Sihabudin, Ahmad. (2009) Persepsi Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Cara Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kabupaten Lebak Provinsi Banten.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Suku-suku bangsa terasing hidupnya tersebar dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar di wilayah-wilayah terpencil, tingkat kebudayaannya tergolong masih sangat sederhana. Suku terasing tersebut dapat dilihat secara fisik yaitu tempat tinggalnya di daerah-daerah pedalaman yang seringkali terisolasi dari dunia luar.

Semua keunikan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia termasuk kelompok masyarakat Baduy yang ada di Kabupaten Lebak-Rangkasbitung Provinsi Banten. Suku Baduy masih memiliki hubungan sejarah dengan masyarakat Sunda yang ada di Jawa Barat secara fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang Sunda juga, salah satu perbedaan terletak pada kepercayaan dan cara hidup mereka. Masyarakat Baduy menutup diri dari pengaruh dunia luar dan secara adat masih menjaga cara hidup mereka yang tradisional sedangkan masyarakat Sunda lebih terbuka terhadap pengaruh budaya luar dan mayoritas memeluk agama Islam.

Suku Baduy dikenal sebagai suku pedalaman yang paling kuat memegang adat istiadat senantiasa menjadi prinsip-prinsip adat sejak dulu hingga kini dan dimasa yang akan datang. Kepatuhan terhadap adat istiadat dan tradisi yang mereka jaga merupakan amanat nenek moyangnya yang tidak boleh diabaikan. Berdasarkan hal tersebut, maka segala sesuatu tindakan, perkataan, dan perbuatan senantiasa berdasarkan pertimbangan adat istiadat dan kepercayaan yang diamanatkan oleh nenek moyangnya secara berkelanjutan hingga generasi ke generasi.

(13)

2 diperkenakan untuk menggunakan sarana transportasi, pintu rumah harus menghadap ke utara kecuali rumah pu’un atau ketua adat, dan larangan menggunakan alat elektronik (teknologi modern).

Baduy luar yaitu orang-orang yang telah keluar dari wilayah Baduy dalam. Penyebab dikeluarkannya masyarakat baduy dalam menjadi masyarakat Baduy luar disebabkan mereka melanggar adat istiadat Baduy dalam, keinginan sendiri untuk keluar dari Baduy dalam, dan menikah dengan masyarakat Baduy luar.

Keberadaan Suku Baduy merupakan aset budaya dan dapat dijadikan sebagai alat media pembelajaran untuk masyarakat umum. Suku Baduy dapat dijadikan contoh dalam kehidupan di masyarakat, saling membantu, dan menjaga kelestarian lingkungan alam.

Dari berbagai keunikan yang dimiliki kelompok masyarakat Baduy ada permasalahan yang timbul mengenai cara pandang masyarakat luar Baduy terhadap masyarakat Baduy yakni tentang persepsi bahwa masyarakat Baduy masih kuat mempertahankan tradisi leluhurnya, masyarakat Baduy tertutup dengan masyarakat luar, dan banyaknya media informasi tentang Suku Baduy yang ada tapi masih kurang memberikan informasi yang lengkap.

Pengenalan dan pengetahuan tentang Suku Baduy harus dapat tersosialisasikan agar masyarakat Banten khususnya lebih mengenali Suku Baduy yang menjadi salah satu warisan budaya yang masih ada sampai saat ini. Informasi mengenai Suku Baduy sudah banyak, tetapi informasi yang ada masih kurang memberikan informasi yang lengkap untuk masyarakat maupun pembelajar, Berdasarkan uraian tersebut media informasi merupakan hal penting guna memberikan wawasan lebih dan membenarkan kesalahpahaman dalam menangkap informasi mengenai Suku Baduy selama ini kepada masyarakat tentang kebudayaan Suku Baduy yang sebenarnya.

1.2 Identifikasi Masalah

 Masyarakat Baduy masih kuat mempertahankan tradisi adat leluhurnya.  Banyaknya media informasi tentang Suku Baduy yang ada, tapi masih

(14)

3

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut :

 Bagaimana masyarakat Baduy untuk dapat mempertahankan tradisi adat leluhurnya?

 Bagaimana memberikan informasi yang benar kepada masyarakat luar tentang Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy ?

1.4 Batasan Masalah

Dari sekian banyak permasalahan yang ada, penulis membatasi permasalahan dalam tugas akhir (TA) meliputi:

 Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat Suku Baduy yang berada di Kabupaten Lebak Provinsi Banten ditinjau dari kajian Ilmu Desain Komunikasi Visual. Tempat Kampung Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung.

 Unsur budaya yang dikaji pada Suku Baduy mengenai unsur kebudayaan Suku Baduy diantaranya bahasa, peralatan hidup Suku Baduy, mata pencaharian, hukum masyarakat Suku Baduy, sistem kekerabatan, ilmu pengetahuan dan kesenian.

 Dalam penelitian ini bahasan kebudayaan Suku Baduy yang dikaji tidak mengkaitkan pada unsur psikologi yang mendalam.

1.5 Tujuan Perancangan

 Memperoleh informasi yang benar tentang Suku Baduy, asal-usul orang Baduy dan unsur-unsur kebudayaan Suku Baduy.

 Meluruskan kesalahan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di masyarakat Baduy kepada masyarakat di luar Baduy.

(15)

4 kelompok masyarakat ini bukan berasal dari mereka sendiri. Penduduk wilayah Banten Selatan yang sudah beragama Islam, biasa menyebut masyarakat yang suka berpindah-pindah seperti halnya orang Badawi di Arab, dengan sebutan “Baduy” (Sihabudin, 2009, h.10). Sekitar tahun 1980-an, ketika KTP (Kartu Tanda Penduduk) diberlakukan di sini, hampir tidak ada yang menolak dengan sebutan Orang Baduy. Walaupun, sebutan diri yang biasa mereka gunakan adalah Urang Kanekes, Urang Tangtu (Baduy Dalam) dan Urang Panamping (Baduy Luar). Nama “Baduy” mungkin diambil dari nama sungai Cibaduy dan nama Gunung Baduy yang kebetulan berada di wilayah Baduy (Garna, 1993, h.120).

Menurut Blume, komunitas Baduy beasal dari Kerajaan Sunda Kuno, yaitu Pajajaran, yang besembunyi, ketika kerajaan ini runtuh pada awal abad ke-17 menyusul bergeloranya ajaran Islam dari Kerajaan Banten. (Garna, 1993, h.144).

Apabila kita menanyakan mengenai asal usul orang Baduy, jawaban yang akan diperoleh adalah mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama (Sihabudin, 2009, h.11).

II.1.2 Sebutan Orang Baduy

(16)

5 sebutan untuk orang Baduy, adalah menarik ditinjau bagaimana sebutan itu digunakan dalam jangka waktu yang panjang selama beberapa ratus tahun. Dengan demikian, nama Baduy kini seperti telah digunakan sebagai sebutan untuk kelompok masyarakat yang tinggal di Desa Kanekes, tampaknya bermula setelah agama Islam masuk ke wilayah Banten utara pada Abad ke-16.

Menurut Erwin (2013) Baduy yang berasal dari kata Cibaduy, nama sungai di sebelah utara Desa Kanekes. Itu artinya, untuk menyebut diri sendiri memang merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Sunda menyebut nama kampung atau tempat bermukim, tempat dilahirkan atau tempat yang dapat memberikan arti penting dalam kehidupannya. Sehubungan dengan itu, tidaklah mengherankan apabila sebutan urang Kanekes dipakai pula oleh mereka, sebagai sebutan yang merupakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau mereka menyebutnya Gusti Allah. Ajaran ini merupakan ajaran yang menekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap pemeliharaan, pelestarian alam, dan lingkungannya. Menurut mereka, Sunda Wiwitan adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diturunkan ke muka bumi untuk menikmati segala isinya, dan memeliharanya dengan baik, dengan tidak merusak bagian dari bumi dan segala isinya (Ahmad Yani, 2008, h.42).

Dalam ajaran Sunda Wiwitan tidak mengenal perintah untuk sembahyang seperti layaknya agama-agama lain dan segala ajaran Sunda Wiwitan tidak termaktub dalam kitab manapun, bahkan Sunda Wiwitan sendiri tidak memiliki kitab suci seperti Al-quran, Injil, Taurat, dan lainnya. Akan tetapi ajaran Sunda Wiwitan dituturkan dan di ajarkan secara turun temurun kepada generasi berikutnya dari masa ke masa (Ahmad Yani, 2008, h.42).

(17)

6 hanya diperuntukan bagi mereka dan tidak untuk orang lain atau tidak di daerah lain, namun hanya di wilayah Baduy sendiri (Ahmad Yani, 2008, h.42). Dalam menjalankan ajarannya, mereka senantiasa mengindahkan amanat karuhunnya, nenek moyangnya, atau petuah-petuah yang disampaikan oleh bares kolot di daerahnya yang dianggap mengetahui segala ikhwal tentang ajaran Sunda Wiwitan. Yang menarik dari ajaran ini adalah bersatunya ajaran Sunda Wiwitan dengan adat istiadat yang diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga nyaris tidak dapat dibedakan, mana ajaran Sunda Wiwitan dan mana yang merupakan kebiasaan atau adat istiadat mereka (Ahmad Yani, 2008, h.43).

II.1.3.1 Asal-usul Sunda Wiwitan

Menurut keyakinan Suku Baduy, bahwa Sunda Wiwitan merupakan ajaran yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya sejak ratusan tahun silam yang terus terjaga hingga saat ini. Kepercayaan ini diturunkan oleh Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Tuhan nya Gusti Allah untuk mengurus bumi dan segala isinya. Sehingga berdasarkan keyakinannya, maka Suku Baduy adalah umat Nabi Adam yang masih setia menjalankan ajaran dan kepercayaan yang diturunkan kepadanya (Ahmad Yani, 2008, h.43).

Sebagai kelompok manusia yang termasuk umat Nabi Adam, maka mereka mengakui adanya Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir yang diturunkan oleh Tuhan dan mengakuinya bahwa umat-umat Nabi Muhammad adalah saudara muda mereka (Ahmad Yani, 2008, h.43). Sesuai dengan ajaran yang dianut oleh nenek moyangnya sejak dulu, maka tugas mereka adalah mengurus alam agar tetap terjaga kealamiannya dan tetap lestari. Berbeda halnya dengan ajaran agama dan kepercayaan lainnya di Indonesia, maka Sunda Wiwitan tidak memiliki kitab suci, sebab dalam penyampaian ajarannya sejak dulu disampaikan melalui tutur pitutur secara turun temurun.

II.1.4 Pembagian Kelompok Masyarakat Baduy

(18)

7 1. Kelompok Tangtu (Baduy dalam)

Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Selain itu orang Baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat).

Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung yaitu, Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas orang Baduy Dalam adalah pakainnya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Mereka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang. Mereka tidak mengenal sekolah secara formal, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasa Sunda. Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana modern. Salah satu contoh sarana yang mereka buat tanpa bantuan dari peralatan luar adalah jembatan bambu, mereka membuat sebuah jembatan tanpa menggunakan paku untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi sungai.

Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.

Sebagian peraturan yang dianut oleh Suku Baduy Dalam antara lain:

1. Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi

2. Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki

3. Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang

Pu’un atau ketua adat masyarakat Baduy)

4. Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi) 5. Tidak menggunakan kain/baju yang dijahit oleh mesin.

(19)

8 Gambar II.1 Orang Tangtu (orang Baduy dalam)

Sumber: Dokumen Pribadi

2. Kelompok Panamping (Baduy luar)

Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketug, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu,dan desa yang lainnya mengelilingi wilayah Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. Selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah, sudah menggunakan pakaian modern, menggunakan kendaraan, memakai alat elektronik dan lainnya.

Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya masyarakat Baduy Dalam ke Baduy Luar diantaranya sebagai berikut:

1. Mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy Dalam 2. Berkeinginan dan siap untuk keluar dari Baduy Dalam 3. Menikah dengan masyarakat Baduy Luar.

(20)

9

II.1.5 Unsur Kebudayaan Suku Baduy

II.1.5.1 Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari oleh masyarakat Baduy adalah bahasa Sunda Buhun. Bahasa Sunda ini berbeda dengan bahasa Sunda di Jawa Barat atau baha Sunda pada umumnya yang ada di Provinsi Banten. Bahasa Sunda Buhun merupakan bahasa Sunda kuno yang termasuk kedalam rumpun bahasa sunda paling kasar dan paling tua di Indonesia. Pada umumnya bahasa Sunda Buhun yang masih asli terdapat dalam jampe-jampe yang mereka bacakan pada saat-saat tertentu. Bahasa tersebut nyaris tidak dimengerti oleh kebanyakan orang sunda pada umumnya, apalagi suku sunda lainnya di luar banten (Ahmad Yani, 2008, h.9).

Mayoritas masyarakat Baduy mereka tak menutup diri untuk terus mempelajari Bahasa nasional yakni bahasa Indonesia. Terbukti, tidak sedikit masyarakat Baduy yang dapat berbahasa Indonesia.

Beberapa bahasa Sunda Buhun yang dipakai sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Mabur = Pergi

Dialek bahasa Sunda Buhun tentunya berbeda dengan dialek bahasa sunda pada umumnya. Dalam bahasa Sunda Buhun setiap kalimat atau kata tertentu mendapat tekanan yang agak panjang, sehingga terdengar agak kaku serta naik turun pada intonasi nadanya.

(21)

10 terdapat dua kata dalam sebuah kalimat, misalnya Kamari Iyeu, maka yang mendapat tekanan adalah kata terakhir, yakni di ungkapkan sebagai berikut Kamari Iyy..yeu. atau kata Kumaha (bagaimana) diucapkan dengan nada

Kumah….ha. Demikian juga apabila terdapat 3 atau lebih kata dalam satu kalimat, maka yang mendapat tekanan adalah kata yang ada ditengah dan akhir kalimat misalnya Kamari mah can puguh, maka di ungkapkan sebagai berikut

Kamari mmah can pug…guh dan seterusnya (Ahmad Yani, 2008, h.11). Dalam percakapan sehari-hari, mereka berbicara seakan mengobrol ketika sedang berjalan kaki naik turun bukit, sehingga dialek bahasa mereka turun-naik dan tertekan.

II.1.5.2 Peralatan Hidup Suku Baduy

Peralatan dan Teknologi Kehidupan orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adat Baduy terutama Baduy Dalam, masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang sudah modern atau yang bermesin. Mereka mengandalkan peralatan yang masih sangat sederhana seperti bedog (golok), arit, kored (cangkul kecil), Etem (sejenis ani-ani), kampak, dan pisau, hal ini dilakukan oleh mereka bukan karena tidak mampu membeli, namun didasarkan pada pertimbangan peraturan adat dan pelestarian alam sekitarnya (Ahmad Yani, 2008, h.12).

Gambar II.3 Peralatan Pertanian Baduy Sumber: Dokumen Pribadi

II.1.5.3 Mata Pencaharian

(22)

11 Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

Kehidupan orang Baduy berpenghasilan dari pertanian, dimulai pada bulan kaampat kalender Baduy yang dimulai dengan kegiatan nyacar yakni membersihkan semua belukar untuk menyiapkan ladang. Ada 4 jenis lading untuk padi gogo yaitu Huma serang, merupakan suatu ladang suci bagi mereka yang berpemukiman dalam. Huma tangtu merupakan ladang yang dikerjakan oleh orang Baduy Dalam yang meliputi Huma tuladan atau Huma Jaro. Huma Penamping merupakan ladang yang dikerjakan oleh orang Baduy diluar kawasan tradisional (Ahmad Yani, 2008, h.40-41).

a. Pertanian

Sistem pertanian yang mereka lakukan adalah sistem berhuma, yakni tata cara bercocok tanam yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya di dalam wilayah mereka sendiri, khususnya untuk penanaman padi. Selain itu pula mereka berkebun aneka macam tanaman buah dan sayuran yang dapat dimakan atau dijual.

Waktu bercocok tanam padi ditentukan berdasarkan penanggalan Baduy, yanki setahun sekali dan dilakukan secara bersamaan, sehingga waktu tanam dan panen dapat bersamaan waktunya sesuai dengan kalender yang telah ditetapkan.

b. Peternakan

Sistem peternakan yang mereka lakukan adalah dengan cara peternakan tradisional, yang dilakukan dirumah atau saung huma masing-masing. Hewan ternak yang dipelihara adalah ayam, hewan ternak lainnya sangat dilarang oleh adat dan dianggap hama tanaman. Hewan ternak yang dilarang adalah seluruh hewan berkaki empat, seperti kambing, kerbau, sapi, dan lainnya.

(23)

12

JEUNG HAYAM, HIRUP JEUNG HAYAM” atau hidup dengan ayam mati

dengan ayam, maksud nya adalah setiap upacara kelahiran, cukuran, kawinan, sundatan sampai ucara kematian senantiasa menyembelih ayam.

Gambar II.4 Peternakan di Baduy Sumber: Dokumen Pribadi c. Perdagangan

Sistem perdangan dilakukan diantara mereka atau dengan masyarakat luar Baduy. Sistem pembayaran yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan uang dan sebagian dari mereka masih menggunakan sistem barter atau tukar menukar barang yang sesuai dengan nilai barangnya. Barang-barang dagangan yang mereka jual kepada masyarakat luar Baduy diantaranya adalah hasil kebun dan hasil kerajinan mereka.

Gambar II.5 Mata Pencaharian Panen Cengkeh Sumber: Dokumen pribadi

II.1.5.4 Sistem Kekerabatan

(24)

laki-13 laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing (Dinas Inkosbudpar Banten, 2004, h.35).

Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali lamaran yakni:

1. orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.

2. selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya.

3. mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.

II.1.5.5 Hukum di Masyarakat Baduy

Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk pemanggilan si pelanggar aturan oleh Jaro (pemerintah adat) untuk diberikan peringatan. Sedangkan hukuman pelanggaran berat diperuntukan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Pu’un (ketua adat) setempat dan diberi peringatan, atau dikeluarkan dari Baduy dalam jika yang melakukan pelanggaran berat tersebut warga Baduy dalam (Eni Martini, 2013, h.11).

(25)

14 Banyak larangan dan pantangan dalam ajaran Sunda Wiwitan yang dianggap bertentangan dengan agama dan harus dijauhi oleh masyarakat Baduy (Ahmad Yani,2008, h.51), diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dilarang membunuh orang

2. Dilarang menikah lebih dari satu orang 3. Dilarang makan diwaktu malam

11.Dilarang menyakiti binatang dan merusak tanaman.

II.1.5.6 Ilmu Pengetahuan

Pada umumnya pengetahuan yang diperoleh masyarakat Baduy bukan didapat dari hasil pendidikan formal atau dari bangku sekolah, layaknya seperti warga Indonesia pada umumnya, namum mereka peroleh dari belajar secara non formal baik dari dalam keluarga maupun dari luar lingkungannya (Ahmad Yani, 2008, h.27).

Pendidikan formal bagi mereka adalah hal yang di tabukan atau dilarang oleh adat, maka merupakan larangan bagi mereka untuk sekolah formal. Namun demikian guna menggali ilmu dan pengetahuan yang mereka perlukan, makan mereka senantiasa akan bertanya kepada masyarakat luar yang berkunjung atau dikunjunginya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ayah Ijom (warga kampung gajeboh) yang mengatakan “Urang Baduy mah teu meunang sakola, kusabab mun sakola engkena jadi pinter, mun geus pinter osoknya meminteran batur, siga

urang kota” (orang Baduy tidak boleh sekolah, sebab kalau sekolah nantinya jadi

pintar dan kalau sudah pintar, biasanya suka membohongi orang lain, seperti orang kota) (Ahmad Yani, 2008, h.28).

(26)

15 diterapkan di kampungnya, terutama jika bertentangan dengan adat dan ajaran yang mereka anut yakni Sunda Wiwitan. Pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh dari luar, biasanya dipilih dan disaring, yakni mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai atau mana yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan.

II.1.5.7 Kesenian

Baduy tidak mengenal banyak seni tari secara lugas, seperti halnya suku pedalaman lainnya di Indonesia, kecuali seni musik, seni ukir, dan seni gambar serta seni tarik suara yang sangat terbatas (Ahmad Yani,2008, h.29-32).

a. Seni Musik

Terdapat beberapa jenis seni musik yang ada di Baduy, yakni kecapi, angklung buhun, karinding, suling, dan gambang. Peralatan kesenian yang mereka buat kebanyakan dari kayu dan bambu serta sedikit alat yang terbuat dari kayu dan tembaga.

1. Musik Kecapi

Biasa dimainkan di bale adat (khususnya di Baduy dalam) dan dimainkan muda-mudi beramai-ramai. Untuk memainkan musik kecapi dilengkapi dengan suling enam lubang dan rendo, yakni semacam gitar besar yang terdiri dari dua buah kawat. Satu besar dan satu kecil.

2. Angklung Buhun

Merupakan kesenian angklung yang terbuat dari bambu, seperti halnya angklung yang berada di Jawa Barat. Bedanya angklung-angklung di Baduy berukuran besar dan memiliki tinggi antara 50cm sampai 150cm.

(27)

16 3. Karinding

Merupakan alat kesenian yang unik, karena terbuat dari sebilah bambu dengan diameter 2cm sampai 3cm dengan panjang sekitar 50cm sampai 60cm dengan sempalan di ujung bambunya yang berukuran 5cm.

4. Gambang

Merupakan kesenian gamelan yang dimainkan untuk hiburan pada saat perayaan pernikahan dan sunatan serta panen. Alat musik ini terdiri dari dua buah goong terbuat dari tembaga, dua buah saron yang berisi enam not terbuat dari tembaga, satu buah kromong yang terdiri dari 18 not yang terbuat dari kayu dan satu buah gambang yang terdiri dari 18 not terbuat dari kayu. Untuk mengiringi alat musik ini digunakan Piul semacam biola dengan 4 kawat dan suling dengan 6 lubang.

5. Suling dan Kumbang

Alat kesenian yang terbuat dari sebuah bambu dengan 6 lubang dan cara memainkannya adalah dengan di tiup. Ukuran panjangnya berkisar 60cm. Merupakan sejenis suling, namun jumlah lubangnya sebanyak 4 buah. 6. Tarawelet

Merupakan sejenis suling dan kumbang, namun panjangnya berkisar 15cm dengan jumlah lubangnya sebanyak 5buah.

b. Seni Ukir

Seni ukir yang ada di Suku Baduy sebatas pada ukir gagang golok, gagang pisau, kolenjer, alat tenun, dan alat menganyan untuk pembuatan koja saja, serta beberapa alat kesenian seperti tempat gong atau go’ong. Motif pada ukiran yang terdapat di gagang golok dan gagang pisau serta alat tenun dan anyaman sangat sederhana, namun pada ukiran tempat goong terdapat gambar dua ular naga yang berhadapan yang merupakan ukiran dari luar Baduy. Sedangkan pada kolenjer, yakni horoskop Baduy yang dibuat pada sisi bambu terdapat gambar binatang dan petak-petak perhitungan naktu waktu seseorang.

c. Seni Gambar

(28)

17 mempelajari tulisan-tulisan. Hal ini terbukti dengan adanya kolenjer yang tertuang pada kertas putih.

d. Seni Tarik Suara

Seni tarik suara di Baduy hanya digunakan untuk mengiringi musik gambang dan angklung buhun saja, serta mantun berupa lagu-lagu Sunda Buhun seperti lagu ngareog, mubaran pare, dan lantunan doa-doa.

II.2 Komunitas Adat Terpencil

Adimihardja (seperti dikutip Sihabudin, 2009) komunitas adat sebagai bagian dari masyarakat Indonesia adalah kelompok masyarakat yang terisolasi, baik secara fisik, geografi, maupun sosial budaya. Sebagian besar komunitas ini bertempat tinggal di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Pranata sosial dalam komunitas adat ini umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan yang sangat terbatas dan homogen. Kehidupan mereka sehari-hari masih didasarkan pada interaksi tradisional yang bersifat biologis darah dan ikatan tali perkawinan. Abdullah (2004) berpendapat kelompok masyarakat inilah yang dikategorikan sebagai Komunitas Adat yang masih hidup terpencil, keterpencilan itu ada 2 (dua) aspek yaitu secara eksternal: kenapa pihak luar belum atau sulit memberikan akses pelayanan sosial dasar pada mereka. Secara internal: Kenapa mereka belum dan atau sulit mendapatkan akses pelayanan sosial dasar.

Pengertian Komunitas Adat Terpencil (KAT) dalam surat Keputusan Presiden No 111 tahun 1999, adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kelompok masyarakat tertentu dapat dikategorikan sebagai Komunitas Adat Terpencil jika terdapat ciri-ciri umum yang berlaku universal sebagai berikut:

a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen. b. (Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan.

c. Pada umumnya lokasinya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau.

(29)

18 f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat

relatif tinggi.

g. Akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik terbatas.

Dengan demikian maka berdasarkan pengertian, dan gambaran ciri-ciri KAT dalam Keppres No. 111 Tahun 1999, Komunitas Adat Terpencil dapat dikelompokkan berdasarkan habitat, dan atau lokalitas sebagai berikut:

a. Dataran tinggi / pegunungan;

b. Dataran rendah; Daerah rawa; Daerah aliran sungai c. Daerah pedalaman; Daerah perbatasan;

d. Di atas perahu; Pantai dan di pulau-pulau kecil.

Komunitas Adat Terpencil juga dapat dikategorikan orbitasinya sebagai berikut: Kelana, Menetap Sementara, dan Menetap.

II.3 Nilai Sosial Budaya Suku Baduy

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan biasanya dianggap agung dan luhur oleh orang yang meyakininya, dan bila dapat diwujudkan ia akan memperoleh kebahagiaan.

Secara filosofis nilai menurut Spranger, nilai erat kaitannya dengan kebudayaan, karena kebudayaan dipandang sebagai sistem nilai, kebudayaan merupakan kumpulan nilai yang tersusun menurut struktur tertentu (Adisububroto,1993,h.13-17). Menurut Spranger sikap hidup seseorang ditentukan oleh nilai yang paling dianggap tinggi, atau nilai hidup yang paling bernilai. Dari sudut pandang antropologi nilai menurut kluckhon merupakan suatu konsepsi yang secara eksplisit dapat membedakan individu atau kelompok, karena member ciri khas pada individu dan kelompok (Koentjaraningrat, 2004, h.27-31).

(30)

19 dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku, gaya berkomunikasi, obyek materi, seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis transportasi dan alat-alat perang (Sihabudin, 2007, h.14)

Masyarakat Baduy lebih mengutamakan kepentingan umum untuk menunjang kelangsungan hidup generasinya dari pada kepentingan pribadi dengan prinsip pola hidup sederhana dan kerja kerasnya alam dan ganasnya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia namun tidak untuk diperjual belikan secara bebas, karena semua bahan baku tidak didatangkan dari luar dan diusahakan didapatkan dari alam lingkungan yang terdapat disekitarnya.

Gambar II.7 Suku Baduy Dalam Berjalan Kaki Sumber: Dokumen Pribadi

II.4 Interaksi Sosial Suku Baduy

Krech dan Crutchfield Interaksi sosial adalah titik awal berlangsungnya suatu peristiwa sosial (Rakhmat, 2004). Menurut Gillin, interaksi sosial merupakan hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Kolopaking dkk, 2003).

(31)

20 adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak antara orang-perorang dapat dikatakan sebagai kegiatan komunikasi interpersonal, hubungan beberapa orang yang terjadi diantara mereka dapat dikatakan sebagai komunikasi kelompok, kontak dengan media apakah suratkabar, televisi dan lain-lain dapat dikatakan sebagai proses komunikasi massa (Rakhmat,2004, h.118-124). Artinya kontak bisa saja terjadi baik dengan manusia maupun benda.

Banyak masyarakat Suku Baduy yang sering pergi ke kota-kota besar dan daerah-daerah di kota Banten sendiri, orang luar yang datang ke daerah Baduy dengan berbagai maksud dan tujuan, merupakan sebab terjadinya kontak masyarakat Baduy dengan kebudayaan diluar. Dengan cara-cara demikianlah masyarakat Baduy berhubungan dengan orang-orang di luar, sehingga sebenarnya masyarakat Baduy tidak secara mutlak terisolir dari masyarakat luar, baik orang luar yang datang maupun orang Baduy yang pergi keluar merupakan sumber informasi mengenai situasi dan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi diluar, sehingga beritanya dapat diketahui oleh sebagian besar warga masyarakat Baduy. Selain itu Suku Baduy mempunyai tradisi adat berinteraksi langsung dengan pemerintah Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan Gubernur Provinsi Banten dengan maksud menjalin silaturahim dan merupakan bentuk penghargaan memberikan hasil perkebunan dan pertanian dari masyarakat Baduy yang dilakukan setahun sekali. Kegiatan tradisi adat tersebut dinamakan Adat Seba.

(32)

21

II.5 Komunikasi

II.5.1 Pengertian Komunikasi

Menurut Deddy Mulyana (2005) kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama, 1

communico, 2communicatio, atau 3communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah penting yang paling disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, dan suatu pesan dianut secara sama.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahsan verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Setiap sisi kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Apapun bentuk kegiatannya, manusia selalu melakukan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan dan tidak dapat dihindari yaitu proses komunikasi. Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan segala keinginannya, sehingga pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan fisik, bagi dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sosialnya.

II.5.2 Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bias berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

(33)

22 3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan, dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getara nada / suara.

4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerima pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan (Protokol).

II.5.3 Tujuan Komunikasi

Setiap komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan, tujuan komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy, adalah :

1. Perubahan sikap (Attitude change)

2. Perubahan pendapat, opini (Opinion change) 3. Perubahan perilaku (Behavior change) 4. Perubahan sosial (Sosial change)

II.6 Media

II.6.1 Pengertian Media

Perkembangan media berawal dari revolusi industri, dimana media cetak pertama kali ditemukan berkembang dan berfungsi dalam hal meningkatkan ukuran, kecepatan, serta efisiensi yang merubah sifat media dari personal menjadi bacaan massal. Sejak penemuan mesin cetak itulah, monopoli peredaran naskah tertulis dan pengetahuan akan informasi pada kalangan tertentu (bangsawan) berakhir. Di Indonesia, media pertama kali di terbitkan pada tanggal 19 Januari 1970 sebagai surat kabar umum yang berisikan empat halaman. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia.

(34)

23 Menurut Antok Saivul Huda, dalam artikel “Pengertian dan macam

-macam media” media merupakan alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk

menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media yang berkembang pesat saat ini sudah semakin modern dan mudah di dapat oleh masyarakat. Dari media cetak, elektronik, hingga media kreatif sangat berguna dalam kemudahan penyampaian informasi tersebut. Informasi merupakan suatu istilah untuk merujuk kepada apa yang kita sebutkan. Dari sudut pandang proses informasi, manusia terlibat dalam suatu proses berkesinambungan interaksi dan pertukaran dengan konteks menerima, menafsirkan, dan bertindak, berdasarkan informasi yang diterima, dengan demikian dapat menciptakan suatu pola baru dalam informasi yang dapat mempengaruhi perubahan dalam bidang tersebut.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan, bahwa media informasi merupakan alat yang digunakan sebagai sarana komunikasi baik secara verbal atau visual dengan maksud dan tujuan memberi pesan dan informasi data penting yang berguna dinilai dari keuntungan dan kerugian dalam bidang pengetahuan yang ditujukan kepada penerima dan pengambil keputusan pesan (masyarakat).

II.6.2 Peranan Media

(35)

24

II.6.3 Jenis Media

Menurut Hafied Cangara, jenis media dibedakan kedalam empat kategori diantaranya :

1. Media Antar Pribadi

Media Antar Pribadi digunakan untuk hubungan perorangan (antarpribadi), media yang tepat digunakan dalam hal komunikasi antarpribadi misalnya seperti kurir (utusan), surat, telepon, dan lain sebagainya.

2. Media Kelompok

Media kelompok digunakan jika aktivitas komunikasinya melibatkan lebih dari 15 orang. Media komunikasi kelompok biasanya seperti rapat, seminar, symposium, forum, diskusi panel dan konfrensi.

3. Media Publik

Media publik digunakan jika lebih dari 200 orang. Media publik biasanya seperti rapat akbar, dalam rapat akbar khalayak berasal dari berbagai macam kelompok akan tetapi masih mempunyai homogenis. Misalnya kesamaan partai, kesamaan agama, dan lain-lain.

4. Media Massa

Media Massa digunakan jika jumlah khalayaknya tersebar tanpa diketahui dimana mereka berada. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti film, televisi, radio, buku, surat kabar, majalah.

II.7 Fenomena Masyarakat Luar Terhadap Suku Baduy

Dalam penelitian ini telah dilakukan metode wawancara 100 orang yang merupakan 10% dari jumlah populasi daerah Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Serang-Banten. Responden dibedakan menurut jenis kelamin dengan kategori dewasa yang peka akan budaya. Jumlah pertanyaan dalam wawancara yang diajukan sebanyak sepuluh pertanyaan yang dianggap ada keterkaitan dengan Suku Baduy.

(36)

25 gambaran umum tentang Suku Baduy, sebagian besar masyarakat mendapatkan informasi mengenai Baduy berdasarkan cerita / pengalaman orang lain yang sudah pernah datang ke Baduy namun secara tidak langsung pernyataan belum bisa diterima kebenarannya dan minoritasnya sudah ada yang pernah datang langsung ke Baduy untuk mengetahui apa saja informasi yang ada di Baduy secara benar.

Masyarakat tahu dan simpati akan pernyataan Suku Baduy yang menjadikan salah satu warisan budaya Indonesia, yang harus dijaga kealamian dan kemurniannya. Karena Suku Baduy memiliki kebiasaan hidup, adat istiadat, budaya yang kental dan kemungkinan berbeda pada suku-suku lainnya di Indonesia.

Baduy masih sangat asing atau bisa dikatakan masih sangat tabu dikalangan masyarakat dewasa Kota Serang-Banten, secara garis besar masyarakat tidak mengetahui lebih mendalam tentang Suku Baduy. Masyarakat masih sangat awam dari segi pengetahuan dan informasi-informasi yang benar mengenai Suku Baduy. Pengaruh informasi yang sudah beredar di masyarakat menjadikan informasi yang ada di Baduy tidak relevan dengan kenyataan sebenarnya yang ada di Baduy.

Maka image masyarakat luar terhadap Baduy masih kurang benar dari segi informasi yang didapat oleh masyarakat karena masyarakat masih banyak yang belum tahu lebih mendalam tentang Suku Baduy. Masyarakat cenderung mempersepsikan Suku Baduy berdasarkan informasi yang belum tentu kebenarannya.

II.8 Solusi Permasalahan

1. Melakukan wawancara ke masyarakat luar untuk mengetahui informasi apa saja yang mereka dapatkan selama ini mengenai Baduy untuk di analisa permasalahannya.

2. Survei ke lapangan/langsung berkunjung ke Baduy untuk mendapatkan informasi yang benar.

(37)

26 4. Mencari data sekunder mengenai Suku Baduy dari berbagai sumber media

untuk menambahkan informasi primer.

5. Mengolah data menjadi media informasi yang lebih interaktif untuk disampaikan kepada masyarakat.

6. Memberikan media informasi hal guna untuk merubah pendapat masyarakat tentang Suku Baduy, sehingga masyarakat akan mengetahui lebih mendalam mengenai Baduy yang sebenarnya.

II.9 Target Audiens

Segmentasi dari target masyarakat yang dituju dalam perancangan media informasi ini meliputi beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Geografis

Khusus : Serang-Banten wilayah perkotaan. Umum : Negara Indonesia wilayah perkotaan. b. Demografis

Usia : Remaja awal (tingkat SMP), remaja akhir (SMA) dan Dewasa. Gender : Laki-laki dan perempuan

SES : Menengah dan Menengah ke atas c. Psikografis

(38)

27

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang akan dibuat mengenai media informasi Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy dengan merancang media yang tepat dan efisien agar dapat memenuhi kebutuhan akan informasi Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy dan nilai pencitraan pada kebudayaan Suku Baduy yang ditujukan kepada khalayak sasaran agar dapat merubah pendapat masyarakat selama ini tentang pengetahuan baik sejarah, perilaku, gaya hidup orang Baduy, kebudayaan dan lainnya.

Perancangan media informasi ini dituangkan kedalam dua media, yakni: media utama dan media pendukung. Dimana bobot akan pengetahuan informasi lebih mendalam terdapat di media utama. Media pendukung hanya sebagai pelengkap saja yang tujuannya agar khalayak sasaran merujuk mendapatkan informasi dari media utama.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

(39)

28 Pembuatan buku Suku Baduy dipilih sebagai media utama agar penyampaian informasi yang ingin disampaikan dapat diterima oleh target audiens secara maksimal serta benar dalam penyampaian informasi. Dari perancangan buku Suku Baduy ini pesan utama yang akan disampaikan adalah memberitahukan gambaran umum mengenai Suku Baduy mulai dari sejarah baduy, ajaran baduy, serta unsur budaya suku Baduy agar masyarakat lebih mengetahui secara mendalam informasi tentang Suku Baduy.

III.1.2 Strategi Kreatif

Media informasi yang dibuat agar mendapat respon, mudah dimengerti dan pesan yang ingin disampaikan mengenai target sasaran / khalayak sasaran, maka perlu diperhatikan dalam penyampaian suatu pesan sehingga pesan yang akan disampaikan mudah dimengerti oleh khalayak sasaran. Pesan yang disampaikan bersifat benar, ekslusif, dan modern dalam hal ini adalah upaya menyampaikan informasi secara langsung kepada khalayak atau target sasaran dengan menyampaikan fakta-fakta umum atau keunikan Baduy. serta bersifat memberikan informasi yang benar.

Agar perancangan media informasi buku Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy bisa bermanfaat dan memberikan fakta yang benar bagi khalayak sasaran, maka buku ini dirancang dengan ekslusif dan modern dengan strategi kreatif sebagai berikut:

1. Pemilihan judul buku “Urang Kanekes, Sang Penjaga Air” yang bermaksud agar bersifat komersil/menjual dengan tujuan untuk memberikan penasaran/keingintahuan kepada minat pembaca.

2. Warna pada latar cover buku menggunakan warna hitam 98% agar terlihat kontras dengan tampilan visual yang disusun secara kolase dan judul. Warna hitam pada latar cover dipilih karena untuk memberikan warna-warna kontras pada visual yang ingin ditampilkan di cover buku.

(40)

29 4. Warna latar pada isi buku menggunakan warna hitam dan putih agar informasi yang terdapat pada isi buku bisa terlihat jelas dan visual pada buku terlihat mencolok, serta memberikan kesan ekslusif dan modern. 5. Isi buku didominasi oleh foto-foto dari gambaran visual foto Baduy.

Strategi ini dipilih karena illustrasi foto digunakan untuk menampilkan gambaran dari informasi yang terdapat pada isi buku .

6. Gaya foto yang akan ditampilkan terbagi menjadi dua kategori yaitu Landscape Photograpy dan Human Interest Photograpgy. Kedua kategori

digunakan berdasarkan materi isi buku yang berisikan penggambaran visual dari sisi kehidupan, suasana dan unsur budaya Suku Baduy.

7. Menggunakan tipe huruf Auto3 yang memberikan kesan kultural / budaya agar sesuai dengan tema yang ditampilkan pada media informasi khususnya pada judul utama pada buku, poster, mini x banner, dan media lainnya.

8. Ukuran buku costum 28x19cm, format ukuran ini memberikan kesan luas sesuai dengan visual yang ingin ditampilkan. Dengan ukuran yang luas dan didukung dengan visual buku yang menarik dan tidak biasa setidaknya akan menarik minat pembaca.

9. Menggunakan tipe huruf Script pada judul bab buku selain untuk membedakan judul dengan bodytext, pemilihan huruf Script untuk memberikan kesan sejarah.

10.Jenis kertas yang digunakan pada cover adalah Art Paper 310 gsm yang di laminasi doff panas agar memberikan kesan ekslusif, dan untuk isi buku

menggunakan art paper 150 gsm.

III.1.3 Strategi Media

(41)

30 masalah yang ada. Strategi media yang digunakan sebagai alat menginformasikan Kelompok Masyarakat Suku Baduy dari media utama dan media pendukung.

a. Media Utama

Buku, Media ini dipilih sebagai media utama karena buku merupakan sarana pengetahuan yang dalam penggunaannya berisi akan informasi-informasi yang dapat dipertanggung jawabkan dan lebih lengkap dalam penyampaian informasinya. Rancangan desain yang disajikan dalam media ini yakni ekslusif dan modern serta tidak meninggalkan unsur kebudayaan Suku Baduy.

b. Media Pendukung

Media pendukung digunakan sebagai media pengingat yang mendukung dari media utama serta memberikan nilai tambah pada media utama. Media tambahan ini meliputi:

1. Pembatas Buku

Pembatas buku merupakan media yang digunakan untuk membatasi halaman buku sehingga memudahkan pembaca dalam mencari halaman yang terakhir dibaca, dengan rancangan desain yang sama dengan cover buku.

2. Stiker

Media ini bertujuan untuk mengingat dalam bentuk verbal atau tulisan, yang bisa ditempel dibelakang kaca mobil, atau diberbagai tempat yang sering dikunjungi orang banyak.

3. Poster

Media ini digunakan untuk mempromosikan buku Kelompok Masyarakat Suku Baduy kepada masyarakat bahwa buku telah terbit dan tersedia di beberapa toko buku. Desain pada poster bersifat mengundang penasaran agar khalayak sasaran ingin tahu pada buku tersebut. Pemasangan di tempat umum yang biasa dilalui oleh target audiens.

4. Gantungan Kunci

(42)

31 5. Mini X-Banner

Penggunaan media pendukung akan ditempatkan ditoko sebagai sebagai media informasi bahwa buku telah terbit dan tersedia di toko tersebut. Hal ini diharapkan dapat menarik perhatian para pengunjung toko buku dan membantu meningkatkan promosi buku tersebut.

III.1.4 Strategi Distribusi

Media utama berupa buku berilustrasikan foto yang dirancang oleh penulis diasumsikan kepada pihak penerbit yang berpotensi dan kompeten dengan berbagai produk yang bersifat pengetahuan yaitu PT. Elex Media Komputindo.

Sedangkan untuk kebutuhan promosi, media berupa mini x banner dan poster akan ditempatkan ditempat utama yaitu toko buku. Stiker, gantungan kunci dan pembatas buku merupakan media yang bersifat merchandise karena diberikan setelah melakukan pembelian buku pada toko yang bersangkutan dengan PT. Elex Media Komputindo. Adapun tabel tahapan strategi distribusinya sebagai berikut:

Media

(43)

32

III.2.1 Format Desain

Format desain yang digunakan dalam pembuatan buku media informasi ini mengacu pada bentuk Landscape ukuran costum 28cmx19cm dikhususkan pada penggunaan media utama. Untuk media pendukung, format desain yang digunakan adalah Portrait dan Landscape. Studi visual pada media utama, menggunakan pengembangan dari desain tata letak (layout) sumber refrensi desain dari majalah “Modern Design Magazine” karya Rolando Bouza. Penggunaan refrensi buku tersebut dikarenakan tampilannya yang simple, esklusif, dan modern serta lebih menonjolkan visual foto pada objek.

Gambar III.1 Refrensi Studi Visual 1 Pada Media Informasi

Sumber: www.topdesignmag.com/20-magazine-design-layouts-for-your-inspiration

(44)

33 Gambar III.3 Format Desain Content Pada Media Informasi

Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.2 Tata Letak (layout)

Dalam penggunaan layout ini,ingin dimunculkan kesan modern dan ekslusif dengan penataan semenarik mungkin yang dengan tujuan tidak membosankan bagi pembaca. Peletakan antara Body, Sub, dan isi Body diatur agar seimbang, memiliki irama dan sebagai kesatuan dari elemen desain yang lainnya pada media utama, contoh layout dapat dilihat pada gambar berikut.

(45)

34

III.2.3 Tipografi

Pemilihan huruf yang baik harus mengarah pada tingkat keterbacaan dan menarik, selain itu bentuk tipografi juga harus menggambarkan karakter dari pesan yang disampaikan. karakter huruf tertentu dapat menciptakan kesan atau karakteristik sebuah objek

Penggunaan huruf pada cover judul/headline menggunakan jenis huruf yang dapat mendeskripsikan dari kebudayaan, hal tersebut ditujukan agar perwakilan dari huruf dapat memvisualisasikan dari budaya Suku Baduy yang ekslusif.

AUTO 3

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

!@#$%&?

The Quick Brown Fox Jumps Over The Lazy Dog

1234567890

Penggunaan huruf pada cover subjudul menggunakan jenis huruf Square, karena jenis huruf ini memberikan kesan modern dan digabungkan dengan jenis huruf kultural memberikan kesan ekslusif dan modern. sesuai dengan isi pesan buku yang ingin disampaikan.

Square 721 Ex BT

Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Xx Yy Zz

!#$%^&/?

The Quick Brown Fox Jumps Over The Lazy Dog 1234567890

(46)

35 Menggunakan tipe huruf Script jellyka gare de chambord pada judul bab isi buku selain untuk membedakan judul dengan bodytext, pemilihan huruf Script untuk memberikan kesan sejarah sesuai dengan tema isi buku tersebut.

Jellyka Gare de Chambord

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

!@&()?/<>’”:

The Quick Brown Fox Jumps Over The Lazy Dog

1234567890

III.2.4 Illustrasi

Dalam perancangan media informasi Suku Baduy visual yang ingin ditampilkan berupa visualisasi alam sekitar baduy dan aktifitas masyarakat baduy dengan menekankan pada teknik Fotografi. Teknik Fotografi dipilih karena lebih menjelaskan pesan pada objek yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat, kategori gaya foto yang ditampilkan yaitu Landscape dan Human interest.

a. Landscape

Foto landscape adalah teknik fotografi yang menampilkan luasnya gambar foto yang kita ambil sehingga foto terlihat lebih luas dan lebar, teknik ini biasanya lebih menekankan pada foto pemandangan, menggambarkan suasana, dll. Gaya foto ini dipilih karena ingin menyampaikan pesan seputar alam sekitar baduy yang memiliki keunikan serta panorama yang masih alami sehingga masyarakat mengetahui kondisi alam dan pemandangan yang ada di Baduy.

b. Human Interest

(47)

36 Gambar III.5 Gaya foto Landscape dan Potrait pada media buku

Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.5 Warna

(48)

37 hitam digunakan juga untuk bodytext pada isi buku. warna putih dan hitam dipilih untuk background halaman isi buku karena warna putih dan hitam bersifat netral maka selaras dengan visual yang ditampilkan pada isi buku, penggunaan ketiga warna tersebut dipilih agar memberikan rasa nyaman pada mata pembaca. menurut Sulasmi Darmaprawira (2002:59) kontras antara hitam dan putih atau cerah dan gelap menghasilkan kesan yang lebih mencolok dibandingkan dengan kontras warna-warna yang kuat dalam nilai yang sama.

(49)

38

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA INFORMASI KOMUNITAS ADAT

TERPENCIL SUKU BADUY

IV.1 Pra Produksi

Sebelum mulai memasuki tahap produksi, media informasi harus melalui tahapan dalam sebuah perancangan yaitu:

a. Sketsa

Pembuatan sketsa gambar adalah tahapan pembuatan sketsa dan bentuk seperti apa yang akan dirancang, seperti tampilan visual pada media informasi contohnya dari segi layout, warna, illustrasi dan format desain.

b. Pengolahan gambar

Pengolahan illustrasi foto melalui proses editing yang dilakukan secara digital agar foto terlihat lebih menarik yang nantinya akan ditampilkan pada media informasi.

c. Penyelesaian akhir

Penyelesaian akhir dilakukan setelah mendapatkan tampilan visual yang diinginkan setelah memasuki proses editing yang kemudian dilanjutkan pada proses cetak

IV.2 Teknis Cetak

IV.2.1 Media Utama

(50)

39 modern tanpa mengenyampingkan budaya Suku Baduy tersebut. Penyampaian

secara informatif dengan menggunakan perpaduan teknik fotografi desain, tipografi, dan layout design yang disesuaikan dengan konsep penggunaan dasar elemen-elemen desain yang mencitrakan dan merepresentasikan dari budaya Suku Baduy tersebut.

(51)

40 Gambar IV.2 Hasil Akhir Isi Buku

Sumber: Dokumen Pribadi

Media : Buku

Material : Cover :Art Paper 310Gsm Isi :Art Paper 150Gsm Ukuran : 28cm x 19cm

Teknis Produksi : Cetak Offset, Laminasi Doff Panas (cover)

IV.3 Media Pendukung

IV.3.1 Media Promosi

IV.3.1.1 Poster

(52)

41 Gambar IV.3 Media Pendukung Poster

Sumber: Dokumen Pribadi

Media : Poster

Material : Art Paper 210Gsm Ukuran : A3

Teknis Produksi : Cetak Offset

IV.3.1.2 Mini X Banner

(53)

42 Gambar IV.4 Media Pendukung Mini X Banner

Sumber: Dokumen Pribadi

Media : Mini X Banner Material : Synthetic Ukuran : 30cm x 40cm Teknis Produksi : Cetak Offset

IV.4.1 Media Kreatif / Gimick

IV.4.1.1 Pembatas Buku

(54)

43 Media : Pembatas Buku

Material : Art Paper 210Gsm Ukuran : 5cm x 19cm Teknis Produksi : Cetak Offset

IV.4.1.2 Gantungan Kunci

Media ini digunakan sebagai pengingat akan media informasi Komunitas Adat Terpencil Suku Baduy, konsep dari gantungan kunci ini menggunakan gambar leuit / lumbung padi yang menjadikan identitas khas dari Suku Baduy tersebut.

(55)

44 Media : Gantungan Kunci

Material : Akrilik 3mm Ukuran : 5cm x 6cm

Teknis Produksi : Cutting dan Graphier

IV.2.2.3 Sticker

Media : Sticker

Material : Sticker Chromo Ukuran : 10cm x 3cm

Gambar

Gambar II.2 Orang Panamping (orang baduy luar) Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar II.3 Peralatan Pertanian Baduy
Gambar II.4 Peternakan di Baduy
Gambar II.6 Kesenian angklung Khas Baduy Sumber: Dokumen pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh: persepsi kepala keluarga Komunitas Adat Baduy Luar di jalur Bawah Barat dan Tengah Barat pada kebutuhan keluarga yang dirasakan; fisiologi, rasa

PENGALAMEN SURBAKTI Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (Studi Kasus di Desa Simerpara, Kecamatan Salak, Kabupaten Pak-Pak

Dengan ini penulis merasa bersyukur karena telah selesainya Karya Tugas Akhir Perancangan Buku Ilustrasi Esai Suku Baduy Luar dalam bidang studi Desain Komunikasi

Komunitas Adat Terpencil (KAT). Karena kearifan lokal merupakan seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, perilaku, serta cara bersikap terhadap objek dan peristiwa tertentu

Strategi perancangan yang akan dibuat mengenai media informasi motif batik Merak Ngibing Garut &amp; Tasikmalaya ini adalah dengan merancang media informasi yang tepat serta

Aksi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud politik hukumnya terdapap perlindungan Komunitas Adat Terpencil yaitu melakukan langkah-langkah taktis berupa

Dalam bentuk perancangan media informasi ini menggunakan metode observasi untuk mengetahui langsung kehidupan di Suku Baduy Luar, wawancara untuk mendapatkan informasi

Dalam hal penataan pemukiman masyarakat Komunitas Adat Terpencil dari hasil penelitian penulis sudah ada kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dalam menata