• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomass estimation equation of Nyirih tree (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) in Batu Alam natural forest, Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biomass estimation equation of Nyirih tree (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) in Batu Alam natural forest, Kalimantan Barat"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PERSAMAAN PENDUGA BIOMASSA

POHON JENIS NYIRIH (

Xylocarpus granatum

Koenig. 1784)

DALAM TEGAKAN MANGROVE HUTAN ALAM

DI BATU AMPAR, KALIMANTAN BARAT

MARLIN ARIANCE TALAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PERSAMAAN PENDUGA BIOMASSA

POHON JENIS NYIRIH (

Xylocarpus granatum

Koenig. 1784)

DALAM TEGAKAN MANGROVE HUTAN ALAM

DI BATU AMPAR, KALIMANTAN BARAT

MARLIN ARIANCE TALAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

Marlin Ariance Talan (E34103006), Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar- Kalimantan Barat, dibawah bimbingan Ir. Nyoto santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

Salah satu fungsi hutan berkaitan dengan isu pemanasan global adalah sebagai penyerap CO2dari udara melalui proses fotosintesis (sink) dan menyimpannya sebagai biomassa hutan

(reservoir). Hutan mangrove dengan tingkat produktivitas dua kali lebih besar dari hutan primer daratan diduga memiliki fungsi sebagai biomass sink dan biomass reservoir yang baik. Untuk menduga jumlah biomassa di dalam hutan, dapat digunakan pendekatan secara tidak langsung yaitu melalui model alometrik dan metode Biomass Expansion Factor (BEF).

Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah persamaan alometrik penduga biomassa jenis Nyirih. Persamaan dibuat berdasarkan hipotesis adanya hubungan yang erat antara parameter pohon dengan biomassa tiap bagian pohon.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka ditetapkan sebanyak 30 pohon contoh yang secara acak dipilih berdasarkan keterwakilan diameter, yang selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa dengan menggunakan destructive sampling. Dalam penelitian ini biomassa batang juga dihitung dengan menggunakan pendekatan volume sedangkan biomassa bagian lainnya dihitung dengan penimbangan langsung. Penelitian dilaksanakan di tegakan mangrove desa Nipah Panjang, Batu Ampar–Kalimantan Barat.

Pengumpulan data dilakukan saat pohon masih berdiri (diameter setinggi dada, tinggi total dan tinggi bebas cabang). Setelah rebah, setiap bagian pohon dipisahkan dan kemudian ditimbang secara keseluruhan untuk mendapatkan berat basahnya. Untuk mendapatkan data kadar air, diambil sampel uji sebanyak 11 ulangan untuk setiap bagian pohon.

Model pendugaan biomassa dihasilkan dengan menganalisa hubungan antara nilai biomassa dengan dimensi pohon. Hubungan erat yang ditunjukkan oleh setiap peubah terhadap peubah yang lain menyatakan bahwa peubah-peubah tersebut mampu menjelaskan biomassa secara konsisten. Korelasi positif biomassa tiap bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungannya dengan diameter dibandingkan dengan tinggi totalnya. Hubungan antara peubah– peubah ini dinyatakan dalam persamaan regresi. Persamaan terbaik diperoleh dengan uji coba terhadap empat persamaan regresi linier maupun non linier dengan satu dan dua peubah bebas. Persamaan yang baik adalah persamaan yang memiliki simpangan (s) terkecil, koefisien determinasi (R2) dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) terbesar. Selain itu persamaan juga harus memiliki nilai dugaan yang tidak berbeda jauh dengan nilai biomassa aktual, dapat memenuhi pertimbangan keefisienan pengambilan data di lapangan, memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan keaditifan model.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang yakni mencapai 52,5% dari biomassa keseluruhan pohon di atas permukaan tanah, kemudian diikuti oleh biomassa cabang (26%), ranting (15,5%) dan daun (6%). Dibandingkan dengan penelitian terhadap pohon Mahoni (Adinugroho 2002) besar persentase biomassa batang 73% dari biomassa totalnya. Berdasarkan perbandingan nilai ini dapat disimpulkan bahwa Nyirih memiliki struktur pohon dengan percabangan yang banyak.

Dari beberapa persamaan regresi yang diujicobakan, persamaan alometrik terbaik yang dihasilkan untuk menduga biomassa pada setiap bagian pohon Nyirih antara lain :

ƒ Biomassa batang : Bbtg = 0,0813D2,28 ƒ Biomassa cabang : Bcbg = 0,0063D2,78 ƒ Biomassa ranting : Brtg = 0,1D1,79 ƒ Biomassa daun : Bdaun = 0,1076D1,51 ƒ Biomassa pohon : Btotal = 0,1832D2,21

(4)

SUMMARY

Marlin Ariance Talan (E34103006), Biomass estimation equation of Nyirih tree (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) in Batu Alam natural forest, Kalimantan Barat. Advisor by Ir. Nyoto santoso, MS. dan Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS.

In relation to global warming issues, forests function as CO2 absorber from the

atmosphere and as biomass reservoir. Mangrove has twice productivity compared to primary forest and is estimated to have a good biomass sink and biomass reservoir ability. To estimate biomass amount in a forest, a non direct approach can be applied using allometric model and BEF method. The objective of this research is to build an allometric equation to estimate Nyirih biomass.

This research was conducted in Nipah Panjang village, Batu Ampar for two weeks. The equation is made based a hypothesis that there is a strong correlation between tree parameters and biomass value of each tree sections. To meet the objective of this research, 30 tree samples were randomly chosen based on diameter representative. Afterwards, biomass was measured using destructive sampling method. Trunk section was measured using volume approach while other sections were measured using direct weighing method.

Tree data collected in standing position included breast height diameter, total height and average height. Afterwards each tree section was separated and weigh. Water content data were obtained by taking samples from each section and tested for 11 repetitions.

Biomass estimation model were built by analyzing the correlation of each biomass value with tree dimensions. A strong correlation among variables implies that these variables can consistently represent the tree biomass. Positive correlation between tree sections with its diameter was higher than with its total height. Correlations are then explained in regression equation. The best equation was obtained by testing four linier and non-linier regression equations. The best equation is that which has the lowest deviation (s) value, the highest determination coefficient (R2) value and the highest corrected determination coefficient (R2) value. Moreover, the equation had to have an estimation value that resembles actual biomass the most; fulfill remnant normality assumption and model additives.

The result of the research showed that the highest value of biomass was found in trunk section which reached 52,5% of total tree biomass above land surface. Then it was followed by branch (26%), twig (15,5%) and leaf (6%). Research on Mahoni species by Adinugroho (2002) showed that trunk section reached 73% of total biomass. Thus, it can be concluded that Nyirih has a great amount of branching

Based on the tested regression equations, the best alometric equation to estimate biomass value of each tree section were as follows:

ƒ Trunk Biomass : Btrunk = 0,0813D2,28

ƒ Branch Biomass: Bbranch = 0,0063D2,78

ƒ Twig Biomass : Btwig = 0,1D1,79

ƒ Leaf Biomass : Bleaf = 0,1076D1,51

ƒ Total Biomass : Btotal = 0,1832D2,21

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persamaan Penduga

Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam

Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat adalah

benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing den belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalm teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

(6)

Judul Skripsi : Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat Nama Mahasiswa : Marlin Ariance Talan

NIM : E34103006

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ir. Nyoto Santoso, MS Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS NIP. 131 634 382 NIP. 131 760 840

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

penyertaan-Nya selama penulis menulis skripsi yang berjudul “Persamaan

Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1874)

dalam Tegakan Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat” hingga pada

akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi

ini sangat diharapkan penulis.

Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini

dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang

membutuhkan khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan kehutanan di

Indonesia.

Bogor, Juli 2008

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur

pada tanggal 25 Maret 1985 sebagai anak terakhir dari enam

bersaudara pasangan Johanis Talan dan Dientje Talan-Manafe.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kupang

dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan

sebagai pilihan pertama.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi yakni

sebagai ketua tim PA PMK IPB tahun 2005-2006 dan panitia Bina Corps

Rimbawan (BCR) tahun 2004.

Penulis melakukan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di

KPH Banyumas Barat dan Banyumas Timur kemudian di BKPH Getas KPH

Ngawi Perhutani Unit II Jawa Timur Tahun 2006 bekerjasama dengan

Uneversitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Bengkulu (UNIB). Selain itu,

penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Meru

Betiri Jawa Timur pada tahun 2007.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, Penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih

(Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di

Batu Ampar, Kalimantan Barat di bawah bimbingan Ir. Nyoto Santoso, MS. dan

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan tugas akhir berjudul “Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam di Batu Ampar, Kalimantan Barat” tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materiil.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak, di antaranya :

1. Bapak Ir. Nyoto Santoso, MS selaku pembimbing pertama sekaligus pemberi semangat dan motivasi. Terima kasih untuk segala bentuk dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan.

2. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS selaku pembimbing kedua. Banyak hal yang saya pelajari selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuan, masukan, dan kritikan.Those teach me a lot.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.Si selaku penguji wakil dari Departemen Silvikultur dan Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut. M.Si. selaku penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan. Terima kasih atas segala masukan, kritik dalam penyempurnaan skripsi.

4. Orang tua dan kakak-kakakku (Yun, Ince, Shelly, Ona dan Jimmy) Kakak Nahor sekeluarga, Ryan, Bp Ya’ & Susan, thanks for everything. Uncountable…

K’ Hanny..the grace of my life. Your support means a lot, thank u very much.

5. LPP Mangrove crews esp. Pak Faizal, Mas Sobar, dan Mba Yanti terima kasih untuk segala bantuan selama pengambilan data di lapangan.

6. Kepala desa Sukamaju-Nipah Panjang, Pa Pung sekeluarga dan teamwork di lapangan (Pa Ucu, Alm. Pa Solihin, Pa Mochtar, Pa Sahat, Pa Jafar dan Pa Puji) terima kasih untuk kerja keras membantu proses pengambilan data di lapangan.

7. Teman-teman KSH ’40 Arie dan Ve (thanks for the honest support) Elsi, Ruri, Yuyun, Reren, Goen, Anes, Bilal, Nanank (tim Meru Betiri Upil, Topo dan Joko), dll. Terima kasih untuk segala bantuannya.

8. Ririn n Itin my sizta, PW’ers (Anna, Phiet, Thi, Vinoy, Loli, Mba Ria, Liza dan Vivi), Da JeePools (Dewi, Indah, Vika, Mba Krisan, Windi dan Dinda) makasih atas dukungan selama ini.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa ... 4

2.2 Studi Mengenai Alometrik Biomassa ... 6

2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan... 10

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian... 11

3.3.2 Pengumpulan Data ... 12

3.3.3 Pengolahan Data ... 14

3.3.4 Analisis Data ... 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Letak... 20

4.2 Topografi dan Tanah ... 20

(11)

4.4 Keanekaragaman Jenis ... 21

4.5 Satwaliar... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data... 22

5.1.1 Penyebaran Pohon Contoh Menurut Diameter Pohon ... 22

5.1.2 Kadar Air... 23

5.1.3 Kerapatan Kayu... 24

5.1.4 Biomassa Pohon–pohon Contoh ... 25

5.1.4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Biomassa Batang ... 27

5.1.4.2 Biomassa Menurut Bagian–bagian Pohon ... 28

5.1.4.3 Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon Nyirih (diameter, tinggi total dan tinggi bebas cabang) dengan Biomassa ... 31

5.2 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Pohon ... 33

5.2.1 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Batang ... 34

5.2.2 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Cabang ... 37

5.2.3 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Ranting ... 39

5.2.4 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Daun ... 41

5.2.5 Persamaan Alometrik Penduga Biomassa Total Pohon ... 44

5.3Biomass Expansion Factor (BEF) ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 50

6.2 Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Biomassa (berat kering ton/ha) beberapa tipe hutan ... 5

2. Nilai BEF pada beberapa hutan dengan tipe hutan dan tipe tebangan berbeda ... 6

3. Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi ... 7

4. Persamaan alometrik berbagai jenis vegetasi hutan... 8

5. Rumus Penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur ... 9

6. Sebaran data pohon contoh nyirih menurut diameter dan tinggi total ... 22

7. Kadar air nyirih pada 11 pohon contoh... 23

8. Kerapatan kayu pohon nyirih 11 pohon contoh ... 24

9. Biomassa rata-rata pohon contoh menurut kelas diameter ... 26

10. Perbandingan nilai biomassa batang dengan pendekatan volume dan penimbangan langsung... 27

11. Matrik korelasi sederhana antar peubah pohon nyirih ... 31

12. Persamaan alometrik penduga biomassa batang pohon nyirih ... 34

13. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa batang ... 34

14. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa batang pohon nyirih... 35

15. Persamaan alometrik penduga biomassa cabang pohon nyirih... 37

16. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa cabang ... 37

17. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa batang pohon nyirih... 38

18. Persamaan alometrik penduga biomassa ranting pohon nyirih... 39

19. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa ranting ... 40

20. Hasil uji validasi persamaan penduga biomassa ranting pohon nyirih ... 40

21. Persamaan alometrik penduga biomassa daun pohon nyirih ... 42

22. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa daun... 42

23. Hasil uji validasi persamaan alometrik penduga biomassa daun pohon nyirih ... 43

24. Persamaan alometrik penduga biomassa total pohon nyirih ... 44

25. Urutan performansi persamaan alometrik penduga biomassa total ... 45

26. Hasil uji validasi persamaan alometrik penduga biomassa total Pohon nyirih ... 45

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel di Lapangan ... 10

2. Diagram alir tahapan kerja penelitian persamaan penduga biomasa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat... 12

3. Diagram area biomassa pohon nyirih tiap bagian menurut kelas diameter... 26

4. Grafik distribusi biomassa pohon nyirih menurut bagian-bagiannya dan pada berbagai kelas diameter ... 29

5. Plot hubungan biomassa tiap bagian pohon nyirih dengan diameter... 32

6a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa batang terbaik ... 36

6b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa batang terbaik... 36

7a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa cabang terbaik ... 39

7b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa cabang terbaik ... 39

8a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa ranting terbaik ... 41

8b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa ranting terbaik ... 41

9a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa daun terbaik ... 44

9b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa daun terbaik... 44

10a. Uji visual kenormalan persamaan penduga biomassa total pohon terbaik... 47

10b. Uji visual keaditifan persamaan penduga biomassa pohon terbaik ... 47

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Uji sampel kerapatan kayu ... 56

2. Perhitungan biomassa dengan pendekatan volume... 56

3. Uji sampel kadar air ... 57

4. Data dimensi pohon contoh dan nilai biomassa bagian-bagian pohon

contoh... 58

5. Hasil analisis regresi model penduga biomassa terbaik setiap bagian

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu rumusan pengelolaan hutan yang tepat guna memerlukan gambaran

mengenai hubungan keterkaitan antara parameter penyusun tegakan hutan yang

bersangkutan. Dari gambaran tersebut dapat diketahui pengaruh parameter

penyusun terhadap output yang diharapkan dari kegiatan pengelolaan. Salah satu

parameter penyusun tegakan hutan yang penting untuk diketahui nilainya secara

pasti adalah informasi mengenai besarnya kandungan biomassa yang tersimpan

dalam suatu tegakan hutan. Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di

dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan C (karbon) dan hara

lainnya dalam suatu ekosistem.

Dalam hubungannya dengan penyerapan karbon, diketahui bahwa pada

ekosistem terestrial, kandungan karbon terbesar tersimpan dalam komponen

vegetasi. Dalam hal ini, hutan tentu memiliki porsi terbesar karena komponen

penyusun hutan yang dominan adalah komponen vegetasi. Ini berarti dalam

sebuah tegakan hutan tersimpan stok karbon dalam jumlah yang besar. Menurut

Soemarwoto (2001), hutan tropik basah mampu menyerap rata-rata 250-300 ton

C/ha/tahun jika tidak mengalami kerusakan yang berarti.

Informasi tentang karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi/tegakan hutan

dapat diperoleh dengan mengetahui informasi mengenai biomassa vegetasi

tersebut. Biomassa hutan semakin penting ketika konsumsi bahan bakar fosil

diyakini dapat menyebabkan peningkatan emisi yang akhirnya menimbulkan

terjadinya pemanasan global. Fenomena ini mendorong para ahli untuk mencari

substitusi energi terbarukan yang dapat meminimalisir emisi dan pencermaran.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa

pemanfaatan biomassa menjadi energi dapat mengurangi emisi CO2 baik dari

respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran (Heriansyah

2005). Bahkan penggunaan energi biomassa ini pun dapat mendorong percepatan

rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air dan berperan dalam

(16)

Dalam menentukan biomassa pohon, harus diketahui berat basah dan berat

kering kayu atau bagian lain dari pohon tersebut. Namun mustahil apabila dalam

setiap kegiatan inventarisasi hutan dilakukan kegiatan penebangan, penimbangan

dan pengeringan semua komponen pohon tersebut. Untuk itu diperlukan suatu

metode yang lebih efisien, tepat, dan akurat serta cepat dalam memperkirakan

biomassa pohon. Kandungan biomassa pada berbagai tipe vegetasi/hutan akan

beragam, maka metode praktis tersebut dibutuhkan pada masing-masing tipe

vegetasi/hutan.

Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan unik karena mampu

beradaptasi pada lingkungan dengan salinitas tinggi, kondisi tanah tanpa udara

dan sekali–sekali tergenang air. Kayu dari jenis mangrove sering digunakan

sebagai sumber kayu bakar karena memiliki nilai kalor yang tinggi. Besarnya

kandungan karbon dipengaruhi oleh kemampuan pohon tersebut dalam menyerap

karbon melalui proses fotosintesis yang disebut dengan sequestration.

Kandungan karbon pohon jenis mangrove diduga berkorelasi positif dan

nyata dengan besarnya ukuran pohon tersebut dan meningkat dengan

bertambahnya umur pohon tersebut (Porte et al. 2002). Potensi bahan organik ini

dipengaruhi dimensi pohon seperti diameter dan tinggi pohon sehingga dapat

dijadikan sebagai salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menduga

besarnya bahan organik dan biomassa pohon tersebut (hubungan alometrik).

Sampai saat ini model penduga karbon untuk jenis Xylocarpus granatum

masih belum ada. Sehubungan dengan pentingnya metode praktis dalam menduga

besarnya stok karbon suatu tegakan hutan, dalam penelitian ini akan dibangun

suatu model/persamaan penduga karbon jenis Xylocarpus granatum dari hutan

mangrove yang ada di Batu Ampar Kalimantan barat. Persamaan ini dibangun

melalui beberapa tahapan melalui pengukuran secara langsung (penimbangan dan

pengeringan) bagian-bagian pohon.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu

persamaan atau model (hubungan alometrik) penduga kandungan biomassa dari

(17)

1.3 Manfaat

Dalam bidang akademis diharapkan hasil penelitian berupa persamaan

penduga biomassa jenis Xylocarpus granatum ini dapat melengkapi khasanah

pengembangan ilmu pengetahuan tentang potensi karbon pada vegetasi mangrove.

Bagi kegiatan pengelolaan hutan, diharapkan dapat menjadi dasar bagi kegiatan

pendugaan stok biomassa pada hutan mangrove khususnya untuk jenis Xylocarpus

granatum, yang akhirnya juga dapat berguna sebagai bahan pertimbangan

keputusan pemanfaatan hasil hutan mangrove dan pengelolaan ekosistem hutan

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering

bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah permukaan

tanah dan dinyatakan dalam ton per unit area. Komponen biomassa hutan sendiri

terdiri dari biomassa hidup di atas dan di bawah permukaan tanah antara lain

berupa pohon, semak belukar, semai, akar, epifit dan tumbuhan menjalar lainnya.

Biomassa juga dapat berasal dari tanaman yang sudah mati seperti serasah kayu.

Stok biomassa yang terdapat dalam tiap pohon atau tegakan hutan dapat

berubah-ubah. Perubahan stok biomassa dapat dipengaruhi oleh waktu dan gangguan

terhadap hutan baik secara alami maupun akibat kegiatan manusia.

Dalam Supratman 1994, Kusmana (1992) menyebutkan beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi besarnya stok biomassa dalam hutan, antara lain

perbedaan iklim, umur, kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan juga

kualitas tempat tumbuh. Khusus untuk hutan mangrove, Eong et al. (1983) yang

dikutip dalam Hilmi (2003) menambahkan bahwa biomassa dan produktivitasnya

dipengaruhi oleh salinitas, akumulasi kandungan sulfat dan kandungan toksik

serta kondisi redoks tanah dan keterbatasan hara.

Penelitian mengenai kandungan biomassa sudah banyak dilakukan di

berbagai negara dengan kondisi iklim yang bervariasi. Brown dan Lugo (1982,

1984) dalam Brown (1997) telah melakukan dua pendekatan pendugaan biomassa

total, baik untuk yang di atas maupun di bawah permukaan tanah. Penelitian

dilakukan di hutan tropik dari dua sumber data yang berbeda. Cara pertama data

dikumpulkan dari literatur total biomassa di hutan tropik yang ditentukan dengan

pengukuran langsung pada sebuah plot (dengan pemanenan langsung atau dengan

menggunakan persamaan regresi yang dihasilkan dari metode pemanenan

langsung). Dihasilkan berat rata-rata total biomassa bagian atas untuk hutan

tertutup 282 ton/ha (144-513 ton/ha) dan untuk hutan terbuka 55 ton/ha (28-82

ton/ha). Untuk analisis yang kedua digunakan data yang dilaporkan oleh tiap

(19)

permukaan tanah (TAGB) sebesar 150 ton/ha untuk hutan tanpa gangguan dan 50

ton/ha untuk hutan terbuka. Pendugaan ini dihitung menggunakan konversi

volume komersial kayu ke TAGB dengan rata-rata kerapatan kayu dan nilai

Biomass Expansion Factor (BEF). Pendugaan biomassa yang didasarkan pada

data inventarisasi volume hutan dapat dikembangkan ke pendugaan TAGB sebab

data volume dari inventarisasi hutan lebih banyak tersedia dan secara umum telah

dikumpulkan pada suatu luasan contoh area yang luas dengan menggunakan

metode sampling yang telah direncanakan untuk menggambarkan populasi yang

terbaik.

Biomassa dari hutan memiliki variasi yang sangat besar. Dalam Tabel 1

dapat diamati perbedaan kandungan biomassa antara komponen-komponen pohon

menurut penelitian Whitmore (1985) yang dikutip dari Adinugroho (2002).

Tabel 1 Biomassa (berat kering ton/ha) beberapa tipe hutan hutan

Biomassa (ton/ha)

Hutan dan Lokasinya batang daun akar Sumber Riverine (Panama) 1163 11,3 12 Golley et al. (1975)

Hutan Banco (Ivory Coast) 504 9 49 Huttel dan Bernhard Reversat (1975) Hutan Pasoh (malaysia) 467 8,2 - Kato et al (1978)

Hutan Hujan (Brazil) 370 10 - Klinge (1972) Tropika lembab (Panama) 355 11,3 40 Golley et al. (1975) Mangrove (Panama) 259 3,5 10 Golley et al. (1975) Tropika Hujan (Thailand) 323 7,8 190 Kira et al (1964) Hutan Hujan san Carlos (Venezuela) 317 8,2 31 Jordan (1980) Musim selalu Hijau (Kamboja) 314 8,4 56 Hozumi et al (1969) Hutan Hujan (Columbia) 314 9 32 Las Salas (1978) Pegunungan rendah (Puerto Rico) 269 8,1 - Odum et al (1970) Premontane Basah (Panama) 258 10,5 71 Golley et al. (1975) Hutan Panas (Kamboja) 145 7,7 13 Hozumi et al (1969) Hutan Kering Gugur Daun (India) 73 5 19 Singh dan Misra (1978) Hutan Rawa (Kamboja) 11 2,1 21 Hozumi et al (1969) Sumber : Whitmore (1985) dikutip dalam Adinugroho (2002)

Dalam penelitian ini, biomassa diukur menggunakan metode pemanenan

individu tanaman yang kemudian digunakan untuk membangun sebuah persamaan

untuk menduga biomassa secara tidak langsung. Metode pendugaan tidak

langsung yang dimaksud adalah berdasarkan hubungan alometrik. Metode ini

merupakan metode yang ditetapkan untuk menduga biomassa hutan dalam Kyoto

Protokol (IPCC 2003).

Untuk menduga besarnya stok biomassa suatu pohon ataupun tegakan dapat

(20)

Salah satu metode pendugaan secara tidak langsung adalah melalui pendekatan

data volume (data potensi hutan). Untuk mengestimasi besarnya biomassa dalam

suatu tegakan hutan jika diketahui data volumenya dapat dicari melalui nilai

Biomass Expansion Factor (BEF). Brown (1997) mendefinisikan Biomass

expansion factor sebagai perbandingan antara total berat kering tanur setiap

bagian pohon (di atas permukaan tanah) terhadap berat kering tanur bagian batang

saja.

Hubungan antara biomassa tebangan dan biomassa total pohon bervariasi

dan bergantung pada tipe hutan, umur tegakan, dan cara pemanenan. (tebang pilih

dan tebang habis atau tebang jalur) juga pemasaran hasil hutan (khususnya

pemasaran kayu pulp/sisa log). Perbandingan TAGB terhadap biomass

komersialnya yang dihasilkan dari beberapa penelitian berkisar antara 1,3-1,5

untuk hutan dengan umur masak tebang. Namun nilai perbandingan ini biasanya

lebih kecil daripada faktor ekspansi (expansion factors) yang seharusnya

digunakan untuk hutan yang ditebang (Snowdon et al. 2000). Dalam Tabel 2

dapat diamati beberapa nilai BEF yang dibedakan menurut tipe hutan dan sistem

tebang.

Tabel 2 Nilai BEF pada beberapa hutan dengan tipe hutan dan tipe tebangan yang berbeda

BEF

Tipe hutan Tipe tebangan kayu pulp bukan kayu pulp tebang pilih 1,3 1,8 Hutan dengan kelembaban tinggi tebang jalur 1,7 2,9 tebang pilih 1,3 2,2 Hutan dengan kelembaban rendah tebang jalur 2,0 5,0 Sumber : Snowdon et al. (2000)

2.2 Studi Mengenai Alometrik Biomassa

Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan menggunakan

teknik regresi dimaksudkan untuk mencari hubungan antar biomassa dengan

peubah penaksiran yang diperoleh pada pengukuran biomassa sejumlah pohon.

Jumlah pohon contoh untuk pembuatan model alometrik bervariasi. Belum ada

pedoman yang pasti untuk menentukan jumlah pohon contoh yang memadai.

Wiant et al (1977) seperti yang dikutip dalam Mikaelian dan Korzukhin (1997)

(21)

untuk semua semua spesies. Dalam MacDicken (1997) menyebutkan bahwa tabel

biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk

tiap spesies, bahkan untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai.

Persamaan Alometrik dapat digunakan untuk mengestimasi stok biomassa

pada vegetasi dengan jenis yang sama. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan

yang membedakan persamaan-persamaan alometrik antara lain :

1. perbedaan struktur pohon

2. perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang dikembangkan

dalam persamaan alometriknya.

Persamaan alometrik spesifik digunakan untuk pohon dengan jenis yang

sama, memiliki kisaran ukuran yang tercakup dalam kelas ukuran persamaan

tersebut dikembangkan dan spesifik pada lokasi tempat tumbuhnya. Persamaan

alometrik tidak akurat digunakan apabila syarat di atas tidak terpenuhi

(Snowdownet al. 2000).

Penelitian mengenai persamaan alometrik penduga biomassa telah banyak

dikembangkan oleh para ahli. Umumnya persamaan yang telah disusun tersebut

adalah persamaan yang ditujukan untuk pohon-pohon hutan primer di daratan.

Brown (1997) mengembangkan model persamaan penduga biomassa yang

dikelompokan berdasarkan curah hujan. Persamaan yang dikembangkan ini

menggunakan parameter diameter setinggi dada (1,3 m) dan tinggi total.

Persamaan-persamaan ini dapat diamati dalam Tabel 3.

Tabel 3 Model alometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi

Tempat tumbuh (curah

hujan,mm/tahun) Persamaan Alometrik

Selang diameter pohon contoh

(cm)

Jumlah pohon contoh R2

Kering (<1500 mm) Y=0,139D2,32 5-40 28 0,89

Y=42,69-12,8D+1,242D2 5-148 170 0,84

Y=0,118D2,53 5-148 170 0,97

Lembab (1500-4000mm) Y=0,092D2,60 5-148 170

-Y21,3-6,95D+0,74D2 4-112 169 0,92 Basah (>4000 mm) Y=0,037D1,89H 4-112 169 0,9 Sumber : Brown (1997)

Keterangan :

(22)

Model alometrik biomassa pohon telah dikembangkan juga oleh Ogawa et

al (1965) yang menghasilkan persamaan Bbatang = 0,0369(D2H)0,9326 yang dapat

digunakan untuk biomassa batang pada semua tipe hutan. Menurut Ogawa et al.

(1965), penduga biomassa daun dapat menghasilkan kesalahan paling besar.

Tersedia lebih dari 200 persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk

menduga besarnya biomassa setiap komponen yang tersebar di seluruh dunia.

Hanya saja distribusi spasial dan cakupan spesiesnya masih sangat terbatas.

Khusus di Indonesia persamaan penduga biomassa masih sangat terbatas. Pada

Tabel 4 dapat diamati beberapa persamaan alometrik penduga biomassa yang

disusun berdasarkan biomassa pohon-pohon di Indonesia.

Tabel 4 Persamaan alometrik berbagai jenis vegetasi hutan

No. Jenis Pohon Persamaaan Alometrik Sumber 1 Pohon bercabang B = 0.11ȡ D2.62 Ketterings, 2001 2 Pohon tak bercabang B = (ʌ/40) ȡ H D2 Hairiah, 2002 3 Nekromas B = (ʌ/40) ȡ H D2 Hairiah, 2002

5 Pisang B = 0.030 D2.13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002 6 Sengon B = 0.0272 D2.831 Sugiarto ; Van Noordwijk, 2002 7 Palm B = BA* H*ȡ Hairiah, 2000

8 Bambu B = 0.1312 D2.278 Arifin, 2001 9 Mahoni B = 0,048D2,68 Adinugroho, 2002 Sumber : Rahayu et al. (2004).

Keterangan :

B = Biomassa (kg pohon-1)

H = tinggi tanaman (cm)

ȇ = kerapatan kayu (Mg m-3, kg dm-3 atau g cm-3)

D = diameter (cm) setinggi dada (1.3 m)

BA = Basal Area (cm-2)

Model penduga biomassa untuk jenis-jenis pohon yang hidup di hutan

mangrove di Indonesia telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Jenis vegetasi

mangrove yang telah tersedia persamaan penduga biomassa antara lain dari

kelompok Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Avicennia spp. Rumus penduga

ini dikembangkan oleh Kusmana (1996) dengan mengambil lokasi penelitian di

Kalimantan Timur. Rumus penduga pada beberapa kelompok vegetasi mangrove

(23)

Tabel 5 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur

Rumus biomassa Bagian

tumbuhan Rhizophora spp. Bruguiera spp. Avicennia spp.

Daun

5 253

,

1 1,610 10

1174 , 3 1 1 x D

w w = 565,657(e0,135D-1) w = 0,00818(D2H)0,8067

Batang

4 697

,

2 2,901 10

76 , 0 1 1 x D

w w = 13,2359(e131D-1) w = 0,2563(D2H)0,8534

Cabang

4 258

,

3 3,833 10

0047 , 0 1 1 x D

w w = 1,697(e0,179D-1)

Akar tunjang

3 667

,

3 2,657 10

00129 , 0 1 1 x D w Ground root 3 668 ,

2 1,034 10

0634 , 0 1 1 x D

w w = 0,061D2,619

Keterangan : w = Biomassa (kg), D = Diameter (cm), H = Tinggi total pohon (m)

2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya

Pohon Nyirih atau disebut dengan Nyuru atapun Siri memiliki tinggi yang

mencapai lebih dari 20 meter bahkan lebih. Daunnya berwarna hijau gelap,

berbentuk elips dengan pangkal daun yang menyatu dengan batang. Bunga

berukuran kecil dan berwarna putih susu hingga putih kehijauan. Buahnya

berbentuk bulat dengan ukuran yang sangat besar yaitu diameter berkisar antara

15–20 cm, berwarna coklat kekuningan.

Kulit batang pohon Nyirih berwarna merah–coklat dengan permukaan yang

licin. Beradaptasi terhadap substrat tempat tumbuh dengan akar papan yang

berbentuk seperti pita yang memanjang dan menopang batang pohon (Bengen

2002).

Jenis nyirih tidak termasuk dalam kelompok mangrove sejati (true

mangrove). Jenis ini termasuk dalam flora mangrove minor yang tidak mampu

membentuk tegakan murni sehingga secara morfologis tidak berperan dominan

dalam steuktur komunitas. Nyirih memiliki distribusi yang cukup besar dari

Afrika Timur sampai ke Asia Tenggara. Nyirih banyak ditemukan pada daerah

sungai dengan arah menuju ke daratan. Jika dibedakan menurut zonasinya, jenis

nyirih terdapat pada zona B di belakang jenis Bakau (Rhizophora spp), Api-api

(Avicennia spp.) dan tumu (Bruguiera spp.) yang tumbuh paling dekat dengan laut.

Zona tempat tumbuh Nyirih adalah mulai dari bagian tengah sampai zona yang

dekat dengan sungai. Meskipun demikian di beberapa negara seperti Srilanka dan

(24)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu

Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan

Januari – Februari 2008, pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kayu Solid

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan–Institut Pertanian Bogor selama

bulan Maret 2008. Pengolahan data dan analisis data dilaksanakan April–Mei

2008. Titik–titik lokasi pengambilan sampel di lapangan secara detail dapat

diamati pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan

mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Untuk menduga besarnya biomassa yang terkandung dalam tegakan

(25)

(kapasitas 100 kg), gergaji tangan, golok, kampak, alat pemangkas daun,

kalkulator, plastik berukuran 0,25 kg, 0,5 kg, 1 kg, dan 2 kg, tali tambang dan

rafia.

Pengujian sampel uji untuk mendapatkan nilai kadar air yang dilakukan di

laboratorium menggunakan alat-alat seperti kertas koran, timbangan analitik, oven,

gergaji kayu, plastik, alat tulis dan tally sheet.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Biomassa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah biomassa yang

berada di atas permukaan tanah (above ground biomass) yaitu biomasa yang

terdiri dari :

a. Biomassa batang+kulit : total berat kering batang utama keseluruhan dan

kulit

b. Biomassa cabang : total berat kering bagian cabang keseluruhan

c. Biomassa ranting : total berat kering bagian ranting keseluruhan

d. Biomassa daun : total berat kering bagian daun keseluruhan

Secara garis besar, penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan

pengumpulan data dan sampel di lapangan, pengujian sampel di laboratorium,

pengolahan data dan analisis data menggunakan program analisis statistika

Minitab 14. Tahapan kerja secara umum dapat diamati dalam diagram alir pada

(26)

Batang Cabang, Ranting, Daun

Biomassa Berdasarkan Bagian-bagian Pohon dan

Biomass Expansion Factor

Ya Tidak

R2, R2 adj, s

MAE, SR, SA Uji Nilai t Mulai

Persamaan Terbaik, Kriteria Uji statistik

Pemilihan pohon contoh

Pengukuran Dimensi Pohon Berdiri (DBH,

H, Hbc)

Penebangan Pohon

Pemisahan bagian-bagian pohon (btang, cabang, ranting, daun

Pertimbangan Kepraktisan dan Efisiensi Pemodelan Biomassa

B = f (Diameter dan Tinggi) Pengukuran diameter

dan penimbangan berat basah

Persamaan penduga Biomassa Terpilih Penentuan Kadar Air

dan Kerapatan kayu

Penimbangan berat basah

Penentuan Kadar Air

Gambar 2 Diagram alir tahapan kerja penelitian persamaan penduga biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu ampar, Kalimantan Barat.

3.3.2 Pengumpulan Data 1. Pemilihan pohon contoh

Memilih pohon contoh yang akan ditebang dilakukan dengan

(27)

harus tumbuh sehat, tidak berlubang atau terkena penyakit. Jumlah pohon yang

ditebang sebanyak 30 pohon contoh. Pohon dipilih dari berbagai ukuran kelas

yang telah ditetapkan dengan distribusinya yaitu kelas diameter 5-10 cm (8

pohon); kelas diameter 11–20 cm (12 pohon); 21-30 cm (7 pohon); kelas diameter

31-40 cm (1 pohon) dan kelas diameter > 41 cm (2 pohon).

2. Pengukuran di lapangan

a. Sebelum pohon ditebang, pada saat pohon masih berdiri dilakukan

pengukuran terhadap diameter pada ketinggian 1,30 m (setingggi dada) dan

tinggi bebas cabang menggunakan pita ukur.

b. Menebang pohon dengan batas terdekat dari permukaan air atau permukaan

tanah (tempat tumpuan batang pada sistem perakaran).

c. Memisahkan tiap bagian pohon dari batang utamanya, yaitu bagian cabang,

ranting dan daun.

d. Membagi batang dan cabang-cabang menjadi sortimen-sortimen berukuran ±

1 m.

e. Mengukur dimensi diameter dan panjang sortimen (khusus untuk batang dan

cabang), berat basah setiap bagian pohon secara keseluruhan.

f. Mengambil sampel uji kadar air. Untuk batang dan cabang diambil

masing-masing 1 buah potongan kayu berbentuk piringan (disc) setebal ± 3 cm pada

bagian pangkal, tengah dan ujung batang masing-masing 1 buah. Untuk

sampel uji ranting dan daun, dari tiap pohon diambil contoh sebanyak ± 300

gram. Pengambilan sampel ini hanya dilakukan pada 11 pohon contoh.

g. Setiap contoh uji dikemas dalam plastik transparan untuk mencegah

pembusukan dan kerusakan pada sampel.

3. Pengukuran di Laboratorium

a. Dari setiap piringan yang telah diambil, contoh uji dibuat berbentuk kubus

dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm. Dari masing-masing piringan, diambil contoh uji

sebanyak 6 buah

b. Setiap contoh uji ditimbang berat basah menggunakan timbangan analitik

c. Pengeringan dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam oven. Untuk

pengujian KA daun suhu yang diguanakan sebesar ± 800 C sampai berat

(28)

d. Khusus untuk contoh uji kayu (batang, cabang dan ranting), contoh ujinya

dikering tanurkan pada suhu 102 ± 30 C sampai sampel uji mencapai berat

konstan.

e. Menimbang berat kering contoh setelah diuji menggunakan timbangan analitik.

3.3.3 Pengolahan Data a. Perhitungan Kadar Air

Penentuan Kadar Air (KA) dilakukan dengan menggunakan rumus

(Haygreen & Bowyer 1989) :

% KA = u100

BKc BKc BBc

Dimana :

% KA = persen kadar air (%) BBc = berat basah contoh (gram) BKc = berat kering contoh (gram)

b. Perhitungan Biomassa Bagian-Bagian Pohon Berdasarkan Data Kadar Air

Dari perolehan data Kadar Air (KA), penentuan biomassa dapat dilakukan

dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

BK =

¿ ¾ ½ ¯ ® ­

100 %

1 KA

BB

Dimana :

BK = berat kering (kg) BB = berat basah (kg) % KA = persen kadar air (%)

c. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor)

Nilai BEF (Biomass Expansion Factor) dihitung dengan rumus (Brown 1997) :

BEF =

Bbtg Btotal

Dimana :

BBtotal : Biomassa total (kg) BBbtg : Biomassa batang (kg)

(29)

Pendugaan biomassa secara tidak langsung dapat didekati dari nilai

volumenya menggunakan nilai Biomass Expansion Factor. Adapun nilai volume

sampel kayu yang diuji dihitung menurut dimensinya menggunkan rumus

(Haygreen & Bowyer 1989) :

v = p x l x t

Dimana :

v = volume (cm3) p = panjang (cm) l = lebar (cm)

t = tinggi (cm)

Penentuan besarnya volume batang utama dihitung menggunakan rumus

Smallian :

xL g g

v l s

2 )

(

Dengan rumus luas bidang dasar adalah :

f t d

g . ..

4

1S 2

Dimana :

v = volume (m3)

gl = luas permukaan pangkal log (m2)

gs = luas permukaan ujung log (m2)

L = panjang log (m)

e. Perhitungan Kerapatan Kayu

Khusus untuk bagian batang, selain kadar air kerapatan kayu contoh uji

kayu juga perlu diketahui untuk perhitungan biomassa bagian batang utama

melalui pendekatan olume kayu. Perhitungan kerapatan kayu dilakukan dengan

menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

v m R

Menghitung biomassa dengan menggunakan data volume pohon :

B = V x R

Dimana :

B = biomassa (kg)

R = kerapatan contoh uji (kg/m3) V = volume pohon (m3)

m = massa contoh uji kayu (kg) v = volume contoh uji (m3)

(30)

1. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa

Biomassa di atas tanah sebuah pohon dalam penelitian ini dikelompokkan

menjadi biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, dan biomassa batang

utama+kulit. Untuk tujuan pendugaan biomassanya maka dilakukan penyusunan

model penduga biomassa yang terdiri dari : model penduga biomassa daun, model

penduga biomassa ranting, model penduga biomassa cabang, model penduga

biomassa batang utama+kulit serta model penduga biomassa total sebuah pohon

(Total Above Ground Biomass/TAGB). Model yang diujicobakan terdiri dari

empat model dengan menggunakan satu dan dua peubah bebas dalam bentuk

linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu : diameter, diameter dan

tinggi total, diameter dan tinggi bebas cabang, diameter dan diameter kuadrat.

Model umum tersebut yaitu :

1. Model dengan satu peubah bebas

a. B = aDb (Brown 1997 )

b. B = a + bD + cD2(Brownet al. 1989)

2. Model dengan dua peubah bebas

a. B = aDbHtotc (Ogawa et al. 1965)

b. B = a + bD2Htot (Brown et al. 1989)

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan

koefisien regresi dengan menggunakan metode OLS (ordinary Least Squares)

atau metode kuadrat terkecil. Metode ini merupakan metode untuk memilih garis

regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke

garis regresi sekecil mungkin. Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika

asumsi-asumsi regresi terpenuhi, yaitu tiap nilai variabel bebas independen

terhadap variabel bebas lainnya., nilai sisaan bersifat acak serta distribusi normal

dengan rata-rata nol dan variasinya konstan (Draper & Smith 1992).

2. Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih atau membandingkan persamaan regresi terbaik dari

model-model hipotetik di atas (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria

perbandingan model, yaitu: koefisien determinasi (R2), nilai sisaan/simpangan

baku (s) dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted). Dari 3

kriteria di atas model yang terbaik adalah model yang memiliki R2 dan R2

(31)

kenormalan sisaan dan keaditifan model. Selain kriteria di atas, pertimbangan

kepraktisan penggunaan model juga perlu diperhatikan.

a. Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi R2 adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi

(JKR) dengan jumlah kuadrat total yang terkoreksi dan biasanya R2 dinyatakan

dalam persen (%). Nilai R2ini mencerminkan seberapa besar keragaman peubah

tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. nilai R2 berkisar antar

0% sampai 100%. Makin besar R2 akan makin besar total keragaman yang dapat

diterangkan oleh regresinya (semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat

dijelaskan oleh peubah bebas X), berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik.

Perhitungan besarnya nilai R2 dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

R2=

JKtotal JKregresi

dengan JK total terkoreksi untuk rataan Ӻ

Perhitungan nilai R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan

hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas.

b. Perhitungan Koefisien Determinasi Terkoreksi (R2adjusted)

Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) adalah koefisien determinasi yang

telah dikoreksi oleh derajat bebas dari JKS dan JKTT nya. Perhitungan koefisien

determinasi terkoreksi ini dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

Radj2= 1-

% 100

1 u

n JKTT

p n JKS

Dimana :

JKS = Jumlah Kuadrat Sisa

JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan (n-1) = dbt = derajat bebas total

Semakin tinggi R2 adjusted semakin tinggi pula keeratan hubungan antara

peubah tak bebas Y dan peubah bebas X.

c. Perhitungan Simpangan Baku (s)

(32)

s =

n p

Y Ya i

¦

2

Dimana :

s = simpangan baku

Ya = nilai biomassa sesungguhnya

Yi = nilai biomassa dugaan

(n-p) = derajat bebas sisa.

Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan

terhadap nilai sebenarnya. Semakin kecil nilai s semakin mendekati aktual atau

nilai yang sebenarnya.

Selain kriteria nilai statistik, dilakukan juga uji validasi persamaan untuk

menentukan persamaan alometrik yang terbaik. Kriteria yang diperhitungkan

adalah nilai ketepatan dari suatu persamaan dalam menduga nilai yang sebenarnya.

Semakin kecil nilai simpangan, maka penduga tersebut akan semakin tinggi

ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan semakin tinggi

ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka penduga tersebut

semakin tidak bias (Muhdin 1999).

d. Uji nilai t

Untuk menguji besar pengaruh penambahan peubah bebas secara statistik

terhadap peningkatan ketelitian sebuah persamaan jika di dalam persamaan telah

terdapat peubah X1dalam hal ini adalah diameter, digunakan uji nilai t. Untuk

mendapatkan nilai t hitung dapat digunakan rumus (Walpole 1993) :

thitung =

e x

s b n

s 1( E0)

Hipotesis yang digunakan :

H0 : ȕ1 = 0

H1 : ȕ1 0

Apabila thitung > ttabel atau nilai p < 0,05 pada taraf nyata 5 % maka tolak

H0 yang berarti penambahan peubah tinggi tidak signifikan terhadap peningkatan

ketelitian persamaan. Artinya bahwa persamaan tersebut dapat menduga kurang

lebih sama tepatnya dengan walaupun hanya menggunakan satu peubah bebas.

(33)

Istilah ketepatan berkaitan dengan besarnya simpangan suatu nilai dugaan

terhadap nilai yang sebenarnya. Ketepatan adalah kombinasi antara bias dan

ketelitian di dalam menggambarkan jauh dekatnya nilai-nilai hasil pengamatan

terhadap nilai yang sebenarnya. Untuk membandingkan ketepatan dugaan

biomassa antar persamaan, rata-rata bias (error) absolut (MAEj) dari dugaan

biomassa pada setiap persamaan dihitung dengan menggunakan rumus (Muhdin

1999) :

MAEj =

¦

eij

/nj

ti i a ij

e 8 8

Dimana :

MAEj = Mean Average Error (rata-rata bias absolut) persamaan ke-j (kg/pohon) eij = simpangan biomassa pohon ke-i dan pada persamaan ke-j

Yai = biomassa aktual (kg)

Yti = biomassa dugaan (kg)

nj = jumlah data rumus ke-j

Bi = nilai biomassa pohon ke-i

Persamaan yang memiliki nilai MAE yang lebih kecil (jika dibandingkan

dengan persamaan lain), menunjukkan bahwa dugaa biomassa dengan persamaan

tersebut lebih tepat.

f. Perhitungan simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA)

Kriteria simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat dalam penelitian

ini tidak digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan persamaan penduga

biomassa terbaik. Untuk pengujian validasi lebih diutamakan dengan melihat nilai

MAE persamaan tersebut. Kriteria SA dan SR disertakan hanya sebagai

pembanding untuk melihat nilai simpangan persamaan baik rata-ratanya maupun

secara agregat. Persamaan yang baik sebaiknya mempunyai SA tidak lebih dari

1% dan nilai SR < 10% (Chapman dan Meyer 1949 diacu dalam Imanuddin dan

Wahjono 2002). SR dan SA ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

SR =

>

@

N x B B

Bai ti ti 100%

¦

% 100

x B

B B

SA

ti ai ti

¦

¦

¦

Dimana :

(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Letak

Secara administrasi pemerintahan, lokasi penelitian berada di wilayah

kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat.

Sedangkan menurut wilayah administrasi Kehutanan, lokasi termasuk wilayah

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Batu Ampar, Kesatuan

Pemangkuan Hutan (KPH) Batu Ampar.

Lokasi berbatasan dengan selat Karimata di sebelah Barat, Kabupaten

Sanggau di sebelah Timur, Kabupaten Ketapang di sebelah Selatan dan di sebelah

Utara berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap. Keberadaan lokasi penelitian

terdapat di Kecamatan Batu Ampar tepatnya di Pulau Padang Tikar (Wilayah

Koperasi Panter) dengan status hutan berupa hutan produksi seluas ± 6.291 ha

yang secara geografis terletak pada 0045’–1010’ LS dan 1090 10’–1090 45’ BT

(LPP Mangrove 2000).

4.2 Topografi dan Tanah

Sebagian besar wilayah hutan mangrove merupakan wilayah dengan jenis

tanah Aluvial Hidromorf kelabu dengan bahan dari bahan endapan liat, debu serta

fisiografi berupa daratan pasang surut pantai/pesisir. Kandungan bahan organik

tertinggi terdapat di wilayah Bunbun (7,78%). Rasio kandungan karbon yang

lebih besar dari 12 terjadi di Muara Dabong yang menunjukkan bahwa proses

humifikasi bahan organik kurang lancar dan membentuk humus masam.

4.3 Hidrooseanografi dan Kualitas air 4.3.1 Pasang surut

Amplitudo pasang surut air laut di lokasi studi mencapai 2–3 meter

sehingga pertukaran massa air relatif besar dan berlangsung sangat cepat.

4.3.2 Salinitas

Hasil pengukuran terhadap kadar garam di perairan mangrove di lokasi

studi menunjukkan nilai salinitas antara 7,6 sampai 22,0 ‰ yang merupakan

(35)

4.3.3 Kualitas air

Kekeruhan air berkisar antara 4,2–395 mg/l. Nilai kekeruhan dan padatan

tersuspensi tertinggi tercatat di perairan sungai Sruwet yaitu masing-masing 28,6

NTU dan 395 mg/l, dimana padatan tersuspensinya sudah melewati ambang batas

yang ditetapkan yaitu < 80 mg/l. Hal ini disebabkan oleh pelumpuran akibat

kegiatan pembukaan wilayah hutan di atasnya.

Nilai pH terukur menunjukkan kualitas air masih dalam kondisi alami, yaitu

berada pada kisaran 7,4–7,9. sedangkan baku mutu untuk perairan air laut berkisar

6–9.

Kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3,92–5,76. Kelarutan oksigen

dalam air laut maksimum adalah sebesar 7,0 mg/l pada suhu 270C. Secara umum

telah diketahui bahwa kandungan oksigen < 4 mg/l dapat mengganggu kehidupan

biota air. Nilai BOD hasil pengamatan menunjukkan nilai yang relatif rendah

(0,78–2,3 mg/l), hal ini disebabkan pertukaran masa air relatif cukup besar dan

berlangsung cepat mengingat amplitudo pasang surut air laut di daerah ini

mencapai 2-3 meter.

4.4 Keanekaragaman Jenis

Vegetasi hutan primer di Batu Ampar ditemukan 4 jenis pohon yaitu :

Tumu (Bruguiera gymnorrhiza), Bakau (Rhizophora apiculata), Blukap

(Rhizophora mucronata), dan Nyirih (Xylocarpus granatum). Secara umum

vegetasi didominasi jenis Rhizophora apiculata.

4.5 Satwaliar

Terdapat 33 jenis burung dari 17 famili, 12 diantaranya dilindungi

Undang-Undang. Jenis khas hutan mangrove yang ada di hutan Batu Ampar antara lain

raja udang, kuntul, kowak, blekok, bambangan, gajahan, pecuk ular dan 2 jenis

elang.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis mamalia yang

paling sering dijumpai langsung di pinggir sungai hutan mangrove secara

berkelompok antara 2-6 ekor. Sedangkan bekantan (Nasalis larvatus) yang

(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Data

5.1.1. Penyebaran Pohon Contoh Menurut Diameter Pohon

Pohon contoh dipilih berdasarkan keterwakilan kelas diameter yang ada di

lokasi penelitian. Pohon Nyirih didominasi oleh pohon-pohon dengan diameter

antara 11-30 cm. Penyebaran data pohon contoh berdasarkan kelas diameter dan

[image:36.595.114.510.299.396.2]

tinggi totalnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran data pohon contoh nyirih menurut diameter dan tinggi total

Tinggi Total (m) Diameter

(cm) 4,0 - 9,9 10,0 - 14,9 15,0 - 19,9 20,0 - 24,9 Jumlah

5 - 10 6 1 - - 7

11 - 20 6 5 1 - 12

21 - 30 - 6 1 1 8

31 – 40 - - 1 - 1

> 41 - - 2 2

Jumlah 12 12 3 3 30

5.1.2 Kadar Air

Penentuan biomasa pada bagian pohon dilakukan dengan melakukan

penimbangan langsung, untuk diketahui kadar air dari bagian pohon tersebut dan

selanjutnya dihitung berat kering berdasarkan data kadar air. Kadar air merupakan

persen berat kayu bebas air yang nilainya menunjukkan banyaknya kandungan air

yang terdapat dalam bagian pohon yang dimaksud. Kadar air mempengaruhi sifat

fisis kayu seperti kerapatan atau berat jenisnya. Secara umum besar kadar air akan

berbanding terbalik dengan besar kerapatannya. Ada variasi nilai kadar air baik

secara horizontal maupun vertikal. Hasil pengamatan terhadap kadar air setiap

bagian pohon dilakukan sebanyak 11 kali ulangan untuk setiap bagiannya yang

hasilnya dapat diamati pada Tabel 7.

Tabel 7 Kadar air nyirih pada 11 pohon contoh

(37)

Diameter Pohon (cm) Batang Cabang Ranting Daun 5 -10 8 2 5 5,892 8,376 10,573 1 2 3 117,59 134,37 118,60 133,58 79,17 111,80 36,23 71,26 71,51 241,49 115,08 200,81 11-20 3 11 4 12,102 15,287 19,745 1 2 3 123,84 103,72 121,63 112,64 155,81 110,67 118,52 90,69 95,81 253,98 127,45 132,59

31-40 14 32,166 1 87,81 67,07 66,26 156,96

> 41 13 49,363 2 83,70 95,43 41,34 196,44

Total 1190,87 1172,67 724,01 1814,72

Rata - rata 108,26 89,12 65,82 164,97

Dari Tabel 7 dapat diamati bahwa nilai kadar air rata-rata tertinggi terdapat

pada bagian daun, sedangkan nilai kadar air terendah terdapat pada bagian ranting.

Daun memiliki nilai kadar yang paling besar disebabkan karena pada bagian ini,

kandungan bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin rendah

sehingga pada rongga sel yang kosong banyak terisi air. Meskipun komponen

kimia penyusun kayu seperti klorofil a dan klorofil b memiliki berat molekul yang

cukup besar, namun secara satuan luas jumlah rongga yang diisi air cenderung

lebih banyak (Hilmi 2003). Penyebab lainnya adalah daun memiliki jumlah

stomata yang lebih banyak daripada lenti sel yang terdapat pada batang yang

menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun sehingga

rongga yang ada pada daun akan banyak terisi air (Hilmi 2003). Nilai kadar air

pada bagian-bagian pohon contoh ini dapat mencapai nilai lebih dari 100 %

disebabkan karena nilai tersebut merupakan presentasi terhadap berat kayu kering

tanur, dimana kadar air merupakan persentasi kandungan air yang terdapat dalam

obyek pada keadaan basah. Hal ini akan berbeda jika selisih antara berat basah

dan berat kering tanurnya ini dibandingkan dengan berta total kayu. Berat ini

dipakai sebagai dasar perhitungan kadar air karena berat ini merupakan petunjuk

banyaknya zat padat kayu.

Jika dicermati, ada kecenderungan nilai kadar air pohon nyirih menurun

seiring dengan pertambahan ukuran diameter pohon. Namun kecenderungan ini

hanya terlihat pada bagian batang dari kayu nyirih. Hal ini disebabkan karena

pada pohon yang memiliki ukuran yang lebih kecil (kemungkinan disebabkan

(38)

besar daripada kayu teras sehingga zat-zat penyusun kayu lebih kecil atau sedikit

dengan rongga sel yang lebih besar.

5.1.3 Kerapatan kayu

Kerapatan kayu dalam penelitian ini hanya ditentukan untuk bagian batang

[image:38.595.115.509.226.419.2]

saja. Hasil perhitungan kerapatan kayu pohon Nyirih dapat diamati pada Tabel 8.

Tabel 8 Kerapatan kayu pohon nyirih 11 pohon contoh

Kelas Diameter (cm) No. Pohon Diameter (cm) Ulangan Kerapatan Kayu (gr/cm3)

8 5,892 1 0,378

2 8,376 2 0,564

5 -10

5 10,573 3 0,436

3 12,102 1 0,463

11 15,287 2 0,489

11-20

4 19,745 3 0,548

12 21,656 1 0,539

1 25,000 2 0,494

21-30

24 30,127 3 0,666

31-40 14 32,166 1 0,591

>41 13 49,363 2 0,600

Total 5,769

Rata - rata 0,524

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa dari jenis-jenis pohon terpilih ini

terdapat variasi nilai kerapatan kayu yang cukup nyata. Kerapatan kayu rata–rata

khususnya pada bagian batang pohon sebesar 0,524 g/cm3. Kerapatan kayu pohon

nyirih ini cenderung kecil pada kelas diameter 5–10 cm dan terus meningkat

seiring dengan peningkatan ukuran diameter pohon. Hal ini disebabkan karena

semakin besar dimensi diameter pohon, diduga akan memiliki zat-zat penyusun

kayu dalam jumlah dan ukuran yang lebih besar pula. Dengan kondisi ini,

menunjukkan adanya variasi horizontal dari setiap pohon berbeda.

Nilai kerapatan kayu nyirih dapat dikatakan lebih kecil jika dibandingkan

dengan kerapatan kayu (batang) sesama jenis mangrove lainnya yaitu pada jenis

bakau (Rhizophoraspp. dan Bruguieraspp.). Berdasarkan penelitian Hilmi (2003)

di Indragiri Hilir, Riau untuk jenis Rhizophora apiculata nilai berat jenis kayu

berkisar antara 0,75–0,84 g/m3. Jenis Rhizophora mucronata juga memiliki nilai

berat jenis yang hampir sama dengan jenis Rhizophora apiculata yaitu dengan

nilai berat jenis kayu sebesar 0,76–0, 89 g/m3. Untuk jenis Bruguiera spp. Berat

(39)

Pada dasarnya, nilai kerapatan kayu memiliki beberapa macam variasi nilai,

baik variasi bagian–bagian dalam satu pohon, variasi antar pohon dalam satu jenis

dan variasi antar jenis pohon. Dalam pohon yang sama terjadi variasi vertikal

yaitu semakin ke atas nilai kerapatannya menurun secara uniform. Hal ini

disebabkan karena makin ke atas kandungan ekstraktif akan semakin rendah. Di

lain pihak, proporsi kayu juvenil dan kayu gubal semakin besar sedangkan

proporsi kayu terasnya semakin rendah.

Berdasarkan variasi vertikal yang ditunjukkan, makin ke arah atas maka

pada pohon akan terjadi pengurangan nilai kerapatannya. Pengurangan ini

disebabkan karena faktor mekanis dan biologis. Pada dasarnya tekanan besar

dapat menyebabkan kayu memiliki tingkat kerapatan yang tinggi, sehingga dapat

menyebabkan kerapatannya lebih tinggi dibandingkan batang pohon yang lebih

atas. Hal ini disebabkan karena makin ke pangkal maka kandungan zat penyusun

kayu yang mengisi dinding sel akan semakin banyak. Makin ke atas kehadiran

juvenil di sekitar empulur akan semakin besar, terutama pada bagian atas atau

puncak pohon. Sehingga kerapatan kayu akan semakin randah (Hilmi 2003).

Variasi di antara setiap jenis pohon dalam satu jenis dipengaruhi oleh

lingkungan tempat tumbuh (iklim, tanah, salinitas, lama genangan, jarak pohon),

faktor genetik dan arah tumbuh pohon. Menurut arah tumbuhnya, semakin ke

Selatan dan Barat, nilai kerapatan kayu akan semakin besar. Hal ini dipengaruhi

oleh curah hujan dan sifat tanah.

5.1.4 Biomassa Pohon–pohon Contoh

Nilai biomassa pohon contoh disajikan pada Tabel 9. Nilai biomassa ini

merupakan nilai biomassa aktual yang besarnya diperoleh dari hasil penimbangan

[image:39.595.113.515.703.756.2]

langsung yaitu melalui data Kadar Air (KA).

Tabel 9 Biomassa rata-rata pohon contoh menurut kelas diameter

Biomassa (kg) Kelas

Diameter (cm)

No. Pohon

Diameter

(cm) Daun Ranting Cabang Batang Total

(40)

2 8,38 4,91 3,92 5,98 18,13 32,94

5 10,57 6,60 10,43 7,66 19,93 44,62

3 12,10 10,76 8,74 6,46 28,09 54,05

11 15,29 8,68 25,33 27,04 34,09 95,14

11-20

4 19,75 16,23 26,23 25,13 53,02 120,61

12 21,66 7,36 19,90 34,22 80,67 142,15

1 25,00 12,27 22,62 67,73 216,58 319,19 21-30

24 30,13 17,74 57,29 117,74 181,09 373,86 31-40 14 32,17 22,45 44,02 118,22 260,37 445,07

>41 13 49,36 56,42 271,98 526,26 528,02 1382,68

Total 164,36 492,28 937,16 1424,07 3017,87

Rata - rata 14,94 44,75 85,20 129,46 274,35

Persentase rata rata biomassa tiap bagian pohon contoh Nyirih

berbeda-beda tiap bagiannya. Batang memiliki proporsi terbesar karena merupakan bagian

berkayu tempat penyimpanan cadangan makanan hasil fotosintesis. Presentase

[image:40.595.114.520.87.232.2]

rata–rata biomassa juga disajikan dalam bentuk grafik dan dapat diamati pada

Gambar 3.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

5 -10 cm

11-2 0 cm

21-30 cm

31-40 cm

Ke las Diam e te r (cm )

B

io

m

assa (

kg

)

Biomassa Daun Biomassa Rant ing Biomassa Cabang Biomassa Bat ang

Gambar 3 Diagram area biomassa pohon nyirih tiap bagian menurut kelas diameter.

Tabel 9 menunjukkan kecenderungan nilai biomassa yang meningkat

seiring dengan bertambahnya ukuran diameter pohon. Peningkatan nilai biomassa

ini terjadi untuk setiap bagian pohon. Karena ketika pohon ukuran pohon semakin

besar tentunya akan diikuti dengan dengan bertambah banyak jumlah dan

besarnya ukuran daun, ranting dan cabang. Sehingga biomassa total meningkat

seiring dengan pertambahan ukuran diameter batang. Pengecualian terjadi pada

jenis-jenis pohon yang menggugurkan ranting atau daunnya pada musim kemarau

[image:40.595.113.505.355.520.2]
(41)

Pohon mangrove pada kelas diameter 10–40 cm merupakan pohon yang

masih mengalami proses pertumbuhan yang tinggi. Laju pertumbuhan pohon akan

memacu produksi hasil-hasil fotosintesis yang berupa kandungan selulosa dan

zat-zat penyusun kayu lainnya. Peningkatan ini akan menyebabkan nilai biomassa

menjadi semakin besar.

5.1.4.1 Perbandingan Hasil Perhitungan Biomassa Batang

Saat pengambilan data di lapangan, pada bagian batang juga dilakukan

pengambilan data volume menurut dimensinya, sehingga dalam penentuan

biomassa batang, selain dengan menggunakan metode penimbangan langsung,

juga didekati menurut volume batangnya (melalui data kerapatan kayu).

Perbandingan hasil perhitungan dengan pendekatan yang berbeda ini dapat

[image:41.595.115.509.379.591.2]

diamati pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan nilai biomassa batang dengan pendekatan volume dan penimbangan langsung

Biomassa (Kg)

Kelas Diameter

(cm) No. Pohon Diameter (cm)

Dihitung dengan data volume

Dihitung dengan data berat basah

(KA)

2 5,89 31,83 35,22

5 8,38 44,48 44,62

5 -10

8 10,57 8,43 7,55

3 12,10 56,18 54,05

4 15,29 107,64 124,01

11-20

11 19,75 106,33 95,14

1 21,66 350,57 307,88

12 25,00 151,97 142,15

21-30

24 30,13 394,65 354,11

31-40 14 32,17 448,85 419,50

> 41 13 49,36 1394,21 1320,42

Total 3095,14 2904,66

Rata - rata 281,38 264,06

Tabel 10 menunjukkan terdapat perbedaan hasil perhitungan rata-rata

biomassa batang per pohon yang dihitung menurut data berat basah (kadar air)

dan melalui pendekatan volume batang. Adapun penghitungan dengan

(42)

yang lebih tinggi karena pada penentuan kerapatan kayu, volume contoh uji yang

digunakan di sini adalah berdasarkan dimensinya, jadi ada kemungkinan terjadi

kekurang akuratan data yang dihasilkan. Estimasi terhadap kerapatan kayu

cenderung menghasilkan nilai yang underestimate terhadap nilai sebenarnya.

Namun dalam penetuan volume pohon secara total diduga terjadi overestimate,

sehingga pada penetuan biomassanya memberikan nilai yang lebih besar jika

dibandingkan dengan perhitungan langsung menggunakan data berat basah.

5.1.4.2 Biomassa Menurut Bagian–bagian Pohon

Proporsi nilai biomassa setiap bagian pohon berbeda-beda. Pada Gambar 4

disajikan hasil perhitungan distribusi nilai biomassa tiap bagian pohon.

Perhitungan ini merupakan perhitungan nilai total biomassa dari 30 pohon contoh.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa bagian batang pohon menyumbang

setengah dari biomassa total pohon, yaitu senilai 52,5 %. Rata-rata kandungan

biomassa ini hampir sama persentasinya dengan kandungan biomassa untuk jenis

Rhizophora spp pada penelitian Hilmi (2003) yang mencapai 57–61% pada bagian

batang. Sedangkan untuk jenis Bruguiera spp berkisar 43-53%. Kandungan

biomassa pada batang ini berkaitan erat dengan hasil produksi pohon yang didapat

melalui fotosintesis yang umumnya disimpan pada batang. Segmen batang

pertama yang diukur dari pangkal batang memiliki zat penyusun kayu yang paling

banyak dibandingkan pada ujung batang yang lebih didominasi oleh kayu juvenil.

Besar proporsi nilai biomassa batang terhadap biomassa total berbeda

dengan distribusi biomassa menurut bagian-bagiannya pada pohon lain non

mangrove. Dapat dibandingkan dengan penelitian Adinugroho (2002) yang

menyimpulkan bahwa batang Mahoni memiliki biomassa sebesar 73 % dari total

biomassa dan 80 % dari biomassa total merupakan biomassa batang pada

penelitian Wicaksono (2004) untuk pohon Mangium. Pada pohon Nyirih bagian

batang hanya menyumbang setengah dari biomassa total. Perbedaan besar

proporsi ini dipengaruhi oleh model/bentuk dan ukuran percabangan serta susunan

ukuran

Gambar

Tabel 6  Sebaran data pohon contoh nyirih menurut diameter dan tinggi total
Tabel 8  Kerapatan kayu pohon nyirih 11 pohon contoh
Tabel 9  Biomassa rata-rata pohon contoh menurut kelas diameter
Tabel 9 menunjukkan kecenderungan nilai biomassa yang meningkat
+7

Referensi

Dokumen terkait