• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Tinjauan Mengenai Jenis Nyirih ( Xylocarpus granatum Koenig 1784) dan Ekosistemnya

3.3.3 Pengolahan Data a. Perhitungan Kadar Air

Penentuan Kadar Air (KA) dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

% KA = u100

BKc BKc BBc

Dimana :

% KA = persen kadar air (%) BBc = berat basah contoh (gram) BKc = berat kering contoh (gram)

b. Perhitungan Biomassa Bagian-Bagian Pohon Berdasarkan Data Kadar Air

Dari perolehan data Kadar Air (KA), penentuan biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

BK = ¿ ¾ ½ ¯ ® ­ 100 % 1 KA BB Dimana : BK = berat kering (kg) BB = berat basah (kg) % KA = persen kadar air (%)

c. Perhitungan Nilai BEF (Biomass Expansion Factor)

Nilai BEF (Biomass Expansion Factor) dihitung dengan rumus (Brown 1997) :

BEF =

Bbtg Btotal

Dimana :

BBtotal : Biomassa total (kg) BBbtg : Biomassa batang (kg)

Pendugaan biomassa secara tidak langsung dapat didekati dari nilai

volumenya menggunakan nilai Biomass Expansion Factor. Adapun nilai volume

sampel kayu yang diuji dihitung menurut dimensinya menggunkan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

v = p x l x t Dimana : v = volume (cm3) p = panjang (cm) l = lebar (cm) t = tinggi (cm)

Penentuan besarnya volume batang utama dihitung menggunakan rumus Smallian : xL g g v l s 2 ) (

Dengan rumus luas bidang dasar adalah :

f t d g . .. 4 1S 2 Dimana : v = volume (m3)

gl = luas permukaan pangkal log (m2) gs = luas permukaan ujung log (m2) L = panjang log (m)

e. Perhitungan Kerapatan Kayu

Khusus untuk bagian batang, selain kadar air kerapatan kayu contoh uji kayu juga perlu diketahui untuk perhitungan biomassa bagian batang utama melalui pendekatan olume kayu. Perhitungan kerapatan kayu dilakukan dengan menggunakan rumus (Haygreen & Bowyer 1989) :

v m R

Menghitung biomassa dengan menggunakan data volume pohon : B = V x R

Dimana :

B = biomassa (kg)

R = kerapatan contoh uji (kg/m3) V = volume pohon (m3)

m = massa contoh uji kayu (kg) v = volume contoh uji (m3)

1. Penyusunan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa

Biomassa di atas tanah sebuah pohon dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, dan biomassa batang utama+kulit. Untuk tujuan pendugaan biomassanya maka dilakukan penyusunan model penduga biomassa yang terdiri dari : model penduga biomassa daun, model penduga biomassa ranting, model penduga biomassa cabang, model penduga biomassa batang utama+kulit serta model penduga biomassa total sebuah pohon

(Total Above Ground Biomass/TAGB). Model yang diujicobakan terdiri dari

empat model dengan menggunakan satu dan dua peubah bebas dalam bentuk linear dan non linear. Peubah bebas yang digunakan yaitu : diameter, diameter dan tinggi total, diameter dan tinggi bebas cabang, diameter dan diameter kuadrat. Model umum tersebut yaitu :

1. Model dengan satu peubah bebas

a. B = aDb (Brown 1997 )

b. B = a + bD + cD2(Brownet al. 1989)

2. Model dengan dua peubah bebas

a. B = aDbHtotc (Ogawa et al. 1965) b. B = a + bD2Htot (Brown et al. 1989)

Penyusunan model menggunakan analisis regresi dengan metode pendugaan

koefisien regresi dengan menggunakan metode OLS (ordinary Least Squares)

atau metode kuadrat terkecil. Metode ini merupakan metode untuk memilih garis regresi yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik y pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin. Metode kuadrat terkecil ini dapat digunakan jika asumsi-asumsi regresi terpenuhi, yaitu tiap nilai variabel bebas independen terhadap variabel bebas lainnya., nilai sisaan bersifat acak serta distribusi normal dengan rata-rata nol dan variasinya konstan (Draper & Smith 1992).

2. Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih atau membandingkan persamaan regresi terbaik dari model-model hipotetik di atas (regresi linear) harus memperhatikan standar kriteria

perbandingan model, yaitu: koefisien determinasi (R2), nilai sisaan/simpangan

baku (s) dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adjusted). Dari 3

kriteria di atas model yang terbaik adalah model yang memiliki R2 dan R2

kenormalan sisaan dan keaditifan model. Selain kriteria di atas, pertimbangan kepraktisan penggunaan model juga perlu diperhatikan.

a. Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi R2 adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi

(JKR) dengan jumlah kuadrat total yang terkoreksi dan biasanya R2 dinyatakan

dalam persen (%). Nilai R2ini mencerminkan seberapa besar keragaman peubah

tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. nilai R2 berkisar antar

0% sampai 100%. Makin besar R2 akan makin besar total keragaman yang dapat

diterangkan oleh regresinya (semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X), berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik.

Perhitungan besarnya nilai R2 dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

R2=

JKtotal JKregresi

dengan JK total terkoreksi untuk rataan Ӻ

Perhitungan nilai R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan

hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas.

b. Perhitungan Koefisien Determinasi Terkoreksi (R2adjusted)

Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) adalah koefisien determinasi yang

telah dikoreksi oleh derajat bebas dari JKS dan JKTT nya. Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi ini dapat dilakukan dengan rumus (Walpole 1993) :

Radj2= 1- % 100 1 u n JKTT p n JKS Dimana :

JKS = Jumlah Kuadrat Sisa

JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan (n-1) = dbt = derajat bebas total

Semakin tinggi R2 adjusted semakin tinggi pula keeratan hubungan antara

peubah tak bebas Y dan peubah bebas X.

c. Perhitungan Simpangan Baku (s)

s =

n p

Y Ya i

¦

2 Dimana : s = simpangan baku

Ya = nilai biomassa sesungguhnya Yi = nilai biomassa dugaan (n-p) = derajat bebas sisa.

Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai sebenarnya. Semakin kecil nilai s semakin mendekati aktual atau nilai yang sebenarnya.

Selain kriteria nilai statistik, dilakukan juga uji validasi persamaan untuk menentukan persamaan alometrik yang terbaik. Kriteria yang diperhitungkan adalah nilai ketepatan dari suatu persamaan dalam menduga nilai yang sebenarnya. Semakin kecil nilai simpangan, maka penduga tersebut akan semakin tinggi ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan semakin tinggi ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka penduga tersebut semakin tidak bias (Muhdin 1999).

d. Uji nilai t

Untuk menguji besar pengaruh penambahan peubah bebas secara statistik terhadap peningkatan ketelitian sebuah persamaan jika di dalam persamaan telah

terdapat peubah X1dalam hal ini adalah diameter, digunakan uji nilai t. Untuk

mendapatkan nilai t hitung dapat digunakan rumus (Walpole 1993) : thitung = e x s b n s 1( E0)

Hipotesis yang digunakan : H0 : ȕ1 = 0

H1 : ȕ1 0

Apabila thitung > ttabel atau nilai p < 0,05 pada taraf nyata 5 % maka tolak

H0 yang berarti penambahan peubah tinggi tidak signifikan terhadap peningkatan ketelitian persamaan. Artinya bahwa persamaan tersebut dapat menduga kurang lebih sama tepatnya dengan walaupun hanya menggunakan satu peubah bebas.

Istilah ketepatan berkaitan dengan besarnya simpangan suatu nilai dugaan terhadap nilai yang sebenarnya. Ketepatan adalah kombinasi antara bias dan ketelitian di dalam menggambarkan jauh dekatnya nilai-nilai hasil pengamatan terhadap nilai yang sebenarnya. Untuk membandingkan ketepatan dugaan biomassa antar persamaan, rata-rata bias (error) absolut (MAEj) dari dugaan biomassa pada setiap persamaan dihitung dengan menggunakan rumus (Muhdin 1999) : MAEj =

¦

eij

/nj ti i a ij e 8 8 Dimana :

MAEj = Mean Average Error (rata-rata bias absolut) persamaan ke-j (kg/pohon) eij = simpangan biomassa pohon ke-i dan pada persamaan ke-j

Yai = biomassa aktual (kg) Yti = biomassa dugaan (kg) nj = jumlah data rumus ke-j Bi = nilai biomassa pohon ke-i

Persamaan yang memiliki nilai MAE yang lebih kecil (jika dibandingkan dengan persamaan lain), menunjukkan bahwa dugaa biomassa dengan persamaan tersebut lebih tepat.

f. Perhitungan simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA)

Kriteria simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat dalam penelitian ini tidak digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan persamaan penduga biomassa terbaik. Untuk pengujian validasi lebih diutamakan dengan melihat nilai MAE persamaan tersebut. Kriteria SA dan SR disertakan hanya sebagai pembanding untuk melihat nilai simpangan persamaan baik rata-ratanya maupun secara agregat. Persamaan yang baik sebaiknya mempunyai SA tidak lebih dari 1% dan nilai SR < 10% (Chapman dan Meyer 1949 diacu dalam Imanuddin dan Wahjono 2002). SR dan SA ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

SR =

> @

N x B B Bai ti ti 100%

¦

% 100 x B B B SA ti ai ti

¦

¦ ¦

Dimana :

BBai = biomassa aktual ke-i (kg) BBti = biomassa dugaan ke-i (kg) N = jumlah data

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Letak

Secara administrasi pemerintahan, lokasi penelitian berada di wilayah kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Sedangkan menurut wilayah administrasi Kehutanan, lokasi termasuk wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Batu Ampar, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Batu Ampar.

Lokasi berbatasan dengan selat Karimata di sebelah Barat, Kabupaten Sanggau di sebelah Timur, Kabupaten Ketapang di sebelah Selatan dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap. Keberadaan lokasi penelitian terdapat di Kecamatan Batu Ampar tepatnya di Pulau Padang Tikar (Wilayah Koperasi Panter) dengan status hutan berupa hutan produksi seluas ± 6.291 ha

yang secara geografis terletak pada 0045’–1010’ LS dan 1090 10’–1090 45’ BT

(LPP Mangrove 2000).

4.2 Topografi dan Tanah

Sebagian besar wilayah hutan mangrove merupakan wilayah dengan jenis tanah Aluvial Hidromorf kelabu dengan bahan dari bahan endapan liat, debu serta fisiografi berupa daratan pasang surut pantai/pesisir. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat di wilayah Bunbun (7,78%). Rasio kandungan karbon yang lebih besar dari 12 terjadi di Muara Dabong yang menunjukkan bahwa proses humifikasi bahan organik kurang lancar dan membentuk humus masam.

4.3 Hidrooseanografi dan Kualitas air

Dokumen terkait