KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma
DI LANTAI HUTAN AKASIA
SAMINGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 3 Juli 2009
ABSTRACT
SAMINGAN. Fungal Succession and Decomposition of Acacia mangium willd. Leaf Litters in Relation to Existence of Ganoderma and Trichoderma on Acacia’s Standing Floors, Under Direction of LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA and BUDI TJAHJONO
Fungi are an important role in litter decomposition process, because majority of them capable to decompose lignocelluloses of litters. A study of decomposition of Acacia mangium leaf litters by fungi was carried out in HTI Sector Baserah RAPP Riau. Fungal succession and litter decomposition rate in two years’ old of health standing (2S) and Ganoderma attacked standing (2G) were observed for eight months (March to November 2007) using litterbag method. The results showed that after eight months of decomposition, litter weight losses (WL) were low up to 34.61% (k = 0.7 year-1) in 2S and 30.64% (k = 0.51 year-1) in 2G, as well as lignin WL were low up to 20.05% in 2S and 13.87% in 2G and cellulose WL were 16.34% in 2S and 14.71% in 2G. In both standings, the numbers of fungal species were 21 and 20 respectively, while the totals of fungal species were low on March and April dominated by Penicillium, and tends to increase on May to July dominated by Penicillium and Aspergillus, then decrease again on August to November dominated by Trichoderma, Phialophora,
and Pythium. The highest diversity indices were found on July in 2S and on November in 2G, while the lowest evenness indices were found on October in 2S and on April in 2G. Fungal communities in three litter layers of two and five years’ old standings (2S, 2G, 5S, 5G) and harvested area (BT) were observed. The results showed that the highest fungal populations were found in 5G followed by 5S, 2S, 2G and BT respectively. Fungal populations were high at L layer in all standings except in BT at F layer due to their height organic contents. The distributions of Trichoderma sp (TBPH isolate) in litter layers of 2S and 2G standings were observed during eight months. The results showed that populations of Trichoderma were fluctuating and the highest population at F layer in both standings followed by H and L layers. Antagonistic ability of Trichoderma sp TBPH against Ganoderma sp (GBR isolate) were testedusing PDA and PDA with litter powder (PDAS). This test showed that inhibition percentage of PDAS was lower than those of PDA. The abilities of Ganoderma sp GBR and Trichoderma
sp TBPH to decompose 100 g of leaf litters in polybag during six months were observed. The results showed that WL of litters, lignin and cellulose by
Ganoderma were low. WL of L and F litters were 3.99% and 4.57% respectively, while WL of L and F lignin were 8.17% and 7.11% respectively, and WL of L and F cellulose were 3.63% and F 2.59% respectively. WL of L and F litters by
Trichoderma were 3.20% and 3.20% respectively, while WL of L and F lignin were 3.83% and 3.85% respectively, and WL of L and F cellulose were 2.43% and 3.17% respectively. In addition the growth of Ganoderma was better at PDAS than PDA, therefore L litter layer was suitable for growing Ganoderma.
RINGKASAN
SAMINGAN. Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium
Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia, Dibimbing oleh LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA DAN BUDI TJAHJONO
Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi serasah di lantai hutan, karena sebagian besar fungi dapat mendekomposisi senyawa lignoselulosa. Studi dekomposisi serasah daun Acacia mangium oleh fungi telah dilakukan di HTI Sektor Baserah RAPP Riau, bertujuan untuk mengetahui (1) laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat (2S) dan terserang Ganoderma (2G). (2) komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada tiga lapisan serasah (L, F dan H) pada umur tegakan dua dan lima tahun baik sehat (2S dan 5S) maupun terserang Ganoderma (2G dan 5G) serta pada areal bekas tebangan (BT), dan juga untuk mengetahui keterkaitan kandungan bahan organik serasah dengan populasi fungi, (3) penyebaran Trichoderma sp (isolate TBPH) pada tiga lapisan serasah A. mangium, (4) Kemampuan penghambatannya Trichoderma (isolate TBPH) terhadap Ganoderma sp (isolate GBR) dalam media serasah, dan (5) Kemampuan Ganoderma sp (isolate GBR) dan Trichoderma sp (isolate TBPH) dalam mendekomposisi serasah A. mangium.
Laju dekomposisi diamati dengan cara mendekomposisikan serasah A. mangium di bawah tegakan 2S dan 2G selama delapan bulan (Maret sampai November 2007) dengan metode kantong serasah. Selama dekomposisi diukur berat sisa serasah, kandungan lignin, selulosa, N dan C organiknya, selain itu suksesi funginya juga diamati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses dekomposisi serasah daun A. mangium berlangsung lambat, setelah delapan bulan dekomposisi pada 2S terjadi kehilangan berat sebesar 34.61% (laju dekomposisi 0.7 pertahun) dan pada 2G 30.64% (laju dekomposisi 0.51 pertahun). Persentase berat lignin yang hilang pada 2S yaitu 20.05% dan pada 2G13.87%, sedangkan persentase berat selulosa yang hilang pada 2S yaitu 16.34% dan pada 2G 14.71%. Pengamatan terhadap kandungan N dan C organik selama proses dekomposisi menunjukkan bahwa N cenderung naik dan C organiknya cenderung menurun. Selama delapan bulan dekomposisi serasah di bawah tegakan 2S jumlah spesies fungi yang ditemukan adalah 21 dan pada 2G adalah 20 spesies. Jumlah spesies rendah pada periode pertama (Maret dan April) dan cenderung meningkat pada bulan Mei hingga Juli (periode kedua), kemudian menurun kembali pada Agustus hingga November (periode ketiga). Pada periode pertama sampai ke dua dekomposisi, fungi yang tumbuh didominasi oleh Penicillium dan Aspergillus
sedangkan pada periode ketiga didominasi oleh Trichoderma, Phialophora dan
diperoleh pada bulan Oktober (E= 0.501) pada 2S dan bulan April (E= 0.560) pada 2G.
Komunitas fungi diamati dengan cara mengisolasi fungi pada lapisan serasah L, F dan H dari tegakan 2S, 2G, 5S, 5G dan BT dengan metode pengenceran, sedangkan bahan organik serasah dianalisis dengan analisis proksimat. Hasil pengamatan terhadap populasi fungi yang terdapat pada tiga lapisan serasah menunjukkan adanya perbedaan antara tegakan dua dan lima tahun serta bekas tebangan (BT). Rata-rata populasi fungi tertinggi terdapat pada serasah dari tegakan umur lima tahun diikuti tegakan umur dua tahun dan BT. Jika dihubungkan dengan lapisan serasahnya maka semua populasi tertinggi ditemukan pada lapisan L kecuali untuk BT yaitu pada lapisan F dan fungi yang mendominasi lapisan L adalah Aspergillus, Fusarium dan Pythium, sedangkan pada lapisan F di BT didominasi oleh Sp 22. Tingginya populasi fungi pada serasah lapisan L tegakan dua dan lima tahun berkaitan dengan kandungan bahan organik yang dikandungnya, yaitu kandungan serat kasar dan karbohidrat-nya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan F maupun H. Jumlah spesies fungi yang ditemukan di setiap lapisan serasah pada semua tegakan yang diamati jumlahnya hampir sama dengan kisaran 8 sampai 11 spesies. Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh di lapisan L pada 2S (H’= 2.16), 5S (H’= 2.13) dan 5G (H’= 2.16), di lapisan H pada 2G (H’= 2,15) dan BT (H’= 2.07), sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah diperoleh di lapisan L pada 2G (E= 0.86), di lapisan F pada 2S (E= 0.78), 5S (E= 0.84), dan BT (E= 0.66), di lapisan H pada 5G (E= 0.74).
Penyebaran Trichoderma sp. TBPH pada lapisan serasah di 2S dan 2G diamati dengan cara menaburkan inokulum Trichoderma pada lapisan F lalu diamati penyebarannya pada lapisan L, F dan H selama delapan bulan. Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp GBR diuji pada media PDA, PDA yang mengandung serbuk serasah akasia lapisan L (PDAS) dan diuji juga pada media serasah akasia (di dalam kantong plastik). Hasil pengamatan terhadap penyebaran Trichoderma di lapisan serasah menunjukkan bahwa
Trichoderma mampu tumbuh dengan baik pada serasah tegakan 2S maupun 2G.
Populasi Trichoderma terlihat fluktuatif selama delapan bulan pengamatan dan total populasi yang tinggi selalu terdapat pada lapisan F diikuti oleh lapisan H dan L pada kedua tegakan yang diamati. Hasil pengujian antagonistik Trichoderma
terhadap Ganoderma pada media PDA dan PDAS setelah tiga hari pengamatan tidak menunjukkan perbedaan persentase hambatan pada kedua media tersebut (P
= 0.13) yaitu masing-masing 29.71% dan 23.73%, tetapi berbeda secara signifikan pada pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (P = 0.03) yaitu masing-masing 74.42% dan 64.94%. Hasil pengamatan penghambatan pertumbuhan koloni
Ganoderma oleh Trichoderma pada media serasah secara visual terlihat bahwa dua bulan setelah inokulasi, koloni Ganoderma masih tersisa + 50% dan setelah lima bulan masih tersisa + 10% dari luas permukaan media serasah yang terdapat dalam kantong plastik.
g di dalam kantong plastik, menunjukkan bahwa Ganoderma dan Trichoderma
mampu tumbuh pada serasah A. mangium dan menyebabkan kehilangan berat serasah, kandungan lignin dan selulosa. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Ganoderma sebesar 3.99% dan serasah F 4.57%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 8.17% dan serasah F 7.11%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 3.63% dan serasah F 2.59%. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Trichoderma hanya sebesar 3.20% dan serasah F 3.10%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 3.83% dan serasah lapisan F 3.85%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 2.43% dan serasah lapisan F 3.17%.
Pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada 100 gram substrat dilakukan pada media serasah dari lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon. Selain itu juga dilakukan pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma pada media PDA dan PDAS. Hasil pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada media serasah lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon menunjukkan bahwa
Ganoderma dapat tumbuh lebih cepat mengkolonisasi seluruh media serasah daun
A mangium lapisan L diikuti F dan serbuk gergajian kayu sengon masing-masing 13.45 hari, 15 hari dan 15.5 hari. Hasil pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma
di dalam media PDA dan PDAS terlihat bahwa setelah tujuh hari inokulasi diameter koloni pada masing-masing media mencapai 4.55 cm dan 8.70 cm. Dengan demikian serasah lapisan L merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan koloni Ganoderma.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN
Acacia mangium Willd. DALAM KAITAN DENGAN
KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma
DI LANTAI HUTAN AKASIA
SAMINGAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan
Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia
Nama Mahasiswa : Samingan NRP : G361050011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Alex Hartana Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan semesta alam yang maha pemurah dan maha penyayang, atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga November 2007 ini ialah Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia. Aspek-aspek yang diteliti meliputi suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penyebaran
Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium, kemampuan Ganoderma dan
Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium
Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Dr. Lisdar I. Sudirman, Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S., Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, dan Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr selaku Komisi Pembimbing. Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan FKIP dan Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin dan dukungan selama menjalani studi di IPB. Pimpinan IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Pimpinan dan Staf Pengajar Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Direktur R&D dan Staf PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau yang memberi izin dan membantu penelitian di lapangan.
Penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dana, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti Depdiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dirjen Dikti Depdiknas yang membiayai penelitian ini melalui hibah Penelitian Fundamental. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui Beasiswa Bantuan NAD. Yayasan Damandiri yang telah memberikan dana untuk penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PSSHB IPB Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Departemen Pertanian Ciawi Bogor. Kepada Pak Iwa Sutiwa, Endang Rusmalia, dan Rahmat yang membantu kegiatan di Laboratorium, juga kepada Rianza Asfa, S.P. yang membantu pengambilan sampel di lapangan. Kepada teman-teman dari Forum Keluarga Unsyiah di Bogor dan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh yang selalu memberi dukungan moril dan spirituil.
KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma
DI LANTAI HUTAN AKASIA
SAMINGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, 3 Juli 2009
ABSTRACT
SAMINGAN. Fungal Succession and Decomposition of Acacia mangium willd. Leaf Litters in Relation to Existence of Ganoderma and Trichoderma on Acacia’s Standing Floors, Under Direction of LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA and BUDI TJAHJONO
Fungi are an important role in litter decomposition process, because majority of them capable to decompose lignocelluloses of litters. A study of decomposition of Acacia mangium leaf litters by fungi was carried out in HTI Sector Baserah RAPP Riau. Fungal succession and litter decomposition rate in two years’ old of health standing (2S) and Ganoderma attacked standing (2G) were observed for eight months (March to November 2007) using litterbag method. The results showed that after eight months of decomposition, litter weight losses (WL) were low up to 34.61% (k = 0.7 year-1) in 2S and 30.64% (k = 0.51 year-1) in 2G, as well as lignin WL were low up to 20.05% in 2S and 13.87% in 2G and cellulose WL were 16.34% in 2S and 14.71% in 2G. In both standings, the numbers of fungal species were 21 and 20 respectively, while the totals of fungal species were low on March and April dominated by Penicillium, and tends to increase on May to July dominated by Penicillium and Aspergillus, then decrease again on August to November dominated by Trichoderma, Phialophora,
and Pythium. The highest diversity indices were found on July in 2S and on November in 2G, while the lowest evenness indices were found on October in 2S and on April in 2G. Fungal communities in three litter layers of two and five years’ old standings (2S, 2G, 5S, 5G) and harvested area (BT) were observed. The results showed that the highest fungal populations were found in 5G followed by 5S, 2S, 2G and BT respectively. Fungal populations were high at L layer in all standings except in BT at F layer due to their height organic contents. The distributions of Trichoderma sp (TBPH isolate) in litter layers of 2S and 2G standings were observed during eight months. The results showed that populations of Trichoderma were fluctuating and the highest population at F layer in both standings followed by H and L layers. Antagonistic ability of Trichoderma sp TBPH against Ganoderma sp (GBR isolate) were testedusing PDA and PDA with litter powder (PDAS). This test showed that inhibition percentage of PDAS was lower than those of PDA. The abilities of Ganoderma sp GBR and Trichoderma
sp TBPH to decompose 100 g of leaf litters in polybag during six months were observed. The results showed that WL of litters, lignin and cellulose by
Ganoderma were low. WL of L and F litters were 3.99% and 4.57% respectively, while WL of L and F lignin were 8.17% and 7.11% respectively, and WL of L and F cellulose were 3.63% and F 2.59% respectively. WL of L and F litters by
Trichoderma were 3.20% and 3.20% respectively, while WL of L and F lignin were 3.83% and 3.85% respectively, and WL of L and F cellulose were 2.43% and 3.17% respectively. In addition the growth of Ganoderma was better at PDAS than PDA, therefore L litter layer was suitable for growing Ganoderma.
RINGKASAN
SAMINGAN. Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium
Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia, Dibimbing oleh LISDAR I. SUDIRMAN, DEDE SETIADI, ALEX HARTANA DAN BUDI TJAHJONO
Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi serasah di lantai hutan, karena sebagian besar fungi dapat mendekomposisi senyawa lignoselulosa. Studi dekomposisi serasah daun Acacia mangium oleh fungi telah dilakukan di HTI Sektor Baserah RAPP Riau, bertujuan untuk mengetahui (1) laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat (2S) dan terserang Ganoderma (2G). (2) komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada tiga lapisan serasah (L, F dan H) pada umur tegakan dua dan lima tahun baik sehat (2S dan 5S) maupun terserang Ganoderma (2G dan 5G) serta pada areal bekas tebangan (BT), dan juga untuk mengetahui keterkaitan kandungan bahan organik serasah dengan populasi fungi, (3) penyebaran Trichoderma sp (isolate TBPH) pada tiga lapisan serasah A. mangium, (4) Kemampuan penghambatannya Trichoderma (isolate TBPH) terhadap Ganoderma sp (isolate GBR) dalam media serasah, dan (5) Kemampuan Ganoderma sp (isolate GBR) dan Trichoderma sp (isolate TBPH) dalam mendekomposisi serasah A. mangium.
Laju dekomposisi diamati dengan cara mendekomposisikan serasah A. mangium di bawah tegakan 2S dan 2G selama delapan bulan (Maret sampai November 2007) dengan metode kantong serasah. Selama dekomposisi diukur berat sisa serasah, kandungan lignin, selulosa, N dan C organiknya, selain itu suksesi funginya juga diamati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses dekomposisi serasah daun A. mangium berlangsung lambat, setelah delapan bulan dekomposisi pada 2S terjadi kehilangan berat sebesar 34.61% (laju dekomposisi 0.7 pertahun) dan pada 2G 30.64% (laju dekomposisi 0.51 pertahun). Persentase berat lignin yang hilang pada 2S yaitu 20.05% dan pada 2G13.87%, sedangkan persentase berat selulosa yang hilang pada 2S yaitu 16.34% dan pada 2G 14.71%. Pengamatan terhadap kandungan N dan C organik selama proses dekomposisi menunjukkan bahwa N cenderung naik dan C organiknya cenderung menurun. Selama delapan bulan dekomposisi serasah di bawah tegakan 2S jumlah spesies fungi yang ditemukan adalah 21 dan pada 2G adalah 20 spesies. Jumlah spesies rendah pada periode pertama (Maret dan April) dan cenderung meningkat pada bulan Mei hingga Juli (periode kedua), kemudian menurun kembali pada Agustus hingga November (periode ketiga). Pada periode pertama sampai ke dua dekomposisi, fungi yang tumbuh didominasi oleh Penicillium dan Aspergillus
sedangkan pada periode ketiga didominasi oleh Trichoderma, Phialophora dan
diperoleh pada bulan Oktober (E= 0.501) pada 2S dan bulan April (E= 0.560) pada 2G.
Komunitas fungi diamati dengan cara mengisolasi fungi pada lapisan serasah L, F dan H dari tegakan 2S, 2G, 5S, 5G dan BT dengan metode pengenceran, sedangkan bahan organik serasah dianalisis dengan analisis proksimat. Hasil pengamatan terhadap populasi fungi yang terdapat pada tiga lapisan serasah menunjukkan adanya perbedaan antara tegakan dua dan lima tahun serta bekas tebangan (BT). Rata-rata populasi fungi tertinggi terdapat pada serasah dari tegakan umur lima tahun diikuti tegakan umur dua tahun dan BT. Jika dihubungkan dengan lapisan serasahnya maka semua populasi tertinggi ditemukan pada lapisan L kecuali untuk BT yaitu pada lapisan F dan fungi yang mendominasi lapisan L adalah Aspergillus, Fusarium dan Pythium, sedangkan pada lapisan F di BT didominasi oleh Sp 22. Tingginya populasi fungi pada serasah lapisan L tegakan dua dan lima tahun berkaitan dengan kandungan bahan organik yang dikandungnya, yaitu kandungan serat kasar dan karbohidrat-nya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan F maupun H. Jumlah spesies fungi yang ditemukan di setiap lapisan serasah pada semua tegakan yang diamati jumlahnya hampir sama dengan kisaran 8 sampai 11 spesies. Indeks keanekaragaman fungi tertinggi diperoleh di lapisan L pada 2S (H’= 2.16), 5S (H’= 2.13) dan 5G (H’= 2.16), di lapisan H pada 2G (H’= 2,15) dan BT (H’= 2.07), sedangkan indeks kemerataan spesies fungi yang terendah diperoleh di lapisan L pada 2G (E= 0.86), di lapisan F pada 2S (E= 0.78), 5S (E= 0.84), dan BT (E= 0.66), di lapisan H pada 5G (E= 0.74).
Penyebaran Trichoderma sp. TBPH pada lapisan serasah di 2S dan 2G diamati dengan cara menaburkan inokulum Trichoderma pada lapisan F lalu diamati penyebarannya pada lapisan L, F dan H selama delapan bulan. Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp GBR diuji pada media PDA, PDA yang mengandung serbuk serasah akasia lapisan L (PDAS) dan diuji juga pada media serasah akasia (di dalam kantong plastik). Hasil pengamatan terhadap penyebaran Trichoderma di lapisan serasah menunjukkan bahwa
Trichoderma mampu tumbuh dengan baik pada serasah tegakan 2S maupun 2G.
Populasi Trichoderma terlihat fluktuatif selama delapan bulan pengamatan dan total populasi yang tinggi selalu terdapat pada lapisan F diikuti oleh lapisan H dan L pada kedua tegakan yang diamati. Hasil pengujian antagonistik Trichoderma
terhadap Ganoderma pada media PDA dan PDAS setelah tiga hari pengamatan tidak menunjukkan perbedaan persentase hambatan pada kedua media tersebut (P
= 0.13) yaitu masing-masing 29.71% dan 23.73%, tetapi berbeda secara signifikan pada pengamatan tujuh hari setelah inokulasi (P = 0.03) yaitu masing-masing 74.42% dan 64.94%. Hasil pengamatan penghambatan pertumbuhan koloni
Ganoderma oleh Trichoderma pada media serasah secara visual terlihat bahwa dua bulan setelah inokulasi, koloni Ganoderma masih tersisa + 50% dan setelah lima bulan masih tersisa + 10% dari luas permukaan media serasah yang terdapat dalam kantong plastik.
g di dalam kantong plastik, menunjukkan bahwa Ganoderma dan Trichoderma
mampu tumbuh pada serasah A. mangium dan menyebabkan kehilangan berat serasah, kandungan lignin dan selulosa. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Ganoderma sebesar 3.99% dan serasah F 4.57%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 8.17% dan serasah F 7.11%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 3.63% dan serasah F 2.59%. Persentase berat serasah L yang hilang didekomposisi oleh Trichoderma hanya sebesar 3.20% dan serasah F 3.10%, sedangkan persentase berat lignin yang hilang dari serasah L 3.83% dan serasah lapisan F 3.85%, persentase berat selulosa yang hilang dari serasah L 2.43% dan serasah lapisan F 3.17%.
Pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada 100 gram substrat dilakukan pada media serasah dari lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon. Selain itu juga dilakukan pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma pada media PDA dan PDAS. Hasil pengujian lama kolonisasi Ganoderma sp GBR pada media serasah lapisan L, F dan serbuk gergajian kayu sengon menunjukkan bahwa
Ganoderma dapat tumbuh lebih cepat mengkolonisasi seluruh media serasah daun
A mangium lapisan L diikuti F dan serbuk gergajian kayu sengon masing-masing 13.45 hari, 15 hari dan 15.5 hari. Hasil pengujian pertumbuhan koloni Ganoderma
di dalam media PDA dan PDAS terlihat bahwa setelah tujuh hari inokulasi diameter koloni pada masing-masing media mencapai 4.55 cm dan 8.70 cm. Dengan demikian serasah lapisan L merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan koloni Ganoderma.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN
Acacia mangium Willd. DALAM KAITAN DENGAN
KEBERADAAN Ganoderma DAN Trichoderma
DI LANTAI HUTAN AKASIA
SAMINGAN
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan
Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia
Nama Mahasiswa : Samingan NRP : G361050011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir. Alex Hartana Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Segala puji dan syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt Tuhan semesta alam yang maha pemurah dan maha penyayang, atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga November 2007 ini ialah Suksesi Fungi dan Dekomposisi Serasah Daun Acacia mangium Willd. dalam Kaitan dengan Keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di Lantai Hutan Akasia. Aspek-aspek yang diteliti meliputi suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penyebaran
Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium, kemampuan Ganoderma dan
Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium
Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Dr. Lisdar I. Sudirman, Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S., Prof. Dr. Ir. Alex Hartana, dan Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr selaku Komisi Pembimbing. Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan FKIP dan Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin dan dukungan selama menjalani studi di IPB. Pimpinan IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Pimpinan dan Staf Pengajar Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Direktur R&D dan Staf PT Riau Andalan Pulp and Paper di Riau yang memberi izin dan membantu penelitian di lapangan.
Penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dana, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti Depdiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dirjen Dikti Depdiknas yang membiayai penelitian ini melalui hibah Penelitian Fundamental. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam melalui Beasiswa Bantuan NAD. Yayasan Damandiri yang telah memberikan dana untuk penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi PSSHB IPB Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Departemen Pertanian Ciawi Bogor. Kepada Pak Iwa Sutiwa, Endang Rusmalia, dan Rahmat yang membantu kegiatan di Laboratorium, juga kepada Rianza Asfa, S.P. yang membantu pengambilan sampel di lapangan. Kepada teman-teman dari Forum Keluarga Unsyiah di Bogor dan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh yang selalu memberi dukungan moril dan spirituil.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Suka Damai Kabupaten Bener Meriah Nanggroe
Aceh Darussalam pada tanggal 1 Desember 1964 dari Ibu Poniyem dan Ayah H.
Mahadi. Penulis anak pertama dari enam bersaudara. Pada tanggal 9 Maret 1991
penulis menikah dengan Marlianita, SH. dan saat ini telah dikaruniai dua orang
anak yaitu Fatima Zahra (Rara, 17 tahun) dan Afifah Rahmah (Ifah, 9 tahun).
Pada tahun 1977 penulis lulus Pendidikan Dasar di MIN Sukadamai, tahun
1981 lulus Pendidikan Menengah Pertama di MTsN Lampahan dan pada tahun
1984 lulus Pendidikan Menengah Atas di SMA PGRI I Bireuen. Pada tahun 1989
penulis menyelesaikan S1 pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan pada tahun 1998 penulis menyelesaikan
S2 di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi S3
di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan biaya
pendidikan dari BPPS Dirjen Dikti Depdiknas.
Penulis bekerja sebagai dosen pada Jurusan Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 1990 sampai sekarang. Sebuah
artikel berjudul Komunitas fungi pada lapisan serasah Acacia mangium sudah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi yaitu JurnalAgrista Faperta Unsyiah Volume 12 Nomor 2, Agustus 2008. Artikel lain berjudul Fungal succession and
decomposition of Acacia mangium leaf litters in health and Ganoderma attacked standings sedang dalam proses penerbitan pada Hayati Journal of Biosciences.
Dua artikel lagi sedang disusun untuk dipublikasikan. Karya ilmiah tersebut
merupakan bagian dari disertasi program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... iiiii
DAFTAR TABEL... xiiv
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 Alur Pemikiran dan Landasan Penelitian... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 Biologi dan Potensi Acacia mangium... 6 Serasah Acacia mangium... 7 Dekomposisi serasah oleh Fungi... 10 Biodegradasi Selulosa ... 11 Biodegradasi Hemiselulosa... 12 Biodegradasi Lignin ... 13
Ganoderma... 15 Gejala penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma... 17
Trichoderma sebagai agen biokontrol penyakit busuk akar ... 19
III. SUKSESI FUNGI DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Acacia mangium... 21 Abstract ... 21 Pendahuluan ... 21 Bahan dan Metode ... 23 Pengambilan serasah dan uji dekomposisi... 23 Analisis serasah setelah dekomposisi ... 24 Isolasi fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah ... 27 Analisis Data ... 28 Hasil dan Pembahasan ... 29 Laju dekomposisi serasah ... 29 Populasi fungi ... 33 Simpulan ... 37
V. PENYEBARAN Trichoderma (ISOLAT TBPH) PADA LAPISAN SERASAH DAUN Acacia mangium DAN KEMAMPUANNYA
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma (ISOLAT GBR)... 50 Abstract ... 50 Pendahuluan ... 50 Bahan dan Metode ... 52 Persiapan inokulum Trichoderma sp. TBPH ... 52 Pengujian penyebaran Trichoderma sp TBPH pada lapisan serasah ... 52 Penentuan populasi Trichoderma sp TBPH... 53 Penumbuhan Trichoderma sp. TBPH pada media serasah secara in vitro54 Pengujian antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp. GBR ... 54 Pengujian antagonistik Trichoderma sp TBPH terhadap Ganoderma sp GBR pada media serasah ... 55 Hasil dan Pembahasan ... 56 Penyebaran Trichoderma spTBPH pada lapisan serasah... 56 Kemampuan antagonistik Trichoderma sp. TBPH terhadap Ganoderma sp. GBR ... 60 Simpulan ... 63
VI. KEMAMPUAN Ganoderma sp. GBR DAN Trichoderma sp. TBPH DALAM MENDEKOMPOSISI SERASAH Acacia mangium... 64 Abstract ... 64 Pendahuluan ... 64 Bahan dan Metode ... 65 Persiapan bibit biakan Ganoderma sp. GBRdan Trichoderma sp. TBPH65 Uji kemampuan Ganoderma sp. GBR dan Trichoderma sp. TBPH dalam mendekomposisi serasah... 66 Hasil dan Pembahasan ... 67 Simpulan ... 73
VII. FUNGI YANG TERDAPAT PADA SERASAH Acacia
mangium... 74 Abstract ... 74 Pendahuluan ... 74 Hasil dan Pembahasan ... 76 Simpulan ... 97
VIII. PEMBAHASAN UMUM... 98
IX. SIMPULAN DAN SARAN... 104 Simpulan ... 104 Saran... 105
DAFTAR PUSTAKA... 107
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Laju dekomposisi serasah, lignin dan selulosa di bawah tegakan A. mangium umur dua tahun... 30 Tabel 2 Keragaman fungi selama delapan bulan dekomposisi serasah
A. mangium pada tegakan umur dua tahun ... 34 Tabel 3 Populasi fungi pada lapisan serasah A. mangium... 44 Tabel 4 Hasil analisis proksimat serasah A. mangium... 47 Tabel 5 Persentase berat serasah, kandungan lignin dan selulosa yang hilang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ... 5 2 Diagram lapisan serasah... 8 3 Struktur umum selulosa ... 11 4 Unit-unit fenilpropan, tiga monomer utama yang merupakan prekusor lignin.13 5 Ganoderma sp ... 16 6 Basidiospora dan basidium Ganoderma lucidum... 17 7 Indikasi serangan Ganoderma dan Phellinus pada A. mangium... 19 8 Persentase berat serasah selama delapan bulan dekomposisi serasah daun A.
mangium pada tegakan umur dua tahun... 29 9 Kandungan lignin dan selulosa selama delapan bulan dekomposisi serasah
daun A. mangium di bawah tegakan umur dua tahun... 30 10 Kandungan air pada serasah selama delapan bulan dekomposisi serasah A.
mangium pada tegakan umur dua tahun... 31 11 Kandungan C dan N selama delapan bulan dekomposisi serasah A.
mangium pada tegakan umur dua tahun... 33 12 Populasi fungi yang ditemukan selama delapan bulan dekomposisi serasah A. mangium pada tegakan umur 2 tahun... 36 13 Frekuensi relatif spesies fungi pada lapisan serasah A. mangium... 45 14 Populasi fungi pada lapisan serasah A. mangium... 46 15 Cara pengujian antagonisme Trichoderma sp TBPH terhadap Ganoderma sp
GBR ... 55 16 Populasi Trichoderma sp. TBPH yang tumbuh pada lapisan serasah A.
mangium... 57 17 Fluktuasi populasi Trichoderma dan kondisi pH pada lapisan F serasah A.
Mangium... 59 18 Persentase hambatan Trichoderma terhadap Ganoderma pada media PDA
dan media PDAS ... 60 19 Pertumbuhan koloni Ganoderma sp GBR yang dihambat oleh Trichoderma
sp TBPH dalam media serasah A. mangium... 61 20 Interaksi antara Trichoderma dan Ganoderma yang ditumbuhkan pada media
PDA dan PDAS, umur 3 dan 7 hari setelah inokulasi ... 62 21 Tiga mekanisme interaksi antara Trichoderma dan fungi patogen Ganoderma
... 63 22 Persentase berat serasah A. mangium yang didekomposisi oleh Ganoderma sp
GBR dan Trichoderma sp TBPH ... 68 23 Kandungan lignin dan selulosa pada serasah A. mangium yang didekomposisi
oleh Ganoderma sp GBR dan Trichoderma sp TBPH ... 69 24 Keadaan serasah A. mangium setelah didekomposisi oleh Ganoderma sp GBR
dan Trichoderma sp. TBPH ... 71 25 Perbandingan pertumbuhan koloni Ganoderma sp GBR yang ditumbuhkan
dalam media serasah dan serbuk gergajian kayu sengon ... 72 26 Pertumbuhan miselium Ganoderma yang ditumbuhkan pada media PDA dan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Cara penempatan kantong serasah di bawah tegakan A mangium
umur 2 tahun ... 116 Lampiran 2 Diagram cara pelaksanaan pengujian penyebaran Trichoderma pada
Latar Belakang
Serasah daun Acacia mangium Willd. yang berasal dari tegakan monokultur lebih sukar terdekomposisi, karena keadaan serasahnya yang relatif
seragam dan mengandung lignoselulosa yang tinggi. Akibatnya siklus hara di
lantai hutan menjadi lambat dan pada musim kemarau timbunan serasah tersebut
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan. Namun serasah A. mangium tersebut dapat menjadi substrat yang baik bagi mikrob yang mampu beradaptasi, karena serasah daunnya mengandung berbagai senyawa seperti
selulosa, hemiselulosa, pati, dan lignin, sebagai sumber energi yang dapat
dimanfaatkan oleh mikrob saprob untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Dix
& Webster 1995).
Proses dekomposisi senyawa lignoselulosa pada serasah melibatkan
berbagai mikrob dekomposer, tetapi yang utama adalah fungi (Evan & Hedger
2001). Kelompok fungi yang memiliki kemampuan lignoselulolitik tinggi
umumnya berasal dari fungi pembusuk putih (white rot fungi). Selama proses dekomposisi, terjadi interaksi antara satu fungi dengan fungi lain. Interaksi
tersebut penting dalam mencapai suatu keseimbangan dinamis dalam suatu
ekosistem, sehingga apabila terjadi ledakan populasi yang berlebihan dari suatu
jenis fungi dapat ditekan oleh jenis fungi lain yang memiliki sifat antagonis.
Sebagai contoh pada lantai hutan A. mangium, Trichoderma bersifat antagonis terhadap fungi patogen seperti Ganoderma yang merupakan patogen pada hutan tanaman industri akasia.
Ganoderma selain berperan sebagai dekomposer juga berperan sebagai patogen terhadap tumbuhan di ekosistem hutan, yaitu penyebab busuk akar pada
A. mangium, baik pada tanaman muda maupun tanaman dewasa. Ganoderma philippii menyebabkan penyakit busuk akar merah pada A. mangium, sedangkan
Di Indonesia, kerugian yang disebabkan oleh penyakit busuk akar merah
akibat serangan G. philippii pada A. mangium menyebabkan kematian yang tinggi (sekitar 20%), kematian akan meningkat pada rotasi penanaman kedua dan ketiga
(Old et al. 2000). Pengamatan pada hutan A. mangium, menunjukkan lebih dari 40% kematian pada pohon yang berumur 10 sampai 14 tahun (Lee 2000).
Kerugian akibat serangan busuk akar oleh Ganoderma pada rotasi penanaman kedua di Sumatera dan Kalimantan mencapai 3% sampai 28% pada pohon yang
berumur tiga sampai lima tahun (Irianto et al. 2006).
Tingginya kerugian tersebut disebabkan karena Ganoderma selain bersifat saprob juga bersifat parasit fakultatif dengan kisaran inang yang luas (Susanto
2002). Selain itu Ganoderma juga mempunyai kemampuan bertahan di dalam material berkayu di dalam tanah. Keadaan tersebut membuat fungi ini sukar
dikendalikan terutama pengendalian secara kimia. Pengendalian yang mungkin
dilakukan adalah melakukan pengendalian hayati dengan memanfaatkan
Trichoderma yang mempunyai sifat antagonis terhadap Ganoderma. Pengujian di laboratorium menunjukkan adanya aktivitas penghambatan yang kuat oleh
Trichoderma terhadap pertumbuhan Ganoderma (Harjono & Widyastuti 2001; Widyastuti 2006). Namun kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa
pengendalian dengan Trichoderma belum sepenuhnya efektif untuk menghilangkan atau menekan pertumbuhan Ganoderma pada hutan A. mangium. PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) di Riau sedang menguji coba
pemanfaatan Trichoderma untuk pengendalian Ganoderma. Uji coba yang dilakukan meliputi seleksi jenis yang efektif serta ketepatan waktu dan frekuensi
aplikasinya. Pengujian tersebut akan efektif jika didukung oleh data ekologi yang
lengkap di lantai hutan A. mangium yaitu dengan mempelajari keanekaragaman fungi yang tumbuh pada lapisan serasah pada umur yang berbeda baik pada
tegakan yang sehat maupun terserang Ganoderma dan juga pada areal bekas tebangan. Selain itu proses dekomposisi serasah pada tegakan sehat dan terserang
Ganoderma serta suksesi funginya juga perlu dipelajari untuk melihat kemungkinan serasah A. mangium sebagai sumber inokulum bagi Trichoderma
Trichoderma di lantai hutan akasia perlu dilakukan. Penelitian ini penting dilakukan karena proses dekomposisi serasah A. mangium berjalan sangat lambat sehingga pada tumpukan serasahnya terbentuk lapisan serasah. Pada setiap lapisan
serasahnya dapat mempunyai iklim mikro yang berbeda sehingga memungkinkan
dihuni oleh jenis fungi yang berbeda pula. Jenis fungi apa saja yang terlibat
selama proses dekomposisi serasah A. mangium dan bagaimana laju dekomposisinya belum diteliti terutama di RAPP Riau. Informasi yang diperoleh
dari penelitian ini diharapkan dapat mendukung penerapan pengendalian hayati
untuk menanggulangi atau menghindari penyakit yang disebabkan oleh
Ganoderma pada tegakan A. mangium.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Besarnya laju dekomposisi serasah A. mangium dan suksesi fungi selama proses dekomposisi pada tegakan dua tahun sehat dan terserang Ganoderma. 2. Komunitas fungi (termasuk Trichoderma dan Ganoderma) yang tumbuh pada
tiga lapisan serasah A. mangium pada umur tegakan dua dan lima tahun (baik yang sehat maupun yang terserang Ganoderma) dan pada areal bekas tebangan.
3. Penyebaran Trichoderma pada tiga lapisan serasah A. mangium.
4. Kemampuan penghambatannya Trichoderma terhadap Ganoderma dalam media serasah.
5. Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah
A. mangium.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan secara rinci dan
mendalam tentang suksesi fungi dan perannya dalam proses dekomposisi serasah
sangat besar akibat serangan Ganoderma dapat dikurangi, mengingat A. mangium
merupakan komoditi penting dalam industri kehutanan dan industri kertas.
Alur Pemikiran dan Landasan Penelitian
Penelitian suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium dalam kaitan dengan keberadaan Ganoderma dan Trichoderma di lantai hutan akasia dilakukan dalam empat topik penelitian yaitu:
Penelitian 1:Suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 1 (Gambar 1)
Penelitian 2: Komunitas fungi pada lapisan serasah A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 2 (Gambar 1). Penelitian 1 dan 2 juga
untuk menjawab permasalahan 3.
Penelitian 3: Penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah A. mangium dan kemampuan penghambatannya terhadap Ganoderma, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 4 (Gambar 1)
Penelitian 4: Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium, penelitian ini untuk menjawab permasalahan 5 (Gambar 1)
Penelitian 1 memberikan informasi tentang laju dekomposisi serasah A. mangium dan jenis fungi yang terlibat serta suksesinya. Penelitian 2 memberikan informasi tentang keanekaragaman fungi yang tumbuh pada lapisan serasah baik
pada tegakan sehat, terserang Ganoderma, dan areal bekas tebangan. Penelitian 1 dan 2 juga memberikan informasi tentang keberadaan Trichoderma dan
Ganoderma pada serasah A. mangium. Penelitian 3 memberikan informasi tentang penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah di tegakan sehat dan terserang
Ganoderma, juga memberikan informasi tentang kemampuan antagonistik
Trichoderma terhadap Ganoderma pada media yang mengandung serasah A. mangium. Selanjutnya penelitian 4 memberikan informasi tentang kemampuan
Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah A. mangium.
Berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut diharapkan dapat
memformulasikan strategi pengelolaan serasah sebagai alternatif untuk
Keterangan: : faktor-faktor yang diamati dalam penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Acacia mangium Lantai hutan Serasah daun Dekomposisi Ketersediaan unsur hara Kesuburan tanah Produktivitas meningkat Fungi Dekomposer Patogen Ganoderma Sifat:
- Bertahan pada material berkayu
- Sebaran inang luas Sukar dikendalikan Kerugian:
kematian 3-28% (3-5 th) (Irianto et al. 2006).
Produktivitas menurun
Permasalahan
1. Bagaimana suksesi fungi dan laju dekomposisi serasah
A. mangium di lantai hutan ?
2. Jenis fungi apa saja yang tumbuh pada lapisan serasah A. mangium ?
3. Apakah Trichoderma dan Ganoderma dapat tumbuh pada serasah A. mangium?
4. Bagaimana penyebaran Trichoderma di lapisan serasah A.
mangium dan kemampuan penghambatannya terhadap
Ganoderma?
5. Bagaimana kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam mendekomposisi serasah? Substrat pertumbuhan fungi Dasar penanganan alternatif ( - ) ( + ) Busuk akar Antagonis Trichoderma Dasar pemanfaatan Data hasil penelitian
Penelitian yang dilakukan
1. Suksesi fungi dan dekomposisi serasah daun A. mangium 2. Mengamati komunitas fungi pada lapisan serasah
3. Penyebaran Trichoderma pada lapisan serasah 4. Kemampuan Ganoderma dan Trichoderma dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Potensi Acacia mangium
Acacia mangium merupakan spesies tanaman berkayu yang cepat tumbuh, banyak digunakan untuk program penanaman hutan di wilayah Asia dan Asia
Pasifik. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah yang sangat kering sampai daerah
hutan basah. Acacia mangium dapat tumbuh pada kisaran 0 - 800 meter dpl, dengan rata-rata curah hujan tahunan 1000-4000 mm, rata-rata temperatur tahunan
18-28o C dengan rata-rata pada musim panas 30-40o C dan pada musim dingin
10-24o C (USDA 2005).
Acacia mangium mempunyai nama lain Racosperma mangium (Willd.) Pedley. Sedangkan nama dagangnya adalah brown salwood. Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai berikut:
kingdom : Plantae subkingdom : Tracheobionta superdivisi : Spermatophita divisi : Magnoliophita
klas : Magnoliopsida
subklas : Rosidae
ordo : Fabales
famili : Fabaceae
genus : Acacia
species : Acacia mangium Willd. (USDA 2005)
Pohon A. mangium dapat mencapai tinggi 30 meter, batang lurus tidak bercabang sampai setengah tinggi seluruh batang. Ranting, phillodia dan tangkai bersifat glabrous atau agak terkelupas. Phillodia lebarnya 5-10 cm, panjang 2-4 kali lebar, berwarna hijau gelap kaku seperti kulit waktu kering. Phillodia
memiliki (3-)4 pertulangan daun utama yang memanjang yang bertemu pada tepi
punggung dari pangkal phillodia, pertulangan sekunder halus dan tidak begitu terlihat. Bunga berupa bulir yang longgar mencapai panjang 10 cm, soliter atau berpasangan pada ketiak bagian atas. Bunga pentamer, kelopak mempunyai panjang 0.6-0.8 mm dengan cuping tumpul pendek, mahkota dua kali panjang
kelopak. Polong lurus, gundul, lebar 3-5 mm, dengan panjang kira-kira 7.5 cm
masak, memipih antar biji-bijinya. Biji berambut halus, hitam, elipsoid, bulat telur atau memanjang, 3,5 x 2,5 mm, tali pusar berwarna agak oranye, membentuk
arilus berdaging di bagian bawah biji (Starr et al. 2003).
Menurut Duke (1983), akasia menghasilkan eksudat gum pada batangnya.
Gum pada A. mangium mengandung 5.4% abu, 0.98% N, 1,49% metoksil, 32.2% asam uronat, 9.0% asam 4-0-metilglukouronat, 23.2% asam glukouronat, 56%
galaktosa, 10% arabinosa, dan 2% ramnosa. Sedangkan gum pada A. auriculiformis mengandung 5.3% abu, 0.92% N, 1.68% metoksil, 27.7% asam uronat, 10.1% asam 4-0-metilglukouronat, 17.6% asam glukouronat, 59%
galaktosa, 8% arabinosa, dan 5% ramnosa. Acacia mangium dan A. auriculiformis
juga menghasilkan senyawa yang mempunyai aktivitas anti fungi yaitu
3,4’,7,8-tetrahydroxyflavanone dan teracacidin (Mihara et al. 2005).
Produksi kayu A. mangium di Indonesia untuk pulp dan MDF ( medium-density fiberboard) dari hutan tanaman industri adalah: Riau dan Jambi dengan produksi 5.860.000 m3/tahun, Sumatra Selatan dan Lampung 2.500.000 m3/tahun,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan 750.000 m3/tahun, dan Kalimantan
Barat 200.000 m3/tahun. Sedangkan produksi untuk solid wood diperkirakan mencapai 165.000 m3/tahun. Kegunaan kayu ini utamanya untuk pembuatan pulp
dan paper. Kegunaan lain diantaranya untuk MDF, furniture, fuelwood dan bahan konstruksi bangunan (Arisman & Hardiyanto 2006). Selain itu serasahnya dapat
digunakan sebagai mulsa tanah, dan juga dapat digunakan sebagai tambahan
makanan ternak sapi. Bunganya dapat sebagai makanan lebah, sehingga dapat
meningkatkan produksi madu (Bui et al. 1992).
Serasah Acacia mangium
Serasah pada lantai hutan umumnya terdiri dari bermacam-macam bagian
tumbuhan yang jatuh ke tanah, yaitu berupa daun, bunga, buah, ranting, dan
cabang. Produktivitas serasah pada suatu ekosistem hutan tergantung pada kondisi
lingkungan, jenis pohon dan umur tegakan. Di hutan tanaman Ubrug, Jatiluhur,
tegakan A. auriculiformis yang berumur lima tahun menghasilkan serasah 10.9 ton/ha. Sedangkan pada umur enam tahun pada tegakan yang sama menghasilkan
Bagian tanaman yang jatuh terlebih dahulu akan berada di bagian paling
bawah atau berada paling dekat dengan permukaan tanah, sedang yang jatuh
kemudian akan berada di atasnya, sehingga terjadi tumpukan serasah dengan
ketebalan tertentu. Ketebalan serasah ini sangat ditentukan oleh keadaan
lingkungan hutan misalnya kerapatan vegetasi, luas kanopi dan kerimbunan
tegakan penyusun hutan tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, pada
tumpukan serasah tersebut terbentuk lapisan-lapisan yang terjadi karena adanya
proses dekomposisi (Gambar 2). Lapisan-lapisan tersebut adalah lapisan L yaitu lapisan serasah bagian atas (yang masih utuh), lapisan F yaitu lapisan serasah bagian tengah yang sebagian sudah terdekomposisi, dan lapisan H yaitu lapisan bagian bawah yang sudah terdekomposisi atau lapisan yang berada pada lapisan
permukaan tanah (Danoff-Burg 2006). Hasil pengukuran tebal lapisan serasah
Acacia mangium di lapangan menunjukkan bahwa pada tegakan umur dua dan lima tahun ketebalan lapisannya tidak berbeda nyata. Pada tegakan sehat rata-rata
lapisan serasah L, F, dan H masing-masing 3.17 cm, 3.0 cm, dan 2.2 cm,
sedangkan pada tegakan terserang Ganoderma masing-masing 2.5 cm, 2.83 cm, dan 2 cm.
Gambar 2 Diagram lapisan serasah
Serasah adalah bahan organik yang belum terurai, tetapi yang telah berupa
benda mati, dan terdapat di permukaan tanah (Joetono 1995). Serasah terdiri dari
semua bagian tumbuhan yang mati dan terakumulasi di atas permukaan tanah dan
akan mengalami dekomposisi dengan kecepatan yang berbeda, tergantung dari Lapisan L
Lapisan F
Lapisan H
jenis bagian tumbuhan yang terakumulasi tersebut. Serasah terdekomposisi oleh
aktivitas mikrob dan fauna tanah, sehingga senyawa-senyawa yang kompleks
akan diubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Dickinson & Pugh
1974).
Dekomposisi serasah secara biologi akan menghasilkan senyawa-senyawa
yang dapat larut seperti karbohidrat, tanin, peptida, dan asam amino yang
dihasilkan melalui proses hidrolisis pada protein protoplasmik. Selain itu
dihasilkan gas seperti NH3, CO2, juga senyawa lain seperti nitrat, sulfat, pospat
dan air. Sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut yang tersusun dari lignin,
selulosa, hemiselulosa akan berangsur-angsur mengalami dekomposisi menjadi
bentuk-bentuk senyawa baru yang dapat larut. Pada dasarnya semua sisa tanaman
menghasilkan bahan organik yang sama, tetapi berbeda pada kandungan senyawa
yang mudah dan yang sukar terdekomposisi (Allen & Unwin 1982).
Mudah atau sukarnya dekomposisi suatu serasah, tergantung dari zat-zat
yang terkandung di dalam jaringannya. Gula, zat pati, dan protein sederhana akan
lebih mudah terdekomposisi dibandingkan dengan protein kompleks, peptin, dan
hemiselulosa. Sedang selulosa lebih mudah dibanding lignin, resin, tannin, dan
lilin. Organ bagian atas tanaman akan lebih mudah terdekomposisi dibandingkan
dengan bagian akar, dan tanaman yang muda akan lebih mudah terdekomposisi
dari pada tanaman yang lebih tua. Demikian juga serasah hutan campuran akan
lebih mudah terdekomposisi dari pada hutan monokultur (Dickinson & Pugh
1974).
Kecepatan dekomposisi dan aktivitas biologi dari suatu bahan organik juga
ditentukan oleh rasio C:Nnya. Jaringan tumbuhan dengan rasio C:N yang rendah
akan terdekomposisi secara cepat, sedangkan yang memiliki rasio C:N yang
tinggi dekomposisinya lebih lambat. Jika rasio C:N bahan organik lebih besar dari
30, akan terjadi immobilisasi lebih besar dari pada mineralisasi. Jika rasio C:N
bahan organik 15 - 30, immobilisasi sama dengan mineralisasi dan jika rasio C:N
bahan organik lebih kecil dari 15, maka mineralisasi lebih besar dari pada
Dekomposisi serasah oleh Fungi
Keberadaan senyawa penyusun dinding sel tumbuhan seperti selulosa,
hemiselulosa, dan lignin tidaklah terpisah secara sendiri-sendiri, namun satu sama
lain saling terikat membentuk suatu kesatuan yang disebut lignoselulosa (Beguin
& Aubert 1992). Keberadaan senyawa kompleks tersebut di dalam serasah lantai
hutan dapat didegradasi oleh mikrob tanah yang dapat menghasilkan enzim
lignoselulolitik, sehingga dihasilkan senyawa yang lebih sederhana. Di dalam
ekosistem lantai hutan fungi mempunyai peran penting sebagai dekomposer
(Dreisbach 2002).
Selama proses dekomposisi serasah di lantai hutan terjadi pergantian
struktur komunitas (suksesi) fungi dekomposer. Pada tahap awal substrat
ditumbuhi oleh fungi pengkoloni awal (pioneer colonizers) yang umumnya merupakan fungi ruderal yang mampu beradaptasi dan berkompetisi dalam
memanfaatkan sumberdaya baru terhadap kompetitor lain (Atlas dan Bartha
1993). Pada saat serasah daun jatuh ke tanah, fungi pengkoloni awal merupakan
fungi yang mampu memanfaatkan gula sederhana saja misalnya Cladosporium herbarum dan Aureobasidium pullulans, bahkan fungi tersebut sering ditemukan pada daun yang masih segar. Setelah itu akan terjadi kolonisasi secara cepat oleh
fungi tanah yang tergolong genus Penicillium, Humicola, Trichoderma, Fusarium, Gliocladium, Doratomyces dan dari genus lainnya. Fungi tanah yang mengkoloni serasah tersebut disebut autochton species. Kebanyakan fungi autochton tersebut mampu menghidrolisis polisakarida, bahkan spesies tertentu seperti Penicillium
mampu menggunakan tanin sebagai sumber karbon, tetapi fungi lain yang tidak
menghasilkan enzim penghidolisis substrat yang lebih kompleks akan tereduksi.
Selanjutnya kolonisasi akan dilakukan oleh pengkoloni akhir (survivor) yaitu fungi yang mampu menghidrolisis senyawa kompleks seperti selulosa bahkan
lignin dari substrat serasah sebagai sumber energi utamanya, yaitu
Basidiomycetes dan Ascomycetes(Dix & Webster 1995). Aktivitas dari berbagai
macam fungi terhadap serasah yang ada di lantai hutan akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan akhirnya terjadi mineralisasi yang
berhasil mengukur penurunan berat kering serasah A. mangium sebesar 56 % setelah didekomposisikan selama 18 minggu.
Biodegradasi Selulosa
Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan glikosidik β-(1,4)
yang bersifat tidak larut dalam air (Gambar 3). Molekul selulosa membentuk
rantai panjang yang lurus yang diperkuat oleh ikatan hidrogen yang berikatan
silang. Secara alami selulosa tersusun dari bentuk fibril yang terdiri dari beberapa
molekul selulosa paralel dan dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Beguin & Aubert
1994). Mikrofibril selulosa terdiri dari dua tipe yaitu kristalin dan amorf. Bagian
kristalin selulosa merupakan mikrofibril yang banyak memiliki jembatan hidrogen
antar molekul dengan orientasi antar mikrofibril yang sangat teratur. Mikrofibril
yang sedikit memiliki jembatan hidrogen dengan orientasi antar mikrofibril yang
tidak teratur merupakan bagian amorf selulosa (Marsden & Gray 1986).
Gambar 3 Struktur umum selulosa (Zabel & Morrell 1992)
Analisis difraksi sinar-X menunjukkan bahwa selulosa alami umumnya
berstruktur kristalin, sedang analisis dengan spektroskopi inframerah
menunjukkan bahwa beberapa gugus hidroksil bebas yang saling berikatan dengan
lignin melalui ikatan kovalen membentuk lignoselulosa yang kuat sehingga sulit
dihidrolisis oleh enzim (Fengel & Wegener 1995).
Enzim yang mendegradasi selulosa adalah selulase, merupakan enzim
kompleks yang terdiri dari tiga komponen yaitu: (1) ekso β (1-4)-glukanase, dikenal sebagai enzim C1 berperan dalam hidrolisis selulosa kristalin menjadi
selulosa amorf; (2) endo β (1-4)-glukanase, dikenal sebagai enzim Cx berperan dalam hidrolisis ikatan β-(1-4)-glikosida selulosa amorf menjadi selobiosa; dan
C1 Cx β (1-4)-glukosidase selulosa kristalin selulosa amorf selobiosa terlarut glukosa
Fungi Phanerochaete chrysosporium mampu menghasilkan lima β 1-4 glukanase yang memiliki berat molekul berbeda dan masing-masing bekerja aktif
pada suhu optimumnya. Penicillium pinophilum mampu menghasilkan endoglukanase jika diinkubasikan dalam media yang mengandung selulosa.
Trichoderma viride paling sedikit dapat menghasilkan empat β 1-4 selobiohidrolase. Sedangkan T. reesei menghasilkan lima endoglukanase, satu eksoglukanase dan dua β 1-4 glukosidase (Dix & Webster 1995; Evans & Hedger
2001).
Biodegradasi Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer yang sangat heterogen, yaitu
polimer-polimer heksosa, pentosa dan asam-asam uronat. Silosa dan manosa merupakan
unit yang sering ditemukan. Molekul hemiselulosa umumnya mempunyai rantai
yang relatif lebih pendek dari selulosa, berbentuk non kristalin dan dapat
dihidrolisis menjadi silosa dan pentosa lainnya. Selain itu hemiselulosa mudah
larut dalam larutan alkali dan pada air mendidih. Senyawa ini juga larut dalam
asam yang panas, dihidrolisis menjadi pentosa dan heksosa. Hemiselulosa
berikatan dengan selulosa dan lignin melalui jembatan hidrogen dan gaya van der Waals (Marsden & Gray 1986).
Enzim yang mendegradasi hemiselulosa analog dengan enzim yang
mendegradasi selulosa tetapi enzim eksonya tidak ada. Silan didegradasi oleh
enzim silanase, sedang mannan didegradasi oleh enzim mannase (Zabel &
Morrell 1992). Silanase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari: (1) endo-1,4-β-silanase yang memisahkan polimer menjadi silosa dan oligomer; (2) 1,4-β silosidase yang menghidrolisis silo-oligoskarida atau fragmen silan menjadi
silosa; (3) α-glukuronidase, memisahkan rantai samping 4-O-metilglukuron dari kerangka silan dan melepaskan unit asam glukoronat; (4) α-arabinosidase, memindahkan rantai samping L-arabinosa; dan (5) asetil esterase, memindahkan kelompok substituen asetil dari silosa. Sedangkan enzim mannase terdiri dari:
esterase. Namun demikian aksi enzim tersebut sama dengan enzim silanase (Zabel
& Morrell 1992).
Fungi yang telah diidentifikasi mempunyai aktivitas silanase diantaranya
Mucor, Mortierella dan Rhizopus (Dix & Webster 1995). Fungi lain yang menghasilkan silanase adalah Phytophthora, Glomerella cingulata, sedangkan
Aspergillus oryzae selain menghasilakan silanase juga menghasilkan arabanase. Chaetomium globosum menghasilkan mannase (Bilgrami & Verma 1978).
Biodegradasi Lignin
Lignin merupakan polimer yang amorf dengan berat molekul tinggi.
Lignin terbuat dari unit-unit fenilpropan yaitu: ρ-koumaril alkohol, koniferil
alkohol, dan sinafil alkohol (Gambar 4). Keberadaan masing-masing unit
fenilpropan tergantung dari sifat dan jenis tanaman (Stevensen 1982). Umumnya
monomer-monomer lignin tersebut memiliki substituen-substituen hidroksi dan
metoksi yang tidak diikat dengan cara yang sama, baik inter maupun intra
monomer (Knapp 1985).
C H C H C H2O H
O H
C H C H C H2O H
O H
O C H3
C H C H C H2O H
O H
O C H3
C H3O
ρ-koumaril alkohol koniferil alkohol sinafil alkohol
Gambar 4 Unit-unit fenilpropan, tiga monomer utama yang merupakan prekusor lignin (Crawford 1981)
Lignin terbentuk secara polikondensasi. Pembentukannya tidak melibatkan
enzim-enzim khusus, tetapi merupakan reaksi-reaksi kimia yang melibatkan fenol
dan radikal bebas, sehingga bahan yang terbentuk tidak menunjukkan adanya
menyebabkan lignin lebih sukar terdegradasi dibandingkan dengan selulosa dan
hemiselulosa (Joetono 1995).
Enzim yang mendegradasi lignin juga merupakan enzim kompleks, yang
terdiri dari lignin peroxidase (LiP), manganese peroxidase (MnP), dan lakase. Enzim-enzim tersebut diproduksi aktif pada keadaan oksigen yang cukup
(Rothschild et al. 1995; Fukushima & Kirk 1995). Lignin peroxidase (LiP) merupakan enzim kunci dalam mendegradasi lignin pada Phanerochaete chrysosporium. Enzim ini memecah atau memutuskan ikatan kimia Cα-Cβ antar karbon pada unit fenilpropan. Manganese peroxidase (MnP) merupakan enzim utama yang terlibat dalam degradasi lignin oleh Polyporus anceps. Enzim ini diduga mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang kemudian mengoksidasi beberapa
struktur fenolik pada lignin. Sedangkan lakase merupakan enzim yang
menyebabkan terjadinya oksidasi Cα, dimetilisasi, pemecahan kelompok fenil, dan
pemecahan ikatan Cα-Cβ pada struktur siringil (Zabel & Morrell 1992).
Hasil pemecahan lignin tersebut berupa senyawa aromatik yang memiliki
berat molekul rendah seperti: vanilin, siringaldehid, koniferil aldehid, asam
vanilat, asam siringat, dan asam aromatik atau fenol lainnya. Senyawa-senyawa
tersebut akan diubah menjadi senyawa aromatik lain berupa katekol, asam
protokatekoat dan asam gentisat, merupakan senyawa dengan struktur aromatik
yang mudah diputus menjadi senyawa alifatik. Selanjutnya senyawa-senyawa
alifatik yang dihasilkan tersebut diubah menjadi senyawa-senyawa antara yang
mudah dimetabolismekan seperti asam piruvat, asam fumarat, asam suksinat,
asam asetat, dan asetildehid (Zabel & Morrell 1992, Crawford 1981; Joetono
1995). Di dalam tanah, hasil perombakan lignin tersebut dapat mengalami
kondensasi yang akan menghasilkan humat (humic) di dalam tanah (Stevenson 1982).
Pada umumnya fungi yang mampu mendegradasi lignin berasal dari fungi
pelapuk putih (white rot fungi). Phanerochaete chrysosporium adalah fungi yang paling banyak dipelajari sebagai penghasil enzim lignin peroksidase dan lakase.
Fungi pelapuk coklat (brown rot fungi) yang mampu tumbuh pada media yang mengandung lignin antara lain Gloeophyllum trabeum, Neolentinus (Lentinus)
lepideus, dan Pholiota adiposa (Zabel & Morrell 1992). Pleurotus ostreatus dapat tumbuh baik pada jerami, selain itu Fusarium dan Aspergillus ternyata dapat tumbuh dengan baik dalam medium sintetik yang mengandung lignin (Dix &
Webster 1995).
Ganoderma
Ganoderma termasuk Basidiomycetes kosmopolit yang menyebabkan busuk akar pada tumbuhan kayu keras dengan mendekomposisi lignin, selulosa
dan polisakarida lain. Fungi ini akan berkembang dengan cepat pada tanaman
monokultur yang ditanam berturut-turut, karena pada tunggul kayu, akar, dan
material berkayu lainnya dari periode sebelumnya tersimpan inokulum yang
sangat banyak (Old et al. 2000). Selain itu Ganoderma juga mempunyai bentuk pertahanan seperti klamidospora (Susanto 2002), sehingga menjadi masalah besar
karena serangannya semakin luas pada periode tanam kedua dan ketiga
(Widyastuti 2006). Penanganan terpadu untuk memberantas penyakit tersebut
dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan penting untuk dilakukan.
Kerugian akibat serangan penyakit busuk akar dapat mecapai 3%-28% pada
pohon yang berumur 3-5 tahun di Sumatera dan Kalimantan (Irianto et al. 2006). Spesies Ganoderma yang menyebabkan busuk akar merah pada tanaman akasia adalah G. philippii (= G. pseudoferreum) (Lee 2000). Spesies lain dari
Ganoderma yang menyebabkan busuk pangkal batang tanaman kelapa sawit adalah G. boninense (Abadi et al. 1989).
Ganoderma termasuk dalam kelompok fungi pelapuk putih (white rot fungi) yang mampu mendegradasi lignin dengan sistem enzim pengoksidasi fenol seperti polifenoloksidase, lakase, dan tirosinase. Peneliti lain menyebutkan enzim
yang berperan dalam perombakan lignin adalah lignin peroxidase (LiP),
manganese peroxidase (MnP) dan lakase (Harvey et al. 1993). Beberapa spesies
Ganoderma, selain menghasilkan enzim-enzim di atas juga menghasilkan enzim amilase, ektraseluler oksidase, invertase, koagulase, protease, renetase, pektinase,
Oleh karena Ganoderma mampu mendegradasi lignin dan selulosa, maka fungi ini diduga mampu tumbuh dan berkembang pada serasah A. mangium yang mempunyai kandungan lignin dan selulosa tinggi. Penelitian tentang keberadaan
Ganoderma pada serasah sangat sedikit dilakukan, sebagian besar peneliti lebih menekankan pada aspek patologisnya.
Menurut Pegler (1973); Seo dan Kirk (2000) Ganoderma termasuk dalam famili Ganodermataceae dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan kelompok
fungi tahunan yang mempunyai basidiokarp bertangkai atau tidak bertangkai, dan mempunyai kulit luar yang keras. Himenofor selalu berbentuk tabung dan pada umumnya tersusun dalam beberapa lapisan. Konteks berwarna coklat muda sampai coklat tua, atau coklat keungu-unguan dengan tekstur bergabus sampai
berkayu. Sistem hifa dimitik atau trimitik dengan hifa skeletal yang sering bercabang di bagian ujungnya, serta dengan hifa generatif yang mempunyai
sambungan apit (Gambar 5). Basidium memproduksi empat basidiospora dan
tidak ada seta ataupun sistidium. Basidiospora berbentuk bola sampai elips, berwarna coklat atau coklat muda. Struktur dinding basidiospora sangat kompleks
dengan eksoepisporium berpigmen dan bergerigi serta dilapisi oleh perisporium
[image:43.612.217.424.432.639.2]hialin (Gambar 6).
Gambar 5 Ganoderma sp (Hood 2006)
a, b dan c. permukaan bagian atas basidiocarp G. australe, G. steartanum dan
G. cupreum, d. potongan basidiocarp Ganoderma s