• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM PADA NELAYAN

PAYANG DI PPI BANDENGAN KECAMATAN MUNDU

KABUPATEN CIREBON

ANDI PERDANA GUMILANG

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh DINARWAN dan ANWAR BEY PANE.

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan vital dalam semua aktivitas ekonomi. Kenaikan harga BBM yang signifikan antara lain berdampak terhadap kelangsungan penangkapan ikan yang umumnya menggunakan perahu motor tempel. Diduga frekuensi penangkapan ikan akan terpengaruh terhadap tingkat pendapatan usaha penangkapan. Penelitian bertujuan mendapatkan besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang di PPI Bandengan, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perolehan volume hasil tangkapan dan menghitung pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan payang. Metode yang digunakan adalah sensus yaitu seluruh anggota populasi (nelayan yang memiliki dan menggunakan alat tangkap payang) di Desa Bandengan dijadikan responden. Pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu trip sebelum dan setelah kenaikan harga BBM masing-masing Rp 186.929,00 dan Rp 174.430,00. Biaya buruh nelayan (ABK) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik. Hal ini terlihat dari korelasi Spearman rs = 0,94 = 94 % dan p = 0,32 = 32% sehingga tolak H0 artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan bekal operasi sebesar rs = 0.09 = 9% dan rs = 0,18 = 18%. Besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan nelayan payang adalah 6,6 % atau Rp 186.929,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 174.430,00 sesudah kenaikan BBM.

.

(3)

TINGKAT PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM PADA NELAYAN

PAYANG DI PPI BANDENGAN KECAMATAN MUNDU

KABUPATEN CIREBON

ANDI PERDANA GUMILANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang Di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(5)

Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Nama : Andi Perdana Gumilang

NIM : C54104075

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Dinarwan, MS. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. NIP. 19630823 198803 1 002 NIP. 19541014 198003 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP. 19621223 198703 1 001

(6)

1986 dari Ayah Ir. Sumaryono, MM dan Ibu Ir. Siti Asmirah (Alm) serta Ibu Dra Erna, M.Si. Penulis ádalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003-2004 Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 4 Cirebon, Jawa Barat. Pada Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan diantaranya Badan Kerohanian Islam Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BKIM IPB), Majelis Ta’lim Al-Marjan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC). Penulis menjadi staf Departemen PPSDM BKIM IPB pada tahun 2004-2005, staf Departemen Kesekretariatan BKIM IPB pada tahun 2005-2006, Bendahara BKIM IPB dan Direktur Pemasaran BKIM Agency pada tahun 2006-2007. Penulis menjadi seksi soal pelajar SMU dalam kepanitiaan try out SPMB di Kota Cirebon yang diselenggarakan IKC pada tahun 2005. Penulis juga menjadi staf Departemen Syiar Majelis Ta’lim Al-marjan FPIK tahun 2006-2007 dan menjadi Ketua Majelis Ta’lim Al-marjan Tahun 2007-2008.

(7)

Meneladani Rasulullah”, eramuslim.com, syabab.com dengan judul ”Nasionalisme dan Persatuan Bangsa, Koreksi Total atas Sumpah Pemuda 1928”, eramuslim.com, detik.com, inilah.com, okezone.com, syabab.com, pesisirnews.com, politiksaman.com, lampung-news.com, kliping depag.go.id dengan judul ”Pilkada dan Tragedi Priok Berdarah”, detik.com, syabab.com, eramuslim.com, hidayatullah.com, okezone.com dengan judul ”Kartini Bukan Pahlawan Emansipasi”, okezone.com dengan judul ”Selamatkan Bumi dengan Mengelola SDA”, syabab.com dengan judul ”Vonis Mati Bagi Pelaku Penghina Nabi”, eramuslim.com, syabab.com, hidayatullah.com dengan judul ”Aksi Memalukan Pada Pesta Kelulusan, Buah Dari Pendidikan Sekuler”, okezone.com, lembaga bantuan hukum pers (lbhpers.org), detik.com, inilah.com, lampung-news.com, waspada.co.id dengan judul ”Selamatkan Wartawan”, media-indonesia.com, okezone.com, detik.com dengan judul ”Refleksi Hari Buku: Urgensi Baca Buku Untuk Kemajaun Bangsa”.

(8)

penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat serta pengikutnya. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2008 dengan judul “Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya pada Ir. Dinarwan, MS dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA atas bimbingannya selama ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan pada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian untuk penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis sangat harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2010

(9)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada:

1) Bapak Ir. Dinarwan, MS. dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

2) Ir. Lilik dan Ir. Ilman dari Dinas Perikanan Kabupaten Cirebon serta Bapak Markuto nelayan payang Desa Bandengan yang telah membantu memberikan informasi berupa data primer dan sekunder.

3) Dr. Ir Ernani Lubis, DEA sebagai dosen penguji dan Vita Rumanti Kurniawati, M.T sebagai Komisi Pendidikan atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.

4) Kedua orang tua, Ayahanda Ir. Sumaryono dan Ibunda Dra. Erna atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.

5) Bapak Dr.Ir Anwar Bey Pane, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan.

6) Bapak Prof.Dr.Ir Rokhmin Dahuri, MS yang telah memberikan saya ilmu kehidupan dan sains perikanan melalui pemberian buku dan kuliahnya di LP Cipinang.

7) Adik-adikku Angger Dewansyah dan Yunita Sumartin atas doanya 8) Keluarga besar di Jakata dan Bogor Mang Udin dan Wa Ayim atas segala

bantuannya.

9) Teman-teman di BKIM IPB, MT Al Marjan FPIK dan kru PC lounge 10)Rekan-rekan PSP angkatan 41, Gunawan, Eko, Reza, dll yang tidak

mungkin disebutkan satu persatu serta teman-teman di Al-Quds.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

(10)

i

5.2 Produksi Hasil Tangkapan dan Prasarana Perikanan ... 33

5.3 PPI Desa Bandengan ... 34

6. USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI PPI BANDENGAN 6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang ... 40

(11)

ii

PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PAYANG

7.1 Tingkat Pendapatan Nelayan Sebelum Kenaikan Harga BBM ... 50

7.2 Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan ... 52

8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 54

8.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(12)

iii

1 Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008 ... … 15 2 Data dikumpulkan: data utama dan data tambahan ... … 18 3 Jumlah penduduk Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon

tahun 2007 ... … 22 4 Panjang jalan (km) menurut jenis dan kondisi dirinci per tingkat

pengelolaan jalan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 ... … 23 5 Jumlah sarana transportasi darat menurut jenis sarana dan desa di

Kecamatan Mundu tahun 2007 ... … 24 6 Banyaknya pelanggan pemakai listrik menurut jenis tarif di

Kabupaten Cirebon tahun 2007 ... … 25 7 Pengguna jasa listrik menurut desa/kelurahan di Kecamatan

Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 ... … 25 8 Banyaknya pelanggan dan air minum yang didistribusikan serta

Nilainya menurut jenis pelanggan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 … 26 9 Pengguna jasa air minum di Kecamatan Mundu Kabupaten

Cirebon tahun 2007 ... ... 27 10 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan dirinci

per kecamatan tahun 2007 ... ... 30 11 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon dirinci menurut jenis

alat tangkap tahun 2007 ... ... 31 12 Rekapitulasi jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Mundu di

Kabupaten Cirebon menurut desa pada tahun 2007 ... ... 32 13 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di laut Kabupaten

Cirebon menurut kecamatan tahun 2007... … 33 14 Rekapitulasi jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan

Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 ... … 35 15 Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) dan rumah tangga buruh

perikanan (RTBP) di Kabupaten Cirebon peeriode 2007 ... … 37 16 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan per trip, rata-rata harga ikan

dan total penjualan nelayan payang di PPI Desa Bandengan

menurut jenis ikan tahun 2008 ... … 38 17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa

Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008 ... … 41 18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan

(13)

iv

di desa Bandengan tahun 2008 ... … 44 20 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan

nelayan payang per trip di Desa Bandengan pada bulan Juli 2008 ... … 45 21 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan per trip nelayan

payang di Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 ... … 46 22 Hasil perhitungan korelasi Spearman antara nilai pendapatan dengan

nilai BBM, perbekalan dan bagi hasil ABK nelayan payang di

Desa Bandengan tahun 2008 ... … 49 23 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan nelayan payang per trip

sebelum kenaikan harga BBM di Desa Bandengan pada bulan

Mei 2008 ... … 50 24 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan

nelayan payang per trip sebelum kenaikan harga BBM di

Desa Bandengan bulan Mei 2008 ... … 51 25 Pendapatan dan biaya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM

(14)

v

1 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang ... 6 2 Tempat pelelangan ikan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon

tahun 2008 ... 28 3 Alat tangkap payang nelayan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon

tahun 2008 ... 34 4 Perahu nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon

tahun 2008 ... 35 5 Mesin yang digunakan nelayan payang Desa Bandengan

Kabupaten Cirebon tahun 2008 ... 36 6 Armada penangkapan perahu motor tempel di sungai Selapenganten

Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon

tahun 2008 ... 36 7 Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang Desa Bandengan

(15)

vi

Halaman 1 Lokasi penelitian PPI Desa Bandengan Kabupaten Cirebon

tahun 2008 ... 59 2 Jumlah dan harga hasil tangkapan ikan nelayan payang per trip

di Desa Bandengan tahun 2008 ... ... 60 3 Foto-foto hasil tangkapan ikan nelayan payang PPI Bandengan

Kabupaten Cirebon tahun 2008 ... ... 62 4 Pengeluaran biaya investasi nelayan payang di Desa Bandengan

Bulan Juli tahun 2008 ... ... 63 5 Pengeluaran biaya operasional kebutuhan melaut nelayan payang per

trip di Desa Bandengan bulan Juli tahun 2008 ... ... 64 6 Komponen variabel faktor-faktor yang mempengaruhi volume hasil

tangkapan perikanan payang di Desa Bandengan

tahun 2008 (satuan: rupiah) ... ... 65 7 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman

(The Rank Correlation Test) pendapatan dan sistem bagi hasil ABK

nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 ... 66 8 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman

(The Rank Correlation Test) pendapatan dan BBM nelayan payang

di Desa Bandengan tahun 2008 ... 67 9 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman

(16)

1.1Latar Belakang

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor riil yang diharapkan bisa dikembangkan sehingga berkontribusi dalam membangun perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan bahwa sedikitnya ada 11 sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan yakni perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, kehutanan, perhubungan laut, sumber daya pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim serta SDA nonkonvensional (Dahuri, 2009).

Adanya sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan dari perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, oleh karena itu pembangunan perikanan tangkap di daerah, khususnya Jawa Barat, diarahkan untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan perikanan tangkap. Visi yang dimaksud adalah ”usaha perikanan tangkap Indonesia yang kokoh, mandiri dan lestari tahun 2020” sedangkan salah satu misi pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan (Anonymous, 2008). Meskipun pada kenyataannya dua per tiga wilayah Indonesia berupa lautan dan telah ditetapkan misi tersebut di atas, tetapi masih banyak dijumpai nelayan yang taraf hidupnya masih rendah bahkan kehidupan 70 % nelayan tergolong miskin (Kusnadi, 2004). Hal ini berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayan. Seperti diketahui bahwa persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor adalah bahan bakar minyak (BBM). Persentase tersebut mencapai 40-50 % dari total biaya operasional melautnya (Satria, 2009) ; dan ini sangat mempengaruhi besaran pendapatan nelayan.

(17)

Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon juga mengalami kesulitan dalam usaha penangkapan ikan karena mereka mengandalkan perahu dengan mesin yang berbahan bakar solar. Kenaikan harga BBM menyebabkan biaya operasional penangkapan ikan semakin meningkat karena sebagian besar biaya operasionalnya adalah bahan bakar minyak. Disamping bahan bakar minyak, biaya operasional lainnya juga meningkat seperti biaya perbekalan dikarenakan biaya kebutuhan pokok juga meningkat.

Agar nelayan tersebut diatas dapat mempertahankan pekerjaannya yaitu melaut, maka nelayan mencari tambahan modal atau jika tidak beralih profesi selain melaut. Meningkatnya biaya operasional penangkapan ikan mengakibatkan pada perubahan bahan bakar yang digunakan oleh nelayan dalam mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengganti bahan bakar solar dengan minyak tanah.

Kenaikan harga BBM jelas akan mempengaruhi pendapatan nelayan, khususnya di Desa Bandengan Kecamatan Mundu karena hasil penjualan ikan sebagian besar terserap untuk biaya operasional sedangkan harga jual hasil tangkapan relatif tidak mengalami kenaikan.

Kusnadi (2003) mengungkapkan bahwa “ancaman” terhadap kepastian pendapatan nelayan buruh (ABK) sangat besar. Berbeda dengan pekerjaan lain, kegiatan penangkapan ikan merupakan pekerjaan yang “spekulatif” ; meskipun pemilik perahu diminta untuk memberikan upah tetap dalam sekali melaut kepada nelayan buruh, tetapi resiko ekonomi yang harus ditanggung cukup besar, biaya-biaya operasi perahu setiap hari yang harus ditanggungnya sudah cukup menguras kemampuan dana yang dimiliki apalagi jika dalam operasi tersebut tidak memperoleh hasil tangkapan. Oleh karena itu, kalau hasil tangkapan sedikit, biasanya akan digunakan untuk menutupi biaya operasional dulu (sebagai hak pemilik perahu), sedangkan sisa hasil yang lain dibagikan kepada nelayan buruh. Cara ini untuk meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perahu.

(18)

% dari total penduduk jumlah usia kerja 384 orang dibandingkan dengan jumlah penduduk dengan jenis mata pencaharian lain.

Terjadinya kenaikan harga BBM yang signifikan diduga akan berdampak terhadap kelangsungan kegiatan penangkapan ikan, termasuk kegiatan penangkapan ikan nelayan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon yang pada umumnya dalam pengoperasian unit penangkapan payang menggunakan perahu motor tempel atau outboard engine yang menggunakan BBM. Hal ini berdasarkan pada laporan Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2007 bahwa jumlah perahu motor tempel Desa Bandengan berjumlah 97 unit yang meliputi perahu garok rajungan 23 unit, perahu payang 27 unit dan perahu jaring rampus 47 unit.

Penelitian dilakukan pada nelayan payang karena berdasarkan wawancara nelayan payang di Desa Bandengan memiliki ketergantungan kepada tengkulak yang paling dominan. Adanya kenaikan harga BBM diduga frekuensi penangkapan ikan akan terpengaruh oleh besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka perlu kiranya penelitian ini dilakukan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang demikian maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1). Dalam kondisi tingkat harga BBM saat penelitian, berapakah tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan nelayan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon?;

2). Faktor-faktor biaya produksi mana yang dominan berpengaruh terhadap perolehan volume hasil tangkapan ikan?; dan

(19)

1.3Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1). Mendapatkan besarantingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan Payang di sekitar wilayah PPI Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada kondisi tingkat harga BBM saat penelitian; 2). Mengetahui faktor biaya produksi yang berpengaruh terhadap perolehan

volume produksi hasil tangkapan ikan; dan

3). Menentukan besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan payang.

1.4Manfaat

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unit Penangkapan Payang 2.1.1 Alat tangkap payang

Payang termasuk alat tangkap yang memiliki produktivitas relatif cukup tinggi karena termasuk alat tangkap aktif, payang dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Nama payang di berbagai daerah berbeda-beda antara lain payang (Jakarta, Tegal dan Pekalongan), payang uras (Bali), payang gerut (Bawean), atau jala lompo (Kaltim, Sulsel) (Anonymous, 2004). Melihat sudah lamanya alat penangkap ikan ini digunakan, payang dapat digolongkan sebagai alat penangkap ikan tradisional. Keberadaan unit penangkapan payang di dalam perikanan laut Indonesia dianggap penting baik dilihat dari produktivitas maupun jumlah tenaga kerja yang terlibat.

Payang merupakan pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri atas bagian kantong (bag), badan (body) dan sayap (wing). Menurut Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa bagian kantong payang umumnya terdiri atas bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri yang tiap daerah umumnya berbeda. Dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang, setiap sayap berukuran panjang 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter.

(21)

Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring maka akan semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri.

Von Brandt (1984) menjelaskan bahwa payang termasuk ke dalam kelompok seine net atau danish seine. Seinenet adalah alat penangkap ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan cara melingkari area seluas-luasnya dan kemudian menarik alat ke kapal atau pantai.

Payang merupakan salah satu dari seine net yang dioperasikan dengan cara melingkari kawanan ikan lalu ditarik ke atas kapal yang tidak bergerak. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 1.

http://auxis.tripod.com/fishing.htm

Gambar 1 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang.

2.1.2 Kapal/perahu payang

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 pasal 1 tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi

Tali ris

Sayap

Badan

(22)

penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan.

Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan dalam aktivitas penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Pada kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkat ikan (Nomura dan Yamazaki, 1977).

Kapal perikanan yang umum digunakan pada pengoperasian unit penangkapan payang adalah perahu, dengan menggunakan mesin penggerak berupa motor tempel atau outboard engine. Perahu ini mempunyai konstruksi khusus, yaitu mempunyai tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja, 1991).

Perahu yang digunakan pada pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki ukuran yang berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang mengoperasikan juga berbeda. Misalnya kapal payang di Bengkulu memiliki ukuran rata-rata kapal payang 2,68 GT, mesin 12,9 HP dan jumlah nelayan 11 orang (Ta’alidin Z, 2003). Adriani (1995) menjelaskan bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground, mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien.

2.1.3 Metode Pengoperasian Payang

Alat tangkap payang biasanya dioperasikan di lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling). Metode pengoperasian payang dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penurunan dan tahap penarikan jaring (Ayodhyoa, 1981).

(23)

Tahap pengoperasian payang terdiri atas penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling). Tahap setting dilakukan setelah gerombolan ikan ditemukan dengan cara menduga-duga keberadaan gerombolan ikan. Setting dilakukan dengan cara menurunkan tali selambar depan dengan pelampung tonda yang dibawa oleh seorang perenang. Perahu dengan kecepatan penuh melingkari kelompok ikan hingga seluruh jaring terentang dan mengurunginya (Monintja, 1991).

Setelah dilakukan setting maka segera dilakukan hauling. Pada waktu penarikan jaring semua nelayan berada di sisi kiri perahu dan terbagi menjadi kelompok. Kelompok pertama menarik sayap kiri jaring dari arah haluan perahu dan kelompok kedua menarik sayap kanan jaring dari arah buritan perahu. Kecepatan penarikan jaring antara kedua kelompok harus sama, yaitu dengan mengetahui jumlah pelampung yang sudah naik ke atas perahu. Setelah seluruh bagian jaring dinaikkan ke atas perahu, kemudian dilakukan pemindahan ikan dari kantong ke palka perahu (Monintja, 1991).

Penangkapan ikan menggunakan payang dapat dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari. Untuk meningkatkan hasil tangkapan saat pengoperasian alat tangkap payang digunakan alat bantu berupa lampu petromaks (kerosene pressure lamp) dan atau rumpon atau payaos (fish agregating device). Alat bantu petromaks biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada malam hari. Alat bantu rumpon atau payaos biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada siang hari. Kadangkala pengoperasian alat tangkap payang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu, yaitu dengan cara menduga-duga keberadaan ikan atau mencari gerombolan ikan (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Ayodhyoa (1981), indikator yang digunakan dalam menduga keberadaan gerombolan ikan adalah dengan melihat :

1) Adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan air;

2) Adanya ikan yang melompat-lompat di permukaan air laut;

(24)

4) Adanya buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan; 5) Adanya burung yang menukik dan menyambar ke permukaan laut.

Jenis ikan yang biasanya tertangkap oleh payang di perairan Laut Jawa adalah tongkol (Auxis sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger sp), peperek (Leiognathus sp), tembang (Clupea sp), layang (Decapterus sp) dan lain-lain. Sebagian besar ikan yang tertangkap dengan payang tergolong sumberdaya ikan pelagis, yaitu ikan yang hidup di permukaan laut atau didekatnya (Subani dan Barus, 1989). Alat bantu pendeteksi gerombolan ikan “fish finder”, umumnya di Indonesia belum digunakan untuk perikanan payang.

2.2 Pendapatan usaha penangkapan dan analisisnya

Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa (Rony,1990). Biaya operasional penangkapan ikan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan komponen biaya yang tidak berubah besarannya dan tidak dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan. Sementara biaya variabel adalah komponen biaya yang sangat dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan.

Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri atas dua kategori, yaitu biaya berupa pengeluaran nyata dan biaya yang tidak merupakan pengeluaran nyata. Pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan tidak kontan.

Menurut Mulyadi (2005), pengeluaran-pengeluaran kontan adalah : (1) Bahan bakar dan oli

(2) Bahan pengawet (es dan garam)

(3) Pengeluaran untuk makanan/ konsumsi awak (4) Pengeluaran untuk reparasi

(5) Pengeluaran untuk retribusi dan pajak

(25)

Soekartawi (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan yaitu :

1) Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk 2) Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian

barang dan jasa bagi industri

3) Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai

4) Penerimaan kotor, produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual

5) Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6) Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan

pengeluaran total usaha.

2.2.1 Analisis biaya kebutuhan melaut

Biaya kebutuhan melaut per trip penangkapan merupakan total biaya yang dikeluarkan nelayan untuk melakukan satu trip penangkapan terkait kebutuhan nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Perhitungan volume kebutuhan BBM per trip penangkapan dilakukan dengan rumus pengkonsumsian bahan bakar yang dikeluarkan Pertamina tahun 2001 yaitu :

H : lama waktu mesin beroperasi per trip (jam) c : Fuel Consumption Rate (0,16)

Biaya konsumsi BBM per trip (Fuel Consumption Cost) dihitung dari : HET

(26)

2.2.2 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan

Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha penangkapan ikan dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan yaitu dengan rumus (Soekartawi, 1995)

π = TRTC

dimana :

TR (Total Reveneu) per satuan waktu = Pendapatan total per satuan waktu TC (Total Cost) per satuan waktu = Biaya total per satuan waktu

π = Keuntungan

Apabila : TR > TC maka usaha menguntungkan TR < TC maka usaha mengalami kerugian TR = TC maka usaha impas.

Biaya total (Total Cost) terdiri atas biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost) terdiri atas investasi, penyusutan dan komponen biaya tetap lain seperti perizinan, retribusi dan perawatan. Biaya variabel terdiri atas biaya operasional melaut dan biaya upah bagi hasil.

Dalam menghitung penyusutan digunakan metode garis lurus (stright line) yaitu biaya penyusutan benda setiap tahun dibebankan dalam jumlah yang sama, secara matematis perhitungan nilai penyusutan ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :

2.2.3 Analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan

(27)

suatu variabel A yang memiliki hubungan yang erat atau kuat dengan variabel B lainnya yang diuji, maka dapat diduga variabel A bersifat mempengaruhi variabel B lainnya tersebut; sehingga dapat dikatakan variabel A merupakan faktor yang termasuk mempengaruhi variabel B.

Dalam konteks penelitian ini, maka variabel-variabel yang diukur dan kemudian diuji melalui uji korelasi urutan spearman diharapkan menjadi faktor yang termasuk mempengaruhi volume hasil tangkapan.

Menurut Iqbal Hasan (2001) koefisien korelasi urutan Spearman dirumuskan :

rs=

d = beda urutan dalam satu pasangan data n = banyaknya pasangan data

Adapun langkah-langkah pengujian korelasi urutan Spearman adalah sebagai berikut :

1) Menentukan formulasi hipotesis

H0 : tidak ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya dan H1 : ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya.

2) Menentukan taraf nyata (α) dan nilai ρs tabel

Taraf nyata dan nilai ρs tabel ditentukan sesuai dengan besarnya n (n≤ 30). Pengujiannya dapat berupa pengujian satu sisi dan dua sisi.

3) Menentukan kriteria pengujian : H0 diterima apabila rs≤ρs (α) dan H0 ditolak apabila rs > ρs (α)

4). Menentukan nilai uji statistic yaitu merupakan nilai rs situ sendiri 5) Membuat kesimpulan yaitu menyimpulkan H0 diterima atau ditolak

2.3 Nelayan

(28)

Berdasarkan status penguasaan modal, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap, sedngkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut anak buah kapal (ABK) (Satria, 2002).

Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, maka nelayan juga dapat dibedakan menjadi :

1) Nelayan penuh ; adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan di laut;

2) Nelayan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain; dan

3) Nelayan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan (Anonymous, 2002).

Menurut Hermanto (1986), kelompok pelaku dalam usaha penangkapan ikan bila ditinjau dari bagian yang diterima oleh pelaku, diantaranya: juragan/pemilik dan ABK.

1) Juragan/pemilik adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan.

2) ABK adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai buruh atau pandega, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian.

(29)

dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Monintja, 1991).

2.4 Bahan Bakar Minyak dan Dampak Kenaikan Harganya

Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu hasil pertambangan yang mempunyai nilai sangat strategis bagi kehidupan suatu negara. Bahan bakar minyak dijabarkan dalam berbagai bentuk dan memiliki harga tertentu sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.

Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor perikanan dan kelautan terutama nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kebutuhan melaut nelayan adalah BBM. Selain harga bahan bakar untuk pengoperasian kapal semakin tidak terjangkau, kenaikan harga BBM juga berdampak pada kenaikan biaya operasional lain seperti bahan kebutuhan pokok selama melaut yang mencapai 20 hingga 30 persen dari biaya produksi, serta penyediaan es balok.

(30)

Tabel 1 Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008

(Rp/KL) 9.136.000 11.229.000 11.277.000 10.984.000 - 6.783.500 11.560.000 Bunker

(Rp/KL) 9.136.000 11.229.000 11.133.045 10.984.000 9.708.000 6.783.500 11.560.000 Bunker

(Rp/KL) 7.870.090 9.572.482 9.313.886 9.231.973 8.206.333 5.947.446 9.797.829 Bunker

(US$/KL) 852,16 1.036,49 1.008,47 999,58 888,6 644 1.060,87

Catatan : Harga Tanpa Pajak

Wilayah 1 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) selain Batam, Wilayah 4, UPmsVII Makasar, Upms VIII Jayapura dan Propinsi NTT

Wilayah 2 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVII Makasar Wilayah 3 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVIII Jayapura dan Propinsi NTT

Wilayah 4 : Harga berlaku Ext. Inst. Medan Grup, Depot Panjang TT. TG. Gerem, Depot

Pelumpang, Depot Cikampek, Inst. Tanjung Priok, Int. semarang/Pengampon, Int. Surabaya Grup

(31)

Kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya operasional nelayan. Seperti pada perikanan payang di Cirebon jumlah melaut 21 kali per bulan menurun tajam menjadi 8 kali per bulan. Sebagaimana diketahui, pada kenyataannya kebanyakan nelayan di Indonesia hanya menggantungkan sumber penghasilan dari hasil melaut.

Peningkatan biaya untuk BBM juga berpengaruh secara ”berantai” terhadap komponen biaya lain yang merupakan bagian dari biaya operasional. Biaya lain yang turut meningkat adalah biaya kebutuhan pokok selama melaut, biaya penyediaan es balok, serta biaya lain yang terpengaruh karena kenaikan harga BBM tersebut.

(32)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2008 dengan lokasi penelitian di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1).

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data adalah kuisioner dan bahan yang digunakan di dalam penelitian adalah data hasil kuisioner.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan aspek yang dikaji adalah aspek pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang dan aspek pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan yang berada di sekitar Tempat Pelelangan Ikan Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Pada aspek di atas akan diteliti input produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan ikan, besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan dan pengaruh atau dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan. Perolehan data berupa input, besaran dan dampak diatas dilakukan dengan 3 cara, yaitu melakukan observasi (pengamatan), melakukan wawancara dengan menggunakan angket (kuisioner) dan mengumpulkan data sekunder.

(33)

Data pendapatan nelayan payang sebelum dan sesudah kenaikan BBM diperoleh melalui wawancara langsung terhadap responden nelayan pemilik payang dengan berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya; meliputi: jumlah hasil tangkapan ikan per trip, harga ikan, lama hari melaut dalam sebulan, jumlah ABK dan biaya kebutuhan setiap melaut pada waktu sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Keseluruhan data tersebut merupakan data yang diperlukan untuk menghitung pendapatan nelayan.

Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan informasi profil sosial-ekonomi masyarakat nelayan di desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon dan keragaman kegiatan usaha penangkapan ikannya. Data yang akan dikumpulkan disampaikan pada Tabel 2.

Pengumpulan data dibagi dalam 2 tahap, tahap pertama pengumpulan data sekunder dari instansi terkait. Instansi tersebut antara lain: Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Cirebon, Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon dan Kantor Badan Statistik Kabupaten Cirebon.

Tahap kedua adalah pengumpulan data primer yang dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pengisian angket (kuisioner) responden nelayan payang.

Tabel 2 Data yang dikumpulkan: data utama dan data tambahan

Data yang dikumpulkan Data Primer Data Sekunder

(34)

3.4 Analisis Data

Data hasil penelitian secara umum akan diolah dan dianalisis secara deskriptif melalui tabulasi dan perhitungan rata-rata. Untuk mendapatkan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang, akan dilakukan analisis pendapatan (subbab 2.2.2). Pada metode tersebut akan dihitung biaya operasi penangkapan ikan, biaya tetap, biaya variabel, bagi hasil dan biaya investasi.

(35)

4 KEADAAN UMUM

4.1 Keadaan Geografi

Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km2 merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat dan merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108º40’-108º48’ Bujur Timur dan 6º30’-7º00’ Lintang Selatan (Anonymous, 2007).

Batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu

Sebelah Timur : Wilayah kota Cirebon dan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah

Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan Sebelah Barat Laut : Kabupaten Majalengka

Kabupaten Cirebon memiliki jarak terjauh arah barat-timur sepanjang 54 km dan utara-selatan 39 km meliputi 40 kecamatan, 412 desa dan 12 kelurahan dengan ibukota kabupaten di Sumber (Ditetapkan berdasarkan PP. No. 33 tahun 1979) (http://www.jabarprov.go.id).

Secara topografi Kabupaten Cirebon terletak pada ketinggian antara 0-130 m di atas permukaan laut. Di lihat dari permukaan tanah atau daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu dataran rendah dan dataran tinggi. Wilayah kecamatan yang terletak disepanjang pantai utara Pulau Jawa termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0-10 m dari permukaan laut terdiri atas Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Suranenggala, Arjawinangun, Klangenan, Gunungjati, Kedawung, Weru, Mundu, Astanajapura, Lemahabang, Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Losari, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11-130 m dari permukaan laut (Anonymous, 2006).

(36)

tertinggi di wilayah ini dapat mencapai 33ºC sedangkan suhu terendah sekitar 24ºC. Suhu di wilayah ini cenderung tidak fluktuatif, sementara itu wilayah ini juga dikenal dipengaruhi oleh angin kumbang yang bertiup relatif kencang, terkadang berputar dan bersifat kering (http://www.jabarprov.go.id).

Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri atas daerah pantai, terutama bagian utara, timur, dan barat, sedangkan di sebelah selatan adalah daerah perbukitan. Menurut Schmidt dan Ferguson bahwa Kabupaten Cirebon termasuk kategori iklim tipe C dan D dengan jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1000-3000 mm. Iklim kabupaten Cirebon bersifat tropis dengan jumlah curah hujan tertinggi terdapat di bagian tengah dan selatan yaitu daerah perbukitan di kaki gunung Ciremai (Kecamatan Beber, Sumber, Palimanan dan Plumbon) sedangkan curah hujan terendah umumnya di wilayah pesisir dan wilayah dataran di bagian utara (Anonymous, 2007).

4.2 Penduduk

Kabupaten Cirebon adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah terkecil kedua setelah Kabupaten Purwakarta tetapi mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar. Jumlah penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 adalah sebanyak 2.107.945 jiwa, terdiri atas laki-laki 1.057.750 jiwa dan perempuan 1.050.195 jiwa dengan luas wilayah administratif 990,36 km2. Rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebesar 2.128 jiwa per km2 dari total penduduk sebanyak 2.107.945 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Sumber yaitu sebanyak 84.710 jiwa dengan sebaran distribusi penduduk sebesar 4,02 % dan yang terkecil adalah Kecamatan Pasaleman dengan jumlah penduduk hanya 26.678 jiwa dengan sebaran distribusi penduduk sebesar 1,27 % (Anonymous, 2008). Salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon adalah kecamatan Mundu, yang memiliki luas wilayah 25,58 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 66.461 jiwa.

(37)

Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007

Keterangan:

L=laki-laki; P=perempuan

Sumber : Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, 2008

Jumlah penduduk Kecamatan Mundu tahun 2007 berjumlah 66.461 orang yang terdiri atas jenis kelamin laki-laki 33.554 orang dan perempun 32.907 orang.

4.3 Prasarana umum 4.3.1 Transportasi

Keberadaan sarana penghubung untuk transportasi darat di Kabupaten Cirebon relatif cukup baik dilihat dari kondisi jalan kabupaten, jalan propinsi dan jalan negara yang hampir semuanya berkondisi baik/sedang. Tingkat pengelolaan jalan untuk kategori jalan kabupaten membentang sepanjang 643,16 km seperti disajikan dalam Tabel 4.

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa)

L P L+P

1 Waruduwur 2.001 1.986 3.987

2 Citemu 1.724 1.809 3.533

3 Mundu Pesisir 2.843 2.828 5.671

4 Suci 1.536 1.410 2.946

5 Banjarwangunan 4.972 4.789 9.761

6 Pamengkang 4.685 4.841 9.526

7 Setupatok 4.268 4.367 8.635

8 Sinarrancang 1.419 1.333 2.752

9 Penpen 3.976 3.770 7.746

10 Mundumesigit 2.119 1.866 3.985

11 Bandengan 1.637 1.633 3.270

12 Luwung 2.374 2.275 4.649

(38)

Tabel 4 Panjang jalan (kilometer) menurut jenis dan kondisi dirinci per tingkat pengelolaan jalan di Kabupaten Cirebon tahun 2007

Jenis dan kondisi jalan Panjang jalan (km)

Jalan kabupaten Jalan propinsi Jalan negara Jenis permukaan

Aspal 643,16 53,20 88,50

Kondisi jalan

Baik 247,26 41,5 65

Sedang 21,4 11,7 23,5

Rusak 139,3 - -

Rusak berat 46,2 - -

Jumlah 643,16 53,20 88,50

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008

Sarana transportasi darat di Kecamatan Mundu terdiri atas sepeda, delman, becak, sepeda motor, mikrolet, mobil dinas, mobil pribadi dan truk sebagaimana tertera pada Tabel 5.

(39)

Tabel 5 Jumlah sarana transportasi darat menurut jenis sarana dan desa di

Sumber : Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, 2008

4.3.2 Komunikasi

Dalam era modernisasi saat ini khususnya dalam sektor komunikasi banyak dikuasai oleh pasar yang mengedepankan kecepatan, kemudahan dan terjangkau. Handphone adalah salah satu produk modernisasi dalam komunikasi, dengan mengandalkan produk SMS (Short Message Service) dimana semua pengguna dapat dengan mudah berkomunikasi secara cepat, mudah dan murah bahkan saat ini internet telah dapat di download oleh handphone sehingga layanan e-mail lebih mudah dilakukan.

(40)

4.3.2 Listrik dan Air

Pada tahun 2007 PT. PLN (persero) Kabupaten Cirebon memiliki pelanggan sebanyak 280.412 orang dengan total tarif sebesar 3.737 (Rp/KWh). Sebagaimana tertera pada Tabel 6.

Tabel 6 Banyaknya pelanggan pemakai listrik menurut jenis tarif di Kabupaten Cirebon tahun 2007

Jenis Tarif Jumlah Pelanggan (pelanggan) Tarif Rp/KWh

Sosial 6.256 463,68

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008

Jumlah pelanggan pemakai listrik terbesar terdapat pada tarif rumah tangga sebanyak 265.432 pelanggan dengan tarif 506,32 (Rp/KWh). Adapun pengguna jasa listrik di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tersebar di 11 desa sebagaimana yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengguna jasa listrik menurut desa/kelurahan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007

No Desa/kelurahan Pengguna jasa PLN (pelanggan)

1 Waruduwur 415

(41)

Selain listrik prasarana umum lainnya adalah air yang didistribusikan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM). Pada tahun 2007 total pelanggan yang terdaftar di PDAM Kabupaten Cirebon sebanyak 23.488 pelanggan sebagaimana yang tertera pada Tabel 8.

Tabel 8 Banyaknya pelanggan dan air minum yang didistribusikan serta nilainya menurut jenis pelanggan di Kabupaten Cirebon tahun 2007

Jenis pelanggan

Jumlah

(Pelanggan) Banyak (m3) Nilai (Ribuan Rp)

Rumah tempat tinggal 22.459 3.772.358 12.099.516,6

Badan sosial dan rumah sakit 324 119.649 165.392,2

Sarana umum 56 50.010 105.087,0

Perusahaan, pertokoan dan industri 4 1.344 9.280,3

Instansi pemerintah 170 126.313 470.869,0

Lain-lain/tangki 53 11.808 170.876,1

Niaga kecil 389 113.369 384.879,4

Niaga sedang 29 18.537 92.156,9

Niaga besar 4 2.540 14.359,5

Jumlah 23.488 4.215.928 13.407.435,14

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008

Jumlah pelanggan pemakai air minum dominan terdapat pada jenis pelanggan rumah tangga sebanyak 22.459 pelanggan dibandingkan dengan lainnya. Adapun pengguna air minum di Kecamatan Mundu pada umumnya menggunakan pompa dan sumur untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk di Desa Bandengan.

(42)

Tabel 9 Pengguna jasa air minum di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007

No Desa/kelurahan

Pengguna jasa air minum (pengguna)

PDAM

Badan pengelola

air Pompa Sumur

1 Waruduwur 2 175 35

2 Citemu 185 46

3 Bandengan 1 135 75

4 Mundupesisir 41 110 910

5 Suci 95 155

6 Banjarwangunan 276 35

7 Pamengkang 375 25

8 Setupatok 200 721

10 Penpen 256 65

11 Mundumesigit 20 175 500

12 Luwung 25 485

Jumlah 61 3 2007 3052

Sumber : Data monografi Kecamatan Mundu, 2008

(43)

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN

MUNDU KABUPATEN CIREBON

Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang baik merupakan salah satu pendukung pengembangan pembangunan perikanan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi nelayan untuk melaksanakan kegiatan usahanya guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Cirebon berjumlah 20 unit, yang terdiri atas PPI inti 2 dan PPI plasma 18 unit. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) inti tersebar di Kecamatan Cirebon Utara dan Gebang, sedangkan PPI plasma tersebar di Kecamatan Kapetakan 4 unit, Cirebon Utara 3 unit, Mundu 4 unit, Pangenan 2 unit, Babakan 5 unit dan Losari 2 unit. Salah satu PPI plasma di Kecamatan Mundu adalah PPI Desa Bandengan.

Keempat unit PPI plasma di Kecamatan Mundu adalah PPI Mundu Pesisir, PPI Bandengan, PPI Citemu dan PPI Waru Duwur. Prasarana yang dimiliki PPI Bandengan diantaranya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.

(44)

Tempat Pelelangan Ikan PPI Desa Bandengan yang sudah dibangun sejak tahun 2007, berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan payang, belum memiliki aktivitas pelelangan ikan; sehingga nelayan belum dapat melakukan aktivitas pelelangan hasil tangkapannya di TPI PPI Desa Bandengan. Selama TPI belum beroperasi nelayan kebanyakan menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak dengan tingkat harga yang relatif rendah.

Dengan adanya kenaikan harga BBM, maka nelayan yang semula melaut dengan menggunakan bahan bakar solar beralih menggunakan minyak tanah. Hal tersebut akan berdampak pada cepat rusaknya mesin kapal dan biaya pemeliharaannya meningkat seperti yang dialami oleh nelayan payang desa Bandengan. Berdasarkan hasil wawancara, minyak tanah yang dipakai ”dioplos” terlebih dahulu dengan oli mesin; hal ini jelas akan mempengaruhi keawetan mesin. Mesin yang seharusnya mampu bertahan untuk dua tahun, kini hanya mampu bertahan hanya sekitar satu tahun. Kerusakan mesin itu bisa dilihat dari suara mesin yang kasar dan cepat panas. Mesin perahu nelayan yang menggunakan campuran minyak tanah dan oli atau solar oplosan akan mengalami rusak berat. Akibatnya mereka menjadi semakin susah karena untuk memperbaiki mesin mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan tidak semua nelayan dapat melaut.

5.1 Unit Penangkapan Ikan

(45)

sebanyak 4.049 unit atau 98,92% dari seluruh armada yang ada di Kabupaten Cirebon, sedangkan jumlah armada kapal motor (KM) hanya terdapat 7 unit atau 0,17 %.

Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon per kecamatan pada tahun 2007 disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan per kecamatan

Keterangan : PTM = Perahu Tanpa Motor; PMT = Perahu Motor Tempel; KM = Kapal Motor Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon (2008), perahu motor tempel di Kecamatan Mundu pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 13,22 % yaitu dari 4.666 unit tahun 2006 menjadi 4.049 unit tahun 2007. Selain unit penangkapan ikan berupa perahu, unit penangkapan ikan lainnya yang digunakan nelayan dalam usaha penangkapan ikan di laut adalah alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Cirebon sangat bervariasi. Adapun rekapitulasi jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Cirebon per kecamatan menurut jenis alat tangkap pada tahun 2007 disajikan dalam Tabel 11.

(46)

Tabel 11 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon dirinci menurut jenis alat tangkap tahun 2007

No Jenis alat tangkap Jumlah

(unit) (%)

1 Pukat Tarik Ikan 1.648 18

2 Payang 796 9

3 Dogol 25 0

4 Pukat Pantai/Jaring Arad 1.648 18

5 Jaring Insang Hanyut 934 10

6 Jaring Lingkar 16 0

7 Jaring Insang Tetap 1.415 15

8 Trammel Net 1.168 13

9 Bagan Tancap 52 1

10 Anco 52 1

11 Rawai Tetap 243 3

12 Perangkap Kerang 473 5

13 Perangkap lainnya 746 8

Jumlah 9.216 100 Sumber : : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008

(47)

Tabel 12 Rekapitulasi jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Mundu di

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2008

Tabel 12 menjelaskan bahwa pada tahun 2007 jumlah alat tangkap di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon berjumlah 812 unit. Jumlah alat tangkap yang dominan di Kecamatan Mundu terdapat pada Desa Mundu Pesisir sebanyak 274 unit, sedangkan di Desa Bandengan memiliki jumlah alat tangkap sebanyak 97 unit terdiri atas garok rajungan 23 unit, payang 27 unit dan jaring rampus 47 unit.

(48)

5.2 Produksi Hasil Tangkapan dan Prasarana Perikanan

Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terjadi di tujuh kecamatan pantai (sub 4.1) dengan panjang pantai 54 km. Konsentrasi perikanan tangkap terbesar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cirebon Utara dan Gebang dengan perolehan produksi HT tertinggi Kecamatan Gebang dan yang kedua Kecamatan Cirebon Utara. Uraian perkembangan produksi dari hasil penangkapan ikan di laut per kecamatan tahun 2007 tertera pada Tabel 13.

Tabel 13 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon menurut kecamatan tahun 2007

No Kecamatan Produksi Nilai produksi

(ton) (%) (Rp 1000) (%)

1 Kapetakan 6.231,0 15,70 23.444.481 9,0

2 Cirebon Utara 6.111,9 15,40 88.047.050 33,8

3 Mundu 6.905,7 17,40 20.058.056 7,7

4 Astanajapura 397,0 1,00 2.604.942 1,0

5 Pangenan 3.056,0 7,70 45.065.502 17,3

6 Gebang 13.414,5 33,80 40.116.111 15,4

7 Losari 3.571,9 9,00 41.158.088 15,8

Jumlah 39.688,0 100,00 260.494.230 100,00

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2007

(49)

5.3 PPI Desa Bandengan

Kecamatan Mundu memiliki satu unit tempat pelelangan ikan PPI Desa Bandengan yang berlokasi di Desa Bandengan dan pembangunan serta pengadaan peralatannya dibiayai dari APBD Provinsi Jawa Barat dengan waktu pelaksanaan pembangunan dan pengadaan peralatan tempat pelelangan ikan PPI Desa Bandengan dilaksanakan pada tanggal 4 Juli s.d 1 Oktober 2007 (Anonymous, 2007).

5.3.1 Unit penangkapan

Jenis perahu yang digunakan pada unit penangkapan di PPI Desa Bandengan adalah perahu motor tempel dengan mesin yang dapat dipasang atau dilepaskan secara mudah dari buritan perahu (outboard). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan-nelayan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 berjumlah 812 unit yang tersebar di setiap desa terdiri atas Desa Mundupesisir sebanyak 274 unit, Desa Bandengan sebanyak 97 unit, Desa Citemu sebanyak 244 unit dan Desa Waruduwur sebanyak 197 unit. Alat tangkap payang di Desa Bandengan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Alat tangkap payang nelayan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.

(50)

kayu jati (Tectona grandis) yang dibuat di sekitar Desa Bandengan. Perahu payang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Perahu nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.

Jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 disajikan dalam Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14 Rekapitulasi jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007

No Desa Motor Tempel

1 Mundu Pesisir 256

2 Bandengan 97

3 Citemu 244

4 Waruduwur 198

Jumlah 795

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008

(51)

Gambar 5 Mesin yang digunakan nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.

Nelayan lebih menyukai merek dompheng karena merek mesin tersebut dirasakan lebih murah dibandingkan dengan merek mesin lainnya seperti Kubota. Armada penangkapan ikan berupa perahu motor tempel (PMT) yang bersandar di sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

(52)

5.3.2 Nelayan

Tenaga kerja yang terserap dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas nelayan pemilik atau disebut dengan rumah tangga perikanan (RTP) dan sebagai buruh dalam usaha penangkapan atau disebut dengan rumah tangga buruh perikanan (RTBP). Pada tahun 2007 jumlah (RTP) di Kabupaten Cirebon sebanyak 5.533 orang, sedangkan jumlah rumah tangga buruh perikanan (RTBP) sebanyak 17.207 orang.

Jumlah nelayan buruh diduga lebih banyak dibandingkan jumlah nelayan pemilik. Hal ini diindikasikan oleh jumlah Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP) lebih besar daripada jumlah (RTP) di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon periode 2007 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah (RTP) dan (RTBP) di Kabupaten Cirebon periode 2007

No Kecamatan RTP RTBP Jumlah RTP/RTBP

Sumber : Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2008

Jumlah nelayan buruh lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik di

Kecamatan Mundu yaitu nelayan buruh berjumlah 2.821 orang sedangkan nelayan pemilik berjumlah 812 orang. Berdasarkan wawancara dari Kantor Kepala Desa Bandengan tahun 2007 jumlah nelayan Desa Bandengan sebanyak 235 orang terdiri atas 70 orang nelayan pemilik dan 165 orang nelayan buruh.

5.3.3 Jenis dan produksi hasil tangkapan

(53)

kembung dan pepetek (pepirik). Hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 2.

Tabel 16 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan per trip, rata-rata harga ikan dan total penjualan nelayan payang di PPI Desa Bandengan menurut jenis ikan tahun 2008

No Jenis ikan

Rata-rata jumlah hasil tangkapan

per trip (kg)

Rata-rata harga ikan (Rp)/kg

Total penjualan (Rp)

1 Tembang 271 1.500 406.500

2 Kembung 34 5.200 176.800

3 Teri 19 4.750 90.250

4 Pepetek (Pepirik) 60 1.000 60.000

Jumlah 384 12.450 733.550

Sumber : Data primer, 2008

(54)

Ikan tembang (Fringescale sardinella)

Ikan teri (Anchovies)

Ikan kembung perempuan (Short bodied mackerel)

Ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes)

(55)

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan usaha penangkapan ikan nelayan payang ialah bagaimana cara memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak dan beragam dengan kualitas yang memadai dalam jangka waktu tertentu sehingga menjadi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Hasil tangkapan nelayan payang yang diperoleh harus dapat dijual tidak saja dengan harga yang layak, tetapi juga dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena ikan merupakan komoditi yang cepat rusak/busuk apalagi tanpa perlakuan (Ismail, 2001), padahal berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada umumnya nelayan payang di desa Bandengan tidak memiliki sarana penyimpanan yang dapat menjaga kualitas ikan hasil tangkapan mereka.

Besar atau kecil volume hasil tangkapan nelayan payang tidak hanya ditentukan oleh sumberdaya yang mereka miliki, seperti perahu dan alat tangkap serta pengalaman mereka sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan laut dan kondisi geografi di mana mereka melakukan usaha penangkapan ikan. Selain faktor lingkungan tersebut diduga terjadinya kenaikan harga BBM pun juga berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ikan disebabkan oleh BBM yang digunakan nelayan untuk melaut merupakan biaya melaut yang dominan dari keseluruhan biaya melaut lainnya dalam operasi penangkapan ikan sehingga untuk mengetahui besaran pendapatan dari usaha penangkapan payang maka dilakukan suatu analisis usaha penangkapan ikan nelayan payang di Desa Bandengan.

6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang

6.1.1 Analisis Biaya Usaha Penangkapan Payang 1. Investasi

(56)

15.000.000,00 dan mesin sebesar Rp 5.000.000,00 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 4.

Tabel 17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008

No Jenis Investasi Rata-rata Biaya Pembelian (Rp1.000) Prosentase Biaya (%)

1 Perahu 25.400 56,0

2 Alat Tangkap 15.000 33,0

3 Mesin 5.000 11,0

Jumlah 45.400 100,0

Sumber : Analisis data primer, 2008

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan payang Desa Bandengan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang mempunyai rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,3-1,5 m, dengan tenaga penggerak digunakan umumnya berkekuatan 24 PK dan sebagian besar bermerek Dompheng. Alat tangkap payang yang digunakan dalam usaha penangkapan ini memiliki dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang berukuran panjang sekitar 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter.

(57)

2. Biaya Operasional Penangkapan Ikan

Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya variabel adalah biaya-biaya bahan bakar, pelumas, perbekalan konsumsi yang dibawa, air tawar dan upah yang menggunakan sistem bagi hasil ABK. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner yang dilakukan para responden nelayan berjumlah 27 orang diperoleh perhitungan biaya operasional melaut unit penangkapan payang ukuran perahu payang rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,3-1,5 m terdiri atas biaya bahan bakar sebesar Rp 105.000,00 (Tabel 18 dan Lampiran 5) dengan jumlah BBM jenis minyak tanah oplosan per trip melaut 30 liter, biaya pelumas sebesar Rp 30.000,00 dengan jumlah pelumas per trip 4 liter, biaya perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.0000,00 per trip dan biaya air tawar sebesar Rp 4.000,00 dengan jumlah 10 liter per trip. Upah seluruh tenaga kerja per trip berdasarkan bagi hasil diperoleh sebesar Rp 266.775,00.

Tabel 18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008

No Jenis biaya

Keterangan : *) Persentase terhadap biaya total variabel **) Persentase terhadap biaya operasi melaut ***) Jenis Minyak tanah oplosan

Sumber : Data primer, 2008

(58)

Besarnya bagi hasil yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK) adalah setengah-setengah, yaitu setelah hasil penjualan ikan dikurangi biaya operasional melaut, lalu dibagi dua antara nelayan pemilik dan tenaga kerja. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan nelayan pemilik adalah sebesar Rp 466.775,00 sedangkan upah merupakan komponen biaya variabel yang paling dominan yaitu sebesar Rp 266.775,00 (57,1 %) dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan nelayan payang pemilik perahu. Artinya sistem bagi hasil berpengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik payang. Nelayan pemilik yang mendapatkan 50 % dari bagi hasil sudah termasuk digunakan untuk menutupi biaya operasional melaut. Sistem bagi hasil diperoleh sebesar Rp 533.550,00 (Rp 733.550,00 – Rp 200.000,00). Adapun biaya operasional melaut terdiri atas biaya bahan bakar minyak tanah, pelumas, perbekalan dan air tawar, sedangkan biaya tetap terdiri atas perawatan dan penyusutan. Seluruh biaya tanggungan dari pemilik alat dan perahu payang.

(59)

tinggi terhadap okupasi melaut; dan (6) gaya hidup yang dipandang ”boros” sehingga kurang berorientasi ke masa depan.

Sebagaimana hal tersebut di atas maka hubungan kerja antara pemilik perahu dengan nelayan buruh dalam organisasi penangkapan ikan, khususnya mengenai sistem bagi hasil, sangat berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Sistem bagi hasil itu sendiri terbentuk salah satunya sebagai konsekuensi dari tingginya resiko usaha penangkapan (Satria, 2002). Selain itu kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak pada bulan Juli tahun 2008 juga mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan. melaut. Besaran persentase biaya operasional melaut yaitu dari biaya variabel tanpa upah adalah bahan bakar minyak (BBM) sebesar 52,5 %, pelumas sebesar 15,0 %, perbekalan konsumsi sebesar 30,5 % dan air tawar sebesar 2,0 %.

Komponen biaya tetap pada operasi penangkapan ikan nelayan payang terdiri dari biaya penyusutan dan perawatan. Hasil wawancara terhadap 27 responden nelayan diperoleh biaya tetap yang perinciannya dapat di lihat pada Tabel 19 di bawah ini.

Tabel 19 Biaya tetap yang dikeluarkan usaha penangkapan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008

No Jenis Biaya Jumlah (Rp)

1 Penyusutan perahu 9.067

2 Penyusutan mesin 3.571

3 Penyusutan alat tangkap 17.857

4 Perawatan perahu 15.600

5 Perawatan mesin 15.000

6 Perawatan alat tangkap 31.250

Jumlah 92.345

Gambar

Tabel 1  Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008
Tabel 2  Data yang dikumpulkan: data utama dan data tambahan
Tabel 5 Jumlah sarana transportasi darat menurut jenis sarana dan desa di  Kecamatan Mundu tahun 2007
Gambar 2  Tempat pelelangan ikan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon
+7

Referensi

Dokumen terkait