ANALISIS PENGARUH MORAL HAZARD TERHADAP
PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Oleh :
KHAIKAL MULKI NIM : 107081002951
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Telp / Hp : (021)5912659 / 085692308890
E-mail : haikal_milanisti@yahoo.com
PENDIDIKAN FORMAL
2007-2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
2004-2007 : SMAN 8 Tangerang
2001-2004 : SMPN 9 Tangerang
1995-2001 : MI Al-Istiqomah Cibodasari Tangerang
PENDIDIKAN INFORMAL
1. Shari’a Economist Training (SET) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) Jabodetabek 2009.
2. Training ESQ 165, 2008.
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Wakil Ketua Rohis SMA 8 Tangerang.
2. Ketua Ikatan Alumni Rohis SMA 8 Tangerang.
3. BEM Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.
4. Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LISENSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Divisi Jarkominfo.
5. Staff Departemen Nasional (Depnas) Divisi Riset dan Pengembangan Ekonomi (RPE) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI).
PENGALAMAN KERJA
1. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Polling Interviewer). 2. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Asisten Peneliti).
3. Kuliah Kerja Sosial / Magang di Koperasi Guru dan Karyawan Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PRESTASI
1. Semifinalis Olimpiade Ekonomi Islam, Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) di IAIN Sumatera Utara Medan, 2010.
ABSTRACT
This research aims to analyze the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia from January 2008 until December 2010. The research also analyzed the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia in the short term and long term. The result using te Error Correction Model (ECM) demonstrated in the short and long term NPF only variables that effect the financing. While the GDP variables does not significantly influence the financing. The results showed the coefficient of determination by 86% itindicates the ability of the independent variables explain the dependent variable, while 14% is explained by other variables.
Key words:, NPF, GDP, Moral Hazard, Financing.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dari Januari 2008 sampai Desember 2010. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukkan dalam jangka pendek dan jangka panjang hanya variabel NPF saja yang berpengaruh terhadap pembiayaan. Sedangkan variabel PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan. Hasil koefisien determinasi menunjukkan angka sebesar 86%, hal itu menandakan kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen, sementara 14% dijelaskan oleh variabel lain.
Kata kunci :, NPF, PDB, Moral Hazard, Pembiayaan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Azza Wa Jalla yang memiliki segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Suri Tauladan kita Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Sahabat, tabi’in, tabi’ut tabiin dan keluarga beliau yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman terang-benderang seperti sekarang ini.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari orang-orang di sekitar penulis yang begitu banyak memberi bantuan serta dukungan pada penulis. Untuk itulah, dengan selesainya penulisan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, izinkan penulis mengucapkan rasa terima terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu dan Ayahku tercinta, Mufliha dan Muhammad Ali Burhan yang tiada tara dalam memberikan cinta, do’a yang tulus serta ikhlas, pengorbanan baik materil maupun non materil, dan kasih sayangnya serta segala sesuatu yang dimilikinya untuk membesarkan anak-anaknya. Terimakasih Ibu dan Ayah berkat kalian, aku bisa menimba ilmu, serta mengarungi kehidupan ini di jalan yang Allah kasihi ini. 2. Kakak-Kakakku, Meiliha Awaliyah, Zailiha Qibtiyah dan Kakak iparku Agus Setiono. Terimakasih atas dukungan dan do’anya selama ini sehinnga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
3. Adikku Failiha Lutfiyah, terimakasih juga atas dukungan dan do’anya selama ini sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak DR. Ahmad Dumyathi Bashori, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.
7. Bapak Arief Mufraini, Lc, Msi selaku Dosen Pembimbimg II yang juga telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.
8. Bapak Suhendra, S.Ag., MM selaku Ketua Jurusan Manajemen, terimakasih selama ini atas wejangan dan nasehatnya. Jazakallah khairan katsiran.
9. Ibu Leis Suzanawati, SE, MSi selaku Sekretaris Jurusan Manajemen.
10. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
11. Teman-teman Manajemen B angkatan 2007. Agi, Jeje, Yoga, Bimo, Ariyanto, Zadi, Adi, Ole, Dani, Bangga, Ilham, Ridwan, Doli, Fauzi, Qolbi, Dini, Novi, Ria, Wulan, Ade, Ayu Nadia, Pinkan, Adlin, Neneng, Ayu, dll yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya selama ini semoga kita jadi orang sukses di masa depan. Amiin.. 12. Teman-teman Perbankan angkatan 2007. Zadi, Ole, Adi, Jeje, Dani, Fauzi, Doli,
Ilham, Wawo, Ari, Peri, Robi, Abi, Indra, Sagon, Dini, Novi, Wulan, Ayu, Pinkan, Vita, Dewi, Yolan, Bayu. Terimakasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya, semoga kita sukses di masa depan, Amiin.
13. Teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Senang bisa bersama dengan kalian.
14. Teman-teman LISENSI 2007 FEB, “grassroot rakyat” Bimo, Yoga, Agi, Mawaddah, Reza Satrio Piningit, buat Reza terimakasih banyak untuk bantuannya selama ini baik itu ilmu, kosan, PS, dll. Terimakasih untuk semuanya semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin. 15. Teman-teman LISENSI 2007 Fakultas Syariah. Fitoy, Didin, Fairuz, Amel,
Azizah, dll. Juga adik kelas Lisensi 2008,2009,2010. yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih selama ini telah menjadi bagian dari organisasi yang kita cintai ini, semoga kita tetap teguh untuk menjadi Ekonom Robbani, dan semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin. 16. Seluruh teman-teman baik dari Fakultas Ekonomi maupun dari Fakultas lain,
terimakasih atas semangat dan dukungan kepada penulis.
17. Teman-teman seperjuangan halaqoh Ka Syamsul. Yudis, Sofyan, Dedi, Bayu, Aa Puji, Aa Weldan, Diki, Atho, Rizal, Ivan. Semoga ukhuwah kita tetap kuat dan tetap istiqomah dalam mengarungi jalan dakwah ini.
18. Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
19. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini semata-mata karena keterbatasan penulis. Akhir kata, besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 9 September 2011
Khaikal Mulki
DAFTAR ISI
Daftar Riwayat hidup ... i
Abstract... iii
Abstrak... ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi... ... viii
Daftar Tabel... ... xi
Daftar Gambar... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian……… 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Pengertian Bank Syariah ... 10
B. Tujuan Perbankan Syariah ... 11
C. Moral Hazard ... 13
D. Pembiayaan Bank Syariah ... 18
E Penelitian Terdahulu ... 21
F. Keterkaitan Antar Variabel ... 25
G. Kerangka Pemikiran ... 26
H. Hipotesis ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 29
B. Metode Penentuan Sampel... 29
C. Metode Pengumpulan Data ... 29
D. Metode Analisis Data ... 30
E. Operasional Variabel Penelitian ... 46
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 48
A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48
1. Bank Syariah ... 48
B.Analisa dan Pembahasan ... 52
1. Analisis Deskriptif ... 52
2. Prasyarat Analisis Data ... 55
3. Analisis Data ... 65
4. Uji Hipotesis ... 69
5. Koefisien Determinasi ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 71 A.Kesimpulan ... 71 B.Implikasi ... 73 C. Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya………… 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN... 78
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah 7
2.1 Penelitian Terdahulu 21
1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah 50
1.2 Hasil Uji Ramsey Reset 56
1.3 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada Tingkat Level 58 1.4 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada First Difference 59
1.5 Hasil Uji Kointegrasi 61
1.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas 62
1.7 Hasil Langrange Multiple Test 63
1.8 Hasil Uji Multikolinieritas 64
1.9 Hasil Analisis ECM 65
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 27
4.1 Perkembangan DPK Bank Syariah 51
4.8 Perkembangan NPF Bank Syariah 52
4.9 Perkembangan PDB 53
4.10 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah 54
4.12 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah 68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
Lampiran 1 Daftar variabel Yang Digunakan 78
Lampiran 2 Daftar Tabel 79
Lampiran 3 Output Eviews 6 80
Lampiran 4 Daftar Gambar 90
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah moral hazard kembali populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia.
Pada saat itu, kebijakan kredit bank dinilai kurang berhati-hati dalam memberikan
pinjaman.Sejalan dengan itu, back up yang disediakan bank sentral justru membuat
bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman sebagaimana
diungkapkan oleh Goldstein Morris (1998).
Istilah moral hazard berkembang ke seluruh bidang seperti halnya dalam
sistem perbankan. Hal ini terjadi kalau semua deposito di semua bank dilindungi oleh
jaminan atas bangkrutnya bank maka hal ini bisa memberikan insentif bagi para
deposan untuk menitipkan hartanya di bank-bank kecil yang berani menawarkan suku
bunga yang paling tinggi. Dalam hal ini yang dirugikan adalah bank-bank besar dan
bonafid yang tidak mau memberikan suku bunga tinggi. Kalau bank-bank (swasta)
tahu dari pengalaman, bahwa Bank Indonesia akan menolong kalau mereka
melanggar prudential requirements maka akibatnya mereka bisa melakukan
kenekadan. Jaminan dari bank sentral disalahgunakan karena adanya ketidakjujuran
dari pengurus atau pemilik bank-bank itu. Sehingga konsekuensinya bahwa seluruh
elemen ekonomi harus membayar atas akibat ketidakjujuran ini, yaitu di saat ekspansi
2 Pada kondisi kritis tersebut, bail out IMF dilihat sebagai faktor yang justru
memperburuk situasi krisis. Dreher (2004) menyebutkan program penjaminan atau
bail out IMF di sejumlah negara telah mengakibatkan terjadinya moral hazard di
negara-negara tersebut. Penilaian moral hazard atas IMF, menurut Dreher
berdasarkan definisi moral hazard yang diajukan oleh Vaubel (1983); pada dasarnya
prinsip moral hazard berkembang ketika provisi dari asuransi memberikan
kesempatan kepada pemegang polis asuransi bertindak ceroboh sehingga
memungkinkan terjadinya kondisi-kondisi buruk yang tidak diharapkan. Kondisi ini
dianalogikan dengan sikap IMF yang memberikan bantuan kepada negara-negara
yang mengalami guncangan perekonomian, sehingga menimbulkan sikap
kehati-hatian yang rendah dari negara tersebut dalam melawan krisis. Jika sikap
ketidakhati-hatian yang dilakukan oleh penerima asuransi dikategorikan sebagai moral hazard
langsung, maka IMF sebagai pihak yang memberikan kesempatan terjadinya moral
hazard disebut telah melakukan moral hazard secara tidak langsung.
Mengacu kepada definisi tersebut, ketidakhati-hatian bank dalam
menyalurkan dana pihak ketiga dapat dikategorikan sebagai tindakan moral hazard.
Dengan definisi tersebut kita juga dapat menganalisis sejumlah kasus yang ditemukan
pada perbankan konvensional seperti kasus kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di
Bank Mandiri, dan masuknya Bank Persyarikatan dalam kategori bank dalam
pengawasan khusus dari sudut pandang moral hazard.
Berkembangnya praktik moral hazard di perbankan konvensional tidak
3 dana dengan pihak bank. Risiko pemilik dana lebih besar dibandingkan dengan risiko
yang ditanggung oleh pihak bank (Nasution, 2005). Keberadaan sistem penjaminan
pun tidak menjamin keamanan dana nasabah. Berdasarkan pengalaman di berbagai
negara, keberadaan program penjaminan pemerintah dan asuransi deposito telah
menyebabkan kasus moral hazard di perbankan semakin berkembang (Khan dan
Ahmed: 2001).
Moral hazard juga terjadi akibat kurangnya pengawasan dari instansi terkait.
Dalam kasus perbankan, Bank Indonesia sebagai bank sentral harus melakukan
pengawasan dan kontrol yang ketat atas kebijakan-kebijakan dan regulasi-regulasi
yang telah ditetapkan dalam manajemen perbankan. Selain itu kurang tegasnya dalam
menjalani peraturan-peraturan yang ada terutama dalam hal sanksi atas
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan individu atau kelompok. Dan yang paling parah bila
petugas atau instansi pengontrol atau pengawas yang memang melakukan
kegiatannya di luar tanggung jawabnya atau lepas dari tanggung jawabnya dengan
melakukan kolusi atas jabatan dan wewenangnya. (Tri Susanto. 2010).
Indikasi moral hazard terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada saat
GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi
ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPL/NPF
meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan
4 Dalam pendistribusian risiko, bank syariah menawarkan konsep yang lebih
baik dibandingkan dengan konsep perbankan konvensional. Perbankan syariah
menolak keberadaan bunga dalam operasionalnya, dan menjadikan sistem bagi hasil
yang dikenal dengan profit and loss sharing (PLS) sebagai pengganti bunga. Secara
teori keberadaan sistem profit and loss sharing yang juga berimplikasi kepada risiko,
semestinya membuat perbankan syariah lebih stabil dalam menghadapi masalah
moral hazard di perbankan, khususnya dalam pembiayaan. Hal ini terkait dengan
konsekuensi penerapan akad mudharabah dalam perjanjian bank dengan deposan,
dimana kesalahan manajemen dalam pengelolaan dana akan mengakibatkan bank
sebagai mudharib harus menanggung seluruh risiko kerugian usaha.
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia masih terdapat masyarakat yang
enggan berhubungan dengan bank sebagai akibat dari diterapkannya sistem bunga
yang diyakini sebagai riba yang diharamkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
konsep alternatif sistem perbankan yang dapat menampung tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, dengan sistim bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing), yang
mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik dalam
memperoleh keuntungan maupun dalam menghadapi risiko.Bukti konkrit yang perlu
diambil ibroh (pelajaran) ketika bunga diterapkan oleh perbankan konvensional,
sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang
memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan bangsa, yang pada akhirnya Indonesia sangat
terpuruk dalam berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang sangat
5 mengalami kebangkrutan sejak tahun 1997, tidak kurang sekitar 30 bank ditutup atau
dilikuidasi dan selanjutnya ada 55 bank masuk dalam kategori pengawasan oleh
BPPN. Untuk membantu bank bank tersebut pemerintah terpaksa membantu dengan
mengucurkan bantuan kredit yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) yang sampai sekarang belum dapat dapat di lunasi oleh kreditornya. Kondisi
ini sangat berbeda dengan perbankan yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syari’ah,
hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga simpanan
nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan
nisbah yang disepakati sejak awal dan tingkat keuntungan yang di peroleh bank
syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat
dari negative spread. Justru krisis moneter menjadi langkah awal bank syariah untuk
menunjukan eksistensinya, kalau bank syariah mampu bertahan dalam keadaan krisis.
Bank syariah bukannya ikut ambruk sebagaimana halnya perbankan konvensional
pada umumnya, malahan krisis ekonomi dan moneter justru telah membawa dampak
yang positif bagi perkembangan bank Syari’ah. Sampai dengan tahun 2010 jumlah
bank umum syariah adalah 10 buah, unit usaha syariah sebanyak 23 buah dan BPRS
sebanyak 105 buah. Sejumlah kalangan ekonom dan praktisi perbankan mengakui
dan menyatakan bahwa Bank Syari’ah merupakan bank yang tahan banting (resistent)
terhadap badai krisis ekonomi dan moneter. Oleh karena itu lembaga perbankan yang
semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan datang, salah satunya mantan
6
“Pengalaman selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran yang
berharga bagi kita bahwa prinsip risk sharing (berbagi risiko), atau profit and loss
sharing (bagi hasil), merupakan prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan
satuan-satuan ekonomi, penyaluran dana melalui prinsip Syari’ah dengan
menggunakan prinsip bagi hasil atau berbagi risiko antara pemilik dana dengan
pengguna dana sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal, sehingga jika terjadi
kesulitan usaha karena krisis ekonomi misalnya, maka risiko kesulitan usaha tersebut
otomatis ditanggung bersama oleh pemilik dana dan pengguna dana” (Syahril Sabirin
dalam Sjahdeini : 1999: vi.). Di balik perkembangan bank syariah yang secara
kuantitas semakin berkembang, tetapi dalam pelaksanaanya, prinsip dasar dalam
kegiatan perbankan syariah yaitu sistem bagi hasil kurang diminati dalam kegiatan
pembiayaan perbankan syariah. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah secara
nasional pada tahun 2008 hanya sebesar 16,25% dan 19,40% bila dibandingkan
dengan pembiayaan murabahah (jual beli) yang sebesar 58,87%, dari total
pembiayaan sebesar 2,16 trilyun. Meskipun pertumbuhan pembiayaan sangat cepat,
tak berarti perbankan syariah tidak lagi menerapkan prinsip kehati-hatian. Perbankan
syariah terkesan lebih ekspansif menyalurkan dana ke sektor riil karena menerapkan
sistem bagi hasil, risiko ditanggung bank dan nasabah. Sementara perbankan
7 Tabel 1,1
Komposisi Pembiayaan Bank Syariah (dalam juta rupiah)
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia
Namun ada sejumlah tindakan perbankan syariah yang bisa mengakibatkan
pembengkakan kredit macet. Salah satunya, mulai mengucurkan pembiayaan ke
sektor yang dinilai rawan kredit macet. Contohnya, sektor properti seperti apartemen.
Sekarang, bisnis properti dianggap sudah jenuh sehingga potensi macetnya sangat
besar. Di samping itu, sektor ini juga mulai ditinggalkan perbankan konvensional
(Adiwarman, 2004).
Banyaknya pembiayaan properti yang macet menjadi penyebab utama terus
meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah non performing financing (NPF)
8 properti tersebut sementara waktu. “Meningkatnya NPF, kesalahannya di properti.
Karena itu, pembiayaan properti bank syariah tolong direm dulu'' (Wibowo, 2007).
Peranan perbankan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan
pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini memerlukan pengkajian yang seksama
atas konsep-konsep perbankan yang selama ini dioperasionalkan, baik secara
konseptual maupun dalam aplikasinya, sehingga tercipta suatu sistem perbankan yang
tangguh di era-globalisasi pada masa yang akan datang. Keberadaan bank Syari’ah di
Indonesia belum sepenuhnya diterima, masih ada sebagian masyarakat yang
menyamakan dengan bank konvensional.
Berdasar latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan
penelitian yang membahas tentang “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berusaha untuk mengidentifikasi beberapa
permasalahan, yaitu :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun
jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam rasio NPF dan
PDB terhadap pembiayaan Bank Syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1 Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam
9 D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini di harapkan akan memperoleh manfaat antara lain :
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi Bank Indonesia,
khususnya Direktorat Perbankan Syariah dalam mensosialisasikan perbankan
syariah.
b. Bagi perkembangan Ekonomi Islam khususnya perbankan syariah, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.
c. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media dan wahana untuk belajar dan
mengembangkan ilmu memecah masalah secara ilmiah dan memberikan
sumbangan pemikiran berdasarkan disiplin ilmu yang diperoleh di bangku
kuliah dan penerapannya di lapangan.
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah yaitu bank yang menjalankan usahanya berdasarkan pada
prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu pada Qur’an dan
Al-Hadits. (Siamat, 2004 : 183).
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang tata cara beroperasinya dalam
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dana, memberikan dan
mengenakan imbalan didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islami atau
prinsip syariah, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadits atau
dengan kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasian disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
(Mufraini, 2008 : 17).
Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan
dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan atas dasar prinsip syariah (Rodoni, 2008 : 14).
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
11 UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu
aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau dengan
adanya pilihan memindahkan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain.
B. Tujuan Perbankan Syariah
Sistem perbankan Islam, seperti halnya aspek-aspek lain dari pandangan
hidup Islam, merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari sistem
sosial dan ekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari
sistem perbankan Islam (Capra, 2000:2) adalah:
1) Kemakmuran ekonomi yang meluas dengan tingkat kerja yang penuh dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang optimum (economic well-being with fullemployment and
optimum rate of economic growth).
2) Keadilan sosial-ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata (
socio-economic justice and equitable distribution of income and wealth).
3) Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi suatu unit
perhitungan yang terpercaya, standar pembayaran yang adil dan nilai simpan yang
stabil (stability in the value of money).
12 tertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan
bagian pengembalian yang adil (mobilisation of savings).
5) Pelayanan efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkan dari sistem
perbankan (effective other services).
Mungkin ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa tujuan dan fungsi dari
sistem keuangan dan perbankan Islam seperti yang diungkapkan di atas adalah sama
dengan yang ada dalam kapitalisme. Walaupun nampak ada kesamaan, dalam
kenyataannya terdapat perbedaan yang penting dalam hal penekanan, yang muncul
dari perbedaan dua sistem tersebut dalam komitmennya terhadap nilai-nilai spiritual,
keadilan sosial-ekonomi serta dalam persaudaraan sesama manusia (Capra, 2000: 3).
Tujuan-tujuan dalam Islam adalah suatu bagian tak terpisahkan dari ideologi
dan kepercayaan Islam. Hal tersebut merupakan suatu input penting sebagai bagian
dari suatu output tertentu. Tujuan-tujuan tersebut membawa kesucian dan dalam hal
yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tujuan tujuan tersebut bukanlah
semata-mata sebagai alat tawar politik dan kebijaksanaan. Akan tetapi, strategi yang
sangat penting bagi terwujudnya suatu tujuan yang merupakan suatu keunikan yang
dapat disumbangkan oleh Islam. Sistem perbankan Islam ditegakkan atas kemutlakan
larangan dari pembayaran atau penerimaan setiap yang ditentukan (predetermined)
atas pinjaman atau kredit. Dengan demikian konsep bunga (interest) atas hutang
secara tegas dilarang. Sistem perbankan Islam lebih condong pada upaya untuk
mendorong penerapan sharing risiko, mempromosikan kewirausahaan
13 Saluran permodalan yang mungkin bisa digunakan untuk masyarakat Islam dalam
membuka usaha adalah perusahaan perorangan (sole proprietorship),perusahaan
patungan (partnership) (termasuk mudharabah dan syirkah) dan perusahaan
perseroaan (joint stock company). Koperasi juga dapat memainkan peranan penting
dalam perekonomian islam selama tidak menjalankan transaksi-transaksi yang
dilarang (Capra, 2000: 5).
B. Moral Hazard
Penggunaan istilah moral hazard pada awalnnya digunakan dalam bidang
asuransi. Dalam kamus Inggris makna moral hazard diterangkan sebagai the hazard
arising from the uncertainty or honesty of the insured. Sebagai contoh : bila seorang
pengusaha yang mengambil asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia
terjepit hutang dan menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil
jalan pintas dan melakukan ketidakjujuran, ia akan membakar sendiri gudangnya
untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya. Moral hazard muncul
karena seorang individu atau lembaga yang tidak konsekuen secara penuh dan tidak
bertanggung jawab atas perbuatannya, dan karenanya cenderung untuk bertindak
kurang hati-hati untuk melepas tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya
kepada pihak lain.(Tri Susanto, 2010).
Moral hazard di dunia perbankan sudah sering terjadi bahkan menjadi
14 maupun bank swasta. Dhani Gunawan, peneliti senior Bank Indonesia, menyatakan
bahwa korupsi di lembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga
bentuk. Pertama, bentuk langsung, Kedua, tidak langsung dan Ketiga, samar-samar (
Hendi, dalam Safri Haliding, 2010).
Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2
tingkatan. Pertama, moral hazard pada tingkat bank dan yang kedua adalah moral
hazard di tingkat nasabah. Moral hazard di tingkat bank dapat dibedakan atas
beberapa diantaranya :
1) Moral Hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior
yang menyebabkan timbulnya moral hazard dan adverse selection ditingkat nasabah,
yang disebut juga moral hazard tidak langsung (mengacu kepada pengertian moral
hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004).
2) Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya
penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal
ini termasuk dalam moral hazard langsung (mengacu kepada pengertian moral
hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004).
3) Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai
lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil.
4) Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan
menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam kategori moral hazard dan
15 Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip ilahiyah
yang dalam operasionalnya memiliki perbedaan dengan bank konvensional.
Meskipun prinsip syariah dalam perbankan berasal dari nilai-nilai ilahiah namun
sebagaimana kegiatan perekonomian lainnya, perbankan syariah pun tidak lepas dari
masalah korupsi (Gunawan, 2005), termasuk juga masalah moralhazard dan adverse
selection. Seperti perbankan konvensional, moral hazard di bank syariah setidaknya
dapat dibedakan menjadi moral hazard pada bank dan juga moral hazard pada
nasabah. Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib tidak
berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral
hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian.
Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian
shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau
ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah, juga dapat
dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah
umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing
(mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad
mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada
mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan
ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen)
mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard.
Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank
16
ishtisna, dan salam). Pada penelitian ini, moral hazard hanya dibatasi pada peran
bank sebagai mudharib yang bertanggung jawab terhadap dana yang diamanahkan
olehpihak shahibul maal (mengacu kepada definisi dari Vaubel (1993) yang dikutip
oleh Dreher (2004).
Indikasi moral hazard lainnya terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada
saat harga rumah meningkat. Idealnya ketika harga rumah meningkat maka
permintaan untuk kredit rumah akan menurun, jumlah penyaluran kredit rumah juga
akan turun sehingga jika pada kondisi tersebut NPL/NPF meningkat,
mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring. Indikasi moral
hazard yang terakhir dapat dilihat dari kebijakan kredit atau pembiayaan bank yang
berhati-hati atau kurang berhati-hati yang menyebabkan terjadinya peningkatan
NPL/NPF. Jika bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring berarti bank kurang
melakukan antisipasi terhadap terjadinya moral hazard di sisi debitur.
Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan pelaku
ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun orang
lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan ekonomi merupakan moral
hazard ataukah bukan, perlu mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang Islami,
17 Prinsip transaksi Islami :
1. Ada kerelaan antar pihak yang bertransaksi.
2. Adil (keseimbangan dalam pandangan berbagai segi antar pelaku
ekonomi/tidak mezalimi dan tidak dizalimi (lâ tazhlimûna walâ tuzhlamûn)
dan terdapat empat batasan :
a) tidak boleh ada mafsadah (no externalities) = tidak zalim terhadap lingkungan
b) tidak boleh ada gharar (uncertainty with zero sum game) = tidak zalim terhadap pasangan pelaku transaksi
c) tidak boleh ad maisîr (uncertainty with zero sum game in utility exchange) = gharar akibat pertukaran manfaat
d) tidak boleh ada riba (exchange of liability) = gharar akibat pertukaran
kewajiban
3. Jelas ( dalam status transaksi, ukuran, timbangan, kualitas, harga)
4. Tidak memakan hak orang lain secara paksa
5. Bermanfaat
Prinsip transaksi yang terlarang dalam Islam:
1. Terdapat unsur pemaksaan
2. Terdapat unsur kezaliman
18 4. Memakan hak orang lain
5. Mengandung mudharat
D. Pembiayaan Bank Syariah
Dalam penyaluran dana secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi
dalam 3 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu : 1) Jual
beli (Ba’i) yang terdiri dari Murabahah, Salam, Istisna. 2) Bagi Hasil yang terdiri
dari Mudharabah dan Musyarakah. 3) Sewa (Ijarah).
1) Jual Beli (Ba’i)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank sehubungan dengan
penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik untuk keperluan
investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual beli, di mana
dilakukan pada waktu bersamaan baik antara penjual dengan bank maupun antara
bank dengan nasabah sebagai pembeli, sehingga bank tidak memiliki persediaan
barang yang dibiayainya : Berdasarkan jenisnya terdiri dari :
a. Al- Murabahah : Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk
yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara
19 b. Al-Salam : Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya
diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka
secara penuh.
c. Al-Istishna : Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima
pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.
2) Bagi Hasil (Profit Sharing)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan kepada masyarakat
sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang
dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya.
Berdasarkan jenisnya terdiri dari :
a. Al-Musyarakah : Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan.
b. Al-Mudharabah : Akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
c. Al-Muzara’ah : Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan
20 penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen.
d. Al-Musaqah : Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3) Sewa (Ijarah)
Prinsip sewa ini didasarkan pada :
a. Al-Ijarah : Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.
b. Ijarah wa iqtina : Akad sewa-menyewa barang antara bank (muajir)
dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang
21 E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
.
No Peneliti Judul Metode Variabel Keterangan
22 pembiayaan ini.
2. Untuk kasus
Bank Muamalat,
rasio alokasi
pembiayaan
murabahah
terhadap
pembiayaan profit
loss sharing
(mudharabah dan
musyarakah)
mengakibatkan
terjadinya kredit
macet. Hal ini
mengindikasikan
terjadinya moral
hazard di Bank
Muamalat, yaitu
ketidakhati-hatian
dari pihak Bank
23
pinjaman real estate
25
F. Keterkaitan antar variabel
1. Menurut Dwi Nurapriyani (2010). NPF berpengaruh terhadap
pembiayaan. Peningkatan jumlah NPF akan meningkatkan jumlah PPAP
(Penyisihan Penghapusan Aset Produktif) yang perlu dibentuk oleh pihak
bank. Jika hal ini berlangsung terus maka akan mengurangi modal bank.
Karena NPF dapat mempengaruhi jumlah modal, maka peningkatan nilai
NPF akan menurunkan jumlah pembiayaan
2. Menurut Nurhayati Siregar (2007). Variabel NPF berpengaruh negatif dan
signifikan dalam penyaluran dana. Artinya kenaikan NPF akan
26 NPF akan menaikkan jumlah penyaluran dana bank syariah kepada
masyarakat.
3. Menurut Ari Cahyono (2009). PDB tidak mempengaruhi pembiayaan
pada Bank Syariah. Berdasarkan penelitian dengan metode yang sama
menunjukkan bahwa PDB memberikan pengaruh positif yang paling besar
terhadap Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri.
G. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini untuk menghitung semua rasio keuangan tersebut akan
dihitung dengan menggunakan software MS Excel 2007 dengan memasukkan rumus
masing-masing, setelah itu dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji asumsi
klasik, kemudian untuk melihat hubungan diantara variabel-variabel bebas terhadap
variabel terikat dari masing-masing bank menggunakan ECM dengan bantuan
27 Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Cari Data
Statisitik Perbankan Syariah Bank Indonesia
Manual Input
Data yang dibutuhkan
NPF, PDB, Pembiayaan
Uji Linieritas
Uji Perilaku data = -Uji Stasioneritas -Uji Derajat Integrasi -Uji Kointegrasi
Uji Asumsi Klasik = - Uji Heteroskedastisitas - Uji Multikolinieritas - Uji Autokorelasi
Uji ECM
Uji F dan Uji t
Kesimpulan dan Implikasi
28 G. Hipotesis
H0 : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap
pembiayaan.
Ha :b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap
pembiayaan.
H0 : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap
pembiayaan.
Ha : b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap
pembiayaan.
Simultan
H0 : b1 =b2 =b3 =b4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α
(probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah :
a. jika nilai Fhitung > nilai Fkriris maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa
secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
b. jika nilai Fhitung < nilai Fkritis maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini
artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh moral hazard terhadap
pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia. Hingga 2010, sudah ada 10 BUS yaitu :
Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, BCA
Syariah, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Victoria
Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, BNI Syariah. Pada penelitian ini, variabel
independen yang digunakan adalah NPF dan PDB. Sedangkan yang menjadi variabel
dependen adalah pembiayaan. Adapun data yang digunakan adalah Januari 2008
sampai Desember 2010.
B. Metode Penentuan Sampel
Skripsi ini disusun dengan melakukan pemilihan sampel menggunakan
metode non probabilitas berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe
pemilihan sampel secara tak acak yang infonya diperoleh dengan menggunakan
pertimbangan tertentu (disesuaikan dengan tujuan/masalah penelitian).
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang dikumpulkan dalam kurun waktu
30 a. Bank Indonesia
b. Badan Pusat Statistik (BPS)
c. Internet Library (database website dalam internet).
Penulis juga mengambil data dari buku-buku perpustakaan, seperti teori- teori
yang berhubungan dan mendukung dalam analisis penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode
koreksi kesalahan atau dikenal dengan nama error correction model (ECM), yaitu
suatu teknik untuk mengoreksi ketidak seimbangan jangka pendek menuju pada
keseimbangan jangka panjang (Nachrowi, 2006:371). Dengan kata lain, metode ECM
merupakan metode analisis data yang memperlihatkan dan menjelaskan hubungan
jangka panjang dan jangka pendek dari variabel penelitian yang disebabkan karena
adanya ketidak seimbangan hubungan pada model dan ketidak normalan serta ketidak
stasioneran data.
a. Persyaratan analisis
Pada tahapan ini akan melalui berbagai pengujian, adapun pengujian yang
dimaksud adalah sebagai berikut;
1. Uji Linieritas
Uji linieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah
spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak (Insukindro, 2001: 100).
Spesifikasi model yang digunakan merupakan hasil dari pemilihan model yang
31 seringkali model yang dipilih belum tepat digunakan dalam penelitian, sehingga
perlu adanya deteksi terhadap model tersebut. Pendeteksian terhadap model
tesebut ditunjukkan oleh uji linieritas, dan dari uji ini akan diperoleh informasi
mengenai bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk
dimasukkan dalam model empiris.
Untuk mengetahui suatu model linier atau tidak, dapat dilakukan dengan
cara Uji Ramsey (RESET), yaitu suatu pengujian yang dikembangkan oleh
Ramsey dengan mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi atau
dikenal dengan sebutan uji kesalahan spesifikasi regresi (Regression Specification
Error Test = RESET) (A. Widarjono, 2009:170-171). Dalam pengujian Ramsey
(RESET) ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan hipotesis :
H0 = Model tidak linier
H1 = Model linier
Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu
berarti signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model kurang tepat atau
tidak linier. Sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F kritisnya
pada α tertentu, berarti tidak signifikan dan menolak hipotesis H0 yang
menyatakan bahwa model tidak linier.
Selain itu, Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat
32 - Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0
dengan demikian, model dikatakan linier.
- Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, dan menolak
H1, maka model tidak linier.
2. Uji Perilaku Data
Uji perilaku data merupakan pengujian yang dilakukan terhadap data time
series sebelum dilakukan pemodelan, pengujian ini meliputi uji linieritas, uji
stasioneritas, uji derajat integrasi, dan uji kointegrasi. Uji perilaku data dilakukan
untuk melihat linieritas data yang menunjukkan spesifikasi model dan stasioner
atau tidaknya data-data pada level yang menunjukkan hubungan seimbang atau
tidaknya pada jangka pendek serta untuk melihat adanya hubungan jangka
panjang pada data penelitian. Tahapan dari uji perilaku data ini adalah :
1) Uji Stasioneritas
Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari
variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai
merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random
dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan
sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari
33 Data yang stasioner pada dasarnya tidak memiliki variasi yang terlalu besar
selama periode observasi dan memiliki kecendrungan untuk mendekati nilai
rata-ratanya (Insukindro, 2001:121). Untuk melihat data stasioner atau tidak, dalam
penelitian ini digunakan uji akar unit (unit root test). Apabila hasil uji akar unit
menunjukkan data belum stasioner pada level maka data penelitian akan dilakukan
diferensiasi tingkat pertama (first difference) hingga data menjadi stasioner (uji
derajat integrasi) dan terbebas dari regresi lancung.
- Uji Akar Unit (unit root test)
Uji akar unit merupakan pengujian yang formal dan dikenalkan oleh David
Dickey dan Wayne Fuller. Menurut Nachrowi (2006:353), untuk mempermudah
pemahaman tentang unit root test, maka perlu memahami model berikut :
Yt= ρYt-1 + ut
Jika ρ = 1, maka model menjadi random walk tanpa trend. Disini akan
menghadapi masalah dimana varian Yt tidak stasioner. Dengan demikian, Yt dapat
disebut mempunyai unit root atau data tidak stasioner.
Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data time series yang
tidak mengandung akar unit dan sebaliknya. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat
dilakukan dengan uji Dickey-Fuller dan uji Philips-Perron (PP) yang merupakan
34 Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit pada
data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller.
Kelebihan metode ini adalah mengasumsikan bahwa proses terbentuknya error
term dari suatu variable tidak mengikuti suatu fungsi tertentu. Hal ini berarti
prosedur ADFtest dapat secara luas diterapkan sepanjang tidak ada keharusan
mengasumsikan bahwa error term memilki bentuk fungsional tertentu.Pengujian
ADF memasukkan unsur adanya autokorelasi didalam variabel gangguan dengan
memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi (A. Widarjono,
2009:322) dan dapat diformulasikan sebagai berikut :
ΔYt= γYt-1 + et
ΔYt = α0 + γYt-1 + et
Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah :
Ho : γ = 0 = data tidak stasioner
H1 : γ ≠ 0 = data stasioner
Hipotesis diatas menjelaskan bahwa apabila hasil uji Augmented
Dicky-Fuller menyatakan nilai ADF statistik lebih negatif atau lebih besar dari pada nilai
critical value pada derajat kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka
hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tersebut tidak stasioner ditolak. Dan
sebaliknya, bila nilai ADF statistik lebih kecil pada nilai critical value pada derajat
kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka hipotesis nol diterima. Apabila
diketahui bahwa data tidak stasioner, maka data harus distasionerkan melalui
35 2) Uji Derajat Integrasi
Pengujian derajat integrasi dilakukan apabila uji stasioneritas dengan
menggunakan unit root test pada level menunjukkan bahwa data tidak stasioner,
sehingga perlu distasionerkan dengan cara mendiferensiasikan data variabel
penelitian. Seperti halnya uji akar unit diatas, uji derajat integrasi-pun dilihat
dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller dengan formulasi dasar :
∆2 = ∆ +
∆2 = + ∆ +
∆2 = + + ∆ +
Dimana :
∆2 = ∆ − ∆
Seperti pada uji akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat
keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara
nilai statistic ADF (PP) yang diperoleh dari koefisien γ dengan nilai kritis
distribusi statistic Mackinnon (A. Widarjono, 2009:324). Dengan hipotesis :
Ho : γ = 0 = ADF (PP) value < Nilai Kritis = data tidak stasioner
H1: γ ≠ 0 = ADF (PP) value > Nilai Kritis = data stasioner
Apabila nilai statistik ADF (PP) lebih besar atau lebih negatif dari nilai
kritisnya (critical value) pada differensiasi tingkat pertama (first difference) maka
H0 ditolak, artinya data telah stasioner. Akan tetapi, bila nilai statistic ADF (PP)
36 dan menunjukkan bahwa data tidak stasioner pada first difference, sehingga perlu
dilakukan diferensiasi tingkat yang lebih tinggi lagi (second difference) sehingga
data menjadi stasioner.
3) Uji Kointegrasi
Kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya
hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti
yang dikehendaki oleh teori ekonomi (Insukindro, 2001:121). Uji kointegrasi dari
dua atau lebih data time series menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka
panjang diantaranya. Data time series dikatakan terkointegrasi jika residu dari
tingkat regresi stasioner, maka tingkat regresi akan memberikan estimasi yang
tepat untuk hubungan jangka panjang.
Dalam melihat suatu model yang memiliki kointegrasi atau tidak, dapat
dilakukan dengan menjalankan uji sebagai berikut :
- Uji Johansen
- Uji CRDW
- Uji EG
Dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya kointegrasi,
dilakukan dengan uji Engle-Granger (EG) atau uji Augmented Engle-Granger
yaitu pengujian yang dilakukan dengan memanfaatkan Uji Augmented
37 residual-nya. Apabila nilai residual-nya stasioner maka regresi tersebut merupakan
regresi kointegrasi (Nachrowi, 2006:367).Dengan kata lain, pengujian Augmented
Dicky-Fuller dari nilai residual menghasilkan estimasi nilai statistik ADF
kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya.
Adapun proses pengujiannya adalah sebagai berikut :
- Mengestimasi model regresi
- Mencari nilai residualnya dan menghitungnya
Setelah mendapat nilai residualnya, maka akan dilakukan uji DF-ADF
yang merupakan pengujian Engle-Granger untuk memperoleh hasil apakah model
penelitian tersebut terkointegrasi atau tidak, maka hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut :
H0 = ADF value < Nilai Kritis = model tidak terkointegrasi
H1 = ADF value > Nilai Kritis = model terkointegrasi
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik atau dikenal dengan Uji data, pengujian asumsi klasik
dilakukan agar hasil analisis regresi memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased
estimator). Uji asumsi klasik terdiri dari, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi,
uji multikolinieritas,
38 1) Uji Multikolinieritas
Salah satu uji asumsi klasik adalah tidak ada hubungan linier antar variabel
independen. Adanya hubungan antar variabel independen dalam satu regresi
disebut dengan Multikolinieritas (Agus Widarjono, 2009:103). Dengan demikian,
multikolinieritas dapat diartikan sebagai hubungan linier antar variabel independen
yang terjadi pada suatu regresi. Terjadinya multikolinieritas dalam suatu hasil
regresi penelitian tidak dapat dihindari, artinya sulit untuk menemukan dua
variabel bebas yang secara matematis tidak berkorelasi sealipun secara substansi
tidak berkorelasi.
Multikolinieritas adalah situasi dimana terdapat korelasi
variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier antara variabel-variabel
independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfect)
dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect). Salah satu cara
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji
korelasi, kita menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara
individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang
lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel
independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam
penelitian ini peneliti akan multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi
(r) antarvariabel independen. Sebagai aturan (rule of thumb), jika koefisien
39 dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model
tidak mengandung multikolinieritas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel
independen. Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari dari residual adalah
konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan
atau disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada
data cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung unsur
heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari
waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Widarjono, 2005:146).
Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, dapat
dilakukan dengan berbagai uji dibawah ini, yaitu:
- Metode Grafik
- Uji Arch
- Uji Glejser
- Uji Korelasi Spearman
- Uji Goldfeld-Quandt
- Uji Bruesch-Pagan-Godfrey
40 Dari uji yang dipaparkan diatas, untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dalam model, peneliti menggunakan uji Arch.
3) Uji Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi
satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi
metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual
yang lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan
residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain
(Widarjono, 2005:177).
.
Untuk mengidentifikasi pada suatu model apakah terdapat autokorelasi atau
tidak Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
autokorelasi dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1997):
H = ( ) =
[ ] ……… (3.6)
Dimana :
d = Durbin Watson
N = Ukuran Sampel
41 Jika nilai yang dihitung < nilai kritis h dari tabel distribusi normal, berarti
bahwa tidak terjadi autokorelasi.
Selain itu digunakan juga Uji Durbin-Watson, yaitu salah satu uji yang
banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi,
durbin-watson dilambangkan dengan d nilai ini akan berada dikisaran 0 – 4, pengambilan
keputusan pada durbin-watson yaitu :
- Bila (du) > DW (4-du) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol,
berarti tidak ada autokorelasi
- Bila DW < dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada
autokorelasi positif
- Bila DW > (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti
ada autokorelasi negatif
- Bila (du) > DW > atau (4-dui) > DW > (4-dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan
4. Uji Error Correction Model (ECM)
Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode
pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka
panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak
42 tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan
spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993: 12-16).
Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan
adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang dan
jangka pendek dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Menurut Sargan, Engel dan Granger, ECM adalah teknik untuk mengoreksi
ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang, serta
dapat menjelaskan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas pada
waktu sekarang dan waktu lampau.
Dalam penelitian ini, model ECM yang digunakan telah terbebas dari
ketidakstasioneritasan model melalui uji stasioneritas, uji derajat integrasi, uji
kointegrasi dan uji asumsi klasik, sehingga model ECM yang digunakan sudah
layak untuk dipakai dan di analisis. Analisis yang digunakan bertujuan untuk
mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Proses menuju model ECM yang layak digunakan dalam penelitian ini
untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya, yaitu sebagai
berikut , Model Ekonometrik:
Y = a +b1 x1 +b2 x2 +b2 x2 ……….(3)
43 Dimana :
= konstanta
b = Koefisien regresi
npf = non performing finance (pembiayaan bermasalah)
pdb = produk domestik bruto
ECt = Error Correction (koreksi kesalahan)
e = Error term
Berdasarkan pada model diatas, maka Model ECM pada penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berukut :
∆fint = β0 + β1∆npft + β2 ∆pdbt +β3 npf t-1 + β4pdbt-1+β5 EC t-1 + et
β adalah koefisien regresi pengganti α pada persamaan terdahulu. Setelah
pengujian diatas dilakukan, maka model yang terbentuk akan dilakukan uji EC (Error
Correction).
1) Uji Error Correction (EC)
Error correction (EC) atau koreksi kesalahan merupakan bagian dari ECM.
Nilai EC ini diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan sebelumnya
dikurangi dengan variabel dependen bulan sebelumnya, sehingga model yang dapat
diperoleh dari ECM diatas untuk menghitung EC ini adalah :
= (−1) + (−1) + fint (-1)
Rumus ECt diatas digunakan untuk menghitung besarnya
44 nilai ECt positif dan secara statistik signifikan, maka model spesifikasi ECM yang
digunakan dalam penelitian ini sudah valid.
5. Uji t
Uji t merupakan pengujian terhadap variabel independen secara parsial
(individu) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen
secara individual terhadap variabel dependen. Pada penelitian kali ini penulis
menggunakan uji hipotesis satu sisi, karena memiliki landasan teori atau dugaan kuat
terhadap hubungan tiap variabel.
Berikut bentuk pengujian hipotesisnya :
H0 : β1 = 0 : artinya bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ha: β1 ≠ 0 : artinya bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar)
5% adalah :
a. jika nilai thitung > nilai ttabel maka H0 ditolak dan menerima Ha, artinya bahwa
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. jika nilai thitung < nilai ttabel maka H0 diterima dan menolak Ha, artinya bahwa
45 6. Uji F
Uji F merupakan pengujian untuk melihat pengaruh variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Cara pengujian hampir sama
dengan uji t
H0 : β1 =β2 =β3 =β4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen
Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen
berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α
(probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah :
a. jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa
secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
b. jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini
artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
7. Koefisien Determinasi (R2)R2 atau koefisien determinasi digunakan untuk
menghitung seberapa besar presentase total variabel terikat yang dijelaskan oleh
variabel-variabel bebas. Atau dengan kata lain koefisien regresi menerangkan
bagaimana garis regresi yang dibentuk sesuai dengan datanya (Widarjono, 2005:38).
46 E. Operasional variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam
mengukur suatu variabel spesifikasi tersebut menunjukkan pada dimensi-dimensi dan
indikator dari variabel. Penelitian melalui pengamatan penelitian terdahulu.
Variabel Independen :
1) NPF
Non performing financing (NPF) adalah pembiayaan yang masuk ke dalam
kategori kredit kurang lancar, diragukan, dan macet berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada
ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa
pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Pada dasarnya NPF dan
NPL ini memiliki pengertian yang sama yang membedakan hanya istilah kredit
digunakan di bank konvensional dan pembiayaan digunakan di bank syariah.
NPF = Pembiayaan yang diberikan dengan kolektabilitas 3 s/d 5 x 100%
Total pembiayaan yang diberikan
Besar NPF maksimal 5%, semakin besar nilai NPF, ini menunjukkan bahwa
bank tersebut tidak professional dalam pengelolaan kreditnya.
2) PDB
PDB adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam
perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. PDB didalamya merupakan