• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2100-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2100-2014"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN

PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2100-2014

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF MINIMUM WAGE,

UNEMPLOYMENT AND EDUCTION

IN CENTRAL JAVA PROPINCE

IN THE YEAR 2010-2014

Oleh

M AKHSAN GHONI

20120430118

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN

PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2100-2014

THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF MINIMUM WAGE,

UNEMPLOYMENT AND EDUCTION

IN CENTRAL JAVA PROPINCE

IN THE YEAR 2010-2014

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

M AKHSAN GHONI

20120430118

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : M Akhsan Ghoni

Nomor Mahasiswa : 20120430118

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 27 Februari 2017

(4)

MOTTO

“Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban, rasa malas menjadi hambatan, jika

sebuah tantangan itu dikerjakan, suatu kebanggan pasti akan datang.

“Kata orang kegagalan adalah kunci kesuksesan, kata saya kegagalan adalah sebuah

pekerjaan”

“Timur : east, barat : west, utara : north, selatan : south, kemanapun kita pergi,

rintangan pasti menghampiri, selama kita percaya diri, semua pasti akan teratasi”

Janganlah berjalan teruslah berlari

Kesempatan tidak akan datang kedua kali

Keluarkan kicauan orang kuping kanan kuping kiri

Percayalah pada diri sendiri

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Kupersembahkan untuk…..

Alm. Ayah tercinta Bapak Ibrohim

Ibu Noor Nafilah dan Bapak Alfian

Dosen-dosenku yang selalu memberikan bimbingan

Kawan-kawan seperjuangan

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

A. Latar Belakang Penelitian ...1

B. Batasan Masalah ...16

C. Rumusan Masalah ...17

D. Tujuan Penelitian ...17

E. Manfaat Penelitian ...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...19

A. Landasan Teori...19

1. Kemiskinan ...19

a. Kemsikinan Absolut...25

b. Kemiskinan Relatif ...27

B. Hubungan Antar Variabel ...28

1. UMK dan Kemiskinan ...28

2. Pengangguran dan Kemiskinan...30

3. Pendidikan dan Kemiskinan ...32

C. Penelitian Terdahulu ...34

D. Kerangka Pemikiran...36

E. Penurunan hipotesa ...37

BAB III METODELOGI PENELITIAN ...39

A. Objek Penelitian ...39

B. Jenis dan Sumber Data ...39

(7)

D. Definisi Operasional Variabel ...41

E. Alat Analisis dan Model Penelitian ...42

F. Uji Kualitas Data...44

1. Uji Multikolinearitas ...44

2. Uji Heteroskedastisitas...45

G. Estimasi Model Regresi Panel ...46

1. Metode Common Effect...46

2. Metode Fixed Effect ...46

3. Metode Random Effect ...47

4. Pemilihan Model Estimasi Data Panel ...47

5. Uji Parameter Model ...49

BAB 1V GAMBARAN UMUM ...52

A. Kondisi Geografi Provinsi Jawa Tengah ...52

B. Kondisi Kemiskinan...54

C. Kondisi UMK...61

D. Kondisi Pengangguran ...64

E. Kondisi Pendidikan ...65

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...69

A. Uji Kualitas Data...69

1. Uji Heteroskedastisitas...69

2. Uji Multikolinearitas ...70

B. Uji Analisis Pemilihan Model ...71

1. Uji Chow ...71

2. Uji Hausman ...72

3. Uji LM ...73

C. Analisis Model Terbaik...74

D. Hasil Estimasi Model Data Panel ...75

E. Uji Statistik ...84

1. Koefisien Determinasi ...84

2. Uji F ...85

3. Uji T ...85

F. Interpretasi Ekonomi ...87

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ....94

A. Simpulan ...94

B. Saran ...95

C. Keterbatasan Penelitian ...96

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kemiskinan Nasional dan Provinsi se-Jawa tahun

2013-2014 ...7 Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk

Miskin di Jawa Tengah tahun 2012-2014 ...8 Tabel 1.3 Rata-rata Kebutuhan Hidup Layak dan Upah

Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-

2014 (rupiah) ...10 Tabel 1.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Jawa Tengah

tahun 2012-2014 ...13 Tabel 1.5 Presentase Angka Melek Huruf (AMH) di Jawa

Tengah tahun 2012-2014 ...15 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ...34 Tabel 4.1 Karakteristik Wilayah Provinsi Jawa Tengah tahun

2011-2014 ...54 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk

Miskin Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2014 ...55 Tabel 4.3 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Makanan ...58 Tabel 4.4 Komposisi Garis Kemiskinan melalui Non-Makanan ...58 Tabel 4.5 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama tahun 2013-2014 ...64 Tabel 4.6 Presentase Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi

Jawa Tengah tahun 2012-2014 ...65 Tabel 4.7 Presentase Angka Melek Huruf Menurut Tipe

Daerah, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur di

(9)

Tabel 5.3 Hasil Uji Chow ...72 Tabel 5.4 Hasil Uji Hausman ...72 Tabel 5.5 Hasil Uji LM ...73 Tabel 5.6 Hasil Estimasi Common Effect, Fixed Effect dan

(10)
(11)

ABSTRACT

This research aimed to analyzing the influence of minimum wage, unemployment and education towards poverty in Central Java Province in the year of 2010-2014. The dependent variable used was poverty (the percentage of total poor inhabitant) while the independent variable ware minimum wage (minimum wage of municipality/city), unemployment (level of open unemployment) and education (literacy rate). The data used on this research was secondary data from 35 municipalities/city in Central Java Province in the year of 2010-2014 by using quantitative approach. Estimation tool used on the research was panel data with the help of Eviews 7.2.

The estimation result indicated that minimum wage variable had negative and significant influence toward poverty, unemployment variable had positive and significant influence towards poverty and education variable had negative and significant influence toward poverty.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang sudah direncanakan dan harus diimplementasikan oleh masyarakat dan pemerintah dimana masyarakat adalah sebagai aktor utama dalam pembangunan dan pemerintah hanya mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang guna mencapai keadaan yang lebih baik atau membuat keadaan yang belum ada menjadi ada.

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dan dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama (Lincolin, 2013).

(13)

orang lain dan Negara-bangsa lain tetapi juga dari berbagai faktor yang menyebabkan kebodohan dan kesengsaraan (Todaro dan Smith, 2011).

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam pembangunan yaitu kemiskinan, pada umumnya kemiskinan dapat dikenali dari perubahan transformasi ekonomi, yaitu dari transformasi ekonomi tradisional menuju ekonomi modern.

Pembangunan ekonomi pada masa ekonomi tradisional hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Melalui peningkatan Produk Domestik Bruto tersebut diharapkan akan menciptakan kondisi yang diperlukan bagi perluasan distribusi manfaat ekonomi dan sosial yang merata. Kondisi tersebut sering dikenal dengan (trickle down) “menetes

ke bawah”. Namun demikian tingkat kehidupan sebagian besar masyarakat umumnya tetap tidak

berubah sehingga, pembangunan ekonomi tersebut memunculkan masalah kemiskinan yang masih membelit di Negara berkembang ini (Todaro dan Smith, 2011).

(14)

Kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau sekelompok dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai standar hidup pada umumnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana tidak memiliki uang untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Salah satu penyebab munculnya kemiskinan adalah tidak ada pendapatan atau kurangnya pendapatan yang didapat oleh masyarakat serta sulitnya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, ataupun tempat tinggal. Kurangnya pendapatan yang didapat oleh masyarakat mengakibatkan rendahnya daya beli masyarakat akan pengetahuan dan informasi sehingga produktivitas masyarakat menjadi kecil.

Kedua, penyebab kemiskinan lainnya adalah kurangnya koordinasi dalam pemerintahan untuk pemerataan pembangunan terutama di daerah pedesaan, diperkirakan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding jumlah penduduk miskin di kota. Dalam hal ini cakupan atau perluasan perlindungan sosial dari pemerintah bagi masyarakat miskin belum memadai.

(15)

Pemerintah Indonesia harusnya menyadari bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya masyarakat yang adil dan makmur serta meratanya pembangunan. Sejalan dengan tujuan tersebut, ragam cara digunakan oleh pemerintah guna kegiatan pembangunan yang diarahkan kepada daerah yang masih tertinggal dan daerah yang mempunyai kemiskinan yang terus naik setiap tahunnya. Untuk itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerjasama dalam upaya pembangunan agar terjadi pemerataan pembangunan yang akan menjadi hal positif bagi masyarakat.

Pemerintah Daerah akan melakukan pembangunan daerah secara berkala sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan tujuan atau sasaran dari Pembangunan Nasional. Oleh sebab itu, salah satu indikator utama keberhasilan Pembangunan Nasional adalah menekan laju jumlah penduduk miskin atau menurunkan jumlah penduduk miskin. Menurut (Todaro dan Smith, 2011) ada lima alasan mengapa kebijakan-kebijakan pemerintah berfokus pada upaya penurunan tingkat kemiskinan tidak selalu memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.

Pertama, kemiskinan yang meluas akan menciptakan kondisi di mana kaum miskin tidak bisa mendapatkan pinjaman, tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, dan memiliki banyak anak sebagai tempat bersandar di usia tua karena tidak adanya peluang untuk melakukan investasi keuangan atau moneter. Keseluruhan faktor itu menyebabkan pertumbuhan per kapita tidak akan sebesar yang dimungkinkan jika distribusi pendapatan lebih merata (Todaro dan Smith, 2011).

(16)

miskin umumnya tidak hemat atau kurang suka menabung dan menginvestasikan bagian substansial dari pendapatan mereka dalam perekonomian lokal (Todaro dan Smith, 2011).

Ketiga, rendahnya pendapatan dan rendahnya standar hidup orang-orang miskin yang berakibat pada buruknya kesehatan, nutrisi, dan pendidikan dapat menurunkan produktifitas ekonomi mereka, sehingga secara langsung dan tidak langsung menimbulkan perekonomian yang tumbuh lambat. Oleh karena itu, strategi untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup orang-orang miskin tidak hanya akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan materi mereka tetapi juga terhadap produktivitas dan pendapatan perekonomian secara keseluruhan (Todaro dan Smith, 2011).

Keempat, meningkatkan tingkat pendapatan orang-orang miskin akan merangsang peningkatan permintaan akan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan pakaian secara menyeluruh, sedangkan orang-orang kaya cenderung mengeluarkan bagian lebih banyak dari pendapatan tambahan mereka untuk membeli barang-barang mewah impor (Todaro dan Smith, 2011).

Meningkatkan permintaan terhadap barang lokal akan memperbesar rangsangan produksi, kesempatan kerja, dan investasi lokal. Dengan demikian, permintaan seperti itu akan menciptakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pertumbuhan itu.

(17)

Permasalahan yang membelit di pemerintahan pusat (masalah Negara) ini mengenai masih tingginya angka kemiskinan tidak jauh dengan Pemerintah Daerah khususnya di Pemerintahan Jawa Tengah, permasalahan di Jawa Tengah tidak jauh berbeda sebab, permasalahan yang membelit daerahnya tersebut bisa dikatakan terparah dibanding provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa lainnya. Berikut tabel data presentase penduduk miskin provinsi-provinsi yang ada di pulau jawa dengan perbandingan presentase penduduk miskin Nasional dari tahun 2013-2014

Tabel 1.1

Kemiskinan Nasional dan Provinsi se-Jawa Tahun 2013 – 2014

No. Provinsi/Nasional 2013 2014

(ribu jiwa) (%) (ribu jiwa) (%)

1. DKI Jakarta 375,70 3,72 412,79 4,09

2. Banten 682,71 5,89 649,96 5,51

3. Jawa Barat 4.382,65 9,61 4.238,96 9,18 4. Jawa timur 4.865,82 12,73 4.74842 12,28

5. Jawa Tengah 4.704,87 14,44 4.561,83 13,58

6. D I Yogyakarta 535,19 15,03 532,58 14,55

Nasional 28.553,97 11,47 27.727,78 10,98

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) di setiap Provinsi di Pulau Jawa

Pada Tabel 1.1 menunjukan bahwa Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2013 hingga 2014 jumlah penduduk miskin yang paling sedikit yaitu tahun 2013 sebesar 3,72% dari total penduduk miskin yang ada di Provinsi DKI Jakarta, dan di tahun 2014 terjadi peningkatan presentase kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta menjadi sebesar 4,09%.

(18)

posisi teratas atau paling sedikit mengoleksi angka kemiskinan ketimbang Provinsi yang ada di Pulau Jawa lainnya, bahkan jauh angkanya dari kemiskinan Nasional artinya, pembangunan yang dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta bisa dikatakan berhasil karena menyentuh angka kemiskinan dibawah 10%.

Lain halnya dengan Provinsi Jawa Tengah, angka kemiskinan Jawa Tengah masih jauh dari harapan, dengan kata lain angka kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah masih diatas angka 10% terpaut jauh sekali dengan tingkat kemiskinan DKI Jakarta. Meskipun ada DI Yogyakarta dibawahnya, namun tetap Provinsi Jawa Tengah dalam konteks kemiskinan masih jauh dari harapan.

Dapat dilihat di tabel tersebut bahwa kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 14,44% dari jumlah penduduk miskin. Angka tersebut masih jauh dari angka Nasional 2013 sebesar 11,47%. Sama halnya ditahun berikutnya kemiskinan Jawa Tengah masih tinggi ketimbang kemiskinan Nasional apalagi jika dibandingkan dengan Provinsi DKI Jakarta, hal tersebut dapat disebabkan karena tidak meratanya pembangunan daerah yang menyebabkan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih diatas angka 10%. Pembangunan daerah dikatakan berhasil jika dapat menurunkan kemiskinan dibawah 10%. Untuk mengetahui presentase kemiskinan Jawa Tengah lebih lanjut, berikut presentase kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2012 hingga 2014 :

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 2012 – 2014

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin dalam (ribu

orang)

Presentase Penduduk Miskin (%)

(19)

2013 4.811.30 14.44%

2014 4.561.82 13.58%

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Pada Tabel 1.2 menunjukan bahwa Presentase Penduduk Miskin yang ada di Jawa Tengah mengalami fluktuasi yang terjadi pada tahun 2012 hingga tahun 2014, dimana pada bulan Maret 2012 hingga September 2012 terjadi penurunan cukup besar, presentase penduduk miskin sebesar 0,36%. Penurunan presentase penduduk miskin terus berlangsung hingga bulan September 2013 yang presentase penduduk miskin mencapai 14.44%, namun jumlah tersebut masih terlalu tinggi, sebab pembangunan yang berkelanjutan akan berhasil jika dapat menekan laju penduduk miskin dibawah 10% dan hal tersebut masih jauh pada Provinsi Jawa Tengah. Penurunan presentase penduduk miskin tersebut tidak berlanjut pada bulan Maret 2014 yang malah terjadi peningkatan menjadi 14.46%. kemudian terjadi penurunan presentase penduduk miskin sebesar 13.58%.

Walaupun Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan jumlah presentase penduduk miskin dari Maret 2012 hingga September 2014, tetapi tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi yaitu diatas 10%. Belum meratanya pembangunan menjadi salah satu penyebabnya. Padahal dampak dari kemiskinan sangatlah buruk bagi perekonomian.

(20)

mengurangi kemiskinan. Upah minimum diarahkan pada pencapaian kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu kebijakan upah minimum adalah salah satu strategi pemerintah menanggulangi kemiskinan, dengan menghitung kebutuhan dasar dan sebagai jaring pengaman sosial dengan menghitung kebutuhan pendidikan serta transportasi.

Tabel 1.3

Rata-rata Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2014 (Rupiah)

Tahun KHL UMK

2013 940.375 914.275

2014 1.077793 1.066.603

Sumber : BPS Prov.Jawa Tengah

Tingkat upah minimum dan kebutuhan hidup layak meningkat tiap tahunnya, dapat dilihat pada Tabel 1.3, pada tahun 2103 tingkat upah minimum sebesar Rp. 914.275, dan menjadi Rp. 1.066.603 pada tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil keputusan yang tepat untuk mengurangi pengangguran yang memicu pada menurunnya angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah.

(21)

Banyak perusahaan yang bekerja secara tradisional, tidak memanfaatkan kehadiran teknologi dalam proses produksi sehingga biaya yang dipakai untuk menghasilkan satu barang menjadi tinggi. Akibatnya daya saing menjadi rendah dan salah satu cara untuk menekan biaya yang tinggi ini adalah dengan menekan tingkat upah. Pekerja sebagai bumper untuk meningkatkan daya saing.

Kedua, menyangkut pada ketamakan pengusaha. Mereka ingin cepat tumbuh dan untuk hal tersebut mereka memerlukan laba besar. Mereka menekan tingkat upah sehingga persentase upah di dalam menghasilkan suatu barang tidak berbanding wajar dengan persentase pengeluaran untuk bahan baku, bahan pembantu, administrasi dan manajemen. Persaingan antar sesama perusahaan juga muncul, mereka merasa malu jika perusahaannya lamban tumbuhnya. Mereka berlomba untuk tumbuh dengan mengorbankan kepentingan pekerja. Ketiga, menyangkut pada kealpaan pengusaha. Pengusaha lupa bahwa ada keterkaitan produktivitas dengan kesejahteraan pekerja. Jika kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan maka produktivitas mereka juga dapat dinaikan. Proses produksi bisa berjalan efisien di mana harga satuan barang yang dihasilkan menjadi rendah dan daya saing barang menjadi kuat. Sebenarnya, suasana seperti inilah yang harus diciptakan dalam suatu perusahaan. Namun berdasarkan pengamatan hal ini tidak dilakukan karena adanya persepsi yang salah atas peran pekerja dalam perusahaan.

(22)

karena menyangkut pada cara penarikan pekerja (recruitment) pada perusahaan. Pekerja yang ada bukan pekerja perusahaan secara formal tetapi pekerja yang ditarik/disewa dari agen tenaga kerja. Untuk saat ini, agen agen tenaga kerja tumbuh sangat pesat untuk memenuhi kebutuhan industri/perusahaan yang memerlukan tenaga kerja. Pekerja dianggap seperti komoditi yang dapat diperjual belikan dan berakibat pada posisi pekerja tetap lemah. Tidak ada peningkatan keahlian karena tidak ada yang bertanggung jawab untuk itu. Ini merupakan kelemahan dari sistem penarikan tenaga kerja yang berjalan saat ini. Kelima, menyangkut pada sistem pengupahan yang tidak tepat. Sistem pengupahan yang mempergunakan upah minimum provinsi adalah tidak tepat. Sistem pengupahan seperti ini akan menciptakan kemiskinan pekerja secara terus menerus dan menjadikan pekerja sebagai kelompok masyarakat marjinal. Sistem ini tidak dinamis dan perlu dipikirkan untuk dirubah. Yang penting adalah tiap perusahaan menyusun standar kerja dan standar upah yang dipakai pada setiap perusahaan. Setiap pekerja harus dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Upah dibayar sesuai dengan standar ini. Selanjutnya, siapa pekerja yang memiliki keahlian yang lebih baik akan mendapatkan upah yang lebih besar. Cara ini akan mendorong pekerja untuk membenahi dirinya dengan keahlian yang diperlukan perusahaan. Dengan cara ini suasana kerja menjadi dinamis, produktivitas dapat ditingkatkan dan daya saing menjadi lebih kuat. Cara ini akan menciptakan kerjasama yang baik antara pekerja dengan perusahaan. Kepentingan kedua belah pihak menjadi terlindungi. (Sumarlin, 2010).

(23)

pengangguran akan menaikkan tingkat kemiskinan karena pengangguran merupakan seseorang yang tidak memiliki pendapatan sehingga seseorang tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhannya.

Tabel 1.4

TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) dan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ) Jawa Tengah

Tahun 2012-2014

Tahun TPT (%) TPAK(%)

2012 5.61 71.26

2013 6.01 70.43

2014 5.68 69.68

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

Dari Tabel 1.4 diatas dapat diketahui bahwa TPT (tingkat Pengangguran Terbuka) dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami fluktuatif dimana pada tahun 2012 TPT Jawa Tengah sebesar 5.61% kemudian meningkat ditahun berikutnya menjadi 6.01% tahun 2013. Peningkatan tingkat pengangguran terbuka tersebut terhenti di tahun 2014 dan turun menjadi 5.68%. Penurunan tersebut menunjukkan indikasi pengangguran semakin kecil atau semaikin baik.

(24)

ditahun berikutnya menjadi 69.68%. Hal ini menunjukkan semakin turunnya masyarakat yang tergolong didalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi.

Tidak hanya Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Pengangguran yang menjadi acuan dalam melihat perkembangan pembangunan ekonomi yang menjadi tulang punggung dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun variabel pendidikan juga sangat penting dalam upaya peningkatan pembangunan. Pendidikan memainkan peran penting untuk meningkatkan kemampuan suatu Negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, karena pendidikan dipandang sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital sebagai input bagi fungsi produksi agregat (Todaro dan Smith, 2011). Pendidikan dapat menambah nilai produksi dalam perekonomian dan juga bagi pendapatan orang-orang yang berpendidikan. Akan tetapi, dengan tingkat pendapatan yang sama pun seseorang dapat memperoleh manfaat pendidikan karena dengan bisa membaca, berkomunikasi, berpendapat, dan dalam menetapkan pilihan dengan pengetahuan yang lebih baik, dapat lebih diperhitungkan oleh orang lain, dan sebagainya (Amartya Sen, 1999) dalam (Todaro dan Smith, 2011)

(25)

Tabel 1.5

Data pendidikan yang diplot Angka Melek Huruf di Jawa Tengah Tahun 2012-2014 :

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

Dari Tabel 1.5 dapat diketahui bahwa indikator pendidikan yang diplot dengan angka melek huruf mengalami peningkatan tiap tahunnya walapun peningkatan tersebut tidak tinggi, dapat dikatakan Pemerintah Daerah Jawa Tengah cukup berhasil dalam menggalakkan program pendidikan wajib 9 tahun meskipun tampaknya terdapat tanda tanya besar mengenai penyerapan peserta didik melalui program pemerintah.

Adanya pertanyaan ini Pemerintah Daerah perlu melakukan kajian khusus mengenai kualitas dan besarnya daya serap pendidikan sebagai bentuk upaya mencerminkan besarnya penduduk buta huruf dan aksara di Jawa Tengah. Secara garis besar, pemerintah menggalakkan program pendidikan wajib 9 tahun guna memberantas penduduk buta huruf dan aksara di Jawa Tengah.

Berangkat dari hal diatas, penelitian ini berusaha mengidentifikasi variabel-variabel yang dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah. Variabel-variabel tersebut yaitu upah minimum kabupaten/kota, tingkat pendidikan dan pengangguran, yang sekiranya dapat membantu menurunkan dan memecahkan masalah kemiskinan. Oleh karena itu penulis mengambil judul “ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMAL, PENGANGGURAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014”.

Tahun Angka Melek Huruf %

2012 90.45 %

2013 91.7 %

(26)

B. Batasan Masalah

Dalam batasan masalah ini, penulis ingin membatasi pembahasan masalah mengingat ruang lingkup mengenai kemiskinan yang sangat luas. Batasan masalahnya adalah seberapa besar pengaruh upah minimum kabupaten/kota, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan yang ada di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sampai 2014. Dengan faktor- faktor yang mempengaruhi dibatasi dengan upah minimum kabupaten/kota, tingkat pendidikan yang dibatasi dengan angka melek huruf dan pengangguran dibatasi tingkat pengangguran terbuka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

2. Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

3. Bagaimana pengaruh Angka Melek Huruf terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014 ?

D. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

(27)

2. Untuk mengetahui pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014.

3. Untuk mengetahui pengaruh Angka Melek Huruf terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai tahun 2014.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Menambah wawasan bagi para pembaca mengenai Ilmu Ekonomi khususnya Ekonomi Pembangunan yang berkaitan dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota, Pendidikan, Pengangguran dan Kemiskinan.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Adapun berbagai pendapat yang mengemukakan tentang kemiskinan.

Kemiskinan sebagai “Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to see a doctor. Poverty is not being able go to school nd not knowing how to read.

Poverty is not having a job, is fear of the future, living one day at the time. Poverty is losing

child to illness brought about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of

representation and freedom”. Kemiskinan berkenaan dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit

dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai tidak memliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses untuk sumber air bersih. Kemiskinan adalah ketidak berdayaan, kurangnya representasi dalam kebebasan. Lebih sederhana, kemiskinan dapat diartikan kekurangan, yang sering diukur dengan tingkat kesejahteraan (Bank Dunia, 2000) dalam (Istifaiyah, 2015).

(29)

Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya.

Secara sosial psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur social yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan penningkatan produktivitas (Wijayanto, 2010).

Masalah kemiskinan memang tidak akan jauh dari Negara Indonesia sebab di Negara berkembang ini kemiskinan masih merajalela, maka perlu adanya pengetahuan untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan kemiskinan. Berikut faktor-faktor penyebab kemiskinan di Indonesia :

a. Negara Indonesia memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, itu sebabnya sumber daya manusia kita kalah bersaing dengan sumber daya manusia dari luar, akibatnya banyak substansi-substansi memilih melakukan impor tenaga kerja daripada memakai tenaga kerja sendiri dengan kualitas yang rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan.

b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang kita miliki juga, dapat disebabkan oleh kurang tepatnya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengentas angka kemiskinan.

(30)

Menurut (Todaro dan Smith, 2011) Kemiskinan yang terjadi di Negara-negara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut :

a. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.

b. Pendapatan perkapita negara-negara dunia ketiga juga masih rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada yang mengalami stagnasi.

c. Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak merata.

d. Mayoritas penduduk di negara-negara dunia ketiga harus hidup dibawah tekanan kemiskinan absolute.

e. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara dunia ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju.

f. Fasilitas pendidikan dikebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulum relative masih kurang relevan maupun kurang memadai.

Oleh sebab itu, upaya pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah membenahi suatu kebijakan-kebijakan yang bersangkutan dengan kemiskinan misalnya, melakukan perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan mutu pendidikan, pemberantasan buta huruf, serta pemerintah harus berupaya agar dapat meningkatkan keterampilan masyarakat. Dengan upaya tersebut, maka akan menciptakan produktivitas yang tinggi yang kemudian disusul dengan pendapatan yang tinggi sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya.

(31)

sumber-sumber daya yang cenderung saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin akan terus menerus dalam suasana kemiskinan. Dengan kata lain, lingkaran setan merupakan analogi yang mengumpamakan bahwa kemiskinan itu ibarat sebuah lingkaran yang tidak memiliki pangkal ujung, sehingga akan terus berputar pada lingkaran yang sama. Berikut ilustrasi lingkaran kemiskinannya :

Gambar 2.1 Ilustrasi Lingkaran setan kemiskinan

Sumber : Anonymous, 2010

Menurut gambar di atas, apabila ditinjau lebih jauh lagi tentang kemiskinan, setidaknya akan didapati beberapa akar masalah yang harus segera dituntaskan agar dapat mengatasi semua permasalahan dari segala akar kemiskinan tersebut. Akar masalah kemiskinan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

(32)

Pertama, karena miskin, seseorang pasti memiliki pendapatan yang kecil. Karena pendapatannya kecil, daya beli informasi dan pengetahuannya rendah. Daya beli pengetahuan dan informasi yang rendah ini, akan menyebabkan si miskin tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan yang kurang, akan menyebabkan produktivitas seseorang menjadi kecil. Karena produktivitasnya yang kecil, akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

Kedua, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki tabungan yang kecil. Karena memiliki tabungan yang kecil, akan membuat kepemilikan modal seseorang menjadi rendah yang akan mengakibatkan produksinya rendah serta pendapatannya kecil. Karena pendapatannya kecil, akan mennyebabkan jatuh miskin lagi.

Ketiga, karena miskin, seseorang pasti hanya akan memiliki kemampuan konsumsi yang rendah. Kemampuan konsumsi yang rendah akan membuat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang, dan pangannya secara layak. Hal ini juga akan berdampak pada buruknya status gizi seseorang. Seseorang dengan status gizi yang buruk hanya akan memiliki produktivitas kerja yang buruk akan menyebabkan produksinya menjadi rendah, sehingga akan menyebabkan jatuh miskin lagi.

(33)

kurang memadai. Makna dari lingkaran setan kemiskinan tersebut adalah keharusan semua pihak terutama pemerintah untuk memiliki keinginan yang kuat untuk memutus alur tersebut. Lingkaran itu tidak akan pernah terpotong apabila tidak ada satu bagian saja yang dihilangkan (Wiguna, 2013).

Ukuran menurut (Suparmono, 2004) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian :

a. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.

Kesulitan utama dalam konsep absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian untuk hidup layak, seseorang membutuhkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.

Kemiskinan absolut (absolute proverty) adalah situasi ketidakmampuan atau kemampuan yang sangat minim dalam memenuhi kebutuhan pokok subsistem berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan dasar. Kemiskinan absolut dapat dilihat dalam presentase jumlah penduduk.

Kemiskinan absolut adakalanya diukur berdasarkan jumlah, atau “hitungan per

kepala” (Headcount) dari orang-orang yang pendapatannya berada dibawah garis

(34)

atau konstan secara riil sehingga kita dapat memetakan kemajuan yang diperoleh pada tingkat absolut dari waktu ke waktu. Gagasannya adalah untuk menetapkan tingkat ini pada standar tertentu, dimana jika seseorang berada di bawah standar ini maka kita dapat menyatakan bahwa orang itu hidup dalam keadaan yang sangat sengsara (Todaro dan Smith, 2011).

Cara agar lebih mudah menentukan atau suatu rumah tangga termasuk golongan miskin atau tidak, diperlukan suatu patokan yang disepakati atau ditetapkan. Berdasarkan patokan inilah dipetakan posisi setiap individu atau rumah tangga, apakah berada di atas, di bawah, serta seberapa jauh posisinya di atas atau di bawah patokan. Patokan inilah yang disebut dengan garis kemiskinan. (Maipita, 2004) dalam (Istifaiyah, 2015).

b. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, kemiskinan dapat dilihat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.

(35)

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.

Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.

B. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan UMK dan Kemiskinan

Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang pentin dalam masalah

ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan

upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan

keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk (a) menjamin

penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, (b) meningkatkan

produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara

produksi yang lebih efisien (Sumarsono, 2003).

Menurut David Ricardo mengenai Upah. Jumlah penduduk ditentukan oleh tingkat

(36)

meningkat, karena setiap orang merasa mampu hidup sejahtera sehingga menambah jumlah

anak dalam keluarga atau meningkatnya jumlah tenaga kerja. Namun hal ini akan mendorong

tingkat upah menurun karena terlalu banyak penawaran dibandingkan permintaan tenaga

kerja. Apabila tingkat upah dibawah rata-rata maka jumlah penduduk akan menurun, karena

mengingat ketidakmampuan masyarakat dalam menanggung beban hidup dengan keluarga

yang banyak. Penurunan jumlah penduduk selanjutnya akan meningkatkan tingkat upah

masyarakat dan akan berputar seperti ini seterusnya.

Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat pendudukberpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Khabhibi, 2010:49).

Peran pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat diperlukan dalam menyikapi dampak penetapan upah minimum. Tidak bisa hanya pengusaha saja yang harus menanggung dampak penetapan upah minimum ini. Dengan pengertian dan pemahaman serta kerjasama dari semua pihak yang terkait dengan hubungan industrial ini maka dapat dicapai tujuanm bersama yaitu pekerja/buruh sejahtera, perusahaan berkembang dan lestari serta pemerintah dapat menjaga perkembangan dan peningkatan perekonomian dengan baik (Danny, 2015).

2. Hubungan Pengangguran dan Kemiskinan

(37)

tidak digolongkan dalam angkatan kerja adalah mereka yang yang masih menimba ilmu di sekolahan.

Dalam argumentasi Rostow, Negara-negara mau dinyatakan telah melewati semua

tahap “lepas landas ke pertumbuhan yang berkelanjutan dengan sendirinya,” dan Negara

-negara terbelakang masih berada dalam tahap masyarakat tradisional atau dalam tahap

“prakondisi” hanya perlu mengikuti seperangkat aturan pembangunan tertentu untuk lepas

landas menuju masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan itu (Todaro dan Smith, 2011). Berikut lima tahap dalam pembangunan Rostow :

a. Masyarakat Tradisional (Tradicional Society)

Masyarakat masih menggunakan cara produksi yang primitif, berdasarkan pada hal-hal yang berlaku secara turun temurun. Ciri-ciri masyarakat tradisional adalah pertama, fungsi produksi terbatas, cara produksi masih primitif, dan tingkat produktifitas masyarakat rendah. Kedua, struktur sosial bersifat hierarkis, yaitu kedudukan masyarakat tidak berbeda dengan nenek moyang mereka. Ketiga, kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah berada di tangan tuan tanah.

b. Tahap Pra-kondisi Lepas Landas

Suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencpai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Ciri-ciri masyarakat masuk dalam tahap pra-kondisi lepas landas adalah pertama, kemampuan masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan modern dan membuat penemuan-penemuanbaru yang bisa menurunkan biaya produksi. Kedua, ditandai dengan kenaikan tingkat investasi. c. Tahap Lepas Landas

(38)

yang menghalangi pertumbuhan ekonomi, serta tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10%. Kedua, terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau berupa terbukanya pasar baru.

d. Tahap Dorongan Kearah Kedewasaan

Dalam tahap ini dorongan kearah kedewasaan dimulai ketika perkembangan industri terjadi tidak saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksi bukan saja terbatas pada barang dan konsumsi, tetapi juga barang modal. Masyarakat masuk dalam tahap dorongan kearah kedewasaan ditandai dengan, pembangunan oleh investasi yang terus-menerus antara 40% hingga 60%.

e. Tahap Konsumsi Masal Tinggi

Tahapan terakhir dalam pembangunan Rostow. Ciri-ciri masyarakat di tahap konsumsi masal tinggi, sebagian besar masyarakat hidup makmur dan mendapat keberagaman sekaligus. Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.

Efek buruk yang ditimbulkan dari pengangguran tersebut adalah menurunnya pendapatan masyarakat hingga akhirnya masyarakat tidak lagi merasakan kesejahteraan atau kemakmuran. Anggapan bahwa semakin turunnya kesejahteraan masyarakat akibat dari menganggur pastinya akan meningkatkan kesempatan mereka terjebak dalam kemiskinan, karena tidak memiliki pendapatan yang tetap. Begitupun sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi pastinya tidak akan terjebak dalam jurang kemiskinan.

(39)

Dalam teori pembangunan ekonomi menyatakan bahwa pentingnya meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) guna mendorong dalam penelitian serta pengembangannya dalam produktivitas manusia sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.

Menurut (Todaro dan Smith, 2011) pada sisi permintaan ada dua faktor utama yang mempengaruhi tingkat pendidikan yang diinginkan adalah pertama, prospek pelajar yang lebih berpendidikan untuk menghasilkan pendapatan lebih besar melalui pekerjaan sektor modern di masa depan atau manfaat pribadi keluarga dari pendidikan. Kedua, biaya pendidikan, langsung maupun tidak langsung, yang harus ditanggung seorang peserta didik atau keluarganya. Dengan demikian untuk mendapatkan kesempatan kerja berupah tinggi di sektor modern, karena kesempatan untuk memperoleh pekerjaan tersebut sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang.

Pada sisi penawaran, kuantitas pendidikan ditingkat sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi sebagian besar ditentukan oleh proses politik, yang sering kali tidak berkaitan dengan proses ekonomi. Karena besarnya tekanan politik diseluruh Negara berkembang untuk menyediakan jumlah sekolah yang lebih banyak ditingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan mudah kita bisa berasumsi bahwa penawaran publik atas tingkat pendidikan ini ditetapkan oleh pengeluaran pemerintah untuk pendidikan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh tingkat permintaan pribadi agregat terhadap pendidikan (Todaro dan Smith, 2011).

(40)

Angka Melek Huruf (AMH) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas. Batas maksimum untuk angka melek huruf, adalah 100 sedangkan batas minimum adalah 0. Hal ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis, dan nilai nol mencerminkan kondisi sebaliknya. Dalam pertumbuhan dan pembangunan suatu daerah, pendidikan merupakan salah satu poin terpenting yang dapat menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Dalam penelitian ini diduga bahwa pendidikan berpengaruh terhadap kemiskinan.

C. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kemiskinan di berbagai wilayah di Indonesia yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, antara lain :

Tabel 2.1

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan

1. “Van Indra Wiguna” (2013) dengan judul penelitian:

“Analisis Pengaruh PDRB,

Pendidikan dan

Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun

(41)

Lanjutan Tabel 2.1

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan

2. “Rusdiati dan Lesta

Karolina Sebayang” (2013) dengan judul: “Faktor -faktor yang mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di

Provinsi Jawa Tengah”

Pengangguran, PDRB dan IPM (Studi 33 Prov di model yang digunakan Ordinary Least 4. “Lailatul Istifaiyah”(2015)

dengan judul “Analisis

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum dan Pengangguran Terhadap

Tingkat Kemiskinan” (Studi

Gerbangkertasusila tahun 2009-2013)

Alat analisis yang digunakan data panel yang mencakup tujuh

No Penulis, Tahun dan Judul Metode Penelitian Kesimpulan

(42)

dengan judul : “Analisis

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa kemiskinan dipengaruhi oleh tiga variabel pembangunan ekonomi, antara lain : Upah Minimum Kabupaten/Kota untuk menggambarkan kesejahteraan para pekerja sebagai cerminan pendapatan yang diterima di Jawa Tengah. Tingkat pengangguran untuk menggambarkan kemampuan suatu struktur perekonomian dalam menyediakan lapangan kerja yang berpengaruh terhadap distribusi pendapatan serta pemerataan kesejahteraan masyarakat. Dan Pendidikan yang menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang dapat mempengaruhi produktifitas dan pendapatan masyarakat.

Tiga variabel diantaranya merupakan variabel Independen, dan kemiskinan sebagai variabel dependen. Keempat variabel tersebut dari tiga variabel independen dan satu variabel dependen akan diuji untuk mendapatkan tingkat signifikannya. Kemudian hasilnya diharapkan mendapat tingkat signifikan di setiap variabel independen dalam mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya dari tingkat signifikan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran kepada pemerintah dan pihak yang terkait mengenai penyebab kemiskinan di Jawa Tengah untuk selanjutnya melakukan suatu kebijakan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

(43)

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

(-) (+)

(-)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara atau pendapat sementara dalam menentukan arah dari sebuah permasalahan penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. Menurut (Supardi,2005) Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu masalah penelitian, yang harus dijawab secara nyata melalui penelitian yaitu mencari bukti-bukti yang mampu membenarkan hipotesis penelitian.memang hipotesis penelitian tidak dengan sendirinya harus terbukti kebenarannya, akan tetapi apapun hasilnya yang lebih penting adalah kemampuan peneliti untuk mencari jawaban dengan data, fakta lapangan yang sebenarnya.

Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga Upah Minimum Kabupaten/Kota berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

UMK = X1

Pendidikan (Angka Melek

Huruf = X3) Pengangguran

(TPT = X2)

Kemiskinan

(44)

2. Diduga Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Variabel penelitian merupakan atribut atau perlengkapan yang digunakan untuk mempermudah suatu penelitian dan sebagai sara untuk pengukuran serta memberikan gambaran mengenai hasil hipotesis penelitian. Variabel Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah menurut Kota/Kabupaten dari tahun 2010 sampai 2014.

2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah upah minimum kabupaten/kota, angka melek huruf dan tingkat pengangguran terbuka yang ada di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 sampai 2014.

B. Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang berpengaruh dengan obyek penelitian. Sumber data sekunder antara lain : Badan Pusat Statistik dan literatur-lieratur lain. Berikut data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

(46)

2. Data presentase laju upah minimum kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

3. Data presentase tingkat pendidikan yang diproksi dengan angka melek huruf di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

4. Data presentase jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah untuk masing-masing kota dan kabupaten tahun 2010 sampai 2014. Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) dalam terbitan BPS Jawa Tengah.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data atau prosedur dalam memperoleh data secara sistematik. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka dan beberapa literatur yang mendukung seperti buku, jurnal, website internet, dll sebagai pengumpulan datanya, sehingga tidak perlu dilakukan teknik sampling atau kuisioner.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tingkat Kemiskinan

Tingkat Kemiskinan adalah presentase penduduk yang di bawah garis kemiskinan di masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 hingga 2014. 2. UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)

(47)

3. Pengangguran

Pengangguran merupakan seseorang yang sudahtermasuk dalam golongan angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperolrh pekerjaan yang diinginkannya. Dalam penelitian ini pengangguran dinyatakan pada pengangguran terbuka, yaitu penduduk atau mereka yang mampu bekerja dan termasuk angkatan kerja namun tidak memiliki pekerjaan yang cocok untuk mereka. Data yang digunakan untuk mengetahui pengangguran adalah data pengangguran terbuka di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah yang diambil dari BPS.

4. Pendidikan

Dalam penelitian ini Pendidikan dinyatakan dalam Angka melek huruf, dimana angka melek huruf adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan penduduk usia 15 tahun ke atas, di masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 hingga 2014.

E. Alat Analisis dan Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis panel data sebagai alat pengolahan data dengan didukung oleh program eviews. Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret waktu (time-series data) yang dilihat dari tahun 2010 sampai tahun 2014 dan deret lintang (cross-section data) yang dilihat dari banyaknya 35 kota/kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

(48)

Adapun kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah sebagai berikut (Gujarari, 2004) :

1. Data panel mampu menyediakan lebih banyak data, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of freedom (df) yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih banyak.

2. Data panel mengurangi kolineritas variabel.

3. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

4. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul karena adanya masalah penghilangan variabel (omnited variable).

5. Data panel lebih mampu mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni maupun cross section murni.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh individu, karena data yang diobservasi lebih banyak.

Dalam metode panel data, persamaan model dengan menggunakan data (cross-section data) dapat ditulis sebagai berikut :

= + + ; i = 1, 2, ..,N … (3.1) Dimana N adalah banyaknya data cross-section data.

Sedangkan persamaan model dengan time-series data dapat ditulis sebagai berikut :

= + + ; t = 1, 2, ..,T … (3.2) Dimana T adalah banyaknya data time-series data.

(49)

Y = + + + + u … (3.3) keterangannya :

Y = variabel dependen, yaitu kemiskinan

β0, β1, β2, β3 = koefisien

X1 = variable upah minimum kabupaten/kota X2 = variabel pengangguran

X3 = variabel pendidikan i = kabupaten/kota

t = tahun

u = error term

Dalam analisis model panel data, terdapat tiga macam keuntungan dalam menggunakan analisis model panel data, berikut keuntungannya :

1) Panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi perubahan dinamis dibanding data cross-section.

2) Panel data lebih baik dalam mendeteksi data agar lebih informatif serta mengukur efek yang keduanya tidak dapat diukur oleh cross-section dan time series.

3) Dengan panel data, peneliti diberikan pengamatan yang besar untuk meningkatkan derajat kebebasan (degrees of freedom) yang dapat mengurangi kolinearitas antar variabel.

F. Uji Kualitas Data

1. Uji Multikolinearitas

(50)

apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas dalam persamaan.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai R2, F hitung serta t hitung. Adapun indikasi-indikasi terjadinya mulitikolinieritas menurut (Gujarati, 2012) adalah sebagai berikut:

a. Jika ditemukan yang tinggi dan nilai F statistic yang signifikan tetapi sebagian besar nilai t statistic tidak signifikan.

b. Korelasi sederhana yang relatif tinggi (0.8 atau lebih) antara satu atau lebih pasang variabel bebas. Jika koefisien korelasi kurang dari 0.8 berarti tidak terjadi multikolinearitas.

c. Regresi bantuan (Auxilary Regression) dengan cara meregresi masing-masing variabel bebas pada variabel bebas lainnya. Apabila nya tinggi maka ada indikasi ketergantungan linier yang hampir pasti diantara variabel-variabel bebas. 2. Uji Heteroskedastistas

(51)

probability dari Obs*Rsquared. Dengan uji White, dibandingkan Obs*R-squared

dengan χ (Chi-Squared) tabel. Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari pada χ tabel

maka tidak ada heteroskedastisitas pada model.

G. Estimasi Model Regresi Panel

Dalam metode analisis model panel data terdapat tiga macam pendekatan yang terdiri dari Common Effects Model, Fixed Effects Model, dan Random Effects Model, ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan Common Effects Model

Salah satu pendekatan yang menggunakan teknik estimasi yang paling sederhana. Pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa dimensi individu dan waktu dianggap sama (konstan). Adapun persamaan panel data dalam pendekatan Common Effects Model , sebagai berikut :

= + + … (3.4)

2. Pendekatan Fixed Effects Model

Model ini mengasumsikan bahwa dimensi individu berbeda, artinya dalam dimensi individu terdapat perbedaan. Pengertian Fixed Effects Model didasarkan adanya perbedaan intersep antar individu namun dalam dimensi waktu sama tidak ada perubahan. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memasukkan variable dummy untuk melihat perbedaan yang terjadi. Teknik tersebut sering dinamakan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Berikut persamaan modelnya :

= + + + … (3.5)

3. Pendekatan Random Effects Model

(52)

dinamakan ECM (Error Compoen Model). Dengan demikian penurunan persamaan modelnya sebagai berikut :

= + + … (3.6)

Dimana : = + ; E ( ) = 0 ; E( ) = + ;

E( ) = 0; I j; E ( = 0;

E( ) = E( ) = E( )

Meskipun komponen error bersifat homoskedastik, nyatanya terdapat

korelasi antara dan (equicorrelation), yaitu :

Corr( ( ) =

… (3.7)

4. Pemilihan Model Estimasi Data Panel

Untuk memilih salah satu model setimasi yang dianggap paling tepat dari ketiga jenis model itu, maka harus melakukan serangkaian uji, sebagai berikut :

a. Uji Chow

Uji chow merupakan pengujian yang dilakukan oleh peneliti guna menentukan model Fixed Effects Model atau Random Effects yang paling tepat guna mengestimasi data panel. Berikut rumus untuk mengetahuinya :

Chow = ( (

( … (3.8)

Penjelasannya :

(53)

URSS : Unrestriced Residual Sum Square (Sum of Square Residual yang diperoleh dari model FEM).

n : jumlah data cross secion T : jumlah data time series k : jumlah variabel penjelas b. Uji Hausman

Dalam uji ini pengujian statistik dituntut untuk memilih salah satu model yang paling tepat digunakan dalam pengujian antara Fix Effects atau Random Effects. Pengujian ini didasarkan pada nilai Chi Square, sehingga keputusan pemilihan metode data panel dapat ditemukan secara statistik. Berikut estimasi hasil :

1. Apabila hasilnya H0 : maka pengujian dilakukan melalui RE. 2. Apabila hasilnya H1 : maka pengujian dilakukan melalui FE c. Uji LM

Uji LM untuk mengetahui model Random Effect lebih baik daripada metode Common Effect (OLS) dan juga digunakan untuk memastikan model hasil Fixed Effect dan Random Effect yang tidak konsisten pada pengujian sebelumnya. Pada kasus menggunakan uji LM, sebab pada saat dilakukan Uji Housman model yang cocok adalah model Random Effect namun pada Uji Chow yang cocok adalah model Fixed Effect. Sehingga untuk memutuskan model mana yang dipakai maka dilakukan Uji LM ini.

Hipotesis Uji LM 1. H0 : Fixed Effect

(54)

Uji Parameter Model ini menguji signifikasi apakah terdapat kesalahan atau sebaliknya dari hipotesis nol dari sampel.

a. Uji Koefisien Determinasi

Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodness of fit)

digunakan koefisien determinasi ( ). Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangandari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X.

Koefisien determinasi ( ) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dependen. Nilai koefisien determinasi adalah 0 dan 1. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).

b. Uji F-Statistik

Uji F-Statistik dilakukan guna melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut langkah-langkah untuk mengetahui dalam uji ini :

1. Perumusan Hipotesa

(55)

Pengambilan keputusan diambil dengan cara membandingkan probabilitas pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam hal ini nilai yang digunakan adalah 0,05.

1) Jika nilainya lebih dari 0,05 artinya variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

2) Jika nilainya kurang dari 0,05 artinya variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

c. Uji Parsial (T-Statistik)

Uji T merupakan pengujian statistik yang ditujukan kepada para individu variabel independen untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh terhadap tingkat signifikan pada variabel dependen.

Dalam pengujian tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. H0 : = = 0 artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen.

2. H1 : 0 artinya terdapat pengaruh secara individu dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Dalam pengambilan keputusan, penulis menggunakan = 0,05

1) > 0,05, artinya variabel independen secara partial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

(56)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah

A. Kondisi Geografis Provinsi Jawa Tengah

Berikut ini merupakan peta Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 Kabupaten/Kota :

GAMBAR 4.1

Peta Provinsi Jawa Tengah

(57)

Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Kondisi topografi wilayah Jawa Tengah beraneka ragam, meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa dibagian tengah, dataran rendah yang hampir tersebar diseluruh Jawa Tengah dan pantai yaitu pantai Utara dan Selatan.

Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04% dari luas Pulau Jawa dan 1,70% dari luas Indonesia. Luas wilayah tersebut terdiri dari 991 ribu hektar (30,45%) lahan sawah dan 2,26 juta hektar (69,55 %) bukan lahan sawah.

Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif terbagi 35 kabupaten/kota (29 kabupaten dan 6 kota) dengan 573 kecamatan yang meliputi 7.809 desa dan 669 kelurahan. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah berbatasan oleh :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Jawa Timur

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Jawa Barat

(58)

Tabel 4.1

Karakteristik Wilayah Provinsi Jawa Tengah, 2011-2014

Wilayah

Sumber : Biro Pemerintahan Setda Provinsi Jawa Tengah

B. Kondisi Kemiskinan

Dalam arti proper, kemiskinan dapat dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut (Chambers dalam Chriswardani Suryawati, 2005) Dalam arti luas kemiskinan merupakan suatu intergrated concept yang memiliki lima dimesi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan dalam menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Masalah kemiskinan bagi provinsi Jawa Tengah merupakan isu strategis dan mendapatkan prioritas utama untuk ditangani. Terbatasnya modal yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang mengakibatkan rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, serta rendahnya pendapatan yang mengakibatkan lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin.

(59)

kinerja program penanggulangan kemiskinan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota serta belum tepatnya sasaran penerima manfaat tersebut.

TABEL 4.2

Jumlah Penduduk Miskin dan Presentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa )

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

Pada TABEL 4.2 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin pada tahun 2010-2014 mengalami pasang surutnya jumlah penduduk miskin, dapat dilihat pada tabel diatas peningkatan jumlah penduduk miskin terdapat pada tahun 2011 dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 5.217.178 (ribu jiwa)/ 16.11% yang kemudian meningkat di tahun selanjutnya 2011 menjadi 5.255.962 (ribu jiwa)/ 16.21%. Peningkatan tersebut terhenti pada tahun selanjutnya 2012 hingga 2014, pada tahun tersebut jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2012 sebesar 4.863.500 (ribu jiwa)/ 14.98%, pada tahun 2013 sebesar 4.811.300 (ribu jiwa)/ 14.44%, pada tahun 2014 sebesar 4.561.830 (ribu jiwa)/ 13.58%.

GRAFIK 4.1

Garis Kemiskinan Maret 2010 – September 2014

Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah

0

Garis Kemiskinan (GK) Provinsi Jawa Tengah

Gambar

Tabel 1.1 Kemiskinan Nasional dan Provinsi se-Jawa
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur, lingkup penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum regional dan tingkat pengangguran

Metode analisis yang digunakan secara umum untuk menganalisis tentang pengaruh Angka Harapan Lama Sekolah, Upah Minimum Provinsi, Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan di

Dari Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa pada taraf 95%, variabel Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Tingkat Pengangguran terbuka, dan Pendapatan Domestik Regional

Dari Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa pada taraf 95%, variabel Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Tingkat Pengangguran terbuka, dan Pendapatan Domestik Regional

Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari laju pertumbuhan PDRB, angka melek huruf dan tingkat pengangguran

Adanya hubungan yang positif antara jumlah pengangguran terbuka dan upah minimum provinsi secara bersama-sama mempengaruhi tingkat kemiskinan atau jumlah penduduk

Terdapat pengaruh PDRB, Upah minimum dan Inflasi secara bersama-sama terhadap tingkat Pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah sebesar 90.9% dan sisanya

Tabel 4 : Hasil Olahdata Sumber: Output Eviews9, 2021 Berdasarkan dari hasil regresi Random Effect Model diatas dapat disimpulkan hasil pengaruh variabel PDRB, tingkat pengangguran