• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINANTS THAT AFFECT LABOR ABSORPTION IN SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

GALUH AJENG HANJAYA 20120430201

FAKULTAS EKONOMI

(2)

DETERMINANTS THAT AFFECT LABOR ABSORPTION IN SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

GALUH AJENG HANJAYA 20120430201

FAKULTAS EKONOMI

(3)

Dengan ini saya,

Nama : Galuh Ajeng Hanjaya Nomor Mahasiswa : 20120430201

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul : “DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 12 April 2016

(4)

diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

(QS. Al Mujadalah : 11)

“Ilmu itu lebih baik dari pada harta,

Ilmu itu menjagamu sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu itu hakim sedangkan harta dikenai hukum. Harta bisa berkurang karena penggunaan,

sedangkan ilmu akan bertambah bila digunakan”.

(5)
(6)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Penyerapan Tenaga Kerja ... 10

2. Upah ... 21

3. Investasi ... 25

4. PDRB ... 31

B. Penelitian Terdahulu ... 39

C. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 44

D. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Metode Penelitian ... 46

1. Jenis Penelitian ... 46

(7)

C. Definisi Operasional Penelitian ... 56

B. Perkembangan Variabel Penelitian ... 72

1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di DIY ... 72

2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di DIY ... 77

1. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 96

(8)

1. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto

Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 101

2. Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 102

3. Pengaruh Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 103

B. Saran ... 105

C. Keterbatasan Penelitian ... 106 DAFTAR PUSTAKA

(9)

Usaha di D.I. Yogyakarta ... 5

1.3. Pencari Kerja dan Penempatannya di D.I. Yogyakarta ... 6

2.1. Contoh Perhitungan PDRB menurut 17 Sektor Lapangan Usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 36

2.2. Contoh Perhitungan Pendekatan Pengeluaran ... 37

2.3. Contoh Pendekatan Pendapatan ... 38

2.4. Penelitian Terdahulu ... 40

3.1. Tenaga Kerja yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota di DIY ... 56

3.2. PDRB menurut Kabupaten/Kota di DIY ... 58

3.3. UMP di DIY ... 60

3.4. Kumulatif PMDN menurut Kabupaten/Kota di DIY ... 61

4.1. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta 2007-2014 (Jiwa) ... 72

4.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin Tahun 2012-2014 (Persen) ... 73

4.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Tahun 2009-2014 (Juta Rupiah) ... 78

4.4. PDRB menurut Lapangan Usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2014 (Miliar Rupiah) ... 79

4.5. Rencana Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta ... 81

4.6. Kumulatif Penanaman Modal Dalam Negeri menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta 2007-2014 (Juta Rupiah) ... 82

4.7. Kumulatif Penanaman Modal Dalam Negeri Realisasi menurut Sektor di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2014 (Rupiah) ... 83

4.8. Upah Minimum Provinsi (UMP) ... 84

5.1. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park ... 85

5.2. Uji Multikolinearitas ... 86

5.3. Uji Chow ... 87

5.4. Uji Hausman ... 87

5.5. Hasil Estimasi Common Effect, Fixed Effect, Random Effect ... 88

5.6. Model Common Effect ... 90

5.7. Uji Koefisien Determinasi ... 93

5.8. Uji Signifikansi Secara Keseluruhan ... 94

(10)

2.1. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun ... 13

2.2. Isokuan Produksi ... 15

2.3. Kombinasi Tenaga Kerja dan Modal yang Memberikan Biaya Paling Rendah ... 16

2.4. Kurva Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang 20

2.5. Kekakuan Upah Menyebabkan Pengangguran Struktural ... 24

2.6. Fungsi Investasi ... 30

2.7. Fungsi Produksi ... 33

2.8. Fungsi Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja ... 34

2.9. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 45

4.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta ... 69

4.2. Komposisi Penduduk Bekerja di DIY menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 (Persen) ... 75

(11)
(12)

This study aimed to analyze Determinants That Affecting Labor Absorption in the Special Region of Yogyakarta. The data used in the form of a panel composed of the number of workers absorbed which is the dependent variable, while the independent variables used is the Gross Domestic Regional Product (GDRP), wage, and investments which are all taken from five districts in the period 2007 -2014. The analytical method used is quantitative method with panel data regression methods Common Effect on the real level of 1 percent.

The results showed during the years 2007-2014, in general, an increasing number of workers absorbed in Special Region of Yogyakarta. Variable GDRP is significantly positive effect on employment, ceteris paribus. Wage variable is no significant and negative effect on employment, ceteris paribus. Variable investment is significant and negative effect on employment, ceteris paribus. The results of this study are not consistent with the hypothesis. That is because the quality of labor in low Yogyakarta is also an obstacle, it is in the background backs by factors internal and external conditions of labor.

Some suggestions are given, among others is fiscal policy should be directed at improving the quality of education and skills to increase the number of educated workforce. Governments and businesses need more support and enhance the performance of the economy in the services sector, manufacturing, and agriculture. Lastly, investment is expected to be allocated for labor-intensive program.

(13)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Determinan yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data yang digunakan berbentuk panel yang terdiri dari jumlah tenaga kerja bekerja yang merupakan variabel dependent, sedangkan variabel independent yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), upah, dan investasi yang semuanya diambil dari 5 kabupaten pada kurun waktu 2007-2014. Metode analisis yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan regresi panel data dengan metode Common Effect pada taraf nyata 1 persen.

Hasil penelitian menunjukkan selama tahun 2007-2014, secara umum terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Variabel PDRB secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Variabel upah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Variabel investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis. Hal tersebut dikarenakan kualitas tenaga kerja di Yogyakarta yang rendah juga menjadi kendala, hal ini di latar belakangi oleh faktor kondisi internal dan eksternal tenaga kerja.

Beberapa saran yang dapat diberikan antara lain adalah kebijakan fiskal harus lebih diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan jumlah angkatan kerja terdidik. Pemerintah dan para pelaku usaha harus lebih mendukung dan meningkatkan kinerja perekonomiannya di sektor jasa-jasa, industri pengolahan, dan pertanian. Terakhir, investasi diharapkan lebih banyak dialokasikan untuk program padat karya.

(14)

1 A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu negara selalu diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai sebuah negara dimana pembangunan nasionalnya pada hakikatnya memiliki salah satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum (Tindaon, 2010).

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyebutkan bahwa negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sulistiawati, 2013: 195).

(15)

dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Penduduk erat kaitannya dengan tenaga kerja, yang mana jika ingin meningkatkan kesejahteraan penduduk, maka penduduk yang berada pada usia angkatan kerja harus terserap dengan optimal (Tindaon, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roni Akmal (2010) penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah produk domestik regional bruto (PDRB), tingkat investasi, dan UMP. Variabel PDRB, investasi dan UMP secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan PDRB, investasi, dan UMP akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus.

Adanya kesempatan kerja yang tinggi akan menyerap tenaga kerja secara optimal maka kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat akan semakin baik. Pendapatan yang diperoleh masyarakat, dalam bentuk upah yang diberikan di lapangan pekerjaan akan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sehingga tujuan dari pembangunan yaitu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dapat tercapai (Alexandi dan Marshafeni, 2013).

(16)

meningkatnya masalah utang luar negeri dan kebijakan lainnya, yang pada gilirannya telah mengakibatkan kemerosotan pertumbuhan industri, tingkat upah, dan akhirnya penyedian lapangan kerja (Sulistiawati, 2012: 196; Todaro, 2000: 307).

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menghadapi masalah penyediaan kesempatan kerja bagi penduduknya, tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting karena peranannya dalam proses produksi dan kesejahteraan masyarakat. Berikut perkembangan keadaan ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 (BPS DIY, 2014).

Tabel 1.1.

Keadaan Ketenagakerjaan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2014 (Jiwa)

Kegiatan Tahun

2011 2012 2013 2014

Penduduk Berumur >15

Tahun 2.747.466 2.780.459 2.813.088 2.847.754

Angkatan Kerja 1.933.917 1.988.539 1.949.243 2.023.461 Bekerja 1.850.436 1.911.720 1.886.071 1.956.043 Pengangguran 83.481 76.819 63.172 67.418 Bukan Angkatan Kerja 813.549 791.920 863.845 824.293 Sekolah 269.226 280.427 201.760 270.545 Mengurus Rumah Tangga 433.602 404.800 479.109 439.522 Lainnya 110.721 106.693 182.976 114.226 Sumber :BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

(17)

dalam angka meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 63.172 menjadi 67.418, hal itu wajar dikarenakan jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Walaupun demikian, jika dirata-rata dari tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2014 menunjukkan grafik yang menurun yang terlihat pada gambar 1 dibawah ini, yang artinya angkatan kerja banyak yang terserap (BPS DIY, 2014).

Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

Gambar 1.1.

Angkatan Kerja, Bekerja, dan Pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011-2014

Dari gambar 1.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung bertambah dari tahun ke tahun, walaupun pada tahun 2013 terlihat menurun tetapi mengalami peningkatan kembali pada tahun 2014. Grafik pengangguran pada gambar diatas juga mengalami penurun

500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000

2011 2012 2013 2014

(18)

dari tahun ke tahun yang artinya angkatan kerja banyak yang terserap (BPS DIY, 2014).

Perkembangan penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja diberbagai lapangan usaha. Berikut tabel jumlah penduduk bekerja menurut lapangan usaha pada tahun 2011 hingga tahun 2014 (BPS DIY, 2014):

Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta (2011-2014)

Dari tabel diatas terlihat bahwa sektor pertanian merupakan lapangan usaha yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Dalam periode tahun tersebut rata-rata pekerja yang terserap di sektor ini sebesar 490 ribu jiwa. Sektor penyerap tenaga kerja tebesar kedua adalah sektor Perdagangan Besar, Eceran, dan Rumah Makan yang menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar 484 ribu jiwa. Rata-rata penyerapan tenaga kerja

Tabel 1.2.

Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta (Ribu Jiwa)

Lapangan Usaha

Tahun

2011 2012 2013 2014 Rata-rata

1.Pertanian 431 502 531 496 490

2.Pertambangan, Listrik, Gas, dan Air 16 16 14 16 16

3.Industri Pengolahan 266 282 251 273 268

4.Bangunan 133 132 104 146 129

5.Perdagangan Besar, Eceran, dan

Rumah Makan 480 464 487 505 484

6.Angkutan, Pergudangan, Komunikasi 68 61 65 68 66

7.Keuangan 50 57 54 73 58

8.Jasa-jasa 352 350 375 374 363

(19)

terendah berada pada sektor Pertambangan, Listrik, Gas, dan Air yaitu sebesar 16 ribu jiwa. Dalam periode tersebut penyerapan tenaga kerja senantiasa mengalami kenaikan (BPS DIY, 2014).

Dalam pasar kerja, adanya peningkatan jumlah angkatan kerja menjadikan jumlah penawaran kerja juga semakin meningkat. Namun disisi lain, permintaan tenaga kerja masih kurang tidak mampu menyerap tenaga kerja yang ada. Adanya selisih antara penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja ini yang mengakibatkan pengangguran yang dapat dapat menggoyahkan kestabilan ekonomi dan keamanan suatu daerah sehingga kesejahteraan yang diimpikan tidak dapat terwujud (Adi As’har, 2015).

Berikut tabel mengenai pencari kerja serta tenaga kerja yang ditempatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 1.3.

Jumlah Pencari Kerja dan Penempatannya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Jiwa)

Tahun Pendaftaran Penempatan/Penghapusan Sisa Pendaftaran

2011 86.726 30.237 56.489

2012 87.541 32.410 55.131

2013 89.418 23.593 65.825

2014 80.589 38.342 42.247

Sumber: BPS DIY, 2015

(20)

sehingga masih banyak sisa pencari kerja yang mendaftar tersebut BPS DIY, 2015).

Pada dimensi masalah ketenagakerjaan, perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki permasalahan pokok yang ditandai oleh lebih rendahnya kesempatan kerja dibandingkan dengan angkatan kerja yang tersedia. Dalam situasi seperti ini kesempatan kerja perlu ditumbuhkan dengan laju melebihi pertumbuhan angkatan kerja untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di masa mendatang (Ritonga, 2007).

Dari latar belakang tersebut dapat diambil judul: “Determinan yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah

Dalam melaksanakan penelitian, agar tidak menyimpang dari tujuan yang ditetapkan mengingat luasnya permasalahan serta adanya keterbatasan kemampuan sumber daya peneliti, maka perlu adanya batasan-batasan agar permasalahan yang diberikan lebih terarah dan mudah dimengerti. Adapun pembatasan masalah adalah sebagai berikut:

1. Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah PDRB, investasi, dan upah. 2. Data yang digunakan yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2014 yakni

terdiri atas:

(21)

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) c. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) d. Upah Minimum Provinsi (UMP)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fakta dan uraian diatas khususnya terkait dengan penyerapan tenaga kerja dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimanakah pengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. Bagaimanakah pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(22)

E. Manfaat Penelitian

(23)

10 A. Landasan Teori

1. Peyerapan Tenaga Kerja

Seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja walaupun tidak ada permintaan kerja bisa disebut sebagai tenaga kerja. Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang ketenagakerjaan, penduduk yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu penduduk yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Sedangkan penduduk yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja disebut bukan tenaga kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, penduduk bukan tenaga kerja adalah penduduk diluar usia kerja, yaitu mereka yang berusia dibawah 15 tahun dan berusia diatas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak (BPS DIY, 2014).

(24)

Permintaan tenaga kerja didasarkan dari permintaan produsen terhadap input tenaga kerja sebagai salah satu input dalam proses produksi. Produsen mempekerjakan seseorang dalam rangka membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Apabila permintaan konsumen terhadap barang atau jasa yang diproduksi meningkat, maka pengusaha terdorong untuk meningkatkan produksinya melalui penambahan input, termasuk input tenaga kerja, selama manfaat dari penambahan produksi tersebut lebih tinggi dari tambahan biaya karena penambahan input. Dengan kata lain peningkatan permintaan tenaga kerja oleh produsen, tergantung dari peningkatan permintaan barang dan jasa oleh konsumen. Dengan demikian permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari permintaan output (Suparmoko, 2002).

Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada (Sudarsono, 2004):

a) Tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marginal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL) (Sudarsono, 2004).

(25)

tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL.P (Sudarsono, 2004).

c) Biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga pemberi kerja akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah (Sudarsono, 2004).

Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara jumlah kesempatan kerja yang akan digunakan oleh suatu perusahaan pada saat upah tenaga kerja berubah, dengan asumsi modal tidak berubah. Kurva permintaan tenaga kerja di tentukan oleh kurva nilai produk fisik marjinal karena nilai produk fisik marjinal tenaga kerja menurun pada saat lebih banyak pekerja yang disewa, maka penurunan tingkat upah akan meningkatkan permintaan tenaga kerja (Nurdian Syah, 2014).

(26)

yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru (Boediono, 2001).

Sumber : Sukirno (2008)

Gambar 2.1.

Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa pengusaha akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMPPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1 dan L*

.

Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa pada kondisi awal. tingkat

upah berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan L1

.

Jika tingkat D1

E Upah

Tenaga kerja DL = VMPPL (MPPL.P)

W1

W*

(27)

upah diturunkan menjadi W*

,

maka tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi

L* (Sukirno, 2008).

Dalam jangka pendek, perusahaan tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang digunakan dan tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja. Kombinasi tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan perusahaan untuk menghasilkan “kuantitas yang sama” dari

(28)

Sumber: Mankiw, 2007

Gambar 2.2. Isokuan Produksi

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa setiap kuantitas produk dapat dihasilkan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal. Misalnya, Isokuan 2 dapat dicapai dengan kombinasi antara 3 unit modal dan 2 unit tenaga kerja atau dengan 2 unit modal dan 3 unit tenaga kerja. Perusahaan dapat meningkatkan output-nya dari isokuan 2, katakanlah menjadi isokuan 3 dengan cara meningkatkan jumlah modal yang digunakan atau dengan cara meningkatkan kedua jenis input. Apabila diberikan kebebasan penuh untuk memilih, maka pengusaha akan menghasilkan setiap jenis output dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang paling sedikit biayanya. Akan tetapi, karena asumsi peneliti bahwa perusahaan itu berada dalam jangka pendek, maka perusahaan tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang digunakan. Perusahaan dalam

5 4 3 2 1 5

4

3 2

1

Isokuan 1 Isokuan 2

Isokuan 3 Input Modal

(29)

jangka pendek tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Suparmoko, 2002).

Dalam jangka panjang dalam teori perusahaan adalah konsep perusahaan dalam melakukan penyesuaian penuh terhadap keadaan ekonomi yang berubah. Dimisalkan perusahaan akan mencapai isokuan, maka output sebesar itu dapat dihasilkan dengan satu unit tenaga kerja yang dikombinasikan dengan empat unit modal. Perusahaan juga dapat mengkombinasikan dua unit tenaga kerja dengan tiga unit modal. Apabila pemilik perusahaan itu bebas (sebagaimana keadaan yang sesungguhnya) dalam jangka panjang untuk memilih setiap bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja, maka kombinasi yang akan dipilih supaya dapat memaksimalkan keuntungan adalah dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang mana saja asal mengandung biaya paling rendah (Ritonga, 2007).

Sumber: Mankiw, 2007

Gambar 2.3.

(30)

Kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah. Perusahaan dapat mencapai isokuan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal, termasuk yang diperlihatkan pada isokuan 1, isokuan 2 dan isokuan 3. Walaupun demikian, perusahaan sebaiknya memilih kombinasi isokuan 1, karena $60 merupakan kombinasi paling murah. Jika tingkat upah harus dinaikkan, maka setiap kemungkinan tingkat output haruslah dihasilkan dengan tenaga kerja yang lebih sedikit dan modal yang lebih banyak. Produsen akan menggantikan modal bagi tenaga kerja dalam jangka panjang agar dapat menghasilkan setiap tingkat output dengan biaya yang terendah (Mankiw, 2008).

Pengetahuan tentang kecenderungan perusahaan dalam jangka panjang membantu untuk mengarahkan pengunaan suatu input yang relatif lebih murah. Hal ini memungkinkan bagi kita untuk membandingkan reaksi perusahaan dalam jangka panjang. Sebagaimana dinyatakan terdahulu, kurva perusahaan VMPP adalah kurva permintaan dalam jangka pendek akan tenaga kerja (Datrini, 2009).

Dasar pengusaha untuk menambah atau mengurangi pekerja adalah dengan memperkirakan tambahan output yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang pekerja (marginal physical product of labor = MPPL). Selain itu, pengusaha perlu menghitung nilai dari produk fisik marjinal.

Nilai produk fisik marjinal tenaga kerja (value marginal physical product of labor = VMPPL) adalah tambahan penerimaan dalam dolar yang dihasilkan oleh

(31)

dengan produk fisik marjinal tenaga kerja dikalikan dengan harga output (Todaro, 2011).

VMPPL = P x MPPL ...(2.1)

Di mana:

VMPPL = nilai produk fisik marjinal tenaga kerja

P = harga output

MPPL = produk fisik marjinal tenaga kerja (tambahan output yang diperoleh

sehubungan dengan penambahan pekerja)

Jika harga output sebesar $2, maka lima orang pekerja dengan produk fisik marjinal tenaga kerja 15 akan memberikan kontribusi bagi penerimaan perusahaan sebesar $30. Pada nilai produk fisik marjinal terjadi hukum penambahan hasil yang semakin berkurang karena perolehan dolar dari mempekerjakan tambahan pekerja semakin berkurang setelah melampaui titik tertentu. Sedangkan nilai produk fisik rata-rata (value average physical productof labor = VAPPL)

menunjukkan nilai dalam dolar dari output yang dihasilkan pekerja (Todaro, 2011).

VAPPL = P x APPL ...(2.2)

Di mana:

(32)

APPL = produk fisik rata-rata

P = harga output

Jika harga output sebesar $2, maka lima orang pekerja dengan produk fisik rata-rata 19 akan memberikan kontribusi nilai produk rata-rata bagi perusahaan sebesar $38 (Mankiw, 2012).

Dalam gambar dibawah ini, dapat dijelaskan bahwa perusahaan diasumsikan pada mulanya berada dalam keseimbangan jangka pendek dengan tingkat upah pasar W1, dan tingkat penggunaaan tenaga kerja yang sesuai, L1,

yang ditunjukan oleh kurva permintaan perusahan dalam jangka pendek, VMPPL.

Peneliti juga harus mengasumikan bahwa perusahaan berada dalam keseimbangan jangka panjang yang didalamnya menghasilkan output dengan kombinasi tenaga kerja dan modal yang paling rendah biayanya, misalkan tingkat upah meningkat sampai W2. Dalam jangka pendek, perusahaan akan menemukan bahwa biaya

produksinya telah mengalami kenaikkan sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerja sampai L3, sepanjang skedul VMPPL-nya. Dalam jangka panjang,

perusahaan akan melakukan penyesuaian (modal akan menggantikan tenaga kerja). Jumlah tenaga kerja yang digunakan selanjutnya dalam jangka panjang akan berkurang sampai titik L3 jika tingkat upah terus meningkat (Bellante,1986;

(33)

Sumber: Mankiw, 2008

Gambar 2.4.

Kurva Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Pada gambar diatas perubahan tingkat upah mengakibatkan perubahan dalam permintaan tenaga kerja. Perubahan yang terjadi dalam jangka pendek adalah perubahan yang terjadi sepanjang garis permintaan. Besarnya perubahan dalam jangka pendek tergantung dari besarnya elastisitas permintaan tenaga kerja, elastisitas permintaan akan hasil produksi, proporsi biaya karyawan terhadap jumlah seluruh biaya produksi dan elastisitas penyediaan faktor-faktor pelengkap lain (VMPPL). Sedangkan dalam jangka panjang, perubahan permintaan tenaga kerja merupakan pergeseran garis permintaan (D) (Mankiw, 2008).

1) pergeseran ini disebabkan oleh pertambahan hasil produksi secara besar-besaran, peningkatan produktivitas kerja karyawan dan penggunaan teknologi baru. 2) pergeseran ini disebabkan oleh produktivitas kerja. 3) pergeseran ini dikarenakan perubahan dalam metode produksi. Lihat kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang diatas. Sebagai reaksi

Jumlah Tenaga Kerja VMPPL

D Wage ($)

W2

W1

(34)

terhadap naiknya tingkat upah dari W1 ke W2, perusahaan dalan jangka pendek

akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dari L1 ke L2. Dalam jangka panjang,

sementara perusahaan menggantikan tenaga kerja dengan modal, perusahaan selanjutnya mengurangi tenga kerja sampai L3 (Nuanga, 2001).

Penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya tenaga kerja yang terserap (bekerja) di berbagai sektor. Kegiatan bekerja didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 (satu) jam tidak terputus-putus dalam seminggu sebelum hari pencacahan. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi (BPS DIY, 2014).

2. Upah

Tenaga kerja sebagai salah satu pemilik faktor produksi yang menawarkan jasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses produksi. Untuk itu, atas pengorbanannya tenaga kerja berhak mendapatkan balas jasa dari perusahaannya berupa penghasilan dalam bentuk upah. Upah merupakan salah satu indikator penting untuk menilai hidup dari buruh/karyawan/tenaga kerja (Sony Sumarsono, 2003).

(35)

pengusaha sesuai dengan atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Giatman, 2007).

Dari pengertian diatas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) ada dua pihak yang mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tetapi saling mempengaruhi dan saling menentukan satu dengan yang lainnya yaitu pihak pekerja dan pihak pengusaha, (2) pihak pekerja yang memikul kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan atau perintah yang diberikan oleh pengusaha/organisasi serta berhak untuk mendapatkan upah/kompensasi, (3) pihak pengusaha/organisasi memikul kewajiban untuk memberikan upah/kompensasi atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pekerja, dan (4) hak dan kewajiban ini timbul pada saat adanya hubungan kerja (Irawan, 2002).

(36)

Apabila upah naik maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja dengan kebutuhan akan barang modal seperti mesin dan lain- lain. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya pergantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek subtitusi tenaga kerja atau “ subtitution effect” (Budiawan, 2013).

(37)

Sumber : Mankiw (2007)

Gambar 2.5.

Kekakuan Upah Menyebabkan Pengangguran Struktural

Dari gambar diatas menunjukkan kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan diatas tingkat ekuilibrium maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran (Mankiw, 2007).

Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi menjadikan upah tertahan diatas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum menetapkan upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak pada penganggur dengan usia muda. Alasannya yaitu pekerja dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang

Permintaan

Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja

Upah W Riil Kaku

Pengangguran

Upah Riil

Tenaga Kerja Penawaran

Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan

(38)

pengalaman, maka mereka cenderung memiliki produktivitas marginal yang rendah (Mankiw, 2007).

Suatu perusahaan biasanya menerapkan sistem pembayaran upah terhadap karyawan atau tenaga kerja. Sistem pengupahan ini memberikan kepuasan bagi pekerja, laba untuk perusahaan serta barang atau jasa yang berkualitas dan harga yang pantas (Borjas, 2010).

Sistem pengupahan ini harus dilihat dari beberapa aspek seperti aspek kehidupan (desire to live), aspek keinginan untuk memiliki sesuatu (desire for possession), aspek keinginan atas kekuasaan (desire for power), aspek keinginan untuk pengakuan (desire for recoqnition). Oleh sebab itu, dalam memenuhi kebutuhan pekerja, maka pengusaha dalam menetapkan upah harus memperhatikan kebutuhan fisik dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan egoistis pekerja (Boadway, 2000).

Dalam menentukan pemberian imbal jasa, perlu diperhatikan asas adil yang artinya pembayaran dilakukan sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan internal organisasi. Asas layak dapat memenuhi kebutuhan pekerja dalam tingkat normatif yang ideal (Saniah, 2011).

3. Investasi

(39)

perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Mesin digerakkan oleh tenaga kerja atau sumber-sumber serta bahan-bahan dikelola oleh manusia (Akmal, 2010).

Hampir semua ahli ekonomi menekankan arti pentingnya pembentukan investasi sebagai penentu utama pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi karena investasi merupakan komponen utama dalam menggerakkan roda perekonomian. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi seperti pabrik, mesin, kantor dan lain-lain yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan produksi perusahaan. Kemudian Kementrian Koperasi dan UMKM menekankan investasi sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (gain/benefit) (Adi As’har, 2015).

(40)

Menurut Teori Keynes, investasi dapat menengahi antara pendapatan dan konsumsi. Jika jumlah investasi yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka harga permintaan akan turun lebih rendah dari pada harga penawaran agregat. Akibatnya pendapatan dan konsumsi akan turun sampai ditengahi oleh investasi. Jumlah investasi bergantung pada efisiensi marginal dari modal dan suku bunga (Setiya Priambodo, 2014).

Menurut teori yang dikemukakan oleh Harrod Domar, bahwa kenaikan tingkat output dan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan. Teori ini pada hakekatnya berusaha menerangkan syarat yang diperlukan agar suatu perekonomian mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) yaitu pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan alat-alat modal dan akan selalu berlaku dalam perekonomian. Dalam teori ini pembentukan investasi dipandang sebagai suatu pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian dalam menghasilkan barang-barang maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif masyarakat (menaikkan pendapatan nasional). Menurut Harrod-Domar ada hubungan ekonomi yang langsung antara besarnya stok modal (K) dan jumlah produksi nasional (Y). Hal ini dapat disusun dari model sederhana (Todaro, 2011):

a) Tabungan (S) adalah beberapa proporsi (s) dari pendapatan nasional (Y), sehingga S = s.Y

(41)

c) Stok modal membawa hubungan langsung dengan pendapatan nasional (Y), maka ∆K = K.∆Y

d) S harus sama dengan I, maka S = I, maka

S = s.Y = K.∆Y = ∆K = I, disederhanakan menjadi: s.Y = K.∆Y dibagi dengan Y dan K, sehingga:

s/k = ∆Y/Y, dimana ∆Y/Y adalah tingkat pertumbuhan ekonomi.

Persamaan pertumbuhan ekonomi sederhana diatas dapat digunakan untuk memprediksi dan merencanakan perekonomian di negara-negara berkembang. Logika ekonomi yang terkandung dalam persamaan diatas bahwa agar suatu daerah bisa tumbuh pesat maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin dari proporsi output total (Y) atau PDRB. Semakin banyak yang ditabung dan kemudian diinvestasikan maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat. Tetapi tingkat pertumbuhan ekonomi yang nyata seharusnya pada produktivitas dan investasi (Ariyanto, 2010).

Dalam praktek usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi atau penanaman modal meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut (Sukirno, 2000):

(42)

b) Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya (Sukirno, 2008).

Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (rumah tangga) yang membelanjakan sebagian terbesar dari pendapatan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan, penanaman modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan tetapi untuk memberi keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya didalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. Disamping oleh harapan dimasa depan untuk memperoleh keuntungan terdapat beberapa faktor yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh penanam modal dalam suatu perekonomian (Akmal, 2010).

(43)

Sumber: Arifin (2009)

Gambar 2.6. Fungsi Investasi

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa apabila suku bunga

tinggi, maka mengakibatkan jumlah investasi akan berkurang, sebaliknya jika

suku bunga yang rendah akan mendorong lebih banyak investasi. Akibat dari

perubahan suku bunga kepada investasi digambarkan oleh garis l1 dan

l2. Apabila suku bunga adalah ro jumlah investasi lo. Misalkan suku bunga

turun ke r1, maka mengakibatkan pertambahan investasi menjadi l2,sebaliknya

apabila suku bunga naik menjadi r2, maka akan mengakibatkan investasi

turun, yaitu menjadi l1. Investasi yang berubah naik ataupun turun akan

mengakibatkan pengaruh pada pendapatan nasional. Jika investasi naik maka

akan meningkatkan pendapatan nasional, dan sebaliknya (Arifin, 2009).

Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Investasi yang

I2 (r2)

I0 (r0)

I1 (r1) Akibat suku bunga turun (r2 ke r0)

Akibat suku bunga naik (r1 ke r0)

Inv

estasi

Pendapatan Nasional I

(44)

dilakukan dalam perusahaan akan mempengaruhi perluasan dari kesempatan kerja. Hal tersebut terjadi dikarenakan dengan adanya investasi maka proses produksi akan meningkat dan untuk melakukan proses produksi memerlukan tenaga manusia, sehingga perusahaan akan membutuhkan tambahan pekerja (Adi As’har, 2015).

Semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB (Rizal Azaini, 2014).

Dengan demikian sudah terlihat bahwa investasi merupakan variabel yang sangat penting dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja dikarenakan hubungan investasi dan penyerapan tenaga kerja adalah positif sehingga semakin besar investasi yang dilakukan akan semakin banyak tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan (Ruby, 2003).

4. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

(45)

PDRB juga bisa diartikan sebagai nilai produksi yang mana nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang yang merupakan hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi (Sulistiawati, 2012).

Nilai output suatu daerah diperkirakan akan mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi barang yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan yang jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan untuk terjadi penambahan output produksi sehingga banyak menyerap tenaga kerja (Roni, 2010).

(46)

dalam jangka pendek teknologi dianggap konstan, barang modal merupakan input tetap. Sedangkan yang dianggap variabel adalah tenaga kerja. Karenanya pengaruh siklus sangat terasa bagi kesempatan kerja. Kenaikan PDRB yang ditandai dengan meningkatnya jumlah output yang dihasilkan akan menyebabkan jumlah orang yang bekerja bertambah banyak, yang ditandai dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Meningkatnya daya beli masyarakat ini diakibatkan oleh meningkatnya pendapatan atau upah yang ada di masyarakat. Karena daya beli masyarakat yang tinggi, maka permintaan akan barang atau jasa juga meningkat, yang pada akhirnya nanti bisa menciptakan kesempatan kerja dan mengurang jumlah pengangguran (Sinaga, 2008).

Hubungan antara pertumbuhan output dan peningkatan kesempatan kerja atau pengurangan jumlah pengangguran didalam suatu ekonomi juga diilustrasikan secara sederhana dengan grafik pada Gambar 2.11 (Setiya Priambodo, 2014).

Sumber: Suparmoko, 1996

Gambar 2.7. Fungsi Produksi

Tenaga Kerja (N)

N1

N0

Kurva Fungsi Produksi (Y) Y1

Output (Y)

(47)

Dari kurva fungsi produksi diatas dapat dijelaskan bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja (dari N0 ke N1) membuat pertumbuhan pada output bertambah (dari Y0 ke Y1). Kurva fungsi produksi yang tidak linier itu menandakan bahwa persentase pertumbuhan output diatas proporsional dari pada persentase penambahan tenaga kerja. Ini berarti tidak hanya jumlah tenaga kerja, tetapi produktifitasnya juga meningkat. Sudut dari kurva fungsi produksi tersebut merupakan marginal produk dari tenaga kerja yang dipengaruhi oleh teknologi yang menentukan berapa banyak tenaga kerja yang diperlukan untuk membuat satu buah atau sejumlah output (Setiya Priambodo, 2014).

Sumber: Suparmoko, 1996

Gambar 2.8.

Fungsi Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi penambahan tenaga kerja yang dicerminkan dengan pergeseran kurva Nd ke kanan, sebagai hasil dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja karena adanya peningkatan gaji/upah pekerja (Bambang, 2004).

Gaji (W)

Ns

Tenaga Kerja (N) Nd1

Nd0

W0

W1

(48)

Teori model pertumbuhan Solow menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi itu terjadi sepanjang waktu. Dalam menganalisis efek pertumbuhan tenaga kerja, seperti halnya juga perubahan didalam stock capital, diasumsikan bahwa penduduk mengalami pertumbuhan dan bahwa pangsa pasar (market share) tetap dari penduduk adalah berupa tenaga kerja (Nuanga, 2001: 284).

Selanjutnya menurut teori ini, rasio modal output (capital output ratio/COR) bisa berubah (bersifat dinamis). Dengan kata lain, untuk menciptakan output tertentu bisa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula, sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit, maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya keluwesan (fleksibilitas) ini suatu perekonomian mempunyai suatu kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu (Todaro, 2000: 117).

Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan (BI, 2000).

1) Pendekatan Produksi

(49)

pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah) (BI, 2000).

Pendekatan produksi didasarkan dari jumlah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam perekonomian suatu wilayah pada periode waktu tertentu (dari semua sektor usaha ekonomi) (BPS DIY, 2015).

Tabel 2.1.

Contoh Perhitungan PDRB menurut 17 Sektor Lapangan Usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta

No Lapangan Usaha Hasil

1. Pertanian, kehutanan dan perikanan xx

2. Pertambangan dan penggalian xx

3. Industri Pengolahan xx

4. Pengadaan Listrik dan Gas xx

5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang xx

6. Konstruksi xx

7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor xx

8. Transportasi dan Pergudangan xx

9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum xx

10. Informasi dan Komunikasi xx

11. Jasa Keuangan dan Asuransi xx

12 Real Estate xx

13 Jasa Perusahaan xx

14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib xx

15. Jasa Pendidikan xx

16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial xx

17. Jasa Lainnya xx

Total PDRB xx

Sumber: BPS DIY, 2015

(50)

merupakan hasil dari penjumlahan seluruh sektor lapangan usaha yang ada di suatu wilayah (BPS DIY, 2015).

2) Pendekatan Pengeluaran

Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor) (BI, 2000).

Pendekatan pengeluaran menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua sektor ekonomi, yaitu sektor rumah tangga (RT), perusahaan, pemerintah, dan sektor luar negeri pada suatu daerah pada periode waktu tertentu (BPS DIY, 2015).

Tabel 2.2.

Contoh Perhitungan Pendekatan Pengeluaran

No Pengeluaran Hasil

1. Pengeluaran Rumah Tangga (Konsumsi) xx

2. Pengeluaran Perusahaan (Investasi) xx

3. Pengeluaran Pemerintah (Goverment Expenditure) xx

Total xx

Sumber: BPS DIY, 2015

(51)

3) Pendekatan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi) (BI, 2000).

Tabel 2.3.

Contoh Pendekatan Pendapatan

No Penghasilan Hasil

1. Kompensasi Pegawai, Upah dan lain-lain xx

2. Bunga xx

3. Sewa xx

4. Profit Sharing xx

5. Laba Usaha xx

6. Pendapatan dari Kekayaan xx

7. Lainnya xx

Total xx

Sumber: BPS DIY, 2015

Total Pendapatan + Pajak Tak Langsung dan Depresiasi= PDRB

(52)

B. Penelitian Terdahulu

Judul Alat Analisis Hasil

(53)

Lanjutan Tabel 2.4. N

o

Pengarang dan Tahun

Judul Alat Analisis Hasil

(54)

Lanjutan Tabel 2.4. N

o

Pengarang dan Tahun

Judul Alat Analisis Hasil

(55)

Lanjutan Tabel 2.4. N

o

Pengarang dan Tahun

Judul Alat Analisis Hasil

(56)

Lanjutan Tabel 2.4. N

o

Pengarang dan Tahun

Judul Alat Analisis Hasil

(57)

Lanjutan Tabel 2.4. N

o

Pengarang dan Tahun

Judul Alat Analisis Hasil

Kecamata

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, uraian pada peneliti terdahulu serta kerangka pemikiran teoritis, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2014.

Tenaga kerja yang Bekerja

Upah (-) Investasi (+)

(58)

2. Diduga investasi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2014.

(59)

46 A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam sebuah penenelitian tentunya terdapat metodologi penelitian yang merupakan sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu yang bertujuan untuk menemukan fakta yang belum diketahui sebelumnya, membuktikan adanya keraguan terhadap informasi atau penelitian tertentu, dan memperdalam atau memperluas pengetahuan yang telah ada. Serta berguna untuk memahami masalah, memecahkan masalah, dan mengantisipasi masalah (Suriyani, 2012).

(60)

variabel-variabel ekonomi yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja, PDRB, upah dan investasi.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan E-views 7. Hasil pengolahan data dan penjelasan analisisnya dipaparkan dalam bab pembahasan.

2. Model dan Penentuan Ukuran Sampel

a. Model Regresi Panel

Data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Analisis regresi dengan data panel (pooled data) memungkinkan peneliti mengetahui karakteristik antar waktu dan antar individu dalam variabel yang bisa saja berbeda-beda (Basuki dan Yuliadi, 2014). Adapun model rumus data panel sebagai berikut:

Logy = α + logb1x1it + logb2x2it + logb3x3it + e

Keterangan:

logy = Tenaga Kerja yang Bekerja

α = Konstanta

logx1= Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

logx2= Investasi

(61)

b(1...2) = Koefisien regresi masing-masing variabel independen

e = Error term

t = Waktu

i = Daerah

b. Metode Estimasi Model Regresi Panel

Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain :

1) Common Effect Model

Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel. Model ini tidak dapat membedakan varian antara silang tempat dan titik waktu karena memiliki intersep yang tetap dan bukan bervariasi secara random (Kuncoro, 2012). Persamaan untuk model Common Effect menurut Gujarati (2012) adalah sebagai berikut:

Di mana i menunjukkan subjek (cross section) dan t menunjukkan periode waktu.

Adapun persamaan regresi dalam model common effect dapat ditulis sebagai berikut (Basuki dan Yuliadi, 2014):

(62)

Di mana :

i = Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, Kota Yogyakarta

t = 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014

Di mana i menunjukkan cross section (individu) dan t menunjukkan periode waktunya. Dengan asumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil bisa, proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section dapat dilakukan.

2) Fixed Effect Model (Pendekatan Efek Tetap)

Model ini mengasumsikan bahwa terdapat efek yang berbeda antar individu. Perbedaan itu dapat diakomodasi melalui perbedaan pada intersepnya. Dalam membedakan satu subjek dengan subjek lainnya digunakan variabel dummy (Kuncoro, 2012). Model ini sering disebut dengan model Least Square Dummy Variabels (LSDV). Berdasarkan Gujarati (2012) persamaan model ini adalah sebagai berikut :

Dimana variabel dummy dit untuk subjek pertama dan 0 jika bukan, d2t

untuk subjek kedua dan 0 jika bukan, dan seterusnya. Jika dalam sebuah penelitian menggunkan sepuluh cross section, maka jumlah variabel dummy yang digunakan sebanyak sembilan vaiabel untuk menghindari perangkap variabel dummy, yaitu kondisi dimana terjadi kolinearitas sempurna (Gujarati, 2012). Intercept b0 adalah nilai intercept subjek kesatu dan koefisien b6, b7, b8

(63)

Oleh karena itu, dalam model fixed effect, setiap merupakan parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi dengan menggunakan teknik variabel dummy yang dapat ditulis sebagai berikut (Basuki dan Yuliadi, 2014) :

Yit = α + iαit + X'it β + εit

[ ] = [ ] + [

] [ ]

+ [

][ ] + [ ]

Teknik seperti diatas dinamakan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Selain diterapkan untuk efek tiap individu, LSDV ini juga mengakomodasi efek waktu yang bersifat sistemik. Hal ini dapat dilakukan melalui penambahan variabel dummy waktu dalam model (Basuki dan Yuliadi, 2014).

3) Random Effect Model (Pendekatan Efek Acak)

Random effect disebabkan variasi dalam nilai dan arah hubungan antar subjek diasumsikan random yang dispesifikasikan dalam bentuk residual. Model ini mengestimasi data panel yang variabel residual diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar subjek. Model random effect digunakan untuk mengatasi kelemahan model fixed effect yang menggunakan variabel dummy. Metode analisis data panel dengan model random effect harus memenuhi persyaratan yaitu jumlah cross section harus lebih besar dari pada jumlah variabel penelitian (Akmal, 2010).

(64)

tidak berkorelasi dengan variabel penjelas yang teramati, model seperti ini dinamakan random efect model (REM). Model ini sering disebut juga dengan error component model (ECM). Dengan demikian, persamaan model random effect dapat dituliskan sebagai berikut (Basuki dan Yuliadi, 2014):

yit = α + X'itβ + ѡit

it = Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, Kota Yogyakarta

t = 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014

Di mana:

Wit= εit + u1; E (wit) = 0; E ( ) = + ;

E(ui,wjt-1) = 0; i ≠ j ; E (ui,εit) = 0;

E (εi, εis) = E (εit, εjt) = E (εit, εjs) = 0

Meskipun komponen error wt bersifat homokedastik, nyatanya terdapat

korelasi antara wt dan wit-s (equicorrelation), yakni:

Corr(Wit, Wi(t-1)) =

(65)

Judge (1980) dalam Fadly (2011), menyatakan ada perbedaan mendasar untuk menentukan pilihan antara FEM (Fixed Effect Model) dan ECM (Error Component Model) antara lain sebagai berikut (Gujarati, 2004):

a. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah unit cross-section) kecil, perbedaan antara FEM dan ECM adalah sangat tipis. Oleh karena itu, dapat dilakukan penghitungan secara konvensional. Pada keadaan ini, FEM mungkin lebih disukai.

b. Ketika N besar dan T kecil, estimasi diperoleh dengan dua metode dapat berbeda secara signifikan. Pada ECM, dimana adalah komponen random cross-section dan pada FEM, ditetapkan dan tidak acak. Jika kita sangat yakin dan percaya bahwa individu, ataupun unit cross section adalah tidak acak, maka FEM lebih cocok digunakan. Jika unit cross section adalah random/acak, maka ECM lebih cocok digunakan.

c. Komponen error individu dan satu atau lebih regresor berkorelasi, estimator yang berasal dari ECM adalah bias, sedangkan yang berasal dari FEM adalah unbiased.

d. Jika N besar dan T kecil, serta jika asumsi untuk ECM terpenuhi, maka estimator ECM lebih efisien dibanding estimator FEM.

Keunggulan regresi data panel menurut Wibisono (2005) antara lain:

(66)

b) Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.

c) Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment.

d) Tingginya jumlah observasi memiliki implisit pada data yang lebih informative, lebih variative, dan kolinieritas (multiko) antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

e) Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks.

f) Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

c. Pemilihan Model

Untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam mengelola data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan yakni:

1) Uji Chow

Uji chow merupakan pengujian untuk menentukan model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.

(67)

H0 = Model Common Effect

H1 = Model Fixed Effect

H0 ditolak jika value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H1 diterima jika P-value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan adalah sebesar 5%.

2) Uji Hausman

Uji Hausman merupakan pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan (Basuki dan Yuliadi, 2014). Hipotesis yang digunakan dalam bentuk uji Hausman adalah sebagai berikut (Gujarati, 2012):

H0 = Model Random Effect

H1 = Model Fixed Effect

H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H1 diterima P-value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%.

3) Uji Lagrange Multiplier

Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik dari pada metode Common Effect (OLS) digunakan uji Lagrange Multiplier (LM) (Basuki dan Yuliadi, 2014).

(68)

1) Model common effects atau fixed effects;

2) Uji Lagrange Multiplier (LM) yang digunakan untuk memilih antara model common effects atau model random effects;

3) Uji Hausman yang digunakan untuk memilih antara model fixed effects atau model random effects.

B. Jenis Data dan Sumber Data

1) Sumber data terdiri dari:

Berupa data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Sumber data diperoleh dari berbagai instansi dan media terkait yang dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun instansi dan media yang dimaksud adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, perpustakaan, artikel, jurnal dan internet.

Kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji teori yang telah ditetapkan, menyajikan fakta dan menunjukkan hubungan variabel (Sugiyono, 2012).

(69)

C. Definisi Operasional Penelitian

1. Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Dalam penelitian ini penyerapan tenaga kerja ditandai dengan banyaknya tenaga yang bekerja. Kegiatan bekerja sendiri di definisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 (satu) jam tidak terputus-putus dalam seminggu sebelum hari pencacahan. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi (BPS DIY, 2013).

Tabel 3.1.

Tenaga Kerja yang Bekerja menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2014 (Jiwa)

Kabupaten Tahun Tenaga kerja Bekerja

Kulonprogo 2007 201.424

2008 210.505

Gunungkidul 2007 396.671

2008 418.601

2009 415.756

(70)

Lanjutan Tabel 3.1

Kabupaten Tahun Tenaga kerja Bekerja

2011 358.807

Yogyakarta 2007 206.514

(71)

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah yang terbentuk dari keseluruhan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dengan rentang waktu tertentu. Dalam Penelitian ini, PDRB disajikan menurut harga konstan 2000. Berdasarkan data PDRB atas dasar harga konstan dapat dihitung pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertambahan riil kemampuan ekonomi suatu wilayah (BPS DIY, 2015).

Tabel 3.2.

Produk Domestik Bruto (PDRB) menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2014 (Juta Rupiah)

Kabupaten Tahun PDRB (Juta Rupiah)

Kulonprogo 2007 1.587.630

2008 1.662.370

Gunungkidul 2007 2.941.288

(72)

Lanjutan Tabel 3.2

Kabupaten Tahun PDRB (Juta Rupiah)

2009 6.099.557

2010 6.373.200

2011 6.704.100

2012 7.069.229

2013 7.471.898

2014 7.876.347

Yogyakarta 2007 4.776.401

2008 5.021.149

2009 5.244.851

2010 5.505.942

2011 5.816.568

2012 6.151.679

2013 6.498.900

2014 6.843.306

Sumber: BPS DIY, 2007-2014

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa PDRB menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan di setiap tahunnya diseluruh Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Upah

(73)

Tabel 3.3.

Upah Minimum Provinsi (UMP) di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2014 (Ribu Rupiah) cenderung terjadi kenaikan upah setiap tahunnya hal ini wajar dikarenakan perubahan berbagai harga konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Maka upah juga akan mengalami kenaikan untuk dapat memenuhi standar kebutuhan hidup layak.

4. Investasi

(74)

Modal Daerah. Dalam penelitian ini data investasi menggunakan data penanaman modal dalam negeri (PMDN) (BPS DIY, 2014).

Tabel 3.4.

Kumulatif Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 2007-2014 (Rupiah)

Kabupaten Tahun PMDN

Kulonprogo 2007 28.559.361.000

2008 28.559.361.000

Bantul 2007 86.951.568.071

2008 86.951.568.071

Gunungkidul 2007 19.586.290.000

2008 19.586.290.000

Sleman 2007 921.970.346.726

2008 926.862.950.864

Yogyakarta 2007 744.466.285.910

(75)

Lanjutan Tabel 3.4

Kabupaten Tahun PMDN

2009 744.466.295.910

2010 35.440.183.148

2011 835.409.526.910

2012 1.303.134.160.910

2013 1.311.867.839.735

2014 1.551.559.239.735

Sumber: BPS DIY, 2007-2014

(76)

D. Uji Kualitas Data

1. Pengujian Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Suatu model regresi dikatakan menghadapi masalah multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan bias dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. Gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dalam hasil analisis regresi pada output program spss. Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas pada model regresi (Basuki dan Yuliadi, 2014).

b. Uji Heteroskedastisitas

Gambar

Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai konversi ransum yang tidak berbeda nyata disebabkan oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan broileryang diberi perlakuan tepung kunyittidak berbeda

Nilai efisiensi yang rendah di tahun 2016 menjelaskan bahwa ketiga daerah tersebut tidak efisien dalam alokasi belanja kesehatan.. Kabupaten Tanjung Jabung Barat di tahun

Berdasarkan hasil perumusan masalah dan batasan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan yang dicapai dari tugas akhir ini adalah menerapkan metode Integer Linear

Agar kegagalan mesin dapat dikurangi, maka penelitian ini akan menggunakan metode Fuzzy FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis ) untuk mengidentifikasi kerusakan mesin dan

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan llmu Sosial Lainnya , (Jakarta: Kencana, 2011), h.. format siaran televisi khususnya pada

Materi perkuliahan dimulai dari konsep dasar tentang sistem keuangan, lembaga keuangan dalam sistem keuangan, sistem keuangan dan sistem

Buy/Sell Stock Summary  menampilkan transaksi saham dilakukan oleh broker tertentu dalam periode waktu tertentu. 

Korban kekerasan dalam rumah tangga lebih cinderung dialami oleh wanita tetapi dalam UU PKDRT korban mencakup siapa saja yang terdapat dalam sebuah keluarga. pasal 1 ayat 3 UU