commit to user
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MADIUN
TAHUN 1991-2010
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi: Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh:
ALI CHAKIM
S4210002
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
SURAKARTA
commit to user
MOTTO :
Barangsiapa berbuat kebaikan seberat
benda terkecil pun, maka dia akan melihat
(balasan)nya.
Dan barangsiapa yang berbuat keburukan
seberat benda terkecil pun, maka dia akan
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
ü Anak-anakku tersayang Naqiya dan Alya yang telah memberikan dorongan semangat
commit to user
ABSTRAKSI
PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukkan bahwa daerah itu mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk, PDRB, pengeluaran pemerintah.
Data yang diamati dalam penelitian ini adalah data runtut waktu periode 1991-2010. Model estimasi yang digunakan adalah regresi berganda yang ditransformasikan ke bentuk logaritma.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel independen secara parsial dan simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Hipotesis penelitian dibuktikan bahwa variabel jumlah penduduk, PDRB dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan secara statistic terhadap PAD.
commit to user
ABSTRACT
PAD as one of local revenue reflects the local independence. The greater the PAD indicates that the local was able to implement fiscal decentralization and reduced dependence on central government. The purpose of this research is to analyze the factors that influence PAD in Madiun district in 1991-2010. These factors are population, PDRB, government expenditure.
The data observed in this research is time series data from 1991 to 2010 period. Estimation model used was multiple regression are transformed into logarithmic model.
The results showed that all independent variables partially and simultaneously have a significant effect on PAD. The research hypothesis prove that the variable number of population, PDRB and government expenditure has positive effect and statistically significant to PAD
commit to user
KATA PENGANTAR
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MADIUN TAHUN 1991-2010”, guna memenuhi salah satu persyaratan dalam penyelesaian derajat sarjana S-2 Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (MESP) Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rasa terimakasih penulis sampaikan antara lain kepada:
1. Dr. JJ. Sarungu, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Evi Gravitiani, M.Si selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis yang banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penelitian. 3. Malik Cahyadin, SE, M.Si selaku pembimbing II dalam penyusunan tesis
yang banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penelitian. 4. Pimpinan dan staf Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, Bappeda,
Badan Pusat Statistik dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Madiun yang telah mendukung selama penelitian.
5. Segenap staf UNS.
6. Teman-teman, khususnya teman seangkatan.
7. Semua pihak yang turut membantu kelancaran penulisan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
commit to user
2.1 Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia………...14
2.1.1 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah………...……...14
2.1.2 Pengertian Dan Sumber Keuangan Daerah………....17
2.1.3 Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah………...……18
2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)… ………...……….23
2.2.1 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah……...……...….24
2.2.1.1 Pajak Daerah………...……….…...…26
2.2.1.2 Retribusi Daerah………...………..29
commit to user
2.2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah…..35
2.2.2 Prinsip Pengenaan Pajak…………...……..35
2.3 Landasan Teori Pendukung Hipotesis………...………40
2.3.1 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD …….…...40
2.3.2 Pengaruh PDRB Terhadap PAD………...………...……41
2.3.3 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD...45
2.4 Penelitian Terdahulu……...………..……...49
3.6.1 Analisis Regresi Linier Berganda...57
3.6.2 Uji Statistik...58
3.6.2.1 Uji F (Metode Pengujian Simultan)...58
3.6.2.2 Uji t (Metode Pengujian Parsial)...60
3.6.2.3 Analisis Determinasi (R2)...62
3.6.3. Pengujian Asumsi Klasik...63
3.6.3.1 Uji Normalitas...63
3.6.3.2 Uji Multikolinearitas...63
3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas...64
3.6.3.4 Uji Autokorelasi...64
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN...66
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Madiun...66
commit to user
4.2.1 Gambaran Umum Kondisi Perekonomian...67
4.2.2 Produk Domestik regional Bruto Tahun 2007-2010 ...69
4.2.3 Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun ...72
4.2.4 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Madiun...75
4.2.5 PDRB Per Kapita Dan Pendapatan Regional Per Kapita...77
4.3 Deskripsi Variabel-variabel Penelitian...78
4.3.1 Variabel Pendapatan Asli Daerah...78
4.3.2 Variabel Jumlah Penduduk...86
4.3.3 Variabel Produk Domestik Regional Bruto...89
4.3.4 Variabel Pengeluaran Pemerintah...91
4.4 Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda...93
4.5 Pengujian Hipotesis...94
4.5.1 Uji Secara Individual (Uji t)...94
4.5.1.1 Pengujian Variabel Jumlah Penduduk...95
4.5.1.2 Pengujian Variabel PDRB...95
4.5.1.3 Pengujian Variabel Pengeluaran Pemerintah...96
4.5.2 Uji Secara Bersama-sama (Uji F)...97
4.5.3 Analisis Determinasi (R2)...99
4.5.4 Pengujian Asumsi Klasik ...100
4.5.4.1 Uji Normalitas...100
4.5.4.2 Uji Multikolinearitas...101
4.5.4.3 Uji Heteroskedastisitas...102
4.5.4.4 Uji Autokorelasi...103
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian/ Interpretasi Ekonomi...104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...109
5.1 Kesimpulan ...109
5.2 Saran...110
DAFTAR PUSTAKA 112
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010
(Rp)...4
Tabel 1.2. Kontribusi Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (%)…...5
Tebel 1.3. Komposisi PAD Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010...6
Tabel 4.1. Produk Domestik Regional Bruto (ADHB) Kabupaten Madiun Tahun 2007-2010 (Juta Rupiah)...71
Tabel 4.2. Struktur Ekonomi Kabupaten Madiun Tahun 2007-2010...73
Tabel 4.3. PAD Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010...79
Tabel 4.4. Kontribusi Sumber-sumber PAD di Kabupaten Madiun 1991- 2010...82
Tabel 4.5. Jumlah dan Perkembangan Penduduk Kabupaten Madiun Tahun 1991-2010...87
Tabel 4.6. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten Madiun Tahun 2010...89
Tabel 4.7. Jumlah dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Madiun Tahun 1991- 2010...90
Tabel 4.8. Jumlah dan Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah...92
Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Linier Berganda...93
Tabel 4.10. Anova (Uji F)...97
commit to user
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah...15
Gambar 2.2. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah...48
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran...53
Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji F...59
Gambar 3.2. Daerah Kritis Uji t...61
Gambar 3.3. Gambar Uji Durbin Watson...65
Gambar 4.1. Grafik Pertumbuhan PAD Kabupaten Madiun...80
Gambar 4.2. Grafik Pertumbuhan Penduduk...88
Gambar 4.3. Grafik Pertumbuhan PDRB...91
Gambar 4.4. Grafik Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah...93
Gambar 4.5. Daerah Kritis Uji t Variabel Jumlah Penduduk...95
Gambar 4.6. Daerah Kritis Uji t Variabel PDRB...96
Gambar 4.7. Daerah Kritis Uji t Variabel Pengeluaran Pemerintah...96
Gambar 4.8. Daerah Kritis Nilai F Test pada Uji F ...98
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penelitian
Lampiran 2. Data Logaritma Natural (ln) Lampiran 3. Hasil Print Out SPSS 17.0 Lampiran 4. Tabel t
Lampiran 5. Tabel Distribusi F, α = 5%
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mensyaratkan adanya dukungan personil, peralatan dan pembiayaan (keuangan) yang cukup memadai. Dengan dipenuhinya tiga syarat di atas, maka pemerintah daerah diharapkan dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang telah dilimpahkan, sekaligus dapat mewujudkan tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, perkembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pemerintah pusat telah membagi berbagai sumber pembiayaan kepada daerah untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang dilimpahkan, sebagaimana yang diatur dalam undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta peraturan pemerintah pendukungnya. Menurut ketentuan yang ada dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004,
commit to user
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator dalam mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Sejalan dengan hal tersebut, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya (Koswara, 2000). Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.
commit to user
Kewenangan meningkatkan PAD tersebut dibatasi bahwa pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Santoso (2002) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah, meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah .
commit to user
Tabel 1.1. Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (Rp)
Berdasarkan informasi pada Tabel 1.1 tersebut, dapat diketahui bahwa dalam enam tahun terakhir yaitu tahun 2005-2010 Total Pendapatan Daerah masih didominasi oleh pendapatan transfer (dana perimbangan), meskipun PAD nilainya terus meningkat. Dilihat dari kontribuasinya terhadap pembentukan APBD, maka peran PAD dapat dilihat pada Tabel 1.2.
commit to user
Tabel 1.2. Kontribusi Sumber Penerimaan APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010 (%)
Sumber: APBD Kabupaten Madiun Tahun 2005-2010, data diolah.
Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat dimana sebenarnya letak kecilnya nilai PAD suatu daerah. Mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok PAD. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa PAD terdiri dari :
a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang sah.
commit to user
Tabel 1.3. Komposisi PAD Kabupaten Madiun Tahun 2006-2010 (Rp)
Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil
Pengelolaan
Tabel 1.3 memperlihatkan komposisi nilai PAD Kabupaten Madiun dalam 5 tahun terakhir. Tabel 1.3 tersebut memperlihatkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan elemen dominan penyumbang PAD di Kabupaten Madiun. Pada tahun 2010 terjadi pergeseran dalam penentuan target PAD dimana pendapatan retribusi berkurang karena dengan berdirinya BLUD RSUD Caruban, maka pendapatan retribusi kesehatan berubah menjadi lain-lain PAD yang sah sehingga terdapat peningkatan pendapatan yang tinggi dari pos lain-lain PAD yang sah.
Widayat (1994) dalam Syaharuddin (2009) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain:
1) Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB);
commit to user
3) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya;
4) Adanya kebocoran-kebocoran; 5) Biaya pungut yang masih tinggi;
6) Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan; 7) Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Jaya (1996) dalam Syaharuddin (2009) menyebutkan beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah:
1) Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan daerah; 2) Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis
pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;
3) Pajak daerah cukup beragam, tetapi hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;
4) Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme;
5) Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.
commit to user
mengenai perpajakan dan permasalahannya perlu dikemukakan pendapat Reksohadiprodjo (1996), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering dihadapi sistem pajak di daerah secara keseluruhan, diantaranya adalah adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, yang disebabkan karena perbedaan dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya, dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi.
Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Kaho (1997) menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Faktor manusia pelaksana yang baik;
2) Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik; 3) Faktor peralatan yang cukup dan baik;
4) Faktor organisasi dan manajemen yang baik.
commit to user
Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri.
Seiring dengan besarnya tuntutan kepada daerah untuk dapat melaksanakan otonomi daerah, maka tidak ada upaya lain kecuali mengoptimalkan peran PAD di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Madiun.
Faktor penduduk merupakan salah satu unsur penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk kemakmuran masyarakat yang berarti posisi penduduk dalam hal ini adalah sebagai obyek pembangunan yang menikmati hasil pembangunan tersebut. Pada sisi lain, penduduk juga dapat dipotensikan sebagai penggerak pembangunan yang berarti peran penduduk sebagai subyek pembangunan yang tidak hanya menikmati tetapi juga berperan aktif. Oleh karena itu, penduduk dalam pembangunan suatu wilayah berada pada posisi sentral.
commit to user
Jumlah penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja. Peningkatan jumlah tenaga kerja memungkinkan suatu negara untuk menambah produksi. Disamping itu, sebagai akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, maka kemampuan penduduk akan bertambah tinggi sehingga produktivitas akan bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja. Para pengusaha yang merupakan penduduk, ikut berperan di dalam menentukan luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu lebih banyak, maka lebih banyak pula kegiatan ekonomi yang akan dijalankan.
Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan pasar barang dan jasa. Besarnya luas pasar dari barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu ekonomi tergantung kepada pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka luas pasar akan bertambah pula. Ini berarti perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi dan tingkat kegiatan ekonomi.
commit to user
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Penyajian PDRB dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan. Nilai PDRB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah dan pergeseran struktur perekonomian daerah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat mencerminkan perkembangan riil ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi.
Penghitungan nilai PDRB akan diperoleh Pendapatan Regional suatu wilayah. Jika pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat pendapatan per kapita yang digunakan sebagai indikator untuk membandingkan tingkat kemakmuran materiil suatu daerah terhadap daerah lain. PDRB dalam hal ini berfungsi sebagai: (a) Indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, (b) Indikator pertumbuhan regional income per kapita, (c) Indikator tingkat kemakmuran, (d) Indikator tingkat inflasi, (e) Indikator struktur perekonomian, dan (f) Indikator hubungan antar sektor (PDRB Kab. Madiun, 2009).
commit to user
relatif terbatas sehingga diperlukan peranan pemerintah. Peningkatan permintaan agregat berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan PDB berarti peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan berarti peningkatan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak.
Berdasarkan uraian dan fenomena, mendorong dilakukannya penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD Kabupaten Madiun. Faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Madiun banyak. Penelitian ini akan dibatasi pada beberapa faktor terpenting saja yang dianggap berpengaruh cukup besar terhadap PAD, yaitu Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah. Periode penelitian ini adalah tahun 1991-2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah.
1) Apakah Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010?
2) Apakah PDRB berpengaruh terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010?
commit to user
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui,
1) Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010.
2) Pengaruh PDRB terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun 1991-2010. 3) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap PAD di Kabupaten Madiun tahun
1991-2010.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1) Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang PAD.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi peneliti lain baik sebagai pembanding maupun penelaahan lebih lanjut tentang PAD.
2) Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka menyusun kebijakan tentang peningkatan PAD di Kabupaten Madiun
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia
2.1.1. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Hubungan keuangan pusat dan daerah erat kaitannya dengan azas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Darumurti (2000) menyebutkan, hubungan keuangan antara pusat dan daerah timbul karena adanya pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang disusun secara bertingkat (multiplicity of government units). Yani (2002) menyatakan hubungan keuangan pusat dan daerah erat kaitannya dengan azas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Latar belakang
timbulnya hubungan keuangan pusat-daerah, yaitu: (a) desentralisasi, (b) dekonsentrasi, dan (c) tugas pembantuan. Ketiga azas tersebut adalah
commit to user
Gambar 2.1. Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Sumber: Sakti, 2007.
commit to user
mencapai perimbangan antara berbagai pembagian sumber penerimaan, agar potensi dan sumberdaya masing-masing daerah yang sekalipun berbeda-beda dapat diseimbangkan terutama alokasinya.
Yani (2002) menyatakan hubungan keuangan pusat dan daerah diperlukan untuk; (a) mengatasi ketimpangan fiskal vertikal (ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dengan daerah), (b) mengatasi ketimpangan fiskal horizontal (ketimpangan fiskal antar daerah), (c) menjaga tercapainya standar pelayanan publik minimum di setiap daerah, (d) menjalankan fungsi stabilisasi antara pusat dan daerah dan/atau antar daerah, dan, (e) mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dari melimpahnya dan/atau menyebarnya efek pelayanan publik.
Pengertian tersebut menunjukkan ada tugas dan wewenang tertentu tetap dilaksanakan oleh pusat, dan ada pula tugas dan wewenang tertentu dilaksanakan daerah, sebagai akibat dari pelimpahan tugas dan wewenang dari pusat kepada daerah yang bersangkutan. Konsekwensi dari pelimpahan tugas dan wewenang tersebut adalah pusat menyerahkan pula sebagian sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut kepada daerah. Hal inilah yang menjadi latar belakang timbulnya masalah hubungan keuangan pusat dengan daerah.
commit to user
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah untuk; (a) meniadakan dan meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal, (b) meniadakan dan meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal, (c) menginternalisasi atau memperhitungkan sebagian atau seluruh limpahan manfaat yang menimbulkan biaya.
2.1.2. Pengertian dan Sumber Keuangan Daerah
Pengertian Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Sumber pendapatan daerah untuk penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber pada:
1) Pajak Daerah; 2) Retribusi Daerah;
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan, terdiri atas:
commit to user 3) Dana Alokasi Khusus.
c. Lain-lain Pendapatan yang terdiri atas pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, dana bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, dan bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintah daerah lainnya.
2.1.3. Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah
Pengelolaan dan pertangungjawaban keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), ini berarti bahwa seluruh sumber penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah dicatat dan dikelola dalam APBD. APBD pada hakekatnya adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah, yang merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerahnya. Secara garis besar APBD terdiri dari dua komponen pokok yaitu pendapatan dan belanja (pengeluaran) daerah.
Komponen pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Komponen pengeluaran pemerintah menurut Kunarjo (1993) sebagai berikut.
commit to user
b) Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kategori penggunaan pengeluaran pembangunan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu.
1) Pengeluaran pakai habis, yaitu pengeluaran yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang sifatnya secara langsung tidak menghasilkan return kepada pemerintah tetapi secara tidak langsung mempunyai dampak luas kepada pertumbuhan kemajuan perekonomian negara serta pemerataan pendapatan masyarakat.
2) Pengeluaran transfer adalah pengeluaran dari dana APBN yang dipergunakan untuk bantuan pembangunan daerah, penyertaan modal pemerintah dan subsidi.
Komponen pengeluaran pemerintah menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006, belanja dikelompokkan sebagai berikut.
a) Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini adalah belanja pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.
commit to user
Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, menyatakan bahwa “Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat”.
Tujuan utama pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah menurut Binder (1989) dalam Nuryanti (2003) adalah:
a. Pertanggungjawaban (accountability)
Pemerintah Daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu termasuk Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah (orang yang membawahi semua satuan tata usaha), dan masyarakat umum.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan jangka panjang (termasuk pinjaman jangka panjang).
c. Kejujuran
Urusan keuangan harus diserahkan pada pegawai yang jujur, dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil.
commit to user
mencapai tujuan Pemerintah Daerah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya.
e. Pengendalian.
Petugas keuangan Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut di atas tercapai, mereka harus mengusahakan agar selalu mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran dan untuk membandingkan penerimaan dan pengeluaran dengan rencana dan sasaran.
Binder (1989) menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan yang baik memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut.
a. Sederhana
Sistem yang sederhana lebih mudah dipahami dan dipelajari oleh mereka yang bertugas menjalankannya, dan lebih besar kemungkinan diikuti tanpa salah; dapat lebih cepat memberikan hasil; dan mudah diperiksa dari luar dan dari dalam.
b. Lengkap
commit to user
setinggi-tingginya dalam semua kegiatan; dan menjaga jangan sampai ada penerimaan dan pengeluaran yang tidak masuk rencana atau tidak dimasukkan dalam anggaran.
c. Berhasil Guna
Pengelolaan keuangan harus dalam kenyataan mencapai tujuan-tujuan bersangkutan. Hal ini kadang-kadang dapat diwujudkan melalui peraturan, misalnya peraturan mengharuskan Pemerintah Daerah menyelesaikan rencana anggarannya pada tanggal tertentu sebelum tahun anggaran.
d. Berdaya Guna
Pengertian berdaya guna memiliki dua segi. Pertama, daya guna melekat pengelolaan keuangan bersangkutan harus dinaikkan setinggi-tingginya; artinya, hasil yang ditetapkan harus dapat dicapai dengan biaya serendah-rendahnya, dari sudut jumlah petugas dan dana yang dibutuhkan; atau hasil harus dicapai sebesar-besarnya, dengan menggunakan petugas dan dana pada tingkat tertentu. Kedua, pengelolaan keuangan yang bersangkutan harus dirancang sedemikian rupa sehingga memperbesar daya guna yang menjadi alat bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya dan tidak menghambatnya.
e. Mudah Disesuaikan
commit to user
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penyelenggaran tugas Pemerintah Daerah, sebagai perwujudan dari otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung-jawab adalah tersedianya sumber pembiayaan (keuangan) yang memadai. Kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur kemampuan daerah untuk melaksanakan otonominya. Pentingnya keuangan daerah ini, Gie (1968:33) mengemukakan sebagai berikut.
“Pada prinsipnya setiap daerah harus dapat membiayai sendiri semua kebutuhannya sehari-hari yang rutin. Apabila untuk kebutuhan daerah itu masih mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat, maka sesungguhnya daerah itu tidak otonomi. Otonomi yang diselenggarakan tidak akan ada artinya, karena akan mengikuti irama datangnya dan banyaknya bantuan pusat itu. Dengan demikian daerah itu tidak dapat dikatakan memiliki kehidupan sendiri”.
Pendapat lain dikemukakan Syamsi (1983:180) yang menyatakan bahwa, “Keuangan Daerah adalah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri”. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, harus didukung dengan kemampuan keuangan daerah.
commit to user
daerah bagi sebagian besar Pemerintah Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemandirian suatu daerah otonom. Kemandirian daerah otonom diukur melalui seberapa besar peranan PAD dalam membiayai pengeluaran daerah, khususnya belanja rutin daerah. Semakin besar kontibusi PAD dalam APBD maka dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kemandirian daerah, sehingga ketergantungan dana dari pemerintah pusat semakin kecil. Sebaliknya, semakin rendah kontribusi PAD dalam APBD, semakin besar ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
2.2.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6, terdiri dari: 1) Pajak Daerah;
2) Retribusi Daerah;
3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang di pisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah.
commit to user
senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. Saat ini ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang PDRD adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Sidik (2001) menyatakan, pajak daerah (regional tax) dan retribusi daerah, merupakan salah satu komponen yang sangat penting di dalam penggalian PAD, karena selalu menjadi sumber penerimaan utama daerah. Secara langsung pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama merupakan komponen pembentuk pendapatan asli daerah yang terkait dengan kemampuan pendanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, sebagaimana anggarannya ditentukan oleh APBD yang ditetapkan.
commit to user
2.2.1.1. Pajak Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak daerah memiliki peran strategis bagi daerah, karena pajak daerah memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PAD, kemudian disusul retribusi daerah. Pajak daerah yang identik dengan pajak memiliki beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat yang dikutip oleh Munawir (1992) adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Pendapat senada dengan pengertian sebelumnya, menyatakan bahwa Pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam keseluruhannya untuk jasa-jasa pemerintah. Akan tetapi, jumlah yang dibayarkan oleh orang tidak perlu mempunyai hubungan dengan jumlah-jumlah kegiatan pemerataan yang diterimanya, yang seringkali tidak dapat dihitung atau diukur sedangkan menurut sifatnya merupakan paksaan (Due, 1985).
commit to user
pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa secara langsung dapat ditunjuk, misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan dan lain sebagainya.
Beberapa definisi pajak di atas merupakan pengertian mendasar, sehingga hampir tidak ada perbedaan dengan pengertian pajak daerah. Pengertian pajak daerah menurut Davey (1988) dapat diartikan sebagai: (1) Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri; (2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; (3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah; (4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , memberikan definisi, “Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
commit to user
Pemerintah Daerah. Unsur-unsur penting yang terdapat di dalam pengertian pajak daerah adalah:
a) Pajak; merupakan sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, pajak pemerintah pusat yang diserahkan maupun pajak pemerintah pusat yang dibagihasilkan ke daerah.
b) Daerah; merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c) Dalam wilayah kekuasaannya; maksudnya pemungutan pajak hanya dapat dilakukan oleh daerah di wilayah administrasi yang dikuasai.
Pajak daerah mempunyai fungsi ganda (Makmun, 2009), yaitu: Pertama, sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary) untuk mengisi kas daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah dalam pelaksanaan tugas pemerintah daerah. Kedua, berfungsi sebagai alat pengatur (regulatory) dalam artian untuk mengatur perekonomian guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan redistribusi pendapatan dan stabilisasi ekonomi.
Jenis pajak daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, adalah:
a). Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor;
commit to user 4) Pajak Air Permukaan; dan
5) Pajak Rokok akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014.
b). Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir;
8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014; dan
11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2011).
2.2.1.2. Retribusi Daerah
commit to user
karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, tidak dikenakan iuran itu, misalnya retribusi pasar, parkir, uang kuliah, uang ujian dan sebagainya.
Definisi retribusi yang lain dikemukakan oleh Mangkoesoebroto (1994) dimana retribusi adalah pungutan pemerintah kepada masyarakat karena masyarakat (pembayar retribusi) menerima jasa tertentu dari pemerintah. Pungutan parkir, pembayaran listrik, pembayaran air bersih dan sebagainya merupakan bentuk-bentuk retribusi. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Usman dan Subroto (1989) menyebutkan, retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah secara langsung dan nyata kepada masyarakat tersebut.
Pengertian retribusi menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Ciri-ciri pokok retribusi daerah, berdasarkan beberapa pengertian diatas yaitu:
a. Retribusi dipungut oleh pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Daerah; b. Terdapat jasa balik atau kontra prestasi langsung yang dapat ditunjuk;
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja baik orang pribadi maupun badan yang merasakan atau memperoleh manfaat yang disediakan oleh daerah.
commit to user
adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Jasa-jasa pelayanan tersebut dibagi atas tiga golongan yang berlaku pada Kabupaten/Kota, yang meliputi (a) Jasa Umum; (b) Jasa Usaha; dan (c) Perizinan Tertentu. Rincian retribusi daerah tersebut meliputi :
a). Jenis Retribusi Jasa Umum, merupakan retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Yang termasuk Retribusi Jasa Umum adalah:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; 5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6) Retribusi Pelayanan Pasar;
7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
10)Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; 11)Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12)Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; 13)Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
commit to user
b). Jenis Retribusi Jasa Usaha, dapat dikenakan atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Yang termasuk dalam Retribusi Jasa Usaha adalah:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; 3) Retribusi Tempat Pelelangan;
4) Retribusi Terminal;
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; 7) Retribusi Rumah Potong Hewan;
8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; 9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; 10)Retribusi Penyeberangan di Air; dan
11)Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
c). Jenis Retribusi Perizinan Tertentu merupakan retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perijinan Tertentu adalah:
commit to user
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; 3) Retribusi Izin Gangguan;
4) Retribusi Izin Trayek; dan 5) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
2.2.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang.
Tujuan dibentuknya BUMD tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan Pemerintah Daerah. Kamaludin (2001) mengatakan peran dan fungsi yang dibebankan kepada BUMD adalah: a) Melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan
daerah;
b) Pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah; c) Mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha;
commit to user
Peran BUMD hingga saat ini dalam menunjang pendapatan daerah masih kecil. Menurut Sunarsip (2009) salah satu penyebabnya karena stakeholder BUMD terlihat kurang responsif dalam mengikuti dinamika yang ada, khususnya dinamika pengelolaan di BUMN. Padahal, banyak hal yang berlaku di BUMN dapat menjadi role model bagi pengelolaan BUMD.
Menurut hasil studi Biro Analisis Kinerja BUMN non PDAM (1997), dikemukakan berbagai permasalahan yang dihadapi BUMD dalam kegiatan operasionalnya, sebagai berikut,
a) Lemahnya kemampuan manajemen perusahaan; b) Lemahnya kemampuan modal usaha;
c) Kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan usaha lain yang sejenis;
d) Lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit bersaing; e) Kurang adanya koordinasi antar BUMD khususnya dalam kaitannya dengan
industri hulu maupun hilir;
f) Kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan asset yang dimiliki, sehingga rendahnya produktivitas serta mutu dan ketepatan hasil produksi; g) Besarnya beban administrasi, diakibatkan relatif besarnya jumlah pegawai
dengan kualitas yang rendah;
commit to user
2.2.1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Lain-lain PAD yang sah menurut Soelarno (1990) adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha perangkat pemerintah daerah dan bukan hasil kegiatan dan pelaksanaan tugas, juga bukan merupakan hasil pelaksanaan kewenangan perangkat pemerintah daerah yang bersangkutan. Lebih jelasnya sumber ini bukan hasil pajak daerah, bukan hasil retribusi daerah dan juga bukan hasil perusahaan daerah.
Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004, meliputi:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
2.2.2. Prinsip Pengenaan Pajak
commit to user
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai sumber utama PAD, Pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari PDRD tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. Ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang PDRD adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun. Undang-Undang-undang PDRD ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1) Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
2) Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. 3) Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah
dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam penyusunan undang-undang ini seperti dinyatakan dalan Nota Keuangan RAPBN 2011 yaitu:
commit to user
2) Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam undang-undang (Closed-List). Namun demikian, khusus untuk retribusi daerah masih dimungkinkan untuk ditambah jenisnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3) Meningkatkan kewenangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan dengan memperluas basis pungutan dan memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang.
4) Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah. 5) Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara
preventif. Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan DAU dan/atau DBH.
Sebagai sumber pendapatan bagi Pemerintah Daerah, prinsip pengenaan pajak harus memenuhi Smith’s Canons (Suparmoko, 2002), yang meliputi:
a. Unsur keadilan (equity)
commit to user
adil diantara berbagai sektor yang berbeda pada tingkat atau golongan pendapatan yang sama.
b. Unsur kepastian (certainty)
Pajak hendaknya dikenakan secara jelas, pasti dan tegas kepada setiap wajib pajak. Hal ini akan mendorong pemerintah dalam membuat perkiraan mengenai rencana pendapatan daerah yang akan datang dan juga akan ada keikhlasan dan usaha yang sungguh-sungguh bagi wajib pajak dalam membayar pajak.
c. Unsur kelayakan (convenience)
Dalam memungut pajak daerah, wajib pajak harus dengan senang hati membayar pajak kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan para wajib pajak. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menggunakan uang pajak untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat secara optimal dan masyarakat tahu bahwa uang tersebut tidak diselewengkan penggunaannya.
d. Unsur efisien (economy)
Pajak yang dipungut pemerintah daerah jangan sampai menciptakan biaya pemungutan yang lebih tinggi daripada pendapatan pajak yang diterima pemerintah daerah.
e. Unsur ketepatan (adequacy)
commit to user
Davey (1988) memberikan beberapa kriteria umum tentang perpajakan terutama di daerah sebagai berikut.
a. Kecukupan dan elastisitas
Hasil pemungutan pajak harus menghasilkan pendapatan yang besar dalam kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. Selain itu harus diperhatikan pula apakah biaya pemungutan pajak sebanding dengan besarnya hasil pajak, kemudahan untuk memperkirakan besarnya hasil pajak yang sangat tergantung pada elastisitas pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebagainya.
b. Keadilan
Prinsipnya adalah beban pengeluaran pemerintah daerah harus dipikul untuk semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Terdapat tiga dimensi keadilan, yaitu (a) adil secara vertikal, artinya golongan masyarakat yang memiliki pendapatan yang lebih besar wajib membayar pajak lebih besar dibandingkan dengan golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah; (b) adil secara horizontal, artinya pajak dirasakan sama bebannya bagi berbagai golongan yang berbeda tetapi dengan tingkat penghasilan sama; (c) adil secara geografis, artinya pembebanan pajak harus adil antar penduduk di berbagai daerah.
c. Kemampuan administratif
commit to user d. Kesepakatan politis
Keputusan pembebanan pajak sangat tergantung pada kepekaan masyarakat, pandangan masyarakat secara umum tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada suatu daerah. Sehingga sangat dibutuhkan suatu kesepakatan bersama bila dirasakan perlu dalam pengambilan keputusan perpajakan.
e. Kecocokan suatu pajak sebagai pajak daerah daripada sebagai pajak pusat. Jelas bagi daerah, bahwa penetapan suatu pajak daerah harus memperhatikan letak objek pajak daerah, mobilitas basis pajak daerah, subjek pajak daerah, hasil pemungutan pajak yang memadai serta sederhana dalam proses administrasi.
2.3. Landasan Teori Pendukung Hipotesis
2.3.1. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD
Di negara sedang berkembang yang mengalami ledakan jumlah penduduk termasuk Indonesia akan selalu mengkaitkan antara kependudukan dengan pembangunan ekonomi. Hubungan antara keduanya tergantung pada sifat dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara, dengan demikian tiap negara atau daerah akan mempunyai masalah kependudukan yang khas dan potensi serta tantangan yang khas pula (Wirosardjono,1998).
commit to user
kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif (Widarjono, 1999 dalam Budihardjo, 2003)
Adam Smith dalam Santosa dan Rahayu (2005) berpendapat bahwa dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan suatu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya penduduk dapat mempengaruhi pendapatan. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.
2.3.2. Pengaruh PDRB Terhadap PAD
commit to user
tahun tertentu (tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional.
PDRB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
PDRB = NTB sektor 1 + …...… + NTB Sektor 9 b. Pendekatan Pendapatan (IncomeApproach)
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Komponen penyusun PDRB lainnya adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
PDRB = Sewa tanah + Bunga &/Deviden + Upah/Gaji + Keuntungan + Pajak Tidak Langsung Netto
c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
commit to user
pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region pada suatu periode (biasanya setahun). Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor.
PDRB = Konsumsi (Rmhtg + Pemerintah) + Investasi (PMTB) + ∆ Inventori + Ekspor –Impor
Beberapa penelitian menyatakan, pada dasarnya ada fenomena hubungan yang dapat diterangkan antara perkembangan penerimaan pendapatan negara (revenue) dengan perkembangan Gross Domestic Bruto (GDB), atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Wilford dan Wilford (1978) dalam Siregar (2004) menyatakan, perkembangan perekonomian suatu negara yang tercermin dari perkembangan PDBnya, akan menyebabkan mobilitas sumberdaya yang dimiliki guna meningkatkan produksi sektor-sektor perekonomian di dalam perekonomian nasionalnya. Perkembangan produksi sektor-sektor ekonomi tersebut, akan dapat menciptakan potensi bagi penerimaan pendapatan negara yang bersangkutan.
commit to user
pemerintah untuk menjalankan fungsi distribusi (distribution) kemakmuran yang tercipta dari perkembangan ekonomi yang terjadi.
Gillani (1995) dalam Siregar (2004) menyatakan, peningkatan perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara dapat meningkatkan kapasitas potensi penerimaan pajak, dan juga memungkinkan hal tersebut dapat dipergunakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk pajak. Banyak negara mengandalkan penerimaan negara pada sistem perpajakannya, guna mendapatkan penerimaan keuangan yang cukup memadai, yang akan dipergunakan untuk mengimbangi pengeluaran negara yang ada. Akan tetapi juga sering dijumpai kasus di beberapa negara, di mana kondisi fiskalnya tidak seimbang (inbalance), karena penerimaan pajaknya lebih rendah dari pengeluaran. Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga dibentuk dari komponen penerimaan dari pajak dan non pajak, sebagaimana yang terjadi dalam pembentukan penerimaan bagi pendapatan negara. PAD adalah merupakan komponen utama penerimaan daerah yang akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan sektor-sektor publik (public sector) dan pelayanan publik (public service) di suatu daerah.
Sumber PAD ini terdiri dari ; (a) Pajak daerah, (b) Retribusi daerah, (c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (d) Lain-lain PAD yang sah. Komponen pembentuk PAD yang paling besar (dominan) adalah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.
commit to user
PDRB maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya.
Analisis keterkaitan antara perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di suatu daerah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Siregar, 2004).
Ln PAD = ao + a1 Ln PDRB + e
Dimana :
PAD = Nilai PAD suatu daerah PDRB = Nilai PDRB suatu daerah ao = Intercept / konstanta
a1 = Koefisien elastisitas perkembangan penerimaan PAD
terhadap perkembangan PDRB e = Error term
2.3.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap PAD
commit to user
a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (Assery, 2009) yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Musgrave dan Rostow menyatakan perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, pelayanan kesehatan masyarakat, jaminan sosial, dan sebagainya.
b. Hukum Wagner
commit to user
Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut (Alfirman dan Sutriono, 2002) :
PkPP1 < PkPP2 < …...< PkPPn PPKI PPK2 PPKn Dimana:
PkPP = Pengeluaran Pemerintah per kapita
PPK = Pendapatan per kapita, yaitu GDP per jumlah penduduk 1,2,...,n = Jangka waktu (tahun)
c. Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran. Masyarakat dilain pihak, tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.
commit to user
sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Teori Peacock dan Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk seperti tangga seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
Pengeluaran
Pemerintah Wagner, Solow & Musgrave Peacock & Wiseman
0 Tahun Gambar 2.2. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Sumber: Santosa dan Rahayu, 2005.
commit to user
pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Pengeluaran-pengeluaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Sukirno, 1994). Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka aliran penerimaan pemerintah melalui PAD juga meningkat.
2.4. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini, menggunakan referensi penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah.
commit to user
Penelitian yang dilakukan oleh Pakaila (2007) dengan judul “Upaya-upaya Pengelolaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Terhadap Peningkatan Pendapatan Daerah Kota Sorong”. Kota Sorong dalam upaya meningkatkan PAD mengusahakan penerimaan dari sumber-sumber penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah dengan mengacu pada Perda yang sudah ditetapkan. Perda disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat wajib pajak daerah dan retribusi daerah dapat memperoleh pengetahuan dan kepercayaan masyarakat tentang arti pentingnya PAD sebagai sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, sehingga akan timbul kesadaran dengan hati ikhlas untuk menunaikan kewajibannya dalam membayar pajak dan retribusi. Keberhasilan pelaksanaan dalam meningkatkan penerimaan PAD juga melibatkan Dispenda dan instansi yang terkait dalam mensosialisasikan Perda kepada masyarakat dengan melihat pada potensi masyarakat yang ada. Kegiatan penyuluhan secara terus-menerus dan berkesinambungan, diharapkan upaya-upaya peningkatan PAD Kota Sorong akan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
commit to user
memberikan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah. Temuan lain dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PADnya. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress semakin tinggi.
commit to user
tindihnya tugas pokok dan fungsi antar unit kerja. Kewenangan daerah secara signifikan belum menunjukkan kenaikan PAD dan kebijakan desentralisasi fiskal yang diimplementasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan peranan dominan dalam APBD.
commit to user
2.5. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan memfokuskan pada faktor-faktor yang sekaligus merupakan variabel-variabel penelitian, yaitu: Pendapatan Asli Daerah (Y), Jumlah Penduduk (X1), PDRB (X2), dan Pengeluaran Pemerintah (X3). Kerangka
pemikiran tentang pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Asli Daerah terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 menjelaskan bahwa variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digambarkan dengan garis putus-putus. Selanjutnya variabel Jumlah Penduduk, PDRB dan Pengeluaran Pemerintah secara parsial dapat berpengaruh terhadap PAD yang digambarkan dengan garis tidak terputus-putus.
2.6. HIPOTESIS PENELITIAN
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: Tujuan Penelitian
X1
X2
X3
PDRB
Pengeluaran Pemerintah Jumlah Penduduk
commit to user
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah suatu dugaan yang masih bersifat sementara. Berangkat dari permasalahan yang telah dirumuskan dan tujuan yang hendak dicapai serta berlandaskan pada teori-teori yang tersedia dalam penelitian ini, berikut ini akan dikemukakan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan.
Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah,
1) Diduga Jumlah Penduduk mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD.
2) Diduga PDRB mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap PAD.
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember 2010 sampai dengan Bulan April 2011. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Madiun, karena penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PAD belum pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga di lingkup Pemerintah Kabupaten Madiun. Disamping itu, PAD di Kabupaten Madiun masih memberikan sumbangan yang kecil dalam pembentukan APBD pada setiap tahun anggaran.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai atau simbol/lambang yang padanya dilekatkan bilangan atau nilai. Variabel juga dapat diartikan sebagi obyek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dari suatu penelitian (Arikunto, 1998). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Variabel independen (Independent Variable)