• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1.Flow Chart pelaksanaan penelitian.

Mulai

Diayak pasir dan blotong

Ditimbang bahan

Dicampur bahan

Ditambahkan blotong

Dimasukkan dalam cetakan

dipres

Dilepaskan dari cetakan

Didiamkan selama ±24 jam

Di jemur batako

Dilakukan pengamatan dan pengujian parameter

selesai

FAS 0.5 Semen : Pasir

(2)

32

Lampiran 2. Standar ukuran batako

Tipe Ukuran

(3)

Lampiran 3. Data ukuran batako Data analisis ukuran batako

Perlakuan Panjang

Analisa sidik ragam kuat tekan batako

(4)

34

Lampiran 4.Analisis kuat tekan Data analisis nilai kuat tekan batako

Perlakuan Panjang

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 2.84 1.57 1.86 6.27 2.09

A1 5.00 4.22 4.90 14.12 4.70

A2 2.06 3.43 1.47 6.96 2.32

A3 1.47 1.77 2.06 5.79 1.93

Analisa sidik ragam kuat tekan batako

(5)

Lampiran 5. Analisis absorbsi batako Data analisis absorbsi batako

Perlakuan Berat Jenuh (Kg)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

A0 13.53 10.56 21.53 45.71 15.2

A1 5.6 5.87 10.73 22.2 7.4

A2 13.17 16.68 13.94 43.79 14.6

A3 15.60 19.73 17.15 52.48 17.4

Analisa sidik ragam absorbsi batako

(6)

36

Lampiran 6. Perhitungan kuat tekan batako Data uji tekan

A = p x l

= 0.4 m x 0.1 m = 0.04 m2

(7)

Ulangan III

(8)

38

(9)

= 3433500 Pa

(10)

40

= 1765800 Pa = 1.77 Mpa Ulangan III

P = 8400 kg x 9.81 m/s2 = 82404 N

F = �

=

82404 � 0.04 �2

(11)

Lampiran 7. Perhitungan nilai absorbsi batako Data uji absorbsi

WA = Mj−Mk

Mk

x 100%

Batako normal tanpa adanya campuran blotong Ulangan I

Batako dengan kadar blotong 5% Ulangan I

Mj = 11.354 kg

(12)

42

(13)

Mk = 9.721 kg

WA = 11.076 kg – 9.721 kg

9.721 kg x 100%

= 13.94 %

Batako dengan kadar blotong 25% Ulangan I

Mj = 11.554 kg

Mk = 9.994 kg

WA = 11.554 kg – 9.994 kg

9.994 kg x 100%

= 15.60 % Ulangan II

Mj = 10.829 kg

Mk = 9.044 kg

WA = 10.829 kg – 9.004 kg

9.004 kg x 100%

= 19.73 % Ulangan III

Mj = 11.861 kg

Mk = 10.125 kg

WA = 11.861 kg – 10.125 kg

10.125 kg x 100%

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemoe, P. S. T., A. S. Baktir. 1984. Teknologi dan peralatan industri gula (I) Ekstraksi Nira Tebu. Sekolah tinggi Teknologi Industri. Surabaya. Damaris, R. A., 2011. Optimasi kuat tekan dan daya serap air dari batako yang

menggunakan bottom ash dengan pendektan respon serentak.Tesis.Institut teknologi sepuluh nopember, Surabaya.

Dinas Pertanian., 2010. Teknologi Produksi Tanaman. Malang.

Elykurniati, 2009. Pemanfaatan Blotong Menjadi Bahan Bakar Cair dan Arang Dengan Proses Pirolisis.Universitas Pembangunan Nasional Surabaya.

Hutasoit, F. 2010. Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Pulp Biosludge Dari PT TPL Porsea. Skripsi. Departemen Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.

Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, W. Rumini., 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta.

Ismayana, N. I. Indrasti, Suprihatin, A. Mahhdu, A. Fredy, 2012. Faktor Rasio C/N Awal dan Laju Aerasi Pada Proses Decomposting Bagasse dan Blotong. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leovici, H., 2012. Pemanfaatan Blotong Pada Budidaya Tebu Di Lahan Kering. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Lubis, M. 2010. Pemanfaatan Ampas Tebu Dalam Pembuatan Batako Ringan Yang Direncanakan Sebagai Konstruksidinding Kedap Suara. Tesis.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Marsudi, 2010. Pengembangan Tanah Blangket Asal Desa Jatipohon Kabupaten Grobogan Sebagai Bahan Pembuatan Batako. Institut Teknologi Semarang. Semarang.

Marwayudhi, 2013. Mengurangi Bahan Baku Tanah Sawah Dengan Menambah Limbah Blotong Pada Pembuatan Batu Bata Ramah Lingkungan. Universitas Sahid Surakarta. Surakarta.

(15)

Munir, E., “Si Petunjuk Bercocok Tebu. Samudera, Jakarta.

Sihombing, B., 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan Yang Terbuat Dari Limbah Padat Industri Kertas-Semen. Universitas SumateraUtara. Medan.

Simbolon, T., 2008.Pembuatan dan karakterisasi batako ringan yang terbuat dariStyrofoam-semen.Tesis.Universitas sumatera utara. Medan.

Sinaga dan E. Susanto, 2010. Peningkatan Kualitas Pertumbuhan Tebu Varietas Tebu Berastagi Dengan Pupuk dan Blotong. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soenarno, S. M., 2011. Pengelolaan Limbah. Yayasan Pelestarian Alam dan Kehidupan Manusia. Bayuwangi.

(16)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober 2014 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara sedangkan uji kuat tekan dan absorbsi dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah blotong tebu, pasir, semen dan air.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ayakan untuk mengayak pasir dan blotong tebu, cetakan batako sebagai alat pencetak, timbangan digunakan untuk menimbang massa bahan, gelas ukur untuk mengukur volume air, alat pengaduk untuk mengaduk bahan, label nama digunakan sebagai penanda sampel, alat tulis yang digunakan sebagai perlengkapan penelitian dan komputer sebagai alat untuk mengolah data.

Metode Penelitian

1. Rancangan Percobaan

(17)

Penambahan kadar blotong dari komposisi semen (A) yang terdiri dari 3 taraf :

A1 : 5%

A2 : 15%

A3 :25%

Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) non-faktorial dengan kode rancangan :

Yij = µ + αi + εij ... (1) Dimana:

Yij = hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-1 pada ulangan ke-j. µ = nilai tengah sebenarnya.

αi = efek faktor pada taraf ke-i. εij = pengaruh galat (pengacakan). 2. Persiapan Bahan Baku

Limbah blotong tebu yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah blotong yang berasal dari pemurnian nira di pabrik gula PTPN IV Sei Semayang.

Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen Portland dan pasir yang digunakan adalah jenis pasir sungai.

Prosedur Penelitian

- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan - Diayak pasir dan blotong menggunakan ayakan - Ditimbang bahan yang akan digunakan

(18)

18

- Ditambahkan blotong tebu kedalam adonan batako dengan konsentrasi 5%, 15 % dan 25% dari massa semen

- Dimasukkan bahan campuran kedalam cetakan batako berukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm

- Dipres bahan batako didalam cetakan sampai padat dan merata - Dilepaskan dari cetakan dan dibiarkan selama 1 x 24 jam - Diletakkan ditempat yang teduh selama 28 hari

- Dilakukan pengamatan dan pengujian parameter. Parameter

1. Ukuran

Ukuran merupakan dimensi batako dalam satuan luas tertentu yang akan diukur pada masing-masing ulangan dan perlakuan.

2. Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Pengujian kuat tekan menggunakan acuan normatif SNI-3-0349-1989.

3. Absorbsi

Absorbsi adalah kemampuan material dalam menyerap air.Pengujian absorbsi menggunakan acuan normatif SNI 03- 2113-2000.

4. Analisis Biaya

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pemberian kadar blotong dalam komposisi pembuatan batako memberikan pengaruh terhadap ukuran, kuat tekan dan absorbsi batako. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Tabel data hasil penelitian

Perlakuan Panjang

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai kuat tekan yang paling besar terdapat pada A1, yaitusebesar 4.70 MPa dan nilai kuat tekan terendah terdapat

pada A3, yaitu sebesar1.93 MPa. Nilai absorbsi yang terbesar terdapat pada A3,

sebesar17.4% dan nilai absorbsi yang terendah terdapat pada A1,yaitusebesar7.4%. Batako yang memiliki ukuran paling tinggi terdapat pada A0 yaitu sebesar 0.18 m

dan batako yang memiliki ukuran paling pendek terdapat pada A3 yaitu sebesar

0.15 m. Batako A0 merupakan batakon buatan pabrik tanpa adanya campuran

blotong yang akan menjadi pembanding terhadap batako lainnya.

Hasil analisa statistik pemberian kadar blotong terhadap masing-masing parameter yang diamati dapat dilihat pada uraian berikut.

Ukuran

(20)

20

pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh penambahan kadar blotong terhadap ukuran batako untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 7 berikut :

Tabel 7. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap ukuran batako

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - A3 0.146 A A

2 0.011533 0.017476 A2 0.163 B AB

3 0.011953 0.018129 A1 0.173 B B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan memiliki perbedaan yang sangat nyata terhadap perlakuan lainnya. Perlakuan A3 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan A2dan A1, sedangkan perlakuan A2 berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan kadar blotong A1.

Hubungan antara perlakuan pemberian kadar blotong dan ukuran batako dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Pengaruh penambahan blotong tebu terhadap ukuran

Dari Gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase pemberian blotong terhadap batako maka semakin rendah tingkat ukuran batako.Hal ini disebabkan karena blotong memiliki masa jenis yang lebih ringan

(21)

dibandingkan dengan semen dan pasir sehingga mengakibatkan ukuran batako yang berbeda tiap perlakuannya. Ukuran partikel blotong yang lebih kecil dari semen dan pasir sehingga ketika mengalami penekanan, campuran batako dengan kadar blotong akan mengalami penurunan ukuran.

Berdasarkan standar ukuran batako (Lampiran 1) dapat dikatakan bahwa batako hasil penelitian ini dapat dikategorikan dalam batako jenis D dengan ukuran 10 x 20 x 40 cm3 tidak berlubang.

Jika dibandingkan dengan batako buatan pabrik (A0) tanpa adanya

penambahan kadar blotong yang memiliki ukuran tertinggi yaitu sebesar 0.18 meter, maka batako dengan kadar pemberian blotong sebanyak 5% (A1) memiliki

ukuran batako yang mendekati ukuran batako buatan pabrik tersebut yaitu sebesar 0.17 meter. Ini menunjukkan bahwa batako buatan pabrik memiliki ukuran yang mencapai standar ukuran pada umumnya.

Kuat Tekan

(22)

22

Tabel 8. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap nilai kuat tekan (MPa)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - A3 1.76 a A

2 1.303964 1.97592 A2 2.32 a A

3 1.351449 2.04978 A1 4.7 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan memiliki perbedaan yang sangat nyata terhadap perlakuan lainnya. Perlakuan A3 berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan A2,sedangkan perlakuan A1 berbeda sangat nyata terhadap

perlakuan A2 dan A3

Hubungan antara perlakuan pemberian kadar blotong dan nilai kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Pengaruh penambahan blotong tebu terhadap kuat tekan

Dari Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwasemakin tinggi persentase blotong pada campuran bahan baku batako makasemakin rendah nilai kuat tekan batako. Hal ini diduga karena blotong memiliki kandungan silika yang kecil

(23)

literature Muhsin (2011) yang mengatakan bahwa blotong memiliki komposisi yang terdiri dari serat, wax, flat kasar, protein kasar, Si02, CaO, P2O5, MgO.

Kandungan Si02 (silika) dalam blotong hanya sebesar 9-10% saja.Ini jumlah yang

sangat kecil sehingga penambahan jumlah blotong belum cukup membuat kuat tekan batako meningkat.

Menurut Darmono (2006), agar didapat mutu batako yang memenuhi syarat SNI banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi mutu batako bergantung pada faktor air semen (fas), umur batako, kepadatan batako, bentuk dan tekstur batuan dan ukuran agregat lain-lain.Faktor air semen adalah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam campuran adukan semen.Mutu batako bertambah tinggi dengan bertambahnya umur batako dan umur 28 hari adalah ukuran standar pada kekuatan batako.Kekuatan batako juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatannya.Dalam pembuatan batako diusahakan campuran dibuat sepadat mungkin.

Berdasarkan SNI-3-0349-1989 (Tabel 5) batako hasil penelitian ini termasuk dalam kategori mutu III dan IV. Dengan kuat tekan pada kategori mutu III sebesar 4.70 MPa dan kuat tekan pada kategori mutu IV sebesar 2.32 MPa.

Jika dibandingkan dengan batako buatan pabrik (A0) tanpa adanya

(24)

24

Absorbsi

Dari analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa penambahan kadar blotong memberikan pengaruh nyata terhadap nilai absorbsi batako. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh penambahan kadar blotong terhadap nilai kuat tekan batako untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

Tabel 9. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap nilai absorbsi (%)

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - A1 7.4 a A

2 4.626429 7.010511 A2 14.6 b B

3 4.794906 7.272586 A3 15.2 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan memiliki perbedaan yang sangat nyata terhadap perlakuan lainnya. Perlakuan A1 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan A2 dan A3sedangkan perlakuan A2 berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan kadar blotong A3.

(25)

Gambar 3. Hubunganpenambahan blotong tebu terhadap nilai absorbsi Dari Gambar 3 diatas dapat dilihat bahwasemakin tinggi persentase blotong pada campuran bahan baku batako maka semakin rendah nilai absorbsinya. Hal ini diduga karena kandungan-kandungan dalam blotong seperti kalsium, kalium dan posphat mempengaruhi kemampuan batako dalam menyerap air.Menurut Leovici (2012) blotong mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang cukup besar dikarenakan kandungan organik dalam blotong kering seperti kalsium, kalium dan phospat.Oleh karena itu semakin tinggi kandungan organik blotong dalam batako, semakin tinggi pula tingkat penyerapan airnya, begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan SNI 03- 2113-2000 penyerapan air maksimal pada batako adalah sebesar 25 %. Sehingga apabila hasil penelitian dibandingkan dengan ketentuan SNI maka batako ini dikatakan memenuhi syarat kelayakan.

Untuk nilai absorbsi batako semakin kecil kemampuan batako menyerap air maka semakin baik kualitas batako tersebut. Batako buatan pabrik pada perlakuan A0 memiliki absorbsi sebesar 15.2% dan dari hasil penelitian absorbsi

terbaik diperoleh pada perlakuan A1 dengan nilai 7.4 %. Ini membuktikan bahwa

(26)

26

batako pada perlakuan A1 memiliki nilai absorbsi yang lebih baik dibandingkan

dengan batako buatan pabrik. Analisis biaya

Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui besar biaya yang telah dikeluakan untuk memproduksi batako.Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh biaya produksi batako yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 10 dan perhitungannya terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 10. Biaya produksi

Perlakuan Biaya Produksi (Rp)

(27)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan limbah blotong tebu sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan batako berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tekan dan daya absorbsi air pada batako.

2. Kuat tekan tertinggi didapat pada pemberian kadar blotong sebanyak 5%sebesar 4,70 MPa dan kuat tekan terendah didapat pada pemberian kadar blotong sebanyak 25% sebesar 1.93 MPa.

3. Absorbsi tertinggi didapat pada pemberian kadar blotong 25% sebanyak yaitu sebesar 17,4% dan absorbsi terendah didapat pada pemberian kadar blotong sebanyak 5% yaitu sebesar 7,4%.

(28)

28

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan peralatan yang lebih efektif.

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Tebu

Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan subtropika sampai batas garis isoterm 20oC yaitu antara 19oLU – 35oLS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebuadalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu (Indrawanto, dkk, 2010).

Adapun sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Family : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Saccharum

(30)

6

Tebu termasuk tanaman perdu, sering pula digolongkan ke dalam bangsa rumput. Batang tebu berdiri lurus, terdiri atas ruas ruas yang dibatasi dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Besar batang tebu antara 3 sampai 4 cm diukur dari garis tengah. Tinggi batang tebu 2 sampai 5 meter dan tidak bercabang. Mata tunas bawah yang ada di dalam tanah tumbuh keluar membentuk rumpun. Akar tebu termasuk akar serabut tidak panjang, buah tebu seperti padi-padian bijinya hanya satu lembaga, besarnya sepertiga dari panjang biji.Jenis tebu itu ada dua macam, yaitu saccharum offinarum dan saccnarum

spontaneum.Namun ahli-ahli pertanian telah berusaha mengawinkan kedua jenis

itu dan hasilnya cukup baik (Munir, 1983).

Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya (99%) tersusun atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Dari sejumlah itu, kira-kira diantaranya dalam bentuk air (H2O), dan 25% sisanya dalam bentuk

bahan kering. Analisa dari bahan tebu siap-giling (millable stalks) menunjukkan bahwa kandungan bahan bukan C-H-O tersebut terdiri atas silika (± 40%), kalium (±22%), fosfat (± 7%), kalsium (± 6%), oksida besi, alumina, dan belerang (masing-masing ± 4–5%), sedang sisanya terdiri atas natrium, magnesium, mangan, khlor, dan sebagainya (Adikoesoemo dan Baktir, 2005).

(31)

blotongdihasilkan dari proses pemurnian nira dengan jumlah sekitar 3,8% dari bobot tebu (Ismayana, 2012).

Blotong

Pada pemprosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang ditapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tidak mungkin lagi menghasilkan kristal. Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air 67% dan kadar pol 3% (Sinaga dan Susanto, 2010).

Blotong (filter press mud) merupakan limbah yang bermasalah bagi pabrik gula dan masyarakat karena blotong yang basah menimbulkan bau busuk. Oleh karena itu, apabila blotong dapat dimanfaatkan akan mengurangi pencemaran lingkungan. Secara umum bentuk dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu yang mempunyai komposisi humus, N-total,C/N, PI05, KIO, CaO dan MgO,

cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik (Sinaga dan Susanto, 2010). Tabel 1.Komposisi Kimia Blotong Kering

Unsur Kadar Kandungan

Ampas tebu (bagasse) 64,00 %

Kalor bakar 3,319 kkal / kg

(32)

8

memanfaatkan blotong sebagai bahan timbunan atau pemanfaatan blotong untuk urug tanah dan pupuk tanaman. Blotong mempunyai sifat padat, berserat dan mengandung sedikit tetes tebu. Tetes tebu ini yang mengakibatkan blotong bersifat lekat sehingga dapat diasumsikan blotong mampu sebagai bahan tambah batu bata (Marwayudhi, 2013).

Batako

Batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan lain sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui proses pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan dalam tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan pasangan dinding (Lubis, 2010).

(33)

Batako yang selama ini kita kenal adalah jenis batako yang terbuat dari bahanPortland Cement(PC) yang lebih dikenal dengan semen dan bahan pengisi berupa agregat halus (pasir) dan air. Dimensi batako pada umumnya adalah panjang 35 cm, lebar 15 cm, dan tebal 10 cm. Campuran ini mempunyai beberapa komposisi tergantung dari mutu berapa yang diinginkan. Semakin banyak kandungan semen, maka mutu akan semakin baik (Marsudi, 2010).

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam menggunakan batako sebagai bahan pengganti batu bata. Diantara keuntungan yang diperoleh adalah :

1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.

2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.

3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih hemat.

4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara. 5. Apabila pengerjaan rapi, tidak perlu diplester.

6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.

7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:

1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama (± 3minggu), maka butuh waktu lama untuk membuatnya sebelum memakainya

(34)

10

3. Mengingat ukurannya yang besar dan proses pengerasannya cukup lama mengakibatkanpada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.

(Lubis, 2010). Semen

Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil,pasir dan air. Semen akan mengikat butir-butir agregat halus (halus dan kasar) setelah diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat. Semen yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaan dilakukan terhadap yang masih berupa bentuk kering, pasta semen yang telah keras dan beton dibuat darinya.

Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin baik kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sekitar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap (Lubis, 2010).

Tabel 2. Presentase komposisi semen portland

Tipe

(35)

Pasir

Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya. Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik (Lubis, 2010).

Tabel 3. Komposisi pasir

Komponen penyusun Presentase (%)

SiO3 96

Al2O3 3

Debu 1

Air

Air yang digunakan sebagai bahan campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkankualitas beton. Persyaratan air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:

a) Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada beton.

(36)

12

c) Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

(Lubis, 2010).

Karakteristik Batako

Ukuran dan jenis batako/bata cetak bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan. Ukuran batako yang standar adalah:

(1) Type A

Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlubang untuk tembok/dinding pemikul beban dengan tebal 20 cm.

(2) Type B

Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlubang untuk tembok/dinding tebal 20 cm sebagai penutup atap pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.

(3) Type C

Ukuran 10 x 20 x 40 cm3berlubang, digunakan sebagai dinding pengisi dengan tebal 20 cm.

(4) Type D

Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlubang, digunakan sebagai dinding pengisi/pemisah dengan tebal 20 cm.

(5) Type E

(37)

(6) Type F

Ukuran 8 x 20 x 40 cm3 tidak berlubang, digunakan sebagai dinding pengisi dengan tebal 20 cm.

(Lubis, 2010).

Persyaratan batako menurut PUBI (1982) pada pasal 6 antara lain: - Permukaan batako harus mulus

- Kadar air 25-35% dari berat

- Memiliki kuat tekan antar 2-7 N/mm2

- Sisi-sisi batako harus tegak lurus satu dengan yang lainnya dan tidak mudah direpihkan dengan tangan.

(Damaris,dkk, 2011).

Tabel 4. Syarat fisis batako mengacu SK. SNI 03-0349-1989

No Syarat fisis Satuan

Tingkat mutu bata beton Pejal

Tingkat mutu bata beton berlubang

Pengujian Batako

Uji Tekan Batako

(38)

14

dapat menentukan kuat tekan dari batako, tetapi banyaknya jumlah semen yang dimaksudkan untuk meningkatkan kuat tekan batako harus diperhatikan nilai faktor air semen yang dihasilkan oleh adukan beton tersebut (Lubis, 2010).

Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakanUniversal Testing

Machine adalah sebagai berikut:

F = P

Tabel 5. Persyaratan kuat tekan batako

Mutu Kuat tekan minimum (MPa)

I 9,7

II 6,7

III 3,7

IV 2

Absorbsi

Dalam pengujian penyerapan air, dipakai 3 (tiga) buah benda uji setiap variasi percobaan dalam keadaan utuh dengan peralatan sebagai berikut (SNI 03- 2113-2000):

a. Timbangan dengan ketelitian sampai 0,5% dari berat contoh uji. b. Dapur pengering yang dapat mencapai suhu 105 ± 5° C.

(39)

Benda uji seutuhnya direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan selama 24 jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris kurang lebih 1 menit, lalu permukaan benda uji diseka dengan kain lembab, agar air yang berlebihan yang masih melekat dibidang permukaan benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (A). Setelah itu benda uji dikeringkan di dalam dapur pengering suhu pada 105 ± 5 °C sampai beratnya pada 2 kali penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,2% dari penimbangan yang terdahulu (B). Selisih penimbangan dalam keadaan basah (A) dan dalam keadaan kering (B) adalah jumlah penyerapan air, dan harus dihitung berdasarkan prosen benda uji kering (Lubis, 2010).

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Simbolon, 2008):

WA = ��−��

�� x 100%

Dimana:

WA = Water Absorption (%)

� = massa benda dalam kondisi kering (kilogram)

� = massa benda dalam kondisi saturasi/jenuh (kilogram).

(40)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri yang sangat pesat secara universal, di samping menghasilkan produk yang mempengaruhi perekonomian global juga menghasilkan produk samping yang sangat mempengaruhi keseimbangan lingkungan.Di dalam kurun waktu seperempat abad terakhir, pengaruh industri terhadap lingkungan tidak hanya berasal dari produk sampingnya, tetapi produk industri itu sendiri telah berkembang sedemikian pesatnya sehingga menjadi limbah pengganggu lingkungan (Wiryowidagto, 1994).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan prosesproduksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat.Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).

(41)

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Soenarno, 2011).

Salah satu segi positif dari sistem tanam paksa (1830-1970) adalah perkembangan industri gula yang cepat sekali di Indonesia. Terlepas dari beban penderitaan yang dipikul oleh rakyat, selama kira-kira empat puluh tahun, produksi gula di Indonesia meningkat dari kurang dari 25.000 pikul per tahun menjadi lebih dari 225.000 pikul per tahun. Pada penutup abad ke 19, produksi gula di Indonesia telah mencapai 900.000 pikul lebih. Menjelang tahun 1980, jumlah pabrik gula di Indonesia ada sebanyak 61 buah, 5 buah diantaranya di luar Jawa. Luas areal perkebunan tebu pada waktu itu sudah mencapai ±100.000 hektar dengan produksi tahunan rata-rata sebesar 0,8 juta ton.

Dengan semakin berkembangnya sistem TRI berdasarkan Instruksi Presiden nomor 9/1975 yang pelaksanaannya diatur dengan SK. Menteri Pertanian nomor 022/Badan Pengendali Bimas/1975, maka sampai saat ini luas areal perkebunan tebu telah mencapai hampir 250.000 hektar dengan produksi rata-rata tahunan sebesar 1,6 juta ton (Adikoesoemo dan Baktir, 2005).

(42)

3

produksi gula kristal dibagi menjadi limbah padat (abu, blotong, dan ampas), limbah cair (limbah cair berat dan limbah cair ringan), dan gas (gas dari pembakaran listrik dan dari genset listrik). Setiap jenis limbah ini ditangani dengan cara yang berbeda (Vilandri, 2010).

Blotong merupakan salah satu limbah padat yang berasal dari Pabrik Gula. Limbah ini berasal dari unit proses pemurnian nira, tepatnya pada penapisan nira dengan proses sulfasi. Pengolahan limbah blotong selama ini kurang mendapat perhatian sehingga pemanfaatannya dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Pada umumnya blotong digunakan untuk bahan bakar, dari pembakaran tersebut masih mengandung gas-gas berbahaya karena blotong dari proses sulfitasi masih mengandung belerang (Elykurniati, 2009).

Bahan utama pada pembuatan batako yaitu semen, pasir dan air. Dapat juga menggunakan bahan tambahan lain untuk mengurangi pemakaian semen sebagai campurannya, seperti blotong tebu. Blotong tebu merupakan limbah dari hasil pemurnian nira tebu.

Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah padat berupa blotong dan ampas tebu.Limbah blotong dihasilkan dari pemurnian gula, ampas dihasilkan dari pengepresan.Limbah padat lainnya yaitu abu ketel yang berasal dari pembakaran ampas abu ketel di ketel uap (boiler). Blotong inilah yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan batako.

(43)

mengurangi limbah blotong yang dihasilkan oleh pabrik gula dan batako blotong tebu dapat bersaing di pasaran.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat batako dari limbah blotong tebu dan pemberian kadar blotong pada batako terhadap tekstur, kuat tekan dan daya serap air.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakansyarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai batako dengan bahan baku limbah blotong tebu.

(44)

ABSTRAK

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN : Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako. Dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SULASTRI PANGGABEAN.

Pemanfaatan limbah blotong tebu dalam pembuatan batako ini bertujuan

untuk mengurangi pemakaian semen dalam pembuatan batako dengan

memanfaatkan limbah blotong tebu, menghitung ukuran, nilai kuat tekan dan absorbsi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial dengan pemberian kadar blotong (A) terdiri dari tiga taraf yaitu (A1= 5%, A2= 15%, P3= 25%). Parameter yang diamati adalah ukuran, kuat tekan, dan absorbsi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pemberian limbah blotong tebu pada campuran batako memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ukuran, nilai kuat tekan, dan absorbsi. Ukuran tertinggi dari setiap perlakuan adalah pada kadar blotong 25% dan ukuran terendah didapat pada kadar blotong 5%. Nilai kuat tekan tertinggi didapat pada kadar blotong 5% dan nilai kuat tekan terendah didapat pada kadar 25%. Absorbsi tertinggi diperoleh pada kadar blotong 25% dan absorbsi terendah diperoleh pada kadar blotong 5%.

Kata kunci: Batako, Blotong, Limbah.

ABSTRACT

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN: Utilization Of Sugarcane Filter

Cake to Reduce The Use of Cement Block Making. Supervised by AINUN

ROHANAH and SULASTRI PANGGABEAN.

Sugarcane filter cake waste utilization in brick-making aims to reduce the use of cement block making by utilizing sugarcane filter cake waste, calculate the size, the compressive strength and absorption. This research used non-factorial complete random design with provision filter cake level (A) consisted of three types which were (A1= 5%, A2= 15%, A3= 25%). The parameter was size, compressive strength and absorption.

The result showed that some differences on the treatments of rice field tillage gave significant effect on size, compressive strength and absorption. The highest measure of each treatment is at a level 25% and the size of the filter cake obtained at the lowest levels of filter cake 5%. The highest compressive strength values obtained at 5% level of filter cake and low compressive strength values obtained at the level of 25% filter cake. The highest absorption filter cake obtained at levels of 25% and the lowest absorption filter cake obtained at 5% level.

(45)

SKRIPSI

OLEH :

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN 100308014

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(46)

PEMANFAATAN

BLOTONG TEBU UNTUK MENGURANGI

PEMAKAIAN SEMEN PADA PEMBUATAN BATAKO

SKRIPSI

OLEH :

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN 100308014/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Draft Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melakukan Seminar Hasil Penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Ainun Rohanah, STP, M.Si) (Sulastri Panggabean , STP, M.Si) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(47)

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN : Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako. Dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SULASTRI PANGGABEAN.

Pemanfaatan limbah blotong tebu dalam pembuatan batako ini bertujuan

untuk mengurangi pemakaian semen dalam pembuatan batako dengan

memanfaatkan limbah blotong tebu, menghitung ukuran, nilai kuat tekan dan absorbsi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial dengan pemberian kadar blotong (A) terdiri dari tiga taraf yaitu (A1= 5%, A2= 15%, P3= 25%). Parameter yang diamati adalah ukuran, kuat tekan, dan absorbsi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan pemberian limbah blotong tebu pada campuran batako memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ukuran, nilai kuat tekan, dan absorbsi. Ukuran tertinggi dari setiap perlakuan adalah pada kadar blotong 25% dan ukuran terendah didapat pada kadar blotong 5%. Nilai kuat tekan tertinggi didapat pada kadar blotong 5% dan nilai kuat tekan terendah didapat pada kadar 25%. Absorbsi tertinggi diperoleh pada kadar blotong 25% dan absorbsi terendah diperoleh pada kadar blotong 5%.

Kata kunci: Batako, Blotong, Limbah.

ABSTRACT

ANDRI FERNANDO PAKPAHAN: Utilization Of Sugarcane Filter

Cake to Reduce The Use of Cement Block Making. Supervised by AINUN

ROHANAH and SULASTRI PANGGABEAN.

Sugarcane filter cake waste utilization in brick-making aims to reduce the use of cement block making by utilizing sugarcane filter cake waste, calculate the size, the compressive strength and absorption. This research used non-factorial complete random design with provision filter cake level (A) consisted of three types which were (A1= 5%, A2= 15%, A3= 25%). The parameter was size, compressive strength and absorption.

The result showed that some differences on the treatments of rice field tillage gave significant effect on size, compressive strength and absorption. The highest measure of each treatment is at a level 25% and the size of the filter cake obtained at the lowest levels of filter cake 5%. The highest compressive strength values obtained at 5% level of filter cake and low compressive strength values obtained at the level of 25% filter cake. The highest absorption filter cake obtained at levels of 25% and the lowest absorption filter cake obtained at 5% level.

(48)

RIWAYAT HIDUP

Andri Fernando Pakpahan dilahirkan di Pekanbaru, pada tanggal 04 Februari 1992 dari Bapak Halomoan Pakpahan dan ibu Minar Gultom. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.

Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Santa Maria Pekanbaru dan tahun 2010 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, , penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) sebagai Biro Pelatihan Kader masa bakti 2012/2013 dan Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Komunikasi masa bakti 2013/2014. Penulis juga pernah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (UKM KMK FP USU).

(49)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyusun skripsiyang berjudul “Pembuatan Batako dengan Menggunakan Bahan Baku Limbah Blotong Tebu” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepadaIbu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepadaIbu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga draft ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2014

(50)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

Pengujian Batako ... 13

Uji Tekan Batako ... 13

Absorbsi ... 14

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metodologi Penelitian ... 16

Persiapan Bahan baku ... 17

Prosedur Penelitian ... 17

Parameter yang Diamati ... 18

Ukuran dan Tekstur ... 18

Analisis biaya ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

(51)

No. Hal

1. Kandungan blotong kering ... 7

2. Presentase komposisi semen ... 10

3. Komposisi pasir ... 11

4. Syarat fisis batako mengacu pada SNI-01-0349-1989 ... 13

5. Syarat kuat batako ... 14

6. Data hasil penelitian ... 19

7. Tabel uji DMRT pengaruh penambahan blotong terhadap ukuran batako ... 20

8. Tabel uji DMRT pengaruh penambahan blotong terhadap nilai kuat tekan ... 22

(52)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

(53)

No. Hal

1. Flow chart penelitian ... 32

2. Standar ukuran batako ... 31

3. Data ukuran batako ... 33

4. Analisis kuat tekan ... 34

5. Analisis absorbsi batako ... 35

6. Perhitungan kuat tekan ... 36

7. Perhitungan absorbsi batako ... 41

8. Perhitungan biaya produksi ... 44

Gambar

Tabel 6. Tabel data hasil penelitian
Tabel 7. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap ukuran batako
Tabel 8. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap nilai kuat tekan (MPa) DMRT Notasi
Tabel 9. Uji DMRT pengaruh penambahan blotong tebu terhadap nilai absorbsi (%) DMRT Notasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ULP Pembangunan Ruang Kelas Baru MAN 3 Bima pada Madrasah Aliyah Negeri 3 Bima Tahun 2017, telah mengadakan Pemberian Penjelasan Pekerjaan (aanwijzing) untuk Pemilihan

[r]

Pada bangunan museum, harus diperlukan pengamanan yang ketat dikarenakan banyak koleksi-koleksi berharga yang perlu dijaga agar tidak rusak ataupun hilang

Pengaruh Antibakteri Ekstrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara In vitro, Jurnal MIPA UNSRAT Online 2(2)

Dari perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang dollar Amerika, arah perubahan imbal hasilnya juga bervariasi dimana untuk tenor pendek

Data Uji Coba Instrumen Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan. yang Sudah Dikonversikan Sesuai Interval Hasil Uji

Sepanjang tahun 2014, Kantor Ombudsman RI di Jakarta telah menerima 173 laporan/pengaduan masyarakat atas dugaan maladministrasi pelayanan terkait kebutuhan dasar