PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, RETURN ON ASSETS, AUDIT
TENURE, AUDIT LAG, DAN PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN
TERHADAP OPINI GOING CONCERN
(Studi pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini Going Concern Periode 2010-2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh: AHMAD MAKIEN NIM: 1110082000139
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen Terhadap Opini GoingConcern
(Studi pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini Going Concern Periode 2010-2014)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Ahmad Makien NIM. 1110082000139
Di bawah bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM. Yulianti, SE., M.Si. NIP. 19490602 197803 1 001 NIP. 19820318 201101 2 011
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa, 06 Oktober 2015 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Ahmad Makien
2. NIM : 1110082000139
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen
Terhadap Opini Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan
selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan mahasiswa tersebut di atas
dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 06 Oktober 2015
1. Rizqon Halal Syah Aji, M.Si. (_____________________) NIP. 19790405 201101 1 005 Penguji I
2. Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. (_____________________) NIP. 19760924 200604 2 002 Penguji II
3. Fitri Damayanti, SE., M.Si. (_____________________)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 21 Maret 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa:
1. Nama : Ahmad Makien
2. NIM : 1110082000139
3. Jurusan : Akuntansi (Audit)
4. Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets, Audit
Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen
terhadap Opini Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2016
1. Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., CA. (_____________________)
NIP. 19720516 200901 1 006 Ketua
2. Yulianti, SE., M.Si. (_____________________)
NIP. 19820318 201101 2 011 Sekretaris
3. Yusro Rahma, SE., M.Si. (_____________________)
NIP. 19800506 200801 2016 Penguji Ahli
4. Dr. Yahya Hamja, MM. (_____________________)
NIP. 19490602 197803 1 001 Pembimbing I
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Makien
NIM : 1110082000139
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat atas naskah orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau
tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan
bukti bahwa saya melanggar pernyataan di atas, maka saya siap dikenai sanksi
berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 04 Februari 2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ahmad Makien
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 Desember 1991
3. Alamat : Jl. Padurenan No. 102 RT 02/08 Pabuaran,
Cibinong – Bogor
4. Telepon : 0857 8036 8505
5. Email : ahmad_makinkun@ymail.com
II. PENDIDIKAN
1. SDN Kampung Utan 02 Tahun 1997-2003
2. SMPN 02 Ciputat Tahun 2003-2006
3. SMAN 02 Ciputat Tahun 2006-2009
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2016
III. PENGALAMAN BERORGANISASI
1. Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Akuntansi Tahun 2011-2012
2. PMII Komfeis Tahun 2010-2012
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Moersjied Qorie Indra
2. Ibu : Srie Suratie
THE EFFECTS OF COMPANY’S SIZE, RETURN ON ASSETS, AUDIT
TENURE, AUDIT LAG, AND PROPORTION OF INDEPENDENT
COMMISIONERS ON GOINGCONCERN OPINION
(Study on Services Sector Companies Listed in IDX and Receive GoingConcern Opinion Periods of 2010-2014)
ABSTRACT
This research aims to determine the effects of company’s size, return on assets, audit tenure, audit lag, and proportion of independent commisioners on going concern opinion.
The samples of this research are service sector companies which listed on Indonesia Stock Exchange (IDX) between 2010 to 2014. The number of companies in this research are 32 companies. Based on purposive sampling method, the total of final samples are 160 samples. Testing the hypothesis in this research using logistic regression analysis.
The result of this research is indicating that company’s size effects on the acceptance of going concern opinion with significance level of 1,6%. On the other return on assets, audit tenure, audit lag, and proportion of independent commisioners not effecting on the acceptance of going concern opinion with significance levels of 97,6%, 94,3%, 31,3%, and 33,5%.
PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, RETURN ON ASSETS, AUDIT
TENURE, AUDIT LAG, DAN PROPORSI KOMISARIS INDEPENDEN
TERHADAP OPINI GOINGCONCERN
(Studi Pada Perusahaan Sektor Jasa yang Terdaftar di BEI dan Menerima Opini GoingConcern Periode 2010-2014)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, return on assets, audit tenure, audit lag, dan proporsi komisaris independen terhadap opini going concern.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan sektor jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerima opini going concern periode 2010 hingga 2014. Jumlah perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 32 perusahaan. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel yang diperoleh adalah 160 sampel. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi sebesar 1,6%. Sedangkan return on assets, audit tenure, audit lag, dan proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern dengan tingkat signifikansi sebesar 97,6%, 94,3%, 31,3% dan 33,5%.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu serta ilham sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Sang teladan yang selalu membimbing kita menuju kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Moersjied Qorie Indra dan Srie Suratie yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dan doa serta dukungan semangat, moril, dan materi. Serta untuk kakak Ahmad Kautsar & Ahmad Tasniem dan adik Siti Ainun Jaariyah yang menjadi motivasi untuk terus semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan S.E., M.M., Ak., CA selaku Sekertaris Program Studi Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Putriesty Mandasari, SP., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh masa studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberi nasihat, bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam proses penulisan skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh masa studi.
9. Om Mukminin Wibayu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril maupun materi, serta selalu memotivasi dan menginspirasi agar tidak pantang menyerah dalam meraih tujuan.
10. Rakhmi Aulia, gadis bungas yang tidak pernah lelah menemani, berbagi cerita, memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa untukku agar terus berjuang untuk mencapai tujuan. Terima kasih atas segala hal dan cerita selama ini.
11. Teman-teman seperjuangan selama perkuliahan, teman-teman Daeng Tata
Akuntansi UIN 2010, Angga AWP, Umam „Kempet‟, Harits „Kempet‟,
Zamzam Ribe, Bashir, Nando „Doblay‟, Rezza, Yoggi, Radis, Qonita, dan teman-teman lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Terima kasih telah berjuang dan berbagi banyak cerita selama ini, terima kasih atas segala bantuan, semangat, motivasi, dan pembelajarannya selama ini.
12. Kalian yang pernah dan sempat menjadi kekuatan solid sejak SMA selama kurang lebih delapan tahun, terima kasih atas kerja sama selama ini. Semoga sukses & Good Luck Your Way!.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagian telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima kasih banyak atas semuanya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi serta pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRACT ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB. I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Tinjauan Literatur ... 13
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ... 13
a. Definisi Audit ... 17
b. Jenis-jenis Audit ... 18
c. Jenis-jenis Auditor ... 20
d. Opini Audit ... 22
3. Going Concern ... 25
a. Definisi Going Goncern ... 25
b. Opini Going Concern ... 26
4. Variabel-variabel Independen ... 29
a. Ukuran Perusahaan ... 29
b. Return on Assets ... 30
c. Audit Tenure ... 31
d. Audit Lag ... 33
e. Proporsi Komisaris Independen ... 34
B. Penelitian Terdahulu ... 37
C. Kerangka Pemikiran ... 44
D. Hipotesis ... 45
1. Ukuran Perusahaan terhadap Opini Going Concern ... 45
2. Return on Assets terhadap Opini Going Concern ... 46
3. Audit Tenure terhadap Opini Going Concern ... 47
4. Audit Lag terhadap Opini Going Concern ... 47
5. Proporsi Komisaris Independen terhadap Opini Going Concern ... 48
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 50
B. Metode Penentuan Sampel ... 50
C. Metode Pengumpulan Data ... 52
D. Metode Analisis Data ... 53
1. Statistik Deskriptif ... 54
2. Pengujian Hipotesis ... 54
a. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 55
b. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ... 56
c. Menguji Kelayakan Model Regresi ... 57
d. Matriks Klasifikasi ... 57
e. Model Regresi Logistik yang Terbentuk ... 57
E. Operasionalisasi Variabel ... 58
1. Variabel Dependen (Y): Opini Going Concern ... 59
2. Variabel Independen (X) ... 59
a. Ukuran Perusahaan (X1)... 60
b. Return on Assets (X2) ... 60
c. Audit Tenure(X3) ... 61
d. Audit Lag (X4) ... 62
e. Proporsi Komisaris Independen (X5) ... 63
BAB. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 73
2. Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 76
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) ... 78
4. Hasil Uji Kelayakan Model Regresi ... 80
5. Hasil Matriks Klasifikasi ... 80
6. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 82
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 94
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 38
3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 65
4.1 Daftar Perusahaan Sektor Sumber Daya Alam yang Menerima Opini Going Concern ... 68
4.2 Daftar Perusahaan Sektor Manufaktur yang Menerima Opini Going Concern ... 68
4.3 Daftar Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern ... 69
4.4 Persentase Sektor Perusahaan yang Menerima Opini Going Concern ... 70
4.5 Tahapan Seleksi Sampel dengan Kriteria... 71
4.6 Sampel Perusahaan Sektor Jasa yang Menerima Opini Going Concern ... 72
4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 74
4.8 Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number 0: Beginning Block) ... 77
4.9 Hasil Uji Menilai Keseluruhan Model (Block Number 1) ... 78
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 79
4.11 Hasil Uji Kelayakan Model Regresi... 80
4.12 Matriks Klasifikasi ... 81
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Lampiran A: Data Sampel ... 100
2 Lampiran 1: Sampel Perusahaan ... 101
3 Lampiran 2: Hasil Variabel Ukuran Perusahaan ... 102
4 Lampiran 3: Hasil Variabel Return on Assets ... 104
5 Lampiran 4: Hasil Variabel Audit Tenure ... 105
6 Lampiran 5:Hasil Variabel Audit Lag ... 110
7 Lampiran 6: Hasil Variabel Proposi Komisaris Independen ... 111
8 Lampiran 7: Hasil Variabel Opini Going Concern ... 112
9 Lampiran B: Output SPSS ... 113
10 Lampiran 8: Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 114
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Belakangan tahun terakhir, kondisi ekonomi dunia terus bergerak
fluktuatif. Krisis keuangan yang dialami di berbagai negara adidaya ikut
berimbas pada kondisi ekonomi di Indonesia. Sebagai negara berkembang,
pergerakan ekonomi negara lain yang lebih maju menyebabkan Indonesia
mau tidak mau juga terkena dampak yang seharusnya tidak diharapkan untuk
terjadi. Akibatnya, perusahaan yang berperan sebagai salah satu penggerak
ekonomi sudah pasti harus menanggung resiko kesulitan keuangan. Salah satu
jenis perusahaan yang terkena dampak kesulitan keuangan tersebut adalah
perusahaan jasa. Tidak sedikit perusahaan jasa yang terkena dampak tersebut,
banyak perusahaan level mikro hingga makro yang mengalami kerugian besar
dan tidak sedikit pula perusahaan yang collapse hingga tidak bisa
melanjutkan usahanya.
Ketidakmenentuan kondisi dunia usaha yang dipengaruhi berbagai
faktor seperti politik, ekonomi, maupun kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah berdampak pada langkah manajemen suatu perusahaan agar tetap
dapat mempertahankan eksistensinya dalam hal kelangsungan hidup
perusahaan (going concern). Padahal perusahaan didirikan dengan tujuan
memiliki kelangsungan hidup untuk jangka panjang. Kondisi dan peristiwa
yang dialami suatu perusahaan dapat memberikan indikasi-indikasi tentang
Kapabilitas dalam suatu manajemen akan menentukan kelangsungan
hidup perusahaan yang dikelolanya. Manajemen selalu berusaha mencari cara
agar perusahaannya dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan
agar berada pada posisi yang menguntungkan. Hal tersebut dilakukan pihak
manajemen agar dapat menarik minat para investor atau nasabah untuk
mentitipkan dananya di perusahaan karena merasa aman untuk melakukan
investasi. Tetapi tak jarang dalam prosesnya terdapat kepentingan pribadi
yang berimbas pada munculnya praktik-praktik curang yang dilakukan pihak
manajemen. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara kondisi perusahaan yang
sebenarnya dengan hasil laporan audit perusahaan, maka pihak yang pertama
kali disalahkan adalah pihak manajemen baru kemudian auditor. Oleh karena
itu, dibutuhkan pihak ketiga (auditor) yang independen sebagai mediator pada
hubungan prinsipal dengan agen. Pihak ketiga ini berfungsi memonitor
perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Dalam kaitannya dengan perusahaan jasa, salah satu jenis sektor yang
bergerak dalam bidang jasa adalah sektor industri perbankan. Walaupun
masih banyak jenis sektor lain yang juga bergerak di bidang jasa, tetapi
sebagai salah satu contoh kasus dapat kita lihat pada kasus yang terjadi di
sektor industri perbankan. Tentu masih kita ingat pada beberapa tahun
belakangan, perekonomian Indonesia khususnya di sektor perbankan
mengalami guncangan dari kasus yang cukup serius yaitu skandal keuangan
menjadi sebuah masalah yang gawat bagi stabilitas ekonomi negara ini.
Kasus tersebut bermula dari penemuan surat berharga valuta asing milik PT.
Bank Century Tbk. oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2005 sebesar US$
210 juta, hingga pada akhir 2008 surat berharga tersebut telah jatuh tempo
dan menyebabkan Bank Century mengalami kesulitan likuidasi dan gagal
bayar dengan jumlah hutang sebesar US$ 56 juta. Padahal, dua tahun
sebelumnya laporan auditor milik Bank Century dinyatakan wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion), sebuah pernyataan yang seharusnya
ditujukan kepada entitas yang tidak memiliki masalah kesulitan keuangan
untuk kelangsungan hidupnya. Dalam laporan tersebut tidak ditambahkan
bahasa penjelas (explanatory language) pertimbangan auditor tentang
keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Seharusnya
auditor memberikan opini dengan modifikasi going concern kepada Bank
Century jika melihat kondisi kesulitan likuidasi yang dialami. Tetapi
kenyataannya auditor tidak menerapkan pertimbangan terhadap keraguan atas
kelangsungan hidup perusahaan.
Jauh sebelum kasus Bank Century, terdapat beberapa kasus serupa
yang terjadi pada awal 1990 hingga 2005 yaitu dilikuidasinya beberapa bank
setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Bank
Summa yang dilikuidasi pada awal 1990, kemudian terdapat 16 bank telah
dilikuidasi oleh pemerintah per 1 November 1997, Bank Prashida Utama dan
Bank Ratu dilikuidasi di tahun 2000, Unibank dilikuidasi tahun 2001, Bank
International di tahun 2005 (Rahayu, 2007). Lebih lanjut Rahayu, (2007)
menjelaskan dalam laporan audit yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik
(KAP) pada peristiwa dilikuidasinya beberapa bank tersebut dinyatakan
bahwa kondisi perbankan saat itu sangat baik, walaupun dalam kenyataannya
buruk. Akibat kesalahan yang dilakukan oleh sejumlah KAP ketika
melakukan audit terhadap laporan keuangan 88 Bank Beku Kegiatan Usaha
(BBKU), terjadi pembekuan izin empat KAP yang dilakukan pada tanggal 18
November 2002.
Salah satu dampak yang timbul dari kasus-kasus tersebut, terutama
akibat kelalaian auditor dalam menanggapi kelangsungan hidup perusahaan
adalah banyaknya investor dan nasabah yang mengalami kerugian karena
menerima informasi yang salah tentang kondisi keuangan perusahaan,
padahal mereka terlanjur menyalurkan dana yang dimilikinya kepada
perusahaan. Informasi tentang kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan usahanya (going concern) sangat penting bagi para
pengguna laporan keuangan, karena merupakan salah satu faktor
pertimbangan investasi (Praptitorini dan Januarti, 2007). Dalam pertimbangan
investasi, investor membutuhkan berbagai macam informasi bukan hanya dari
segi laporan keuangan saja, tetapi juga dari segi yang lainnya. Para investor
seringkali hanya melihat pada kondisi keuangan perusahaan khususnya
profitabilitasnya tetapi mengesampingkan informasi yang lain seperti
kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Akibatnya selain opini audit
tidak memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan yang dipilihnya untuk
berinvestasi
Dalam memberikan opini, auditor harus memberikan informasi yang
benar-benar menggambarkan bagaimana keadaan perusahaan yang
sebenarnya. Jika perusahaan mengalami masalah ketidakpastian akan
kelangsungan hidup perusahaan atau auditor ragu akan kelangsungan hidup
perusahaan, maka sudah seharusnya seorang auditor harus berani mengambil
sikap profesional untuk memberikan opini going concern dalam laporan opini
audit. Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status
kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya (Fanny dan
Silvia, 2005). Auditor memiliki peran yang begitu penting sebagai
penghubung antara kepentingan investor dengan kepentingan perusahaan
sebagai pengguna dan penyedia laporan keuangan. Peran auditor dalam
memberikan informasi sangat diandalkan untuk memberi keyakinan kepada
investor agar dapat mengambil keputusan untuk berinvestasi pada suatu
perusahaan. Informasi yang dilaporkan auditor harus dapat mencerminkan
kinerja dan kondisi keuangan perusahaan perusahaan berdasarkan berbagai
pertimbangan dari kegiatan operasional perusahaan, kondisi ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan, kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajibannya, serta kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang (Setyarno
et. al., 2006). Hal tersebut dilakukan auditor dengan tujuan mencegah
diterbitkannya laporan yang menyesatkan investor atau para pengguna
Pemberian opini going concern lebih sering dikeluarkan oleh auditor
kepada perusahaan berskala kecil. Hal ini disebabkan oleh keyakinan auditor
bahwa perusahaan berskala besar lebih bisa menyelesaikan kesulitan
keuangan yang dihadapinya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar juga lebih bisa
menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh
perusahaan kecil. Dalam kaitannya dengan kehilangan fee audit yang
signifikan tersebut, maka auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini
going concern pada perusahaan besar (Dewayanto, 2011). Besar atau
kecilnya skala perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kondisi keuangan
perusahaan seperti kepemilikan aset total perusahaan. Penelitian tentang
pengaruh ukuran perusahaan terhadap penerimaan opini going concern
dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) yang menemukan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan opini going concern.
Hal tersebut berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Januarti dan
Fitrianasari (2008) serta Junaidi dan Hartono (2010) yang menemukan bukti
empiris bahwa ukuran perusahaan klien tidak berpengaruh terhadap opini
going concern.
Salah satu indikator kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat
diukur berdasarkan kondisi keuangan perusahaan. Salah satu cara untuk
menganalisis kondisi keuangan perusahaan adalah dengan cara mengukur
tingkat profitabilitas perusahaan. Profitabilitas suatu perusahaan akan
keuntungan. Umumnya, tingkat profitabilitas perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan rasio return on assets (ROA). Tingkat ROA yang tinggi
menunjukkan efektivitas dan efisiensi penggunaan aktiva yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi tingkat ROA suatu perusahaan akan semakin
menjauhkan perusahaan dari masalah going concern. Sebaliknya, tingkat
ROA yang rendah akan semakin memungkinkan perusahaan mengalami
permasalahan going concern.
Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan auditee yang sama. Ketika hubungan
antara auditor independen dengan klien sudah berlangsung lama, maka klien
akan dipandang sebagai sumber penghasilan bagi auditor. Karena dipandang
sebagai sumber penghasilan, maka akan timbul kekhawatiran bagi KAP jika
kehilangan sumber penghasilannya yang berdampak pada timbulnya
keraguan bagi auditor untuk memberikan opini going concern kepada
kliennya. Dewayanto (2011) menemukan bahwa audit tenure berpengaruh
signifikan terhadap opini going concern, sedangkan menurut Januarti dan
Fitrianasari (2008) mengungkapkan bahwa audit tenure tidak berpengaruh
signfikan.
Audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut audit delay adalah
interval waktu antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31
Desember) dengan tanggal laporan audit. Pemeriksaan laporan keuangan
yang dilakukan oleh auditor independen yang bertujuan untuk menilai
cukup panjang. Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan secara
berkala merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan. Laporan keuangan yang
terlambat dipublikasikan dapat menjadi suatu indikasi adanya masalah dalam
laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang mendapatkan opini going
concern lebih cenderung membutuhkan waktu audit (audit lag) yang lebih
lama,sehingga penyampaian laporan audit bisa terlambat. Lennox (2002)
mengungkapkan bahwa hal ini mungkin terjadi karena auditor lebih banyak
melakukan pengujian, manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika
terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha, dan auditor berharap bahwa
perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari
dikeluarkannya opini going concern. Penelitian yang dilakukan oleh Januarti
dan Fitrianasari (2008) menunjukkan bahwa audit terdapat hubungan positif
antara audit lag yang panjang dengan opini going concern.
Suatu perusahaan diharuskan untuk dapat menerapkan good corporate
governance untuk mengantisipasi hal yang berkaitan dengan masalah
keagenan yang sering muncul dalam perusahaan. Salah satu mekanisme
corporate governance yang penting adalah keberadaan komisaris independen.
Hal ini menjadi penting karena komisaris independen diharapkan mampu
menempatkan prinsip keadilan dan independensi di dalam perusahaan.
Komisaris independen diharapkan membawa pengaruh positif bagi
perusahaan dengan laporan keuangan yang berkualitas sehingga perusahaan
akan menerima opini going concern dari auditor. Perusahaan yang memiliki
mendapatkan pengawasan yang lebih baik sehingga kemungkinan auditor
memberikan opini going concern akan lebih kecil. Penelitian yang dilakukan
oleh Adjani dan Rahardja (2013) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh
negatif proporsi komisaris independen terhadap penerimaan opini going
concern.
Beberapa penelitian telah menguji tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan opini going concern dan mendapatkan hasil
penelitian yang berbeda-beda. Penelitian ini merupakan replikasi dari
penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Nursasi dan Maria (2015) yang
meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi kecenderungan penerimaan
opini going concern pada perusaahaan perbankan dan pembiayaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Di dalam penelitian tersebut juga
digunakan salah satu variabel yang sama dengan penelitian ini yaitu audit
tenure. Di dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel independen
lain yaitu return on assets (ROA), audit tenure, audit lag, dan proporsi
komisaris independen. Peneliti khususnya memilih untuk menambahkan
variabel proporsi komisaris independen karena berdasarkan literatur yang
peneliti dapatkan masih cukup jarang diteliti mengenai pengaruh proporsi
komisaris independen terhadap penerimaan opini going concern.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi penerimaan opini going concern serta untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel independen dalam mempengaruhi variabel
penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return on Assets,
Audit Tenure, Audit Lag, dan Proporsi Komisaris Independen terhadap Opini Going Concern”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan permasalahan yang hendak diteliti di dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini
going concern?
2. Apakah tingkat return on assets perusahaan berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern?
3. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern?
4. Apakah audit lag berpengaruh terhadap penerimaan opini going
concern?
5. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap
penerimaan opini going concern?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap
2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh tingkat return on assets
perusahaan terhadap penerimaan opini going concern.
3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh audit tenure terhadap
penerimaan opini going concern.
4. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh audit lag terhadap
penerimaan opini going concern.
5. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh proporsi komisaris
independen terhadap penerimaan opini going concern.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
masyarakat atau praktisi bisnis dan bagi dunia akademis. Manfaat penelitian
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Profesi Auditor dan Kantor Akuntan Publik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk
membuat pertimbangan keputusan opini audit yang mengacu pada
kelangsungan hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan
datang.
2. Investor
Diharapkan hasil penelitian ini investor dapat membuat pertimbangan
dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di suatu perusahaan
dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini
3. Dunia Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia
pendidikan mengenai wawasan terhadap pengembangan studi akuntansi
khususnya dalam bidang audit.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dan
informasi bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penyempurnaan dan
perluasan dalam penelitian selanjutnya mengenai opini going concern.
5. Penulis
Penelitian ini menjadi sarana dalam memperluas wawasan serta
menambah referensi mengenai auditing khususnya mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going concern. Sehingga
diharapkan wawasan yang didapat penulis dapat bermanfaat di masa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori agensi menggambarkan
suatu hubungan antara dua pihak yang berbeda kepentingan yaitu
prinsipal selaku pihak pemegang saham (pemilik) dan agen
(manajemen). Hubungan agensi yang terjadi diartikan sebagai suatu
kontrak di bawah satu orang prinsipal atau lebih yang menunjuk pihak
lain sebagai agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka
dengan memberikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen.
Diana dan Irianto (2008) menjelaskan bahwa prinsipal adalah satu
orang atau lebih pemegang saham yang menyediakan fasilitas dan dana
untuk menjalankan kegiatan perusahaan, sedangkan agen adalah
pengelola yang mendapatkan wewenang dari pihak prinsipal untuk
mengelola apa yang telah dipercayakan oleh pemegang saham kepadanya
untuk kemudian dipertanggungjawabkan pada prinsipal. Berdasarkan
kontrak yang terjadi, pihak prinsipal (pemegang saham) akan
memperoleh hasil berupa pembagian dividen, sedangkan pihak agen
(manajemen) akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai macam
kompensasi lainnya.
Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para
2011). Masalah tersebut akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan
antara prinsipal dan agen. Konflik kepentingan ini terdiri dari 3 (tiga)
masalah, yaitu: (1) antara shareholders dan manajer; (2) antara
shareholders dan debtholders; (3) antara manajer, shareholders, dan
debtholders (Suparlan dan Andayani, 2010). Pemilik saham dan
manajemen merupakan pemaksimum kesejahteraan, hal ini
mengakibatkan adanya kecenderungan manajer untuk senantiasa mencari
keuntungan sendiri dengan mengorbankan pihak lain. Manajer sebagai
pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan. Sejatinya
agen mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan para pemegang
saham, namun manajemen juga memiliki kepentingan untuk
memaksimumkan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, permasalahan
penyatuan kepentingan pihak-pihak inilah yang dapat menimbulkan
masalah yang disebut dengan masalah keagenan.
Lebih lanjut Dewayanto (2011) mengasumsikan bahwa prinsipal
dan agen sebagai orang ekonomi yang rasional, memiliki kepentingan
masing-masing, dan bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau
investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan
menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan kepentingan ini
sendiri. Informasi keuangan dan laporan keuangan yang disampaikan
terkadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi ini
dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetris informasi
(information asymetryc). Untuk meminimaliasasi adanya asimetri
informasi diperlukan adanya pihak ketiga yang independen sebagai
mediator hubungan antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini merfungsi
untuk memonitor perikaku manajer (agen) apakah bertidak sesuai dengan
keinginan prinsipal.
Terkait dengan penerimaan opini going concern, agen ditugaskan
untuk mengelola perusahaan dan menghasilkan laporan sebagai bentuk
dari pertanggungjawaban agen kepada prinsipal. Laporan keuangan yang
dihasilkan akan menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan dan
digunakan oleh prinsipal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Kaitannya terhadap ukuran perusahaan yaitu semakin besar perusahaan
maka sistem dan manajemen yang dilakukan akan semakin baik, dimana
manajer bertanggung jawab atas perkembangan perusahaan. Ukuran
perusahaan akan menjadi suatu tolak ukur tertentu bagi auditor dalam
menjalankan proses auditnya. Sedangkan terkait dengan return on assets
yaitu peningkatan tingkat ROA yang terjadi pada perusahaan akan diikuti
oleh peningkatan laba suatu perusahaan, maka perusahaan akan dapat
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itu perusahaan
besar akan cenderung tidak memperoleh opini going concern
ROA yang tinggi akan memperoleh laba yang tinggi dan terhindar dari
penerimaan opini going concern.
Shareholders selaku pemilik perusahaan (prinsipal) akan selalu
memantau kinerja manajernya (agen). Salah satu cara yang dilakukan
oleh prinsipal untuk menilai kinerja agennya adalah melalui audit yang
dilakukan oleh auditor yang profesional dan independen. Semakin lama
auditor melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama,
dikhawatirkan independensi auditor tersebut akan berkurang, akibatnya
opini yang diberikan oleh auditor tersebut akan bias. Maka semakin lama
auditor tersebut melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama,
akan membuuat auditor semakin sulit untuk memberikan opini going
concern.
Berdasarkan teori keagenan, manajer juga bertanggung jawab atas
penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu sehingga akan terhindar
dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor. Ketepatan waktu
penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting
bagi perusahaan-perusahaan publik. Karena biasanya perusahaan yang
terlambat menerbitkan laporan keuangan auditan cenderung menerima
opini going concern, hal ini didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menyatakan bahwa opini
going concern lebih banyak ditemukan ketika pengeluaran opini audit
Adjani dan Rahardja (2013) mengungkapkan bahwa kaitan
komisaris dengan teori agensi yaitu dibutuhkannya keberadaan komisaris
sebagai salah satu unsur penting dalam penerapan good corporate
governance pada perusahaan. Untuk mewujudkannya, maka pengelolaan
perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa
pengelolaan telah dilakukan dengan penuh kepatuhan pada setiap
peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain sebagai fungsi pengawasan,
komisaris independen juga diharapkan menjamin strategi perusahaan
telah berjalan sesuai dan memastikan terciptanya akuntabilitas, sehingga
auditor tidak mengeluarkan opini going concern untuk perusahaan.
2. Audit
a. Definisi Audit
Menurut Agoes (2012: 4), auditing adalah suatu pemeriksaan
yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang
independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh
manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Report of The Committee on Basic Auditing Concepts of the
American Accounting Association (Accounting Review, vol. 47) dalam
Boynton et. al. (2006: 5) memberikan definisi auditing sebagai suatu
proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara
dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa auditing adalah suatu proses kritis dan sistematis yang
dilakukan oleh auditor independen dalam mengevaluasi secara
objektif laporan keuangan yang telah disusun manajemen beserta
catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti berdasarkan peristiwa
ekonomi yang terjadi dengan tujuan untuk menentukan tingkat
kesesuaian dan kewajaran antara informasi dengan kriteria yang telah
ditetapkan untuk kemudian disampaikan hasilnya kepada pihak yang
berkepentingan.
b. Jenis-jenis Audit
Boynton et. al. (2006: 6) mengklasifikasikan tiga jenis audit yaitu
audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.
Uraian mengenai ketiga audit tersebut adalah sebagai berikut:
1) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Audit laporan keuangan berkaitan dengan kegiatan memperoleh
dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan
maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan
tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
Hasil audit laporan keuangan tersebut akan didistribusikan kepada
para pengguna dalam cakupan yang luas, seperti para pemegang
saham, kreditor, kantor pemerintah, dan masyarakat umum melalui
laporan auditor atas laporan keuangan. Selain itu, auditor eksternal
juga menyiapkan laporan kepada dewan direksi tentang
pengendalian intern perusahaan serta temuan-temuan lainnya.
2) Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan
memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan
keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan
persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu.
Laporan audit kepatuhan umumnya ditujukan kepada otoritas yang
menerbitkan kriteria tersebut dan dapat terdiri dari (1) ringkasan
temuan atau (2) pernyataan keyakinan mengenai derajat kepatuhan
dengan kriteria tersebut.
3) Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan
mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan
operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
tertentu. Terkadang audit jenis ini disebut juga sebagai audit kinerja
atau audit manajemen. Pada sisi lain, auditor operasional dapat juga
membantu menyusun kriteria yang akan digunakan. Secara khas,
efisiensi dan efektivitas saja, namun juga memuat rekomendasi
peningkatan kinerja.
c. Jenis-jenis Auditor
Boynton et. al. (2006: 8) mengklasifikasikan auditor menjadi tiga
kelompok, yaitu auditor independen, auditor internal, dan auditor
pemerintah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga jenis
auditor tersebut:
1) Auditor Independen
Auditor independen atau yang sering disebut sebagai auditor
eksternal merupakan akuntan publik bersertifikat yang bertindak
sebagai praktisi perorangan ataupun anggota Kantor Akuntan
Publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien.
Untuk menjadi seorang auditor independen biasanya harus
memiliki lisensi yang diperoleh dari ujian persamaan akuntan
publik bersertifikat dan memiliki pengalaman praktik dalam bidang
audit.
Auditor independen memiliki hubungan profesional dengan klien
yang berasal dari perusahaan bisnis yang berorientasi laba,
organisasi nirlaba, kantor pemerintah, atau perorangan. Perangkat
yang harus dipatuhi oleh auditor independen dalam menjalankan
tugasnya adalah Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Kode
2) Auditor Internal
Auditor internal adalah pegawai dari organisasi yang diaudit.
Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian
independen dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa
bagi organisasi.
Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen
organisasi agar dapat mengetahui kesesuaian standar operasional
perusahaan dengan pelaksanaan operasional perusahaan, sehingga
manajemen dapat memberikan pertanggungjawaban yang efektif.
Auditor internal umumnya memiliki tugas pada lingkup kepatuhan
dan operasional, tetapi tidak menutup kemungkinan seorang auditor
bertugas di luar kedua lingkup tersebut seperti evaluasi sistem
komputer perusahaan atau di luar bidang akuntansi.
3) Auditor Pemerintah
Auditor pemeritah merupakan auditor profesional yang berasal dari
lembaga pemerintahan. Di Indonesia, lembaga yang bertanggung
jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan dan
keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai lembaga tertinggi, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat Jendral (Itjen) yang ada
pada departemen-departemen pemerintah.
Auditor pemerintah memiliki tugas pokok melakukan audit atas
departemen-departemen atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban
yang ditujukan kepada pemerintah.
d. Opini Audit
Salah satu tugas dari seorang auditor yaitu menyatakan
pendapatnya tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan
dalam sebuah laporan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu
laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan auditor
bentuk baku terdiri dari tiga paragraf yakni paragraf pengantar
(Introduction Paragraph), paragraf lingkup audit (Scope Paragraph),
dan paragraf pendapat (Opinion Paragraph) (Mulyadi, 2002: 410).
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan
pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan
tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus
menyatakan auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2011: 110.1).
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen
adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas,
dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia (IAI, 2011: 110.1).
Halim (2008: 75) menyatakan bahwa terdapat lima jenis pendapat
1) Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila
audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar
auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan tidak terdapat kondisi atau
keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.
2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa
penjelasan (unqualified opinion with explanatory languange)
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau
diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan
bahasa penjelasan. Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa
penjelasan tambahan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a) pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor
independen lain,
b) adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh IAI,
c) laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang
material,
d) auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam
e) auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip dan metode akuntansi.
3) Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat
ini diberikan apabila:
a) tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya
pembatasan lingkup audit yang material tapi tidak
mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan,
b) auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material
tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa
pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam
prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan
pengecualian dalam satu paragraf terpisah sebelum paragraf
pendapat.
4) Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus
menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak
utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak wajar diberikan
5) Pernyataan tidak memberikan opini (disclaimer of opinion)
Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat diberikan
apabila:
a) ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh
klien maupun karena kondisi tertentu,
b) auditor tidak independen terhadap klien.
3. Going Concern
a. Definisi Going Concern
Going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa
kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka
waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung
jawab serta aktifitas-aktifitasnya yang tidak berhenti (Belkaoui, 2006:
271). Dalil tersebut menggambarkan suatu entitas akan diharapkan
untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak
diarahkan menuju arah likuidasi. Entitas tersebut memerlukan
kegiatan operasional yang berkelanjutan dan berkesinambungan untuk
menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit
di suatu periode mempunyai sifat yang sementara sebab masih
merupakan satu rangkaian laporan yang berkelanjutan.
Menurut Komalasari (2004), going concern adalah kelangsungan
hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka suatu
badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan
dalam jangka waktu yang pendek. Asumsi going concern dapat
dikatakan sebagai sebuah pendapat atau asumsi mengenai
kemungkinan bahwa perusahaan tersebut mampu bertahan minimal
hingga 5 tahun yang akan datang.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal
berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara
signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan satuan
usaha adalah berhubungan dengan satuan usaha dalam memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian
besar aktiva pada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang,
perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa
lainnya (IAI, 2011: 341.1).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa going concern adalah kemampuan suatu entitas untuk terus
menjalankan operasinya dalam jangka waktu yang panjang tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu yang pendek.
b. Opini Going Concern
Opini going concern merupakan opini yang diberikan oleh auditor
untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya (IAI, 2011: 341.01). Opini going concern
pemberian pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion with explanatory languange ).
Auditor harus memperoleh dan mempertimbangkan informasi
mengenai rencana manajemen dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya selama jangka waktu pantas. Jika setelah
mempertimbangkan rencana manajemen auditor tetap menyimpulkan
adanya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas,
maka auditor harus mempertimbangkan dampak terhadap laporan
keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan dalam laporan
keuangan (IAI, 2011: 341.4). Adapun pertimbangan auditor yang berhubungan dengan rencana manajemen dapat meliputi:
1) Rencana untuk menjual aktiva
2) Rencana penarikan utang atau restrukturisasi utang
3) Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran
4) Rencana untuk menaikkan modal pemilik
Opini going concern merupakan asumsi dalam pelaporan
keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi
yang berlawanan dengan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas
tersebut dimungkinkan mengalami masalah (Juandini, 2011). Laporan
audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu
indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko auditee tidak
Menurut Venuti, (2007) dalam Januarti, (2009), pemberian opini
audit ini merupakan bad news bagi pengguna laporan keuangan.
Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk
memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan, sehingga banyak
auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam
memberikan opini going concern. Perusahaan berusaha menghindari
opini going concern karena berdampak pada menurunnya harga
saham, menurunnya kepercayaan investor, kreditur, pelanggan, dan
karyawan tetap terhadap manajemen perusahaan. Menurunnya
kepercayaan publik terhadap citra perusahaan dan manajemen
perusahaan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap
keberlanjutan bisnis perusahaan di masa yang akan datang dalam hal
mencari tambahan dana guna membiayai kegiatan operasional
perusahaan. Begitu juga dengan pelanggan, hilangnya pelanggan akan
mengakibatkan terhentinya bisnis perusahaan. Apabila perusahaan
tidak segera mengambil tindakan penanganan, maka kebangkrutan
usaha dipastikan akan benar-benar terjadi (Juandini, 2011).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
opini going concern merupakan opini wajar tanpa pengecualian
dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory
language) yang dikeluarkan oleh auditor independen ketika auditor
mengetahui terdapat kesangsian substansial mengenai kelansungan
dapat mengatasi masalah perusahaan, dengan rencana manajemen
yang dapat mengurangi dampak yang mengancam kelangsungan
hidup perusahaan, maka auditor tidak akan mengeluarkan opini going
concern.
4. Variabel-variabel Independen a. Ukuran Perusahaan
Mutchler (1985) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan
bahwa auditor lebih cenderung mengeluarkan opini going concern
pada perusahaan yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan karena
auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat
menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya
daripada perusahaan yang lebih kecil. Perusahaan besar juga lebih bisa
menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan
oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya dengan kehilangan fee audit
yang signifikan tersebut, maka auditor mungkin ragu untuk
mengeluarkan opini going concern pada perusahaan besar
(Dewayanto, 2011).
Besar atau kecilnya skala perusahaan salah satunya dapat dilihat
dari kondisi keuangan perusahaan seperti kepemilikan aset total
perusahaan. Semakin tinggi total aset yang dimiliki, maka perusahaan
dianggap memiliki ukuran yang besar sehingga mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan besar juga
karena mereka percaya bahwa perusahaan besar bisa memberikan
pelayanan serta produk yang lebih baik dibandingkan dengan
perusahaan kecil. Karena kepercayaan dari investor begitu besar,
maka perusahaan dapat meningkatkan atau mempertahankan
kelangsungan hidupnya, sehingga semakin kecil pula kemungkinan
auditor untuk mengeluarkan opini going concern.
b. Return on Assets
Return on assets merupakan salah satu parameter dari rasio
keuangan (profitabilitas) yang juga merupakan indikator baik atau
tidaknya kondisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Muljono
(1998) dalam Hani et. al. (2003), salah satu bentuk informasi
keuangan akuntansi yang penting adalah berupa rasio-rasio keuangan
perusahaan. Penggunaan analisa keuangan akan dapat membantu
manajemen dan investor untuk mengetahui posisi, kondisi keuangan
suatu perusahaan, maupun performance yang telah dicapai oleh suatu
perusahaan untuk suatu periode tertentu. Rasio-rasio keuangan dapat
memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan selama satu
periode dan biasanya rasio yang digunakan investor untuk melihat
kinerja perusahaan adalah rasio profitabilitas (dalam hal ini adalah
return on assets). Return on assets biasanya digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
Menurut Petronela (2004), semakin besar nilai return on assets
semakin besar akan semakin menghindarkan perusahaan dari
kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri merupakan salah satu dasar bagi
auditor untuk memberikan opini going concern. Laba yang semakin
besar akan memperkecil kemungkinan penerimaan opini going
concern.
Peningkatan laba perusahaan menjadi salah satu dasar bagi
auditor untuk menentukan apakah perusahaan layak diberikan opini
going concern atau tidak. Ketika perusahaan mengalami peningkatan
laba, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan semakin menjauh dari
kebangkrutan. Selain itu, peningkatan laba perusahaan juga menjadi
salah satu dasar yang dipertimbangkan investor dalam membuat
keputusan investasi.
c. Audit Tenure
Audit tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan
perikatan audit dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama
berpotensi mengakibatkan auditor kehilangan independensinya,
sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan
sulit. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga independensi auditor maka
di beberapa negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di
Indonesia sendiri peraturan mengharuskan adanya pergantian Kantor
Akuntan Publik setiap 6 tahun dan auditor setiap 3 tahun yang
mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut (Dewayanto,
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam masalah lamanya
perikatan antara auditor dengan auditee. Dalam sudut pandang
pertama, ketika hubungan antara auditor independen dengan klien
sudah berlangsung lama, maka klien akan dipandang sebagai sumber
penghasilan bagi auditor. Karena dipandang sebagai sumber
penghasilan, maka akan timbul kekhawatiran bagi KAP jika
kehilangan sumber penghasilannya yang berdampak pada timbulnya
keraguan bagi auditor untuk memberikan opini going concern kepada
kliennya.
Dalam sudut pandang kedua, perikatan untuk jangka waktu yang
lama dengan auditor dipandang sebagai hal yang ekonomis dan efisien
bagi klien. Selain itu, pemahaman auditor tentang bisnis klien yang
telah lama menjalin hubungan dengan auditee belum tentu bisa
ditemukan pada auditor yang baru. Auditor yang baru menjalin
perikatan dengan klien tentu memerlukan waktu untuk memahami
bisnis klien, sehingga efisiensi waktu dalam menentukan opini audit
semakin berkurang. Hal tersebut dapat menimbulkan pemberian opini
audit yang kurang tepat. Tetapi tidak menutup kemungkinan auditor
yang telah lama menjalin hubungan dengan klien bisa menyebabkan
rendahnya kualitas opini audit karena adanya rasa ingin saling
d. Audit Lag
Menurut McKeown et. al. (1991) dalam Januarti (2009)
menjelaskan bahwa audit lag adalah jumlah kalender antara tanggal
disusunnya laporan keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan
lapangan. Lennox (2002) mengungkapkan bahwa hal ini mungkin
terjadi disebabkan oleh tiga hal berikut, antara lain:
1) Auditor lebih banyak melakukan pengujian,
2) Manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat
ketidakpastian kelangsungan usaha,
3) Auditor memperlambat pengeluaran opini karena berharap
manajemen perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi
untuk menghindari dikeluarkannya opini going concern.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit lag
atau dalam beberapa penelitian disebut audit delay merupakan interval
waktu antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31
Desember) dengan tanggal laporan audit. Pemeriksaan laporan
keuangan yang dilakukan oleh auditor independen yang bertujuan
untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan
memerlukan waktu yang cukup panjang. Ketepatan waktu
penyampaian laporan keuangan secara berkala merupakan suatu
kewajiban bagi perusahaan. Laporan keuangan yang terlambat
dipublikasikan dapat menjadi suatu indikasi adanya masalah dalam
going concern lebih cenderung membutuhkan waktu audit (audit lag)
yang lebih lama sehingga penyampaian laporan audit bisa terlambat.
e. Proporsi Komisaris Independen
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
(2006), dewan komisaris merupakan salah satu unsur terpenting dari
corporate governance yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin
strategi perusahaan berjalan sesuai tujuan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Keberadaan komisaris independen dalam susunan
dewan komisaris diharapkan mampu memperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang mungkin sering terabaikan seperti pemegang saham
minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab komisaris independen
harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun yang dianggap
sebagai campur tangan untuk bertindak demi kepentingan yang
menguntungkan perusahaan.
Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia, komposisi atau jumlah komisaris independen tidak
ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian jumlah atau
komposisi komisaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu
salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang