• Tidak ada hasil yang ditemukan

Whey Kefir Characteristic and Its Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Activity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Whey Kefir Characteristic and Its Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Activity"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK

WHEY KEFIR

DAN AKTIVITASNYA

TERHADAP PENGHAMBATAN

ANGIOTENSIN

CONVERTING ENZYME

(ACE)

ANDI FEBRISIANTOSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Whey Kefir

dan Aktivitasnya terhadap Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Andi Febrisiantosa

(3)

RINGKASAN

ANDI FEBRISIANTOSA. Karakteristik Whey Kefir dan Aktivitasnya terhadap

Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Dibimbing oleh BAGUS

PRIYO PURWANTO, YANTYATI WIDYASTUTI dan IRMA ISNAFIA ARIEF.

Whey adalah produk ikutan hasil proses pembuatan keju yang volumenya

dapat mencapai 80% dari bahan baku susu. Whey memiliki kandungan bahan organik tinggi sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Fermentasi menggunakan mikroba kefir adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk pemanfaatan whey. Bakteri dan khamir adalah mikroba yang tumbuh secara

bersamaan yang terdapat pada biji kefir. Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi memiliki kandungan peptida bioaktif yang memiliki manfaat sebagai pangan fungsional, diantaranya adalah sebagai antihipertensi. Hal tersebut disebabkan daya hambatnya pada aktivitas Angiotensin Converting Enzyme

(ACE), enzim yang berperan dalam sistem Renin Angiotensin Aldosteron sebagai fungsi regulasi tekanan darah dalam tubuh.

Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik fisik, kimia, mikrobiologi, organoleptik kefir berbahan baku whey serta aktifitas penghambatan ACE oleh ekstrak kefir berbahan baku whey. Whey kefir dibuat dari beberapa jenis whey

sebagai perlakuan, yaitu SK (kontrol) = Kefir (bahan baku susu skim sapi); WK =

Kefir (bahan baku whey cair); WKB = Kefir (bahan baku whey bubuk) dengan 3

kali ulangan. Kefir yang dihasilkan kemudian diamati kualitas fisik dan kimianya (pH, keasaman, viskositas, protein, lemak, laktosa dan alkohol), mikrobiologis (populasi bakteri asam laktat dan khamir kapang), konsentrasi peptida, penghambatan ACE, IC50, dan Inhibition Efficiency Ratio (IER). Data yang

diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA), perbedaan nyata yang terjadi dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku whey yang

digunakan berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik dan kimia produk whey kefir

yang diproduksi dan secara keseluruhan karakteristik produk whey kefir telah

memenuhi standard yang ditetapkan CODEX STAN 234-2003. Populasi bakteri asam laktat dan khamir kapang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua produk

whey kefir penelitian. Konsentrasi peptida dan penghambatan ACE WK berturut – turut adalah 1,54 ± 0,02 mg/ml dan 73,07 ± 0,91 %, secara signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol SK dan WKB. IC50 WK adalah 0,83 ± 0,02

mg/ml, lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol (1,05 ± 0,01 mg/ml) dan WKB (0,96 ± 0,01 mg/ml). IER WK adalah 47,35 ± 0,09 % per mg/ml, tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan kontrol (47,19 ± 0,09 % per mg/ml) tetapi nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan WKB (45,75 ± 0,18 % per mg/ml). Berdasarkan hasil pengujian hedonik penilaian umum whey kefir, terlihat bahwa jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0.05)

(4)

mendominasi produk whey kefir adalah aroma khas kefir, rasa asam, tekstur kompak dan kental.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa whey dapat dikembangkan menjadi produk whey kefir melalui proses fermentasi. Whey kefir

yang diproduksi berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber peptida bioaktif antihipertensi. Whey kefir yang dibuat dari whey cair segar hasil ikutan pembuatan

keju Gouda menunjukkan kualitas aktivitas penghambatan ACE lebih baik dibandingkan whey kefir berbahan baku whey bubuk komersil dan sebanding

dengan kefir susu skim. Perlu dilakukan optimasi proses untuk menghasilkan produk yang disukai konsumen. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis peptida yang memiliki aktivitas penghambatan ACE pada produk whey kefir.

(5)

SUMMARY

ANDI FEBRISIANTOSA. Whey Kefir Characteristic and Its Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Activity. Supervised by BAGUS PRIYO PURWANTO, YANTYATI WIDYASTUTI dan IRMA ISNAFIA ARIEF.

Whey is by product of cheese process that could be reached 80% of milk as cheese raw material. Whey contain the high of organic matter that could be potential to be exploited. Microbial fermentation by kefir grain can be used to utilize the whey. Bacteria and yeasts are growth simultaneously in kefir grain. Milk based fermentation product may contain bioactive peptides as functional foods, such as antihypertensive. This bioactive peptide could inhibit the angiotensin converting enzyme (ACE) activity, an enzyme that plays a role in the Renin Angiotensin Aldosterone system as a function of blood pressure regulation in human body.

This research was conducted to evaluate the characteristic of whey based kefir product and its activity to inhibit the ACE. Kefir was produced by many type of whey as a treatment, SK : skim milk based kefir (control); WK : gouda cheese whey based kefir; and WKB : commercial whey powder based kefir, in three replication. Kefirs were evaluated for physical and chemical properties (pH, total titratable acidity, viscosity, protein, fat, lactose, and alcohol), microbiological (Lactic acid bacteria and yeast population), peptide concentration, ACE inhibition, IC50 and Inhibition Efficiency Ratio (IER). Data were analyzed by ANOVA, and

continued by multiple comparison tests using Tukey’s HSD method.

The results showed that the types of whey used for kefir productions significantly affected the physical and chemical characteristic of the products (P<0.05). Characteristics of whey kefir products were complaid to the CODEX STAN 234-2003 standards. Total lactic acid bacteria and yeast population of the products were not significantly different among whey types (P>0.05). The peptide concentration and ACE inhibitor activity of WK was 1.54 ± 0.02 mg/ml and 73.07 ± 0.91 % respectively. The values were significantly higher (P<0.05) than that of the control and WKB. IC50 of WK was 0.83 ± 0.02 mg/ml, significantly lower

(6)

It was concluded that whey could be utilized for whey kefir production. Whey kefir has capability to be peptide bioactive sources for antihypertention agent. Whey kefir made from the Gouda cheese whey showed the higher ACE inhibitor activity than that of kefir based from commercial whey. Process optimization is necessary to meet the consumer preferences. The type of ACE inhibitor bioactive peptide in whey kefir product is also need to be further investigated.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

KARAKTERISTIK WHEY KEFIR DAN AKTIVITASNYA

TERHADAP PENGHAMBATAN

ANGIOTENSIN

CONVERTING ENZYME

(ACE)

ANDI FEBRISIANTOSA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Karakteristik Whey Kefir dan Aktivitasnya terhadap Penghambatan

Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

Nama : Andi Febrisiantosa NIM : D151100081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr Ketua

Dr Yantyati Widyastuti Anggota

Dr Irma Isnafia A, SPt MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 16 April 2013

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini adalah teknologi pengolahan susu, dengan judul Karakteristik Whey Kefir dan

Aktivitasnya terhadap Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE).

Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Almh. dari Fakultas Peternakan IPB, atas arahan, bimbingan dan nasihatnya, semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr, Dr Yantyati Widyastuti, dan Dr Irma Isnafia A, SPt Msi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Bapak Yuny Erwanto, SPt MP PhD dari Laboratorium Teknologi Hasil Ikutan dan Lingkungan, Fakultas Peternakan UGM, serta rekan - rekan di UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – LIPI atas bantuannya pada analisis pengujian penghambatan ACE, teman – teman di Laboratorium Pengolahan Susu, Fakultas Peternakan IPB atas dukungan dan bantuannya selama melakukan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, putri serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Kefir 3

Whey 4

Hipertensi 5

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Penghambat ACE

dari Susu Fementasi 5

3 METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Bahan dan Alat 6

Rancangan dan Analisis Data 7

Prosedur 7

Pembuatan whey kefir 7

Karakteristik fisik dan kimia 7 Karakteristik mikrobiologis 9 Pembuatan ekstrak whey kefir 9

Konsentrasi peptida, penghambatan Angiotensin Converting

Enzyme (ACE), IC50 dan Inhibition Efficiency Ratio (IER) 9

Karakteristik Organoleptik 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Fisik dan Kimia 11 Karakteristik Mikrobiologis 13 Konsentrasi peptida, penghambatan Angiotensin Converting

Enzyme (ACE), IC50 dan Inhibition Efficiency Ratio (IER) 14

Karakteristik Organoleptik 16

5 SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 24

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi cairan whey 4

2 Karakteristik fisik dan kimia produk kefir berbahan baku susu skim segar,

whey segar dan whey bubuk 11 3 Konsentrasi peptida, penghambatan ACE, IC50 dan IER ekstrak produk

whey kefir 15

4 Nilai rataan uji hedonik produk whey kefir 17

DAFTAR GAMBAR

1 Biji kefir koleksi Laboratorium Pengolahan Susu, Fapet - IPB 4 2 Populasi bakteri asam laktat dan khamir kapang pada produk produk

kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan

whey bubuk (WKB) 14

3 Produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan

whey bubuk (WKB) 17

4 Sifat atribut sensori produk whey kefir hasil penelitian 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi bahan baku skim, whey cair dan whey bubuk 24 2 Analisis ragam dan uji lanjut karakteristik fisik dan kimia whey kefir

penelitian 24

3 Analisis ragam dan uji lanjut karakteristik mikrobiologi

whey kefir penelitian 26

4 Analisis ragam dan uji lanjut konsentrasi peptida, penghambatan ACE

dan IC50 ekstrak whey kefir penelitian 27

5 Format uji hedonik kefir percobaan 28

(14)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk pangan hasil ternak yang dapat dikonsumsi manusia pada semua tingkat umur. Susu memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan merupakan sumber protein hewani yang baik untuk dikonsumsi. Kebutuhan terhadap pangan asal hewani termasuk susu terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan manfaat gizi bagi kehidupan manusia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2010, konsumsi susu di Indonesia mencapai 10 liter per kapita dan selalu meningkat setiap tahunnya. Produk susu dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Peningkatan kebutuhan produk susu untuk dikonsumsi mendorong berkembangnya industri pengolahan susu. Pada praktiknya aktivitas produksi pengolahan susu biasanya menghasilkan hasil ikutan yang belum terkelola dengan baik.

Proses penggumpalan susu dalam pembuatan keju menghasilkan produk ikutan berupa whey. Pada beberapa industri, whey bahkan dibuang sebagai limbah,

yang apabila terakumulasi maka dapat mencemari lingkungan. Whey memiliki nilai biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD)

yang sebanding dengan batas yang diperbolehkan 50000 mg/l (BOD) dan 80000 mg/l (COD) (Guimarães et al. 2010). Hal tersebut disebabkan whey masih

mengandung nutrisi atau bahan organik diantaranya adalah protein, laktosa (gula susu) dan mineral. Bahan organik yang terkandung dalam whey menjadikan whey

sebagai media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga jika dikelola dengan baik, maka whey dapat dimanfaatkan sebagai media fermentasi

untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis lebih baik.

Produk - produk susu fermentasi yang mengandung probiotik dan prebiotik serta memiliki dampak kesehatan mulai diminati konsumen saat ini (Özer & Kirmaci 2010). Produk susu fermentasi dibuat dengan cara menambahkan kultur starter bakteri asam laktat (BAL) pada susu segar sebagai medianya. Salah satu produk susu fermentasi adalah kefir. Secara tradisional, kefir dibuat dengan menambahkan biji kefir pada susu segar. Kefir telah dianjurkan untuk dikonsumsi

oleh orang sehat di negara-negara Soviet untuk menurunkan risiko penyakit kronis, hipertensi, Ischeamic Heart Disease (IHD) dan alergi (Farnworth &

Mainville 2003). Biji kefir memiliki komposisi protein, polisakarida dan terdiri dari campuran beberapa jenis mikroba. BAL dan kapang yang terdapat pada biji

kefir hidup bersimbiosis dan berfungsi pada proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Mikroba pada biji kefir dapat memecah laktosa sehingga dapat digunakan

pula untuk memfermentasi whey dari hasil pengolahan keju, yang juga kaya

kandungan laktosanya.

Lebih dari setengah padatan susu terkandung dalam whey, dengan 20%

(15)

2

kombinasi keduanya dapat menghasilkan golongan peptida tersebut. Pemanfaatannya lebih jauh adalah sebagai bahan formulasi untuk pangan fungsional dan “nutraceutical” (Madureira et al. 2010). Salah satu fungsi peptida tersebut adalah sebagai penghambat aktifitas ACE (angiotensin converting enzyme) yang bertanggungjawab pada proses terjadinya hipertensi khususnya yang berkaitan dengan penyakit diabetes tipe 2.

Penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan whey melalui proses fermentasi menggunakan biji kefir untuk melihat manfaat fungsionalnya belum

banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis kefir berbahan baku whey serta mengetahui

aktifitasnya terhadap penghambatan ACE.

Perumusan Masalah

Proses pembuatan keju menghasilkan produk ikutan berupa whey yang jumlahnya dapat mencapai 80% dari bahan baku susu. Whey memiliki kandungan

bahan organik tinggi sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk pemanfaatan whey adalah fermentasi

menggunakan mikroba kefir. Mikroba yang terdapat pada biji kefir diantaranya adalah bakteri dan khamir yang tumbuh secara bersamaan. Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi memiliki kandungan peptida bioaktif yang memiliki manfaat sebagai pangan fungsional, diantaranya adalah sebagai antihipertensi. Hal tersebut disebabkan daya hambatnya pada aktivitas ACE, enzim yang berperan dalam sistem Renin Angiotensin Aldosteron sebagai fungsi

regulasi tekanan darah dalam tubuh. Karakteristik produk kefir berbahan baku whey dan penghambatannya pada aktivitas ACE adalah masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis, dan organoleptik kefir

berbahan baku whey

2. Mengetahui aktivitas penghambatan ACE oleh ekstrak kefir berbahan baku

whey.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa dihasilkannya produk

(16)

3

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Jenis whey yang digunakan berpengaruh pada karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik whey kefir yang diproduksi.

2. Jenis whey yang digunakan berpengaruh pada aktivitas whey kefir terhadap penghambatan ACE secara in vitro.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kefir

Kefir adalah produk susu fermentasi berasa asam dan sedikit beralkohol

yang diyakini memiliki banyak kandungan zat fungsional, dan telah dipercaya bahwa umur panjang petani Bulgaria dikarenakan seringnya mengkonsumsi susu fermentasi jenis ini. Kefir alami memiliki cita rasa khamir yang menyegarkan

serta terdapat kondisi yang segar tatkala dirasakan di mulut (Farnworth 2005). Produk kefir diproduksi dengan menggunakan starter yang sering disebut

“biji kefir” (kefir grain) yang mengandung antara lain L. lactis, L. bulgaricus, Streptococcus lactis, S. cremoris dan khamir/ragi yang dapat memfermentasi

laktosa seperti Kluyveromyces sp., Torula sp. dan Saccharomyces cereviceae dan

Sc. calsbergensis (Kwak et al. 1996). Proses fermentasi dilakukan pada suhu 20 –

25 °C selama 24 jam atau sampai pH 4 tercapai. Tahap pematangan (15 – 20 jam pada suhu 8-10°C) kadang – kadang dilakukan dalam tahapan produksinya. Pemeliharaan biji kefir membutuhkan tenaga kerja intensif dan mikroba pada biji

kefir sering menunjukkan komposisi yang bervariasi sehingga beberapa

perusahaan saat ini menjual campuran kultur bakteri dan khamir hasil liophilisasi sebagai kultur starter kefir. Biji kefir adalah massa protein, polisakarida, BAL cocci mesophilik, homofermentatif dan heterofermentatif, bakteri lactobacillus

termophilik dan mesophilik, bakteri asam asetat dan khamir (Tamime 2007). Khamir pada biji kefir berperan dalam pertumbuhan beberapa nutrien seperti

asam amino dan vitamin, serta memproduksi etanol serta karbondioksida.

Lactobacillus kefir, Lactobacillus kefirgranum, Lactobacillus lactis subsp. lactis, Lactobacillus lactis subsp. cremoris dan Leuconostoc mesenteroides subsp.

cremoris telah teridentifikasi menggunakan teknik biologi molekuler tumbuh

dalam kefir (Mainville et al. 2006). Produksi asam dikontrol oleh bakteri, sedangkan khamir memproduksi alkohol. Konsentrasi akhir dari asam laktat dan alkohol diperkirakan maksimum 1 % (Jay et al. 2005).

Prosedur pembuatan kefir modern menghasilkan etanol sekitar 0,01 – 0,1%, jumlah etanol dan CO2 yang dihasilkan selama fermentasi kefir tergantung pada

kondisi produksi yang digunakan (Farnworth 2005). Kefir memiliki kadar asam laktat berkisar antara 0,8 – 1,1%, alkohol 0,5 – 2,5%, mengandung CO2,

(17)

4

memproduksi asam laktat, antibiotik dan beberapa bakterisida, yang dapat menghambat proliferasi mikroorganisme patogen dan perusak pada produk kefir. Kefir memiliki kemampuan aktifitas antimutagenik dan antioksidan secara invitro, menghambat pertumbuhan tumor dan meningkatkan total IgA pada usus halus tikus uji (Liu et al. 2002; Liu et al. 2005).

Gambar 1. Biji kefir koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Bagian Teknologi Hasil Ternak

Fapet – IPB

Whey

Wheymerupakan produk samping dari pembuatan keju. Whey adalah bagian susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari industri keju. Jumlah whey yang dihasilkan dari proses pembuatan keju yaitu 80% dari jumlah bahan baku. Whey

masih mengandung nutrisi diantaranya adalah protein, laktosa (gula susu) dan mineral. Whey mempunyai warna kuning kehijauan yang berasal dari riboflavin,

yaitu pigmen yang larut dalam air yang terdapat dalam susu (Miller et al. 2007).

Tabel 1. Komposisi cairan whey

Parameter Jumlah

Laktosa (%) 5

Air (%) 93

Protein (%) 0,85 Mineral (%) 0,53

Lemak (%) 0,36 (minimum) Sumber : Pescuma et al. 2008

Whey terdiri atas -laktalbumin dan ß-laktoglobulin, laktosa dan mineral.

Whey dibedakan berdasarkan pada jenis asam atau enzim yang digunakan dalam

pembuatan keju. Whey manis diperoleh dari metode koagulasi yang menggunakan

enzim, sedangkan whey asam diperoleh dari metode koagulasi yang menggunakan asam. Selain itu terdapat whey teknis yang diperoleh dari metode koagulasi menggunakan asam selain asam laktat seperti HCl dan asam sulfat. Protein whey

larut pada semua tingkatan pH dan tidak berasosiasi dengan kasein. Komposisi cairan whey ditampilkan pada Tabel 1. Komponen protein yang utama pada whey

(18)

5

immunoglobulin, serum albumin dan protease peptone terdapat dalam jumlah sedikit (Pescuma et al. 2008). Berbagai proses menggunakan bioteknologi sudah

dilakukan untuk memanfaatkan whey beberapa tahun terakhir ini. Produk – produk tersebut diantaranya adalah etanol, asam laktat, single-cell protein,

metana, asam organik, protease, nisin dan oligosakarida (Athanasiadis et al.

2004). Berbagai hasil penelitian saat ini telah membuktikan bahwa komponen bioaktif yang berasal dari whey, khususnya whey protein, memiliki sifat antimikroba dan antiviral, meningkatkan imunitas, antioksidan, mencegah kanker dan penyakit kardiovaskular (Miller et al. 2007)

Hipertensi

Hipertensi atau darah tinggi terjadi karena adanya gangguan pada sistem kardiovaskular yang menyebabkan tekanan darah lebih tinggi dari biasanya. Hipertensi dapat disebabkan pula karena komplikasi dari penyakit diabetes tipe 2. Menurut FitzGerald et al. (2004), hipertensi dapat terjadi secara primer atau

sekunder. Hipertensi primer disebabkan oleh sebab yang tidak diketahui dan merupakan 95% dari penyebab kasus hipertensi. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh kehamilan, malfungsi ginjal dan efek samping obat-obatan. Walaupun penyebab hipertensi primer belum jelas, beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan resiko hipertensi telah diidentifikasi yaitu hiperkolesterolemik, diabetes, peningkatan produksi renin fisiologi dan ketidakseimbangan hormon seksual.

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Penghambat ACE dari Susu

Fermentasi

ACE (peptidyldipeptida hidrolase, EC 3.4.15.1) adalah enzim yang mengkatalisis konversi dekapeptida angiotensin I menjadi oktapeptida angiotensin II. ACE bekerja dengan cara melepas dipeptida pada terminal C dari angiotensin I menghasilkan angiotensin II dan asam hipurat (Actis-Goretta et al. 2003). ACE

merupakan bagian penting dari Renin Angiotensin System (RAS) yang mengatur

tekanan darah (Riordan, 2003). RAS merupakan satu sistem peptidergic dengan

karakteristik endokrin. Substrat dari sistem ini adalah angiotensinogen, senyawa -glikoprotein yang dilepaskan dari hati dan dipecah oleh enzim renin yang disekresikan apparatus juxtaglomerular ginjal untuk membentuk angiotensin dekapeptida angiotensin I. Angiotensin I kemudian diaktivasi menjadi Angiotensin II oleh ACE yang disekresikan sel endotel paru – paru. Angiotensin II merupakan peptida yang menjadi efektor utama RAS yang menginduksi terjadinya vasokonstriksi (Paul et al. 2006). Angiotensin II menstimulasi sintesis

dan pelepasan aldosteron yang meningkatkan tekanan darah dengan menaikkan penyimpanan sodium di tubulus distal (FitzGerald & Murray 2006). Penghambatan aktivitas ACE dapat dipertimbangkan sebagai pendekatan terapeutik yang berguna dalam mengatasi hipertensi.

(19)

6

alacepril dan imidaprilat (Suetsuna et al. 2004). Meskipun ada efek menguntungkan dari penghambatan perubahan angiotensin I ke angiotensin II atau penghambatan breakdown dari bradykinin, produk farmasi kemungkinan mempunyai efek samping seperti batuk, gangguan pencernaan, kulit terbakar dan reaksi alergi (Lee et al. 2004).

Susu fermentasi mengandung berbagai macam protein yang menguntungkan bagi kesehatan, salah satunya untuk mengontrol tekanan darah. BAL dalam susu fermentasi berperan dalam mengaktifkan peptida susu penghambat ACE selama fermentasi (Korhonen & Pihlanto 2006). Beberapa penelitian telah memperlihatkan efek dari susu fermentasi dalam mengontrol tekanan darah. Penelitian yang dilakukan Donkor et al. (2007) terhadap BAL susu

memperlihatkan kemampuan BAL dalam menghambat aktivitas ACE. Keju Cheddar yang dibuat dari starter Lactococcus dan probiotik menghasilkan peptida

penghambat ACE (Ong & Shah, 2008). Peptida penghambat ACE juga ditemukan dalam yogurt, keju dan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei ssp. rhamnosus dan strain bifidobakteria.

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari - Agustus 2012, di Laboratorium Pengolahan Susu, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bulk kefir koleksi Laboratorium Mikrobiologi

Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Bulk kefir disiapkan berdasarkan metode dalam Magalhaes et al. (2011) yaitu

dengan cara mengkultivasi biji kefir dalam susu segar yang telah dipasteurisasi, disegarkan setiap hari selama 7 hari. Setelah itu bulk kefir dipisahkan dari biji kefir sebelum diinokulasikan ke media yang baru. Media fermentasi yang digunakan adalah susu skim sapi dan whey hasil ikutan proses pembuatan keju.

Bahan baku whey didapatkan dari perusahaan pembuatan keju Gouda, PT Bukit Baros Cempaka Sukabumi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikropipet, gelas ukur, labu Erlenmeyer, vorteks, centrifuge, waterbath, ampul, freezer, container dan inkubator, tabung reaksi, cawan petri, mikro pipet, lemari es, pH meter, burret,

(20)

7

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 taraf perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan meliputi : SK (kontrol) =

Kefir (bahan baku susu skim sapi); WK = Kefir (bahan baku whey cair); WKB =

Kefir (bahan baku whey bubuk). Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis

Ragam (ANOVA), perbedaan nyata yang terjadi dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji Tukey.

Prosedur Pembuatan wheykefir (WK)perlakuan

Pembuatan whey kefir mengacu pada Tamime & Marshall (1994) yang dimodifikasi. Ketiga bahan baku perlakuan distandarkan total padatannya menjadi 9 – 11 %. Whey kemudian dipasteurisasi pada suhu 83 – 85 °C selama 30 menit, kemudian didiamkan sampai suhunya turun menjadi ± 27 °C, dilanjutkan dengan inokulasi 5 % v/v kultur starter bulk kefir secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu ruang 28 °C selama 20 jam. Kefir selanjutnya diperam selama 24 jam

pada suhu 4 °C, lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan kefir plain dan biji

kefir, kemudian WK disimpan pada suhu 4 ºC.

Karakteristik fisik dan kimia

pH dan Persentase Asam Laktat. pH produk diukur menggunakan metode

standar AOAC (2005). Persentase asam laktat diukur melalui metode titrasi. Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalien 1%. Kemudian dititrasi dengan 0,1 N larutan NaOH hingga timbul warna merah muda. Jumlah asam yang diproduksi selama fermentasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(%) = × 0,1 × 90,08 × 100%

× 1000

Viskositas. Viskositas kefir diukur menggunakan alat viscometer merk Rion VT-04F. Sampel dimasukkan ke dalam tempat yang tersedia pada alat dan suhu diset pada suhu ruang. Viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise.

Protein. Penentuan kadar protein menggunakan metode semimikro Kjeldahl

(N x 6,38) (AOAC 2005). sebanyak 0,1 – 0,2 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 1 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 3,5 ml H2SO4

pekat. Setelah itu, didestruksi sampai cairan berwarna jernih, kemudian didinginkan. Larutan sampel hasil destruksi dibilas dengan akuades dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3.5H2O, kemudian didestilasi. Hasil

destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator.

(21)

8

(%) = ( − ) × × 14,007 × 100%

" # (% $$) = (%) × % " & (%")

Laktosa. Kadar laktosa diukur menggunakan metode Teles (1978). Sampel diencerkan 50 kali, kemudian ditambahkan 0,2 ml zink sulfat 5% dan 0,2 ml barium hidroksida 4,5%. Setelah warna larutan menjadi keruh dilakukan proses sentrifuge pada 1000 rpm selama 1 menit sehingga terbentuk endapan putih dan supernatan. Sebanyak 1 ml supernatan dipindahkan dalam tabung volume 15 ml, lalu ditambahkan 2,5 ml reagen teles (phenol 1% 1 volume, NaOH 5% 2 volume, Asam pikrat 1% 2 volume, sodium disulfit 1% 1 volume), warna larutan menjadi merah lembayung. Tabung ditutup dengan karet kemudian direndam dalam air mendidih selama 6 menit. Selanjutnya didinginkan segera dengan air mengalir. Setelah dingin ditambahkan H2O hingga volume larutan menjadi 12,5 ml. Larutan

kemudian dibaca pada absorban 520 nm menggunakan spektrofotometer. Kadar laktosa dihitung menggunakan rumus.

Alkohol. Analisis kadar alkohol dilakukan dengan menggunakan metode

mikro difusi conway seperti dijelaskan Susijahadi (1997). 2 ml sampel direaksikan dengan larutan mikro difusi conway (0,37 g K2Cr2O7 dalam 15 ml air

dan 28 ml H2SO4 pekat diencerkan hingga 50 ml), kemudian dibaca pada

absorban 605 nm.

Lemak. Kadar lemak ditentukan menggunakan metode seperti dijelaskan dalam SNI 2981:2009 (BSN 2009). Sebanyak 1-2 g sampel ditambah 30 ml HCl 25 % dan 20 ml air. Sampel didihkan selama 15 menit kemudian disaring dengan kertas saring. Selanjutnya, kertas saring dicuci dan dikeringkan pada suhu 105 ºC. Kertas saring yang telah dikeringkan kemudian digunakan untuk ekstraksi. Labu lemak yang telah dikeringkan dalam oven ditimbang beratnya. Kertas saring hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring baru dan disumbat kapas pada sisi atas dan bawahnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi yang telah berisi pelarut hexana. Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 105 ºC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung berdasarkan rumus :

Total Padatan. Total padatan ditentukan menggunakan metode seperti

dijelaskan dalam SNI 2981:2009 (BSN 2009). Cawan kosong yang telah dipanaskan dalam oven (100 ± 1) ºC selama 2 jam (W) ditimbang beratnya.

Ditimbang juga 1 buah cawan kosong sebagai blangko (B1) dan cawan kosong

(22)

9

blangko (B2). Sebanyak 3 g sampel ditimbang ke dalam cawan tadi (W1). Cawan

berisi sampel dan cawan kososng kemudian dimasukkan dalam oven dan dikeringkan selama 4 jam pada suhu (100 ± 1) ºC. Cawan kemudian dipindahkan

dalam desikator dan dibiarkan dingin pada suhu kamar kemudian ditimbang (W2).

Total padatan didapatkan berdasarkan rumus :

( # (%) = ()*− )+) − ( *− +)

)*− )+

× 100%

" # (%) = 100 − #

Karakteristik mikrobiologis

Jumlah BAL. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan Maturin dan Peeler (2001). Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan dalam labu Erlenmeyer berisi 45 ml larutan BPW sehingga didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 dipipet 1 ml dan dilarutkan ke dalam larutan pengencer BPW 9 ml untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai P-8. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran P-6 sampai P-8 dipindahkan ke dalam cawan petri. Sebanyak 15 ml media deMan Rogosa Sharpe Agar (MRSA) ditambahkan ke dalam cawan petri dan dihomogenkan. Cawan kemudian diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 ºC selama 24-48 jam. Koloni BAL yang terbentuk kemudian dihitung. Hasil penghitungan dilaporkan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC).

Jumlah kapang dan khamir. Jumlah Kapang dan Khamir dihitung berdasarkan metode yang dijelaskan oleh Maturin dan Peeler (2001). Media yang digunakan adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Sebanyak 5 ml sampel kefir

diencerkan bersama 45 ml larutan BPW dan dihomogenisasi menggunakan vorteks. Kemudian dilakukan pengenceran berseri untuk mendapatkan pengenceran P-1 sampai P-7. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran P-5 sampai P-7 dipindahkan ke dalam cawan petri. Sebanyak 15 ml media PDA ditambahkan ke dalam cawan petri dan dihomogenkan. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah mencapai waktu inkubasi 24 jam, jumlah khamir yang tumbuh dihitung.

Pembuatan ekstrak wheykefir

Kefir dihomogenkan, pH kefir dikondisikan hingga mencapai 4,0. Kefir

kemudian dipanaskan dengan waterbath (45 ºC) selama 10 menit diikuti dengan sentrifugasi (5000 × g, 10 menit 4 ºC). NaOH (0,1 M) ditambahkan hingga pH

mencapai 7,0. Supernatan disentrifugasi lagi (5000 × g, 10 menit 4 ºC) dan supernatan disimpan pada suhu -20 ºC hingga dibutuhkan untuk analisis.

Konsentrasi peptida, penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE), Inhibition Concentration (IC50) dan Inhibition Efficiency Ratio (IER)

(23)

10

reagen OPA di dalam cuvette 1.5 ml. Larutan dicampurkan secara cepat dengan pembalikan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit. Pembacaan absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 340 nm. Konsentrasi peptida diestimasikan terhadap kurva standar tripton. Kurva standar konsentrasi peptida disiapkan menggunakan tripton. Standar tripton dengan berbagai konsentrasi (0,25; 0,5; 0,75; 1,00; 1,25; 1,50 mg/ml) disiapkan dari stok larutan. Standar tripton disiapkan dan diberikan perlakuan dalam pembuatan sampel dari tiap pengujian OPA.

Pengukuran aktivitas inhibitor ACE pada penelitian ini mengacu pada metode Hayes et al. (2007) yang telah dimodifikasi dalam hal konsentrasi enzim,

substrat, dan bahan pelarut lainnya yang digunakan untuk uji in vitro. Substrat

enzim yang digunakan untuk uji in vitro penghambatan ACE adalah Hippuryl-L-Histidyl-L-Leucine (HHL). Sebanyak 6 µl sampel ditambahkan 50 µl HHL 7,6

mM kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 5 menit menggunakan waterbath. Selanjutnya ditambahkan 20 µl ACE 60 mU/ml dan diinkubasi

kembali selama 5 menit pada suhu 30 °C. Setelah dihomogenkan dengan vortex,

dilakukan penambahan etil asetat sebanyak 1,5 ml dan diekstrak selama 2 menit. Larutan sampel kemudian disentrifuge pada 2500 rpm selama 15 menit, 1 ml supernatan dipisahkan. Tahap selanjutnya dilakukan pengeringan menggunakan

heater block pada suhu 100 °C selama 10 menit. Sampel kemudian didinginkan

pada suhu ruang. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 228 nm. Aktivitas penghambatan ACE (%) dihitung menggunakan rumus :

, & ℎ $ (%) =,$ − ,$

,$ − ,$ $ × 100%

Nilai IC50 ditentukan menggunakan perhitungan dengan cara memasukkan

nilai 50 pada persamaan linear hubungan nilai konsentrasi peptida dan penghambatan ACE. Nilai IER diperoleh dengan cara membagi nilai penghambatan ACE dengan konsentrasi peptida.

Karakteristik organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik dan uji intensitas atribut sensori produk. Uji hedonik bertujuan untuk melihat persepsi kesukaan panelis terhadap produk. Uji hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis terhadap sifat hedonik warna, aroma, konsistensi, rasa serta penilaian umum. Panelis adalah mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor yang telah terbiasa mengkonsumsi produk susu fermentasi. Skala hedonik yang digunakan adalah : 1 = sangat tidak suka 4 = biasa 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka 3 = agak tidak suka 6 = suka

Pengujian karakteristik sensori produk dilakukan dengan uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) (Stone & Sidel 2004). Uji QDA dilakukan oleh 15

(24)

11

mutu yang dinilai. Standar penilaian terhadap atribut mutu dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik dan Kimia

Kefir yang dihasilkan dianalisis sifat fisik dan kimianya meliputi total solid,

laktosa, protein, lemak, mineral, alkohol, pH, viskositas dan keasaman produk. Rataan nilai hasil analisis karakteristik sifat fisik dan kimia produk kefir dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Berlangsungnya proses fermentasi ditandai dengan terjadinya penurunan pH. Fungsi umum kultur starter yang diberikan pada media fermentasi adalah menghasilkan asam laktat dalam jumlah tertentu sehingga menurunkan pH berkisar antara 3,8 – 4,2 (Staff, 1998). Produk kefir

pada penelitian ini memiliki pH berkisar antara 3,95 – 4,74. Whey kefir yang dibuat dari bahan baku whey (WK) menghasilkan pH akhir 4,00. Hal tersebut

menunjukkan bahwa whey dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan

produk minuman fermentasi. pH kefir yang dibuat dari sari kedelai berkisar antara 4,58 – 4,65 (Kesenkas et al. 2011). Ismaiel et al. (2011) menyatakan bahwa pH kefir dengan bahan baku kelapa, sari kedelai, dan whey berturut – turut adalah 3,21; 3,11 dan 3,01.

Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimia produk kefir berbahan baku susu skim

segar, whey cair dan whey bubuk

Parameter Produk kefir

SK WK WKB

pH 3,95 ± 0,07a 4,00 ± 0,01a 4,74 ± 0,04b Viskositas (cP) 1550 ± 180,28b 350 ± 0a 350 ± 0a Asam laktat (%) 1,11 ± 0,04a 1,13 ± 0,00a 1,11 ± 0,02a Total padatan (%) 8,92 ± 0,14a 14,64 ± 0,13b 20,17 ± 1,84c Laktosa (% bb) 0,34 ± 0,10a 1,82 ± 0,29b 2,69 ± 0,48c Protein (% bb) 3,31 ± 0,15a 2,63 ± 0,72a 2,93 ± 0,21a Lemak (% bb) 0,46 ± 0,18a 1,70 ± 0,14b 0,45 ± 0,09a Mineral (% bb) 0,83 ± 0,02a 1,15 ± 0,06b 1,78 ± 0,08c Alkohol (%) < 0,5 < 0,5 < 0,5

Keterangan : SK : Kefir berbahan baku susu skim; WK : Wheykefir berbahan baku whey segar ; WKB : Wheykefir berbahan baku whey bubuk. Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey).

Nilai viskositas menggambarkan kekentalan yang terukur secara objektif. Hasil pengukuran viskositas kefir disajikan pada Tabel 2. Viskositas kefir SK

lebih tinggi dibandingkan WK dan WKB. Terlihat bahwa semakin rendah pH maka semakin tinggi nilai viskositasnya. Hal tersebut berkaitan dengan aktivitas mikroba yang tumbuh pada saat fermentasi dan komposisi bahan baku (Ismaiel et al. 2011). Ilicic et al. (2008) menyatakan bahwa viskositas dan struktur gel pada

(25)

12

konsentrasi kasein, suhu inkubasi, perlakuan panas, keasaman serta jenis kultur yang digunakan.

Penurunan pH menggambarkan terjadinya peningkatan asam yang akan mengakibatkan penggumpalan kasein, selanjutnya akan terjadi peningkatan viskositas produk. Bahan baku yang digunakan pada SK mengandung casein sedangkan WK dan WKB tidak. Peningkatan viskositas hasil produk susu fermentasi selama penyimpanan diperoleh pada produk dengan rasio kandungan kasein dan protein whey sebanyak 80 : 20 (Bonisch et al., 2007). Menurut Ismaiel et al. (2011), massa molar dari eksopolisakarida diduga kuat mempengaruhi viskositas produk susu fermentasi, polimer yang memiliki massa molar tinggi menjadikan produk dengan viskositas tinggi. Nilai viskositas juga dipengaruhi oleh adanya bakteri tertentu yang hidup selama proses fermentasi. Menurut Stepaniak and Fetlinski (2002), keberadaan 1% Acetobacter pasteurianus dari

total mikroba pada biji kefir memegang peranan penting dalam meningkatkan rasa dan konsistensi kefir melalui peningkatan viskositas.

Keasaman kefir dihitung sebagai % asam laktat. Kefir yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki keasaman antara 1,11% sampai 1,13%. Kadar asam laktat meningkat karena aktivitas mikroba dalam proses fermentasi, yaitu bekerja memecah laktosa menjadi glukosa untuk kemudian dipecah menjadi asam laktat. Pada produk kefir yang dihasilkan, kadar laktosa menjadi rendah seiring dengan tingginya keasaman. Kefir dalam penelitian ini memiliki kadar laktosa 0,34%

hingga 2,69%. Berdasarkan CODEX STAN 234-2003, keasaman sebagai % asam laktat pada kefir minimal 0,6%. Menurut Robinson et al. (2002), kadar laktosa

kefir berkisar antara 3,0 – 3,9% dan kadar asam laktat 0,73 – 1,15%. Menurut

Purnomo & Muslimin (2012), kadar laktosa kefir berbahan baku susu kambing

adalah 4.3% dengan kadar asam laktat 0,76%. Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat perbedaan nyata (P<0,05) total padatan produk kefir perlakuan. Total padatan tertinggi yaitu pada perlakuan WKB (20,17%). Hal ini diduga disebabkan lebih tingginya jumlah air yang teruapkan saat proses pasteurisasi. Seluruh perlakuan telah distandarkan total padatannya 9-11% sebelum proses pengolahan. Karakteristik bahan baku whey bubuk komersil yang dilarutkan diduga menjadi

penyebab mudahnya terjadi pelepasan air pada saat pasteurisasi dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan bahan baku susu segar dan whey cair hasil

ikutan proses pembuatan keju.

Berdasarkan CODEX STAN 234-2003, komposisi protein kefir minimal

2,7%. Komposisi protein kefir pada penelitian ini berkisar antara 2,63 – 3,31%. Hasil penelitian Kesenkas et al. (2011) memperlihatkan bahwa kadar protein kefir

berbahan baku susu sapi adalah 4,10%, sedangkan kefir berbahan baku campuran susu dan sari kedelai (rasio 1 : 1) adalah 4,03%. Kadar protein WK (2,63%) yang lebih rendah dibandingkan standar dalam CODEX dan Kesenkas et al. (2011) diduga disebabkan oleh kandungan protein bahan baku whey yang juga rendah.

Selain itu, protein whey bersifat sukar untuk didegradasi dibandingkan protein

kasein. Kadar lemak yang ditetapkan dalam CODEX STAN 234-2003 adalah tidak lebih dari 10%, sedangkan hasil penelitian Kesenkas et al. (2011) adalah 3.05%. Kadar lemak produk kefir dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang

ditentukan dalam CODEX yaitu berkisar antara 0,45 – 1,7%.

(26)

13

tradisional yang diproduksi langsung dari biji kefir kandungan etanolnya dapat mencapai 2%, sedangkan produk kefir dari industri mengandung 0,04 – 0,15%

asam asetat, 0,4% CO2, 1-4 mg/L diasetat dan beberapa mg/L asetaldehid

(Stepaniak & Fetlinski, 2002). Rendahnya kandungan alkohol diduga disebabkan kurangnya waktu pematangan setelah inkubasi. Menurut Stepaniak & Fetlinski (2002), produksi alkohol akan berlangsung selama proses pematangan dan penyimpanan di suhu rendah. Alkohol merupakan produk akhir dari aktivitas khamir. Khamir tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu lebih rendah. Suhu inkubasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 28°C. Hasil penelitian Purnomo & Muslimin (2012) menunjukkan kadar alkohol 0,94% kefir yang

diinkubasi pada suhu 24ºC. Stepaniak & Fetlinski (2002) juga menyatakan bahwa

Candida kefyr menstimulasi pertumbuhan Lb. kefir. Produksi etanol dari Can. kefyr lebih tinggi jika khamir tersebut berkembang bersamaan dengan Lb. kefir.

Diduga bahwa kultur starter yang digunakan pada penelitian ini didominasi oleh bakteri Lactobacillus sp. dan Streptococcus sp. dan hanya sedikit Can. kefyr meningkatkan produksi atau bioavailabilitas beberapa vitamin dan mineral serta memperbaiki kecernaan protein. Stepaniak and Fetlinski, (2002) menyatakan bahwa kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat pada kefir lebih tinggi

dibandingkan pada susu.

Karakteristik Mikrobiologis

Mikroflora pada kefir sangat kompleks dan bervariasi. Fermentasi yang berlangsung pada proses pembuatan kefir melibatkan BAL dan khamir. Populasi

BAL dan khamir kapang produk kefir penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2.

Terlihat bahwa populasi BAL pada ketiga jenis produk kefir berbahan baku skim,

whey dan whey bubuk tidak berbeda nyata (P>0,05). Populasi BAL berkisar antara

9,67 – 11,20 log10 cfu/ml. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian

Gronnevik et al. (2011), Fontan et al. (2006) dan Irigoyen et al. (2005) yang

menyatakan bahwa populasi kultur starter Lactococcus spp. dan Lactobacillus spp. berturut - turut adalah 8 dan 8,5 log10 cfu/ml.

Populasi bakteri kultur starter dalam produk kefir yang disyaratkan dalam CODEX STAN 234-2003 adalah minimal 7 log10 cfu/ml. Berdasarkan hal

tersebut, produk kefir hasil penelitian ini memenuhi persyaratan CODEX. Tingginya populasi BAL diduga disebabkan kondisi lingkungan dan nutrisi dalam media fermentasi yang baik bagi pertumbuhan BAL. BAL dapat melakukan regenerasi dengan cepat. Menurut Giraffa (2004), Lactobacillus adalah bakteri dominan yang ditemukan dalam hampir seluruh produk susu fermentasi dengan populasi berkisar antara 6,28 log10 cfu/ml hingga 8,32 log10 cfu/ml. Acetobacter,

bakteri mesofilik aerob, Leuconostoc dan Lactococcus menunjukkan pertumbuhan

yang sama berkisar antara 6,00 log10 cfu/ml sampai 8,00 log10 cfu/ml (Magalhaes

(27)

14

Gambar 2. Populasi bakteri asam laktat dan khamir kapang pada produk kefir

berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan whey bubuk

(WKB)

Populasi khamir dan kapang pada ketiga jenis produk kefir tidak berbeda

nyata (P>0,05). Menurut CODEX STAN 234-2003, populasi khamir minimal 104 cfu/g. Rata – rata populasi khamir pada awal fermentasi adalah 6,00 log10 cfu/ml

dan akan meningkat 7,31 log10 cfu/ml pada akhir fermentasi selama 24 jam

(Giraffa, 2004). Magalhaes et al. (2010) menyatakan bahwa populasi khamir pada

produk kefir adalah 5 – 6 log10 cfu/ml. Populasi khamir kefir dari sari kedelai yang

diinokulasi dengan biji kefir adalah 3,20 log10 cfu/ml (Kasenkas et al. 2011).

Populasi khamir dan kapang pada kefir hasil penelitian ini sesuai dengan standar

CODEX dan lebih tinggi dari hasil penelitian Giraffa (2004), Magalhaes et al. (2010) dan Kasenkas et al. (2011). Selama fermentasi, pertumbuhan khamir

distimulasi oleh kondisi asam yang diakibatkan aktivitas BAL, sebaliknya pertumbuhan bakteri dapat distimulasi dengan keberadaan khamir khususnya khamir yang dapat mensintesis komponen penting bagi pertumbuhan bakteri seperti vitamin dan nitrogen terlarut (Almeida et al. 2007).

Komposisi populasi BAL dan khamir kapang pada produk kefir penelitian

ini relatif seimbang yaitu 1 : 1. Stepaniak and Fetlinski (2002) menyatakan bahwa distribusi mikroorganisme dalam matriks pada biji kefir tidak seragam. Lb. kefiranofaciens terdistribusi menyebar pada biji kefir tetapi populasinya paling tinggi di tengah – tengah, sedangkan Lb. kefir pada umumnya tumbuh di

permukaan biji kefir. Komposisi spesifik mikroflora dari biji kefir sangat tergantung pada negara asal, cara kultivasi, dan teknik penyimpanan, tetapi perbandingan jumlah khamir dan BAL relatif stabil.

Konsentrasi Peptida, Penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE), IC50 dan Inhibition Efficiency Ratio (IER)

ACE memegang peranan penting fungsi regulasi tekanan darah dalam tubuh. Pada kondisi abnormal, kerja ACE akan berlebih sehingga dapat menimbulkan dampak yaitu tingginya tekanan darah. Penghambatan ACE adalah salah satu cara untuk menurunkan resiko terjadinya tekanan darah tinggi. Beberapa jenis peptida fungsional yang berperan dalam penurunan tekanan darah, absorbsi kalsium dan regulasi kolesterol serum darah telah berhasil diisolasi dari

(28)

15

susu dan hidrolisat kedelai (Kim et al. 2011). Konsentrasi peptida yang dibutuhkan untuk menghambat 50% kerja ACE disebut IC50. Konsentrasi peptida,

penghambatan ACE, IER dan IC50 ekstrak whey kefir dalam penelitian ini Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Tukey).

Jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) pada

konsentrasi peptida ekstrak whey kefir. Konsentrasi peptida tertinggi dicapai WK (1,54 ± 0,02 mg/ml). Tingginya konsentrasi peptida diduga berkaitan dengan tingginya biomassa mikroba kefir yang tumbuh pada media whey. Sintesis protein mikroba yang berkembang pada proses fermentasi memberikan kontribusi pada meningkatnya konsentrasi peptida produk whey kefir. Proses pembuatan keju Gouda menggunakan kultur starter BAL pada tahap pengasaman sebelum susu digumpalkan. Hal ini terlihat dari rendahnya kadar pH whey cair tersebut, yaitu 5,74. BAL yang digunakan sebagai kultur kemudian terikut di dalam whey hasil

penggumpalan kasein. Sebagian peptida telah terlepas dan terdapat pada bahan baku whey cair yang digunakan untuk pembuatan WK. Peptida – peptida tersebut diduga turut menyumbang jumlah peptida yang terdapat pada produk WK sehingga konsentrasi peptida pada produk WK lebih tinggi walaupun kandungan proteinnya lebih rendah dibanding dengan SK.

Jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) pada penghambatan ACE ekstrak whey kefir. Penghambatan ACE tertinggi dicapai WK

(73,07 ± 0,91%). Tingginya penghambatan ACE sebanding dengan tingginya konsentrasi peptida whey kefir hasil penelitian ini. Peptida bioaktif yang terdapat

pada WK diduga merupakan peptida yang memiliki sifat fungsional menghambat kerja ACE. Menurut Quiros et al. (2005), potensi terbesar peptida penghambat

ACE dihasilkan dari protein susu yang difermentasi dengan beberapa strain isolat

Lactobacullis helveticus atau kombinasi dengan khamir Saccharomyces cereviceae. Aktivitas penghambatan ACE pada kefir berkaitan juga dengan

kombinasi protein sel beberapa strain BAL dan khamir yang berkembang selama proses susu fermentasi. Mikroba kultur yang berkembang tersebut membantu memecah protein menjadi peptida – peptida yang memiliki sifat menghambat ACE.

Nilai IC50 menggambarkan konsentrasi peptida yang diperlukan untuk

menghambat 50% kerja ACE. Nilai IC50 dihitung dengan cara memasukkan nilai

50 pada persamaan linear hubungan nilai konsentrasi peptida dan penghambatan ACE. Jenis whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) pada nilai IC50

(29)

16

Rendahnya nilai IC50 sebanding dengan tingginya nilai IER. Hal tersebut

menggambarkan bahwa peptida yang terkandung dalam WK adalah peptida aktif yang memiliki sifat penghambatan ACE. Papadimitriou et al. (2007) melaporkan nilai IC50 ekstrak larut air dari yoghurt susu berkisar antara 1,49 – 1,62 mg/ml.

Ekstrak larut air dari kefir susu kambing memiliki nilai IC50 sebesar 0,365 mg/ml

(Quiros et al. 2005).

Nilai IER menggambarkan rasio efisiensi penghambatan ekstrak whey kefir

terhadap ACE. Nilai IER diperoleh dengan cara membagi nilai penghambatan ACE dengan konsentrasi peptida. Semakin tinggi nilai IER maka semakin tinggi tingkat efisiensi penghambatannya terhadap ACE. Jenis whey yang digunakan

berpengaruh nyata (P<0,05) pada nilai IER ekstrak whey kefir penelitian ini. IER

tertinggi dicapai WK (47,35 ± 0,09 % per mg/ml), berbeda nyata dengan WKB 45,75 ± 0,18 % per mg/ml) namun tidak berbeda nyata dengan SK (47,19 ± 0,09 % per mg/ml). Selain memiliki sifat penghambatan ACE yang tinggi, WK juga memiliki IER yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa peptida yang terkandung dalam WK diduga adalah golongan peptida yang memiliki sifat fungsional penghambat ACE. Menurut Chen et al. (2007), peptida penghambat

ACE dari susu fermentasi tersusun atas tiga asam amino yaitu Gly-Thr-Trp dan Gly-Val-Trp dengan nilai IC50 berturut – turut 0,0884 mg/ml dan 0,185 mg/ml.

Peptida tersebut dapat menghambat ACE membentuk angiotensin II dan mendegradasi bradikinin sebagai subtrat kompetitif bagi ACE (Brown & Vaughan 1998). Menurut Miller et al (2007), protein whey memiliki proporsi sulfur asam

amino (sistein, metionin) lebih tinggi dibandingkan dengan protein kasein. Protein

whey juga merupakan sumber asam amino berantai cabang seperti isoleusin,

leusin dan valin. Keberadaan asam – asam amino khususnya sulfur asam amino tersebut diduga berperan dalam meningkatkan kualitas penghambatan aktivitas ACE.

Nilai IER WK yang tidak berbeda nyata dengan nilai IER SK menunjukkan bahwa produk whey kefir yang dibuat dari hasil ikutan proses pembuatan keju Gouda memiliki manfaat yang sama baiknya dengan kefir yang dibuat dari bahan baku utama berupa susu skim. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan manfaat yang sama, dapat dilakukan melalui cara yang lebih murah.

Karakteristik Organoleptik Nilai Organoleptik Kesukaan

Nilai kesukaan organoleptik whey kefir diketahui melalui uji hedonik. Uji dilakukan terhadap atribut rasa, warna, aroma, konsistensi dan penilaian umum seperti ditampilkan pada Tabel 4. Produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan whey bubuk (WKB) ditampilkan pada Gambar 3.

(30)

17

SK WK WKB

Gambar 3. Produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan whey bubuk (WKB)

Tabel 4. Nilai rataan uji hedonik produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan whey bubuk (WKB)

Skor kesukaan

Atribut SK WK WKB

Warna 5,40 ± 1,35a 3,73 ± 1,53b 3,72 ± 1,66b Aroma 5,07 ± 1,31a 4,87 ± 1,33ab 3,87 ± 1,68b Rasa 3,73 ± 1,34a 3,40 ± 1,16a 3,27 ± 1,53a Konsistensi 5,23 ± 1,41a 3,27 ± 1,34b 3,20 ± 1,56b Penilaian umum 5,50 ± 1,25a 4,20 ± 1,30b 3,07 ± 1,23c Keterangan: 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak tidak suka, 4: netral, 5: agak suka, 6: suka,

7: sangat suka

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Nilai hedonik warna whey kefir percobaan 3,72 – 5,40 (netral – agak suka), nilai

hedonik aroma 3,87 – 5,07 (netral – agak suka), nilai hedonik rasa diperoleh kisaran 3,27 – 3,73 (netral), nilai hedonik konsistensi 3,20 – 5,23 (agak tidak suka – agak suka), dan hedonik penilaian umum 3,07 – 5,50 (agak tidak suka – agak suka).

Warna. Hasil pengujian hedonik warna whey kefir menunjukkan bahwa

jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada warna whey kefir. Kesukaan panelis terhadap warna

tertinggi adalah pada warna SK (5,40 ± 1,35). Kesukaan panelis pada warna WK (3,73 ± 1,53) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan WKB (3,72 ± 1,66). Warna khas yang timbul pada produk kefir yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang digunakan. SK mengandung protein kasein sedangkan perlakuan yang lain tidak. Tingginya kasein meningkatkan viskositas dan kekompakan produk (Ilicic et al. 2008). Hal ini yang menyebabkan warna terlihat lebih kompak dan lebih menarik bagi konsumen seperti terlihat pada Gambar 2.

Aroma. Hasil pengujian hedonik aroma whey kefir menunjukkan bahwa

jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada aroma whey kefir. Kesukaan panelis pada aroma SK (5,07

(31)

18

asam – asam amino aromatik yang diproduksi. Diduga bahwa asam amino aromatik tersebut berasal dari protein kasein pada susu skim, sehingga aroma produk SK lebih disukai oleh panelis.

Rasa. Hasil pengujian hedonik rasa whey kefir menunjukkan bahwa jenis

bahan baku whey yang digunakan tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa whey kefir (P>0,05). Rasa yang ditimbulkan dari produk susu fermentasi

merupakan hasil kombinasi antara bahan baku dan mikroba yang bekerja dalam proses fermentasi (Stepaniak & Fetlinski, 2002). Pada penelitian ini panelis menilai sama yaitu netral pada rasa produk whey kefir penelitian ini.

Konsistensi. Hasil pengujian hedonik konsistensi whey kefir menunjukkan

bahwa jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap kesukaan panelis pada konsistensi whey kefir. Konsistensi produk berkaitan dengan nilai viskositas. Panelis lebih menyukai SK yang nilai viskositasnya lebih tinggi dibandingkan dengan WK dan WKB.

Penilaian umum. Hasil pengujian hedonik penilaian umum whey kefir

menunjukkan bahwa jenis bahan baku whey yang digunakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan panelis pada penilaian umum whey kefir. Penilaian

umum WK lebih rendah dibandingkan dengan SK dan lebih tinggi dibandingkan WKB. Persepsi konsumen secara keseluruhan terhadap produk kefir penelitian

berhubungan juga dengan kualitas fisik dan kimia produk maupun bahan bakunya. Kualitas fisik dan kimia SK secara umum lebih baik dibandingkan dengan WK dan WKB, diantaranya adalah viskositas dan protein SK yang lebih tinggi. Aroma yang timbul dari produk berasal dari asam amino aromatik yang terbentuk selama proses fermentasi. Asam – asam amino tersebut diduga berasal dari protein kasein pada SK yang lebih tinggi dibandingkan WK dan WKB.

Intensitas Atribut Sensori

Atribut sensori whey kefir yang diuji dalam penelitian ini adalah

penampakan (warna, sineresis, kekompakan), aroma (spesifik kefir, spesifik susu skim, spesifik mentega, spesifik roti, spesifik tape), rasa (manis, asam, pahit), konsistensi (kental, halus). Penilaian atribut sensori dimaksudkan untuk mengetahui atribut yang paling dominan dalam menentukan kualitas produk. Sifat atribut sensori produk whey kefir hasil penelitian ditampilkan pada Gambar 4.

Berdasarkan plot intensitas atribut sensori penampakan (Gambar 4) terlihat bahwa sifat sineresis WK dan WKB lebih tinggi dibandingkan SK, sebaliknya sifat warna dan kekompakan WK dan WKB lebih rendah dibandingkan SK. Terjadinya sineresis dapat menurunkan kualitas penampakan warna dan kekompakan produk whey kefir. Panelis lebih menyukai produk yang memiliki kekompakan tinggi dan warna krem putih. Hasil penilaian umum pada uji kesukaan menunjukkan bahwa SK paling disukai diantara ketiga produk, disusul dengan WK dan WKB pada posisi kedua dan ketiga yang disukai. Panelis merespon netral pada WK dan agak tidak suka pada WKB. Hal tersebut terlihat juga pada plot sifat atribut sensori (Gambar 4). Sifat atribut sensori WK secara umum berada diantara sifat atribut sensori SK dan WKB.

Sifat atribut sensori aroma ketiga produk didominasi oleh aroma spesifik

kefir. Aroma kefir SK lebih tinggi dibandingkan WK dan WKB. Sifat atribut

(32)

19

Gambar 4. Sifat atribut sensori produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK),

whey cair (WK) dan whey bubuk (WKB)

Aktivitas mikroba kefir ini menghasilkan senyawa volatil pembentuk rasa asam seperti asam laktat, asam asetat, asam dekanoat, asam tetradekanoat dan asam heksadekanoat (Usmiati, 1998).

Berdasarkan atribut sensori konsistensi, produk yang lebih disukai oleh panelis adalah produk yang memiliki viskositas dan kehalusan lebih tinggi. Konsistensi SK didominasi oleh sifat kental dibanding sifat halus, sedangkan konsistensi WK lebih didominasi sifat halus dibanding kental. WKB memiliki konsistensi paling rendah dibanding SK dan WK. Jika dihubungkan dengan kesukaan panelis berdasarkan uji hedonik, terlihat bahwa panelis lebih menyukai produk SK, kemudian WK dan WKB. Hal ini menunjukkan bahwa sifat viskositas produk dalam penelitian ini menentukan tingkat kesukaan panelis.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Whey dapat dikembangkan menjadi produk whey kefir melalui proses fermentasi. Whey kefir yang diproduksi berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber

peptida bioaktif antihipertensi. Whey kefir yang dibuat dari whey cair segar hasil

ikutan pembuatan keju Gouda menunjukkan kualitas penghambatan ACE sebanding dengan kefir berbahan baku susu skim serta lebih baik dibandingkan whey kefir berbahan baku whey bubuk komersil. Kefir dari susu skim lebih disukai panelis dibandingkan dengan Whey kefir yang dibuat dari whey cair segar

(33)

20

Saran

1. Perlu dilakukan optimasi proses untuk menghasilkan produk yang disukai konsumen.

2. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis peptida yang memiliki aktivitas penghambatan ACE pada produk wheykefir.

DAFTAR PUSTAKA

Actis-Goretta L, Ottaviani JI, Keen CL, Fraga CG. 2003. Inhibition of angiotensin converting enzyme (ACE) activity by flavan-3-ols and procyanidin. FEBS Lett 555:597-600.

Almeida EG, Rachid CCTC, Schwan RF. 2007. Microbial population present in fermented beverage ‘cauim’ produced by Brazilian Amerindians. Int J Food Microbiol 120:146-151.

Angulo L, Lopez E, Lema C. 1993. Microflora present in kefir grains of the Galician region (north-west of Spain). J Dairy Res 60:263-267.

AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. 18th Edition. Gaithersburg, USA:AOAC International:2464.

Athanasiadis, I, Paraskevopoulou A, Blekas G, Kiosseoglou V. 2004. Development of a novel whey beverage by fermentation with kefir granules. effect of various treatmens. Biotechnol Prog 20:1091-1095.

Bonisch MP, Huss M, Lauber S, Kulozik U. 2007. Yoghurt gel formation by means of enzymatic protein cross-linking during microbial fermentation. J Food Hydrocolloids 21(4):585-595.

Brown NJ, Vaughan DE. 1998. Angiotensin-converting enzyme inhibitors.

Circulation. 97:1411-1420. enzyme inhibitory peptides and antihypertensive effect of milk produced by protease-facilitated lactic fermentation. Int Dairy J 17(6):641-647.

CODEX. 2003. Codex Standard for Fermented Milks: Codex STAN 243.

FAO/WHO Food Standards; Codex Alimentarius Commission.

Ditjennak. 2012. Konsumsi Perkapita Telur dan Susu [internet]. [diunduh 2012

Jan 7]. Tersedia pada : http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak.

Donkor ON, Henriksson A, Vasiljevic T, Shah NP. 2007. -galactosidase and proteolytic activities of selected probiotic and dairy cultures in fermented soymilk. Food Chem 104:10-20.

Farnworth ER and Mainville I. 2003. Kefir : a fermented milk product. Di dalam

Handbook of Fermented Functional Foods. Boca Raton, CRC Press.

Gambar

Tabel 2. Karakteristik fisik dan kimia produk kefir berbahan baku susu skim segar, whey cair dan whey bubuk
Gambar 2. Populasi bakteri asam laktat dan khamir kapang pada produk  kefir
Tabel 3. Konsentrasi peptida, penghambatan ACE, IC50 dan IER ekstrak produk kefir berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan whey bubuk (WKB)
Gambar 3. Produk kefirwhey berbahan baku susu skim segar (SK), whey cair (WK) dan  bubuk (WKB)
+2

Referensi

Dokumen terkait

disimpulkan bawa indikator yang paling dominan mengukur prestasi mahasiswa adalah IPK (Y1). Interpretasi Hasil Dugaan Parameter Koefisien Lintas Model Struktural Sebagaimana

Berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara Bukti Fisik terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Kelua

Dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan diri, dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer &amp; Stone

- 6 - Secara ringkas, hasil pokok dari Bali Roadmap tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, respons atas temuan IPCC bahwa keterlambatan pengurangan emisi GRK akan menghambat

Beberapa dari mereka berniat menjadikan wirausaha sebagai karir di masa mendatang.Baginya, pengusaha adalah pilihan karir yang tepat daripada bekerja untuk

Pendinginan (cooling down) sangat penting untuk mengurani cedera karena pada waktu olahraga curah jantung bertambah. Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan ke

DAN SARAN Dari hasil pembahasan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan penerapan metode Everyone Is Teacher Here dalam peningkatan aktivitas belajar siswa

Sekaligus penentuan pemberian Doi‟ Nai‟ yang akan diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai wanita apabila lamaran tersebut diterima