• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan dan Rancang Bangun Sistem Valuasi Teknologi Berorientasi Paten di Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi dan telekomunikasi berperan penting pada kemajuan industri dan perdagangan suatu bangsa, terutama dalam menghadapi era globalisasi (Cohen, 2004). Pada era tersebut dicirikan oleh pentingnya dayasaing, sehingga Kekayaan Intelektual (KI) menjadi aset yang sangat bermanfaat.

KI merupakan suatu aset komersial karena mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan (DITJEN-HKI, 2006a). Untuk melindungi KI maka dibuat suatu sistem perlindungan hukum atas aset komersial tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights

(IPRs), yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir atau kreativitas manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia (DITJEN-HKI, 2006a).

Salah satu bentuk perlindungan hukum di bidang HKI adalah paten di samping instrumen-instrumen HKI yang lain, seperti Hak Cipta, Merek, Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Paten merupakan perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi (DITJEN-HKI, 2006a). Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, karya intelektual di bidang teknologi yang dapat dimintakan perlindungan patennya adalah yang mempunyai ciri-ciri: (1) baru/novelty; (2) mengandung langkah inventif/inventive step; dan (3) dapat diterapkan dalam industri/industrial applicable.

(2)

2 saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar pada ilmu pengetahuan.

Perlindungan KI bagi mereka yang menciptakan atau menanamkan modal pada penciptaan karya-karya intelektual akan meningkatkan kualitasnya serta transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini terjadi karena insentif yang diberikan kepada pemegang HKI adalah dalam bentuk monopoli untuk menggunakan atau memperoleh manfaat dari KI dalam jangka waktu tertentu. Monopoli ini memungkinkan pemilik untuk menerima penghasilan dan keuntungan atas waktu, uang dan usaha yang telah dihabiskan dalam penciptaan kekayaan intelektual. Dengan memperoleh manfaat, maka pemilik KI akan termotivasi untuk melakukan penelitian dan menciptakan kekayaan intelektual terus (LIPI, 2004).

Mekanisme valuasi teknologi bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan komersialisasi teknologi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi (Dietrich, 2001). Dengan adanya valuasi ini, maka teknologi sebagai suatu hasil kegiatan penelitian yang memerlukan investasi berupa pengetahuan, waktu dan dana akan mendapatkan penghargaan ekonomi yang sewajarnya. Penghargaan ini dapat digunakan inventor untuk melakukan kegiatan penelitian berkelanjutan di bidang yang sama, yaitu untuk menghasilkan teknologi yang terus-menerus semakin kompetitif dan menjadi keuntungan finansial sebagai hasil dari pemanfaatan hasil penelitiannya (LIPI, 2004). Selain itu, tujuan valuasi teknologi adalah sebagai prediksi nilai teknologi sehingga dapat memperkirakan penerimaan yang akan diperolehnya ataupun resiko yang akan dihadapinya.

(3)

3 Metode-metode valuasi suatu teknologi untuk dapat diimplementasikan lebih lanjut telah banyak dikembangkan. Metode-metode tersebut diantaranya adalah (Dietrich, 2001): (1) pendekatan pasar (market approach), yaitu melihat nilai suatu teknologi berdasarkan pada hasil penjualan atau lisensi sebuah teknologi dan membandingkannya dengan teknologi yang sedang dinilai; (2) real option value, yaitu penilaian untuk memperkirakan ketidakpastian arus kas dan resiko dari setiap pemilihan aset yang akan dikembangkan serta merupakan penilaian dari setiap kesempatan pertumbuhan masa depan yang mungkin untuk dilakukan.

Pada metode-metode valuasi teknologi yang telah dikembangkan, faktor harga merupakan pemberian (given), yakni suatu ketetapan yang metode maupun cara penentuannya tidak dibahas lebih lanjut. Padahal, harga merupakan hasil akhir dari sebuah nilai kesepakatan (fair market value) antara inventor dan investor sebelum teknologi tersebut dikomersialkan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mempelajari lebih lanjut penentuan harga dari sebuah kesepakatan.

Menentukan nilai dan memprediksikan harga suatu teknologi merupakan proses yang cukup sulit dalam proses komersialisasi karena sifat invensi dalam bentuk teknologi yang tidak terukur (intangible). Sifat ini menyulitkan proses valuasi suatu teknologi. Dalam implementasinya, sentra-sentra HKI di Indonesia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melakukan valuasi teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka sistem valuasi teknologi berorientasi paten ini diharapkan dapat membantu pihak inventor dan sentra HKI dalam menilai dan memprediksi harga teknologi baru.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan sistem valuasi teknologi sebagai alat bantu untuk proses komersialisasi teknologi.

2. Melakukan penilaian terhadap suatu teknologi baru yang potensial untuk dikomersialkan.

3. Memberikan prediksi harga terhadap teknologi baru yang potensial untuk

(4)

4 1.3 Ruang Lingkup Penelitian

1. Obyek kajian pada penelitian ini adalah teknologi baru yang termasuk dalam perlindungan HKI di bidang paten, yaitu dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses.

2. Batasan dari teknologi baru yang akan dikaji adalah teknologi dalam bidang pertanian yang sesuai dengan ciri karakteristik teknologi yang berada dalam lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Perangkingan variabel valuasi teknologi dilakukan dengan OWA-Operator. 4. Faktor resiko dilakukan dengan metode expert panel sehingga didapatkan

resiko komersialisasi dan kelas teknologi.

5. Penentuan harga lisensi teknologi dilakukan dengan menggunakan

Discounted Cash Flow (DCF).

1.4 Manfaat Penelitian

(5)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Valuasi dan Penentuan Harga Suatu Teknologi Baru

Valuasi merupakan suatu aktivitas yang berusaha untuk mencapai tujuan dengan cara melakukan prediksi atas hasil yang akan didapat (Razgaitis, 2004). Dasar pemikirannya adalah nilai sekarang merupakan penerimaan sekarang dari keuntungan masa depan yang diharapkan (Damodaran, 2004). Valuasi berguna dalam analisis pendahuluan (portfolio), pendanaan, pengembangan bisnis, dan gabungan serta kegiatan akuisisi.

Penentuan harga merupakan komunikasi di antara pihak yang berkepentingan untuk menghasilkan kesepakatan dalam memberikan harga suatu barang dapat terukur (tangible) maupun tidak terukur (intangible) (Damodaran, 2004). Menurut Razgaitis (2004), penentuan harga suatu teknologi baru adalah upaya menentukan harga dari suatu teknologi yang didasarkan atas kesepakatan antara pembeli dan penjual dimana tinggi rendahnya harga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi dan pendekatan kedua belah pihak, sehingga penentuan harga dapat dipandang sebagai bentuk nyata dari aktivitas valuasi (Gambar 1).

Gambar 1. Konsep nilai penjual dan pembeli (Smith dan Parr, 2000).

Gambar 1 di atas menggambarkan hubungan penjual dan pembeli pada kondisi sebuah nilai kesepakatan (fair market value) antara penjual dan pembeli yang dalam valuasi teknologi merupakan nilai kesepakatan antara inventor dan investor. Garis YS menggambarkan persepsi dari inventor dalam menilai hasil

Persepsi penjual

Persepsi pembeli

Y

Waktu

O

Daerah terjadinya harga kesepakatan

B

S

X I

(6)

6 invensinya dimana inventor menginginkan harga yang tinggi atas hasil invensinya, sedangkan garis OB menggambarkan persepsi investor yang menginginkan harga yang lebih rendah dari yang inventor tawarkan atas suatu invensi. Garis YS dan OB kemudian berpotongan pada I dimana perkiraan nilai dari inventor dan investor bertemu setelah terjadi proses tawar menawar searah dengan garis X untuk waktu. Garis IB dan IS merupakan daerah dimana harga kesepakatan terjadi. Sehingga harga kesepakatan dapat terjadi pada setiap titik di daerah ini (Smith dan Parr, 2000).

Penentuan harga dari sebuah kesepakatan antara inventor dan investor dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasikan terlebih dahulu persepsi inventor dan investor terhadap suatu teknologi hasil invensi. Kemudian fair market value atau nilai kesepakatan didapatkan dengan mempertimbangkan faktor resiko apabila investor hendak mengkomersialkan teknologi tersebut dan prediksi keuntungan yang akan diterima oleh inventor apabila teknologi tersebut dikomersialkan.

Beberapa faktor utama yang secara langsung mempengaruhi valuasi teknologi adalah nilai waktu uang (time value of money), resiko dalam kesalahan teknis, dan biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan teknologi (Roos, 2003). Saat ini terdapat berbagai macam metode untuk melakukan valuasi teknologi. Metode-metode tersebut menurut Dietrich (2001) adalah: (1) pendekatan pasar (market approach), yaitu dengan melihat nilai suatu teknologi berdasarkan pada hasil penjualan atau lisensi sebuah teknologi dan membandingkannya dengan teknologi yang sedang dinilai; (2) real option value, yaitu penilaian yang digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian arus kas dan resiko dari setiap pemilihan aset yang akan dikembangkan dan memperkirakan setiap kesempatan pertumbuhan masa depan yang mungkin untuk dilakukan.

Menurut Razgaitis (2004) terdapat enam metode valuasi teknologi. Adapun metode-metode tersebut adalah:

1. Standarisasi industri (industry standards), yaitu mendesain sebuah database

(7)

7 teknologi yang sudah dijual atau dilisensikan tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua faktor, yaitu berdasarkan jenis dan kualitasnya.

2. Perangkingan (rating/ranking), yaitu membandingkan kesepakatan perjanjian komersialisasi teknologi yang sudah pernah dilakukan. Metode ini memerlukan identifikasi kesepakatan teknologi yang sudah terdokumentasikan. Ketika kesepakatan teknologi-teknologi sudah terdokumentasikan, maka kesepakatan teknologi yang mempunyai kemiripan dapat dibandingkan dengan kesepakatan yang sudah pernah dilakukan, sehingga dalam penggunaannya metode ini sangat berhubungan dengan metode standarisasi industri.

3. Ibu jari (Rules of thumb), yaitu mengidentifikasikan dan menggunakan data pemasaran yang sesuai sebagai acuan dalam penilaian. Rules of thumb

merupakan panduan yang sangat berguna bagi pengambil keputusan berdasarkan pada berbagai macam pengalaman seseorang dalam menilai teknologi. Metode ini mengembangkan prinsip valuasi yang dapat secara tepat dan cepat diaplikasikan ke berbagai macam situasi yang berbeda. Ide dasar dari metode ini adalah negoisasi antara sejumlah pembeli dan penjual memiliki pemikiran yang sama sehingga dapat ditimbulkan dan diaplikasikan.

4. Discounted Cash Flow (DCF), yaitu penentuan nilai sekarang dari semua

aliran kas masa depan berdasarkan pada pendapatan atau Net Present Value

(NPV). Nilai DCF sangat bergantung pada besarnya nilai Risk-Adjusted

Hurdle Rate (RAHR) atau nilai k. Terdapat tiga faktor yang menentukan

DCF, yaitu: pemilihan waktu, besarnya nilai dan resiko untuk pembayaran masa depan.

(8)

8 proyek berjangka waktu panjang (Jeffery et al., 2003). Pada proyek ini, pengeluaran dihitung pada awal proyek dengan umur proyek yang lama dan tingkat pengembalian proyek berada di akhir proyek, maka penggunaan satu nilai Risk-adjusted Hurdle Rates (RAHR) atau nilai k akan membuat semua proyek bernilai ekonomi menguntungkan karena adanya faktor B/(1+k)n, yaitu nilai n yang besar. Metode ini akan mengevaluasi semua investasi dan penerimaan dalam berbagai macam kemungkinan.

6. Pelelangan (auctions), yaitu menilai teknologi berdasarkan kesepakatan yang sedang dilakukan sekarang untuk menawarkan perjanjian kerjasama komersialisasi teknologi. Hal ini yang membedakan dengan dengan metode

industry standards yang menggunakan informasi pasar dari

kesepakatan-kesepakatan yang sudah pernah dilakukan dan mempunyai kemiripan dengan teknologi yang sedang dinilai.

Valuasi dapat menjadi tidak akurat apabila nilai hasil valuasi tidak mewakili dari waktu yang diperlukan dan jumlah uang yang telah diinvestasikan untuk menghasilkan suatu teknologi. Nilai itu juga tergantung pada tingkat aksesibilitas teknologi tersebut. Semakin sulit untuk ditiru maka akan semakin baik posisinya dalam mendapatkan keuntungan.

Nilai teknologi tergantung pada tingkat proteksi legal terhadap usaha peniruannya (Dietrich, 2001; Matsurra, 2004). Nilai dari aset berdasarkan pada apa yang akan didapatkan dari teknologi tersebut bila teknologi tersebut dikomersialkan, sehingga akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari investasi yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkan teknologi tersebut.

Terdapat perbedaan pemahaman dalam valuasi suatu produk dan teknologi yang akan dikomersialkan (Razgaitis, 2004). Dalam komersialisasi teknologi hanya terdapat penjual dan pembeli yang berjumlah terbatas. Kemudian, promosi yang dilakukan juga sangat sedikit bila dibandingkan dengan komersialisasi produk ke pasar. Masa hidup dan nilai dari teknologi dapat dipengaruhi pada munculnya suatu teknologi baru yang dapat menggantikan teknologi tersebut sehingga penetapan harga menjadi sangat sulit dilakukan bila melihat daur hidup dari teknologi baru tersebut, terutama ketika suatu teknologi berada pada tahapan

(9)

9 Nilai dari teknologi akan berada pada puncaknya ketika nilai intrinsik dari teknologi tersebut, yang termasuk biaya risetnya sudah tidak ada. Inventor akan mendapatkan kembali investasi yang sudah dikeluarkan dalam pengembangan teknologi baru dan mendapatkan keuntungan dari penggunaan teknologi tersebut, baik dengan cara beli putus maupun lisensi. Semakin besar investasi yang diperlukan untuk membuat suatu teknologi, maka nilai teknologi yang dihasilkan diharapkan juga akan semakin meningkat.

Harga teknologi baru dipengaruhi oleh kenaikan nilai-nilai yang ditawarkan teknologi baru yang tidak dimiliki oleh teknologi yang lebih lama (Bergstien & Estelami, 2002). Dalam hal ini harga teknologi baru dapat diformulasikan sebagai berikut:

Tbaru = Tperbandingan + Xbaru Keterangan : Tbaru

Tperbandingan Xbaru

= = =

Harga teknologi baru

Harga perbandingan teknologi baru dengan teknologi lama

Kenaikan nilai-nilai yang ditawarkan teknologi baru

Berdasarkan pada persamaan di atas, maka Tperbandingan dapat diperoleh melalui survey perbandingan harga teknologi lama. Semakin sulit untuk memperoleh Tperbandingan maka semakin sulit untuk menentukan kenaikan nilai teknologi tersebut (Bergstien & Estelami, 2002). Dua faktor penting yang menentukan nilai teknologi adalah pada kontribusi suatu teknologi pada kenaikan pendapatan dan proteksi yang tersedia untuk melindungi suatu teknologi melalui sistem dan peraturan pemerintah. Ketika suatu teknologi efektif pada kedua faktor tersebut, maka inventor memiliki posisi yang mengendalikan dalam menentukan bentuk komersialisasi teknologi yang diinginkannya.

2.2 Daur Hidup Teknologi

(10)

10 Tabel 1. Peringkat indeks daya saing global (tahun 2003)

Negara

Growth Competitiveness Index Ranking Business Competitiveness Index Ranking Teknologi

(*)

Lembaga Publik

Makro-ekonomi

Strategi & operasi Perusahaan

Lingkungan Bisnis Nasional

Singapura 6 12 6 1 8 12 4

Jepang 11 5 30 24 13 6 20

Korea 18 6 36 23 23 19 25

Malaysia 29 20 34 27 26 26 24

Thailand 32 39 37 26 31 31 32

China 44 65 52 25 46 42 44

India 56 64 55 52 37 40 36

Vietnam 60 73 61 45 50 53 48

Filipina 66 56 85 60 65 48 74

Srilangka 68 72 72 65 57 52 59

Indonesia 72 78 76 64 60 62 61

(*) Indeks teknologi terdiri dari sub-indeks: (1) inovasi, (2) ICT (telematika) dan (3) transfer teknologi

Sumber: Global Competitiveness Report 2003-2004.

Merujuk pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa negara-negara yang mempunyai ranking tertinggi untuk indeks teknologi, lembaga publik dan makro-ekonomi akan memiliki posisi dalam Growth Competitiveness Index Ranking

lebih tinggi dari negara-negara yang memiliki ranking rendah untuk ketiga aspek tadi. Hal ini mengindikasikan terdapat kaitan erat antara aktivitas ekonomi dengan aktivitas inovatif suatu negara.

Salah satu hipotesis yang umum dilontarkan perkembangan teknologi adalah mengikuti kurva S (sigmoid). Sebagaimana kurva pertumbuhan S untuk fenomena lainnya, parameter kinerja pada kurva S teknologi digambarkan secara logaritmik terhadap waktu akan diperoleh hubungan linier. Fenomena yang identik dijumpai pada perkembangan industri atau produk disebut daur hidup produk (Dieter, 1993).

(11)

11 Saat produk masuk ke tahapan perkembangan, maka pengetahuan tentang produk dan kemampuannya telah menumbuhkan jumlah konsumen. Pada tahapan ini perlu dilakukan upaya penentuan konsumen secara lebih spesifik atas suatu produk berdasarkan kebutuhannya. Pada tahapan pendewasaan penerimaan produk oleh pengguna sangat besar dan tingkat penjualan stabil. Saat produk masuk ke fase ini, maka usaha perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memudahkan kembali dengan melakukan inovasi incremental atau pengembangan untuk penerapan atau penggunaan baru. Produk yang memasuki tahapan dewasa berarti memasuki tahapan kompetisi, sehingga perlu diupayakan untuk mengurangi biaya. Tahap penurunan akan menurunkan tingkat penjualan yang disebabkan oleh masuknya produk baru dan lebih baik.

Tahapan dalam daur hidup teknologi juga dapat dilihat dari dua fase, yaitu fase pra-pemasaran dan fase pemasaran. Fase pra-pemasaran diawali sejak pembangkitan gagasan, penelitian dan pengembangan yang selanjutnya diperlukan kajian pasar untuk membawa produk ke fase pemasaran. Tahap ini memerlukan modal untuk memproduksi produk sehingga tingkat keuntungan adalah negatif. Tingkat keuntungan baru akan terjadi mulai awal tahapan pertumbuhan dan terus meningkat sejalan dengan tahapan daur produk. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 2 di bawah.

Tabel 2. Fase dalam daur hidup suatu produk

Fase Pra-pemasaran (litbang dan pengkajian pasar)

Fase Pemasaran (penjualan produk) 1. Pembangkitan gagasan

2. Evaluasi produk 3. Analisis kelayakan 4. Litbang teknik

5. Litbang produk (pasar) 6. Produksi awal

7. Pengujian pasar 8. Produksi komersial

9. Pengenalan produk 10. Pengembangan pasar 11. Pertumbuhan cepat 12. Pasar yang kompetitif 13. Pendewasaan

14. Penurunan 15. Pembuangan

Sumber: Dieter (1993).

(12)

12 Gambar 2. Tahapan dari riset menuju komersial (Dietrich, 2001).

Menurut Dietrich (2001), nilai teknologi tergantung pada posisi teknologi tersebut dalam kurva daur hidup teknologi. Hal ini seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah.

Gambar 3. Kurva daur hidup teknologi (Dietrich, 2001).

Time Ketidakpastian &Resiko 

kegagalan tinggi Kesenjangan teknologi & 

inovasi

Market Scale

Pre-competitive Stage

Emergence Growth Maturity Decline

Competitive Stage

Persaingan, pasar &  inovasi meningkat 

Pangsa pasar & Image 

Persaingan harga Ancaman substitusi 

inovasi

sindikasi

difusi

(13)

13 Daur hidup teknologi adalah tahapan suatu teknologi memasuki pasar. Empat tahap dari kurva daur hidup teknologi tersebut adalah:

1. Pengenalan atau tahap pengembangan (Emergence) Ciri-cirinya:

a. Penjualan berjalan sangat lambat b. Keuntungan negatif atau minimal c. Masih bersifat trial and error

d. Biaya produksi tinggi

e. Model-model produk yang dapat dihasilkan sangat terbatas f. Sering terjadi modifikasi produk

g. Sering terjadi perubahan harga produk yang dihasilkan h. Sedikit kompetisi

i. Tingkat kegagalan tinggi j. Biaya pemasaran sangat tinggi 2. Tahap pertumbuhan (Growth)

Ciri-cirinya:

a. Penjualan mengalami peningkatan b. Banyak pesaing masuk ke dalam pasar c. Keuntungan stabil

d. Inovasi meningkat

3. Tahap kematangan (Maturity) Ciri-cirinya:

a. Penjualan meningkat tapi pada suatu titik akan mengalami penurunan b. Pasar sudah mendekati masa kejenuhan

c. Produk yang diinginkan konsumen adalah yang mengedepankan gaya, bukan fungsionalitas lagi.

d. Pesaing-pesaing yang marjinal mulai menjauhi pasar e. Promosi merupakan prioritas utama

(14)

14 4. Tahap penurunan (Decline)

Ciri-cirinya:

a. Tingkat penjualan menurun tajam

b. Pesaing banyak keluar dari pasar karena permintaan menurun

c. Tingkat penurunan sangat dipengaruhi oleh cepatnya perubahan selera konsumen atau cepatnya adaptasi terhadap produk substitusi

d. Perusahaan yang membuat produk khusus hanya tinggal beberapa

Ketika suatu teknologi baru dikenalkan, maka banyak sekali kemungkinan pengembangan yang dapat dilakukan dan merupakan saat yang tepat untuk inovasi produk yang didominasi rekayasa. Kemudian, ketika teknologi diterapkan di industri maka muncul beberapa hambatan sebagai akibat dari kesenjangan teknologi. Oleh karena itu, teknologi ini harus disesuaikan dengan peralatan dan kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan. Pada tahapan ini inovasi produk harus diimbangi dengan pengembangan atau inovasi proses yang ditujukan untuk mengurangi biaya produksi. Tahapan ini didominasi oleh pengolahan (manufacturing).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa selain dipengaruhi oleh kurva S teknologi dan daur industri, maka inovasi juga dipengaruhi oleh daur hidup produk dan pertumbuhan pangsa pasar suatu produk dalam suatu industri. Tahapan pengembangan teknologi umumnya terjadi di bagian awal daur produk. Pada tahapan ini inovasi dibangkitkan akibat adanya kegiatan penelitian dan pengembangan yang gencar dan komprehensif. Kemudian, unit litbang akan menerapkan inovasi tersebut ke dalam kegiatan produksi (tahapan sindikasi). Apabila sindikasi ini berhasil, maka perusahaan memasuki tahap difusi untuk menyebarkan dan mengkomersialkan teknologi. Pada tahap difusi, daur hidup suatu produk mulai berlangsung dan kurva S teknologi mulai terbentuk.

(15)

15 Unsur-unsur yang dapat mempercepat timbulnya suatu inovasi, antara lain adanya tekanan pihak luar seperti permintaan pasar, perkembangan teknologi, perkembangan produk dan perkembangan organisasi. Selain itu, koleksi informasi internal dan eksternal serta komitmen penciptaan inovasi suatu perusahaan turut memicu percepatan lahirnya suatu inovasi (Gumbira-Sa’id et al,2004).

2.3 Difusi Inovasi Terhadap Karakteristik Konsumen Teknologi Baru

Terdapat suatu paradoks pengguna teknologi baru dimana produk yang mudah dan cepat dipahami penggunaannya sangat diminati konsumen. Kemudian, produk yang mempunyai desain industri yang baik, tidak menyulitkan penggunaan, dan modern juga sangat diminati konsumen. Berdasarkan hal tersebut, maka kemudahan dalam penggunaan dan kesederhanaan produk merupakan faktor yang sangat penting. Tetapi, hal tersebut bukan merupakan kunci keberhasilan produk baru untuk diterima konsumen karena sekarang ini terdapat produk yang mutunya bagus tetapi gagal di pasar, sedangkan produk yang mutunya kurang bagus justru sukses di pasar (Norman, 1998).

Berdasarkan alasan tersebut, maka selain faktor kunci keberhasilan produk baru untuk diterima konsumen terdapat tiga hal yang perlu dilakukan dalam mengkomersialkan produk berbasis teknologi baru (Norman, 1998). Ketiga hal tersebut adalah: (1) harus terdapat keseimbangan antara pemasaran, teknologi dan pengalaman konsumen, sehingga ketiga faktor ini memiliki peranan yang sama dan tidak saling mendominasi satu sama lainnya; (2) terdapat perbedaan besar antara produk non-substitusi (infrastructure products) dengan produk substitusi

(traditional products). Suatu perusahaan dapat terus bertahan dengan

memproduksi produk substitusi, tetapi tidak dapat mendominasi pangsa pasar; dan (3) faktor-faktor yang berbeda sangat penting pada setiap tahapan dalam pengembangan teknologi. Konsumen pada tahapan emergence merupakan konsumen yang mengedepankan kemajuan teknologi karena yang diinginkan oleh konsumen pada tahapan ini adalah produk yang lebih baik, lebih cepat, lebih murah dan lebih modern. Pada tahapan growth, pemasaran akan memegang perananan penting untuk kesuksesan suatu produk, sedangkan pada tahapan

(16)

16 akan menunggu sampai teknologi baru berhasil dibuktikan keunggulannya dan konsumen ini sangat mementingkan kenyamanan, nilai dan sangat berpengalaman dalam penggunaan teknologi.

Gambar 4. Kurva perubahan technology-driven products ke customer-driven/

human-centered (Norman, 1998).

(17)

17 Pada awal kemunculan teknologi baru, konsumen akan mengalami kesulitan dalam penggunaan dan situasi yang tidak nyaman. Semakin naik ke tahap selanjutnya, maka keinginan konsumen akan berubah drastis dimana konsumen menginginkan efisiensi, kesenangan dan kenyamanan. Hal ini membutuhkan pengembangan tipe produk yang berbeda dari yang digunakan dalam tahapan awal teknologi (desain human-centered). Selama penampilan, reliabilitas dan biaya suatu teknologi tidak seperti yang konsumen harapkan, maka pasar akan didominasi oleh early-adopters; yaitu konsumen yang membutuhkan teknologi dan akan membayar harga yang tinggi untuk mendapatkannya. Tetapi, mayoritas konsumen dalam suatu pasar adalah late-adopter, yaitu konsumen yang akan menunggu sampai teknologi berhasil dibuktikan keunggulannya dan konsumen ini sangat mementingkan kenyamanan, nilai dan sangat berpengalaman dalam penggunaan teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka teknologi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi merupakan teknologi yang diinginkan oleh konsumen late-adopter.

2.4 Definisi Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan intelektual (KI) merupakan karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia melalui curahan waktu, tenaga, pikiran, daya cipta, rasa dan karsanya. Karya-karya tersebut dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra (DITJEN-HKI, 2006b). Hal tersebut membedakan KI dengan jenis kekayaan lainnya yang juga dapat dimiliki manusia tetapi tidak dihasilkan oleh intelektualitas manusia. Sebagai contoh, kekayaan alam berupa tanah dan atau tumbuhan yang berada di alam merupakan ciptaan dari sang Pencipta dan dapat dimiliki oleh manusia, tetapi tanah atau tumbuhan bukanlah hasil karya intelektual manusia. KI merupakan suatu aset komersial karena mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan, sehingga dibuat suatu sistem perlindungan hukum atas aset komersial tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang bertujuan melindungi KI.

(18)

18 permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya. Hak privat yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI bertujuan sebagai penghargaan atas hasil karya kreativitasnya.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan sistem HKI adalah dibuatnya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat dihindarkan atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut masyarakat diharapkan dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. Perlindungan KI dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.

2.5 Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

(19)

19 Tabel 3. Perbedaan HKI berdasarkan syarat, cara perlindungan, dan lama

perlindungan No. Cakupan

HKI Syarat

Cara

Perlindungan Lama Perlindungan

1. Paten Teknologi yang: • Baru

• Mengandung langkah inventif • Dapat diterapkan dalam

industri

Didaftarkan • 20 tahun untuk Paten

• 10 tahun untuk Paten Sederhana

• Tidak dapat diperpanjang

2. Hak Cipta Ciptaan di bidang literatur, seni dan sastra yang:

• Dalam bentuk khas (material form)

• Asli

Tidak perlu didaftarkan

Selama hidup Pencipta ditambah 50 tahun

3. Merek Tanda dalam perdagangan yang: • Memiliki daya pembeda

• Digunakan dalam bidang perdagangan

Didaftarkan 10 tahun

4. Indikasi Geografis

Tanda asal daerah barang yang berhubungan dengan lingkungan geografis:

• Alam

• Manusia&Gabungan keduanya 5. Desain

industri

Kreasi bentuk yang: • Estetis

• Berwujud dua atau tiga dimensi

• Berbentuk produk

Didaftarkan 10 tahun

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Kreasi bentuk yang: • Tiga dimensi

• Minimal satu elemen aktif • Interkoneksi

Didaftarkan 10 tahun

7. Rahasia Dagang

Metode/informasi yang: • Bersifat rahasia • Bernilai ekonomi • Dijaga kerahasiaannya

Tidak perlu didaftarkan Selama sifat kerahasiaannya terjaga 8. Perlindungan Varietas Tanaman

Hasil pemuliaan tanaman yang: • Baru

• Unik • Seragam • Stabil • Diberi nama

Didaftarkan • 20 tahun untuk tanaman semusim • 25 tahun untuk

tanaman tahunan

Sumber: DITJEN-HKI (2006a) & Setyowati et al. (2005).

(20)

20 pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses.

Cakupan HKI di bidang Paten dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu paten dan paten sederhana. Pengelompokkan ini berdasarkan pada nilai kegunaan dan sifat wujudnya. Perbedaan kedua jenis paten tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah.

Tabel 4. Perbedaan paten dan paten sederhana

No. Keterangan Paten Paten Sederhana

1. Jumlah klaim Satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi

Satu invensi 2. Masa perlindungan 20 tahun terhitung sejak tanggal

penerimaan permohonan paten

10 tahun sejak tanggal penerimaan paten

3. Pengumuman permohonan

18 bulan setelah tanggal penerimaan Tiga bulan setelah tanggal penerimaan

4. Jangka waktu pengajuan keberatan

Enam bulan terhitung sejak diumumkan

Tiga bulan terhitung sejak diumumkan

5. Pemeriksaan substantif

Kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri

Kebaruan dan dapat diterapkan dalam industri 6. Lama pemeriksaan

substantif

36 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif

24 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif

7. Objek paten Proses, penggunaan, komposisi, dan produk

Produk atau alat kasat mata (tangible)

Sumber: DITJEN-HKI (2006a).

Bentuk perlindungan HKI di bidang paten mempunyai ruang lingkup yang membuat tidak semua karya intelektual dapat diberi paten. Adapun ruang lingkup paten adalah sebagai berikut:

1. Invensi yang dapat diberi Paten

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (DITJEN-HKI, 2006a), invensi yang dapat dimintakan perlindungan paten adalah invensi yang mempunyai ciri-ciri:

a. Baru (novelty)

(21)

21 b. Mengandung langkah inventif (inventive step)

Merupakan invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan.

c. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable)

Merupakan invensi dapat diterapkan dalam industri sesuai dengan uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.

2. Invensi yang tidak dapat diberikan hak Paten

Terdapat invensi-invensi yang tidak dapat dipatenkan,sebagai berikut.

a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan

b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan

c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika

d. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau mikro-biologis.

2.6 Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual

(22)

22 2.7 Komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual

Komersialisasi HKI adalah proses transformasi KI/HKI menjadi suatu komoditas yang bernilai pasar (Matsurra, 2004). Komersialisasi HKI merupakan sebuah cara yang tepat untuk mendapatkan manfaat dari teknologi (Hodkinson, 1990). Komersialisasi HKI ini menyediakan sebuah paket informasi dan keterampilan teknis yang terdefinisi dan teridentifikasi dengan jelas sehingga mudah untuk dialihkan, dinilai, dan dikontrol.

2.7.1 Bentuk Komersialisasi

Berbagai bentuk komersialisasi dapat dilakukan dalam memanfaatkan HKI. Tabel 5 menunjukkan bahwa bentuk komersialisasi tergantung pada posisi teknologi dan aset komplementer. Aset komplementer adalah aset yang dibutuhkan untuk komersialisasi teknologi, yang terdiri dari aspek modal, pemasaran, dan kemampuan berproduksi. Teknologi yang memiliki posisi dan aset komplementer yang kuat dapat langsung dijual atau diproduksi. Sedangkan jika keduanya lemah, maka teknologi selayaknya tidak dikomersialkan atau dijual. Tabel 5. Pilihan strategi komersialisasi berdasarkan posisi teknologi dan aset

komplementer

Aset Komplementer

Lemah Kuat

P

o

si

si Te

kn

ol

ogi Kua

t

Membutuhkan Aset Komplementer untuk:

• Pengembangan • Alliansi Strategis • Joint Venture

atau Licence-Out

Memproduksi Hasil Teknologi dan Menjualnya

Le

m

a

h

Jual atau Melepaskan Aset Teknologi

Membutuhkan Teknologi untuk: • Pengembangan

• Alliansi Strategis • Joint Venture

atau Licence-In

Sumber: Megantz (1996).

(23)

23 memproduksi dan menjualnya atau aset teknologi dapat dilisensikan pada perusahan lain yang memiliki aset komplementer yang layak. Apabila aset teknologi lemah dan aset komplementer kuat maka teknologi dapat diperoleh melalui lisensi atau dengan membentuk aliansi strategis atau usaha bersama dengan perusahaan yang mampu menyediakan teknologi yang diperlukan. Bentuk-bentuk komersialisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengembangkan sendiri

Bentuk komersialisasi ini menggambarkan bahwa pemilik HKI mengembangkan usaha berbasiskan HKI miliknya. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk komersialisasi yang memiliki resiko dan pengembalian ekonomis yang tinggi. Semua resiko ditanggung oleh pemilik HKI karena sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha berasal dari pemilik HKI. Bentuk komersialisasi ini mempunyai tingkat pengembalian ekonomis yang tinggi karena semua keuntungan menjadi hak pemilik HKI.

2. Akuisisi

Membeli atau mengakuisisi suatu perusahaan sama saja resikonya dengan mengembangkan usaha baru karena investasi pengembangan awal sudah selesai dan infrastruktur produksi sudah tersedia. Melalui bentuk komersialisasi ini, pemegang HKI dapat meningkatkan daya saingnya untuk penetrasi pasar dengan lebih cepat karena memperpendek time to market dengan tetap mempertahankan kendali total (Megantz, 1996). Tantangan pada bentuk komersialisasi ini adalah pada potensi-potensi friksi atau konflik karena perbedaan budaya atau manajemen antara pemilik HKI dan perusahaan yang mengakuisisinya.

3. Joint venture

(24)

24 4. Lisensi

Lisensi berarti izin yang diberikan oleh pemilik HKI kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu HKI dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Hak untuk memakai HKI ini umumnya ditukar dengan suatu biaya lisensi atau royalti dalam berbagai bentuknya, seperti persentase dari laba bersih pemegang lisensi, persentase dari penjualan kotor dari pemegang lisensi atau biaya yang telah ditentukan. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk yang paling umum digunakan dalam komersialisasi HKI.

Lisensi sendiri terdapat dua bentuk, yaitu lisensi eksklusif dan non-eksklusif. Pada lisensi eksklusif, pemilik HKI tidak memberikan HKI tersebut kepada pihak lain dalam daerah tersebut untuk jangka waktu lisensi, kecuali kepada pemegang lisensi eksklusifnya. Pada lisensi non-eksklusif, pemilik HKI memberikan lisensi HKI-nya kepada pihak lainnya dan menambah jumlah pemakai lisensi dalam daerah yang sama.

5. Aliansi Strategis

Jika terdapat dua perusahan memiliki tujuan yang sama dan saling menguntungkan, maka sebuah aliansi dapat dibentuk. Melalui sebuah aliansi, perusahaan dapat menggunakan keahlian masing-masing untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sebuah pasar atau satu perusahaan setuju untuk memasarkan dan menjual produk yang dihasilkan oteh perusahaan yang lain. Dalam bentuk komersialisasi ini, satu perusahaan dapat mencapai tujuan dengan tetap mempertahankan fleksibilitasnya untuk beradaptasi dengan cepat misalnya dengan penggantian partner.

6. Penjualan

(25)

25 2.7.2 Tahapan Komersialisasi

Proses transformasi hasil-hasil penelitian menjadi suatu kegiatan komersial melalui beberapa fase, yaitu: fase penelitian, pra-inkubasi atau prakomersialisasi, dan komersialisasi. Adapun proses komersialisasi tersebut seperti tersaji pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Skema pengembangan aktivitas bisnis berbasis teknologi Perguruan Tinggi (dikembangkan dari Chakrabarti, 2002 dalam Setyowati et al., 2005).

a. Fase/Basis Penelitian

Penelitian dilaksanakan oleh peneliti di lembaga penelitian dan pengembangan atau sivitas akademika di Perguruan Tinggi melalui fakultas atau jurusan, lembaga penelitian maupun pusat-pusat penelitian dengan menggunakan berbagai macam sumber daya dari berbagai pihak yang bekerja sama, swasta, industri atau bahkan dari peneliti sendiri.

b. Fase Pra-Komersialisasi atau Pra-Inkubasi

Berdasarkan pada uraian di atas, tidak atau belum semua teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian dan pengembangan maupun perguruan tinggi dapat langsung dikomersialkan, maka perlu dilakukan beberapa langkah atau kegiatan penting yang dapat dikatakan sebagai langkah komersialisasi. Kegiatan pra-komersialisasi pada prinsipnya merupakan kegiatan yang berkaitan erat dengan

PROSES INOVASI

BERBASIS RISET PRA-KOMERSIALISASI KOMERSIALISASI

PUSAT RISET FAKULTAS/ DEPARTEMEN

GRUP RISET

Penilaian Teknologi

Perlindungan&Pengelolaan KI

Pemasaran/Penawaran Teknologi

JUAL PUTUS

PERJANJIAN LISENSI

USAHA BERSAMA

AKUISISI

USAHA BARU I

N K U B A S I

Kewirausahaan secara penuh Bidang usaha dan

perusahaan permulaan Hubungan bisnis dan

teknologi Kesadaran : Ide pertama

(26)

26 pengkajian dan pengembangan potensi komersial kekayaan intelektual atau teknologi tersebut. Dalam tahapan ini, upaya untuk mencari keterkaitan teknologi dengan bisnis dimulai.

Tahapan kegiatan yang tercakup ke dalam Pra-komersialisasi sebagai berikut:

1. Penilaian teknologi

Pada tahapan ini dilakukan penilaian teknologi. Penilaian didasarkan pada potensi kelayakan perlindungan hukum (HKI), kelayakan komersial dan kelayakan teknis.

2. Perlindungan dan pengelolaan KI

Setelah dilakukan technology assessment, maka dilakukan perlindungan hukum terhadap teknologi (paten atau rahasia Dagang) beserta pengelolaannya, misalnya pemeliharaan, dan pengelolaan selanjutnya.

3. Pemasaran/penawaran teknologi

Penawaran teknologi terhadap calon pengguna atau kegiatan pemasaran dapat dilakukan setelah tindakan pengamanan terhadap teknologi yang dihasilkan Perguruan Tinggi telah dilakukan. Sebelum dilakukan pemasaran, sebaiknya telah dilakukan penilaian kelayakan secara teknis dan finansial secara lebih terinci agar calon pengguna memperoleh gambaran yang lebih jelas dan obyektif mengenai keunggulan dan kekurangan teknologi yang ditawarkan.

Jika teknologi telah diarahkan untuk memasuki masa inkubasi, maka tahapan pra-komersialisasi dapat pula disebut sebagai tahapan pra-inkubasi. Semua tahapan dalam fase prakomersialisasi atau pra-inkubasi dilakukan oleh lembaga manajemen KI sejenis Kantor HKI-IPB.

c. Fase Komersialisasi

(27)

27

venture, joint venture, akuisisi dan aliansi strategis. Tahapan inkubasi ini dapat dilakukan di pusat-pusat inkubasi.

2.8 Komersialisasi Teknologi di Perguruan Tinggi (PT)

Perguruan Tinggi (PT) sebagai suatu lembaga institusi pendidikan berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangkan diri. Hal ini sesuai dengan PP No.20 /2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian (DITJEN-HKI 2006b). Adapun pendapatan ini dalam pasal 38 PP No.20/2005 dapat langsung digunakan untuk: (a) meningkatkan anggaran litbang; (b) memberikan insentif di lingkungannya; (c) memperkuat kemampuan pengelolaan dan alih teknologi; (d) melakukan investasi untuk memperkuat sumber daya iptek; (e) meningkatkan kualitas dan memperluas jangkauan alih teknologi; dan (f) memperluas jaringan kerja dengan lembaga-lembaga lain.

Salah satu tantangan peran PT adalah sebagai badan usaha, yaitu mengusahakan berbagai sumber dana, mengembangkan produk baru dan pasar yang baru, menggunakan manajemen modern dengan terus berusaha mempertahankan nilai-nilai akademis dan proses pendidikan tinggi. Dalam salah satu usahanya untuk meningkatkan pendapatannya, PT berhak mengkomersialkan teknologi-teknologi yang dihasilkannya, baik dalam kapasitasnya sebagai unit usaha yang dimiliki PT maupun unit kerja yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan alih teknologi yang dimiliki PT (pasal 16). Penggunaan pendapatan ini diatur dalam pasal 39, yaitu pelaporan pelaksanaan pendapatan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan litbang PT.

(28)

28

Keterangan:

1. : Daerah kritis: A. Technology loss

B. Aliran uang + pajak di penerima teknologi (Technology Recipient/TR) C. Aliran uang + pajak di penghasil teknologi (Technology Producer/TP) 2. : Aliran teknologi

3. : Aliran uang 4. : Hubungan bisnis

Sumber: diolah dari Lück (1996).

Gambar 6. Aliran teknologi di Perguruan Tinggi (PT).

2.9 Sistem Valuasi Teknologi

Sistem valuasi teknologi melibatkan banyak banyak pelaku dengan preferensi dan kepentingan yang beragam. Kondisi ini menyebabkan perumusan menjadi kompleks. Menurut Eriyatno (1998), karakteristik permasalahan tersebut memerlukan pendekatan sistem, karena pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Kumpulan dan gugus bagian dapat disebut sistem apabila memenuhi syarat adanya kesatuan (unity),

hubungan fungsional dan tujuan yang berguna. Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu obyek atau masalah yang kompleks dan bersifat antar disiplin sebagai bagian dari sistem. Pendekatan sistem menggali elemen-elemen terpenting yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap tujuan sistem.

Pajak

Pendapatan

Perguruan

Tinggi (PT) Inventor Sentra HKI Unit Usaha

PT

TR (Investor)

Pajak Konsumen X

Konsumen Y TP

Rp

Rp

Rp

Rp

Rp

Rp

A B KI Bisnis Hukum

(29)

29 Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mancari pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan bersama (Simatupang, 1994; Eriyatno, 1998). Sistem dicirikan dengan adanya elemen, relasi antarelemen dan tujuan. Elemen mempunyai atribut dan relasi antar elemen terletak pada atributnya.

Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasikan dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non fisik dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem tersebut dalam batasan tertentu.

Menurut Eriyatno (1998) yang dimaksud dengan pendekatan sistem adalah merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.

Pendekatan sistem ditandai dengan pencarian elemen dan hubungan antar elemen untuk mendapatkan solusi yang baik dan pembuatan model kuantitatif untuk membantu pengambilan keputusan secara rasional. Pendekatan sistem mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Manusia sebagai pengambil keputusan adalah merupakan bagian dari sistem tersebut (Turban, 1993).

Struktur menggambarkan pengaturan dari elemen-elemen dan hubungan antar elemen dalam membentuk suatu sistem. Pengetahuan struktur dapat meningkatkan pemahaman terhadap perilaku sistem secara utuh untuk kepentingan manajemen yang efektif. Pemodelan struktur menekankan pentingnya bentuk geometris dari aljabar dalam menggambarkan elemen dan hubungannya, sehingga dapat dipandang sebagai model deskriptif.

(30)

30 Menurut Simatupang (1994), model didefinisikan sebagai suatu representasi atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistem nyata. Sistem nyata adalah sistem yang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Pemodelan adalah proses membangun sebuah model dari sistem nyata dalam bahasa formal tertentu.

Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah menemukan peubah-peubah penting yang mempengaruhi perilaku sistem dan mengkaji hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah tersebut dalam format model matematik. Formulasi model adalah upaya mendapatkan model yang berisikan peubah, kendala, dan tujuan dalam bentuk matematis serta memanfaatkan untuk kalkulasi dengan substitusi kuantititas bagi simbol-simbol. Sebelum model matematika yang telah dikembangkan diaplikasikan, perlu dilakukan pengujian untuk melihat kemampuan model dalam memecahkan masalah. Verifikasi dilakukan untuk menjamin bahwa model dapat bekerja mewakili sistem nyatanya dan memberikan solusi yang logis.

2.10 Sistem Penunjang Keputusan

Karakteristik permasalahan dalam valuasi teknologi memerlukan kerangka pemikiran secara sistem untuk mencari cara penyelesaian yang efektif dan komprehensif karena melibatkan banyak kepentingan dari para pelaku. Penentuan harga teknologi baru pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan dari para pelaku yang terlibat dalam menilai hasil suatu invensi. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dikenal dengan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS). Menurut Eriyatno (1998), SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara mendetail elemen-elemen sistem dalam pengambilan keputusan secara tepat.

(31)

31 Konsep SPK ditandai dengan sistem interaktif untuk membantu pengambil keputusan memanfaatkan data dan model dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur. Menurut Minch & Burns (1983) dalam Eriyatno (1998), SPK adalah sistem spesifik yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik pokok yang melandasi SPK adalah: (1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan; (2) dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda; (3) sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang ilmu; dan (4) mempunyai kemampuan adaptif dan berevolusi.

[image:31.595.157.467.445.657.2]

Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dan jaminan relevansi kiteria yang dipilih dengan tujuan. Aplikasi SPK mencakup berbagai aktivitas seperti pertanian, perindustrian, perdagangan, dan lingkungan hidup. Komputer membantu penyampaian data dan informasi secara tepat, cepat dan akurat dalam menunjang keputusan. Model konsepsional SPK merupakan gambaran hubungan abstrak antara tiga komponen utama, yaitu: (1) data; (2) model; dan (3) pengambil keputusan (user). Struktur dasar SPK terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur dasar Sistem Pendukung Keputusan/SPK (Eriyatno, 1998).

Data Model

Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)

Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)

Sistem Pengolahan Problematik

Sistem Pengolahan Dialog (SPD)

(32)

32 2.10.1 Subsistem Manajemen Basis Data

Subsistem manajemen basis data merupakan komponen yang berkaitan dengan pengelolaan data yang relevan mencakup data internal dan eksternal. Subsistem tersebut memiliki: (1) Sistem manajemen basis data/Data Base

Management System (DBMS) dengan fungsi dasar: penyimpanan,

pengambilan, pengontrolan, dan menambah data dengan cepat dan mudah; (2) Fasilitas query, yaitu elemen yang menyajikan dasar-dasar untuk akses data; dan (3) Directory adalah katalog semua data yang ada dalam basis data. Basis data yaitu sekumpulan dari keterhubungan data yang terorganisasi, berkaitan dengan struktur organisasi, dapat digunakan oleh lebih dari satu orang atau lebih dari satu aplikasi.

2.10.2 Subsistem Manajemen Basis Model

SPK memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan akses data dan model keputusan. Kemampuan ini didapat melalui penambahan model-model keputusan ke dalam sistem informasi yang menggunakan database sebagai mekanisme integrasi dan komunikasi diantara model-model.

Model adalah representasi dari suatu obyek, benda atau ide-ide dalam bentuk lain dengan entitas sebenamya dan berisi informasi tentang suatu sistem yang dibuat. Tujuan pembuatan model adalah untuk mempelajari sistem yang sebenarnya. Beberapa fungsi model adalah sebagai alat bantu berfikir, alat komunikasi, dan sebagai alat prediksi. Model menurut cara penyajiannya dapat diklasifikasikan sebagai model fisik dan model matematis. Model matematik terdiri dari model statik dan model dinamik, yang masing-masing dapat disajikan dalam model numerik dan analitik.

(33)

33 2.10.3 Subsistem Pengolahan Dialog

Subsistem Manajemen Dialog adalah subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna.

Subsistem ini mempunyai pilihan modus dari interaksi dengan pengguna seperti format tabel, penyajian grafis dan sebagainya. Sistem pengolahan problematik adalah koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Subsistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi utamanya adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem. Manfaat utama SPK adalah pencegahan sedini mungkin dampak lanjut dari keputusan-keputusan yang tidak dikehendaki. Dengan mencegah terjadinya kesalahan di berbagai kategori keputusan, maka diharapkan program pengembangan menjadi lebih terarah dan berhasil.

2.10.4 Akuisisi Pengetahuan

Akuisisi pengetahuan merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang digunakan oleh seorang ahli dalam menyelesaikan masalah pada domain yang terbatas. Pengetahuan adalah himpunan dari fakta, informasi dan kaidah. Akuisisi pengetahuan dilakukan oleh knowledge engineer melalui metode observasi, akuisisi dan deskripsi. Observasi yaitu melihat langsung pakar menyelesaikan masalah, akuisisi yaitu menggali data, pengetahuan dan prosedur yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dari pakar, dan deskripsi yaitu pakar mendiskripsikan masalah pada setiap katagori lingkup permasalahan.

(34)

34 pengetahuan harus direpresentasikan dengan dalam bentuk kaidah. Implementasi mencakup pemrograman pengetahuan ke dalam komputer, perbaikan struktur, dan penambahan pengetahuan baru. Tahap uji coba, perekayasa menguji coba basis pengetahuan dengan kasus-kasus penggunaan sesuai dengan tujuan dari sistem pakar yang akan dikembangkan.

2.10.5 Basis Pengetahuan

Basis pengetahuan merupakan tempat penyimpanan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerti, merumuskan dan menyelesaikan masalah. Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan statik (declarative knowledge) dan pengetahuan dinamik (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif dapat direprentasikan dengan menggunakan frame dan jaringan semantik. Pengetahuan prosedural dapat direprentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika.

Frame (kerangka) yaitu pengetahuan direprentasikan dalam struktur data

yang disusun secara hirarki. Jaringan semantik yaitu pengetahuan direpresentasikan dengan simpul (node) dan penghubung (link). Simpul menyatakan suatu obyek data atau keadaan obyek, sedang penghubung menyatakan hubungan antar obyek, atau hubungan antara obyek dengan keterangan obyek. Teknik berbasis kaidah/aturan (rule base) yaitu teknik pengembangan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan IF premis/pernyataan, THEN aksi/kesimpulan. Kaidah produksi digunakan untuk pengetahuan prosedural yang dapat distrukturisasi ke dalam bentuk: Jika, suatu keadaan tertentu, [Kondisi] maka keadaan lain dapat terjadi [aksi] dengan tingkat kepastian tertentu [c.f] Informasi dalam basis pengetahuan dimasukan ke dalam program komputer melalui proses penjabaran pengetahuan

(knowledge representation).

(35)

35 artinya metode harus membantu tranlasi pengetahuan pakar ke dalam sistem komputer secara efisien, dan (4) efisiensi proses penalaran, artinya metode dapat diproses secara efisien untuk mencapai kesimpulan.

2.10.6 Mekanisme Inferensi

Mesin inferensi adalah modul yang berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Tugas utama dari mesin inferensi adalah menguji fakta dan kaidah serta menambah fakta baru jika memungkinkan serta memutuskan perintah sesuai dengan hasil penalaran yang telah dilaksanakan. Secara deduktif mesin inferensi memilih pengetahuan yang relevan dalam rangka mencapai konklusi, sehingga sistem dapat menjawab pertanyaan meskipun jawaban tersebut tidak tersimpan di dalam basis pengetahuan.

Strategi penalaran terbagi atas penalaran pasti (Exact Reasoning

Mechanism) dan tidak pasti (Inexact Reasoning Mechanism). Penalaran pasti

mencakup modus ponen dan modus tolen. Modus ponen menggambarkan apabila ada kaidah: jika A, maka B dan diketahui bahwa A benar, maka dapat disimpulkan B adalah benar. Modus tolen menggambarkan apabila ada kaidah: jika A, maka B dan diketahui bahwa A salah, maka dapat disimpulkan bahwa B salah.

Berdasarkan titik awal terdapat 3 strategi pengendalian terhadap tujuan, yaitu: (1) Penalaran kedepan (Forward Chaining) yaitu penalaran dimana gol atau solusi harus dikontruksi atau dirakit, hal ini disebabkan oleh kemungkinan hasil yang sangat besar. Dalam strategi ini premis dari aturan-aturan dievaluasi kebenarannya berdasarkan informasi/fakta yang telah ada; (2) Penalaran kebelakang (Backward Chaining) yaitu penalaran dimulai dari gol, dievaluasi syarat-syarat (premis) apa yang harus dipenuhi supaya gol tercapai, kemudian syarat-syarat tersebut menjadi sub gol, demikian seterusnya; dan (3) gabungan dari ke dua teknik pengendalian tersebut.

Ketiga teknik tersebut, dalam implementasinya dipengaruhi oleh teknik penelusuran yang digunakan. Teknik penelusuran mencakup: DFS (depth-first

(36)

36 kemudian melebar ke samping, dan BFS (breadth-first search), yaitu metode pemeriksaan yang bergerak pada satu tataran lebih dahulu, baru kemudian ke bawah, dan BEFS (best-first search) yaitu teknik penelusuran yang merupakan gabungan dari BFS dan DFS.

2.10.7 Interaksi Manusia-Mesin

Antarmuka pemakai merupakan sarana komunikasi antara pemakai dan komputer, sehingga memudahkan hubungan antara pemakai dengan mesin. Komunikasi berlangsung dengan menggunakan bahasa alamiah (natural language), menu atau grafik.

(37)

37

III. LANDASAN TEORI

3.1 Ordered Weighted-Averaging (OWA-Operator)

Pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai pihak (stake holders) atau ahli dan dihadapkan kepada kriteria jamak disebut Multi Expert-Multi

Criteria Decision Making atau ME-MCDM (Yager, 1993). Salah satu aspek

penting dalam pengambilan keputusan pada ME-MCDM adalah agregasi pendapat dan salah satu teknik yang dapat digunakan adalah fuzzy.

Teknik fuzzy digunakan dalam proses pengambilan keputusan, karena tidak semua permasalahan yang dihadapi di dunia nyata dapat dinyatakan secara eksak, yaitu ya atau tidak, tetapi mengandung ketidakpastian. Hal ini sering dinyatakan dengan ungkapan: mendekati, kira-kira, hampir, sedikit lebih besar dari, dan sebagainya yang sulit dinyatakan dalam besaran eksak.

Teknik evaluasi pilihan bebas (Independent Preference Evaluation/IPE) merupakan salah satu cara untuk pengambilan keputusan. Yager (1993) merumuskan suatu metode komputasi non-numerik untuk proses pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy. Metode komputasi dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) agregasi terhadap kriteria; dan (2) agregasi terhadap semua ahli dengan

Ordered Weighted Averaging (OWA-Operator). Di dalam metode evaluasi pilihan

bebas, setiap pengambil keputusan dj

(

j=1,2,...,m

)

dapat menilai secara alternatif

si

(

i =1,2,...,n

)

pada setiap kriteria ak

(

k =1,2,...,l

)

secara bebas.

Skala penilaian menggunakan simbol kualitatif (label linguistic) yang kemungkinan skornya adalah “sempurna” (S7), “sangat tinggi” (S6), “tinggi” (S5), “medium” (S4), “rendah” (S3), “sangat rendah” (S2), dan “tidak ada” (S1) atau himpunan S = (S1, S2, … S7).

Penelitian ini hanya menggunakan metode OWA-Operator sebagai aggregasi untuk menghitung peringkat masing-masing variabel kriteria secara linguistik, yaitu setiap pakar melalui wawancara mendalam dj(j=1,2,3,4) menilai

masing-masing kriteria ak(k=1,2,…n) pada faktor-faktor valuasi teknologi secara

(38)

38 Langkah-langkah agregasi dalam pengambilan keputusan dengan OWA Operator dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setiap pembuat keputusan akan mendapatkan satu set nilai (L) pada setiap alternatif dan setiap kriteria dengan rumusan sebagai berikut:

( ) ( )

( )

[

vj a vj a vj ak

]

L= 1 , 1 ,.., ……….…………..……….... (1)

Keterangan:

( )

k

j a

v : Skor evaluasi terhadap kriteria ke-k oleh pembuat keputusan ke-j

2. Menghitung pembobot nilai dengan menggunakan rumus: ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ + = r q j

w(j) Int 1 1 …..……….………..…..….………….. (2) Keterangan: ) (j w j r q Int : : : : :

Pembobot nilai pakar ke-j

Pakar ke-j Jumlah pakar Jumlah skala Integer

3. Agregasi penentuan kesimpulan akhir dengan menggunakan rumus:

[

( ) ( )

]

)

(j maxw j bj

v = ∧ .……….…………...……….. (3) Keterangan: max ) (j w ∧ ) (j b : : : : Maksimum

Pembobot nilai pakar ke-j

Minimum

Solusi dari persamaan (2) yang diurutkan dari terendah ke tertinggi

3.2 Teknik Heuristik dalam Pengambilan Keputusan

(39)

39 dapat menyederhanakan lingkup pengambilan keputusan dan dapat menggunakan komputer untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam waktu singkat.

Heuristik dapat dibuat menjadi sebuah program penunjang keputusan, yaitu perancangan suatu program dalam menunjang pengambilan keputusan untuk tugas pemrosesan informasi yang bersifat kompleks. Program ini bukan merupakan program yang hanya terbatas pada pengolahan angka yang biasa dengan komputer, tetapi merupakan pengolahan yang biasa dilakukan oleh manusia dalam menangani berbagai persoalan.

3.3 Expert Panel

Resiko komersialisasi teknologi sangat mempengaruhi besarnya keuntungan yang dapat dicapai dari teknologi baru yang dimiliki oleh inventor (Razgaitis 2004). Resiko tersebut merupakan suatu hasil perkiraan berdasarkan persepsi pengguna teknologi. Nilai resiko ini menggambarkan nilai yang nantinya menjadi pedoman dalam melakukan negosiasi dalam komersialisasi teknologi (Gambar 8).

[image:39.595.112.514.432.619.2]

Sumber: diolah dari Razgaitis (2003).

Gambar 8. Expert Panel untuk penentuan resiko.

Nilai faktor resiko diperoleh berdasarkan pendapat pakar baik yang bersumber dari modul identifikasi maupun formulir faktor resiko. Pendapat pakar merupakan nilai-nilai ordinal dengan skor 1-4. Berdasarkan penilaian pendapat yang diberikan pakar kemudian dihitung peluang munculnya nilai-nilai skala tersebut. Dengan

1 1

2 3

2 3

1 2 3 1 2

3 1 2

3

1 2 3 1 2

3 1 2

3 12 3 12 3 12 3 Faktor-faktor

valuasi teknologi Persepsi investor

Per

sepsi inventor

111 222 333

1) ≤ 20% 2) 21-30% Kategor i r esiko 3) 31-40% 4) 41-50% 5) 51-60% 6) 61-70% 7) ≥ 70%

113, 131, 311 221, 212, 112 221, 121, 112

332, 323, 233 331, 313, 133 322, 232, 223

132, 123, 321, 222

(40)

40 rentang yang telah ditetapkan, peluang kemunculan tersebut disesuaikan untuk memperoleh nilai faktor resiko. Untuk menghitung nilai faktor resiko, hal yang pertama harus dilakukan adalah menentukan frekuensi peluang munculnya skor penilaian dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

...………..…...………...….. (4)

...………..…...……..….….. (5) ………...………..…...…..…….….. (6) ………...………..…...…..…….….. (7)

Keterangan : F(l)1

F(l)2

j k f Xjkf Pl : : : : : : :

Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-1 Frekuensi skor ke-l untuk perhitungan ke-2 Pakar ke-j

Kriteria ke-k

Faktor ke-f

Pendapat pakar ke-j, untuk kriteria ke-k pada faktor ke-f

Peluang munculnya skor ke-l

Mencari nilai konversi dari kriteria yang mempunyai skala penilaian 5 menjadi skala penilaian 4: ( ) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + = 5 1 4 Int

1 ()

S S c

convl l

Keterangan : conv (l)

Int c(l) S4 S5 : : : : :

Konversi skor ke-l Integer

Kriteria ke-l yang mempunyai skala penilaian 5 Skala penilaian 4 (S4=4)

Skala penilaian 5 (S5=5)

Berikutnya menentukan bobot skor penilaian dengan rumus sebagai berikut:

min min max ) ( 1 1 r r r q l

wl − +

− −

= …...…...……….……... (8)

Keterangan : wl l q rmin rmax : : : : :

Bobot skor ke-l (l=1…q) Skor ke-l

Jumlah skor

Faktor resiko minimum Faktor resiko maksimum

( ) ( ) ( ) ( )

∑∑∑

∑∑∑

= = = = = = = = + = = = = = 4 1 2 1 2 1 1 1

2 2

1 1 1 1

(41)

41 Nilai faktor resiko dapat diperoleh dengan menjumlahkan hasil kali frekuensi peluang dan bobot setiap skor dengan rumus sebagai berikut:

=

×

= q

l

l l w

P k

1

...…...………..…………... (9) Keterangan : k

Pl wl q

: : : :

Nilai faktor resiko frekuensi Peluang skor ke-l

Bobot skor ke-l

Jumlah skor

Menurut Razgaitis (2004), faktor resiko dapat dibagi dalam tujuh kategori, yaitu: (1) Risk-free; (2) Very low risk; (3) Low risk; (4) Moderate risk; (5) High risk; (6) Very high risk; dan (7) Extremely high risk. Expert panel merupakan cara untuk menentukan faktor resiko berdasarkan pendapat pakar yang memfokuskan pada dua elemen komersialisasi teknologi, yaitu resiko teknologi dan target pemasaran.

3.4 Discounted Cash Flow (DCF)

Metode Discounted Cash Flow (DCF) merupakan metode yang berguna dalam mengetahui harga yang calon pengguna teknologi bersedia bayarkan pada saat kesepakatan terjadi, yaitu dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang didapatkan dari perolehan hak atas teknologi tersebut (Reilly, 2003 dalam Katz &

McCormic, 2005). Penggunaan metode DCF untuk penilaian lisensi hampir sama dengan

penilaian saham suatu perusahaan (Razgaitis, 2004). Penilaian saham suatu perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan yang sama dari suatu saham dengan menggunakan metode rasio price-earnings (P-E), yaitu harga yang seseorang bersedia untuk membayarnya saat ini berdasarkan atas prediksi mengenai penerimaan masa depan (Dickens, 1996). Nilai DCF sangat bergantung pada besarnya nilai Risk-Adjusted Hurdle Rate (RAHR) atau faktor resiko. Faktor resiko dapat diketahui dari salah satu jenis sudut pandang (Razgaitis, 2004), yaitu: (1) inflasi; (2) tingkat pengembalian alternatif yang tersedia; dan (3) resiko pengembalian.

(42)

42 didapatkan digunakan sebagai landasan prediksi harga terhadap teknologi yang akan dikomersialkan. Metode DCF didapatkan dengan menentukan faktor-faktor penyusunnya, yaitu biaya investasi, perjanjian lisensi dan keuntungan sebagai berikut:

1. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat penelitian dan dikompensasikan pada nilai uang yang berlaku pada saat kesepakatan terjadi. Kompensasi ini memperhitungkan faktor resiko sehingga biaya yang diperhitungkan dapat meningkat atau menurun sesuai dengan tingkat resiko yang diprediksi.

(

)

t t C k

C = 0 1+ ………..…...………... (10) Keterangan : Ct

C0 k t : : : :

Biaya investasi pada tahun ke-t

Biaya investasi pada tahun pertama Resiko pengembalian

Tahun

2. Perjanjian Lisensi

Perjanjian lisensi (Licences Agreement/LA) merupakan perhitungan tingkat atau jenis lisensi yang disepakati antara pembeli dan penjual yang meliputi jangka waktu lisensi dan jenis lisensi ekslusif. Jangka waktu lisensi biasanya disepakati pada nota kesepakatan di awal perjanjian lisensi. Ekslusivitas berkaitan dengan jumlah pengguna (pembeli) lisensi yang diinginkan oleh pemilik paten (n). Bila pembeli pertama menginginkan jenis lisensi eksklusif, berarti nilai n = 1.

(

k P

)

/n C P LA t t LC LC ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + =

1

0 1 ..…..……...……..……... (11)

Keterangan : LA PLC C0 t k n : : : : : : Perjanjian lisensi

Rasio License/Cost (peluang kemungkinan pengembangan existing teknologi di waktu mendatang)

Biaya investasi pada tahun pertama Jangka waktu lisensi

(43)

43 3. Keuntungan

Keuntungan dalam DCF memperhitungkan kompensasi atau reward untuk inventor (Rr). Selain itu juga memperhitungkan kompensasi untuk institusi (Ri) dan resiko pengembaliannya.

(

) (

)

t

i

r R C k

R

P= + 0 1+ ...…...………..…... (12) Keterangan : P

Rr Ri C0 k t

: : : : : :

Keuntungan

Kompensasi atau reward untuk inventor Kompensasi untuk institusi

Biaya pada tahun pertama Resiko pengembalian Jangka waktu lisensi

Nilai harga lisensi teknologi dihitung dengan menjumlahkan ketiga aspek tersebut. Dengan demikian, nilai harga lisensi teknologi diperoleh berdasarkan rumusan berikut.

P LA C

(44)

44

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Kerangka Pemikiran

Nilai suatu invensi akan berbeda dilihat dari persepsi inventor dan investor yang sama-sama mempunyai kepentingan dalam menilai suatu teknologi. Karena hal tersebut, maka tercapainya fair market value suatu teknologi merupakan tujuan utama dari valuasi. Fair market value merupakan harga yang penjual bersedia bayarkan dan pembeli bersedia terima setelah terjadi kesepakatan. Harga ini dapat diperoleh dengan pendekatan substitusi pengetahuan mengenai teknologi yang sedang dinilai oleh inventor dan investor, sehingga diharapkan inventor dan investor memiliki tambahan pengetahuan mengenai teknologi yang sedang dinilai (Smith & Parr, 2000).

Valuasi teknologi dilakukan dengan mengidentifikasikan persepsi inventor dan investor. Pengidentifikasian ini sangat penting karena baik inventor mupun investor memiliki faktor-faktor penentu valuasi teknologi sendiri sesuai dengan persepsinya. Faktor-faktor ini kemudian dinilai dan dirumuskan sehingga resiko untuk komersialisasi teknologi dapat diketahui. Faktor resiko juga dapat digunakan dalam mengkategorikan teknologi baru tersebut dalam tahapan teknologi bila teknologi tersebut akan dikomersialkan (Razgaitis, 2004). Selain itu, faktor resiko akan mempengaruhi harga teknologi yang akan dikomersialkan.

Penentuan harga teknologi yang akan dikomersialkan menggunakan metode

Gambar

Tabel 1.  Peringkat indeks daya saing global (tahun 2003)
Gambar 2. Tahapan dari riset menuju komersial (Dietrich, 2001).
Gambar 4. Kurva perubahan technology-driven products ke customer-driven/ human-centered (Norman, 1998)
Tabel 3. Perbedaan HKI berdasarkan syarat, cara perlindungan, dan lama perlindungan
+7

Referensi

Dokumen terkait