• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Tes Bahasa Arab Standar di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Tes Bahasa Arab Standar di Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Perkembangan Tes Bahasa Arab Standar di Indonesia

Oleh Muhbib Abdul Wahab*

Abstrak

Tulisan ini mendiskusikan sejarah dan perkembangan tes bahasa Arab, khususnya tes profisiensi (kompetensi), di Indonesia dan dunia Islam. Data yang digunakan untuk mengungkap sejarah perkembangan dimaksud bersumber dari pembacaan literatur/referensi yang relevan dengan topik kajian. Analisis yang dikembangkan dalam tulisan ini adalah analisis historis-sosiologis. Kesimpulan utama tulisan ini adalah bahwa tes profisiensi bahasa Arab di Indonesia dan dunia Islam baru menunjukkan perkembangannya yang signifikan, dibandingkan dengan TOEFL, pada decade 2000-an. TOAFL yang digagas dan di-HaKI-kan oleh UIN Jakarta ternyata menjadi model dan sumber inspirasi bagi PTAIN di Indonesia untuk mengembangkan tes standar sejenis.Selain Pusat Pengembangan Bahasa UIN Jakarta, kini, mulai bermunculan lembaga yang memberi layanan pengujian bahasa Arab standar seperti TOAFL. Selain itu, model dan konten TOAFL ke depan perlu disempurnakan sekaligus berbasis paperless, sehingga dapat memberi layanan pengujian secara on line berbasis jaringan internet.

A. Pendahuluan

Tujuan utama evaluasi pendidikan (at-taqwîm at-tarbawi) dan pembelajaran adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas (ketepatan dalam pencapaian tujuan) dan efisiensi (penggunaan tenaga, sarana, biaya dan waktu yang minimal) dalam suatu proses pendidikan secara komprehensif. Selain itu, evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah memperoleh layanan pendidikan dalam jangka waktu tertentu. Karena itu, evaluasi tidak hanya berlaku bagi proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, melainkan juga diberlakukan mulai dari perencanaan kurikulum, buku ajar yang digunakan, metode dan media pembelajaran, tenaga pendidik dan peserta didik, tingkat keterbacaan (mustawa maqru‟iyyah) buku ajar yang digunakan dan sebagainya1. Dengan demikian, pelaksanaan evaluasi pendidikan tidak harus di akhir proses pembelajaran, melainkan juga dapat di awal, di sela-sela proses pembelajaran maupun di akhir program pendidikan dan pembelajaran.

Evaluasi sangat penting dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Paling tidak ada tujuh signifikansinya. Pertama, evaluasi –dalam hal ini diaplikasikan dalam bentuk placement test (tes penempatan)— dapat menentukan tingkatan kemampuan peserta didik sebelum program dimulai,

*Penulis adalah perintis dan pengembang TOAFL pada Pusat Pengembangan Bahasa, dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1 Mahir Ismail ShabriMuhammad Yusuf dan Muhibb Mahmud Kamil ar-Rafi‘i,

▸ Baca selengkapnya: soal tes ppih arab saudi

(2)

sehingga mereka dapat ditempatkan pada kelas yang sesuai. Kedua, membantu mereka memilih program yang sesuai dengan mereka, dan memungkinkan mereka diberikan bimbingan personal yang berkelanjutan berdasarkan tingkatan kemampuan kebahasaaraban mereka.2

Ketiga, mengukur (qiyâs) pemerolehan keterampilan peserta didik dalam berbahasa Arab, agar diketahui kelemahan dan kelebihan mereka dalam berbahasa, sehingga pendidik dapat memberikan solusi yang tepat sesuai dengan permasalahan kebahasaaraban yang dihadapi peserta didik. Keempat, dapat membantu lembaga pendidikan dan guru dalam pengembangan kurikulum bahasa Arab yang relevan, termasuk dapat merancang strategi dan penggunaan metode pembelajaran bahasa Arab yang dinilai efektif dan efisien. Kelima, memotivasi peserta didik dan tenaga pendidik untuk terus meningkatkan pemerolehan dan prestasi pembelajaran mereka, sehingga dapat diperoleh umpan balik (feedback,taghdiyah râji‟ah) yang memuaskan.

Keenam, membantu lembaga atau tenaga pendidik dalam mengambil keputusan, baik akademik maupun administratif, dalam rangka peningkatan kinerja dan prestasi pembelajaran. Ketujuh,

menyadarkan publik terhadap signifikansi program pembelajaran bahasa Arab dan mendorong mereka untuk bergabung dan mendukung pelaksanaan program tersebut. Publik yang memperoleh akses informasi dan mengetahui hasil kerja lembaga pendidikan tertentu yang menyelenggarakan pembelajaran bahasa Arab akan semakin yakin, puas dan termotivasi untuk memberikan kontribusinya.3

Jadi, evaluasi tidak hanya penting dan berguna bagi peserta didik, karena dapat mengetahui tingkat perkembangan, kemajuan dan prestasi belajarnya, melainkan juga berguna bagi tenaga pendidik (dosen dan guru), orang tua peserta didik, pimpinan lembaga pendidikan, masyarakat luas dan bahkan pemerintah. Semua pihak dan semua komponen pembelajaran bahasa Arab turut dievaluasi dan memberikan evaluasi terhadap efektivitas dan kualitas program pendidikan dan pembelajaran bahasa Arab yang diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan. Dengan evaluasi, tenaga pendidik dapat mengetahui kinerja dan relevansi metode pembelajaran yang digunakan. Orang tua memahami perkembangan program pendidikan dan prestasi yang diraih

2 Rusydî Ahmad Thu‘aimah dan Muhammad al-Sayyid Manna‘, Ta„lîm al

-„Arabiyyah wa al-Dîn Baina

al-„Ilm wa al-Fann, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2000), h. 81.

3 Rusydî Ahmad Thu‘aimah dan Muhammad al-Sayyid Manna‘, Ta„lîm al

-„Arabiyyah wa al-Dîn Baina

(3)

anaknya. Dengan demikian, evaluasi berfungsi sangat strategis dalam perkembangan dan pengembangan sistem pendidikan dan pembelajaran itu sendiri.4

Tulisan sederhana ini membahas salah satu instrumen evaluasi bahasa Arab, yaitu tes (ikhtibâr). Bahasan dalam tulisan ini difokuskan pada hakikat tes dalam bahasa Arab, terutama tes profisiensi (ikhtibar al-kafa‟âh), macam dan jenis Tes dalam bahasa Arab,

Lajnah/Penyelenggara Tes di Indonesia dan luar negeri, dan beberapa contoh sebagai best practice dari TOAFL yang dikembangkan oleh Pusat Pengembangan Bahasa UIN Jakarta sebagai perintis dan pelopor tes profisiensi bahasa Arab di Indonesia.

B.HakikatTes Bahasa Arab sebagai Instrumen Evaluasi

Salah satu instrumen evaluasi pembelajaran bahasa Arab adalah tes atau ikhtibâr. Sebagai alat, tes bahasa dirancang dan disusun sesuai dengan tujuan, materi dan sasaran pembelajaran itu sendiri. Tes inilah yang banyak dilakukan oleh pendidik, karena memang berkaitan dengan tugas edukatifnya, yakni memberi evaluasi dan nilai terhadap pemerolehan dan hasil belajar peserta didiknya. Sebagian besar tenaga pendidik bahasa Arab masih beranggapan bahwa evaluasi hanya berupa ujian atau tes-tes kebahasaan yang terbatas untuk menguji dan mengevaluasi kemampuan bahasa peserta didik, bukan evaluasi keseluruhan sistem pembelajaran bahasa Arab, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Tes bahasa Arab dapat didefinisikan sebagai sejumlah pertanyaan atau pernyataan mengenai materi bahasa Arab, yang dirancang sedemikian rupa agar dijawab oleh peserta didik, dan dari jawabannya itu dapat diketahui dan diukur tingkat prestasi dan kemajuan mereka dalam program pembelajaran bahasa Arab.5 Jadi, hakikat tes merupakan salah satu instrumen pengukuran dalam evaluasi kompetensi bahasa Arab peserta didik.

Menurut M. Soenardi Djiwandoni, pengertian dan penggunaan tes bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa, tidak dengan pengetahuan tentang bahasa. Tes yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan tentang bahasa seperti pengetahuan tentang tatabahasa, tentang bentuk kata, tentang bunyi bahasa, dan sebagainya, meskipun ada hubungan dengan bahasa, bukan merupakan tes bahasa. Tes bahasa mengukur

4

Mahmud Rusydi Khathir, Thuruq Tadris al-Lughah al-„Arabiyyah wa at-Tarbiyah ad-Diniyyah fi Dhau al-Ittijahat at-Tarbawiyyah al-Haditsah, (Kairo: Dar al-Ma‘rifah, 1983), h. 447.

5 Lihat Rusydî Ahmad Thu‘aimah, Ta‟lîm al

(4)

keterampilan bahasa, bukan kompetensi bahasa. Karena kompetensi berbahasa mengacu kepada kemampuan yang bersifat abstrak, berupa potensi yang dimiliki seorang pemakai bahasa. Kompetensi itu memungkinkan pemakai bahasa untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain, maupun mengungkapkan dirinya melalui bahasa. Karena sifatnya yang abstrak, kompetensi bahasa tidak dapat didengar, dilihat, atau dibaca, meskipun kompetensi berbahasa itu senantiasa terdapat di belakang penggunaan bahasa. Sebaliknya keterampilan bahasa bersifat konkret dan mengacu kepada penggunaan bahasa yang senyatanya, dalam bentuk lisan yang dapat didengar atau dalam bentuk tertulis yang dapat dibaca. Semua itu merupakan sasaran tes bahasa.6

Tes kebahasaan merupakan sejumlah prosedur dan alat yang didesain secara sistematis, digunakan oleh tenaga pendidik atau lembaga dalam mengamati dan mengetahui performa salah satu keterampilan bahasa peserta didik atau keseluruhannya, sesuai dengan ukuran kuantitatif tertentu dengan maksud mencapai tujuan tertentu pula. Pengerjaan tes sangat tergantung pada petunjuk yang diberikan, misalnya: melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu huruf di depan pilihan jawaban, mencoret jawaban yang salah, menerangkan, mengisi titik-titik dan sebagainya.

C. Tujuan dan Kriteria Tes Bahasa Arab

6

M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa dalam Pengajaran, (Bandung: Penerbit ITB, 1996), h. 2. Pendapat Djiwandono ini tampaknya dipengaruhi oleh teori Chomsky tentang kompetensi bahasa yang cenderung melihat kompetensi itu sebagai potensi bawaan (innate capacity) yang masih berupa struktur batin/dalam (binyah

al-„amiqah), dan belum terekspresikan dalam kemampuan berbahasa secara nyata yang disebut performa (al-ada‟ al -lughawi). Penulis cenderung sependapat dengan konsep kompetensi (al-kifayah atau al-kafa‟ah) yang dikembangkan oleh ‗Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, et.al, yang menolak kompetensi itu hanya sebatas kemampuan berbahasa secara abstrak, melainkan kemampuan dan keterampilan yang bisa diukur. Oleh karena itu, ada tiga kompetensi yang perlu dikembangkan dalam pengembangan bahan ajar, pembelajaran maupun evaluasinya, yaitu: (1) kompetensi linguistik (al-kifayah al-lughawiyyah), (2) kompetensi komunikatif (kifayah al-ittishaliyyah), dan kompetensi kultural (al-kifayah al-tsaqafiyyah). Kompetensi linguistik mencakup empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) dan kemampuan memahami 3 unsur bahasa (bunyi, kosakata, dan struktur kalimat). Sedangkan kompetensi komunikatif tercermin pada kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur asli (native speaker) secara memadai sesuai dengan konteks sosial secara berterima. Adapun kompetensi kultural terkait dengan pemahaman budaya bahasa Arab, yaitu budaya Islam, baik sistem nilai, keyakinan, orientasi maupun pola hidup masyarakat Arab. Hasil riset menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik mengetahui bahwa informasi dan pengetahuan budaya itu merupakan tujuan utama belajar bahasa asing, di samping menjadi faktor utama kesuksesan mereka dalam belajar bahasa asing itu. Lihat Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, et.al.al-„Arabiyyah Baina Yadaik: Kitab at-Thalib,Jilid I, (Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyyah, 2005), Cet. III, h. ts. Lihat juga Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, Idha‟at li

(5)

Secara teoretik, tujuan tes bahasa Arab7 adalah untuk: (1) mengukur layak tidaknya peserta didik diterima untuk belajar bahasa Arab pada program tertentu; (2) menentukan tingkat kesiapannya untuk mengikuti pelajaran tertentu; (3) menjelaskan tingkat pemerolehan kebahasaan peserta didik; (4) mengetahui tingkat kemampuan penggunaan bahasa Arab; (5) mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan peserta didik, sehingga dapat diberikan solusi kebahasaan yang tepat; (6) menentukan jenis materi kebahasaaraban yang relevan dengan tingkat kemampuan peserta didik; (7) memberikan orientasi dan motivasi belajar yang dapat menyemangati pemerolehan bahasa peserta didik; (8) membandingkan tingkat prestasi kebahasaaraban peserta didik, sehingga dapat dilakukan pengelompokan dan penempatan kelas yang tepat; dan (9) mengambil kebijakan yang tepat mengenai para peserta didik yang akan belajar bahasa Arab, seperti kebijakan: diterima atau ditolak, ditempatkan pada kelas tertentu, diberikan program remedial atau matrikulasi, dan lain sebagainya.8

Tes bahasa bahasa Arab standar disyaratkan memenuhi beberapa kriteria berikut. Pertama,

validitas (al-shidq); sebuah tes dinyatakan valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Tes nahwu, misalnya, dapat dikatakan valid atau memiliki validitas yang tinggi apabila berisi pertanyaan-pertanyaan yang berorientasi nahwu, bukan berisi kata-kata yang sulit dipahami peserta didik, sehingga tes lebih berorientasi mengetahui penguasaan peserta didik terhadap kosakata.

Kedua, reliabilitas (as-tsabât) atau dapat dipercaya karena memiliki keajegan yang konsisten. Tes dapat disebut reliabel jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Dengan kata lain, sebuah tes dinilai reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan, meskipun diteskan kepada peserta didik berbeda dan dalam waktu yang berlainan.

Ketiga, obyektivitas (al-mawdhû„iyyah), dalam arti bahwa tes dikatakan memiliki obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi, terutama pada sistem skoring atau pemberian nilai dari sang penilai (korektor). Jika obyektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada sistem scoring, maka reliabilitas menekankan ketetapan pada hasil tes.

Keempat, praktikabilitas (al-„amaliyyah atau suhûlah al-tathbîq). Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas (kepraktisan) yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis: mudah

7 Menurut Muhammad ‗Ali al-Khuli, tujuan tes bahasa Arab itu ada 11, yaitu: (1) mengukur prestasi (

qiyas at-tahsil), (2) evaluasi diri tenaga pendidik (at-taqyîm ad-dzâti), (3) eksperimen kependidikan (at-tajrib at-tarbawi), (4) kenaikan dan kelulusan (at-tarfi‟), (5) memberi informasi kepada orang tua peserta didik (I‟lam al-walidain), (6) identifikasi dan diagnosa kekurangan peserta didik (at-tasykhis), (7) pengelompokan kelas atau rombongan belajar (at-tajmi‟), (8) motivasi untuk belajar bagi peserta didik (al-hafiz, at-tasyji‟), (9) prediksi untuk konsultasi dan orientasi peserta didik ke depan (at-tanabbu‟ li al-irsyad), (10) penerimaan peserta didik baru (al-qabul), dan (11) pengklasifikasian program pembelajaran bahasa Arab (at-tashnif). Lihat Muhammad ‗Ali al-Khuli, Ikhtibarat al-Lughawiyyahh, (‗Amman: Dar al-Falah, 2000), Cet. I, h. 2-4

8 Thu‘aimah dan Mannâ‘,

(6)

pengadministrasiannya, mudah pelaksanaannya, mudah pemeriksaannya, dilengkapi dengan petunjuk yang jelas, dan mudah penentuan nilai atau skor akhirnya.

Kelima, ekonomis (al-iqtishâdiyyah), dalam arti bahwa pelaksanaan tes itu tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama. Jadi, tes harus dirancang murah-meriah, tetapi bermutu dan sesuai dengan standar yang berlaku.

Keenam, diskriminatif (al-tamyîz), atau daya beda, dalam arti bahwa tes yang baik adalah tes yang dapat membedakan antara kelompok peserta didik yang pintar dan yang bodoh, yang menonjol dan yang lemah. Karena itu, distribusi soal tes yang mudah, sedang dan sulit harus proporsional, sehingga dapat diketahui mana saja soal yang dapat dijawab dengan benar oleh peserta didik dan mana saja yang hanya dapat dijawab dengan oleh sebagian peserta didik.9

D. Macam-macam dan Bentuk Tes Bahasa Arab

Tes kebahasaan itu sangat beragam, bergantung pada perbedaan tujuan, kepentingan, cara pemeriksaan dan ruang lingkupnya. Dari segi tujuannya, tes kebahasaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: tes pemerolehan atau tes prestasi (achievement test, al-ikhtibâr al-tahshîlî), tes profisiensi (proficiency test, ikhtibâr al-ijâdah aw ikhtibâr al-kafâah), dan tes kesiapan berbahasa (language aptitude test, ikhtibâr al-isti„dâd al-lughawî) atau tes prediksi (predictive test, al-ikhtibâr al-tanabbuî.10

Tes pemerolehan bahasa Arab adalah tes yang dimaksudkan menguji apa yang telah diperoleh peserta didik setelah menempuh atau memperoleh pengalaman pendidikan dan pembelajaran dalam waktu tertentu. Tes ini terkait dengan kurikulum dan buku ajar yang digunakan oleh lembaga pendidikan dan pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk ujian (ulangan) pada pertengahan atau akhir semester.

Sementara itu, tes profisiensi bahasa (ikhtibar al-kafâ‟ah fi al-lughah al-Arabiyyah) adalah tes yang tidak dimaksudkan untuk menguji pemerolehan kebahasaan peserta didik dan tidak terkait dengan kurikulum, buku ajar dan masa program belajar tertentu, melainkan menguji kompetensi dan keterampilan bahasa peserta didik secara umum. Yang termasuk jenis tes ini adalah TOEFL (Test of English as a Foreign Language) atau TOAFL (Test of Arabic as a Foreign Language). Sedangkan tes kesiapan atau prediksi adalah tes yang dimaksudkan untuk

9

Ibid., h. 91

10 Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‟lim al

-„Arabiyyah li Ghair an-Nathiqin biha: Manahijuhu wa Asalibuhu,

(7)

menentukan tingkat kesiapan peserta didik untuk belajar bahasa kedua dan memprediksi kemajuan yang akan dicapai peserta didik. Tes ini juga mengukur aspek audio-visual peserta didik, terutama mengukur kemampuannya dalam membedakan berbagai tarâkîb lughawiyyah

(struktur bahasa).

Dari segi pembuatnya, tes dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tes standar (ikhtibâr al-muqannan) dan tes guru (ikhtibâr al-mu„allim). Yang pertama adalah tes yang dibuat oleh lembaga atau institusi tertentu, dengan standar tertentu pula, untuk dipergunakan dalam skala yang luas, misalnya: tes bahasa Arab untuk seluruh kelas III MTsN dalam ujian akhir di kota Bandung. Sedangkan yang kedua adalah tes yang dibuat oleh tenaga pendidik untuk diujikan kepada peserta didiknya sendiri, dan bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan bahasa yang telah dipelajarinya.11

Sementara itu, dari segi skoringnya, tes dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tes essay (ikhtibâr al-maqâl) atau tes subyektif dan tes obyektif (al-ikhtibâr al-maudhû‟î). Yang pertama adalah tes yang dirancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik memiliki kebebasan dalam memilih dan menentukan jawaban dalam bentuk uraian. Tes ini disebut subyektif karena jawaban peserta didik maupun koreksi yang diberikan oleh guru bersifat subyektif. Sedangkan yang kedua adalah tes yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia, sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data, baik yang menjawab benar maupun yang menjawab salah. Tes ini disebut obyektif karena pilihan jawaban bersifat pasti dan tertutup, tidak membuka peluang bagi peserta didik untuk memilih selain dari pilihan jawaban yang sudah ditentukan; demikian juga penilai juga tidak mungkin memberikan skoring yang menyimpang dari pilihan jawaban yang benar.

Setidaknya ada empat bentuk tes obyektif, yaitu: pilihan ganda (al-ikhtiyâr min muta„addid, multiple choise), pilihan benar-salah (ikhtiyâr al-shawâb wa al-khatha‟), mencari pasangan ( al-muzâwajah, matching) dan melengkapi isian (al-takmilah, completion) dengan jawaban yang bersifat tertutup.12

Selanjutnya, dari segi cara dan bentuk pengujiannya, tes dapat dibagi menjadi dua: tes lisan (ikhtibâr syafawî) dan tes tulis (ikhtibâr tahrîrî). Yang pertama adalah tes yang soal dan jawabannya diberikan secara lisan, sebaliknya yang kedua adalah tes yang soal dan jawabannya diberikan dalam bentuk tulis. Tes lisan dapat digunakan, terutama untuk menguji keterampilan berbicara (mahârat al-kalâm), membaca dan ekspresi verbal (ta„bîr syafawî). Sedangkan tes tulis

11Rusydi Ahmad Thu‘aimah,Ta‟lim al

-„Arabiyyah…, h. 249.

12 Muhammad ‗Abd al-Khâliq Muhammad,

Ikhtibarat al-Lughah, (Riyadh: Jami‘ah al-Malik Sa‘ud, 1996), h.

(8)

dapat digunakan untuk menguji cabang-cabang kebahasaaraban yang kurang cocok diujikan secara lisan, seperti: materi nahwu, tarjamah tahrîriyyah (tarjamah tulis),insyâ‟, dan sebagainya. Aplikasi tes, dalam berbagai bentuk dan jenisnya tersebut, dalam pembelajaran bahasa Arab dapat disesuaikan dengan karakteristik materi yang akan diujikan. Materi istimâ‟ berbeda dengan materi qawâ‟id dan insyâ‟. Demikian juga alat dan media yang digunakan. Tes keterampilan menyimak (ikhtibâr al-istimâ‟), misalnya, idealnya dilakukan dalam laboratorium bahasa dengan menggunakan tape dan earphone, atau sekurang-kurangnya didukung oleh rekaman kaset yang dibunyikan melalui tape, seperti halnya tes listening dalam TOEFL atau TOAFL. Tes mufradât juga dikembangkan dengan penuh variasi; tidak hanya berupa mencari sinonim dan antonim kata, melainkan juga dapat berupa mendefinisikan sesuatu, menyebut profesi, mencari salah kata yang asing dari suatu kelompok kata, dan sebagainya.

Semua jenis tes kebahasaan tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan, karena pada dasarnya tidak ada satu jenis tes pun yang komprehensif dan bisa digunakan untuk menguji semua aspek kemahiran berbahasa Arab. Tes lisan, misalnya, sangat baik dilakukan untuk mengetahui kemahiran berbicara peserta didik secara langsung, tetapi bagi peserta didik yang kurang berani berbicara, padahal ia memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai, tes ini kurang menguntungkan. Obyektif tes dalam bentuk pilihan ganda jelas memudahkan guru dalam skoring, tetapi tidak semua pendapat peserta didik dapat diakomodasi melalui tes ini. Tes essay

cukup baik untuk memotivasi peserta didik menyatakan pendapatnya, namun jawaban dan penilaiannya boleh jadi sangat subyektif.

(9)

obyektif berdasarkan proporsi yang ditetapkan, bukan berdasarkan rekaan (gambling) dan jauh dari subyektivitas penilai.13

E. Perkembangan Tes Profisiensi Bahasa Arab di Indonesia

Gagasan untuk melakukan standarisasi kompetensi berbahasa Arab bagi lulusan Perguruan Tinggi, khususnya PTAIN, sebenarnya sudah lama muncul. Sejak Menteri Agama RI Mukti Ali menunjukkan kelemahan mendasar sivitas akademika IAIN (waktu itu), yaitu: lemah dalam penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris) dan lemah dalam penguasaan metodologi penelitian, usaha untuk menggairahkan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia mulai mendapat perhatian cukup serius. Beberapa IAIN kemudian memperbarui kurikulum bahasa Arabnya. Sebagai contoh misalnya IAIN Jakarta pada tahun 1980-an dengan menerbitkan buku Arabiyyah bi al-Namâdzij atau IAIN Surabaya dengan Durûs al-Lughah al-‟Arabiyyah.

Namun demikian, upaya standarisasi kompetensi berbahasa Arab di era 1980-an dan 1990-an tampaknya redup dan kurang mendapat perhatian sewajarnya dari para pengambil kebijakan, baik di tingkat pusat (Kemenag RI) maupun di level institusional (IAIN dan STAIN atau PTAI lainnya). Pembelajaran bahasa Arab dalam banyak kasus cenderung menjadi ‖urusan

domestik institusional‖ daripada ―urusan akademik nasional‖. Sistem pembelajaran bahasa Arab

di PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam), menurut pengamatan saya, cenderung mengikuti

‖selera‖ masing-masing dosennya. Meskipun ‖sistem dan orientasi pengajaran bahasa Arab‖ pernah dilokakaryakan beberapa kali di IAIN Jakarta (2000) dan telah disepakati bahwa orientasi dan fokus utama pembelajaran bahasa Arab di IAIN Jakarta adalah pengembangan keterampilan membaca (mahârah al-qirâ‟ah) atau fahm al-maqru‟, namun operasionalisasinya sangat bergantung kepada dosen yang bersangkutan. Standar kurikulum (termasuk bahan ajar), standar isi, standar proses pembelajaran, standar metode dan media, standar pengelolaan, dan standar lainnya tampaknya belum disepakati dan dijadikan sebagai komitmen bersama.

Pada tahun 1999 Pusat Bahasa dan Budaya (PBB, sekarang PPB/Pusat Pengembangan Bahasa) IAIN Jakarta mulai merintis pembuatan tes standar bahasa Arab yang kemudian terkenal dengan nama TOAFL (Test of Arabic as a Foreign Language). Meski tidak dilandasi oleh hasil penelitian dan uji validitas yang memadai, model ini terus bergulir dan gayung pun bersambut, sehingga keberadaan TOAFL ini memperoleh momentum yang cukup menggembirakan.

13 Thu‘aimah dan Mannâ‘,

(10)

Pimpinan IAIN saat itu merespon cukup positif, bahkan sejak tahun 2000 Program Pascasarjana IAIN Jakarta telah menetapkan penggunaan TOAFL sebagai tes masuk dan tes keluar (standar kelulusan). Bahkan ketika almarhum Prof. Dr. Harun Nasution masih menjadi Direktur Program Pascasarjana IAIN, TOAFL juga digunakan –atas saran beliau— sebagai materi tes masuk di beberapa Program Pascasarjana di luar UIN Jakarta, seperti: PPs. IAIN Palembang, IAIN Lampung, STAIN Mataram, dan IAIN Padang, bahkan juga PPs. Studi Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Ketika IAIN berubah menjadi UIN (Mei 2002) dan meniatkan dirinya menuju universitas riset berkelas internasional (international research university), kebutuhan terhadap peningkatan kemampuan berbahasa asing menjadi meningkat. Dengan alasan peningkatan dan standarisasi kualitas calon lulusan, Pimpinan UIN tampaknya kemudian merasa perlu membuat kebijakan standarisasi kemampuan dengan menerbitkan terbitnya SK Rektor No.241 Tahun 2005 tentang standar kelulusan S1, S2, dan S3. Dalam SK ini, antara lain dinyatakan bahwa lulusan S1 Jurusan atau Prodi yang berbasis keagamaan (seperti: PAI, Tafsir Hadis, Perbandingan Madzhab) harus memenuhi TOAFL dengan skor minimal 450, setara dengan lulusan S2, sedangkan lulusan S3 wajib menunjukkan skor 500.

Saat ini, standarisasi kemampuan bahasa Arab tampaknya tidak hanya diberlakukan oleh

UIN Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (IKLA‘= Ikhtibar Kafa‟ah al-Lughah

al-‟Arabiyyah) dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang juga membuat tes bahasa standar serupa (tetapi tidak sama). Bahkan STAIN Salatiga juga memiliki standar sendiri dalam bentuk ILAiK. Beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2007, Depag RI melalui Direktur Pertais waktu itu, Dr. Arief Furqan, MA. juga pernah memberi ―proyek akhir tahun‖ kepada IAIN Surabaya untuk merumuskan standar kompetensi berbahasa Arab lulusan PTAI, namun disayangkan hasil proyek ini tidak begitu jelas dan terekspos (bahkan beberapa personil UPB IAIN Surabaya yang semula studi banding TOAFL ke UIN Jakarta juga tidak sedikitpun melibatkan UIN Jakarta dalam proses standarisasi dimaksud) (sumber: www.nu.or.id, 24 september 2007).

Proyek serupa (seminar dan workshop standarisasi tes bahasa Arab) juga telah dilakukan oleh Universitas al-Azhar Indonesia bekerja sama dengan Ditpertais pada Desember 2009 lalu.

(11)

berikut mekanisme penerapannya. Dalam beberapa kali memberi pelatihan dan konsultasi, IAIN Banjarmasin, IAIN Pontianak, dan STAIN Pekalongan juga sudah membuat tes bahasa Arab

standar ‖mirip‖ TOAFL.

Selain itu, IMLA (Ittihad Mudarrisi al-Lughah al-„Arabiyyah) juga sudah pernah merancang standarisasi hal yang sama, hanya saja hingga sekarang belum terrealisir, karena berbagai persoalan, antara lain masalah pendanaan. Di beberapa IAIN (seperti Imam Bonjol

Padang) dan PTAI lainnya beberapa tahun terakhir juga ―ikut-ikutan‖ mensosialisasikan penggunaan TOAFL, minimal dalam brosur promosi mereka, meskipun realitasnya boleh jadi tidak dilaksanakan. Berbagai lembaga kursus bahasa Arab juga gencar menawarkan jasa

pelayanan kursus TOAFL untuk menangkap peluang ―pasar mahasiswa‖ yang merasa butuh

―jalan tol‖ menuju kelulusan sesuai dengan standar yang disyarakatkan.

F. TOAFL sebagai Tes Profisiensi Bahasa Arab

TOAFL (Test of Arabic as a Foreign Language) atau Ikhtibârât fi Lughah

al-„Arabiyyah al-Dirasat al-Islâmiyyah merupakan salah satu tes profisiensi bahasa Arab standar di lingkngan pendidikan tinggi Islam di Indonesia14. Dalam tujuh tahun terakhir, TOAFL telah menjadi salah satu instrumen penting untuk menguji dan mengukur tingkat kemampuan calon peserta dan calon lulusan Program S1, S2, dan S3 UIN Jakarta. Kemunculan TOAFL ini cukup menarik, karena perkembangan bahasa Arab di tanah air selama ini cenderung ―stagnan‖ atau

―berjalan di tempat‖. Untuk UIN Jakarta, keberadaan TOAFL merupakan ―kebanggaan dan aset akademik‖ yang patut dikembangkan karena TOAFL tidak hanya memperkaya khazanah

intelektual kebahasaaraban bagi UIN, melainkan juga memberikan ―angin segar‖ bagi prospek pembelajaran dan pengujian bahasa Arab di masa mendatang di Indonesia15.

TOAFL dilatarbelakangi oleh upaya serius untuk meningkatkan standar mutu kelulusan secara akurat dan jelas, sehingga tingkat kemampuan bahasa Arab lulusan UIN dapat diukur dengan standar tertentu secara pasti. Penyusunan TOAFL juga disemangati oleh usaha "memasukkan" unsur-unsur keislaman dalam materi tes, sehingga peserta tes berkenalan dengan

14

Lihat Muhbib Abdul Wahab, Apa dan Mengapa TOAFL, Makalah disampaikan dalam dalam Pelatihan TOAFL, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, 24 Mei 2003.

15 Lihat Muhbib Abdul Wahab, ―Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia”,

dalam

(12)

wawasan dan dunia Islam secara umum. TOAFL lahir dengan visi: "Menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa studi Islam dan sains".

TOAFL didesain untuk menguji tingkat kompetensi dan kehamarian reseptif (maharah istiqbaliyyah), bukan keterampilan produktif (maharah intâjiyyah) seseorang dalam bahasa Arab. TOAFL termasuk jenis proficiency test (ikhtibâr al-kafâ‟ah), bukan tes pemerolehan (ikhtibâr tahshîlî atau achievement test).16 Karena itu, bahan atau materi yang diujikan bersifat umum, terbuka, dan tidak terkait secara langsung dengan apa yang pernah dipelajari oleh peserta tes dalam studi mereka secara formal, baik di sekolah, madrasah maupun di perguruan tinggi, meskipun nuansa ―keislamannya‖ lebih menonjol.

Dibandingkan TOEFL yang sudah mendunia sejak 196317, usia TOAFL relatif masih muda, terbit pertama kali pada tahun 1999. Gagasan untuk membuat TOAFL diilhami oleh TOEFL. Namun substansi kebahasaaan dalam TOAFL tidak sepenuhnya sama dengan TOEFL. Tema-tema keislaman, seperti: ilmu kalam, tafsir, hadis, fiqh, tasawuf, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, sejarah peradaban Islam, dan sebagainya cukup dominan dalam TOAFL. Perbedaan lainnya adalah jika skor tertinggi TOEFL adalah 680, maka skor tertinggi TOAFL adalah 700. Jika TOEFL tidak menguji penguasaan gramatika secara spesifik, TOAFL menguji kemampuan nahwu dan sharaf, jabatan kata atau mawqi‟al-i‟râb (infleksi), bentuk kata (shighat,

binyahal-kalimah) dan makna beberapa makna adawât (partikel) yang digunakan dalam teks. Keberlangsungan dan keandalan TOAFL sebagai instrumen tes bahasa Arab yang valid dan reliabel di masa-masa mendatang, tentu saja, sangat menjadi harapan banyak pihak, baik UIN Jakarta, perguruan tinggi lainnya maupun Departemen Agama dan Diknas RI. Bahkan mantan Menteri Pendidikan Nasional, A. Malik Fadjar sangat mendukung adanya TOAFL di UIN, ketika bertemu mantan Rektor UIN (Azyumardi Azra), Purek Bidang Pengembangan Lembaga (Suwito) dan kami di kantor Mendiknas pada Juli 2003 lalu. Saat ini, PPB telah memiliki 10

edisi/form TOAFL; dua di antaranya telah dijadikan sebagai bahan pelatihan TOAFL dan yang

empat masih ―dijaga kerahasiaannya‖ untuk digunakan sebagai bahan tes.

16 Lihat Rusydî Ahmad Thu‘aimah,

Manâhij Tadrîs al-Lugah al-'Arabiyyah bi al-Ta'lîm al-Asâsî, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2001).

17

(13)

Setelah melalui ―perjuangan panjang‖, sejak 2013 TOAFL ala UIN Jakarta telah didaftarkan ke Direktorat Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, dan terhitung sejak 3 Maret 2014, TOAFL telah mendapatkan pengakuan dan hak atas karya intelektual (HaKI) dari Kemenhukham RI atas nama lembaga, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan berlaku selama 50 tahun. HaKI TOAFL ini selain membuat UIN Jakarta popular sekaligus kekhasan‖, juga menjadi sebuah kekayaan yang mendatangkan banyak berkah.

Setidak-tidaknya, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FITK dan Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora tidak mengalami kesulitan dalam mengisi borang akreditasi untuk isian HaKI selama 50 tahun ke depan.

G. Materi Tes dan Jumlah Item Soal TOAFL

Aspek yang diujikan dalam TOAFL terdiri tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Fahm al-Masmû‟, sejumlah 50 item, meliputi: (a) pemahaman makna, pengertian, penalaran logis atau kesimpulan dari sebuah pernyataan/kalimat yang diperdengarkan (20 item); (b) pemahaman maksud, topik, penalaran logis, inferensi, konklusi atau pengambilan kesimpulan dan makna tersirat dari dialog singkat antara dua orang (15 item); dan (c) pemahaman maksud, topik, penalaran logis, kesimpulan dan makna tersirat dari dialog panjang antara dua orang atau lebih dan alenia pernyataan(15 item).

2. Fahm al-Tarâkîb wa al-„Ibârât, terdiri dari 40 item, meliputi: (a) melengkapi kalimat dengan ungkapan atau struktur baku (20 item), dan (b) mengenali dan menganalisis penggunaan kata, ungkapan dan atau struktur yang salahdalam sebuah kalimat (20 item).

3. Fahm al-Mufradât wa al-Nash al-Maktûb wa al-Qawâ„id, terdiri dari 60 item, meliputi: (a) memahami tarâduf (sinonim) atau kedekatan makna (al-ma‟na al-qarîb) suatu yang digarisbawahi sesuai dengan konteks kalimat (20 item); (b) memahami isi, topik dan makna tersirat dalam beberapa paragraf/wacana ((20 item); dan (c) memahami penggunaan kata: kedudukannya (i‟râb), derivasinya (isytiqâq), bentuknya, ma‟ani al-adawat, dan penggunaan istilah-istilah nahwu dan sharf terkait dengan teks (20 item).

(14)

sebanyak itu (150 item) memang didesain untuk mengeliminasi tingkat "asal tebak" tersebut. Sejauh ini, TOAFL merupakan bentuk tes yang ―relatife‖ terukur, standar, praktis, dan obyektif. Tujuan pemberlakuan TOAFL di UIN Jakarta adalah agar mahasiswa memiliki kompetensi dasar dalam berbahasa Arab, meliputi sebagai berikut:

1. Menguasai sekitar 1.500 kosakata (dengan asumsi setiap semester dapat menguasai sekitar 7.500 kosakata);

2. Mengetahui penggunaan lima struktur dasar (Tarâkîb asâsiyyah) dalam bahasa Arab, yaitu: tarkîb isnâdi, tarkîb bayânî, tarkib idhâfî, tarkîb „adadî, dan tarkîb mazjî.

3. Mengenali ragam kalimat (jumlah): kalimat berita, tanya, pengingkaran, deklaratif, kondisional, dan sebagainya.

4. Mengenali penggunaan sejumlah adawât (partikel) utama dalam bahasa Arab, seperti:

jarr, adawât syarthiyyah, mawshuliyyah, nâfiyyah, bayaniyyah, dan sebagainya. 5. Memahami berbagai bentuk kata (siyagh sharfiyyah) dan implikasi maknanya. 6. Memahami sejumlah jabatan kata (mawâqi‟ al-i‟râb) dalam struktur kalimat.

7. Mengenali ragam teks sosial keagamaan dan kontemporer yang berbahasa Arab, baik dari buku-buku referensi standar maupun dari koran dan majalah berbahasa Arab.

H. Lajnah/Lembaga Penyelenggara Tes Bahasa Arab Standar

Menurut pengamatan penulis, lembaga resmi atau lajnah penyelenggara tes bahasa Arab standar semacam TOAFL belum banyak. Sebagai pemegang hak cipta dan hak atas karya intelektual, Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Jakarta merupakan penyelenggara resmi minimal untuk kepentingan internal institusi, yaitu sebagai tes standar kelulusan bahasa Arab mahasiswa UIN (S1, S2, dan S3). Selain digunakan untuk standar kelulusan, TOAFL juga digunakan oleh lembaga di luar UIN, misalnya: MAN IV, PPPPTK, dan Kemenlu dalam pengujian/pengetesan para peserta pelatihan bahasa Arab dan calon PNS. Beberapa calon petugas pembimbing ibadah haji juga ada yang pernah mengikuti TOAFL, termasuk para calon penerima beasiswa ke Timur Tengah dari Kemenag RI.

Di luar PPB UIN Jakarta, ada jenis tes yang serupa dengan TOAFL, seperti IKLA‘,

(15)

tes bahasa Arab itu hanya bersifat lokal atau untuk kepentingan internal saja. Di luar negeri, setidaknya ada tiga lembaga yang sudah memiliki model TOAFL, yaitu Arab Academy (lihat

www.arabacademy.com), dan sudah menyelenggarakan tes bahasa Arab secara on line,National Center for Assessment in Higher Education (al-Markaz al-Wathani li al-Qiyas wa at-Taqwim fi at-Ta‟lim al-„Ali)18, semacam Puspendik Kemendikbud-nya Arab Saudi, dan Markaz al-Malik

„Abdilaziz ad-Dawli li Khidmati al-Lughah al-„Arabiyyah divisi pengujian dan pengetesan (kunjungi www.kaica.org.sa). Sejauh ini, penulis juga belum melihat Isesco – OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang berpusat di Rabath Marokko telah mengembangkan model tes bahasa Arab standar. Dengan demikian, tes model TOAFL dengan berbagai varian dan format yang ada masih perlu dikembangkan sesuai dengan tujuan pengujian dan pengetasan bahasa Arab yang dikehendaki.

Markaz al-Lughat wa ikhtibar al-Lughah al-Arabiyyah pada Kulliyat ad-Dirasat al-Islamiyyah The Prince Songkhla University (PSU) di Thailand Selatan pada 9-11 September 2014 menyelenggarakan seminar internasional bertajuk Qiyas al-Kafa‟ah fi al-Lughah

al-„Arabiyyah li an-Nathiqina bi Ghairiha dengan maksud merumuskan dan membuat tes profisiensi standar bahasa Arab. Dalam seminar itu, penulis mendapat kehormatan untuk mempresentasikan makalah seputar TOAFL yang dikembangkan oleh UIN Jakarta, dan mendapat apresiasi yang tinggi, karena Indonesia (baca: UIN Jakarta) telah lebih dahulu merumuskan dan memberlakukannya bagi lulusannya.

Tes bahasa Arab standar, idealnya, dirancang, dikembangkan, diterbitkan, dan diselenggarakan oleh lembaga bahasa yang kredibel. Sedapat mungkin lembaga atau lajnah ini merupakan asosiasi dari beberapa lembaga bahasa asing. Semula IMLA pernah mau menginisiasi untuk pembentukan semacam lajnah ini, namun sampai sekarang belum terwujud. Sekedar perbandingan, di Negara-negara Barat, asosiasi semacam ini didirikan dan dikembangkan sehingga bisa mendunia, misalnya saja ILTA (The International Language Testing Association) yang mewadahi para pakar di bidang bahasa dan evaluasi bahasa.19

18

Lembaga ini pernah melakukan ujicoba tes standar bahasa Arab di UIN Jakarta pada 2012 lalu, dan Tes bahasa Arab standar yang dikembangkan mencakup 3 keterampilan berbahasa, yaitu Fahmul maqru‟ (40%), kitabah

(35%), dan Fahmul masmu‟ (25%). Contoh tesnya dapat dilihat pada: Ikhtibar al-Lughah al-„Arabiyyah al

-muqannan: nasyrah ta‟rifiyyah (Riyadh: al-Markaz al-Wathani li al-Qiyas wa at-Taqwim fi Ta‘lim al-‗Ali, 2011).

19

(16)

Menurut penulis, ke depan perlu dikembangkan tes bahasa Arab berbasis komputer ( al-ikhtibar al-lughawi al-mu‟tamad „ala al-hasub), sehingga dimungkinkan adanya tes interaktif (ikhtibar tafa‟uli), khususnya untuk keterampilan berbicara.20 Dengan demikian, tes ini dapat melengkapi kekurangan tes model TOAFL yang berbasis kertas (al-ikhtibar al-waraqi). Selain itu, tes berbasis komputer –dan pada gilirannya berbasis internet— secara online dapat diiukut oleh siapa saja dan di mana saja, selama ada jaringan koneksinya ke internet.

I. Beberapa Contoh TOAFL di UIN Jakarta

Sebelum disajikan beberapa sampel soal TOAFL, ada baiknya dijelaskan mekanisme kerja pembuatan TOAFL. Dimulai dengan pembentukan tim penyusun yang terdiri atas 4-6 dosen bahasa Arab (Jurusan PBA dan Jurusan BSA), lalu Tim bekerja merumuskan kisi-kisi soal TOAFL sesuai dengan keterampilan bahasa Arab yang akan diujikan21, lalu didiskusikan dan dimatangkan dalam tim. Setelah kisi-kisi disepakati, sumber referensi untuk materi pembuatan soal juga didiskusikan dan ditentukan (buku referensi, majalah dan Koran) berikut proporsi bidang keilmuan yang dikover dalam TOAFL. Selanjutnya masing-masing anggota ditugasi membuat sejumlah soal (biasanya satu orang membuat 65 item soal) dalam jangka waktu tertentu (sekitar 2 minggu sampai 1 bulan). Setelah draf soal dibuat, diadakan pertemuan konsinyering untuk mendiskusikan konstruk dan substansi (konten) soal, berikut untuk koreksi bersama atas redaksi soal. Setelah soal-soal sudah dinilai benar dan valid dari segi konstruknya, ditunjuklah

proof reader, pembaca ahli untuk melihat dan mengkritisi draf soal. Setelah dinyatakan benar dan valid, soal-soal kemudian dirakit dan lalu dicetak untuk ujicoba validitas dan reliabilitas. Setelah itu, jika diperlukan, dilakukan revisi dan rekonstruksi soal, dan dirakit ulang, lalu dibuatkan kunci jawabannya, kemudian dicetak dalam bentuk buku TOAFL.

Berikut ini adalah sampel beberapa soal TOAFL, minus soal Fahm al-masmu‟ karena tidak mungkin disertakan dalam tulisan ini.

20

Dwight Llyod, et.al. Asasiyat at-Taqyim fi at-Ta‟lim al-Lughawi, Tarjamah ila al-‗Arabiyyah oleh Khalid bin Abdul Aziz ad-Damigh, (Riyadh: Jami‘ah al-Malik Su‘ud, 2008), h. 228-9; dan baca juga Carol A. Chapelle dan Dan Douglas, Taqyim al-Lughah bi Istikhdam Taqniyat al-Hasub, Tarjamah ila al-Arabiyyah oleh Sa‘d bin Ali

Wahf al-Qahthani, (Riyadh: Jami‘ah al-Malik Sa‘ud, 2011).

21

Salah satu yang digunakan dalam merumuskan kisi-kisi soal TOAFL adalah al-Maharat al-Lughawiyyah:

(17)
(18)

2

ؾاػ نػكي م اػم ةػجيت لا روػهن ىإ يدظػت بابػسأا ذػ فأو ،ابابػسأ ةػ داح لػكل فأ ىػلع يملعلا ركفتلا ـوقي .

قئاع

.

ؽراف .أ

عنام .ب

ةلكشم .ج

لصاف .د

3

وأ ةيئايحأاب ىمسي ام ىإ يروطسأا ركفتلا زكتري .

ؽاصلإ

.ةيحا رغ ر اوظلاب ةايحا

طبر .أ

دامتعا .ب

عاجرإ .ج

ةداعإ .د

د

!ص لل اقفو ةعبرأا ةبوجأا نم باوج بسنأ رتخا

تافلظم ربكلا مامت ا "ياثلا ملعما" بقل ورصاعم يلع قلطأ دقو .نملسما ةفسمف كأ يارافلا ّدعي

يارافلا ةفسلف صئاصخ نمو .اهيلع تاقيلعتلاو يشاوحا ةفا إو ،ا رسفتو ،"ؿوأا ملعما" وطسرأ

قيفوتلا ؿواح نأ

ضيفلا ب ذم لخدأ نأ امك .ةفسلفلاو نيدلا نب ىرخأ ةهج نمو ،فوطمفأ ةفسلفو وطسرأ ةفسلف نب ،ةهج نم

،قط ماو ةفسلفلا ي يارافلا ةرهش مغرو .يفسلفلا ؼوصتلا تايادب ع وو ةيممسإا ةفسلفلا ي

ل تناك دقف

طلاو تاي ايرلاك ىرخأ ـولع ي ةمهم تاماهسإ

م أ ىلجتتو .غارفلا دوجو ىلع ءايزيفلا ي ن رب دقف .ءايزيفلاو ب

ةيملعلا تاماهسإ

ـولعلا ف ص ثيح ؛اهفي صتو ـولعلل ةيساسأا ئدابما يف ع و يذلا "ـولعلا ءاصحإ" باتك ي

. دئاوفو عرف لك عي اوم نبو ،عورفو تاعومج ىإ

1

.... و قباسلا ص لل بسا ما عو وما .

ةيركفلا يرافلا تاماهسإ

ـمسإا ةفسمف كأ .ب

وطسرأ دعب ياثلا ملعما

يارافلا ةفسلف .د

2

.... فاك نأ ،"ياثلا ملعما" بقل يارافلا ؿان .

ةيممسإا ةفسلفلا ي ضيفلا ةيرظن لخدأ .أ

وطسرأ راكفأب ةيا علا ديدش .ب

وطسرأ تافلظم ىلع أرقو ذّملت .ج

فوطمفأو وطسرأ ةفسلف نب قيفوتلا ؿواح

3

... ملع نم ي لخدت ة لا ذ و .غارفلا دوجو يارافلا ن رب .

تاي ايرلا .أ

ةفسلفلا .ب

ءايزيفلا .ج

ءايميكلا .د

4

" ةرابعػب دارما ام .

... ص لا ةيادب ي " ورصاعم

ل كاوف رصع ع صي نم .أ

ىلع قّلعو أرق نم .ب

راكفأ

(19)

ــه

!ةحيحصلا ةيفرصلاو ةيوح لا دعاوقلل اقفو ابسا م اباوج ةعبرأا ةبوجأا نم رتخا

نمو

لجأ

وػتما ،يروباػسي لا لػضفلا يأ دػما نػب دػ أ "ؿاػثمأا عػمج" باػتك ا رهػشأو اهعػسوأو ؿاثمأا بتك

ة ػس

515

نػػب عػم دػػقف ،ػػ

ػيتفد

ـاػػقأو ،لػثم ؼاآ وػػح

عػػمما اذػ

تػػلعج" ػلوقب ػػتمدقم ي ددػح ده ػػم ىػلع

ىلع بلطلا قيرط لهسيل ؛اهلئاوأ ي مجعما ؼورح ـاظن ىلع باتكلا

هوا تم

."ا

1

.... "لجأ" ظفل .

ليضفتلا لعفأ/مسا .أ

ردصم مسا .ب

حيرص ردصم .ج

ضام لعف .د

2

دوعي " يتفد" ظفل ي ءاها رم .

.... ىإ

بتك لجأ .أ

باتك .ب

ؿاثمأا عمج .ج

دما نب د أ .د

3

.... "عمما اذ " يلإ راشماو راشما .

لعاف .أ

ب ؿوعفم .ب

قلطم ؿوعفم .ج

يلإ ؼاضم .د

4

.... ةغيص ىلع ءاج "ؿوا تم" ظفل .

يميم ردصم .أ

ؿوعفم مسا .ب

لعاف مسا .ج

ناكم مسا .د

J. Kesimpulan

Dari uraian berdasarkan hasil pembacaan dan pengalaman tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tes profisiensi bahasa Arab standar di Indonesia maupun di dunia Arab dan Internasional belum mendapat perhatian yang serius, sebagaimana tes bahasa Inggris, padahal jika ditekuni dan dikembangkan tes bahasa Arab berstandar memiliki posisi dan nilai strategis, baik secara akademik maupun secara sosial ekonomi. Sekadar ilustrasi, PPB UIN Jakarta setiap bulan rata-rata mengetes lebih dari 500 peserta TOAFL (x Rp. 100.000,-/tes), sehingga secara ekonomi hasilnya cukup propektif.

(20)

bahasa Arab menjadi semakin mendunia. Substansi materi dan kemahiran berbahasa yang diteskan juga perlu ditinjau kembali dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan social-ekonomi. Sindikasi (sinergi) lintas perguruan tinggi yang memiliki Prodi kebahasaaraban (PBA dan BSA) perlu diwadahi dalam bentuk asosiasi, sehingga dapat melahirkan institusi yang kredibel dan terakreditasi dalam penyelenggaraan tes bahasa Arab berstandar internasional. Kerjasama dengan penutur asli dalam perumusan dan pembuatan soal-soal bahasa Arab berstandar internasional juga perlu dikembangkan, sehingga tingkat validitas dan reliabilitas, berikut daya beda soal-soal bahasa Arab yang akan digunakan semakin teruji dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Semoga!

Daftar Pustaka

Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, et.al.al-„Arabiyyah Baina Yadaik: Kitab at-Thalib, Jilid I, Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyyah, 2005.

Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, Idha‟at li Mu‟allimi al-Lughah al-„Arabiyyah li Ghair an -Nathiqina biha, Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyyah, 2011.

Ahmad Hasan Hanurah al-Maharat al-Lughawiyyah: Mustawayatuha wa Wasa‟il Qiyasiha, Kairo: Dar al-Mathbu‘at al-Jadidah, 1989.

ARN (inisial), "Tips Ujian TOEFL", dalam Kompas, 10 Agustus 2003.

Carol A. Chapelle dan Dan Douglas, Taqyim al-Lughah bi Istikhdam Taqniyat al-Hasub,

Tarjamah ila al-Arabiyyah oleh Sa‘d bin Ali Wahf al-Qahthani, Riyadh: Jami‘ah al-Malik

Sa‘ud, 2011.

Dwight Llyod, et.al. Asasiyat at-Taqyim fi at-Ta‟lim al-Lughawi, Tarjamah ila al-‗Arabiyyah oleh Khalid bin Abdul Aziz ad-Damigh, Riyadh: Jami‘ah al-Malik Su‘ud, 2008.

Ibrahim Muhammad ‗Ali, et.al., al-Kafa‟ah al-Lughawiyyah li an-Nathiqina bi al-„Arabiyyah: Dalil Ikhtibarat al-Kafa‟ah fi al-Lughah al-„Arabiyyah al-Kuwait: Maktabah al-Falah, 2009.

al-Markaz al-Wathani, Ikhtibar al-Lughah al-„Arabiyyah al-muqannan: nasyrah ta‟rifiyyah

Riyadh: al-Markaz al-Wathani li al-Qiyas wa at-Taqwim fi Ta‘lim al-‗Ali, 2011).

J. Charles Alderson, et.al, Language Test Constuction and Evaluation, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), h. 236.

M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa dalam Pengajaran, Bandung: Penerbit ITB, 1996. Madsen, Harold, Technique in Testing, Oxford: Oxford University Press, Edisi I, 1983)..

Mahir Ismail ShabriMuhammad Yusuf dan Muhibb Mahmud Kamil ar-Rafi‘i, Taqwim at-Tarbawi: Ususuhu wa Ijraatuhu, Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2003.

Mahmud Rusydi Khathir, Thuruq Tadris al-Lughah al-„Arabiyyah wa at-Tarbiyah ad-Diniyyah fi Dhau al-Ittijahat at-Tarbawiyyah al-Haditsah, Kairo: Dar al-Ma‘rifah, 1983.

Muhammad ‗Abd al-Khâliq Muhammad, Ikhtibarat al-Lughah, Riyadh: Jami‘ah al-Malik

Sa‘ud, 1996.

Muhammad ‗Ali al-Khuli, al-Ikhtibarat al-Lughawiyyahh, ‗Amman: Dar al-Falah, 2000

Muhbib Abdul Wahab, ―Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia”, dalam

(21)

Muhbib Abdul Wahab, Apa dan Mengapa TOAFL, Makalah disampaikan dalam dalam Pelatihan TOAFL, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, 24 Mei 2003.

Rusydî Ahmad Thu‘aimah dan Muhammad al-Sayyid Manna‘, Ta„lîm al-„Arabiyyah wa al-Dîn Baina al-„Ilm wa al-Fann, Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2000.

Rusydî Ahmad Thu‘aimah, Manâhij Tadrîs al-Lugah al-'Arabiyyah bi al-Ta'lîm al-Asâsî, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hasil belajar membaca Bahasa Arab kelompok siswa yang diberi tes formatif bentuk uraian lebih tinggi daripada kelompok siswa yang diberi

Sedangkan yang termasuk tes keterampilan berbahasa misalnya tes menyimak, membaca, berbicara, menulis, dikte, cloze tes, dan C-tes.Pendekatan diskret dalam tes

Pelatihan Bahasa Arab untuk Tata Laksana Rumah Tangga Keluarga terdiri atas bahan yang paparan atau dialog untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang

Adapun beberapa poin kontribusi al-Qur’an terhadap Bahasa Arab antara lain (1) menjaga eksistensi Bahasa Arab; (2) menambah kosa kata Bahasa Arab; (3) menambah cakupan makna

Abdul Hamid, Mengukur Kemampuan Bahasa Arab Untuk Studi Islam, (Cet.. Belajar bahasa arab merupakan pembelajaran yang kompleks dan membutuhkan waktu yang panjang dalam

a) Bahasa Arab ditinjau dengan analisis abstraksi dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: Bahasa Arab merupakan objek pembahasan analisis abstraksi yang tertentu

Di samping itu tujuan pengajaran bahasa Arab adalah untuk mem- perkenalkan berbagai bentuk ilmu bahasa kepada peserta didik yang dapat membantu memperoleh kemahiran berbahasa,

Bab IV berisi kualitas tes UAMBN Bahasa Arab dan prestasi belajar peserta didik di Kabupaten Bantul yang berisi deskripsi data analisis butir soal secara