• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA PELUANG PENINGKATAN HASIL PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA PELUANG PENINGKATAN HASIL PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Dasar Ekonomi Sumber Daya Ikan

Ikan merupakan salah satu komoditi yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Di negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Peru, produksi dari perikanan selain bisa digunakan konsumsi pemenuhan kebutuhan protein hewani, juga merupakan sumber penghasilan negara (devisa) berupa ekspor. Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi lainnya, merupakan salah satu aktivitas yang memberikan konstribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaruhi

(renewable), pengelolaan sumber daya ini memerlukan pendekatan yang bersifat

menyeluruh dan hati-hati. Pada mulanya, pengelolaan sumber daya ini banyak didasarkan pada faktor biologis semata, dengan pendekatan yang disebut

Maximum Sustainable Yield (tangkapan maksimum yang lestari) atau disingkat

(2)

2.2 Masalah Pembangunan Perikanan

Permasalahan pembangunan perikanan dalam hal ini, didefinisikan sebagai segenap perbedaan (kesenjangan) antara kondisi yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi. Kondisi pembangunan perikanan Indonesia yang diinginkan adalah suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya perikanan beserta ekosistem perairannya untuk kesejahteraan umat manusia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan (on sustainable

basis). Ada lima tujuan yang harus dicapai oleh pembangunan perikanan nasional,

yaitu (Mulyadi, 2007: 28):

(1) Pemenuhan kebutuhan konsumsi produk perikanan untuk dalam negeri

(2) Peningkatan perolehan devisa

(3) Peningkatan produksi perikanan sesuai dengan potensi lestari dan daya dukung lingkungan

(4) Pemeliharaan kelestarian stok ikan dan daya dukung lingkungannya (5) Peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan

(3)

selama ini diterapkan kurang besar. Dengan kata lain, selama ini telah terjadi

mis-management pada pembangunan nasional (Dahuri, 2000: 13).

Kelemahan dalam pengelolaan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan menjadi empat (Mulyadi, 2007: 29), yaitu:

(1) Bersifat teknis

(2) Berkaitan dengan kebijakan

(3) Berkaitan dengan aspek hukum dan kelembagaan

(4) Kondisi ekonomi politik (kebijakan ekonomi makro) yang kurang kondusif bagi pembangunan perikanan

2.2.1 Permasalahan Yang Bersifat Teknis

Permasalahan pembangunan perikanan di Indonesia yang bersifat teknis meliputi hal berikut (Mulyadi, 2007: 30). Pertama, kemampuan dalam memproduksi komoditas perikanan yang berdaya saing tinggi secara lestari (berkesinambungan), baik melalui usaha penangkapan maupun usaha budi daya masih rendah. Hasil tangkapan ikan per satuan upaya (per perahu atau per nelayan) di laut masih relatif, bersifat fluktuatif atau tak menentu (uncertain).

Kedua, kemampuan dalam memasarkan komoditas perikanan dengan

(4)

membaik manakala pasokannya kecil (sedang paceklik). Ketiga, harga faktor-faktor produksi (production inputs) seperti bahan bakar, alat tangkap, mesin kapal, dan lainnya relatif mahal dan bersifat fluktuatif.

2.2.2 Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Kebijakan

Sampai saat ini kebijakan pemerintah di bidang agrobisnis perikanan dinilai secara umum belum mendukung kemajuan pembangunan perikanan. Minimal ada tiga kelemahan kebijakan yang mendasar (Mulyadi, 2007: 31). Pertama, belum ada kebijakan yang membatasi jumlah (quota) penangkapan stok ikan di suatu kawasan perairan (laut). Semua nelayan secara bebas dapat menangkap ikan di suatu wilayah perairan. Akibatnya terjadi

overfishing yang pada gilirannya merugikan usaha perikanan

(5)

2.2.3 Permasalahan Berkaitan Dengan Aspek Hukum dan Kelembagaan

(6)

2.2.4 Permasalahan Berkaitan Dengan Kondisi Ekonomi Politik

Meskipun potensi pembangunan perikanan Indonesia sangat besar dan sumbangannya terhadap perekonomian nasional pun tidak kecil (berupa penyediaan protein hewani, perolehan devisa, penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah, dan multiplier

effects lainnya), tetapi pada kenyataannya perikanan kurang

mendapat perhatian dari para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan baik di kalangan pemerintah maupun swasta. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan fakta bahwa wacana ekonomi politik masih belum mendukung kemajuan pembangunan, yaitu sebagai berikut (Mulyadi, 2007: 33). Pertama, di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai arahan kebijakan pembangunan nasional sekaligus representasi kemajuan politik pemerintah dalam mengatur negara, hanya di muat aspek pembangunan sektor kelautan yang tidak terfokus pada pembangunan perikanan. Kedua, sampai saat ini pembangunan perikanan masih kurang menarik jika dibandingkan sektor lain dalam kebijakan investasi.

2.3 Strategi Pengelolaan dan Prioritas Program Perikanan

Dalam rangka mempercepat proses pemanfaatan dan pembangunan sektor kelautan maka perlu kiranya disusun strategi pengelolaan yang tepat sasaran dan

cost-effective. Strategi yang diusulkan adalah pemberdayaan jaringan kerja yang

(7)

Program kemitraan sangat diperlukan dengan jaringan dan kinerja yang kuat dari pihak tersebut secara optimal. Integrasi ke tiga unsur ini jelas merupakan resep keberhasilan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya dan memacu pembangunan kelautan.

[image:7.612.95.558.205.541.2]

Sumber: Apridar (2010: 102)

Gambar 2.1

Jaringan Kerja Universitas/Lembaga Penelitian, Swasta/Masyarakat dan Pemerintah

Pemberdayaan jaringan kerja ini dapat dimulai diwujudkan dalam bentuk berbagi (sharing) informasi yang ada. Dalam melakukan pemberdayaan jaringan kerja ini dengan membentuk semacam konsorsium pengelolaan kapal-kapal riset dan laboratorium kelautan yang ada di Universitas atau lembaga penelitian. Tugas konsorsium adalah menggalakkan, mengembangkan dan mengkoordinasikan kerja sama antar universitas atau lembaga penelitian sehingga biaya penelitian dan

Universitas & Lembaga Penelitian

Universitas & Lembaga Penelitian

Pemerintah Swasta/

Masyarakat Sumber Daya dan

(8)

pengkajian sumberdaya dan jasa maritim dapat lebih cost-effetive, dalam arti biaya yang efisiensi dan hasil yang memadai. Selain itu konsorsium juga diharapkan menjalin kerjasama dengan pihak swasta terutama dalam mengembangkan sumberdaya manusia, pemantauan pemanfaatan sumberdaya dan jasa yang dikerjakan atau dikembangkan. Dengan adanya mekanisme pemantauan maka pengelolaan sumberdaya dan jasa maritim dapat dilakukan secara dinamis dan efektif. Hasil-hasil pemantauan kemudian diinformasikan ke pihak pemerintah sebagai bahan untuk revisi kebijakan sekiranya memang diperlukan. Untuk perguruan tinggi dan masyarakat hendaknya dijadikan penggerak pengembangan kawasan melalui berbagai program antara lain “land and sea grant college”.

Disisi sumberdaya, salah satu program yang perlu diprioritaskan adalah pengembangan sistem budidaya laut (marikultur) yang terintegrasi. Prioritas program yang mampu memberikan sumbangan terhadap ekonomi nasional berbasis maritim adalah pengembangan armada transportasi laut dan perikanan. Hal ini sangat mendesak mengingat ketimpangan besar yang terjadi dalam dua jenis industri ini. Transportasi laut adalah urat nadi perekonomian yang berbasis maritim yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Sejalan dengan pengembangan armada ini adalah pembuatan galangan kapal serta fasilitas docking.

(9)

2.4 Pengembangan Program Perikanan

Sering kali dianggap bahwa ekonomi sumber daya dan ahli biologi dapat menentukan perubahan-perubahan tertentu pada perikanan. Kadang-kadang perubahan ini meliputi pula rencana pengelolaan, misalnya, mengurangi penangkapan secara keseluruhan untuk meningkatkan potensi sumber daya ikan. Dalam melakukan pengurangan hasil tangkapan, perlunya dipelajari analisis biaya manfaat biososial-ekonomi oleh nelayan.

Gambar 2.2 berikut menunjukkan bahwa sikap para nelayan yang akan mengalami perubahan yang diusulkan harus betul-betul diperhatikan. Teknologi baru tidak dapat diperkenalkan ke dalam industri penangkapan ikan kecuali nelayan ingin berubah. Jika nelayan menolak bekerja sama, proyek tidak akan berhasil. Apabila sikapnya positif, keberhasilan dalam mengenalkan teknologi baru atau semakin banyak nelayan yang tergantung pada adanya personalia yang terampil. Apabila tenaga terampil kurang, suatu program tepat guna harus dikembangkan untuk melatih nelayan dalam teknologi baru. Apabila tenaga terampil cukup tersedia, rintangan antara nelayan dan teknologi penangkapan adalah kemampuan untuk membiayai perubahan. Apabila sumber daya berupa uang tidak memadai, keputusan harus diambil untuk keperluan penyuluhan kredit.

(10)

akan memiliki peralatan dan nelayan anggota akan membayar suatu bagian dari tangkapannya pada organisasi sebagai biaya pemakaian dan perawatan alat.

[image:10.612.71.573.161.650.2]

Sumber: Mulyadi (2007: 65)

Gambar 2.2

Pokok-pokok Keputusan untuk Meningkatkan Upaya Penangkapan Ikan

Menilai Penganguran Menambah Jumlah Nelayan Meningkatkan Upaya Menyeleksi Teknologi Tepat Guna Menyelenggarakan Analisis Biaya Manfaat

(11)

2.5 Kebijakan Pemerintah dan Pembiayaan Usaha Perikanan

Salah satu akar kemiskinan masyarakat pantai adalah keterbatasan mengakses permodalan yang ditunjang oleh kultur kewirausahaan yang tidak kondusif yang dilandasi dengan sifat usaha yang individual, tradisional dan subsisten. Kebijakan pemerintah dalam upaya pembiayaan usaha mikro-kecil bidang kelautan dan perikanan (Mulyadi, 2007: 139) yaitu sebagai berikut.

2.5.1 Program PPEM

PPEM merupakan singkatan dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat terlibat pada setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Demikian pula pada pascaprogram, mereka bersama-sama dengan pemerintah daerah dan mintra usaha diberikan tanggung jawab mengembangkan usaha yang telah dipiihnya. Usaha yang didanai dan dikembangkan dalam program PPEM diprioritaskan pada jenis usaha yang dapat memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut serta usaha lainnya yang terkait. Jenis usaha tersebut antara lain adalah usaha penangkapan, budi daya, pengolahan hasil perikanan, pengadaan bahan dan alat perikanan, BBM, es, serta obat-obatan. Model pengembangan usaha dan permodalan yang disarankan untuk diaplikasikan pada program PPEM adalah model bagi hasil yang digabung dengan perguliran.

Revolving (perguliran) dilakukan setelah ada keuntungan dan usaha

(12)

Melalui program PPEM diharapkan masyarakat nelayan dapat meningkatkan pendapatan mereka.

2.5.2 Program COFISH

COFISH merupakan proyek pembangunan masyarakat pantai dan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan pantai dengan cara mengurangi kegiatan penangkapan ikan yang merusak dan berlebihan, memperbaiki mutu sumber daya perikanan serta habitatnya, meningkatkan kualitas hidup masyarakat pantai, termasuk wanita nelayan, melalui pengurangan kemiskinan dalam jangka panjang serta peningkatan pendapatan. Program ini melanjutkan implementasi dari beberapa kegiatan periode sebelumnya seperti penguatan pengawasan, identifikasi rehabilitasi bakau dan lokasi fish sanctuary perencanaan pendirian terumbu karang buatan dan persyaratan bimbingan teknis terhadap kelompok usaha mikro.

2.5.3 Program PUPTSK

(13)

optimal, meningkatkan mutu dan pengolahan ikan, pemasaran dan meningkatkan penyelenggarakan di lokasi penangkapan ikan serta melaksanakan usaha penangkapan yang bertanggung jawab. Program PUPTSK tersebar di seluruh provinsi, dan mulai tahun 2003 dilakukan di tujuh lokasi pilot project pelabuhan perikanan.

2.5.4 Program KUB

Kelompok Usaha Bersama (KUB) perikanan adalah suatu kelompok yang melakukan kegiatan usaha di bidang perikanan berdasarkan hasil kesepakatan atau musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh kepentingan, kebutuhan dan keinginan bersama, untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan bersama. Tujuan KUB perikanan adalah meningkatkan kemampuan usaha secara bersama dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan anggota.

2.5.5 Partisipasi Lembaga Keuangan

(14)

Kecil Menengah, Bank Bukopin, dan Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) untuk mendorong pembentukan lembaga keuangan mikro secara mandiri dan profesional. Tindak lanjut dari kegiatan ini pembentukan Swamitra Mina di 130 Kabupaten/Kota peserta PPEM. DKP dengan PT Permodalan Nasional Mandiri (PT PNM) bekerja sama dalam rencana pendirian tiga puluh Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam hal ini, PT PNM berperan untuk memberikan tambahan modal bagi operasionalisasi BPR tersebut, selain juga menangani jasa manajemen pendirian BPR. Selain itu, program kerja sama antara PT Bank Mandiri dengan Departemen Kelautan dan Perikanan dengan nama Kredit Mina Mandiri (KMM) ini dilaksanakan dalam upaya untuk penyediaan modal usaha masyarakat pesisir terutama segmen menengah ke atas. Disamping itu DKP melakukan kerjasama dengan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo). Fungsi dan peranan PT Askrindo adalah untuk membantu UKM dalam memperoleh akses sumber pendanaan dari perbankan dan juga memberikan pengamanan atas kredit tersebut.

2.6 Analisis Ekonomi Usaha Nelayan

(15)

yang lengkap dari perusahaan-perusahaan besar tidak diperoleh, analisis berdasarkan unit perusahaan tidak dapat dilakukan sehingga penilaian terhadap keadaan ekonomi dan efisiensi usaha-usaha perikanan hanya didasarkan pada analisis satu unit penangkap (Mulyadi, 2007: 85).

2.6.1 Modal Usaha Nelayan

Nilai aset tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap disebut juga sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri dari: alat-alat penangkap (pukat dan lain-lain), boat atau sampan penangkap, alat-alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Penilaian terhadap modal usaha nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara.

Pertama, penilaian didasarkan kepada nilai alat-alat yang baru, yaitu

(16)

2.6.2 Biaya Produksi Perikanan

Biaya produksi dalam usaha perikanan tangkap terdiri dari dua katagori, yaitu biaya berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran nyata terdiri dari pengeluaran kontan dan pengeluaran tidak kontan. Pengeluaran kontan diantaranya adalah untuk membeli bahan bakar dan oli, bahan pengawet (es dan garam), pengeluaran untuk makan awak, pengeluaran untuk reparasi dan pengeluaran retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran tidak kontan adalah upah awak nelayan, pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar setelah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin dan alat penangkap.

2.6.3 Pendapatan Nelayan dan Sistem Bagi Hasil

(17)

bagi hasil yang dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Caranya ialah ikan hasil tangkapan satu unit penangkapan dijual oleh pemilik kemudian barulah dilakukan perhitungan bagi hasil.

2.7 Tantangan dan Peluang Pembangunan Perikanan

(18)

2.8 Studi Terkait

Abdurrahman, dkk (2008) melakukan penelitian berjudulModel Kebijakan Pemberdayaan Nelayan Bantul Ditinjau dari Perspektif Ekonomi dan Hukum. Mereka memfokuskan porsentase kemampuan produksi para nelayan dalam menangkap ikan, menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan produksi tangkap ikan oleh para nelayan Bantul. Hal ini dimaksudkan untuk mengukur efektifitas instrumen kebijakan yang dilakukan dalam mengatasi persoalan kesejahteraan nelayan. Kebijakan regulasi masih mengacu kepada Perundangan-undangan di tingkat Pusat. Pada level teknis yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan hanya bersifat sebagai mediator dalam pelaksanaan program-program pemerintah Pusat.

(19)

panjang jaring dan kemampuan/daya muat kapal. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin cepat penarikan jaring. Jumlah trip merupakan faktor penentu untuk produksi unit penangkapan. Perubahan musim, kondisi lingkungan dan sifat biologis ikan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah trip.

Syauta (1998) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Aplikasi Motorisasi Penangkapan (Studi Kasus di Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku). Dalam penelitiannya menjelaskan mengenai keberhasilan nelayan dalam mengaplikasikan motorisasi penangkapan. Tingkat aplikasi motorisasi ditentukan berdasarkan peningkatan dan pengembangan usaha penangkapan ikan tradisional, melingkupi kesatuan dari aspek kemampuan kapal bermotor, kemampuan nelayan, hasil yang dicapai dan kepuasan nelayan terhadap sistem manajerial yang diterapkan pengusaha. Ketersediaan sarana dan prasarana ditunjang dengan kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang memberikan kemudahan kepada nelayan dan pengusaha guna memperoleh dan memanfaatkannya. Hal ini dilakukan mengingat potensi pengembangan usaha motorisasi memiliki prospek yang baik. Aplikasi motorisasi penangkapan di Kecamatan Salahutu mempunyai hubungan yang nyata dengan pendapatan nelayan. Semakin tinggi aplikasi motorisasi penangkapan, semakin tinggi pendapatan nelayan.

(20)

Gambar

Gambar 2.1 Jaringan Kerja Universitas/Lembaga Penelitian,
Gambar 2.2 Pokok-pokok Keputusan untuk Meningkatkan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pengelolaan sumber daya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan (SDI)

ANGGARAN PEMBANGUNAN BELANJA DAERAH PROVINSI DIY TAHUN ANGGARAN 2011 DINAS PEKERJAAN UMUM PERUMAHAN DAN ENERGI SUMBER DAYA MINERAL.. ( PENGGUNA

ANGGARAN PEMBANGUNAN BELANJA DAERAH PROVINSI DIY TAHUN ANGGARAN 2011 DINAS PEKERJAAN UMUM PERUMAHAN DAN ENERGI SUMBER DAYA MINERAL.. ( PENGGUNA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemerintah daerah dalam mendukung tingkat keberlanjutan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap melalui model sinergitas

(Alma Aristi. Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Trisnani Dwi Hapsari dan Faik

(2) Pemeriksaan dan monitoring terhadap pengelolaan sumber daya rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memeriksa apakah kebijakan pimpinan telah

Sesuai dengan program pembangunan pertanian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka pemanfaatan lahan pasir pantai selatan kabupaten Bantul (Bapeda DIY,2001)

(1) Faktor yang berpengaruh terhadap keputusan rumah tangga petani untuk melakukan kegiatan pengembangan sumber daya manusia dalam rumah tangga petani di