• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi dan seimbang. Dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas maka diperlukan pembinaan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup terutama sikap mental dan perilaku yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan.

(2)

dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan rohani, jasmani dan sosial ekonomi yang memerlukan pelayanan secara khusus, yaitu: 1. Anak-anak yang tidak mampu

2. Anak-anak terlantar

3. Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan 4. Anak-anak yang cacat rohani dan atau jasmani 5. Anak-anak yang terlibat masalah hukum

Anak sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi sejak dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang boleh merampas hak tersebut. Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak Anak, Konvensi PBB Tahun 1966 tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Konvensi PBB Tahun 1989 tentang Hak-Hak Anak. Dengan demikian, semua Negara di dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan dan melindungi hak tersebut. Salah satu bentuk dari Hak Asasi Anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

(3)

keputusan-keputusan lembaga Internasional yang dimaksud. Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional kedelapan puluh tujuh tanggal 17 Juni 1999 di Jenewa merupakan salah satu Konvensi yang melindungi Hak Asasi Anak.

Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota Internsional Labour Organization (ILO) yang telah meratifikasinya harus segera melakukan tindakan-tindakan untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Konvensi, maka “anak” berarti semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan (Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) maka, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ditetapkan pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menetapkan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

(4)

mempunyai kesempatan memperoleh perhatian memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindak atau perilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat.

Perbuatan dan tingkah laku anak yang melanggar hukum dapat terjadi akibat berbagai faktor, antara lain kemajuan dunia yang begitu cepat, arus globalisasi dan informasi di bidang komunikasi, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi, perubahan gaya hidup dalam keluarga yang kesemuannya ini telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.

Faktor lain yang ikut mempengaruhi perkembangan pribadi anak adalah kurangnya kasih sayang orang tua, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua yang memudahkan anak terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM jumlah narapidana anak meningkat setiap tahunnya. Pada Maret 2008 tercatat jumlah narapidana anak sebanyak 5.630 anak, jumlah ini meningkat 10 persen diawal tahun 2010 menjadi 6.271 anak.1

Kejahatan dan pelanggaran adalah suatu bentuk pidana yang ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa melainkan juga sudah dilakukan oleh anak-anak. Salah satu bentuk pelanggaran tersebut adalah tindak pidana

1

(5)

pencurian yang dilakukan oleh anak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 362 merumuskan tindak pidana pencurian dalam bentuk pokoknya menentukan sebagai perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum, dimana apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh anak nakal maka kepadanya dapat dijatuhkan hukuman paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. Kemudian hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana anak di dasarkan atas Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, kecuali ditentukan lain didalamnya.

Dalam menghadapi dan menanggulangi sikap dan perbuatan serta tingkat laku kenakalan anak maka perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Dalam pengamatan kita setiap hari dapat ditemukan bahwa anak bisa menentukan sendiri perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kemauannya namun demikian faktor lingkungan sangat kuat pengaruhnya terhadap perilaku anak. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat sekelilingnya ikut bertanggung jawab pada pembinaan, pendidikan dan perkembangan perilaku anak. Hubungan anak dan orang tua merupakan hubungan yang hakiki, baik hubungan yang psikologis maupun mental spiritualnya. Melihat ciri dan sifat anak yang khas tersebut, maka dalam menjatuhkan sanksi pidana atau tindakan kepada anak diperlukan pertimbangan hakim.

(6)

peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara, telah menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologis, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice), dan keadilan masyarakat (social).2

Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, pertama-tama harus menggunakan hukum tertulis terlebih dahulu, yaitu peraturan perundang-undangan, tetapi kalau peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak cukup atau tidak tepat dengan permasalahan suatu perkara, maka barulah hakim akan mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis.3

Dalam Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa:

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili”.

Ketentuan pasal tersebut memberikan makna kepada hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, untuk menerima, memeriksa, mengadili suatu perkara dan selanjutnya menjatuhkan putusan, sehingga dengan demikian wajib hukumnya

2

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar

(7)

bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya kurang jelas ataupun tidak jelas.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009, selanjutnya menentukan bahwa:

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Jika dimaknai kata “menggali” tersebut, dapatlah diasumsikan bahwa sebenarnya hakim itu sudah ada, tetapi masih tersembunyi, sehingga untuk menemukannya hakim harus berusaha mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, kemudian mengikutinya dan selanjutnya memahaminya agar putusannya itu sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.4

Suatu bangsa dalam membangun dan mengurus rumah tangganya yang bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat yang seutuhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus, dari generasi ke generasi. Untuk menjamin usaha tersebut, perlu setiap generasi dibekali oleh generasi yang terdahulu dengan kehendak, kesediaan dan kemampuan serta keterampilan untuk melaksanakan tugas ini. Hal ini hanya akan dapat tercapai bila generasi muda selaku generasi penerus mampu memiliki dan menghayati falsafah hidup bangsa. Untuk itu perlu diusahakan agar generasi muda memiliki

3

Ibid., hlm. 6.

4

(8)

pola perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Guna mencapai maksud tersebut diperlukan usaha-usaha pembinaan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan anak.

Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar falsafah bangsa Maka, usaha-usaha untuk memelihara, membina dan meningkatkan kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah Pancasila dengan maksud untuk menjamin kelangsungan hidup dan kepribadian bangsa. Anak adalah anak, dan bukan orang dewasa kecil. Berangkat dari karakteristik ini, perlakuan terhadap anak baik yang tersangkut pidana ataupun yang mengalami masalah sosial, harus dialamatkan demi dan untuk kesejahteraan anak. Oleh karena itu, anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi generasi yang terdahulu untuk menjamin, pengamanan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya dibawah pengawasan dan bimbingan Negara, dan bilamana perlu, oleh Negara kita sendiri. Karena kewajiban inilah, maka yang bertanggung jawab atas asuhan anak wajib pula melindunginya dari gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri.

(9)

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. Teoritis

(10)

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya lembaga kehakiman dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

E. Batasan Konsep

1. Pengertian Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim memiliki dua kategori: a. pertimbangan hakim yang bersifat yuridis yaitu,

Pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam persidanagan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal dimaksud tersebut diantaranya seperti: dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal peraturan hukum pidana.

b. Pertimbangan hakim yang bersifat nonyuridis yaitu,

(11)

belakang perbuatan terdakwa: akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa.

2. Pengertian Pidana Pencurian

Dalam pengertian menurut hukum ditentukan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362 yang berupa perumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang menentukan:

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

3. Pengertian Anak

a. Dalam pengertian anak pada Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan

“Anak adalah seseorang yang terlibat dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

b. Anak menurut Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak (Undang-Undang No. 4 Tahun 1979) menentukan “anak adalah seseorang yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”. c. Anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

(12)

d. Anak dalam Hukum Perburuhan

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Perburuhan (Undang-Undang No. 12 Tahun 1948) ditentukan anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah.

e. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua, wali, atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Akan tetapi, ketentuan pasal 35, 46, dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. f. Anak menurut Hukum Perdata

Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menentukan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

(13)

dalam penelitian ini data diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang/menurut ketentuan hukum/perundang-undangan yang berlaku.

2. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan permasalahan yang diteliti antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan

(Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak)

(14)

7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku literatur, artikel, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder meliputi kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia.

3. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan studi pustaka melalui literatur yang berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dan melakukan kajian peraturan perundang-undangan. Cara yang digunakan adalah dengan:

a. Penelitian lapangan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada narasumber.

(15)

4. Metode Analisis Data

Dalam penulisan hukum normatif, analisa data yang digunakan adalah kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak pada suatu penjelasan mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

Proses penalaran digunakan metode berfikir deduktif yaitu menarik hubungan dalam konsep umum dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus yang dilakukan dengan menguraikan secara detail, jelas, dan rinci terhadap suatu permasalahan hukum.

G. Sistematika Isi Skripsi

Untuk memudahkan pemahaman tentang keseluruhan isi penulisan hukum ini, penulis menyusun kerangka sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika isi skripsi.

BAB II : PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN

(16)

bersifat nonyuridis. Bagian kedua berisi tinjauan tentang tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, terdiri dari lima sub bab: sub bab pertama pengertian tindak pidana, sub bab kedua pengertian tindak pidana pencurian, sub bab ketiga pengertian kenakalan anak, sub bab keempat berisi sebab musabab anak melakukan pencurian, dan sub bab kelima berisi sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian. Bagian ketiga berisi tinjauan tentang analisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, yang teridiri dari empat sub bab antara lain: sub bab pertama laporan pembimbing kemasyarakatan sebelum sidang, sub bab kedua sikap hakim sebelum menjatuhkan putusan, sub bab ketiga putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, sub bab keempat hakim tidak boleh menjatuhkan komulasi hukuman. Bagian keempat berisi tentang putusan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pencurian yang dilakukan oleh anak terdiri dari dua sub bab, sub bab pertama berisi tentang putusan nomor 02/Pid.An/2009PN.YK dan sub bab kedua berisi tentang putusan nomor 24/Pid.B/2006PN.slmn. bagian kelima berisi tentang ana lisis putusan hakim.

BAB III : PENUTUP

(17)

Referensi

Dokumen terkait

D. Guru menugaskan siswa untuk menilai hasil analisis dokumen tahap pra-produksi dengan menggunakan format penilaian yang sudah ada dengan jujur dan bertanggungjawab.. E. Siswa

13 Rencana Strategis (Renstra) Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) tahun 2020-2024, mengacu pada Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan

dimanaperlakuan tersebut mengandung POC kelinci 100% dan samasekali tidak memiliki kandungan nutrisi AB Mix. Sehingga hal tersebut menyebabkan kebutuhan nutrisi akan

Dalam pembuatan animasi 3D digunakan gerakan kamera yang dapat memuat gambar dari keseluruhan objek dengan menggunakan bantuan cahaya.. Saat ini terdapat banyak sekali

Peningkatan agregasi eritrosit dipengaruhi oleh kadar fibrinogen dalam darah yang relatif lebih tinggi pada fase akut stroke, sedangkan penurunan deformabilitas

Padahal, dalam konteks sebagai produk pemikiran manusia yang lahir dalam ruang historis, status pemikiran-pemikiran Islam (baik di bidang fiqih, kalam, tasawuf) adalah

10 Dengan demikian meskipun perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang telah dilakukan oleh bank selaku kreditur kepada debitur pemegang Hak Tanggungan

[r]