BENTUK, STRUKTUR DAN MAKNA MANTRA SEBAGAI SASTRA LISAN
MASYARAKAT BANJAR DI KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
OLEH
SITI NOR FATIMAH
NIM 07340031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Siti Nor Fatimah
NIM
: 07340031
Jurusan
: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1.
Tugas akhir dengan judul:
Bentuk Struktur Dan Makna Mantra Sebagai Sastra Lisan Masyarakat Banjar di
Kalimantan Timur
adalah hasil karya saya dan dalam naskah tugas akhir ini tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan
Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam
naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
2.
Apabila ternyata di dalam naskah tugas akhir ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
PLAGIAT, saya bersedia TUGAS AKHIR INI DIGUGURKAN dan GELAR
AKADEMIK YANG SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
3.
Tugas akhir ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS
ROYALTI NON EKSKLUSIF.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Malang,
Yang menyatakan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul
“Bentuk, Struktur dan Makna Mantra sebagai Sastra Lisan Masyarakat Banjar di Kalimantan
Timur” untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
memberikan pengarahan, dan bimbingan, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Muhadjir Effendy, M.Ap, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang;
2.
Bapak Drs. H. Fauzan, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang;
3.
Bapak Drs, Hari Sunaryo M.Si, selaku pembimbing I yang selalu memberikan motivasi dan
masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis.
4.
Ibu Dra. Daroe Iswatiningsih M.Si, selaku pembimbing II yang penuh kesabaran membimbing
dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang telah mentransfer
ilmu yang sangat berharga bagi penulis.
7.
Nenek tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan bagi penulis.
8.
Teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan selalu ada saat senang maupun sedih.
9.
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah memberikan motivasi dan
masukan-masukan yang bermanfaat selama penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan dan kelemahan penulis. Oleh karena itu, penulis dengan hati terbuka menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya mahasiswa Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Muhammadiyah
Malang.
Malang,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Jangkauan Masalah ... 7
1.3 Batasan Masalah ... 9
1.4 Rumusan Masalah ... 9
1.5 Tujuan Penelitian ... 10
1.6 Manfaat Penelitian ... 10
1.7 Penegasan Istilah ... 11
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sastra ... 13
2.2 Mantra yang Berbentuk Puisi ... 14
2.3 Sastra dan Mantra ... 16
2.4 Unsur-Unsur yang Membangun Puisi... 19
2.5 Mantra dalam Konteks Sosial Kemasyarakatan ... 23
2.6 Kajian Struktural ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan ... 31
3.3 Teknik Pengumpulan data ... 33
3.4 Teknik Analisis Data ... 35
3.5 Prosedur Penelitian ... 36
3.5.1 Tahap Persiapan ... 36
3.5.2 Tahap Pelaksanaan ... 37
3.5.3 Tahap Penyelesaian ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Mantra Masyarakat Banjar dan Profil Narasumber Informan... 38
4.1.1 Profil Mantra Masyarakat Banjar ... 39
4.1.2 Profil Narasumber Informan... 40
4.2 Bentuk Mantra Sastra Lisan Masyarakat Banjar ... 42
4.2.1 Bentuk Mantra yang Bersumber dari Al-Quran... 44
4.2.2 Mantra yang Berbentuk Pantun ... 48
4.2.3 Mantra yang Berbentuk Bahasa Banjar Bahari (Dahulu) .. 51
4.2.4 Mantra yang Berbentuk Bahasa Campuran (Banjar dan Arab) ... 52
4.3 Struktur Mantra Pengobatan Masyarakat Banjar. ... 52
4.3.1 Struktur Lengkap Mantra Pengobatan Masyarakat Banjar 53 4.3.2 Struktur Tidak Lengkap Masyarakat Banjar ... 71
4.4 Makna Mantra sebagai sastra Lisan Masyrakat Banjar ... 72
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN 1 ... 81
LAMPIRAN 2 ... 85
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2003. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Argensindo.University Press.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Epistomologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PT Buku Kita.
Halim, abdul. http://teorisastera.blogspot.com/2010/05/pendekatan-semiotik.html diakses tanggal 06 juli 2011.
Hasan, Alwi, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. .
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_tradisional_Banjar#Fungsi_Sosial_Pantun_Banj ar (diakses tanggal 25 juli 2011).
http://changeancity.blogspot.com/2008/06/definisi-sastra.html diakses tanggal 6 juli 2011).
Ismail, dkk. 1996. Fungsi Mantra dalam Masyarakat Banjar. Jakarta: Pusat Bahasa.
Jauhari ali, mahmud. http://bahasa.kompasiana.com/2011/06/17/hakikat-bahasa- mantra-dan-tanggung-jawab-tanggapan-atas-buku-menggugat-tanggung-jawab-kepenyairan-sutardji-calzoum-bachri-karya-nurel-javissyarqi/ diakses tanggal 25 juli 2011.
Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan, Mentalitas dan Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy J, 2002. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: CV Remaja Rosdakarya.
Nurgiantoro, Burhan. 1995, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta; Gajah Mada University Press.
Prihadhi, Endra K. 2004. Makhluk halus dalam fenomena kemusyrikan. Jakarta: Salemba Diniyah.
Pradopo, Rahmat Djoko. 2000. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada.
Prassetya, Aridha.2007. Definisi Operasional Variabel dan Indikator. Diakses tanggal 25 juni 2001.
Rafiek, Muhammad. 2010. Teori sastra: kajian teori dan praktik. Bandung: PT Refika Aditama.
Soedjarwo. 2004. Sastra Indonesia Kesatuan dalam Keberagaman. Semarang:CV.Aneka Ilmu.
Sumardjo, Jakob dan K.M. Saini. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Sumardjo, jakob & Saini K.M. 1997, Apresiasi kesusastraan. Jakarta : PT Gamedia Pustaka Utama.
Sunarti, et al. 1978. Sastra Lisan Banjar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Suryani, Elis. 2002. Eksistensi dan fungsi mantra dalam masyarakat sunda.
http://daluang.com/baca/isi/eksistensi-dan-fungsi-mantra-dalam-kehidupan-masyarakat-sunda . diakses tanggal 25 juni 2011.
Suwatno, Edi. 2004. Bentuk dan Isi Mantra. Staf Balai Bahasa Yogyakarta
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Umar, Rasyidi A. 1997. Unsur Magis dalam Puisi Daerah Banjar. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangurat.
Umar, Ki Jogja. 2010. Kajian mantra. http://rasasejati.wordpress.com/kajian-ilmu- ghoib/mantra. diakses tanggal 25 juni 2011.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Yayuk, Rissari, dkk. 2005. Mantra Banjar. Banjarmasin: Balai Bahasa Banjarmasin.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan dan kepercayaan merupakan tradisi yang menjadi simbol dan
penanda identitas suatu komunitas masyarakat. Salah satunya adalah mantra yang
terdapat didalam berbagai bahasa dan kesastraan daerah di seluruh Indonesia
seperti bahasa Jawa, Sunda, Banjar, Lampung, Palembang dan Minangkabau.
Mantra bersifat sakral. Oleh karena itu, mantra seringkali tidak boleh diucapkan
oleh sembarang orang. Hanya pawang yang berhak dan boleh mengucapkan
mantra. Pengucapannya pun harus disertai dengan upacara ritual atau magis.
Dengan suasana yang ritual atau magis itulah mantra akan menimbulkan kekuatan
ghaib.
Mantra merupakan salah satu jenis sastra lisan yang berkaitan dengan
tradisi masyarakatnya. Sebagai sastra lisan, mantra merupakan salah satu bentuk
kebudayaan daerah yang diwariskan dari mulut ke mulut. Karena itu perlu
diusahakan penggalian, inventariasi dan dokumentasi yang cermat. Di samping
itu, mantra masih difungsikan sebagai syair oleh para penyair modern yang
berorientasi kepada mantra karena lebih cocok dan relevan dengan suasana yang
diperlukan oleh puisi modern. Alisjahbana ( dalam Suwatno, 2004: 320)
menggolongkan mantra ke dalam golongan bahasa berirama. Bahasa berirama ini
termasuk jenis puisi lama. Dalam bahasa berirama itu, irama bahasa sangat di
2
berhubungan dengan kekuatan ghaib. Mantra dibacakan (dilafalkan) oleh dukun
sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
Mantraadalah ujar-ujar yang merupakan sumber kekuatan spritual leluhur
pusaka Banjar ( Kalimantan ). Pada hakikatnya mantra adalah suatu permohonan
kepada yang Maha Kuasa yang disampaikan dengan ujaran yang khas dan dengan
gaya bahasa yang khas pula dengan keyakinan yang penuh bagi penggunanya.
Namun pada zaman sekarang ini mantra mulai langka. Andai pun ada, pemilik
mantra merahasiakan keberadaan mantra dan cuma segelintir orang yang memiliki
mantra itu pun hanya merupakan warisan kepada keluarga dan orang – orang
tertentu. Ini pun tergantung keyakinan pemiliknya. Apabila ditinjau menurut hadis
Rasulullah SAW yaitu pada zaman sebelum Islam, Umar bin Khatab adalah
seorang yang pandai menggunakan suwuk ( mantra untuk pengobatan ). Ketika
Umar masuk Islam hal tersebut umar tanyakan kepada Rasulullah SAW.
Kemudian Nabi meminta Umar untuk memperdengarkan mantra tersebut. Setelah
mendengar, Nabi memberikan batasan sebagai berikut : Selama tidak syirik,
silakan dipakai mantra tersebut.
Setelah masuknya agama Islam di Kalimantan, mantra mengalami
perbaikan yakni sebelum membaca mantra didahului dengan ucapan “ Bismillah “
dan diakhiri dengan “ Berkat Lailahailallah Muhammadurrasulullah “
Sebagai jenis sastra, mantra menjadi unik dan menarik karena adanya satu
bentuk puisi yang ternyata ekspresif sekali. Sebuah mantra tidak akan ada artinya
apabila proses pemusatan dan pendalaman tidak mencapai hasil titik maksimal.
3
menarik perhatian para penyair modern (misalnya Sutardji Calzoum Bachri) untuk
lebih banyak berorientasi ke puisi mantra. Di dalam mantra, sebuah kata tidak
hanya mengantarkan pengertian tertentu (yang sesuai dengan kata itu), tetapi
sekaligus mengantarkan pengertian dan keadaan yang lebih luas. Mantra hidup
subur dengan kepercayaan animisme atau dengan totemisme. Namun demikian
ternyata masuknya ajaran islam dalam kehidupan mantra memungkinkan
terjadinya asimilasi. Bentuk lain dari asimilasi adalah semakin berkurangnya
mantra-mantra jahat (hitam) karena mantra yang demikian tidak cocok dengan
ajaran agama islam. Sementara itu mantra-mantra yang bertujuan baik tetap hidup
dan dikaitkan dengan kepercayaan dan ajaran islam.
Masyarakat Banjar memiliki khazanah sastra yang sudah hidup dan
berkembang sejak dahulu. Karena bahasa perantara (lingua franca) yang dipakai
di Provinsi Kalimantan Timur adalah bahasa Banjar, bahasa yang digunakan
dalam sastra lisan di Provinsi ini pun ialah bahasa Banjar. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa wujud cipta sastra terdiri atas tiga bentuk, yakni puisi, prosa fiksi,
dan drama. Sebagai suatu bangsa, masyarakat Indonesia harus memiliki
kebudayaan nasional yang berlaku secara umum dan menjadi kerangka acuan bagi
segenap penduduk dalam pergaulan lintas lingkungan sosial yang beragam.
Kebudayaan adalah seluruh gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan untuk pedoman bangsa
Indonesia belajar (Koentjaraningrat, 1990:180). Persatuan dan kesatuan bangsa
terwujud dari sejumlah suku bangsa yang semula merupakan masyarakat yang
4
kebudayaan nasional. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa asal mula
kebudayaan yaitu dari hasil karya cipta manusia dari zaman nenek moyang yang
telah diwariskan kepada generasi penerusnya secara turun temurun. Penerusan
kebudayaan ini melingkupi kebudayaan nasional yang berupa konsep-konsep dari
wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindak aktivitas manusia dalam
kehidupan sehari hari yang dilingkari dengan ide-ide gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, dan peraturan. Salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah memiliki
banyak bahasa daerah. Bahasa dengan budaya sulit ditolak karena bahasa
merupakan fenomena budaya. Seperti halnya pada bahasa jawa yang memuat
bahasa jawa, bahasa Banjar yang memuat budaya Banjar dan sebagainya. Bahasa
dapat dikatakan sebagai ruh dari budaya itu sendiri.
Berbicara masalah kebudayaan, suatu daerah sudah tentu mempunyai
tradisi sendiri bila dibandingkan dengan tradisi daerah lainnya.
Perspektif yang lebih tepatnya menurut Levi-Strauss adalah memandang bahasa dan kebudayaan sebagai hasil dari aneka aktivitas yang pada dasarnya mirip atau sama. Aktivitas ini berasal dari apa yang disebut sebagai ”tamu tak diundang” (uninvited gueast) yakni nalar manusia (human mind). Jadi, adanya semacam korelasi antara bahsa dan kebudayaan bukanlah karena adanya semacam hubungan kausal (sebab-akibat) antara bahasa dan kebudayaan, tetapi karena keduanya merupakan produk atau hasil dari aktivitas nalar manusia (Putra, : 2001:26).
Etnis banjar memiliki tradisi lisan, bahkan disebut-sebut sebagai pilar
budaya yang masih ada semenjak berabad-abad lamanya sampai sekarang. Tradisi
lisan pada mulanya berinduk pada bahasa Banjar dalam syair-syair yang
ditembangkan sebagai bentuk pengungkapan rasa cinta, sedih, kritik, nasehat,
dalam kehidupan masyarakat, karena sudah menjadi bagian dari cara
5
berpuisi (menciptakan dan melafalkan puisi lama yang disebut mantra Banjar).
Bentuk pelestarian yang lebih hidup dan sesuai perkembangan zaman pada masa
sekarang ini berkaitan dengan mantra Banjar adalah melestarikan kebiasaan
berpuisi, seperti yang dilakukan orang Banjar zaman dahulu. Bentuk konkret
pelestarian yang lebih hidup ini adalah menciptakan puisi-puisi pada zaman
sekarang.
Sebagai sebuah bentuk sastra lisan yang bersifat magis, mantra Banjar
biasanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Akan tetapi, hal ini tidak
menutup kemungkinan orang biasa juga mempunyai atau menguasai
mantra-mantra tertentu untuk keperluan sehari-hari. Terlepas dari masalah religi dan
unsur magis tersebut, mantra Banjar merupakan salah satu jenis sastra lisan milik
orang Banjar. Sebagaimana kita ketahui bahwa mantra Banjar termasuk ke dalam
jenis puisi lama orang Banjar. Puisi lama yang satu ini diciptakan dan dilafalkan
oleh orang Banjar sejak dahulu untuk berbagai keperluan sehari-hari. Penciptaan
dan pelafalan mantra Banjar tersebut mengandung arti bahwa orang Banjar sejak
dahulu sudah mahir berpuisi, yakni dalam hal penciptaan dan pelafalan puisi lama
yang berupa mantra Banjar. Dapat pula kita katakan bahwa mantra Banjar
menjadi bukti bahwa sejak dahulu orang Banjar sudah mahir bersastra, yakni pada
jenis puisi lama.
Penelitian ini ditunjukan untuk mengetahui nilai-nilai budaya dan simbol
kepercayaan suatu daerah yang masih percaya dengan hal-hal yang berbau mistik
karena di kalimantan mayoritas penduduknya masih mempercayai dunia mistik
6
yang diciptakan oleh masyarakat biasa namun mempunyai kekuatan ghaib, salah
satunya puisitersebut bisa menyembuhkan penyakit. Sebelumnya pernah diteliti
oleh Edi Suwatno pada tahun 2004 yang berjudul ”Bentuk dan isi Mantra. Namun
Edi Suwatno meneliti lebih bersifat ke umum, yang berisi bentuk-bentuk mantra
dan isinya seperti : 1.) Mantra bentuk kidung yaitu sejenis puisi jawa pertengahan
yang menggunakan metrum-metrum jawa yang di ucapkan atau di nyanyikan
dalam tembang jawa. Mantra kidung berasal dari surakarta. Fungsi dari mantra
kidung adalah sebagai penolak bahaya di waktu tengah malam, untuk
menyeburkan yang dibacakan di air, agar perawan tua mendapatkan jodoh, agar
orang sakit cepat sembuh, agar padi tidak terserang hama. 2.) Mantra bentuk
pantun yaitu mantra bentuk Melayu yang tiap baitnya terdiri dari empat baris yang
bersajak ab-ab. Mantra pantun ada yang berasal dari masyarakat Banjar,
Minangkabau dan lain-lain. 3.) Puisi mantra pengulangan bunyi. Mantra ini
berasal dari Melayu Sumatra Timur. Puisi mantra ini termasuk puisi modern. 4.)
Mantra bentuk prosa lirik. Contoh dari bentuk prosa lirik dari sastra lisan banjar
yang menceritakan di sebuah desa ada seorang janda miskin yang mempunyai
seorang putra seekor ikan baung (jenis ikan air tawar). Si Baung ingin melamar
putri raja, namun Raja mau menerima asalkan syarat yang dia berikan terpenuhi.
Dengan bekal mantra akhirnya lamaran Baung diterima.
Penelitian yang ditulis oleh Edi Suwatno belum spesisifik yang membuat
penulis untuk meneliti lebih lanjut untuk mempelajari mantra yang lebih khusus
yaitu tentang mantra pengobatan dalam tradisi orang Banjar. Pentingnya
7
bentuk mantra dan strukturnya. Bentuk disini maksudnya adalah untuk
mengetahui bahasa puisi lama tersebut dan bentuk mantranya yang digunakan
oleh masyarakat Banjar. Struktur maksudnya yaitu untuk mengetahui tentang
cara-cara pengobatan mantra pengobatan Banjar yang dimulai dari awal hingga
akhir. Makna mantra yang akan diteliti maksudnya adalah untuk mengetahui
makna mantra itu kemudian menyangkut kepada siapa mantra tersebut ditujukan.
Penelitian ini juga bermanfaat bagi pembacanya untuk mengetahui lebih luas
tentang mantra pengobatan. Penulis disini mengulas penelitian terdahulu dengan
menspesifikan mantra ke daerah sastra lisan Banjar. Penelitian ini mendasarkan
pada Etnografi sebagai dasar konsepnya. Berdasarkan uraian, maka peneliti
menetapkan judul ” Bentuk Struktur dan Makna Mantra sebagai Sastra Lisan Masyarakat Banjar Di Kalimantan Timur”.
1.2 Jangkauan Masalah
Penelitian ini menekankan bahasan pada bentuk struktur dan makna sastra
lisan Banjar yang terkandung pada sebuah mantra. Berkaitan dengan bentuk sastra
lisan Banjar yang termasuk ke dalam puisi, maka peneliti menjabarkan beberapa
hal tentang mantra. Salah satu puisi lama adalah mantra. Mantra diartikan sebagai
susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap
mengandung kekuatan ghaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk
menandingi kekuatan ghaib yang lain. Secara umum, mantra dibagi ke dalam
8
diri; (2) mantra pengobatan; (3) mantra untuk pekerjaan; dan (4) mantra untuk
adat istiadat.
Menurut Edi Suwatno (2004) berdasarkan jenisnya mantra dapat
dibedakan menjadi mantra bentuk kidung, yaitu lagu atau syair yang dinyanyikan
berbentuk lagu atau puisi, disebut juga puisi (dalam tembang jawa ). Menurut
Zoetmulder (dalam Suwatno, 2004: 324) , kidung adalah sejenis puisi jawa
pertengahan yang mempergunakan metrum-metrum asli jawa. Puisi mantra
pengulangan bunyi yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra,
rima, serta penyusunan larik dan bait Sudjiman(dalam Suwatno,2004: 326).
Mantra bentuk prosa lirik adalah karya sastra yang ditulis dalam ragam prosa,
tetapi yang dicirikan oleh unsur-unsur puisi seperti irama yang teratur, majas,
rima, asonasi, konsonansi, dan citraan (dalam Suwatno, 2004: 326). Mantra
bentuk pantun ialah bentuk puisi melayu dan tiap bait biasanya terdiri atas empat
baris/larik ab ab.
Struktur karya sastra adalah struktur yang terefleksi dalam satuan teks.
Karena itu struktur satuan karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau
unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Elemen tersebut lazim disebut sebagai unsur-unsur
instrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam penelitian ini menggunakan unsur
instrinsik, yaitu unsur yang terdapat didalam yang berkaitan dengan kebatinan
9
1.3 Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya dalam membahas sastra lisan yang ada di
nusantara, maka pada penelitian ini perlu adanya batasan masalah. Hal ini juga
mempertimbangkan waktu dan kemampuan penulis yang masih sangat terbatas.
Maka, pada penelitian ini peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini
membahas tentang mantra pengobatan kepada anak-anak karena di mantra ini
terdapat berbagai macam cara pengobatan. Berkembangnya mantra-mantra dalam
sistem pengobatan melayu berkaitan erat dengan persepsi mereka dalam
pengobatan penyakit. Karena penyakit tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor
nyata tetapi disebabkan oleh hal/faktor yang tidak nyata atau ghaib. Dalam
konteks ini, keberadaan mantra sebagai fungsi pemutus hubungan antara penyakit
dengan faktor ghaib yang menjadi penyebabnya.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dilakukan oleh peneliti, maka
dapat dihasilkan beberapa rumusan masalah yang dijadikan pedoman dalam
penelitian ini. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana bentuk mantra pengobatan masyarakat Banjar di Kalimantan
Timur?
2) Bagaimana struktur pembangun mantra pengobatan sebagai mantra
masyarakat Banjar di Kalimantan Timur?
3) Bagaimana makna mantra pengobatan masyrakat Banjar di Kalimantan
10
1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data
sehingga diperoleh deskripsi yang relatif lengkap tentang bentuk dan
makna mantra masyarakat Banjar di Kalimantan Timur.
1.5.2 Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan bentuk mantra pengobatan masyarakat Banjar di
Kalimantan Timur.
b. Mendeskripsikan struktur mantra pengobatan masyarakat Banjar di
Kalimantan Timur.
c. Mendeskripsikan penyampaian makna mantra pengobatan masyarakat
Banjar di Kalimantan Timur.
1.6 Manfaat penelitian
Dari tujuan penelitian di atas, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian
ini antara lain sebagai berikut. 1.6.1 Manfaat Teoretis
Dengan adanya penelitian ini di harafkan dapat memberikan masukan bagi
jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia yang menelaah bahasa dan
budaya yang terdapat di nusantara. Menggali potensi lokal sebagai sarana untuk
mengetahui tentang kepercayaan dan sastra lisan Banjar di lingkungan masyarakat
Kalimantan Timur. Bagi peneliti sendiri sebagai tambahan pengetahuan tentang
11
budaya Kalimantan Timur bagian dari kebudayaan nasional Indonesia yang masih
mempercayai dunia mistik.
1.6.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini di harafkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran dan instansi
terkait serta sastra Banjar harus di lestarikan karena selain berfungsi sebagai
pengungkap tata nilai sosial budaya Banjar dan bermanfaat dalam penggalian
nilai-nilai religi masyarakat Banjar, melalui sastra Banjar kita dapat membuktikan
bahwa orang Banjar mahir bersastra sejak dahulu.
1.7 Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari
adanya interpresi yang salah terhadap masalah yang di teliti. Agar istilah-istilah
dalam penelitian ini lebih jelas, maka perlu dijabarkan secara operasional sebagai
berikut.
1) Sastra lisan Banjar
Sastra lisan banjar merupakan sastra yang lahir, hidup, dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat Banjar, diwariskan turun
temurun dari mulut ke mulut.
2) Mantra Banjar
Mantra Banjar merupakan salah satu sastra daerah Banjar. Dalam
perkembangannya mantra berasal dari puisi lama yang sering di ucapkan
melalui syair-syair oleh masyarakat Banjar yang kemudian mendapatkan
pengaruh berdasarkan keyakinan masyarakat penggunanya. Pada saat
12
dan dinamisme, dalam mantra Banjar pun terkandung unsur-unsur
kepercayaan animisme dan dinamisme tersebut.
3) Bentuk
Bentuk merupakan gambaran atau wujud mantra yang ditampilkan
untuk membedakan suatu jenis berdasarkan fungsi dan isinya.
4) Struktur
Strukur merupakan bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu
dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur
adalah sifat fundamental bagi setiap sistem. Identifikasi suatu struktur
adalah suatu tugas subjektif, karena tergantung pada asumsi kriteria bagi
pengenalan bagian-bagiannya dan hubungan mereka. Karenanya,
identifikasi kognitif suatu struktur berorientasi tujuan dan tergantung
pada pengetahuan yang ada. Di dalam penelitian ini struktur yang
dimaksud yaitu bagaimana cara-cara pengobatan mantra dari awal hingga
akhir pengobatan dari unsur luar maupun dari unsur dalam.
5) Makna
Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah
disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling
dimengerti (Grice dalam Bolingar dalam Aminuddin, 2003:53). Dengan
demikian makna merupakan kata-kata yang berhubungan dengan nilai rasa
dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan
yang membuat yakin hati seseorang sehingga menjadi sebuah