1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam hidupnya. Periode emas atau golden age (0-3 tahun) merupakan masa anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara cepat. Hal ini mengisyaratkan bahwa apabila anak diberikan banyak stimulus dan latihan untuk mengembangkan dirinya secara menyeluruh, maka perkembangan pada aspek kognitif, motorik, serta afektif bisa dicapai secara optimal yang akan mendukung perkembangan anak selanjutnya. Hal ini tentu saja bisa dicapai apabila anak tumbuh secara normal, berarti bahwa tidak ada gangguan yang diderita anak baik secara fisik, psikologis maupun perilakunya. Sebaliknya jika anak memiliki gangguan fisik seperti kecacatan tubuh/hendaya fisik, maupun psikologis seperti autisme, hiperaktif, enuresis, serta gangguan perilaku, maka dapat menghambat perkembangan dan pertubuhannya pula.
Perlu diketahui bahwa tidak semua anak dilahirkan dan tumbuh dalam keadaan normal. Salah satu dari mereka mengalami hambatan dalam perkembangannya, apakah secara fisik (anatomi tubuh) ataupun secara psikologis.
Begitu juga aktivitas yang dilakukan oleh anak menunjukkan perbedaan. Ada anak yang pendiam, tenang, dan nampak santai dengan lingkungan sekitarnya. Namun tidak sedikit dari mereka yang menunjukkan perilaku sebaliknya, ada anak yang selalu bergerak aktif yang tidak pernah diam dalam melakukan suatu pekerjaan dan tidak bisa berkonsentrasi pada suatu aktivitas dalam waktu yang lama.
2
anak anak misalnya saja sulit makan. Itulah hal yang sering dikeluhkan para ibu, khususnya ibu-ibu muda. Masalah makan pada anak dapat muncul pada usia berapa saja. Perilaku makan bukan sekedar memasukkan makanan ke dalam tubuh melalui mulut. Ada proses pembelajaran perilaku makan yang kemudian membawa dampak pada perkembangan psikologi anak (Devie, 2011).
Itulah sebabnya, ada beberapa penyebab mengapa anak susah makan. Oleh karena itu, masalah makan balita yang paling sering dikeluhkan orang tua adalah anak menolak makanan tertentu.Kebanyakan anak menolak makan sayur. Reaksi yang tampil, biasanya membiarkan anak tidak makan sayur dan mencari penggantinya dalam bentuk suplemen makanan atau memaksa anak makan sayur. Menggantikan sayur dengan suplemen perlu dikonsultasikan ke dokter. Jika orangtua memaksakan anak makan sayur biasanya akan menjadi sumber konflik. Lama kelamaan masalah ini akan dijadikan senjata untuk mencari perhatian atau menunjukkan pemberontakan anak.
Sering pula anak tidak ada selera makan. Namun reaksi yang ditampilkan biasanya membujuk-bujuk anak untuk makan sampai memaksa anak makan dengan tekanan. Keadaan ini seringkali menyebabkan ibu atau pengasuh merasa sangat tertekan sehingga setiap kali waktu makan timbul keengganan. Sering kali diakhiri dengan membiarkan anak makan apapun yang dia mau (Elviera, 2011).
3
terjadi tiga kali atau lebih dalam sehari (Hayes, 1998).
Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak memunculkan perilaku tantrum antara lain: keterbatasan untuk mengungkapkan diri, terhalangnya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu, kondisi fisik (lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit), anak sedang mengalami stress, merasa tidak nyaman dan pola asuh yang tidak konsisten (www.e-psikologi.com 29 April 2002).
Tantrum juga akan menjadi suatu masalah yang serius apabila digunakan sebagai satu-satunya cara pemecahan masalah favorit bagi anak untuk memperoleh keinginannya. Jika anak berhasil, maka anak cenderung akan mengulang perilaku tersebut. Melalui learning by experiencing anak mengetahui sampai batas mana orang tua tahan akan perilakunya tersebut. Jika tidak berhasil kemungkinan anak juga mencoba dengan cara yang lebih berbahaya. Karena perwujutan perilaku tantrum ini tidak hanya agresif terhadap orang lain melainkan anak mampu untuk melukai dirinnya sendiri, misalnya: membenturkan ke dinding ataupun menahan nafas.
Namun demikian perilaku ini bukannya harus dipuji atau dibiarkan, karena dengan demikian akan membuat anak menjadi berkuasa atas orang-orang di sekelilingnya. Robinson, Newby & Hill dalam buku “Tingkah Laku Negatif Anak” mengatakan bahwa tantrum merupakan eksistensi logis dari menangis dan strategi lainnya yang digunakan anak untuk memperoleh apa yang mereka inginkan dari orang tuanya (1993).
4
anak-anak, bahkan bayi sekalipun, dan berdampak buruk pada pertumbuhan mereka. Jika orang dewasa perlu tidur sekitar 6 - 8 jam per hari, maka pada bayi dibutuhkan 16 - 20 jam tidur. Pada anak balita diperlukan waktu sekitar 10 jam untuk tidur. Bila kurang dari itu, patut diwaspadai bahwa bayi atau anak tersebut mengalami masalah sulit tidur.
Sebuah lembaga penelitian kesehatan di AS melaporkan, sekitar 84 persen anak usia 1 hingga 4 tahun menderita gangguan tidur. Sementara di Indonesia, berdasarkan survei yang digelar, sekitar 51,3 persen dari 80 anak usia balita prasekolah terbukti mengalami gangguan tidur (frisianflag.com, 2011).
Menurut dr Martani Widjajanti SpA dari RSAB Harapan Kita, paling tidak 25 persen anak usia 1 - 8 tahun mengalami gangguan sulit tidur. Pada anak-anak usia 8 - 9 tahun sekitar 10-20 persen mengalami sulit tidur. Ada indikasi kuat, bahwa interaksi sosial dan karakteristik temperamen individu anak memegang peranan penting dalam kualitas tidur. Penelitian menunjukkan bahwa tipe kepribadian yang emosional tampaknya berhubungan dengan masalah tidur (ibudanbalita.com, 2010).
Dr Attila Dewanti SpA dari Brawijaya Women and Children Hospital mengatakan bahwa gejala yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami sulit tidur adalah sulit bangun pada pagi hari, sering tidur larut, emosional, impulsive, rewel, dan mudah frustasi. Gejala tersebut biasanya dialami anak dengan ADHD atau gangguan komunikasi dan interaksi, misalnya autisme. Kebanyakan anak yang menunjukkan gejala tersebut berusia lebih dari 2 tahun, karena pada usia tersebut gejala ADHD sudah lebih tampak.
Begitu pula dengan permasalahan yang berhubungan dengan toilet
training. Adapun permasalahan mengompol yang seringkali terjadi pada anak
5
melakukan toilet training sejak dini. Pada umumnya anak mulai toilet training pada usia 2 tahun (pondokibu.com, 2011).
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat
primer dan fundamental (Zulkarnaen, 2009). Artinya, orangtua memegang
peranan yang sangat penting terhadap perkembangan anak menjadi manusia
dewasa dan berkualitas (Bayu, 2008). Keluarga yang gagal memberi cinta kasih
dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan
kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan
suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau
tersesat jalannya (Zulkarnaen, 2009). Karena itulah, orangtua perlu mengetahui
kompetensi dalam pengasuhan terbaik yang bisa diterapkan kepada anaknya
sehingga bisa terbentuk karakter yang positif (Utami, 2010).
Menjadi orangtua adalah pekerjaan yang sangat berat dan tiada henti
(terangdunia.com). Mereka diharapkan dapat melakukan pekerjaan sebagai
orangtua dengan baik. Selain itu, menjadi orangtua akan menjadi pengalaman
yang positif dalam membesarkan dan menyesuaikan diri dengan anak. Untuk
melakukan hal ini, orangtua perlu membantu anak dalam mengembangkan
keterampilan yang mereka butuhkan untuk mencapai potensi yang diinginkan.
Keterampilan ini mencakup kemampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan
anak, berhubungan baik dengan orang lain, mencoba untuk membuat mereka
mengelola emosi lebih baik dan tentang pertumbuhan mereka. Kebanyakan orang
tua sangat senang dengan usaha mereka dalam membantu anak dalam
mengembangkan keterampilan hidup yang bebas konflik, aman, dan penuh kasih.
6
yakin dalam peran mereka sebagai orangtua menemukan manfaat dan memuaskan
(Sanders, Dadds, and Turner, 1996).
Permasalahan pengasuhan yang selama ini terjadi dalam keluarga di
Indonesia adalah ketidak mampuan melepaskan diri dari keterikatan hubungan
peran orang tua dengan keluarga besar (kakek dan nenek). Masalah ekonomi
hanya salah satu penyebab, namun sebenarnya lebih kepada permasalahan
emosional seperti merasa diri terbuang apabila tidak melekat (hubungan
dekat/adanya kelekatan) dalam keluarga besar. Hal ini menyebabkan orangtua
memiliki perasaan tidak berguna karena tidak mampu berperan bagi keluarganya.
Sehinga, kakek dan nenek juga memiliki peran langsung dalam pengasuhan anak
(Bhayu, 2009).
Permasalahan lainnya yang biasanya terjadi dalam pengasuhan yang ada
dalam keluarga di indonesia seperti ketidak mampuan orangtua belajar dari orang
lain atau lingkungan, keengganan untuk memahami karakter anak (Supeno, 2009),
orangtua tidak memiliki kesiapan secara psikologis serta kecenderungan berkecil
hati ketika mengasuh anak (Rossetti, 2010), rasa bersalah orangtua karena
pekerjaan (theasianparent.com, 2010), penerapan aturan rumah yang tidak
konsisten, kurangnya waktu berkualitas bersama keluarga (kompas.com, 2010),
serta kecenderungan untuk memanjakan anak (Zulkarnaen, 2009). Selain itu,
lingkungan tempat tinggal dan berinteraksi orang tua dan anak juga memiliki
pengaruh dalam mengasuh anak, seerti kondisi sosial ekonomi yang lebih luas
(Kurniawan, 2010).
Jelaslah bahwa permasalahan perilaku anak sangat dipengaruhi oleh
7
keluarga sangatlah penting karena merupakan lingkungan pertama, lingkungan
primer. Apabila lingkungan keluarga tidak harmonis yaitu menglami hal-hal yang
telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebabkan perceraian,
dan perang dingin yang terjadi pada orang tua serta kesalahan pendidikan akan
berpengaruh kepada anak yang dapat menimbulkan permasalahan anak.
Bagaimanapun permasalahan anak harus dilakukan pengendalian karena apabila
berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada masa yang
akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan anak juga harus
dilakukan dari lingkungan anak tersebut (Zulkarnaen, 2009).
Tindakan penanganan ataupun pengendalian permasalahan anak dapat
bersifat preventif dan represif (Zulkarnaen, 2009). Adapun dalam penelitian ini
lebih bersifat preventif. Dari penelitian yang dilakukan oleh Zubrick dan Robert
pada tahun 2005 dan 2006 ditemukan metode penanganan diantaranya adalah
group behavioral family intervention atau biasa disebut BFI dengan memberikan parent training (pelatihan orangtua) untuk memperbaiki peran orangtua yang bermasalah dan lebih fokus pada permasalahan peran keluarga. Hasil dari
penelitian ini menjelaskan adanya perubahan peran orangtua yang lebih positif
dan menurunnya permasalahan dari 83% menjadi 43%. Namun dalam penelitian
ini, kompetensi pengasuhan belum menjadi fokus perhatian dan intervensi.
Selain itu, penelitian lainnya yang menggunakan parent training juga dilakukan oleh Caroline dkk (2007) memberikan parent training untuk mengelola
kemarahan dan agresivitas antara orangtua dan anak. Pada penelitian ini
menyatakan bahwa metode ini dapat meningkatkan sosialisasi anak dan
8
anak berlatih secara terpisah untuk mengelola amarah dan agresivitas. Jika
dilakukan bersama-sama (orangtua dan anak), mereka dapat berlatih secara nyata
dan saling memberikan dukungan. Selain itu, kompetensi orangtua kurang
mendapatkan perhatian khusus.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Melissa dkk (2007) tentang parent
training yang dilakukan untuk perilaku sosial pada orangtua, pelatihan paralel keterampilan sosial anak dan orangtua serta pemecahan masalah sosial pada
orangtua dan fungsi emosi anak. Pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan diantara kelompok kontrol maupun eksperimen. Hal ini
dikarenakan adanya beberapa faktor yang tidak dapat dikendalikan diantaranya
faktor sosio-emosional pada orangtua. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya
menitikberatkan pada keterampilan sosial tanpa memperhatikan kompetensi
pengasuhan yang harus dimiliki orangtua.
Pada tahun 1999 Sanders mengembangkan sebuah program parent training yaitu Positif Parenting Program (Triple-P) di Queensland Unversity Brisbane Australia. Triple-P ini adalah sebuah program parent training yang beriorientasi pada proses pengasuhan dan strategi dukungan keluarga berdasar
pada kompetensi orangtua yang bertujuan untuk mencegah munculnya
permasalahan perilaku, emosional, dan permasalahan perkembangan pada anak.
Triple-P lebih menekankan pada bagaimana orangtua berlatih untuk meningkatkan peran mereka terhadap anak (Sanders, 2002). Program ini
dipandang sebagai pendekatan kesehatan masyarakat secara umum untuk lebih
meningkatkan kompetensi pengasuhan pada orangtua (Sanders, 2008).
Markie-9
Dadds (2002) memberikan salah satu level dari triple P yaitu Standart Triple-P
(level 4) pada target komunitas yang memiliki keluhan tentang permasalahan
perilaku anak mereka. Hasil dari penelitian ini kelompok eksperimen
menunjukkan adanya penurun secara signifikan dari permasalahan anak sebesar
28 % dari kondisi awal, sedangkan kelompok waitlist mengalami penurun sebesar
16%.
Selain itu, Leung dkk (2003) melakukan penelitian tentang Group Triple-P
pada komunitas orangtua berkewarganegaraan cina yang memiliki keluhan
permasalahan perilaku merusak pada anak. Hasil dari penilitian yang dilakukan
Leung menunjukkan penurunan permasalahan perilaku merusak pada anak yang
awalnya 28% menjadi 20 %.
Penelitian yang dilakukan dalam rangka pengembangan program ini
Sanders dkk (2004) memberikan intervensi Triple-P pada orangtua yang mengalami kesulitan dalam mengatur kemarahan pada saat berinteraksi dengan
anak usia prasekolah mereka. Pada penelitian ini terdapat penuruan tingkat
rata-rata kemarahan dari 91,03% menjadi 72, 51%, sedangkan kompetensi pengasuhan
dimensi kepuasan (satisfaction) dari 30% menjadi 37% dan kecukupan diri
(efficacy) dari 22% menjadi 28%. Perubahan ini terjadi selama beberapa minggu
setelah menjalani program. Hal ini menunjukkan bahwa Triple-P memberikan
kontribusi yang postif pada orangtua untuk meningkatkan kompetensi pengasuhan
yang dapat mereka aplikasikan dalam situasi nyata.
10
positif dalam perilaku orangtua dan anak. Perubahan ini diketahui dengan adanya
perubahan skor dari skala yang digunakan untuk mengukur indikator penelitian
sebesar 38 % dari kondisi awal.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan menggunakan metode Triple-P
(Positive Parenting Program), target populasinya adalah orang tua yang memiliki keluhan-keluhan tentang perilaku atau perkembangan anak mereka serta
pengembangan pengasuhan yang memerlukan pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi pengasuhan. Adapun kemungkinan target perilaku dalam Triple-P adalah kesulitan mengatur jam tidur rutin, temper tantrum, masalah perilaku
waktu makan, ataupun tentang toilet training (Sanders, 1990).
Dari penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana Triple-P (Positive Parenting Program) dapat meningkatkan kompetensi pengasuhan (parenting competence) pada orangtua.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkankan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah Triple-P (Positive Parenting Program) dapat meningkatkan kompetensi Pengasuhan orangtua.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
Triple-P (Triple-Positive Parenting Program) dapat meningkatkan kompetensi pengasuhan (parenting competence) pada orangtua.
11 D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang baik adalah hasilnya dapat memberikan kontribusi
konstruktif bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yaitu bagi:
1. Orang tua, dengan tujuan agar mendapatkan pemahaman dan pengetahuan
tentang positive parenting untuk meningkatkan kompetensinya dalam mengasuh anak. Selain itu, memberikan pengertian kepada orangtua
pentingnya peran mereka menjadi sumber informasi dan dukungan utama
anak.
2. Peneliti bidang psikologi khususnya permasalahan pengasuhan anak untuk
dapat mengaplikasikan positive parenting sebagai alternatif peningkatan kompetensi pengasuhan orangtua dalam menghadapi berbagai masalah
perilaku anak.
i
Triple-P (Positive Parenting Program) Untuk Meningkatkan
Kompetensi Pengasuhan (Parenting Competence) Orangtua
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajad Magister Psikologi
Oleh:
MINARTI SRIMULYANTI 07820015
Disusun oleh:
Minarti Srimulyanti
07820015
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
ii
TESIS
Dipersiapkan dan disusun oleh:
NIRMA YULLIDYA
Nim: 07820020
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal:
24 September 2011
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua : ______________________________________
_________________
Sekretaris : ______________________________________
_________________
Penguji I : ______________________________________
_________________
TESIS
Dipersiapkan dan disusun oleh:
MINARTI SRIMULYANTI
Nim: 07820015
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal:
24 September 2011
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua : Prof. Dr. Sofia Retnowati, MS, Psi _________________
Sekretaris : Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, Psi _________________
Penguji I : Dr. Wisnu Martani, SU, Psi _________________
iii
TRIPLE-P (POSITIVE PARENTING PROGRAM) UNTUK MENINGKATKAN
KOMPETENSI PENGASUHAN (PARENTING COMPETENCE) ORANGTUA
Yang diajukan oleh:
MINARTI SRIMULYANTI
Nim: 07820015
Telah disetujui
Tanggal,
24 September 2011
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Prof. Dr. Sofia Retnowati, MS, Psi Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, Psi
Direktur Ketua Program Studi Program Pasca Sarjana Magister
iv
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan, kecuali ucapan
alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul Pengaruh Selected Triple P (Positive
Parenting Program) untuk Meningkatkan Kompetensi Pengasuhan (Parenting Competence) orangtua sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi di Universitas Muhammadiyah
Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa
kelancaran penyusunan laporan ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan
dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Latipun, M.Kes selaku Direktur Pendidikan Pasca Sarjana Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Yudi Suharsono, M.Si, Psi selaku Ketua Program Magister Profesi Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Prof. Dr. Sofia Retnowati, MS, Psi sebagai Pembimbing I yang sudah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan pada
penulis hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
4. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, Psi sebagai Pembimbing II yang dengan
sabar memberikan pengarahan dan petunjuk kepada penulis yang memerlukan
beberapa kali penjelasan hingga penulis mampu memahaminya.
5. Dr. Wisnu Martani, SU, Psi dan Yudi Suharsono, M.Si, Psi sebagai Penguji
yang telah memberikan pengarahan dan saran pengembangan demi perbaikan
pada penulis.
6. Keluarga penulis, Ayah Danip, Mama Rini dan adik-adik tercinta (Arif, Trista,
April) yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
7. Rachmat Bagus Setiawan, SE sebagai suami dan keluarga tercinta yang telah
bersabar dan memberikan saran serta dukungan bagi penulis untuk segera
v
8. Hudaniah, M.Si, Psi dan Dra. Siti Suminarti Fasikha, M.Si yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan kepada peneliti agar tidak mudah
menyerah dalam penyelesaian tesis ini.
9. Subjek Penelitian telah memberikan bekerjasama dengan penulis untuk
mengadakan penelitian.
10. Kepala sekolah TK ABA 01 Batu dan guru-guru yang telah memberikan ijin
kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian dilingkungan sekolah.
11. Teman-teman angkatan 2007 Magister Profesi Universitas Muhammadiyah
Malang, terima kasih atas dukungan yang selama ini diberikan kepada penulis.
12. Teman-teman di PLP yang setia memberikan saran dan dukungan terutama
mbak Vika Puspitasari, S.Psi.
13. Ratna Puspitasari, S.Psi dan segenap petugas Partime Happy dan Nepi TU
Pascasarjana Magister Profesi UMM yang selalu sabar memberikan pelayanan
kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, oleh karenanya
saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis hargai dan harapkan. Semoga
Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada kita semua. Amin.
Malang, 9 Agustus 2011
Penulis,
vi
D. Manfaat Penelitian ..………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
A. Kompetensi Pengasuhan (Parenting Comtepence) ………..
1. Pengertian ……….
2. Indikator Parenting Competence ...………...
3. Bentuk-Bentuk Kompetensi Pengasuhan ………..
B. Triple-P (Positive Parenting Program) ...………...
1. Pengertian ……….
2. Dasar Teori Triple-P …...……….
3. Aspek Utama dalam Positive Parenting Program …………...
4. Kelebihan dari Triple-P ...
5. Target Populasi dalam Triple-P ...
6. Target Permasalahan Perilaku anak ………..
7. Sesi dalam Triple-P ...
8. Indikator kunci Triple-P ...
9. Alasan menggunakan Triple-P ...
C. Hipotesis ...
BAB III METODE PENELITIAN ...
A. Rancangan Penelitian ………...
B. Variable Penelitian ………..
vii
1. Identifikasi variabel ...
2. Definisi operasional variabel penelitian ...
C. Subjek penelitian .………...
D. Metode Pengumpulan Data ……….
1. Jenis data dan instrumen penelitian Parenting Sense of
Competence (PSOC) ...
2. Observasi ...
E. Metode Pengukuran data ………....…….
F. Metode Analisa data ...
G. Rancangan Pelatihan ...………...
H. Prosedur Pelatihan ...
I. Metode Penilaian ...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Identitas Subjek ...
B. Deskripsi Sata Sebelum Pelatihan Skala Parenting Sense of Competence (Kompetensi Pengasuhan) ... C. Pelaksanaan Pelatihan ...
viii a. Kelompok Eksperimen ...
1) Pre test – Post Test ...
Kontrol Skor PSOC (Parenting Sense of Competence) ...
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1
Gambar. 2 :
:
Kerangka Berfikir ...
Contoh Pernyataan PSOC ... 24
x
Skala PSOC / Kompetensi Pengasuhan ...
Penilaian PSOC ...
Sebaran Item PSOC yang valid ...
Identitas Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen ...
Identitas Subjek Penelitian Kelompok Kontrol ...
Rangkuman Data Skor Pre Test Skala Parenting Sense of Competence (kompetensi pengasuhan) Kelompok Eksperimen dan Kontrol ...
Hasil Analisa data pretest, posttest dan follow- up kelompok
xi
DAFTAR PUSTAKA
Afable, R. (2010). Rasa bersalah orangtua yang bekerja, karier atau mengasuh anak. Diakses dari: http://id.theasianparent.com/articles/rasa-bersalah-orangtua-yang-bekerja
Alviera. (2011). Perilaku makan anak. Diakses dari
http://alvieracuteshop.wordpress.com/2011/03/16/perilaku-makan-anak/
Ammerman, R.T & Hersen, M. (1997). Handbook of prevention and treatment with children and adolescents: Intervention in the real worl contect. John wiley & Sons, Inc. Canada: USA.
Bayu, S.H. (2008). Adalah hebat menjadi orangtua yang baik. Diakses dari:
http://netsains.com/2008/09/adalah-hebat-menjadi-orang-tua-yang-baik/
Bhayu, MH. (2009). Masalah orangtua & pengasuhan anak. Diakses dari:
http://lifeschool.wordpress.com/2009/12/05/masalah-orangtua-pengasuhan-anak/
Berkowitz, B.P & Graziano, A.M. (1972). Training parents as behavior therapis: review. Pergamon Press. England.
Bogenschneider, K., Small, S.A & Tsay, J.C. (1997). Child, parent, and contextual influences on percieved parenting competence among parents of adollescents. Journal of Marriage and the family. University of Wisconsin – Madison. ProQuest Religion.
Bornstein, M.H. (2002). Handbook of parenting. volum 2 : biologi and ecology of parenting. Second Edition. Lawrence Erlbaum Inc. New Jersey. London. Bornstein, M.H. (2002). Handbook of parenting. volum 4 : social conditions and
applied parenting. Second Edition. Lawrence Erlbaum Inc. New Jersey. London.
Cohen, D. (1993). The development of play 2nd ed. Routledge. Great Britain Canada: USA.
Flannery, D.J., Vazsonyi, A.T & Waldan, I.D. (2007). The cambrige hanbook of violent behaviour and aggression. Cambrige University Press. New York. Gilmore, L., Cuskelly, M. (2008). Factor strusture of the parenting sense of
competence scale using a normative sample. Journal Compilation. Blackwell Publishing Ltd. Australia.
xii
Knoche, L L., Givens, J E & Sheridan, S M. (2007). Risk and protective factors for children od adolescents: maternal depression and parental sense of competence. Journal Child and Family Studies. Springer Science. USA. Kurniawan, I.N. (2010). Pendidikan pengasuhan. Diakses dari:
http://kurniawan.staff.uii.ac.id/2010/02/21/pendidikan-pengasuhan/
Latipun. (2002). Psikologi eksperimen. Malang: UMM press.
Luster, T & Okagaki, L. (2005). Parenting: an ecological perspective. Chapter 10. Lawrence Erlbaum Inc. Mahwah. New Jersey. London.
Margaret, B. (2000). Focus on early childhood: priciples and realities-chapter 11 – family stress and family suport. Blackwell Science Ltd. UK.
Martin, A.J., & Sanders, M.R. (2003). Balancing work family: a controlled evaluation of the triple p- positive parenting program as a work-site intervention. child and adolescent mental health, volum 8(4), 161-169.
Diakses dari:
http://www.psfc.eq.edu/papers/child_and_adolescent_mental_health_8%28
4%29_161-169.pdf.
Papatheodorou, T. (2005). Behaviour problems in the early years: a guide for understanding and support. Chapter 2. Routledge Falmer. London & New York.
Pistermen,S., Firestone, P., McGrath, P., Goodman, JT., Webster, I., Mallory, R & Goffin, B. (1992). The effects of parent training on parenting stress and sense of competence. Canadian Journal of Bhevioral Science. USA.
Roberts, C., Mazzucchelli, T., Studman, L., & Sanders, M.R. (2006). A randomized control trial of behavioral family intervention for children with developmental disabilities and behavioral problems. Jurnal of Clinical Child and Adolescent Psychologi, 35(2), 180-193. Diakses dari:
http://www.psfc.eq.edu.au/papers/2006BehavioralFamilyIntervention.pdf.
Rossetti. (2010). Percaya Diri Dan Siap Mental Jadi Orang Tua. Diakses dari:
http://www.untukku.com/artikel-untukku/percaya-diri-dan-siap-mental-jadi-orang-tua-untukku.html
Sanders, R.M., Dadds, C.M & Turner, K.M. (1996). Positive parenting booklet. Triple P International Pty Ind. Australia.
xiii
Sanders, R.M., Dadds, C.M & Turner, K.M. (1996). Positive parenting tip sheet; raising confidence and competent children. seminar series. Triple P International Pty Ind. Australia
Sanders, M.R. (1999). Triple-P (positive parenting program): towards an empirically validated multilevel parenting and family support strategy for the prevention of behavioural and emotional problems in children. clinical child and family psychology review. 2. 71-90. Diakses dari:
http://www.psfc.uq.edu/papers/ClinicalChildAndFamilyPsychologyReview _2.pdf
Sanders, M.R., Markie-Dadds, C., & Turner, K.M.T. (2003). Theoritical, scientific and clinical foundations of the triple p- positive parenting program: a population approach to the promotion of parenting competence. Parenting research and Practice Monograph, 1(1), 1-21. Diakses dari: http://www.psfc.uq.edu/papers/monograph_1.pdf.
Sanders, M.R., Pidgeon, A. Gravestock, F., Connors, M.D., Brown, S., & Young, R.M. (2004). Does parental attributional retraining and anger management enhance the effect of the Triple P- Positive Parenting Program with parents at-risk of child maltreatment? Behavior Therapy, 35
(3), 513-535. Diakses dari:
http://www.psfc.uq.edu.au/papers/2004DoesParentalAttributionalRetrainin g.pdf
Schroeder, C.S & Gordon, B.N. (2002). Assesment and treatment of childhood problems: a clinician’s guide. 2nd edition. The Guilford Press. New York. America.
Shapiro, J.R & Mangelsdorf, S.C. (1994). The determinans of parenting competence in adolescent mothers. Journal of Youth and Adolescent. ABI/Inform Global. Plenum Publishing. USA.
Sunanto, J., Takeuchi, K & Nakata, H. (2005). Pengantar penelitian dengan subjek tunggal. Center for Research on International in Educational Development (CRICED). University of Tsukuba. Japan.
Zayas, L.H., Jankowski K.R.B & McKee, M.D. 2005. Parenting competency across pregnancy and postpartum among urban minority woman. Journal of Adult Development. Springer Science. USA.