• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak investasi modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak investasi modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK INVESTASI MODAL MANUSIA

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

INDONESIA

TOMMY HADIYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

TOMMY HADIYANTO. The Impact of Human Capital Investment on

Indonesia‟s Economic Growth. Under direction of RINA OKTAVIANI and ALLA ASMARA.

Many studies of economic growth in advanced countries confirm the importance of human capital investment. These statistical investigations indicate that output has increased at a higher rate than can be explained by only the inputs of labor and physical capital. The purpose of this study is to analyze the impact of human capital investment on the Indonesian macro economics and sectoral performances by using the Computable General Equilibrium (CGE) model. The results show that an increase in human capital investment by government (both capital and non-capital expenditures) will have positive effects on several economic indicators such as real GDP, household consumption, and real wage. While in sectoral performances, it will increase all sectoral output and labor demand.

(6)
(7)

RINGKASAN

TOMMY HADIYANTO. Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan ALLA ASMARA.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi yaitu modal fisik dan tenaga kerja. Dalam perkembangan literatur ekonomi pembangunan, selain faktor-faktor produksi tersebut, modal manusia juga terbukti merupakan faktor yang sangat penting dan memainkan peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Modal manusia sangat dipengaruhi oleh permasalahan pendidikan dan kesehatan. Hal ini dikarenakan pendidikan dan kesehatan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia tentunya memiliki potensi modal manusia yang sangat besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, proporsi terbesar dari keseluruhan penduduk yang bekerja didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Sedangkan jika ditinjau berdasarkan tingkat kesehatan dengan menggunakan indikator angka harapan hidup, Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain. Kondisi modal manusia Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan 34.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi di Indonesia dan (2) mengidentifikasi dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kinerja ekonomi sektoral di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan Model Keseimbangan Umum/Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOMINI (Oktaviani 2011) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge 2001). Terdapat 15 blok persamaan yang digunakan dalam model INDOMINI. Pada penelitian ini, yang membedakan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan dibedakan menurut jenis belanja, yaitu belanja modal dan bukan modal (belanja rutin). Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan perbandingan efektivitas kebijakan pemerintah pada kedua jenis belanja tersebut. Perbedaan lainnya adalah disagregasi Tabel I-O updating tahun 2008 pada sektor jasa sosial kemasyarakatan dan disagregasi upah menurut tingkat pendidikan. Perbedaan juga terdapat pada spesifikasi model dengan menambahkan variabel produktivitas tenaga kerja ke dalam model INDOMINI.

(8)

memberikan shock pada peubah produktivitas tenaga kerja (a1lab) sebesar 0,68% yang diakibatkan oleh peningkatan belanja rutin.

Simulasi kebijakan investasi modal manusia terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia menunjukkan bahwa secara umum, dampak yang dihasilkan oleh investasi modal manusia melalui belanja modal pemerintah memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan investasi modal manusia melalui belanja rutin pemerintah. Investasi modal manusia yang dilakukan pemerintah, baik melalui belanja modal maupun belanja rutin menyebabkan peningkatan PDB riil.

Peningkatan output yang terjadi akibat investasi modal manusia akan berdampak pada penawaran/supply barang dan jasa yang ada di pasar. Sesuai dengan mekanisme pasar yang kompetitif, penambahan supply barang dan jasa yang tersedia semakin mendorong turunnya harga barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar (supply-side deflation). Penurunan variabel indeks harga konsumen dan deflator PDB menunjukkan indikasi terjadinya deflasi yang diakibatkan oleh investasi modal manusia.

Dampak simulasi terhadap ketenagakerjaan dapat ditinjau melalui perubahan upah tenaga kerja yang terjadi. Peningkatan belanja modal pemerintah untuk investasi modal manusia (simulasi 1) mengakibatkan upah tenaga kerja di semua tingkat pendidikan mengalami peningkatan. Peningkatan upah yang terjadi disebabkan karena peningkatan output agregat yang mengakibatkan permintaan faktor input komposit oleh produsen juga meningkat. Peningkatan permintaan tenaga kerja sebagai salah satu faktor input akan mengakibatkan peningkatan upah baik secara nominal dan riil dalam jangka panjang.

Secara sektoral, investasi modal manusia yang dilakukan pemerintah baik melalui belanja modal maupun belanja rutin berdampak terhadap peningkatan output dan penurunan tingkat harga, dimana belanja modal memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan belanja rutin. Sedangkan pada penyerapan tenaga kerja sektoral, dari 31 sektor penelitian terdapat 8 sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja. Investasi modal manusia juga mengakibatkan bergesernya komposisi tenaga kerja dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja berpendidikan tinggi pada jangka panjang.

Berdasarkan hasil penelitian, implikasi kebijakan yang dapat disarankan, adalah: (1) Pemerintah perlu melakukan peningkatan anggaran pada sektor pendidikan dan kesehatan. Tetapi mengingat pengaruh dari belanja modal lebih baik dibandingkan dengan belanja rutin, maka pemerintah harus lebih memfokuskan pada peningkatan anggaran untuk belanja modal. (2) Pemerintah perlu merumuskan suatu kebijakan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dengan mempertimbangkan peningkatan penyerapan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan yang diakibatkan oleh investasi modal manusia. (3) Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pada spesifikasi model penelitian dibedakan produktivitas tenaga kerja (a1lab) dan elastisitas faktor primer (SIGMA1PRIM) menurut tingkat pendidikan sehingga dapat lebih menggambarkan perubahan permintaan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

DAMPAK INVESTASI MODAL MANUSIA TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

TOMMY HADIYANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian : Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Nama : Tommy Hadiyanto NRP : H151104464 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Ketua

Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul

“Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. selaku anggota komisi pembimbing, yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.Ec. selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPS) IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB, semua dosen yang telah mengajar penulis, dan rekan-rekan yang senantiasa membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada istri tercinta Vina Eka Andriyani, S.ST., kedua buah hati penulis: Farah Nabila Hadiyanto dan Rafif Zaidan Hadiyanto, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan do‟a dan dukungan yang tak terkira sejak awal perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini maka hanya penulis yang bertanggung jawab. Kiranya hanya Allah SWT yang akan memberikan balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan penelitian.

Bogor, September 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta Selatan pada tanggal 12 Juli 1977 dari pasangan Bapak Soeroto (Alm) dan Ibu Djamainah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis diterima menjadi mahasiswa Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 1998. Selesai pendidikan Diploma III, penulis menjalani ikatan dinas pada BPS Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.

Pada tahun 2001, penulis mendapatkan kesempatan untuk tugas belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dalam rangka menyelesaikan pendidikan Diploma IV. Setelah lulus Diploma IV pada tahun 2002, penulis ditugaskan pada Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara pada Bidang Statistik Distribusi. Pada tahun 2003, penulis dipindahtugaskan ke BPS Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Tinjauan Teori ... 11

2.1.1 Konsep Modal Manusia ... 11

2.1.2 Investasi Modal Manusia ... 11

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar ... 13

2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow ... 17

2.1.5 Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan Endogen ... 19

2.1.6 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian ... 22

2.1.7 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 23

2.1.8 Teori Model Keseimbangan Umum (General Equilibrium) ... 25

2.2 Penelitian Terdahulu ... 31

2.3 Kerangka Pemikiran... 34

2.4 Hipotesis Penelitian ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.2 Metode Analisis ... 37

3.2.1 Model Computable General Equilibrium (CGE) ... 37

3.2.2 Sistem Persamaan Model INDOMINI ... 39

3.3 Simulasi Kebijakan ... 53

IV. GAMBARAN UMUM ... 59

4.1 Modal Manusia ... 59

4.2 Investasi Modal Manusia ... 64

4.3 Kondisi Perekonomian ... 69

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 75

5.1 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Kinerja Ekonomi Makro ... 75

5.2 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral ... 78

(20)

5.2.2 Dampak Investasi Modal Manusia terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja Sektoral ... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 87

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi

yang ditamatkan di Indonesia tahun 2006-2011 ... 3

2 Angka harapan hidup Negara-negara ASEAN tahun 2006-2011 ... 4

3 Produktivitas menurut lapangan usaha Indonesia tahun 2011 ... 7

4 Peubah eksogen yang digunakan dalam model INDOMINI ... 53

5 Pengeluaran pemerintah pusat pada sektor pendidikan dan kesehatan serta peningkatannya di Indonesia tahun 2011-2012 (milyar rupiah) ... 56

6 Besaran shock investasi modal manusia pendekatan produktivitas tenaga kerja ... 57

7 Perkembangan struktur umur penduduk Indonesia tahun 1971-2010 (persen)... 59

8 Human Development Index (HDI) negara-negara ASEAN tahun 2007-2011 ... 62

9 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan 31 sektor di Indonesia tahun 2008 ... 71

10 Dampak investasi modal manusia terhadap beberapa variabel indikator makroekonomi ... 76

11 Dampak investasi modal manusia terhadap output domestik dan tingkat harga sektoral ... 80

12 Dampak investasi modal manusia melalui belanja modal terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral ... 84

13 Dampak investasi modal manusia melalui belanja rutin terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral ... 85

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hubungan antara rata-rata lama sekolah (tahun) dan angka harapan hidup (tahun) dengan PDB per kapita (juta rupiah) Indonesia tahun 2010. ... 2

2 Pengeluaran fungsi pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan daerah tahun 2007-2011. ... 5

3 Trade-off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan sekolah. ... 13

4 Investasi aktual dan break-even. ... 19

5 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua faktor produksi. ... 27

6 Production Possibility Curve (PPC). ... 28

7 Diagram Edgeworth Box untuk kasus dua komoditas dan dua individu. ... 29

8 Keseimbangan sektor produksi dan konsumsi. ... 31

9 Kerangka pemikiran penelitian. ... 34

10 Aliran database INDOMINI ... 38

11 Struktur produksi berjenjang. ... 43

12 Struktur permintaan konsumen berjenjang. ... 47

13 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Indonesia tahun 2011. ... 60

14 Angka harapan hidup dan rata-rata lama sekolah di Indonesia tahun 2006 – 2010. ... 61 15 Peringkat daya saing serta indikator kesehatan dan pendidikan dasar

beberapa negara tahun 2011. ... 64

16 Proporsi anggaran pendidikan terhadap total APBD per provinsi di Indonesia tahun 2010. ... 65

(24)

18 Proporsi anggaran kesehatan terhadap total APBD per provinsi di Indonesia tahun 2010. ... 67

19 Persentase Pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan terhadap PDB negara-negara ASEAN tahun 2009. ... 68

20 Laju pertumbuhan PDB Indonesia menurut lapangan usaha tahun 2005-2011. ... 69

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Set header array pada Model INDOMINI ... 93

2 Klasifikasi 31 sektor penelitian ... 94

3 Blok persamaan pada file input tablo Model CGE INDOMINI ... 96

4 Hasil estimasi persamaan fungsi produktivitas menggunakan Eviews 6.0 ... 109

5 Dampak investasi modal manusia terhadap stok modal dan biaya produksi per unit ... 110

6 Dampak investasi modal manusia melalui belanja modal terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral ... 111

(26)
(27)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada ketersediaan

faktor-faktor produksi yaitu modal fisik (physical capital) serta tenaga kerja

(labor). Semakin tinggi investasi yang dilakukan pada modal fisik dengan

dukungan tenaga kerja yang memadai akan meningkatkan output suatu negara.

Konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh Solow (1956) dengan

menambahkan faktor kemajuan teknologi sebagai bagian dari faktor produksi.

Konsep yang dikenal dengan model pertumbuhan Solow ini menunjukkan

bagaimana pertumbuhan persediaan modal fisik, tenaga kerja, dan kemajuan

teknologi berinteraksi dalam perekonomian.

Namun dalam perkembangan literatur ekonomi pembangunan, selain

faktor-faktor produksi yang dinyatakan dalam model pertumbuhan Solow, modal

manusia (human capital) juga terbukti merupakan faktor yang sangat penting dan

memainkan peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Schultz (1961), Romer

(1986), serta Mankiew et al. (1992) menunjukkan bahwa modal manusia merupakan faktor produksi yang terpisah dan sejajar dengan modal fisik serta

berbeda dengan tenaga kerja. Modal manusia juga dapat membantu menjelaskan

mengapa tingkat pengembalian investasi modal fisik tidak setinggi yang

diprediksi model Solow pada negara-negara yang miskin (Ray 1998).

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa modal manusia sangat

dipengaruhi oleh permasalahan pendidikan dan kesehatan. Hal ini dikarenakan

pendidikan dan kesehatan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi

melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja.

Pendidikan dan kesehatan disamping berkaitan erat dengan pembangunan

ekonomi juga memiliki hubungan yang erat di antara keduanya. Di satu sisi,

modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian investasi

yang dicurahkan untuk pendidikan, karena kesehatan merupakan faktor penting

agar seseorang bisa hadir di sekolah. Di sisi lain, modal pendidikan yang lebih

baik dapat meningkatkan pengembalian atas investasi dalam kesehatan, karena

(28)

66

PDB per kapita (juta rupiah)

A

PDB per kapita (juta rupiah)

R

menggunakan rata-rata lamanya sekolah sebagai pendekatan pendidikan dan

angka harapan hidup sebagai pendekatan kesehatan, menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang positif antara modal manusia dengan PDB per kapita. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan dimana investasi pada sektor pendidikan dan

kesehatan meningkatkan produktivitas manusia, sehingga menghasilkan output

per orang yang lebih tinggi. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa dengan

menggunakan pendekatan yang sama seperti yang dilakukan Hayami dan Godo

(2005), modal manusia di Indonesia juga memiliki korelasi yang positif dengan

PDB per kapita.

Sumber: BPS, 2011 (diolah).

Gambar 1 Hubungan antara rata-rata lama sekolah (tahun) dan angka harapan hidup (tahun) dengan PDB per kapita (juta rupiah) Indonesia tahun 2010.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia

setelah China, India, dan Amerika Serikat (Population Reference Bereau 2011)

tentunya memiliki potensi modal manusia yang sangat besar untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah

penduduk Indonesia lebih dari 237 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sebanyak

(29)

3

yang bekerja adalah sebanyak 111,28 juta jiwa. Namun jika dilihat berdasarkan

tingkat pendidikan, proporsi terbesar dari keseluruhan penduduk yang bekerja

didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah.

Dari Tabel 1 dapat dilihat, bahwa walaupun terjadi tren yang menunjukkan

pergeseran komposisi dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja

berpendidikan tinggi dari tahun 2006 sampai 2011, namun kondisi ini tetap

menunjukkan dengan jelas adanya ketimpangan antara ketersediaan tenaga kerja

terdidik dengan yang tidak terdidik. Persentase tenaga kerja berpendidikan rendah

(lulusan SLTP ke bawah) mencapai 68,27 persen, sedangkan lulusan SLTA ke

atas hanya sebesar 31,73 persen. Dengan kata lain, jumlah tenaga kerja yang

berpendidikan rendah masih menjadi mayoritas penyumbang tenaga kerja di

Indonesia.

Tabel 1 Persentase penduduk yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Indonesia tahun 2006-2011

Tingkat Pendidikan

yang Ditamatkan

2006 2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Tidak/Belum Tamat SD

17,90 18,42 18,42 24,37 21,43 20,56

SD 38,06 37,99 35,84 28,27 28,94 28,84

SLTP 20,01 18,84 18,57 18,49 19,07 18,87

SLTA 18,79 18,55 20,63 21,76 22,91 23,68

PT 5,57 6,20 6,58 7,10 7,64 8,05

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS, 2011.

Menurut Card (1999), pendidikan memainkan peran yang sangat penting

dalam pasar tenaga kerja modern. Beberapa penelitian di banyak negara dan

periode waktu yang berbeda telah memastikan bahwa orang yang berpendidikan

lebih baik akan mendapatkan upah yang lebih tinggi, peluang kerja yang lebih

besar, dan pekerjaan yang lebih bergengsi dibandingkan dengan orang yang

berpendidikan lebih rendah. Oleh karena itu, investasi pendidikan sangat

(30)

dalam meningkatkan proses produksi, juga dapat meningkatkan tingkat

kesejahteraan tenaga kerja secara langsung.

Ditinjau berdasarkan tingkat kesehatan dengan menggunakan indikator

angka harapan hidup (life expectancy at birth), Indonesia masih tergolong rendah

jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang lain. Menurut

United Nation Development Programme (2011b), angka harapan hidup

masyarakat Indonesia masih berada di bawah Singapura, Brunei, Vietnam,

Malaysia, dan Thailand sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2 Angka harapan hidup Negara-negara ASEAN tahun 2006-2011

No. Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kondisi modal manusia Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran

pemerintah dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan dan kesehatan

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 dan 34.

Pergeseran komposisi dari tenaga kerja berpendidikan rendah ke tenaga kerja

berpendidikan tinggi (Tabel 1), serta semakin membaiknya angka harapan hidup

(Tabel 2) turut dipengaruhi oleh anggaran pemerintah yang semakin meningkat

untuk bidang pendidikan dan kesehatan dari tahun ke tahun. Perkembangan

pengeluaran di bidang pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan daerah

selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 2. Pada tahun 2007,

(31)

5

menjadi 247,66 triliun rupiah pada tahun 2011. Sedangkan pengeluaran

pendidikan juga turut mengalami peningkatan dari sebesar 41,30 triliun rupiah

pada tahun 2007 menjadi 62,27 triliun rupiah pada tahun 2011.

Sumber: Kementerian Keuangan RI, 2007-2011 (diolah).

Gambar 2 Pengeluaran fungsi pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan daerah tahun 2007-2011.

Banyak bukti empiris yang mendukung hubungan positif antara pengeluaran

pemerintah, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan, terhadap pertumbuhan

ekonomi. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Angelopoulos et al. (2007) yang menemukan bahwa dengan menggunakan modal manusia sebagai

faktor produksi, maka pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat

juga diartikan bahwa kemampuan produktivitas tenaga kerja di Indonesia secara

tidak langsung dipengaruhi oleh akses untuk memperoleh pendidikan dan

kesehatan, oleh karena itu kebijakan pemerintah untuk menyediakan akses

tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam perencanaan pembangunan

di masa mendatang.

1.2 Perumusan Masalah

Modal manusia merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki peran

tak kalah penting dengan faktor produksi lainnya seperti modal fisik dan tenaga

kerja dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Investasi terhadap

124.03

2007 2008 2009 2010 2011

(32)

modal fisik tanpa disertai oleh investasi terhadap modal manusia akan menjadi

kurang produktif. Jhingan (2007) menyatakan bahwa di negara-negara yang

mencoba mempercepat pembangunan ekonominya menggunakan pabrik-pabrik

modern serta metode dan mesin mutakhir dari negara industri yang paling maju

sering tidak menghasilkan volume dan kualitas produksi yang diharapkan. Hal ini

disebabkan banyak hal, misalnya manajemen dan pekerja tidak cukup terlatih,

kurang pengalaman, dan juga kesehatan pekerja.

Indonesia sebagai negara yang termasuk mengalami surplus tenaga kerja,

memiliki potensi untuk mentransformasi kelebihan tenaga kerja tersebut menjadi

modal manusia. Tetapi, jika dilihat dari ranking kualitas manusia yang diukur

melalui HDI terhadap 187 negara yang diteliti, Indonesia pada tahun 2011

termasuk pada kategori menengah dan berada di posisi 124. Dibandingkan dengan

negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, maka ranking Indonesia tersebut

berada di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina (UNDP

2011a). Kondisi saat ini, tenaga kerja berpendidikan rendah memiliki porsi yang

sangat besar dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. Hal ini ditambah dengan

tingkat kesehatan masyarakat Indonesia yang juga masih tergolong rendah tentu

saja memengaruhi produktivitas perekonomian baik secara sektoral maupun

keseluruhan.

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa produktivitas (output per pekerja)

menurut sektor (lapangan usaha) di Indonesia sangat bervariasi, dimana sektor

pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan merupakan sektor dengan

produktivitas yang sangat rendah. Padahal jika dilihat dari output yang dihasilkan,

sektor tersebut merupakan sektor ketiga yang memberikan output terbesar.

McNamara et al. (2010), menekankan bahwa peningkatan produktivitas pada sektor pertanian memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian, dimana

peningkatan produktivitas pada sektor pertanian akan menghasilkan output

berbiaya rendah yang dapat digunakan oleh sektor perekonomian lainnya.

McNamara et al. (2010) juga menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas suatu perekonomian selalu diiringi oleh meningkatnya modal manusia di sektor

pertanian, dimana investasi modal manusia di bidang pendidikan memiliki

(33)

7

modal manusia di bidang kesehatan. Dengan demikian, modal manusia memegang

peranan yang penting dalam peningkatan produktivitas di sektor pertanian yang

pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap

perekonomian Indonesia.

Tabel 3 Produktivitas menurut lapangan usaha Indonesia tahun 2011

No. Lapangan Usaha PDB1) Tenaga

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi

Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keterangan: 1) Angka sangat sementara (triliun rupiah)

2) Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja (orang) 3) Output per Tenaga Kerja (juta rupiah per orang) Sumber: BPS, 2011.

Untuk menghasilkan ketersediaan modal manusia tersebut, maka peran

pemerintah sangat penting dalam mengalokasikan anggaran di bidang pendidikan

dan kesehatan. Pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan kesehatan tenaga kerja sehingga

mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian Indonesia.

Pengeluaran pemerintah Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis

pengeluaran yaitu belanja rutin dan belanja modal. Belanja rutin merupakan

pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk belanja pegawai (gaji, upah, dan

sebagainya) serta untuk belanja barang-barang lainnya yang habis pakai dalam

proses produksi pemerintah. Sedangkan belanja modal merupakan pengeluaran

pemerintah yang digunakan untuk melakukan pembangunan fisik, seperti jalan,

(34)

Beberapa penelitian menekankan pentingnya belanja modal yang dilakukan

oleh pemerintah terhadap perekonomian. Sebagai contoh, salah satu penelitian

menyimpulkan bahwa peranan belanja modal pemerintah sangat besar terhadap

pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia (Indrawati 2011). Walaupun

demikian, belanja rutin pemerintah juga memiliki peranan yang tidak kalah

penting. Tanpa adanya tenaga pengajar, tenaga kesehatan, dan juga alat-alat

penunjang dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai

melalui belanja rutin pemerintah, maka sekolah dan rumah sakit pemerintah yang

dibangun juga tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran

pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap pertumbuhan

ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi?

2. Bagaimana dampak investasi modal manusia melalui kebijakan pengeluaran

pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kinerja ekonomi

sektoral di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak investasi modal manusia melalui kebijakan

pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap

pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makro ekonomi di

Indonesia.

2. Mengidentifikasi dampak investasi modal manusia melalui kebijakan

pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan terhadap

kinerja ekonomi sektoral di Indonesia.

Hasil analisis dampak kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan ini

diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Mengidentifikasi dampak dan efektivitas kebijakan pengeluaran pemerintah

di bidang pendidikan dan kesehatan dalam menggerakkan perekonomian

(35)

9

konsumsi rumahtangga, dan lain-lain) maupun ekonomi sektoral (output,

harga, dan penyerapan tenaga kerja).

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi atas kebijakan

pengeluaran pendidikan dan kesehatan yang dilaksanakan pemerintah dan

juga bermanfaat sebagai bahan kajian/penelitian selanjutnya.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model computable general equilibrium (CGE) Indomini sebagai alat analisis utama. Model ini menggunakan model dasar

Minimal (Horridge 2001), yang dikembangkan dengan cara menambahkan

sejumlah sektor ekonomi (komoditi) sesuai dengan tujuan penelitian. Fokus

penelitian adalah kebijakan pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan

kesehatan sebagai faktor-faktor yang memengaruhi ketersediaan modal manusia

dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Penelitian ini memiliki dua keterbatasan utama, yaitu dari sisi model CGE

yang digunakan dan dari sisi cakupan penelitiannya. Dari sisi modelnya, model

CGE Indomini merupakan model CGE sederhana yang belum memasukkan unsur

dinamis dalam analisisnya, sehingga analisis pada penelitian ini masih bersifat

statis komparatif (Oktaviani 2011). Model CGE Indomini juga mengasumsikan

pada jangka panjang terjadi full employment, sehingga penelitian ini tidak menganalisis permasalahan surplus tenaga kerja maupun pengangguran.

Sementara dari sisi cakupannya, penelitian ini dibatasi pada kinerja ekonomi

makro dan ekonomi sektoral secara nasional, dampak terhadap perekonomian

regional tidak dianalisis. Investasi modal manusia pada penelitian ini hanya dilihat

dari sisi pemerintah, sedangkan investasi modal manusia yang dilakukan oleh

pihak swasta maupun rumahtangga tidak diteliti. Analisis juga tidak dilakukan

untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap distribusi pendapatan antar

(36)
(37)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konsep Modal Manusia

Konsep modal manusia (human capital) telah dikenal dalam ilmu ekonomi

lebih dari 40 tahun yang lalu (Schultz 1961; Becker 1962). Bahkan beberapa

penelitian menelusuri kembali ke karya Adam Smith di abad ke-18. Schultz

(1961) menekankan pentingnya konsep modal manusia, dengan menolak kritik

bahwa terminologi tersebut merendahkan martabat manusia dengan menyamakan

orang dengan sekumpulan pengetahuan dan keterampilan, yang berarti hanya

memiliki sedikit perbedaan dari komponen-komponen mesin. Konsep modal

manusia sebaliknya secara kuat menekankan bagaimana seseorang menjadi

penting, dalam hal ekonomi yang berbasis pengetahuan dan persaingan.

Todaro dan Smith (2006) membedakan konsep antara modal manusia

dengan sumber daya manusia. Dimana modal manusia adalah keterampilan,

kecakapan, cita-cita, kesehatan, dan sebagainya yang merupakan hasil

pengeluaran atau pembelanjaan di bidang pendidikan, penyediaan serta

pengembangan program pelatihan kerja, program perawatan dan pemeliharaan

kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan sumber daya manusia adalah kuantitas dan

kualitas dari angkatan kerja di sebuah negara.

Modal manusia dapat didefinisikan ke dalam banyak arti, namun secara

umum modal manusia memiliki pengertian pengetahuan, keahlian, kompetensi,

dan sifat-sifat lainnya yang dimiliki manusia yang berhubungan dengan kegiatan

ekonomi (OECD 1998). Oleh karena itu, modal manusia harus diperlakukan

sebagai faktor produksi yang sejajar dengan modal fisik dan dipisahkan dari

tenaga kerja.

2.1.2 Investasi Modal Manusia

Menurut Becker (1962), investasi modal manusia berhubungan dengan

seluruh kegiatan yang memengaruhi pendapatan riil seseorang di masa yang akan

datang melalui peningkatan sumberdaya manusia. Banyak cara untuk melakukan

(38)

ekonomi. Pengaruh dari cara-cara investasi tersebut berbeda dalam hal pendapatan

dan konsumsi, banyaknya sumberdaya yang diinvestasikan, serta tingkat

pengembalian investasi. Namun semua cara investasi tersebut meningkatkan

kemampuan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga meningkatkan

prospek pendapatan riil.

Investasi modal manusia yang dikemukakan Becker dapat dikelompokkan

ke dalam dua kategori, yaitu pendidikan dan kesehatan. Organisation for

Economic Co-operation and Development (2011) dalam laporannya menyatakan

bahwa dengan melakukan investasi modal manusia di bidang pendidikan maka

secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada tingkat kesehatan. Pandangan

tersebut didasari oleh bukti-bukti dan penelitian-penelitian yang menunjukkan

bahwa orang yang lebih berpendidikan cenderung akan lebih sehat. Salah satu

penyebabnya adalah orang yang berpendidikan mampu memahami dan

memproses lebih banyak informasi tentang kesehatan dibandingkan dengan orang

yang kurang berpendidikan.

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa dampak investasi dalam modal

manusia di negara-negara berkembang sangat besar. Gambar 3 memperlihatkan

suatu representasi skematis dari trade-off yang terkandung dalam keputusan untuk

melanjutkan sekolah. Skema ini mengasumsikan bahwa seseorang bekerja dari

saat ia lulus sekolah hingga ia tidak mampu bekerja lagi atau meninggal. Dua

profil golongan pencari nafkah disajikan di sini, yaitu orang-orang yang lulus

pendidikan dasar namun tidak melanjutkan ke pendidikan tingkat atas, dan

orang-orang yang lulus pendidikan tingkat atas (atau pendidikan sekunder) namun tidak

melanjutkan ke pendidikan tinggi. Lulusan sekolah dasar diasumsikan mulai

bekerja pada usia 13 tahun, dan lulusan sekolah tingkat atas diasumsikan mulai

bekerja pada usia 17 tahun.

Bagi seseorang di negara berkembang yang memutuskan untuk melanjutkan

pendidikan ke tingkat atas akan mengorbankan 4 tahun pendapatan yang tidak

akan diperolehnya karena bersekolah. Hal ini adalah biaya tidak langsung, seperti

yang dilihatkan dalam gambar. Di samping itu, juga terdapat biaya langsung

seperti biaya sekolah, seragam sekolah, buku-buku, dan pengeluaran lain yang

(39)

13

dari sekolah dasar. Selama sisa hidupnya, dia akan memperoleh penghasilan lebih

besar setiap tahunnya daripada jika ia bekerja dengan berbekal ijazah SD saja.

Perbedaan ini disebut “Manfaat” dalam Gambar 3.

Sumber: Todaro dan Smith (2006).

Gambar 3 Trade-off keuangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan sekolah.

2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Model pertumbuhan Harrod dan Domar atau lebih dikenal dengan model

pertumbuhan Harrod-Domar merupakan model pertumbuhan Keynesian yang

secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang.

Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda investasi dalam

proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui

proses investment multiplier dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital dan meningkatkan kapasitas

produksi sehingga investasi juga memengaruhi penawaran agregat. Domar hendak

menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar peningkatan permintaan agregat

setara dengan kapasitas produksi sehingga pemanfaatan kapasitas penuh dapat

dipertahankan (Jhingan 2007).

Manfaat

Lulusan Sekolah Atas

Lulusan Sekolah Dasar Pendapatan

Biaya Tidak Langsung

13

Biaya Langsung

Umur

17 66

(40)

Menurut Todaro dan Smith (2006), setiap perekonomian pada dasarnya harus

mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya

untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau

rusak. Tetapi untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru

yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).

Jika diasumsikan bahwa ada hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok

modal, atau K, dengan GDP total, atau Y, maka artinya setiap tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan menghasilkan kenaikan arus

output nasional atau GDP.

Jika hubungan tersebut, yang dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai rasio

modal-output (capital-output ratio), ditetapkan sebagai k, dan rasio tabungan nasional (national saving ratio), yang ditetapkan sebagai s, merupakan persentase

atau bagian tetap dari output nasional yang selalu ditabung, serta jumlah investasi

baru ditentukan oleh jumlah tabungan total (S), maka secara sederhana, kaitan

pertumbuhan ekonomi, tabungan, dan investasi dalam versi model

Harrod-Domar dapat dinyatakan sebagai berikut:

i) Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y). Hubungan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk persamaan yang

sederhana :

S = sY (2.1)

ii) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang

dapat diwakili oleh ∆K, sehingga persamaan sederhana yang kedua dapat dituliskan sebagai berikut:

I = ∆K (2.2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti yang ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, yaitu:

K/Y = k atau

∆K/∆Y = k

atau, akhirnya

(41)

15

iii) Terakhir, mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi

neto (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:

S = I (2.4)

Dari persamaan (2.1) telah diketahui bahwa S = sY dan dari persamaan (2.2)

dan (2.3), juga telah diketahui bahwa:

I = ∆K = k∆Y

Dengan demikian, „identitas‟ tabungan yang merupakan persamaan modal dalam persamaan (2.4) adalah sebagai berikut:

S = sY = k∆Y = ∆k = I (2.5)

atau dapat diringkas menjadi

sY = k∆Y (2.6)

Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (2.6) dibagi mula-mula dengan Y dan kemudian dengan k, maka akan didapat:

∆Y/Y = s/k (2.7)

dimana :

(∆Y/Y) = pertumbuhan ekonomi s = tingkat tabungan nasional

k = ICOR (incremental capital output rasio, ∆K/∆Y atau I/∆Y)

Persamaan (2.7), yang merupakan versi sederhana dari persamaan terkenal

dalam teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, secara jelas menyatakan bahwa

tingkat pertumbuhan GDP (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan itu menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat

pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara positif

berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak bagian GDP yang

ditabung dan diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang

dihasilkan) dan secara negatif atau berbanding terbalik terhadap rasio

modal-output dari suatu perekonomian.

Menurut Harrod, pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan menjadi

pertumbuhan aktual, pertumbuhan yang diinginkan, dan pertumbuhan alamiah.

Pertumbuhan aktual (the actual growth = ∆ ) adalah laju pertumbuhan

(42)

rasio tambahan kapital output (∆

∆ ). Kedua besaran ini dianggap konstan dan

melalui manipulasi matematis akan sama dengan tabungan. Pada tingkat laju

pertumbuhan aktual, output aktual tidak selalu sama dengan output potensial.

Laju pertumbuhan yang diinginkan adalah laju pertumbuhan yang dianggap

memadai guna menjamin tercapainya kapasitas penuh atau keseimbangan antara

permintaan dan produksi dalam jangka panjang. Pada laju pertumbuhan ini,

permintaan agregat dianggap cukup tinggi, sehingga dapat menjamin terjualnya

seluruh kapasitas produksi yang ada. Dengan kata lain, output aktual akan sama

dengan output potensial sehingga tidak terjadi variasi siklis dalam pertumbuhan

ekonomi. Laju pertumbuhan ini tercapai bila output aktual, output potensial,

permintaan agregat, stok kapital, dan investasi tumbuh pada tingkat yang sama

(Mankiw 2007).

Perekonomian dalam keseimbangan ketika laju pertumbuhan aktual sama

dengan laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, yaitu laju pertumbuhan

ekuilibrium jangka panjang. Apabila laju pertumbuhan aktual lebih kecil daripada

laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, perekonomian mengalami

kelebihan kapasitas yang dapat menciptakan depresi jangka panjang. Sebaliknya

jika permintaan agregat tumbuh sangat cepat sehingga laju pertumbuhan aktual

melebihi laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, perekonomian

mengalami inflasi jangka panjang.

Harrod juga menyimpulkan teorema ketidakseimbangan (disequilibrium

theorem) yang menyatakan bahwa dalam proses pertumbuhan ekonomi terkandung unsur ketidakstabilan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu

keadaan keseimbangan (equilibrium). Kesimpulan tersebut dilatarbelakangi oleh

fakta bahwa kondisi keseimbangan jarang terjadi. Selama proses pertumbuhan

ekonomi berlangsung, tidak ada kekuatan yang dapat memperbaiki kondisi

penyimpangan tersebut kembali menjadi stabil atau mencapai keseimbangan.

Stabilitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang hanya dapat dicapai

melalui intervensi pemerintah lewat kebijakan fiskal dan moneter untuk

menanggulangi gangguan penyimpangan dan ketidakstabilan. Kedua kebijakan ini

sangat berperan untuk meningkatkan investasi dalam sektor infrastruktur yang

(43)

17

kapasitas produksi serta menjamin keberlanjutan proses pertumbuhan ekonomi

dalam jangka panjang.

2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow

Model pertumbuhan neoklasik Solow merupakan pengembangan dari

formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yaitu tenaga kerja,

serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu teknologi, ke dalam

persamaan pertumbuhan (growth equation). Tetapi, berbeda dari model

Harrod-Domar yang mengasumsikan constant return to scale dengan koefisien baku, model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang

terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika

keduanya dianalisis secara terpisah. Sedangkan jika kedua input tersebut dianalisis

secara bersamaan, Solow juga menggunakan asumsi constant return to scale. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan

pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi-rendahnya pertumbuhan

teknologi itu sendiri oleh Solow diasumsikan bersifat eksogen atau tidak

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Karena kemajuan teknologi ditentukan secara

eksogen, model neoklasik Solow juga disebut sebagai model pertumbuhan

eksogen (Todaro & Smith 2006).

Secara umum pemikiran neoklasik didasarkan atas asumsi fungsi produksi

kontinyu yang bersifat constant returns to scale, pasar bebas yang bersaing sempurna, faktor produksi yang mobile, adanya kemungkinan substitusi antar faktor produksi, serta anggapan tabungan yang identik dengan investasi.

Asumsi-asumsi tersebut mengantarkan kepada pemahaman bahwa perekonomian akan

mencapai keseimbangan dan stabilitas pertumbuhan dalam jangka panjang.

Solow menekankan pentingnya peran kemajuan teknologi dalam setiap

proses produksi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan

(sustain). Model Solow diformulasikan atas anggapan bahwa unsur waktu

terkandung dalam komponen kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi juga diasumsikan terkandung dalam tenaga kerja yang

disebut tenaga kerja efektif (effective labor) atau labor augmenting.

(44)

digandakan. Dari anggapan tersebut, model Solow diformulasikan sebagai suatu

hubungan fungsional dimana output per tenaga kerja efektif sebagai fungsi dari

kapital per tenaga kerja efektif, yaitu:

= (2.8)

Dimana:

y = Output per tenaga kerja efektif (Y/AL) k = Kapital per tenaga kerja efektif (K/AL) Y = Total output

K = Kapital L = Tenaga kerja

A = Efektivitas tenaga kerja (teknologi) AL = Tenaga kerja efektif (labor augmented)

Menurut Solow, output nasional hanya digunakan untuk dua tujuan yaitu

konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi

bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi

menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama

mengalami penyusutan. Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja

efektif merupakan selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan

investasi break-even. Investasi break-even adalah investasi yang diperlukan untuk

mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan teknologi serta menggantikan

penyusutan sehingga jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap.

Stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur

pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika

perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 4, apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja

efektif rendah, maka investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari

investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif

sangat tinggi sehingga jumlahnya meningkat ke posisi stok capital per tenaga

kerja efektif keseimbangan. Sebaliknya pada tingkat stok kapital per tenaga kerja

efektif yang tinggi, investasi aktual per unit tenaga kerja lebih kecil dari investasi

(45)

19

keseimbangan. Dengan demikian stok kapital per tenaga kerja efektif selalu

konvergen ke posisi keseimbangannya di titik k*.

Sumber: Mankiw, 2007.

Gambar 4 Investasi aktual dan break-even.

Setelah konvergensi tercapai, laju pertumbuhan stok kapital per tenaga kerja

efektif mencapai nol karena pada posisi keseimbangan perubahan investasi aktual

sama dengan perubahan investasi break-even. Pada posisi ini stok kapital total, tenaga kerja efektif dan output total tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sebesar

jumlah pertumbuhan tenaga kerja efektif dan pertumbuhan teknologi. Stok kapital

per tenaga kerja dan total output per tenaga kerja tumbuh sebesar pertumbuhan

teknologi.

Pemikiran Solow di atas menunjukkan bahwa perekonomian senantiasa

akan konvergen secara otomatis menuju pertumbuhan yang berimbang, yaitu

suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada

pertumbuhan yang berimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya

ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Di sinilah peran penting kemajuan

teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Solow.

2.1.5 Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan Endogen

Menurut Todaro dan Smith (2006), kinerja teori neoklasik yang tidak

memuaskan dalam menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi jangka

panjang telah menyebabkan kekecewaan yang meluas terhadap teori

k* Modal per pekerja, k

Investasi Investasi break-even

In

v

es

ta

si

,

In

v

es

ta

si

b

re

a

k-e

ve

(46)

pertumbuhan tradisional. Bahkan, menurut teori tradisional, tidak terdapat

karakteristik intrinsik dari perekonomian yang dapat menyebabkannya tumbuh

dalam jangka panjang. Sebaliknya, literatur tersebut malah membahas proses

dinamis yang membuat rasio modal-tenaga kerja mendekati tingkat keseimbangan

jangka panjang.

Jika tidak ada “guncangan” eksternal atau perubahan teknologi, yang tidak

dijelaskan dalam model neoklasik, semua perekonomian akan menuju kepada

pertumbuhan nol. Oleh karena itu, peningkatan GNP per kapita dianggap

merupakan fenomena sementara saja, yang bersumber dari perubahan teknologi

atau proses penyeimbangan jangka pendek selama perekonomian mendekati

keseimbangan jangka panjangnya. Tidak mengherankan, teori ini gagal

memberikan penjelasan yang memuaskan atas terjadinya pertumbuhan ekonomi

yang berlangsung dengan kecepatan yang luar biasa konsisten di seluruh dunia.

Setiap peningkatan GNP yang bukan berasal dari penyesuaian jangka

pendek dalam cadangan tenaga kerja maupun modal, dianggap bersumber dari

kategori ketiga, yaitu yang biasa disebut sebagai residu Solow (Solow residual).

Residu ini, tidak seperti namanya, bertanggung jawab atas sekitar 50 persen

pertumbuhan yang terjadi di banyak negara industri. Dengan kata lain, teori

neoklasik menyebutkan bahwa sebagian besar sumber pertumbuhan ekonomi

merupakan faktor eksogen atau proses yang sama sekali independen dari

kemajuan teknologi.

Meskipun hal ini mungkin terjadi, pendekatan ini paling tidak mempunyai

dua kelemahan. Pertama, dengan menggunakan kerangka neoklasik, adalah tidak

mungkin untuk menganalisis penentu kemajuan teknologi karena kemajuan

tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan keputusan yang dibuat oleh berbagai

lembaga ekonomi. Dan kedua, teori tersebut gagal menjelaskan besarnya

perbedaan residu yang terdapat di antara negara yang mempunyai teknologi yang

serupa. Dengan kata lain, keyakinan yang besar ditempatkan pada proses eksternal

yang kurang dipahami, dan kurang didukung oleh teori maupun bukti empiris.

Menurut teori neoklasik, rasio modal-tenaga kerja yang rendah pada

negara-negara berkembang menjanjikan tingkat pengembalian investasi yang luar

(47)

21

domestik, banyak negara berkembang yang tidak tumbuh atau hanya tumbuh

sedikit dan gagal menarik investasi asing, atau gagal mencegah larinya modal

domestik ke luar negeri. Perilaku aliran modal negara-negara berkembang yang

aneh (dari negara miskin ke negara kaya) turut memicu munculnya konsep

pertumbuhan endogen (endogenous growth) yang lebih sederhana kita kenal

dengan teori pertumbuhan baru (new growth theory).

Teori pertumbuhan baru tersebut memberikan kerangka teoritis untuk

menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan GNP yang persisten,

yang ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh

kekuatan-kekuatan di luar sistem. Berlawanan dengan teori neoklasik tradisional,

model-model ini menganggap bahwa pertumbuhan GNP merupakan konsekuensi

alamiah dari keseimbangan jangka panjang. Motivasi utama dari teori pertumbuhan

baru ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antarnegara

maupun faktor-faktor yang memberi proporsi lebih besar dalam pertumbuhan

yang diobservasi. Teori pertumbuhan endogen berusaha untuk menjelaskan

faktor-faktor yang menentukan tingkat pertumbuhan GNP yang tidak dijelaskan

dan dianggap sebagai variabel eksogen dalam perhitungan teori pertumbuhan

neoklasik Solow (Solow residual).

Salah satu model pertumbuhan endogen adalah model pertumbuhan

endogen Romer yang merupakan pengembangan dari model Solow. Dalam

bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diketahui bahwa output merupakan

fungsi dari kapital (K), stok human capital (H), dan jumlah tenaga kerja (L).

Fungsi produksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Romer 1990a):

= 1− − (2.9)

Dimana α > 0, β > 0 dan α + β < 1. H adalah stok human capital, L merupakan jumlah pekerja, sehingga keahlian tenaga kerja disediakan dari 1 unit L dan beberapa jumlah H. Persamaan di atas mengimplikasikan bahwa constant return to

scale terhadap K, H dan L secara bersama-sama. Dengan membuat asumsi tentang dinamika K dan L, maka:

= (2.10)

dan

(48)

Dimana sK adalah fraksi dari output dari physical capital accumulation, untuk

penyederhanaan diasumsikan tidak ada depresiasi. Selanjutnya model Solow

diasumsikan konstan dan kemajuan teknologi eksogen, maka:

= (2.12)

Dan persamaan yang terakhir untuk penyederhanaan, human capital accumulation

di modelkan dengan cara yang sama dengan physical capital accumulation, sebagai berikut:

= (2.13)

Dimana sH adalah fraksi modal manusia dari human capital accumulation. Model

ini dapat digeneralisasi dalam beberapa cara tanpa mempengaruhi maknanya.

Fungsi Cobb-Douglas dapat digantikan dengan fungsi produksi umum sebagai

berikut:

Y = F(K, H, AL) (2.14)

Persamaan diatas menyatakan bahwa output suatu perekonomian merupakan

fungsi dari kapital, human capital, produktivitas tenaga kerja.

2.1.6 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

Menurut Stiglitz (2000), peranan pemerintah dalam perekonomian adalah:

(1) menyediakan suatu sistem hukum, yang merupakan persyaratan untuk

menjamin berfungsinya suatu perekonomian; (2) menghasilkan barang dan jasa

serta menyediakan pinjaman, jaminan hutang, dan asuransi; (3) memengaruhi

produksi sektor swasta, melalui subsidi, pajak, kredit, dan peraturan; (4) membeli

barang dan jasa dari sektor swasta, yang kemudian disuplai oleh pemerintah

kepada perusahaan-perusahaan dan rumahtangga; dan (5) redistribusi pendapatan,

mentransfer pendapatan dari beberapa individu ke individu lainnya.

Selaras dengan pendapat Keynes, Musgrave menyatakan bahwa fungsi

pemerintah dalam perekonomian modern adalah untuk memenuhi tiga fungsi,

yaitu pertama, fungsi alokasi, pemerintah harus mengupayakan pengalokasian sumberdaya ekonomi secara efisien. Kedua, fungsi distribusi, pemerintah harus menjamin terciptanya distribusi pendapatan yang merata dan terwujudnya

(49)

23

ekonomi makro. Di samping peran pemerintah yang strategis tersebut, ternyata

pemerintah juga menghadapi resiko kegagalan dalam mencapai tujuannya.

Terdapat empat sumber pokok kegagalan pemerintah yaitu, keterbatasan

informasi, keterbatasan kendali atas respon pasar, keterbatasan kendali atas

birokrasi, dan keterbatasan karena proses politik (Stiglitz 2000).

2.1.7 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh

para ahli ekonomi dan dapat digolongkan menjadi tiga golongan

(Mangkoesoebroto 2001), yaitu:

1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah.

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan

tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap-tahap awal, tahap-tahap menengah dan tahap-tahap

lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi

pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah

harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana

transportasi.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah

tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat

tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah

semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh

karena peranan swasta yang semakin besar akan menimbulkan banyak

kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan

barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu pada

tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan

antarsektor yang makin komplek. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang

ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin

tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengatur

dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintah juga harus

melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, aktivitas pemerintah dalam

(50)

pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua

dan pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Hukum Wagner yang mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan

pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap

PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu

perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif

pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal

dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum

tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika

Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa

peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena

pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat.

Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan

pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner

mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis

mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap

pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota

masyarakat lainnya.

3. Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa

pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan

masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk

membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori ini

merupakan dasar teori pemungutan pajak.

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori

bahwa masyarakat memiliki suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat

dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang

dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Dengan demikian masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan

dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka memiliki

tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini

merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak

(51)

25

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: Pertumbuhan

ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat

walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak

menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh

karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan

penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Menurut Mangkoesoebroto (2001), perkembangan belanja pemerintah

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain perubahan permintaan atas barang

publik, perubahan aktifitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan

perubahan kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi,

perubahan kualitas barang publik, dan perubahan harga faktor produksi.

2.1.8 Teori Model Keseimbangan Umum (General Equilibrium)

Dalam suatu perekonomian terdapat berbagai macam pasar yang saling

terkait satu dengan lainnya, sehingga perubahan yang terjadi pada satu pasar akan

menyebabkan pasar lainnya juga ikut berubah. Suatu keseimbangan umum akan

tercapai bila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar, baik pasar

faktor produksi maupun pasar komoditas, berada dalam keseimbangan.

Pembentukan model ekonomi yang menggambarkan suatu perekonomian yang

terdiri dari semua pasar dan semuanya dalam keseimbangan disebut dengan model

Computable General Equilibrium (CGE). Dalam model CGE ini terdapat sekumpulan fungsi permintaan dan penawaran, yang mencakup pasar komoditas

maupun faktor produksi. Dalam model CGE juga terdapat himpunan persamaan

yang menentukan arus pendapatan dari setiap pelaku dalam perekonomian.

Pengembangan model keseimbangan umum dipelopori oleh Leontief,

Manne, Johansen, Jorgensen, Adelman, Shoven dan Whalley (Dixon et al. 1992).

Menurut mereka model ini dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari

suatu kebijakan secara kuantitatif. Kebijakan yang dianalisis dapat berupa

kebijakan pajak, hambatan perdagangan, perubahan belanja pemerintah, harga

komoditas, teknologi dan kebijakan di bidang lingkungan. Dampak dari kebijakan

Gambar

Gambar 1 Hubungan antara rata-rata lama sekolah (tahun) dan angka harapan
Tabel 2 Angka harapan hidup Negara-negara ASEAN tahun 2006-2011
Gambar 2 Pengeluaran fungsi pendidikan dan kesehatan pemerintah pusat dan
Tabel 3 Produktivitas menurut lapangan usaha Indonesia tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa pembiayaan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta yang berupa investasi atau penanaman modal sangatlah penting artinya bagi

Fenomena variabel investasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di

Dengan demikian maka besarnya pengaruh belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia di pemerintah Provinsi Jambi adalah sebesar 77,20%, sedangkan sisanya sebesar 22,80%

PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN, SEKTOR KESEHATAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI DI PROVINSI SULAWESI

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi pengaruh inflasi, tingkat pengangguran, modal manusia, dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di seluruh Provinsi di

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan arus investasi atau penanaman modal masuk ke Indonesia , baik penanaman modal dari dalam negeri maupun

Pe- ningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja modal membawa dampak positif bagi peningkatan pengeluaran per kapita (sebagai indikator

Investasi, belanja modal, infrastruktur jalan, dan infrastruktur listrik merupakan variabel indepnden dalam penelitian ini dimana variable tersebut berpengaruh