• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengkajian Teknik Penanganan dan Kualitas Semen Beku Sapi Produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang - Singosari pada Setiap Tahap Jalur Distribusi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengkajian Teknik Penanganan dan Kualitas Semen Beku Sapi Produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang - Singosari pada Setiap Tahap Jalur Distribusi di Indonesia"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)

I'IENGKAJIAN TEKNlK PENANGANAN DAN KUALITAS SEMEN BEKU

SPAPI

PRODUKSI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG-SINGOSARI

PADA SETIAP TAHAP JALUR DISTRIBUSI DI INDONESIA

OLEH

:

IRPANSYAH BATUBARA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(112)

STUDY OF HANDLING TECHNIQUE AND BOVINE FROZEN SEMEN QUALITY PRODUCED BY LEMBANG-SINGOSARI ARTIFICIAL

INSEMINAI'ION CENTRE AT EVERY DISTRIBUTION LEVEL IN INDONESIA

Irpansyah Batubara ABSTRACT

The objectives of this research are 1) to get information technique handling of frozen semen by artificial insemination staf, 2) to determine bovine frozen semen quality at every distribution level and 3) to compare fiozen semen quality produced by Lembang A~rtificial Insemination Centre with Singosari Artificial Insemination Centre (BIB). S~unple collected fiom respondens consisting of 46 inseminator and 7 frozen semen manager province level. The location of this research are Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat and Sulawesi Selatan. The frozen semen sample collected from every distribution level (BIB, province, district and inseminator home base).

Result of the observation on the thawing places indicated that approximately 541.35% (25146) in the inseminate location, 39.13% ((18146) inseminator home base and 6.52% (3146) sometimes in the inseminate location or inseminator home base. Duration of' thawed (up from liquid nitrogen until up from water thawing) by inseminator less than 30 second 56.52% (26146), 30 to 120 second 21.74% (10146) and more than 120 second 21.74% (10146). Duration of inseminated (up fiom water thawing until inseminate to reproductive organ) less than 2 minute 50% (23146), 2 to 4 minute 15.22% (7146) and more than 4 minute 34.78% (16.46%). Frozen semen transfer from storage container to another container indicated that 75.47% (40153) still in the container, 24.53% (13153) out of container, 86.79% (46153) used clamp for handling frozen semen and

13.2 1 % (7153) used hands directly.

Liquid nitrogen (LN) volume in the storage container indicated 40% not enough arid 60% enough. Frekuences of LN supplied from province or supplier to inseminator only one per month. The percentages of post thawing sperm motility (PTM) in the BIB 4!2.10%, 41.03% in province, 36.30% in district and 35.05% in inseminator home base. Declining percentages motility was happened fiom BIB to province, BIB to district and B [B to inseminator home base, respectively, 16.4%, 26.1 % and 28.6%. Percentages intact plasma mebrane in the BIB 67.7%, 43.2% in province, 42.5% in district and 44.1% in inseminator home base. Declining percentages intact plasma- mebrane was happened fiom BIB to province, BIB to district and BIB to inseminator home base, respectively, 3G.2%, 37.2% and 34.8%.

Analysis of variance indicated significant diffrence (P<0.05) in the percentages

P'TM straw not distribution (BIB) with

PTM

straw distribution (province, district and
(113)

Sperm concentration from Lembang artificial insemination centre 1 1.38 to 26.25 x

10" spermatozod0.25 cc, motil sperm concentration 3.62 to 10.50 x lo6 spermatozoa/0.25 cc, I'TM 22.83 to 56.31% and intact plasma membrane 30.00 to 35.50%. Sperm concentration from Singosari artificial insemination centre 15.43 to 35.50 x lo6 sperrnatozoa/0.25 cc, motil sperm concentration 3.12 to 15.50

x

1

o6

spermatozoa/0.25 cc,

PTM 13.50 to 50.70% and intact plasma membrane 31.80 to 67.50%. Sperm concentration distribution 8.35 to 22.12 x lo6 spermatozoa/0.25 cc, motil sperm concentration 2.41 to 12.38 x 1

o6

spermatozoal0.25 cc, PTM 20.13 to 65.16%

and

intact plasma membrane 19.20 to 64.67%.
(114)

Dengan ini

saya

m e n y a w

bahwa

tesis yang berjudul:

PENGKAJIAN TEKNM PENANGAnAN DAN KUALITAS SEMEN BEKU

SAP1

PRODUKSI BALAI INSEMINMI

BUATAN

LEMBANG-SINGOSARI

PADA SETlAP

TAHAP

JALUR DfSTRIBUSI DI

INDONESIA

adalah

benar rnmpakan m a saya sendiri

dan

belum

pemah

dipublikasikan. Semua

sumber data dan infomxisi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan

dapat

Bogor, Desember 2002

(115)

I'ESNGKAJIAN TEKNIK PENANGANAN DAN KUALITAS SEMEN BEKU SAP1 PRODUKSI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

-

SINGOSARI

PADA SETIAP TAHAP JALUR DISTRIBUSI DI INDONESIA

IRPANSYAH

BATUBARA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Bioteknologi

PROGRAM PASCASARJANA

(116)

Judul Tesis : Pengkajian Teknik Penanganan dan Kualitas Semen Beku Sapi Produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang

-

Singosari pada Setiap Tahap Jalur Distribusi di Indonesia.

Narma : Irpansyah Batubara

NIW : 99640

Program Studi : Bioteknologi

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

\J

Dr. Drh. Iman Supriatna Ketua

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Bioteknolod

A

Ir. Dioni Liano, M.Sc. Anggota

rogram Pascasarjana

~ d h r . Muhammad ~ u s h f

Q

Tanggal Lulus : 19 Desember 2002

wr.

- 3 A 1

Svafrida Manuwoto, M.Sc.

S!A~?

(117)

IRPANSYAH BATUBARA. Pengkajian Teknik Penanganan dan Kualitas Semen Beku Sapi Produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang

-

Singosari Pada Setiap Tahap Jalur Distribusi di Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUPRIATNA sebagai ketua dan DJONI LIANO sebagai anggota).

Teknik penanganan semen beku oleh inseminator dan petugas handling sangat mempengaruhi kualitas semen beku. Suatu penelitian telah dilakukan di Laboratoriurn Fisiologi dan Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH IPB dari bulan April sampai dengan Oktober 2001. Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan evaluasi tentang teknik penanganan semen beku (handling) oleh petugas lapangan pada setiap tahap distribusi, (2) menentukan kualitas semen beku (frozen semen) ternak sapi yang ada di lapangan pada setiap tahap jalur distribusi, mulai dari tingkat produsen hingga sampai ke inseminator

(user) dan (3) membandingkan kualitas semen beku produksi Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dengan BIB Singosari.

Teknik atau cara yang dilakukan petugas didalam menangani semen beku dapat dilihat dari hasil penelitian terhadap 46 orang inseminator dan 7 orang petugas yang menangani semen beku di tingkat propinsi. Tingkat kualitas semen beku dapat

(118)

Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Seiatan didasarkan kepada metode penari kan contoh secara purposive.

Hasil pengamatan terhadap teknik penanganan semen beku menunjukkan bahwa tempat pelaksanaan thawing oleh inseminator sebanyak 54,35% (25146) di lokasi dimana IB dilakukan, 39,13% (1 8146) di pos IBlrurnah tempat berdomisilinya inseminator dan 6,52% (3146) kadang kala inseminator melakukan thawing di pos IB, kadang-kadang di lokasi IB. Lama thawing (mulai diangkat dari nitrogen cair hingga diangkat dari air) yang dilakukan oleh inseminator memperlihatkan, sebanyak 56,52% (26146) dibawah 30 detik, 21,74% (10146j selama 30-120 detik dan 21,74% (1 0146) menggunakan waktu diatas 120 detik.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan inseminasi (mulai diangkat dari air hingga disuntikkan) adalah 50% (23146) dibawah 2 menit, 15,22% (7146) 2-4 menit dan 34,78% (16146) diatas 4 menit. Teknik pemindahan semen beku dari kontainer satu ke kontainer lainnya menunjukkan bahwa sebanyak 75,47% (40153) inseminator dan petugas handling tidak melewati mulut kontainer, 24,53% (13153) melewati mulut kontainer. Penggunaan pinset sewaktu pemindahan semen beku memperlihatkan sebanyak 86,79% ( 46/53) tidak memakai pinset dan 13,21% (7153) memakai pinset.

(119)

persyaratan yang diteiltr~kan. Frekuensi kedatangan nitrogen cair dari propimi ke depo-depo semen beku adalah satu kali sebulan.

Pemeriksaan persentase motilitas semen adalah sebesar 49,10% di tingkat BIB, 41,03% di propinsi, 36,30% di kabupaten dan 35,05% di inseminator. Penurunan kualitas telah terjadi pa& setiap tahapan jalur distribusinya dari BIB ke propinsi, BIB ke kabupaten, BIB ke inseminator secara berturut-turut adalah 16,4%; 26,1% dan 28,6%.

Pemeriksaan persentase membran plasma utuh (MPU) adalah sebesar 67,65% di tingkat BIB, 43,18% di propinsi, 42,47% di kabupaten dan 44,08% di pos IB. Penurunan kualitas

MPU

telah terjadi yaitu dari BIB ke porpinsi, BIB ke kabupaten, BIB ke inseminator secara berturut-turut adalah 36,2%; 37,2% dan 34,8%. Analisis ragam terhadap persentase PTM dan MPU memperlihatkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara semen beku yang belum didistribusikan (BIB) dengan semen beku yang telah didistribusikan (tingkat propinsi, kabupaten dan inseminator). Perbandingan kualitas semen beku antara produksi BIB Lembang dengan BIB Singosari (BIBL vs BIBS) menunjukkan bahwa tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan (P>0,05) berdasarkan persentase PTM (43,37% vs 50,68%).
(120)

PTM 13,50-50,7C)% dan MFU 3i,80-6730%. Kualitas semen beku yang telah didistibusikan (propinsi, kabupaten, pos IB) dengan konsentrasi 8,35-22,12

x

1

o6

sel spermatozoa/0,25 ml, konsentrasi motil 2,4 1

-

12,3 8

x

1

o6

sel spermatozoa/0,25 ml,

PTM 20,13-65,16% dan MPU 19,20-64,67%.

(121)

U T A PENGANTAR

ewasa ini, pemerintah sedang menggalakkan program agribisnis pertanian termasuk juga didalamnya agribisnis peternakan. Cakrawala fikir demikian menuntut kepada semua stalceholders untuk melihat pennasalahan pembangunan peternakan secara komprehensif, terpadu dan tidak saling pilah-memilah. Salah satu ujung tombak pembangunan peternakan yang sedang dipacu adalah melalaui inseminasi buatan pada sapi maupun kambingfdomba, selain penggalakan agar peternakan lebih didasarkan kepada manajemen agribisnis.

Curahan syukur alhamdulillah selalu dipanjatkan ke haribaan Illahi Robbi Tuhan Maha Tahu atas segala yang ada di alam jagat semesta, atas ridho-Nya sehingga penelitian dan tesis dengan judul : Pengkajian Teknik Penanganan dan Kualitas Semen Beku Sapi Produksi Balai Inseminasi Buatan Lembang

-

Singosari pada Setiap Tahap Jalur Distribusi di Indoesia selesai.

Haturan terimakasih setulus-tulusnya kepada Dr. Drh. Iman Supriatna dan Ir. Djoni Liano, M.Sc selaku Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi yang tiada ternilai. Terimakasih yang tak terhingga buat ayah bunda atas segala lantunan doa siang dan malam sebagai pengiring belajarku. Adik, kakak, Uak Rajab Batubara dan keluarga semuanya yang tak jemu-jemunya membisikkan semangat hidup. Buat istriku tercinta Drh. Esmiralda Eka Fitri, buah hati karni Divanka Azra Ramadhan Batubara atas dorongan semangat, teman-teman di Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, dan kepada seluruh anggota tim penelitian ini.

Akhir kata sepucuk doa teruntai dan terlantun buat kalian semua, semoga Allah SWT meinberikan lantera kehidupan menuju pulau keabadian.

Bogor, Desember 2002

(122)

RIWAYAT HIDUP

Irpansyah Batubara, lahir 24 Mei 1975 di Aeknangali- Mandailing Natal, Sumatera Utara. Anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan ayah bunda Almarhum Makmur Batubara-Serihairani Lubis. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama di kampung halaman, menengah atas di Muarasoma, keinudian memutuskan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 1993 dan pendidikan SKH (Sl) diselesaikan tahun 1997 serta Dokter Hewan tahun 1999.

Semasa kuliah penulis sangat aktif menggeluti organisasi kemahasiswaan seperti Senat Mahasiswa Fakultas (BEM), ISMAKAH., IMATAPSEL, dl1 yang memberikan kematangan dan keluasan cakrawala fi@r. Tahun yang sama langsung memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Pascasarjana IPB di Program Studi Bioteknologi.

Sejak tahun itu juga telah mulai meniti karir pada Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Di instansi tersebut telah banyak memperkenalkan kepadanya tentang bagaimana perkembangan dan pembangunan dunia peternakan di Indonesia.

Bogor, Desember 2002

(123)

DAFTAR IS1

Halaman

ABSTPACT

...

RINGKASAN

...

KATA PENGANTAR

...

1x1 WAYAT HIDUP

...

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

... ...

...

D

/IFTAR LA MPIRAN

...

1

...

111 vii viii ix xi xii

...

X l l l

I'EINDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

...

Tujuan Penelitian

. .

3

Kegunaan Penelltian

.

.

...

3 Hipotesis Penelltian

...

3

'I'IIVJAUAN PUSTAKA

...

...

Semen Sapi

...

Inseminasi Buatan

...

Semen Beku

...

Kualitas Semen Beku

Distribusi Semen Beku

...

Proses Produksi Semen Beku Metode Masuda (Masuda System)

...

...

Proses Produksi Semen Beku di BIB Singosari

...

Proses Produksi Semen Beku di BIB Lembang

...

HPiHAN DAN METODE 21

Tempat dan Waktu Penelitian

...

21 Bahan dan Peralatan Penelitian

...

21 Semen Beku (frozen semen)

...

21 Bahan dan Alat-Alat

.

.

...

22 Prosedur Penelltian

...

22

...

Pelaksanaan Metode survey 22

(124)

...

!-i ASIL DAN PEMBAHASAN

...

Penmganan Semen Beku (handling technique)

...

Keadaan Nitrogen Cair di Dalarn Kontainer Depo

...

Kualitas Semen Beku

KlESIMPULAN DAN SARAN

...

...

Kesimpulan

(125)

DAPTA

R

TABEL

Teks

-

1. Waktu puberta.~ yang dialami beberapa sapi ... 7 2. Sistcm skoring didalam penentuan gerakan massa spermatozoa..

...

19

3. Nama-nama propinsi dan kabupaten yang dijadikan sebagai lokasi penelitian

...

23

4. Keadaan nitrogen cair di dalam kontainer sebelum dilakukan penambahan

berikutnya

...

36

...

5 . Uji Duncan terhadap persentase PTM dan MPU semen beku pada 43 6 . Tingkat konsentrasi, konsentrasi motil, PTM dan MPU spermatozoa untuk setiap

...

(126)

No.

--

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Karakteristik tempat pelaksanaan thawing semen beku yang dilakukan oleh

...

oleh Inseminator 27

2. Waktu yang dibutuhkan oleh inseminator dalarn pelaksanaan thawing (mulai

...

dari nitrogen cair hingga diangkat dari air) 28

3. Besaran waktu yang dibutuhkan inseminator untuk melakukan inseminasi

(mulai diangkat dari air hingga diinseminasikan)

...

3 1 4. Teknik yang digunakan petugas dalam niemindahkan semen beku dari

kontainer satu ke kontainer lainnya

...

3 3

5 . Deskripsi penggunaan pinset oleh inseminator dan petugas yang menangani semen Beku ketika mernindahkan straw dari kontainer satu ke kontainer

lainnya.. ... 34 6. Straw yang terpecah-pecah dan meletus akibat seringnya kekurangan

nitrogen cair ... 37

...

7. Persentase penurunan PTM semen beku pada setiap tahap distribusinya 4 1

8. Persentase penurunan MPU semen beku pada setiap tahap distribusinya ... 42 9. Perbandingan proporsi kelaikan semen beku produksi BIB Lembang, BIB

Singosari dan secara nasional (produksi kedua BIB) yang memenuhi

Standar Nasional Indonesia (SNI) ... 5 0

(127)

No.

--

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis ragam terhadap penurunan persentase PTM semen beku pada

setiap tahap jalur distribusi di Indonesia

...

59

2. Analisis r a g h terhadap penurunan persentase MPU semen beku pada setiap

tahap jalur distribusi di Indonesia

...

60

3. Analisis ragam terhadap penurunan persentase PTM semen beku (parameter uji persentase PTM) produksi BIB Lembang (BIBL) dengan BIB Singosari

(BIB S) ... 6 1

4. Rekapitulasi hasil survey ... 62

5 . Hasil pemeriksaan sampel semen beku yang diperoleh dari BIB Lembang

...

64 6. Hasil pemeriksaan sampel semen beku yang diperoleh dari BIB Singosari.. ... 65 7. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

. .

dari propinsi DI Yogyakarta ... 66

8. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

. .

dari propinsi Jawa Barat ... 70 9. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

dari propinsi Jawa Tengah ... 7 1

10. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Singosari yang diperoleh

. .

dari propinsi Jawa Tengah ... 72 11. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

.

.

dari proplnsl Jawa Timur ... 74

1 Hasil pemeriksaan sampel semeri beku produk BIB Lembang yang diperoleh

dari propinsi Nusa Tenggara Barat ... 75 1 3 . Hasil pemeriksaan s h p e l semen beku produk BIB Singosari yang diperoleh

dari propinsi Nusa Tenggara Barat ... 76

(128)

14. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

dari propinsi Sulawesi Selatan

...

78 15. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Singosari yang diperoleh

dari propinsi Sulawesi Selatan ... 79 1.6. Hasil pemeriksaan sampel semen beku produk BIB Lembang yang diperoleh

dari propinsi Sumatera Barat

...

80 117. Hasil pemeriksaan sampel semen b e h produk BIB yang diperoleh dari

. .

proplnsi Sumatera Barat.. ... 8 1

(129)

I. PENDAI3ULUAN 1.1 Latar Belakang

Teknologi inseminasi buatan (IB) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1952, tetapi aplikasi massal dalam taraf industri di lapangan baru dimulai sejak permulaan tahun 1973 dengan mempergunakan semen beku dari berbagai bangsa sapi impor. Pada tahun 199 1 Presiden RI mencanangkan penerapan IB sebagai program nasional yang mencakup ke seluruh propinsi di Indonesia dengan target 2,5 juta dosis per tahun. Sejak tahun 2000 pemerintah telah mencanangkan Program Kecukupan Daging 2005, dengan pengertian kecukupan sebesar 90-95% berasal dari suplai dalam negeri. Untuk merealisasikan program tersebut, salah satunya adalah melalui pelaksanaan IB terhadap 1.160.200 ekor akseptor dari 5.395 .SO0 ekor betina produktif yang ada di Indonesia (Ditjen. Bina Produksi Peternakan 2001)

(130)

Ifhod and Agricullure Organisation (FAO) dalam mengidentifikasi langkah- Iangkah perbaikan program IB di Asia dan Amerika Latin, pernah melakukan studi IB ditinjau dari aspek semen, petugas IB, farm, akseptor dan karakteristik berahi akseptor. Perlunya evaluasi dari kualitas semen beku yang digunakan, dikemukakan juga oleh Walker et al. (1994) yang mengatakzn bahwa pendekatan yang terbaik untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan program IB didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan teknisi IB dalarn mempraktekkan IB terrnasuk kualitas dan penanganan semen yang digunakan, selain faktor lainnya seperti : (I)

implementasi recording system, (2) fasilitas penanganan sapi yang akan di IB, (3) nutrisi, (4) kesehatan, gangguan reproduksi (infertilitas) dan (5) akurasi deteksi berahi. Faktor gangguan reproduksi, pemberian pakan dan kualitas semen beku diduga kuat mempengaruhi kinerja IB secara teknis dan selanjutnya ke kinerja ekonominya (Ditjennak dan PSP IPB 1997).

Selarna ini, penentuan kualitas semen beku hanya dilaksanakan di tingkat pradusen (BIB) sebelum didistribusikan sebagai tahap prosedural dalam rangka mengontrol kualitas (qualify control). Penentuan kualitas semen beku dilakukan dengan menggunakan metode analisa kualitatif, yang cenderung memberikan nilai subyektifdan kurang pasti (tidak tepat atau kurang akurat).

(131)

1 . 2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(1) Untuk memperoieh informasi teknik penanganan semen beku (handling) yang dilakukan oleh petugas Inseminasi Buatan.

(2) Menentukan kualitas semen beku Cfrozen semen) ternak sapi yang ada di lapangan pada setiap tahap distribusi, mulai dari tingkat produsen (BIB) hingga sampai ke inseminator (end user).

(3) Membandingkan kualitas semen beku produksi BIB Lembang dan BIB Singosari.

1.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan dan informasi yang sangat berguna bagi institusi terkait, seperti Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Balai Inseminasi Buatan, Pusat Pengembangan Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio Ternak, untuk pengambilan keputusan secara teknis operasional dalam rangka peningkatan kinerja pelaksanaan program IB ditinjau dari aspek kualitas produksi, distribusi dan teknik penanganan semen beku di Indonesia dan selanjutnya dapat melnperbaiki kinerja pelaksanaan IB.

1. 4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Penanganan semen beku pada setiap tahap jalur distribusi sudah sesuai dengan yang dianjurkan

(132)
(133)

11. TINJAUAN I'USTAKA

2.1 Semen Sapi

Semen sapi terdiri dari atas sel-sel spermatozoc yang tercarnpur di dalam suatu medium yang berisi zat-zat esensial yang disebut plasma semen (Direktorat Perbibitan 2000a). Sel spermatozoa diproduksi dalam testis melalui suatu proses spermatogenesis dan mengalami pematangan di bagian epididimis. Selain sebagai tempat pematangan, epididimis juga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan sebelum di ejakulasikan.

Saxena et al. (2002) melaporkan bahwa spermatozoa yang berasal dari testis

mengandung glikoprotein transmembran yang disebut basigin (bsg). Selama di epididimis massa basigin akan direduksi dari 37 kD ( dalam testis) menjadi 26 kD melalui suatu proses deglikosilasi. Basigin tersebut berperan untuk memfasilitasi ikatan antara spermatozoa dengan zona pelusida dan interaksi sperma dengan

kumulus.

Plasma semen memiliki fungsi yang sangat vital yaitu sebagai medium pembawa dari saluran kelarnin jantan ke saluran kelamin betina. Hampir 90% dari plasma membentuk semen sapi yang memiliki pH netral (pH 7,O). Plasma semen disekresikan oleh kelenjar vesikularis dan kelenjar aksesoris lainnya yang berisi zat- zat makanan organik dan anorgarlik yang penting untuk hidup dm pelindung

spermatozoa.

(134)

tersebut belum layak untuk diproses lebih lanjut sebagai semen beku disebabkan rendahnya no ti lit as spermatozoa yang berkisar 10%. Sementara persyaratan yang harus dipenuhi didalam produksi semen beku adalah dengan persentase motilitas atau post thuwing motility (PTM) minimal 40% (Direktorat Perbibtan 2000a). Selanjutnya Jainudeen dan Hafez (1 987) menyatakan bahwa kualitas semen ini sangat tergantung pada umur pejantan, frekuensi ejakulasi, stres dan kesehatan pejantan.

Bukan hanya itu, keadaan fertilitas pejantan yang digunakan sebagai pejantan penghasil semen sangat penting untuk diketahui. Hamano et al. (2001) melaporkan suatu teknik uji fertilitas pejantan dengan menggunakan cawan petri dan kapiler rektangular 21 cm yang diisi dengan cairan mukus dari servik sapi 50% clan 1% BSA. Spermatozoa yang diencerkan kembali (thawing) berasal dari pejantan fertil memperlihatkan kemampuan migrasi yang lebih tinggi dibanding dari pejantan yang kurang fertil. Sebelumnya Murase et al. (1999) menyatakan bahwa posisi dari kapiler rektangular yang paling baik adalah upright pada suhu 3 8 ' ~ .

Murase et al. (2001a) menyatakan bahwa tingkat fertilitas spermatozoa yang

berasal dari pejantan fertil dan subfertil yang tidak diketahui dengan diuji standar (hidup, abnormalitas, motilitas) dan menggunakan mukus servik sapi betina, dapat menggunakan uji reaksi akrosom yaqg diinduksi oleh kalsium ionophore. Metode lainnya adalah melalui pengukuran tingkat spermatozoa yang apoptosis (nekrosa)

pada semen segar (Anzar et al. 2002). Berkaitan dengan metode penentuan tingkat

(135)

0,42, akrosom normal dengalt fertilitas sebesar 0,6 dan Jeyendran dan Zeneveld (1986) dalam Noor (1990) menyatakan korelasi keutuhan membran plasma dengan fertilitas sebesar 0,9.

[image:135.616.107.546.355.464.2]

Masa pubertas untuk setiap ras sangat variatif terlihat pada sapi-sapi Brahman dan Brahman Cross yang lebih lambat dari pada sapi-sapi Eropa (Lunstra et al. 1978; Fields et al. 1982; Neundorff et al. 1985 dalam Randel 1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa masa pubertas terlihat dari pertarna kalinya ejakulasi terjadi yang berisi sekitar 50 juta spermatozoa dengan motilitas lebih kurang 10%. Tabel 1 menampilkan waktu pubertas dari beberapa bangsa sapi.

Tabel 1. Waktu pubertas yang dialarni beberapa bangsa sapi (Randel 1990)

Ras Umur pertama spermatozoa terlihat Umur Pubertas

(hari) (hari)

Brown Swiss 236 264

Redpoll 252 295

Angus 265 296

Hereford 266 326

Brahman 295 454

2.2 Inseminasi Buatan

Sejak pertama kali ilmu genetika ditemukan dan diterapkan untuk

merenca~lakan program perbaikan genetik pada industri daging dan susu, inseminasi buatan nlerupakan suatu teknologi yang dapat digunakan untuk mempercepat

transformasi tersebut (Pilkington 1997) dalam rangka penggunaan semen-semen dari

elite hull. Selanjutnya Pilkington (1997) menginfornlasikan bahwa penelitian dan

(136)

negara-negara Eropa dan Amcrika Serikat. Alnerika Serikat menerapkan IB sejak tahun 1937 yang ditandai dengan pendirian pabrik pembuatan semen beku.

Indonesia sendiri baru menerapkan IB secara massal pada tahun 1973, melalui penggunaan semen-semen beku yang diimpor dari Selandia Baru dalam rangka untuk meniiigkatkan produktifitas dan perbaikan mutu genetik ternak lokal. Lindsay et al.

(1982) dalam Handiwirawan et al. (1997) menyatakan bahwa dari semua teknik yang dilakukan pada bidang fisiologi reproduksi, IB merupakan cara yang paling berhasil diteriina secara luas. Hingga sekarang semua propinsi di Indonesia sudah terjangkau pelaksanaan IB.

Selanjutnya Handiwirawan et al. (1997) menjelaskan bahwa program IB akan banyak inemberikan inanfaat apabila pelaksaannya di lapangan dilakukan dengan tepat dan benar. Keberhasilan IB sendiri di lapangan secara teknis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas semen, kondisi reproduksi ternak betina, keterampilan petugas dan pengetahuan peternak dalam mendeteksi berahi.

2.3 Semen Beku

Semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan terpilih yang diencerkan

sesuai prosedur, dibekukan dan disimpan pada suhu -196°C. Pejantan yang terpilih adalah pejantzn yang sudah mengalami seleksi sebagai pejantan unggul berdasarkan kemanlpuan produksi dan reproduksi keturunannya (progeny test) atau saudara kandung/saudara tiri atau garis keturunannya (Direktorat Perbibitan 2000b).

Pengetahuan tentang penga~xtan semen dengan pembekuan telah dicatat sejak

(137)

dimaksudkan untuk menyimpan spermatozoa dalam jangha waktu lama, untuk mempermudah distribusi spermatozoa sapi dari pejantan-pejantan unggul tanpa terhalang oleh perbedaan waktu clan lokasi. Selama masa pembekuan, suhu yang

dianggap kritis untuk daya tahan spermatozoa adalah -10°C dan -40°C (Lovelock and Volge 1954; Volge 1957; Martin 1962; Watson and Martin 1974 dalam Watson 1979). Selanjutnya dijelaskan bahwa melalui penurunan suhu secara larnbat, yaitu

dengan kecepatan 1°C/menit dari 0°C hingga -1 O°C, dengan kecepatan 3-4 "Clmenit

dari -1 6°C ke -30°C (atau -40°C) memberikan hasil yang sangat memuaskan.

Kecepatan penurunan suhu juga merupakan ha1 yang sangat penting diperhatikan dan cenderung berbeda-beda pada setiap jenis semen. Semen

dombafkambing dengan kecepatan 3-12"CImenit tidak memperlihatkan adanya

kerusakan membran plasma selarna penurunan dari 5°C ke -5°C. Medrano et al. 2002

menyatakan bahwa spermatozoa yang didinginkan dengan kecepatan 24"CImenit dapat menimbulkan kerusakan pada membran plasma. Metode kriopreservasi ini sangat berpengaruh terhadap daya hidup spermatozoa setelah thawing, meskipun

semen yang digunakan sebelum proses kriopreservasi terlihat normal (Curry 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Mazur dan Koshimoto (2002) pada

spermatozoa tikus menunjukkan bahwa proses pendinginan hingga mencapai -70 "C

dengan kecepatan penurunan suhu sebesar 20-130°C/menit n~enghasilkan motilitas

tertinggi (suhu optimum) daripada kecepatan 250-1000°C/menit dan 2000°C/menit

yang aka11 nlenurunkan motilitas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mazur dan Koshimoto

(138)

kristal es intraseluler yang disebabkan oleh ketidakcukupan waktu bagi air untuk keluar dari intraseluler. Bahan pengencer yang digunakan pada penelitian ini adalah

18% raffinose, 3,8% oxyrase pada 0,25 x phosphate buflered saline (PBS). Proses

pendinginan dari -70°C hingga -196°C dengan kecepatan 20-130°C tetap akan menghasilkan motilitas terbaik (Koshimoto dan h4azur 2002)

Penggunaan bahan krioprotektan pada beberapa jenis semen juga menghasilkan variasi kualitas semen. Kundu et al. (2002) melaporkan penggunaan dekstran sebagai krioprotektan sangat tergantung kepada bobot molekul dan konsentrasinya. Bobot molekul yang dicobakan adalah mulai 10 hingga 2000 kD dan

konsentrasi 8,42 sarnpai 0,04 mrnolll. Laporan Kundu et al. (2002) menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa tertinggi diperoleh pada pemberian dekstran 10 kD dan konsentrasi 8,42 mrnolll, yaitu sebesar 23%. Semakin tinggi berat molekul dan semakin kecil konsentrasi yang digunakan cenderung dapat menurunkan persentase motilitas. Kombinasi krioprotektan dekstran, gliserol 0,87 moll1 dan gliserol dimethyl sulphoksida 0,76 moll1 ternyata marnpu meningkatkan motilitas hingga menjadi 60%, selain itu dapat mereduksi konsentrasi dekstran dari 8,42 mmolll menjadi 6,27 mrnolll yang merupakan konsentrasi optimum.

Penurunan kualitas semen selarna proses pembekuan pada entok dilaporkan juga oleh Setioko et al. (2001) yang secara signifikan terjadi pada penggunaan

(139)

untuk menghindari terjadinya cold shock. Titik kritis yang dimaksud bdalah s a t suhu diturunkan ke -196°C dan saat dilakukan thawing kembali.

Masalah pembekuan semen umumnya berkisar pada pengaruh cold shock

terhadap sel yang dibekukan dan perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es. Kelemahan-kelemahan ini yang kemudian membuka teknologi baru untuk mengatasinya, disamping kelemahan lain yang dapat terjadi pada saat proses pembuatan semen beku (Toelihere 1985). Pembekuan dapat dilakukan dalam bentuk arnpul, straw, pellet serta modifikasi ketiga

bentuk tersebut.

Dari ketiga bentuk tersebut penyimpanan dalam bentuk straw banyak

menghemat tempat, ruangan dan praktis untuk dibawa ke tempat lain. Konsentrasi sperma dalam straw pada mulanya 50 juta kemudian 40 juta, 35 juta kemudian

menjadi 25 juta dan 20 juta spermatozoa (Hedah et al. 1993). Organisasi pangan dan pertanian dunia yang bernaung di bawah PBB (FAO) mengharuskan untuk negara- negara berkembang konsentrasi dalam straw minimal 20 juta spermatozoa, sedangkan Pusat Inseminasi Buatan modern telah menggunakan konsentrasi 20-25 juta sel spermatozoa/straw.

2.4 Kualitas Semen Beku

(140)

Kualitas semen beku yang berada di Indonesia sebagai komitmen untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan IB dan sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen atau petemak selaku pengguna jasa IB, Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah mengeluarkan standar kualitas semen beku sapi No. SNI 0 1-4869.1

-

1998. Standar ini menjadi rujukan bagi produsen semen beku, importir dan

pengawas perbibitan untuk memonitor kualitas semen beku yang akan diedarkan dan telah didistribusikan.

Standar yang harus diikuti oleh produsen semen beku di Indonesia adalah dengan konsentrasi minimal 25 juta sel spermatozoa/0,25 ml atau 10 juta sel

spermatozoa yang motil dan PTM 40%. Penjagaan kualitas semen beku selama proses pembekuan, thawing dan distribusi penting dilakukan. Sugiarti et al. (2001)

menyatakan bahwa pada proses pembuatan semen beku sapi FH, penambahan prolin dan antioksidan (Vitamin C dan E) dapat menjaga kualitas semen selama dalam

proses pengenceran, tetapi tidak berpengaruh selama proses pembekuan. Lain halnya dengan proses pembuatan semen beku kambing Peranakan Etawa, Wherdany (1999)

menyatakan bahwa penarnbahan a-tokoferol dapat mempertahankan kualitas semen

selma pengenceran, pembekuan dan thawing.

Metodologi produksi semen yang berbeda dari berbagai produsen semen beku

(141)

penggunaan pengencer, lama dan selang waktu yang dibuiuhkan dalam produksi. Oleh karena itu BIB Singosari dan BIB Lembang sehanrsnya memiliki standar

penanganan dan penggunaan semen beku secara sendiri-sendiri.

2.5 Distribusi Semen Beku

Distribusi semen beku merupakan &ah satu mata rantai manajemen yang ikut

menunjang dalam keberhasilan pmgram IB. Pola, teknik dan p e n g a m yang ketat

selama proses distribusi sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas semen beku

pasca produksi.

Distribusi semen beku dari

BIB

selaku produsen ke daerah dil-an

berdasarkan usulan daerah, produksi semen beku tahun berjalan, stok semen yang

berada di BIB dan daerah serta kebijaksanaan breeding @i&torat Perbibitan

2000b).

Pola distribusi semen beku yang ada di Indonesia dibagi kedalarn tiga tahap

1. Distribusi dari

BIB

ke propinsi atau Satuan Pelaksana

IB

(SPIB-I) d i l h a k a n

oleh

BIB

yang dikirim melalui perusaham jasa tramportasi/kargo.

2. Distribusi dari propinsi ke tahap berikutnya meldui dua alternatif Pertama

adalah dari propinsi ke kabupaten (SPIB-11) clan selanjutnya didistribusikan ke

Pos IB. Kedua dari propinsi iangsung didistribusikaa

ke

Pos IB yang merupakan

tempat berdomisilinya inseminator atau tempat berposnya beberapa inseminator.

Angkutm

yang digunakan biasanya addah dengan menggunakan angkutan darat
(142)

3. Distribusi ciari Pos IB ice lokasi inseminasi, dflaksanakan oleil inseminator biasanya dengan menggunakan sepeda motor atau be rjalan kaki.

2.6 Proses Produksi Semen

Beku

Metode Masuda (Mmuda system)

Evaluasi pertama yang dilakukan dengan sistem Masuda terhadap semen segar adalah evaluasi makroskopis yang meliputi warna (putih susu

-

krem

-

kuning ma), pH (berkisar 6,2-6,8), volume (berkisar 2-10 ml), konsentrasi clan bau

dilakukan

segera setelah penampungan semen pada suhu 33°C (Zenichiro et al. 2002). Evaluasi ini dimaksudkan sebagai seleksi atau kontrol k d i t a s tahap pertama h a d a p s g m n yang akan diproses lebih lanjut menjadi semen beku. Semen segar yang tidak memenuhi standar tidak akan diproses menjadi semen beku (reject).

Selanjutnya Zenichiro et al. (2002) menjelaskan bahwa semen yang telah dievaluasi secara makroskopis akan diencerkan dengan me- pengencer A1 (pengencer tahap pertama) yang telah disediakan sebelumnya. Komposisi bahan pengencer A1 yang digunakan adalah tris aminomethane, asam sitrat, iaktosa, raffinosa, levulosa, antibiotika, kuning telur 20% dan dilarutkan dalam

akuades.

Perbandingan antara semen

dan

pengencer A1 yang digunakan addah &anyak satu berbanding satu (semen segar : pengencer Al).

Evaluasi yang kedua dilakukan secara mikroskopis, yaitu meliputi g d m d i i i t a s progresif maju ke depan (berlcisar 70%), pemerikssaan morfologi (prsentase abnormal) dan konsentrasi (25 juta sel spermatozoa/0,25 ml). S e l m a

(143)

tahap kedua (A2) tejadi penumm stthu menjadi 74°C yang merupakan suhu paling ideal untrrk penarnbahan pengencer A2.

Banyaknya pengencer A2 yang digunakan adalah setengah dari volume semen dengan melakukan filtrasi terlebih dahulu. Tujuannya adalah

untuk

rnexghkhi adanya kontaminasi kotoran atau partikel-padikel lainnya. Semen yang telah diencerkan ini disimpan pada suhu 4OC selama 20-24 jam.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengenceran tahap ketiga dengan menggunakan pengencer I3 (komposisi : pengencer A ditambah 13% gliserol). Evaluasi kembali dilakukan sebelum memasuki tahapan prae freezing untuk melihat motilitas progresif spermatozoa. Motilitas progresif yang baik untuk *t diproses lebih lanjut adalah 55%. Pada tahap ini aka. dilakukan printing straw, injection dan sealing dengan ultrasonic fillling (sealing machine).

Sebelum proses pemkkuan (prae freezing) perlahan-lahan suhu diturunkan

dari

4°C menjadi -1 30°C dengan cara meletdckan rak straw 5 cm di atas nitrogen &r (di uap nitrogen) selarna 5 menit. Proses pembekuan weezing) selanjutnya dilakukan dengan cara merendam straw ke dalarn nitrogen cair pada suhu -1 96°C.
(144)

2.7 Proses Produksi Semen Beku di BIB Singosari

Sejak bulan Januari 2002 BIB Singosari telah menerapkan metodologi baru didalam mernproduksi semen beku. Metodologi tersebut membutuhlcan waktn dua hari mulai penampungan hingga siap disimpan sedangkan metode lama hanya membutuhkan waktu setengah hari.

Bangsa sapi pejantan yang diproduksi semen bekunya di Indonesia adalah bangsa

FH,

Bali, Madura, Ongole, Brahman, Simental, Limousin, Brangus dan Angus. Sebelurn dilakukan penampungan semen, terlebih Qahulu d i l a k u h pemandian terhadap sapi dan pencucian preputium yang dimaksudkan untuk mencegah adanya kotoran-kotoran yang dapat mengkontaminasi semen segar. Frekuensi penampungan dilakukan sekali seminggu untuk setiap ekor pejmtan dengan dua sampai tiga Mi ejakulasi. Penarnpungan biasanya dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul8.00 pagi waktu setempat.

Evaluasi pertama dilakukan terhadap semen segar, yaitu secara makros~opis yang meliputi warna (putih susu

-

krem

-

kuning muda), pH (bericisar 6,2-6,8), volume (berkisar 2-10 ml), konsentmi dan bau dilakukan segera setelah pencunpqan semen pada suhu 33°C. Evaluasi ini dimaksu- sebagai seleksi atau kontrol kualitas tahap pertarna terhadap semen yang

akan diproses lebih lanjut

rnenjadi semen beku. Semen segar yang tidak memenuhi standar tidak

akan diproses

menjadi semen

beku

(reject).
(145)

c disediakan sebelumnya. Komposisi bahan pengencer A l yang diglsn&an adalah tris

aminomethane, asam sitrat, laktosa, raffinosa, ievulosa, antibiotika, kuning tdur 20%

dan dilarutkan dalam akuades. Perbandingan antara semen dan pngencer A1 yang digunakan W a h sebanyak satu berbanding satu (semen segar : pengencer Al).

Evaluasi yang kedua dilakukan secara mikroskopis, yaitu meliputi gerak/motilitas progresif maju ke depan (nonnalaya berkisar 70%), pemerilcsaan morfologi atau persentase abnormalitas maksimal 10% dan konsentmi (25 juta/0,25

ml). Seiama proses pengenoem dari M a p pertama (Al) pada suhu 33°C hingga

pengenceran tahap kedua (442) terjadi penurunan suhu menjadi 74°C ymg

merupakan suhu paling ideal untuk penambahan pengencer A2 (komposisi sama dengan A 1). Banyaknya pengencer A2 yang digunakan adalah setengah dari volume semen dengan melakukan filtrasi terlebih dahuiu. Tujuannya adalah

untuk

menghindari adanya kontaminasi kotoran atau partikel-partikel lainnya.

Tahap selanjutnya adalah melakukan pengenceran

tahap

ketiga d&gan menggunakan pengencer

B

(komposisi : pengencer A ditarnbah 13% gliserol). Evaluasi kembali dilakukan sebelum memasuki tahapan prae freezing

untuk

melihat motilitas progresif spermatozoa. Motiiitas progresif yang baik mtuk dapat diproses lebih lanjut adalah 55%.

Pada

tahap ini akan dilakukan printing straw, injection

dan

sealing dengan ultrasonic$lZing (sealing machine).
(146)

merendam straw ke dalam nitrogen cair pada suhu

-196OC.

Waktu yang digunakan

untuk penurunan suhu dari

4°C

hingga

-196OC

adalah berkisar 5 menit.

Selanjutnya evaluasi kembali dilakukan secara mikroskopis dengan meliht

persentase motilitas (PTM) sebagai prasyarat didalam kontrol kualitas sebelum

pendistribusian. Persentase motilitas yang diperbolehkan

addah

minimal

4 W ,

dengan demikian jumlah spermatozoa motil sebanyak

10

juta sel s p e n n a t ~ d s t r a w ~ 2.8

Proses

Produksi Semen Beku di BIB Lembang

Penarnpungan semen dilakukan setiap pagi hari mulai pukul

08.00

sampai

dengan

11.00 WIB

dengan terlebih dahulu dilakukan pernandian dan pencucian

preputium dan kotoran-kotoran di sekitar preputium sapi. Penaznpungan dilakukan

sekali seminggu dengan frekuensi dua kali penampungan, y q g mepnungkiinkan

terjadinya peningkatan konsentrasi dan volume spermatozoa. Dorongan seksual periu

tetap dipelihara dengan cara mengganti betina pemacek dan faktor pengganggu libido

lainnya.

Evaluasi makroskopis yang meliputi warna (put& susu

-

krem

-

kuning muda),

pH (berkisar

6,2-6,8),

volume (berkisar

1-1

5 ml) dengan rata-rata volumenya 7 ml,

konsentrasi

dan

bau dilakukan segera setelah penampuugan semen. Evaluasi ini

diinaksuckm sebagai seleksi atau kontml kualitas tahap pertama

t

e

-

semen yang

akan diproses lebih lanjut menjadi semen beku. Semen segar yang tidak memenuhi

standar tidak

akan

diproses menjadi semen beku (reject). Semen yang telah

dievaluasi secara makroskopis selanjutnya akan dilakukan evaluasi secara

(147)

individu dsngan nilai 2+ dm gerakan massa m e n dengan penilaian 70%. Kriteria lengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sistem skoring didalam penentuan gerakan massa spermatozoa

Nilai Keterangan

0 Spermatozoa immotil atau tidak bergerak.

1 Gerakan berputar di tempat.

2 Gerakan berayun atau melingkar, persentase spermatozoa bergerak progresif kurang dari 50% dan tidak ada gelombang.

3 Antara 50% sarnpai dengan 80% spermatozoa bergerak progresif

dan ada gerakan massa.

4 Gerak progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang, sekitar 90 % spermatozoa motil.

5 Gerakm yang sangat progresif dengan gelombang sangat cepat

Semen yang telah dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis selanjutnya dilakukan pengenceran menggunakan pengencer A dengan komposisi satu berbanding satu (komposisi A adalah antibiotik, susu skim 10% dan kuning telur 5%). Semen yang telah diencerkan disimpan selarna 35 menit ke dalarn cool top hingga suhunya

Semen yang telah dicampur dengan pengencer A didiamkan kembali selarna 50 menit dan kemudian dapat ditam'oahkan dengan pengencer A yang masih tersisa. Selanjutnya dilakukan pengenceran berikutnya dengan menggunakan pengencer B

(148)

ini dilakukan cmpat &hap c h g m inte~val 15 menit. Kurang lebih 2,5 jam berikutnya atau 5 jam sejak ditambahkan pengencer A pertama, semen dapat dimasukkan ke dalam straw yang telah disiapkan sebeiumnya (Cadrana 2001 dan Puspitnak 2002).

Evaiuasi kembali dilakukan sebelurn memasuki tahapan prae peezing untuk melihat motilitas pmgresif spermatozoa. Motiiitas p g r e s i f yang baik

untuk

dapt

diproses lebih lanjut adalah minimal 70%. Pada tahap ini &an

dikhkan

printing

straw, injection dan sealing.

Sebelurn proses pembekuan (prae freezing) pedahan-lahan suhu diturunkan dari 4-5°C menjadi -1 10°C sampi dengan -120°C dengan cara meletakkan rak straw

I

5 cm di atas nitrogen cair (di uap nitrogen) selarna 9 menit.

Proses

pembekuan

(freezing) selanjutnya dilakukan dengan cara merendam straw ke Ueunnitrogen cair pada suhu

-

1 96°C.

Selanjutnya evaluasi kembali dilakukan secara mikroskopis dengan melihat PTM sebagai prasyarat kontrol kualitas sebelum pendistribusian. Mutilitas yang

diperbolehkan adalah minimal 40%, dengan demikian jumiah spermatozoa motil sebanyak 10 juta sel spermatozoa/0,25 ml dari konsentrasi semen beku sebanyak 25

(149)

111. BAHAN DAN METODE 3 . 1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengujian kualitas semen beku dilakuican di Laboratorium Fisiologi

Reproduksi dan Inseminasi Buatan, Bagian Reproduksi clan Kebidaaan

Fakultas

Kedokteran Hewan lnstitut P&an Bogor. Koleksi data mengenai teknik

penanganim dan sampel semen beku diambil pada setiap tahap jalur distribusi.

Penelitian berlangmg selama tujuh bulan mulai bulan April sarnpai dengan Oktober

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.2.1 Semen Beku qrozen semen)

Semen beku yang digunakan adalah produksi BIB Lembang

dan

Singosari.

- Sebanyak 383 sampel straw diambil mengikuti tahapan jalur distribusi yang meliputi :

sampel yang belum didistribusikan (BIB Lembang dan BIB Singosari) dan sampel

yang telah didistribusikan, yaitu Propinsi (Satuan Pelaksanaan Insemimi

BuatadSPIB-I), Kabupaten (SPIB-11), Pos IB clan Inserninator.

Sampel semen beku yang diambil dimasukkan ke aalam kontainer berisi

nitrogen cair, dengan maksud untuk menghindari terjadinya kerusakan. Waktu

pengambilan sampel semen beku dalam proses pernindahan dari kontainer

depo

(storage confainer) lapangan ke kontainer transpor dengan ketentuan selalu di

bawah

(150)

3.2.2 Bahan dan Alat-Alat

Bahan yang digunakan meliputi semen beku, NaCl 0,031

M

(lanttan hipotonik), NaCl fisiologis, akuadestilatz, nitrogen cair dan alkohol. Peralatan yang

dipakai adalah mikroskop, kontainer (storage and transport container), kamar hitung

Neubaeur, gelas obyek, gelas penutup (cover glass), penghitung (counter),

hemositometer, inkubator dan pinset pengambil straw.

3 3 Prosedur Penelitian

33.1 Pelaksanaan Metode Survey

Untuk mengetahui teknik penanganan semen beku ymg dilakukan d e h

petugas inseminasi buatan, dilakukan survey terhadap petugas yang fnenangani

semen beku secara langsung di l a p q a n . Penentuan lokasi penelitian pada tingkat

propinsi (Satuan Pelaksana Inseminasi Buatan

-

VSPIB-I)

dan

kabupaten (SPIB-11)

adalah mengikuti metode penarikan contoh secara purposive berdasarkan kriteria a)

pelaksanaan IB sangat intensif dan b) propinsi tersebut pernah dijadikan sebagai lokasi evaluasi IB pada tahun-tahun sebelumnya. Parameter pengamatan terhadap

penanganan semen beku yang dapat mempengaruhi kualitas semen beku addah 1)

tempat plaksanaan thawing, 2) lama thawing, 3) lama inseminasi, 4) teknik

pengangkatan atau pemindahan senen

beku

antar kontainer, 5) pe- pinset

dm 6)

keadaan

nitrogen cair.

B-

ktiteria tersebut dipe*hleh sebanyak tujuh
(151)

Tabel 3. Nama-narna propimi dan kabupaten yang dijdikan sebagai lokasi penelitian

No Propinsi Kabupaten

(SPIB-I) (SPIB-11)

1 Sumatera Barat Agam

Tanah Datar

2 Jawa Barat Ciamis

Sumedang 3 J a w Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur Karanganyar Magelang Gunung Kidul Sleman Lamongan Gresik

Sulawei Selatan Maros

Takalar

7 Nusa Tenggara Barat Lombok Barat Lombok Tengah

Lokasi kabupaten yang terpilih, dilakukan sampling terhadap pos IB dan inseminator den-gan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling). Semen beku yang

akan

dijadikan sekqai sampel p e l i t i a n diambil pada setiap tahap jalur distribusi dengan mengikuti

metode

acak sederhana.

33.2 Pemeriksaan Kualitas Semen Beku Secara Laboratoris

[image:151.584.81.524.78.488.2]
(152)

langsung dicdupkan ke daiam air bersuhu

37'~

selart~a 30 detik. Ada tiga jcnis parameter yang ditentukan rneldui pemeriksaan mikroskapis, yaitu a) pengukuran konsentrasi semen beku, b) persentase motilitas spermatozoa atau post thawing

motility

(PTM) dan c) persentase membran plasma utuh (MPU)

Melalui pengukuran konsentrasi dan persentase motilitas dapat diketahui besarnya jumlah atau konsentrasi spermatozoa yang motil untuk setiap strawnya. Staodar Nasional Indonesia (SNI) teiah menetapkan bahwa konsentrasi spermatozoa minimal 25 juta/0,25 ml dan PTM minimal 40%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa di dalam straw ferkandung spermatozoa yang motil sebanyak 10 jub spermatozoa/0,25 ml.

33.2.1 Pengukuran Konsentrasi

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dihitung secara kuantitatif, menggunakan kamar hitung Neubaeur. Semen diencerkan ke dalam tabung hemositometer khusus untuk leukosit dengan cara mengisi semen sampai ~I@UI 1

t

kemudian ditambahkan NaCl fisiologis sampai angka 1 1, sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10 kali. Tabung yang telah berisi semen tadi, d h i n o g e n k m dengan cara memutar tabung membentuk angka delapan.

Semen beku yang telah tercampur homogen dengan NaCl fisiologis daiam

tabung leukosit, sebagian dibuang terutama yang berada di ujung tabung dengan cara

(153)

i

leukosit pada sisi cover glass y a w menutup kamar hitung Neubauer sehingga campuran homogen tersebut mengalir ke dalam kamar hitung Neubauer.

Penghitungan konsentrasi dapat diketahui dari jumlah selusuh spermatozoa dalam lima kotak besar atau 80 kotak kecil. Secara ringkas untuk menghtung konsentrasi digunakan rumus :

Konsentrasi (sperma/0,2S ml) = Penrzenceran x 50.000 x total smrmatoma dihitung

4

L

3.3.2.2

Penghitungan Persentase Motilitas Spermatozoa

Penghitungan terhadap persentase motilitas spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang bergerak progresif ke depan, dengan cara m q h i t u n g jumlah spermatozoa yang mati (sperma tidak bergerak (irnrnotil), bergerolk di tempat, berputar, mundur dan bergerak oskilatoris) pada lima kotak besar kamar hittug hemositometer (empat kotak pada setiap sudut dan satu kotak di tengah). Setelah jumlah spermatozoa yang mati di dalam lima kotak dihitung, kemudian dibisukan

pada suhu ruang sampai sekitar satu sampai

dua jam atau dengan

cara pemanasan

hingga semua spermatozoa mati clan terimobilisasi pada gelas henmitometer Neubauer agar mudah dalam penghituqgan. Penghitungan kembali dilakukan pada 5

kotak hemositometer untuk mengetahui total seluruh spermatozoa. Hasil P-an antara total seluruh spermatozoa dengan spermatozoa yang mati w a nspermatozoa yang bergerak progresif (bergerak lurus ke depan').

Untuk mengetahui persentase motilitas spermatozoa dilakukan dengan cam membagikan total spern~atozoa yang bergerak progresif dengan total seluruh spermatoma dikalikan 100%, sebagaimana terlihat pada rumus di bawah ini.

(154)

Pementase Motilitas Spermatozoa = Suermatozoa Bernerak Pronresif x 100% Total Seluruh Spermatozoa

3.3.23

Penghitungan Persentase Membran Plasma Utuh

Pemeriksaan terhadap membran plasma utuh (MPU) dilakukm memakai uji

yang

pernah

dilakukan oleh Jeyendran dan Zaneveld (1984), yaitu hypoosmotic

swelling test (HOS test). Prosedur pemeriksaamya adalah dengan menggunakan

modifikasi medium HOS benrpa NaCl hipotonik

0,03

1

M

(0,179 g NaCl di dalam

100 ml akuades).

Sebanyak 0,l ml semen dicampurkan ke dalarn 4,9 ml medium HOS lalu

diinkubasi selama 45 menit pada

suhu 37'~.

Kemudian diperiksa dibawah

mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Jumlah spermatozoa yang dihitung adalah

sebanyak 200 spermatozoa. Semen yang diperiksa

akan

terlihat adanya perubahan

morfologik spermatozoa bila diinkubasi dengan medium HOS. Perubahan init'akan

dicirikan oleh pembengkakan di bagian ujung ekor, lengkungan &or, &or yang

memendek clan menebal yang menunjukkan utuhnya membran spermatozoa.

3.4 Pengolahan Data

Ulltuk

memperoleh informasi tentang teknik penanganan semen beku oleh

, petwas

IB dilakukan

melaiui

bantuan

kuisicmer (metode survey). Data yang

terkompilasi melalui metode survey dievaluasi menggunakan analisis deskriptif.

Sedangkan data yang diperoleh dari pemeriksaan kualitas

semen

beku diolah dengan

menggunakan sidik ragam (analysis of variance) dengan bantuan statistical andysis

system ( S AS).

(155)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas semen beku sewaktu dalarn proses distribusi sangat ddipengdi oleh penanganan semen (handling technique) dan keadaan nitrogen cair sebagai media

penyimpanan. Pengamatan dilakukan terhadap mas lapangan am inseaninator didalam rnemperlakukan semen beku yang sangat sensitif terhadap peruhhan

4.1 Penanganan Semen Beku (handling technique)

Teknik yang dilakukan petugas diddam rnemperlakukan semen beku dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 46 orang masyang terjaring selama pengambilan data di tujuh propinsi lokasi penelitian.

Kadang di Pos /lokasi IB 6,52%

Gambar 1. Ihakteristik tempat pelaksanaan thawi*

semen

beku yang dilakukan oleh insenhator.
(156)

wlrktu y q di~niliki seorang inseminator sejak hawing mnpai dideposisikan ke organ reproduksi betina adalah sangat singkat.

Sebaliknya, thawing yang dilakukan petugas inseminator di Pos IB atau rumahnya sebagai tempat penyimpanan kontainer depo adalah sebanyak 39,13% (18/46) dan 6,52% (3146) inseminator mengaku melakukan thawing kdang-kadang di Pos IB, di rumah atau lokasi pelayanan IB. Alasan utarna yang dikemukakan

untuk

melaksanakan thawing di Pos IB atau rumahnya adalah karena minimnya pasokan nitrogen cair yang hanya datang sekali sebulan.

Keadaan ini memaksa petugas memperlakukan semen beku dengan cara memasukkannya ke dalarn termos yang berisi air biasa atau air es &agai media penyimpanan sementara selama dalam perjalanan menuju lokasi IB dengan

waktu

tempuh berkisar 0,5-4 jam. Mengingat sensitifhya semen beku terhadap fluktuasi perubahan suhu, seharusnya thawing dilakukan di lokasi pelayanan IB. Demikian juga sewaktu transportasi dari Pos IB ke lokasi IB semen beku

hanci

tetap tekndarn

di dalam nitrogen cair.

di atas 120 detik

[image:156.584.197.475.509.619.2]

21.74%

Gambar 2. Waktu yang dibutuhkan oleh inseminator dalain pelaksanaan thawing

(157)

Gambar 2 memperlihatkan waktu thawing yang digunakan inseminator yaitu mulai diangkat dari nitrogen cair hingga diangkat dari air sebagai media thawing.

Sebanyak 56,52% (26146) inseminator melaksmakan thawing dibawah 30 detik, sisanya sebanyak 2 1,74% ( 1 0146) thawing dilakukan berkisar antara 30-120 detik d m sisanya 21,74% (10146) menggunakan waktu di atas 120 detik. Hasil ini menunjukkan bahwa ada sebanyak 42% inseminator yang menggunakan waktu thawing diatas 30 detik.

Pace et al. (1981) menyatakan bahwa lama thawing yang masih diperbolehkan adalah maksimal 30 detik pada suhu 3 7 ' ~ . Zenichiro et al. (2001)

mengharuskan thawing dilakukan dengan waktu 7 detik pada suhu 37-38'~, Hedah clan Herliantien (1993) menyatakan bahwa thawing yang ideal menggunakan air hangat bersuhu 3 8 ' ~ dengan waktu 15 detik. Selanjutnya dijelaskan oleh Hedah dm Herliantien (1993) bahwa sebaiknya thawing dilakukan di tempat yang teduh, jauh dari sinar matahari langsung dan angin.

Posisi thawing dapat vertikal atau horisontal; bila vertikal sebaiknya sumbat pabrik uactory plug) di bawah dan sumbat laboratorium (laboratorium plug) di atas. Menurut Handiwirawan et al. (1997) thawing d i l a k h dengan lama 10-30 detik masih diperbolehkan atau dengan kata

lain

waktu tersebut tidak berpengaruh terhadap /

ailgka konsepsi tetapi temperatur-ihawing nyata mernpengafvhi angka konsepsi. Ada tiga suhu t h i n g yang dicobakan Handiwirawan et a1. (1997), yaitu 1 9 ' ~ ~ 2 5 ' ~ dan

(158)

baik dibanding kedua suhu lainnya. Pengaruh suhu yang nyata terhadap angica

konsepsi dikarenakan suhu air thawing menentukan suhu akhir semen sebelum

disuntikkan.

Media yang

Gambar

Tabel 1. Waktu pubertas yang dialarni beberapa bangsa sapi (Randel 1990)
Tabel 3. Nama-narna
Gambar 2. Waktu yang dibutuhkan oleh inseminator dalain pelaksanaan thawing (muiai diangkat dari nitrogen cair hingga diangkat dari air)
Gambar tersebut menjelaskan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan t-test, diperoleh koefisien regresi motivasi berslope positif sebesar 2,990, dengan nilai signifikansi sebesar 0,02

Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.. Ini merupakan struktur

Sebagai tambahan, salah satu faktor yang mungkin menyebabkan perilaku kenakalan remaja adalah karena kurangnya rasa aman akibat hubungan yang buruk dengan ibu saat masih bayi.

The Correlation Between Students’ Self -Efficacy and Their Speaking Performance Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu!. TABLE

Bagi peneliti tertarik untuk melihat komitmen organisasi ini disebabkan berdasarkan hasil pengamatan kepada para perawat Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam

Calon Peserta harus memenuhi syarat syarat dalam Pengumuman Pelelangan ini dan hanya Calon Peserta yang memenuhi syarat yang sudah ditetapkan tersebut yang akan diundang

iisdiAit;kberdasalkan Surat Keputusan KepalaDinls PendidlkanlhbupatenTaqungJabung Timur Namor : 62 Talwn zatz tanggal i Maret zotz, teiah meiaxsana-kan pemilihan

• At first glance negligible, especially if we think that long run equilibrium values of real variables are independent of the level or growth rate of. nominal