SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I )
Oleh :
NUR HIKMA NIM: 107011003557
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTASILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNUVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Judul : Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi, Nama : NURHIKMA, NIM : 107011003557, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kondisi pendidikan Islam Indonesia pada masa penjajahan kolonial Belanda, dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam berada pada masa titik terendah dan belum bisa memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa. Hal ini terjadi akibat pola pikir umat Islam yang sempit dalam menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur’an. Ditambah dengan adanya diskriminasi kaum penjajah terhadap pendidikan Islam. Pendidikan yang dikelolah umat Islam baru berupa pondok pesantren di anggap belum memenuhi tuntutan zaman. Dan juga pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah yang bersifat sekuler, dalam arti pelajaran agama tidak diberikan.
Muhammad Abduh murid setia Jamaluddin al-Afghani memperbaharui sistem pendidikan Islam di Mesir di antaranya merubah kurikulumnya. Pembaharuan ini melahirkan perguruan tinggi Dar al- Ulum dimana Mahmud Yunus menamatkan jenjang pendidikan Tingginya. Suasana pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh, Mahmud Yunus kobarkan semangat pembaharuannya itu ketika kembali di Indonesia dengan mendirikan Normal Islam, al-Jami’ah al-Islamiyah, dan Islamic college, dan Mahmud Yunus sebagai pemimpinnya. Dan Imam Zarkasyi pendiri gontor dan penggagas berdirinya Kulliyat aln-Mu’allimin al-Islamiyah di gontor telah belajar di Normal Islam.dan Imam Zarkasyi juga merupakan murid kesayangan Mahmud Yunus.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Metode penelitian ini yang dipergunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dengan pendekatan sejarah,tekstual dan komparatif.
Dari temuan penulis menemukan adanya persamaan pemikiran Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi tentang tujuan pendidikan, yang mana Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi sama-sama mementingkan pendidikan akhlak pada tujuan pendidikan Islam. Dan adapun perbedaannya yaitu terletak pada social budaya yang mengitari kedua tokoh tersebut dan juga dari segi metode pendidikan menurut Mahmud Yunus metode lebih penting dari pada materi tetapi Imam Zarkasyi lebih mengembangkan bahwa kepribadian guru lebih penting dari pada materi dan metode tersebut karena guru adalah panutan dan contoh bagi siswanya.
ii
curahan Rahmat dan pertolongan-Nya yang tak terhingga serta petunjuk yang
memberikan jalan bagi penulis, sehingga dapat dengan mudah menyelesaikan
tulisan yang sulit ini.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW yang merubah dunia kegelapan menjadi terang benderang dan menuntun
segenap manusia menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Juga kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang selalu membantu
perjuangan dalam menegakkan agama Islam di muka bumi ini.
Dengan penuh kesadaran dan rendah hati, penulis skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun material. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan bimbingannya, sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Nurlena Rifa’i, Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulla Jakarta.
2. Bapak Drs. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, sebagai Kepala Jurusan PAI,
yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau
berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.
3. Ibu Marhamah Sholeh, Lc. MA, selaku Sekretaris Jurusan, yang juga
memberikan bimbingan dan dukungannya kepada Penulis untuk
menyelesaikan studi.
4. Dra. Nuraini Ahmad, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik Jurusan
Pendidikan Agama Islam yang memberikan arahan, bimbingan dan
dukungannya kepada penulis untuk cepat menyelesaikan studi.
5. Prof. Dr. H. Armai Arief, MA. Sebagai dosen pembimbing skripsi, yang
iii
yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Keluarga besar penulis, mama, kakak dan adik-adik serta kakak ipar yang
semuanya penulis sayangi dan cintai, selalu mencurahkan kasih sayang
dan dukungannya serta bantuan materi dan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini.
8. Teman- teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2007 dan teman teman kosan Al-hamra dan semua angkatan 2007
Universitas UIN Syarif Hidayatullah yang senantiasa memberikan support
dan motivasi kepada penulis.
Kepada semua pihak tersebut, penulis mendoakan semoga amal baik yang telah
diberikan dapat diterima oleh Allah SWT, dan mendapat limpahan Rahmat-Nya,
sehingga selalu mendapat kemudahan dan kebaikan dan lindungan dari Allah
SWT, AAAMIIN.
Jakarta, April 2014
iv
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
BAB II : KAJIAN TEORI A. Pengertian Konsep Pendidikan ... 9
B. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi... 17
1. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus ... 17
2. Konsep pendidikan Imam Zarkasyi ... 30
C. Profil Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi ... 39
1. Mahmud Yunus ... 39
2. Imam Zarkasyi ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 53
B. Sumber Data ... 55
C. Teknik Pengumpulan Data ... 56
D. Analisis Data ... 57
E. Teknik penulisan ... 59
BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN A. Perbandingan Pada Aspek Tujuan dan Kurikulum ... 60
B. Perbandingan Pada Aspek Metode dan Sistem ... 64
v
DAFTAR PUSTAKA ... 75
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak Islam masuk ke Indonesia, pendidikan Islam telah ikut
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, karena melalui pendidikan Islam
itulah, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan dicapai
hasilnya sebagaimana kita lihat sekarang. Pendidikan Islam berkembang
ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan Islam yang bermunculan
dengan fungsi utamanya memasyarakatkan ajaran Islam tersebut.
Selama kurun waktu lebih dari tiga abad, Indonesia berada di bawah
kolonialisme Belanda. Dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam, berada
pada titik terendah dan belum bisa memberikan kontribusi terhadap kemajuan
bangsa. Hal itu terjadi akibat pola pikir umat Islam yang sempit dalam
menginterprestasikan ayat-ayat al-Qur’an, di tambah dengan adanya
diskriminasi kaum penjajah terhadap pendidikan Islam, sehingga yang terjadi
adalah adanya dikotomi pendidikan Islam dan pendidikan umum.
Pendidikan yang dikelola umat Islam baru berupa pondok yang tidak
memenuhi tuntutan dan kehendak Zaman. Sistem pelajaran diberikan secara
tradisional, tanpa kurikulum, tanpa tahun ajaran, tanpa administrasi dengan
murid-murid duduk melingkar di sekeliling guru. Pelajaran yang diberikan
pondok pesantren biasa disebut santri atau ulama. Di pihak lain pemerintah
kolonial Belanda mendirikan sekolah yang bersifat sekuler, dalam arti
pelajaran agama tidak diberikan dengan dalil netral agama.
Dalam proses sosialisasi ajaran Islam tersebut, para pendidik telah
memainkan peranan yang amat signifikan dengan cara mendirikan lembaga
pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, hingga Perguruan Tinggi
atau Universitas. Di lembaga-lembaga pendidikan tersebut, mereka telah
mengembangkan sistem dan pendekatan dalam proses belajar mengajar, visi
dan misi yang harus diperjuangkan, kurikulum, bahan ajar dan gedung tempat
berlangsungnya kegiatan pendidikan lengkap dengan sarana prasarananya.1
Terjadinya dinamika pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam pada saat ini tidak terlepas dari kiprah para tokoh-tokoh yang
menyumbangkan pemikiran dan idenya dalam membangun pendidikan Islam
di Indonesia, seperti Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi dua tokoh yang
mempunyai reputasi yang sangat besar dalam mengembangkan dunia
pendidikan Islam di Indonesia, pandangan yang luas dan wawasan yang dalam
terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran kedua tokoh dalam
memandang persoalan pendidikan Islam. Oleh karena itu, sejumlah ide dan
pemikiran muncul dari kedua tokoh dalam menata sistem pendidikan yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Mahmud Yunus adalah seorang tokoh pembaharu dalam pendidikan
Islam di Indonesia. Ia dilahirkan di Sungayang Batusangkar Sumatra Barat
pada hari Sabtu 16 Februari 1899 yang bertepatan dengan tanggal 30
Ramadhan 1316 H. Ayahnya bernama Yunus bin Incek dan ibunya bernama
Hafsah binti M. Thahir. Buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar
di Sungayang Batusangkar bernama Muhammad Ali dengan gelar Angku
Kolok2
1
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
2
Sejak kecil, Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan
kecenderungannya yang kuat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Ketika
umur 7 tahun ia belajar membaca Al-Qur'an dibawah bimbingan kakeknya M.
Thahir yang dikenal sebagai Engku Gadang. Setelah menamatkan Al-Qur'an,
ia menggantikan kakeknya sebagai guru ngaji Al-Qur'an. Setelah 2 tahun, ia
melanjutkan studi ke sekolah desa dan kemudian meneruskan ke Madrasah
School yang dibuka pada 4 Nopember 1910. Madras school merupakan
sekolah yang didirikan oleh Syekh Muhammad Thaib Umar di Sungayang
yang memberikan pengajian kitab-kitab besar dengan sistem halaqah, akan
tetapi tahun 1913 sekolah ini terpaksa ditutup karena kekurangan tenaga guru
dan pada tahun 1918 sekolah ini dihidupkan kembali oleh Mahmud Yunus.
Berkat ketekunannya dalam waktu 4 tahun Mahmud Yunus telah sanggup
mengajarkan kitab-kitab Mahali, al Fiyah dan Jam‟u al Jawami. Oleh karena
itu, ketika Syekh H. Muhammad Thaib Umar jatuh sakit dan berhenti
mengajar, maka Mahmud Yunuslah yang menggantikan posisinya. Pada tahun
1919 mendirikan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI)3
Kegiatan lainnya adalah memprakarsai berdirinya Perkumpulan Pelajar
Pelajar Islam Batusangkar dengan nama “Sumatra Thawalib”. Pada tahun
1920 perkumpulan ini berhasil menerbitkan majalah Islam yang bernama “Al
Basyir” dibawah asuhan Mahmud Yunus. Kegiatan-kegiatan tersebut
menimbulkan semangatnya untuk melanjutkan studi ke Mesir. Namun niatnya
ini gagal karena tidak memperoleh visa dari konsultan Inggris. Karena
kegagalan ini, Mahmud Yunus mengintensifkan dirinya menulis buku-buku
disamping kegiatannya mengajar. Minatnya terhadap studi Al-Qur'an serta
bahasa Arab telah menimbulkan hasrat besar dalam diri Mahmud Yunus untuk
menulis tafsir Al- Qur'an, yang kemudian menjadi karya monumentalnya
sendiri yang tetap populer sampai sekarang ini. Penulisan tafsir ini dimulai
pada Nopember 1922 yang dilaksanakan secara berangsur-angsur juz demi juz
sampai selesai juz ke- 30. Tindakan Mahmud Yunus ini termasuk keputusan
3
yang sangat berani karena penulisan tafsir ini dilaksanakan saat masih
suburnya pandangan yang menyatakan bahwa haram menerjemahkan
Al-Qur'an.4
Selanjutnya pada bulan Maret 1923, Mahmud Yunus menunaikan
ibadah haji lewat Penang, Malaysia. Setelah menunaikan ibadah haji ini, ia
belajar di Mesir untuk melanjutkan studinya yang selama ini menjadi
cita-citanya. Ia mulai studinya di al Azhar pada tahun 1924 dan Darul Ulum Ulya
(Kairo) sampai tahun 1930.5 Setelah setahun ia masuk universitas al Azhar, ia
berhasil memperoleh Syahadah Alimiyah. Kemudian ia melanjutkan studinya
ke Madrasah Dar al-Ulya dan tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang
menjadi mahasiswa madrasah tersebut. Pada tahun 1930, setelah mengambil
takhassus (spesialisasi) tadris, akhirnya Mahmud Yunus berhasil memperoleh
ijazah tadris dari perguruan ini.6 Sebagaimana telah disinggung diatas, profesi
sebagai guru semenjak masih menjadi pelajar di surau Tanjung Pauh sudah ia
geluti. Kemampuannya menjadi guru tersebut lebih menonjol manakala ia
sudah kembali dari Mesir ke tanah air. Secara terus menerus Mahmud Yunus
mengajar dan memimpin berbagai sekolah, yaitu :
1. Al Jamiah al Islamiyah Batusangkar pada tahun1931 – 1932
2. Kuliyah Muallimin Islamiyah Normal Islam Padang pada tahun 1932 –
1946
3. Akademi Pamong Praja di Bukittinggi pada tahun 1948 – 1949
4. Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta pada tahun 1957 –1980
5. Menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 1960 – 1963
6. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 1966 – 1971
Sedangkan Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada
tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia beliau 16 tahun, Imam Zarkasyi
muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah
kelahirannya, seperti pesantren Josari, pesantren Joresan dan pesantren Tegal
4
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia., hlm. 593. 5
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia h. 58. 6
sari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro (1925), beliau
melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang sama beliau juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang
dipimpin oleh K.H. M. O. Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di
sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Islamiyah) beliau sangat
tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab.7
Sewaktu belajar di Solo, guru yang paling banyak mengisi dan
mengarahkan Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik
dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah
Perancis di wilayah penjajahan Belanda, dan akhirnya menetap di Solo.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi
meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat,
sampai tahun 1935.Setelah tamat belajar di Kweekschool, beliau diminta
menjadi direktur Perguruan tersebut oleh gurunya, Mahmud Yunus. Tetapi
Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut
selama satu tahun (tahun 1936), dengan pertimbangan meskipun jabatan itu
cukup tinggi, tetapi ia merasa bahwa jabatan tersebut bukanlah tujuan
utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Imam Zarkasyi yang dinilai
oleh Mahmud Yunus memiliki bakat yang menonjol dalam bidang pendidikan,
namun ia melihat bahwa pesantren Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Di
samping itu, kakaknya Ahmad Sahal yang tengah bekerja keras
mengembangkan pendidikan di Gontor tidak mengizinkan Imam Zarkasyi
berlama-lama berada di luar lingkungan pendidikan Gontor.
Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan
Kweekschool kepada Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor.
Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor
sebagai lembaga pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera
memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama Kulliyatu-l Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) dan ia sendiri bertindak sebagai direkturnya.
7
Selanjutnya pada tahun 1943 beliau diminta untuk menjadi kepala
Kantor Agama Karesidenan Madiun. Pada masa pendudukan Jepang, beliau
pernah aktif membina dan menjadi dosen di barisan Hizbullah di Cibarusa,
Jawa Barat. Setelah Indonesia merdeka, Imam Zarkasyi juga aktif dalam
membina Departemen Agama R.I. khususnya Direktorat Pendidikan Agama
yang pada waktu itu menterinya adalah Prof.Dr.H.M.Rasyidi. Tenaga dan
pikirannya juga banyak dibutuhkan di Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan ketika Ki Hajar Dewantoro menjabat sebagai menterinya.8
Jabatan-jabatan penting lainnya yang diduduki Imam Zarkasyi di
tengah kesibukannya sebagai pendidik di Lembaga Pendidikan Gontor adalah
sebagai Kepala Seksi Pendidikan Kementerian Agama dari anggota Komite
Penelitian Pendidikan pada tahun 1946. Selanjutnya selama 8 tahun
(1948-1955) ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Islam
Indonesia (PGII) dan selanjutnya beliau menjadi penasehat tetapnya.9
Imam Zarkasyi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian
Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar Kementerian Agama
(1951-1953), Kepala Dewan Pengawas Pendidikan Agama (1953), Ketua
Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A)
Departemen Agama, Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan
Swasta Kementerian Pendidikan (1957). Selain itu pada tahun 1959, Imam
Zarkasyi diangkat menjadi Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden
Soekarno.
Dalam percaturan internasional, Imam Zarkasyi pernah menjadi
anggota delegasi Indonesia dalam peninjauan ke negara-negara Uni Soviet,
pada tahun 1962. Sepuluh tahun kemudian, ia juga mewakili Indonesia dalam
Mu’tamar Majma’ Al-Bunuth al-Islamiyah (Mu’tamar Akademisi Islam se
-Dunia), ke-7 yang berlangsung di Kairo. Di samping itu, ia juga menjadi
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.
8
http://tarbiyahgp3.wprdpress.com/2009/12/04/konsep-pembaharuan-k-h-imam-zarkasyi/ 9
Pada tanggal 30 April 1985 pukul 21.00 WIB beliau meninggal dunia
di Rimah Sakit Umum madiun.beliau meninggalkan seorang istri dan 11 orang
putra-putri.
Selain dikenal sebagai aktivis dalam bidang pendidikan, sosial dan
politik kenegaraan, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif
dalam bidang tulis-menulis. Dalam kaitan ini, beliau banyak sekali
meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Ini
sesuai dengan niatan beliau pada awal dibukanya KMI tahun 1936, beliau berkata: “seandainya saya tidak berhasil mengajar dengan cara ini, saya akan mengajar dengan pena.10
Berdasarkan fenomena diatas bahwa Mahmud Yunus sukses
memperbaharui pendidikan Islam dengan mendirikan Normal Islam dan
al-Jami’ah al-Islamiyah serta Imam Zarkasyi juga dianggap sukses menerapkan
Kulliyayul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) di Pesantren Gotor setelah menamatkan pendidikannya di Islamic college yang mana Mahmud Yunus
sebagai gurunya. Sebagai gambaran problem dalam memperoleh hasil
pembelajaran Agama yang lebih baik lagi mengenai konsep pendidikan Islam
Menurut Mahmud Yunus sebagai guru dan Imam Zarkasyi sebagai murid
kesayangan Mahmud Yunus, maka dari itu penulis merasa tertarik untuk
membahas masalah ini dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang
berjudul “ Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan di atas,
maka peneliti mengidentifikasikan masalahnya sebagai berikut :
1. Adanya dikotomi antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum.
2. Banyaknya yang salah dan keliru dalam menginterpretasikan pemikiran
antara Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi.
10
Muhammad Arwani, Denyut Nadi Santri, sebuah upaya memaknai kegiatan santri
3. Masih banyak yang menjadikan dunia Barat sebagai acuan pendidikan.
4. Banyak yang tidak mengetahui kontribusi dari konsep pendidikan
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi di dunia pendidikan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan masalah dalam skripsi ini hanya terbatas pada
perbandingan konsep pendidikan menurut Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi. Sedangkan rumusan masalahnya adalah apa perbandingan konsep
pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi yang meliputi
tujuan dan kurikulum, kelembagaan dan metode dan sistem pendidikannya.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan membahas masalah seperti ini, maka penulis bertujuan untuk
mengetahui gambaran tentang perbandingan konsep pendidikan Islam
menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Adapun manfaatnya yang
kiranya dapat diambil dari sosok seorang Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih luas kepada
penulis pada khususnya dan praktisi pendidikan pada umumnya dari sosok
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi sebagai tokoh pendidikan yang memiliki
gagasan gemilang terhadap pendidikan Islam di Indonesia, sebagai rujukan
kepada lembaga pendidikan Islam untuk terus mengembangkan mutu
pendidikan Islam seperti yang dilakukan oleh Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi. Serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Islam
1. Pengertian Konsep Pendidikan
Konsep adalah kata tunggal bisa dinyatakan dengan bahasa
apapun. Konsep bisa dinyatakan dengan hund dalam bahasa Jerman chien
dalam bahasa Prancis dan perro dalam bahasa Spanyol. Konsep dapat
didefinisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan
bermakna sedangkan dari pengertian lain konsep adalah rancangan atau
ide atau peristiwa yang diabsrakkan dari peristiwa kongkret , atau apapun
yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
hal-hal lain. Dengan demikian konsep merupakan suatu peta perencanaan
untuk masa depan sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam
melakukan segala kegiatan.1
Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek yang
akan diketahui dengan yang diketahui, dari sisi subjek konsep dapat
diartikan sebagai kegiatan pikiran untuk merumuskan suatu hal atau
masalah, sedangkan dilihat dari sisi objek konsep itu sendiri dapat
diartikan sebagai isi dari kegiatan tersebut, arti, atau makna yang akan
dicapai dalam menyelesaikan suatu hal atau masalah. Konsep dipakai
1
untuk mendeskripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti, baik
berupa benda maupun gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak.2
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an merujuk kepada informasi
yang terdapat didalam al-Qur’an yaitu pendidikan yang mencakup segala
aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni
dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep
pendidikan al-Qur’an sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang
dipersentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan dalam
konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah
memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah SAW dan
selanjutnya Rasulullah menyampaikan kepada para ulama, kemudian para
ulama meyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam
konsep ta’lim merupakan proses transfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas peserta didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan akhlak.
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dengan pendidikan dan didalam kitab al
-Qur’an itu sendiri seperti pada ayat-ayat yang telah dijelaskan yaitu surah
al-Baqarah ayat 31-34,129,dan 151 menjelaskan tentang pelajaran yang
diberikan Allah kepada Nabi Adam AS, dan pokok-pokok pendidikan
yang diberikan Rasulullah kepada umatnya. Surat Luqman ayat 13-14
berisi tentang konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua
terhadap anaknya.3 Maka dalam konsep pendidikan adalah membahas
tentang ruang lingkup yang mencakup tujuan, metode, serta kurikulum
pendidikan itu sendiri.
2. Ruang Lingkup Konsep Pendidikan
Menurut M.Arifin didalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner”
2
J. Sudarminta, Epistemologi Dasar, (Yogyakarta : Kanisius, 2002), h. 87 3
mengatakan ruang lingkup pendidikan Islam yaitu mencakup segala
bidang kehidupan manusia di dunia, oleh karenanya pembentukan sikap
dan nilai amaliah islamiah dalam pribadi manusia baru dapat efektif
bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan diatas
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan kependidikan. Dan ruang lingkup
pendidikan Islam yaitu mencakup tentang masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru,
materi pendidikan, metode pendidikan dan lingkungan pendidikan.4
Menindak lanjuti dari pendapat M.Arifin bahwa ruang lingkup
pendidikan itu luas maka penulis akan membahas ruang lingkup pendidikan
itu hanya tiga aspek,diantaranya adalah, tujuan pendidikan,materi pendidikan
dan metode pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam adalah membina umat manusia agar
menjadi hamba yang senantiasa beribadah kepada Allah SWT, dengan
mendekatkan diri kepada Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan_Nya. Baik ibadah yang telah ditentukan aturan dan tata caranya
oleh Allah dan Rasul_Nya(iIbadah Makhdah), maupun yang belum
ditentukan. Rumusan tujuan ini diilhami oleh firman Allah 5:
Artyinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.al-dzariyat : 56)
Tujuan tertinggi pendidikan Islam menurut al-Syaibani, adalah
mempersiapkan kehidupan dunia akhirat6. Sesuai dengan firman Allah
SWT :
4
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : PT.Bumi Aksara ,2009), h. 9
5
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2005),h. 173
6
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Dari
Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah oleh Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), Cet I,
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka" (QS Al-Baqorah :201)
Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan
fitrah peserta didik, baik ruh,fisik,kemauan, dan akalnya secara dinamis,
sehingga terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan
fungsi sebagai khalifah fil ardh7.
Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam
meurut al-Qur’an meliputi : 1) menjelaskan posisi peserta didik sebagai
manusia di antara makhluk Allah lainnya dan tanggung jawab dalam
kehidupan ini, 2) menjelaskan hubungan sebagai sosial dan tanggung
jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, 3) menjelaskan
hubungan manusia dengan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan
dengan cara memakmurkan alam semesta, 4)menjelaskan hubungannya
dengan Khaliq sebagai pencipta alam semesta8.
Dikalangan para ahli sendiri masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai pemakaian istilah tujuan. Menurut Hasan Langgulung sendiri
mengatakan bahwa istilah tujuan sendiri banyak dcampur-baurkan
penggunaanya dengan istilah maksud. Sedangkan Ahmad Tafsir mencoba
menjelaskan tujuan pedidikan Islam dengan merujuk kepada berbagai
pendapat pakar pendidikan Islam. Dari berbagai pendapat tersebut, ia
membagi tujuan pendidikan Islam kepada yang bersifat umum dan bersifat
khusus. Menurutnya tujuan pendidikan Islam secara umum harus diketahui
terlebih dahulu bagaimana ciri manusia yang sempurna menurut Islam,
7
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan ; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : PT. al-Husna Zikra, 1995), Cet. III,h. 67
8
karena bagaimana pun tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah
gambaran ideal dari manusia yang ingin melalui pendidikan.
Rincian tujuan khusus pendidikan tersebut selanjutnya
dikemukakan oleh Athiyah al-Abrasy, yang dikutip oleh Samsul Nizar
didalam bukunya “ Filsafat Pendidikan Islam” dan tujuan akhir inilah
yang kemudian dirincinya menjadi sebuah tujun untuk menghasilkan
nilai-nilai moral yang baik, yaitu :
1) Pembinaan akhlak
2) Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
3) Penguasaan ilmu
4) Keterampilan bekerja dalam bermasyarakat
Adanya tujuan umum dan tujuan khusus dalam pendidikan Islam
tersebut lebih lanjut dikemukakan oleh Ali Khalil Abu al-Aynain
menurutnya, tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk pribadi
yag beriman kepada Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus pendidikan
Islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan
keadaan geografis, ekonomi, dan lain-lain yang ada di tempat itu. Dengan
demikian struktur perumusan tujuan penddikan Islam itu terdiri dari :
1) Tujuan umum yang dikenal pula dengan tujuan akhir
2) Tujuan khusus, sebagai akhir penjabaran dari tujuan umum
3) Tujuan perbidangan pembinaan, misalnya tujuan dari pembinaan aspek
akal
4) Tujuan setiap bidang studi sesuai dengan bidang-bidang pembinaan
tersebut
5) Tujuan setiap pokok bahasan yang terdapat dalam setiap bidang studi
6) Tujuan setiap sub pokok bahasan yang terdapat dalam setiap pokok
bahasan.
Dengan adanya perumusan tujuan pendidikan Islam itu pada
hakikatnya adalah pekerjaan para filosof di bidang pendidikan, yang
berdasarkan ajaran Islam sebagai sumber acuan utamanya. 9 sedangkan
kalau di lihat dari tujuan pendidikan menurut Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi dalam pemikirannya tentang tujuan pendidikan kedua tokoh ini
memadukan antara tugas manusia sebagai makhluk sosial dan tugasnya
sebagai hamba Allah SWT. Oleh karena itu tujuan pendidikan yang telah
di jelaskan di atas sama dengan tujuan pendidikan yang terlah di usungkan
oleh Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi, bahwa tugas manusia tidak
hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT tetapi juga harus
memfungsikan dirinya sebagai makhluk sosial semua dalam cakupan
menyembah kepada Allah SWT sebagai insan kamil.
b. Materi Pendidikan
Secara garis besar materi pembelajaran dapat diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta
didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang diterapkan
Salah satu kompenen operasional pendidikan Islam adalah
kuriulum, ia mengandung arti yang diajarkan secara sistematik dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Dan materi yang diuraikan dalam al-Qur’an
menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses
pendidikan Islam, formal maupun non formal. Oleh karena itu, materi
pendidikan Islam yang bersumber dri al-Qur’an harus dipahami, dihayati,
diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.10
Dan jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Konsep, segala sesuatu yang berwujud pengertian baru yang bisa
timbul sebagaihasil pemikiran yang meliputi definisi, pengertian, dan
lain-lain.
2) Sikap atau nilai, merupakan hasil belajar yang berupa nilai kejujuran,
kasih sayang, tolong menolong dan lain sebagainya.
9
Abuddin Nata , Filsafat Pendidikan Islam, ( Pamulang : Gaya Media Pratama,2005),h. 45-58
10
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
3) Fakta segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, yang
meliputi nama objek, peristiwa sejarah, nama dan tempat dan
sebagainya.
4) Pinsip, yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi
terpenting serta mempunyai hubungan antara konsep yang
mengambarkan implikasi sebab akibat.
5) Prosedur, yaitu merupakan langkah yang sistematis atau berurutan
dalam mengerjakan suatu aktifitas dan kronologi didalam suatu
sistem.11
Dan cakupan materi pembelajaran atau pendidikan harus
memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
1) Aspek kognitif,afektif, dan psikomotorik, karena sudah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran maka tiap jenis uraian
materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang
berbeda-beda
2) Keluasan cakupan materi berarti mengambarkan seberapa banyak
materi yang dimasukan ke dalam materi menyangkut kedalam rincian
konsep yang terkandung didalamnya.
3) Kecukupan atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan,
misalnya saja jika dalam pembelajaran dimasukkan untuk materi
mencakupnya.12
Setelah mengamati semua uraian diatas sebenarnya materi yang di
terapkan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi semua hampir sama yaitu
setiap penilaian materi pendidikan maka peserta didik diharuskan selalu
memperhatikan aspek kognitif,afektif dan psikomotoriknya agar peserta
didik bisa mencapai standar kompetensinya.
c. Metode Pendidikan
Metode berarti jalan yang dilewati untuk mencapai tujuan. Maka
metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
11
Rusman effendi, materi pendidikan,2010 (http://info-makalah.blogspot.com) 12
pekerjaan agar tercapai sesuatu dengan yang dikehendaki13. Sehingga
dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk
menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
Sementara itu pendidikan merupakan usaha membimbing dan
membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual
pribadi anak didik kearah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Maka yang di maksud dengan metode pendidikan
adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan
pendidikan.
Secara garis besar metode pendidikan Islam terdiri dari lima ,
yaitu:
1) Metode keteladanan
Metode keteladanan adalah metode yang lebih unggul dibandingkan
dengan metode yang lain. Dengan metode keteladanan para orang tua,
pendidik atau da’i harus memberi contoh atau teladan terhadap anak
atau peserta didik bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap,
mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dan sebagainya.
2) Metode Pembiasaan
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban secara benar dan rutin
terhadap anak atau peserta didik harus dibiasakan dididik sejak masih
kecil. Misalnya, agar anak atau peserta didik dpat melaksanakan shalat
secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan shlat sejak kecil,
dari waktu ke waktu supaya tidak keberatan ketika sudah dewasa.
Dalam melaksanakan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran, dan
ketelatean orang tua, pendidik dan da’I terhadap anak atau peserta
didik.
3) Metode Nasihat
Metode nasihat adalah metode yang paling sering dgunakan oleh para orang tua, penddik atau da’I terhadapa anak atau peserta didik dalam
13
proses pendidikannya. Memberi nasehat merupakan kewajiban orang
muslim, sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surah al-Ashr ayat 3,
agar kita senantiasa member nasihat dalam hal kebenaran dan
kesabaran.
4) Metode member perhatiaan
Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan.jarang orang tua,
pendidik atau da’i memuji atau menghargai anak atau peserta didiknya.
Sebenarnya tidak sukar untuk memuji anak atau orang lain, ada pribahasa mengatakan “ucapan atau perkatan itu tidak dibeli” hanya ada keengganan atau gengsi yang ada di dalam hati.
5) Metode hukuman
Metode hukuman berhubungan dengan pujian dan penghargaan
imbalan atau tanggapan orang lain terdiri dari dua, yaitu penghargaan
dan hukuman. Hukuman dapat diambil sebagai metode pendidikan
apabila terpaksa atau tiak ada alternatif lain.
Islam memberi arahan dalam member hukuman terhadap anak atau
peserta didik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Tidak menghukum anak ketika marah, karena terbawa emosional yang
dipengaruhi nafsu syetan.
b) Tidak menyakiti perasaan dan harga diri anak.
c) Tidak merendahkan derajat dan martabat yang dihukum.
d) Tidak menyakiti secara fisik.
e) Bertujuan mengubah perilaku yang tidak atau kurang baik.14
B. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi 1. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus
a. Tujuan dan kurikulum
Berkaitan dengan tujuan dan kurikulum pendidikan Islam para ahli
atau tokoh pendidikan Islam merumuskannya dengan beragam argumentasi
14
sesuai dengan persepsi dan pengalaman masing-masing tetapi dalam
pembahasan ini penulis tidak bermaksud menguraikan rumusan-rumusan atau
konteks zamanya para ahli tersebut, mengingat bahasan ini secara konsen akan
merumuskan yang menjadi pemikiran Mahmud Yunus tentang pendidikan
Islam sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Dalam dunia pendidikan, tujuan merupakan salah satu faktor
pendidikan yang harus dicanangkan terlebih dahulu. Sedangkan faktor-faktor
yang lain disusun sedemikian rupa dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan itu. Sedangkan menurut Mahmud Yunus tujuan pokok pendidikan
Islam tergambar dalam orientasi atau kurikulum pendidikan yang meliputi dua
tujuan atau orientasi yaitu pertama untuk membangun kecerdasan pribadi anak
didik (akhlak) dan kedua memberikan keahlian,15 kecakapan atau
keterampilan profesional anak didik dalam mengerjakan pekerjaanya.
Rumusan ini sekaligus menyempurnakan pendapat para Ulama tradisional
sebelumnya (pada saat itu) yang merumuskan tujuan pendidikan Islam
dengan sangat sederhana bahkan menurut Mahmud Yunus terlalu sempit dan
kurang sempurna dimana mereka(Ulama tradisional) mengatakan tujuan
pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah atau untuk sekedar mempelajari
agama Islam atau pendalaman ilmu-ilmu ke-Islaman.16
Lebih jauh Mahmud Yunus berpandangan bahwa beribadah
merupakan perintah agama Islam, sedangkan setiap amaliyah atau pekerjaan
duniawi yang berkaitan erat dan menguatkan pengabdian kepada Allah SWT,
juga merupakan agama Islam, ini berarti termasuk juga tujuan pendidikan
Islam, tegasnya tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah
menyiapkan anak didik agar kelak (para lulsan) mempunyai keterampilan
profesional baik untuk mengerjakan amalan-amalan duniawi maupun amalan
ukhrowi, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.17
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h.46 16
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta :PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1978), h. 15
17
Untuk kepentingan amaliyah akhirat atau supaya anak didik
mempunyai kecakapan dalam mengerjakan amalan-amalan akhirat maka harus
diajarkan pelajaran tauhid, akhlak, ibadah, sejarah islam dan pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an mengenai hukum halal, haram,
karena pada dasarnya manusia mempunyai banyak kecenderungan, pada garis
basarnya kecenderungan manusia itu ada dua yaitu kecenderungan menjadi
orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat, sedangkan
kecenderungan beragama termasuk kecenderungan manusia yang baik,18 dan
menjalankan kewajiban dan sunnah dan lain sebagainya. Dan agar anak didik
mempunyai keahlian dan keterampilan yang profesional dalam bidang amalan
duniawi maka harus diajarkan macam keilmuan yang secara khusus dan
langsung menciptakan profesi dan keahlian seperti bertani, berdagang,
berkebun, bertukang, menjadi guru, pegawai negeri, pekerja atau buruh dan
lain sebagainya sesuai bakat dan potensi masing anak didik.19 Meski
demikian, dari kesemua meteri pelajaran yang diberikan kepada anak didik.
Mahmud Yunus sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak,
mengingat diutusnya Rasul SAW ke dunia untuk menyempurnakan akhlak
manusia20 maka menurut Mahmud Yunus tugas pertama dan utama para
Ulama’, guru-guru agama Islam, pemimpin-pemimpin Islam adalah mendidik
anak-anak, pemuda-pemudi, calon penerus generasi bangsa dan masyarakat
umumnya supaya mereka berakhlak mulia dan bebudi pekerti luhur. Hal ini
bukan berarti mengabaikan pendidikan lainya (pendidikan jasmani, aqali, dan
amali). Semuanya penting hanya menurut Mahmud Yunus pendidikan akhlak
lebih penting dari semuanya terutama sebagai tugas dari ulama dan guru-guru
agama Islam.21 Di sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam selain
diajarkan ilmu-ilmu keagamaan sebagaimana diterapkan dilembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional kala itu seperti : nahwu sharaf, fiqh, kalam, tafsir,
18
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 35
19
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h.17
20
Rochidin Wahab, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2004), h.252
21
hadits, tasawuf, tarikh dan balaghoh, bahasa arab juga kedua lembaga
pendidikan tersebut diajarkan ilmu-ilmu umum seperti ilmu hayat, ilmu alam,
ilmu pasti, ekonomi, sejarah, ilmu bumi, tata negara, bahasa inggris dan
belanda, ilmu pendidikan, ilmu jiwa, ilmu kesehatan, olah raga, dan
menggambar.
Dari gambaran materi pelajaran yang di pelajari di kedua lembaga
pendidikan tersebut tergambar suatau sistem pendidikan yang sangat modern
di saat itu, meski prioritas pendidikan Islam kala itu tetap menempatkan
pendidikan moral sebagai sentral pendidikan.
Bagi Mahmud Yunus pendidikan adalah proses mempersiapkan anak
didik untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan secara mandiri, dan
bahasa merupakan alat untuk memahami segala ilmu pengetahuan tersebut
secara mandiri, karenanya pengajaran bahasa arab, bahasa inggris dan belanda
menjadi penting di Normal Islam bahkan dijadikan bahasa percakapan
sehari-hari.
Dengan diajarkanya tiga bahasa tersebut terutama bahasa arab praktis
kitab kuning menjadi rujukan para siswa untuk memperaktekkan bahasa
arabnya, tidak menjadi menu utama sebagaimana terjadi di lembaga-lembaga
Islam tradisional ini sekaligus merefleksikan keseimbangan antara ilmu
pengetahuan kegamaan dan ilmu pengetahuan umum. Baik ilmu pengetahuan
keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum menurut Mahmud Yunus akan
bermuara pada tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk Insan Kamil yang
bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, cakap, terampil, tangkas dan kepribadian
utama yang diridhai Allah SWT. Baik dalam konsep (teori) maupun
prakteknya selalu menekankan keseimbangan pendidikan jasmani dan
rohani.22
Jadi tujuan pendidikan Islam, menurut Mahmud Yunus, adalah
menyiapkan anak didik agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan
pekerjaan dunia dan amalan akhirat. Sehingga tercipta kebahagiaan bersama
dunia akhirat. Agar anak didik mampu melaksanakan amalan akhirat,
22
anak harus diajarkan keimanan, akhlak, ibadah, dan isi-isi Al-Qur’an yang
berhubungan yang wajib dikerjakan dan yang haram yang harus ditinggalkan.
Kemudian agar anak didik cakap melaksanakan pekerjaan dunia, merek harus
dididik untuk mengerjakan salah satu dari macam-macam profesi, seperti :
bertani, berdagang, berkemah, bertukang, menjadi guru dan lain-lain sesuai
dengan bakat dan bawaan masing-masing anak didik.23
Sekalipun demikian, sebagai seorang pembaharuan pendidikan Islam
yang modernis, Mahmud yunus tidak menolak sementara pendapat yang
menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan adalah untuk mencari
penghasilan. Namun Mahmud Yunus memperingatkan agar tujuan itu jangan
dijadikan tujuan utama. Selanjutnya, secara rinci Mahmud Yunus
merumuskan tujuan pendidikan agama di sekolah umum pada tiap
tingkatannya sebagai berikut :
1) Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati anak-anak,
yaitu dengan mengingatkan pada nikmat dan rahmat Allah yang tak
terhitung banyaknya.
2) Menanamkan i’tikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam hati
anak-anak.
3) Mendidik anak agar tekun melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
4) Membiasakan anak didik supaya berakhlak mulia.
5) Mendidik agar anak-anak mengetahui cara-cara melaksanakan ibadah
sehari-hari dengan benar.
6) Membimbing anak supaya mempersiapkan diri untuk kehidupan dunia dan
akhirat.
7) Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik.
8) Membina dan mendidik anak supaya menjadi warga Negara yang baik,
sehingga bisa hidup bergaul dengan baik di tengah-tengah masyarakat.24
23
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta : Suara ADI, 2009), Cet. I, h. 169
24
b. Metode dan Sistem pendidikan
Dari segi bahasa berasal dari dua perkataan yaitu meta yang berarti
melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.25Dengan demikian metode
dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk
menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin tersebut.26 Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa
metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.27 Jalan untuk
mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk
menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran. Dengan
pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk
mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan sesuatu
teori atau temuan.
Dalam sistem pendidikan dikenal beberapa metode penyampaian
pendidikan sebagaimana dikemukakan Muhammad Qurthub dalam tulisannya,
diantaranya metode keteladanan, nasehat, memberikan pujian, peringatan dan
hukuman, bercerita, latihan kebiasaan, menyalurkan bakat, dan penggunaan
waktu senggan.28 Metode-matode ini telah digunakan sejak Islam mulai
berkembang sampai masa kejayaannya, karena metode-metode ini diambil dan
banyak gambaran dalam Al-Qur’an seperti cerita, keteladanan, nasehat, pujian
kepada manusia yang berbuat baik dan peringatan kepada yang berbuat jahat.
Sebagaimana diketahuin bahwa metode pengajaran sebelum masa
pembaharuan hanya terdiri dari dua macam, yaitu Metode Sorogan untuk
kelas rendah dan Metode (sistem) Halaqah untuk kelas tinggi.
25
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), Cet.ke-1 h. 83.
26
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, h. 82.
27
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV,
pasal 9, h. 5. 28
M. Qurthub, Sistem Pendidikan Islam, Terjemahan “Minhaju Al Tarbiyah Al Islamiyah
Menurut pandangan Mahmud Yunus, metode pengajaran (pendidikan)
adalah serangkaian cara yang akan ditempuh oleh seorang guru dalam
menyampaikan pelajaran kepada murid-murid pada berbagai jenis mata
pelajaran. Jalan atau cara itu adalah garis-garis yang direncanakan sebelum
masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan dalam kelas waktu mengajar.29
Disamping itu dalam pandangan Mahmud Yunus metode lebih penting dari
materi pelajaran (At thariqu Ahammu minal Maadah), dengan kata lain untuk
mencapai tujuan pengajaran aspek metode menjadi lebih penting dari pada
aspek lainnya. Sebab dalam kenyataan banyak guru yang cukup menguasai
materi pelajaran tetapi tidak bisa mentransfer atau menyampaikan materi
tersebut kepada anak didik.
Dalam penerapan metode ini Mahmud Yunus lebih mengutamakan
kemampuan berpikir dari pada kemampuan menghafal, karena metode yang
lebih menekankan pada aspek hafalan hanya akan meelahirkan pemikiran
yang stagnan, karena murid tidak diberikan kesempatan untuk berfikir secara
kreatif dan produktif sesuai dengan nalar dan kemampuan sendiri sebab
penerapan metode pengajaran harus bersifat kondisional.
Selain itu dalam penerapan metode pada suatu pelajaran Mahmud unus
sangat memperhatikan unsur psikologis murid sesuai dengan kaidah-kaidah
pengajaran modern yaitu perbuatan dengan contoh dan tiru teladan,30dan juga
selalu menekankan pentingnya penanaman moral dalam proses belajar
mengajar.31 Dari sini jelas sekali bahwa konsep pemikiran yang di
sosialisasikan Mahmud Yunus benar-benar komprehensif atau menyeluruh,
mencakup aspek kognitif, afaktif, dan psikomotorik.
Aspek kognitif dapat menjaikan murid selalu berfikir secara kritis dan
rasional dalam menerima dan mendalami pelajaran, aspek afektif menurut
Mahmud Yunus agar murid mampu memahami, menghayati dan meneladani
nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh guru kepada murid, sudah barang tentu
hal ini akan berjalan bila dibarengi dengan sikap keteladanan guru dalam
29
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 85 30
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, h. 209 31
berinteraksi dengan murid sehari-hari, sedangkan aspek psikomotorik dapat
mengarahkan murid dalam mengembangkan potensi diri dan secara langsung
dapat menerapkan atau mengamalkan pengetahuan yang dimilikinya.
Ketika Mahmud Yunus mendirikan Jami’ah Al Islamiyah di Sungayang dan Normal Islam di Padang kemudian meperkenalkan kulliyatul Mu’allimin Al Islamiyah pada tahun 1931, pelaksanaan pengajaran di kedua lembaga tersebut dilakukan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum yang
telah di tetapkan, jenjang kelaspun diatur mulai dari Tingkat Dasar (MI), Menengah (MTs), dan ‘Aliyah (MA). Sistem perjenjangan tersebut terkait dengan meteri yang hendak diajarkan, kitab-kitab klasik oleh Mahmud Yunus
di revisi dan di sesuaikan dengan silabus, pelajaran umum di masukkan
sejalan dengan pelajaran agama dan murid –murid di haruskan berkomunikasi
dengan bahsa Arab.32
Jelasnya bila di lembaga-lembaga pendidikan tradisional menganut
sistem individual (sorogan atau halaqoh) tanpa menggunakan papan tulis,
meja, kursi maka dikedua lembaga tersebut telah menganut sistem klasikal
yang terpimpin dan terorganisir dalam bentuk perjenjangan kelas, dan dalam
jangka waktu yang ditetapkan, dengan menggunakan papan tulis, meja dan
kursi untuk duduk para siswa ditambah lagi dengan dimasukannya pelajaran
umum.
Dari sini tampak sekali bahwa metode dan sistem pendidikan yang
dilakuakan Mahmud Yunus diatas merupakan perubahan atau pembaharuan
secara drastis terutama dengan dimasukannya pelajaran umum dalam
kurikulum seperti praktikum IPA (Fisika, Kimia, Biologi) serta dijadikannya
bahasa Arab sebagai pengantar bahasa sehari-hari disamping bahasa Inggris
dan Belanda sehingga tercipta suasana ilmiah dan educatif di kedua lembaga Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam tersebut. Meski demikian pelajaran agama yang menjadi esensi kitab kuning yang dalam penyajianya telah
dikemas dan diselaraskan dengan tingkat atau jenjang anak didik tetap
menjadi prioritas atau ditekankan oleh Mahmud Yunus dan di harapkan
32
setelah menyelesaikan study di jenjang terakhir, anak didik sudah mampu
menelaah dan memahami kitab-kitab kuning yang besar maupun yang kecil
dengan sendirinya tanpa harus dibacakan atau diterjemahkan sang kiyai
sebagaimana lazimnya dalam metode sorogan atau halaqoh.
Untuk menghasilakan lulusan yang memuaskan (berkwalitas dan
profesional) Mahmud Yunus mewajibkan siswanya untuk tinggal di asrama
yang telah disiapkan oleh PGAI ( Pendidikan Guru Agama Islam ), agar
mereka terbiasa hidup disiplin yang tinggi selama menempuh pendidikan di
Normal Islam,33 sehingga tidak heran sejak berdiri tahun 1931-1946 Normal
Islam,telah menghasilkan banyak alumni, tidak kurang 750 orang telah
dilahirkan dari lembaga ini dengan kwalifikasi keahlian dan pengetahuan
agama dan pengetahuan umum, mampu menguasa bahasa Arab, Inggris dan
Belanda yang aktif, mereka para alumni Normal Islam ini telah tersebar di
berbagai daerah dan berkecimpung diberbagai kehidupan (profesi) masyarakat
yang memegang peranan penting dalam upaya membangun bangsa setelah
Indonesia merdeka.
Yang tak kalah penting Mahmud Yunus juga menulis sebuah buku
pegangan bagi guru-guru agama yang berisi tuntunan bagaimana cara terbaik
dalam mengajarkan agama kepada siawa sesuai dengan umur dan jenjang
pendidikannya mulai dari Tingkat Dasar SD/MI sampai dengan porguruan
tinggi, 34 Mahmud Yunus menerangkan beberapa kaidah mengajar
diantaranya, pentingnya langkah appersepsi ketika memulai pelajarn
sebelumnya atau pelajaran lama, dalam penyajian pelajaran kepada anak didik
harus hidup, menumbuhkan minat siwa dengan pengaktifan panca indra
mereka baik dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun dengan alat peraga,
setelah membahas pelajaran lalu disimpulkan dan diakhiri dengan latihan atau
ulangan, dengan demikian siswa dilatih berfikir, dapat memecahkan masalah,
dan menguasai pelajaran yang diberikan. 35
33
Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan islam, h. 157
34
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, h. 3 dan 117-118 35
Menurut Mahmud Yunus guru sebaiknya hidup dan berada di
tengah-tengah peserta didik sering berkomunikasi dengan mereka, penuh kasih
sayang, mengetahui gejolak jiwa, kecenderungan potensi, minat anak didik,
bakat dan kemampuan muridnya, penyajian pelajaran pun harus disesuaikan
dengan waktu dan suasana juga dengan metode yang bevareasi yaitu metode
tanya jawab, metode diskusi, dan diselingi metode-metode yang lainnya.36 Disamping menulis buku panduan bagi guru “Metodik Khusus Pengajaran Agama” Mahmud Yunus juga menulis secara khusus tentang metode mengajarkan keimanan, ibadah, akhlak, sejarah Islam untuk anak-anak
dan orang dewasa, yang diuraikan secara rinci dan sistematis, buku ini dengan
jelas memberikan panduan khusus bagi para guru agar memiliki keterampilan
dalam memilih dan menerapkan metode-metode penganjaran yang hendak
diterapkan, sesuai dengan meteri pelajaran dan kondisi murid, dengan kata
lain dari penulisan buku ini adalah ingin meningkatkan profesionalitas dan
kwalitas guru dalam melaksanakan tugasnya.37
Dengan mengetahui metode dan sistem pendidikan dan pembelajaran
iru sangat penting bagi seorang guru, karena keberhasilan atau kegagalan guru
dalam mengajar sering terletak pada metode pengajaran yang ditempuhnya.
Apabila cara (metode) mengajar itu baik dan sesuai dengan kaedah asas-asas
mengajar, maka banyak kemungkinan mendapatkan hasil yang baik pula.
Guru yang pintar itu adalah menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan
secara mendalam, mempunyai banyak sumber bacaan, dan sebagainya, tetapi
ia mengalami kegagalan, tidak mampu membuat muridnya paham terhadap
apa yang diajarkannya. Kegagalan ini, menurutnya disebabkan oleh kesalahan
dalam memilih metode, atau ia tidak memakai metode yang efektif dan
efesien.
Sehubungan dengan metode pengajaran yang efektif dan efesien,
Mahmud Yunus mengemukakan beberapa asas atau kaedah umum metode
pengajaran. Asas-asas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
36
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 83-84
37
1) Membatasi tujuan; guru harus memikirkan dan memilih metode yang
mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.
2) Penguasaan bahan serta metodenya; guru harus cerdik menyusun bahan
pengajaran serta langkah-langkah penyampaiannya, sehingga materi yang
telah disediakan dapat disampaikan dengan efektif pada waktu yang
tersedia.
3) Menghubungkan pelajaran baru dengan sesuatu yang telah diketahui atau
dialami oleh murid.
4) Memilih metode yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif
dan menarik perhatian dan minat murid.
5) Memanfaatkan panca indera, karena panca indera itu merupakan pintu
pengatahuan.
6) Mengikut sertakan murid dalam pelajaran; menciptakan cara belajar siswa
aktif dengan memfugsikan guru sebagai fasilitator.
7) Menyusun materi pelajaran dari hal-hal yang kongkrit lalu hal-hal yang
abstrak.
8) Menyusun pelajaran secara gradasi dari yang sederhana dan mudah ke
yang murakkab dan sulit.
Dari rincian di atas dapat ditegaskan bahwa metode yang efektif dan
efisien itu adalah memperhatikan aspek tujuan,sifat materi, kecenderungan
anak, fasilitas yang tersedia, dan waktu yang ada. Disini bukan berarti bahwa
metode yang efektif dan efisien itu hanya satu,melaikan banyak dan
bervariasi. Sehingga guru bisa memilih metode yang paling mungkin untuk
dilakukan dengan berbagai pertimbangan untuk tercapainya keberhasilan
murid dalam berbagai aspeknya, yaitu aspek kognitif, apektif, dan
psikomotorik.
c. Kelembagaan
Sebagaimana telah penulis sebutkan bahwa aplikasi dari pemikiran
Mahmumud Yunus dalam pendidikan Islam di Indonesia secara formal
1931, dan langakah awal yang dilakukan beliau adalah dengan mendirikannya sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam di Padang Sumatera Barat.
Pada kedua lembaga inilah beliau menerapkan pengetahuan dan
pengalamanya dari Universitas Dar Al Ulum Kairo, dan melaui kedua
lembaga pendidikan Islam ini pemikiran Mahmud Yunus dimulai dengan
mengklasifikasi murid dalam kelas-kelas dan membuat jenjang pendidikan
berdasarkan tingkat usia anak didik, klasifikasi dan perjenjangan ini
sebelumnya pada masa itu di lembagalembaga pendidikan Islam di Indonesia
belum mengenal sistem ini, yang ada pada masa itu anak didik membaur
dalam kelas yang besar, menyatu baik dari segi usia, maupun dari pengalaman
pendidikan.38
Mahmud Yunus kemudian mengeluarkan ketentuan bagi anak berumur
antara 6-8 tahun di perbolehkan masuk tingkat ibtidaiyah atau tingkat dasar,
disamping itu secara kelembagaan program pendidikan yang dilakuakan
berlangsung selama 12 tahun dengan jenjang sebagai berikut :
1) Tingkat Ibtidaiyah ( Masa Belajar 4 Tahun )
2) Tingakat Tsanawiyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun)
3) Tingkat ‘Aliyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun )39
Jika diperhatikan program perjenjangan ini serupa dengan program
pendidikan di Al Azhar dan Dar Al Ulum Mesir juga sejalan dengan sistem
pendidikan nasional sekarang yaitu Pendidikan Dasar, menengah, dan atas, ini
berarti bahwa adanya perjenjangan pada sekolah-sekolah yang dipimpin
Mahmud Yunus merupakan model sekolah modern dengan kata lain sejak munculnya Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam, modernisai pendidikan Islam telah dimulai di Indonesia.40
Di samping itu, pemikiran lainnya yang di lakukan Mahmud Yunus
pada sekolah Jami’ah Al-Islamiyah Sungayang dan Normal Islam padang
yaitu pengenalan pengetahuan umum dan pembaharuan pengajaran bahasa
38
Mahmud Yunus, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta :Hidakarya Agung,1997, h. 34 dan 39
39
Mahmud Yunus, Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, h. 45 40
Arab, pengajaran pengetahuan umum yang di tekankan pada kedua lembaga
itu pada dasarnya tidaklah baru, karena Abdullah Ahmad pada tahun 1909
sebelumnya telah mengajarkan pengetahuan umum seperti berhitung dengan
bahasa Belanda/ Inggris diAdabiyah School, bedanya Mahmud Yunus
menambahkan pelajaran umum lainya seperti ilmu alam (fisika, kimia, biologi
), ilmu dagang, tata buku sebagaimana beliau pelajari di Dar Al Ulum bahkan
mendirikan laboratorium IPA.
Modernisasi sekolah Mahmud Yunus juga terlihat dari sikap
keterbukaan dalam hal penerimaan dari siswa yang belajar di kedua lembaga
tersebut. Dengan beragam latar belakang, yang membolehkan siapa saja yang
bersekolah di lembaga tersebut dengan syarat beragama Islam. Kebijakan ini
berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah
kolonial belanda yang sangat diskriminatif terhadap rakyat miskin yang bukan
dari kalangan kaya atau pejabat pemerintahan belanda, antara masyarakat
pribumi (Bumi Putra) dengan anak-anak Belanda atau kalangan Borjuis
lainya.41
Dengan adanya Jami’ah Al Islamiyah di sungayang dan Normal Islam di Padang, Mahmud Yunus telah berjasa dalam mencerdaskan umat Islam
Minangkabau umumnya atau Sumatra Barat khususnya, melalui jenjang
pendidikan tersebut Mahmud Yunus kemudian berkeinginan untuk
menghilangkan kebodohan yang talah menjadi penyakitmasyarakat muslim
pada saat itu terutama yang melanda generasi muda Islam Indonesia.
Keberhasilan Mahmud Yunus modernisasi sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam semakin menguatkan keinginan Mahmud Yunus
untuk mendirikan sekolah Islam Tinggi di Padang yang pada tanggal 7
November 1940 Mahmud Yunus kemudian mendirikan Sekolah Tinggi
tersebut sekaligus menjabat sebagai Derekturnya, namun saying Sekolah
Tinggi ini tidak berumur panjang karena pada tanggal 1 Maret 1942
pemerintahan Jepang melarang adanya Sekolah Tinggi tersebut.
41
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi
Setelah Sekolah Tinggi Islam di bubarkan Mahmud Yunus kemudian
mendirikan SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) di kota Raja Bukit Tinggi
dari bandung juga mendirikan PGA ( Pendidikan Guru Agama ) di 8 kota, dan
yang jika diperhatikan, konsep pemikiran ini menunjukan bahwa Mahmud
Yunus mempunyai keinginan menerapkan konsep pendidikan Link and Match
yaitu konsep pendidikan yang berorientasi bagaiman para lulusanya atau
alumni Sekolah Islam selain memiliki kemampuan akademis juga memiliki
kemampuan profesional atau keahlian sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
Kaitanya dengan konsep Link and Match ini Mahmud Yunus ingin
menerapkan sistem pengajaran ganda ( Double System Of Learning ) yakni
sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan
praktek kerja lapangan sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya, hal ini
dapat dilihat dari tujuan pendirian SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) dan
PGA ( Pendidikan Guru Agama ) dimana lulusan dari lembaga pendidikan ini
diharapkan dapat bekerja sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya42
2. Konsep pendidikan Imam Zarkasyi a. Tujuan dan Kurikulum
Tujuan atau Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi adalah 100%
umum dan 100% agama43. Kurikulum pada pesantren tradisional lebih
memfokuskan pada materi agama yang tertera dalam kitab-kitab klasik
(kuning). Imam Zarkasyi tetap mempertahankan materi-materi agama tersebut,
selain itu juga menambahkan materi pengetahuan umum ke dalam kurikulum
lembaga pendidikan yang diasuhnya.
Kurikulum merupakan sebuah sistem yang memiliki kompenen-
kompenen yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Di Gontor, dan di dunia Pesantren pada umumnya, karena
sistemnya yang integrated, agaknya cukup sulit memisahkan sama sekali
antara kurikulum intra dan ekstra; terkadang keduanya bisa menjadi sifat dari
42
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 102 43
satu kegiatan yang sama. Meskipun tidak mengikuti standar pendidikan
nasional, model pendidikan ala Kulliyatul Muallimin al Islamiyah (KMI) ini
telah memperoleh pengakuan dari Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan Nasional. Alumni KMI juga dapat melanjutkan stud ke luar negeri,
khususnya Timur Tengah, karena ijazah KMI telah disamakan dengan ijazah
sekolah menengah di Negara-Negara tersebut.44
Materi dan kurikulum Pondok Modern Gontor pada dasarya adalah
totalitas dari kehidupan pondok itu sendiri, yang tidak bisa dipisah-pisahkan
satu dengan lainnya. Tidak ada perbedaan antara pengetahuan agama dan
pengetahuan umum. Semua siswa mendapat dua pengetahuan tersebut
sekaligus sesuai dengan tingkatan kela