• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Tentang Keberatan Atas Putusan BPSK Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No 350/MPP/KEP/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang BPSK, Dihubungkan Dengan Praktek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Hukum Tentang Keberatan Atas Putusan BPSK Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No 350/MPP/KEP/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang BPSK, Dihubungkan Dengan Praktek"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pendidikan pada saat ini sangat berkembang dan banyak

berorientasi pada penyediaan tenaga kerja yang siap pakai, oleh karena itu

Perguruan Tinggi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) sebagai

satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang berbasis pada komputer

menyelenggarakan suatu bentuk perkuliahan, yaitu Kerja Praktek (KP).

Mahasiswa atau mahasiswi fakultas hukum Unikom wajib mengikuti

Kerja Praktek (KP) di berbagai instansi, perusahaan swasta maupun

pemerintah, kantor hukum, dan lain-lain, sehingga para lulusannya

diharapkan mampu bersaing dan memiliki peluang untuk memasuki dunia

kerja dan juga dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa atau

mahasiswi untuk dapat mengetahui, mengerti dan melihat situasi dunia

kerja yang sesungguhnya dan dapat membandingkannya dengan teori yang

diterima di bangku kuliah dengan melaksanakan Kerja Praktek (KP) secara

langsung.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan

publik yang berfungsi untuk menangani dan menyelesaikan sengketa

konsumen di luar pengadilan, keberadaannya merupakan salah satu amanat

(2)

melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001

tentang Pembentukan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah

Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat,

Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota

Malang dan Kota Makassar.

Lahirnya BPSK dilatarbelakangi oleh adanya globalisai dan

perdagangan bebas, yang didukung dengan kemajuan teknologi dan

informatika serta dapat memperluas ruang gerak transportasi barang

dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara, sisi lain

kemajuan dan kesadaran konsumen masih rendah sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara konsumen dengan pelaku usaha.

Ketidakseimbangan tersebut ditambah dengan masih rendahnya tingkat

kesadaran, kepedulian dan rasa tanggung jawab pelaku usaha tentang

perlindungan konsumen baik didalam memproduksi dan

memperdagangkan. Perlindungan konsumen pada hakikatnya adalah

segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum.

Pelaksanaan Kerja Praktek (KP) di BPSK, disertai harapan agar

mahasiswa atau mahasiswi memperoleh pengetahuan dan memperdalam

wawasan secara luas serta mendapatkan pengalaman selama kerja praktek

di BPSK, antara lain mendapat pengetahuan serta cara menyelesaikan

tugas dan kendala-kendala atau masalah-masalah maupun perselisihan

yang terjadi antara konsumen. Pada era modernisasi, masalah perselisihan

(3)

diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang

cepat, tepat, adil dan murah yang selama ini tidak dapat diwujudkan

melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Berlakunya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, maka setiap perselisihan yang ada antara konsumen termasuk

dapat diselesaikan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Selain penyelesaian

sengketa konsumen melalui proses Litigasi, sengketa konsumen dapat

diselesaikan melalui proses non Litigasi. Misalnya Arbitrase, Mediasi dan

Konsiliasi.

Untuk itu Penulis membuat laporan Kerja Praktek (KP) ini dengan

judul “ UPAYA HUKUM TENTANG KEBERATAN ATAS PUTUSAN

BPSK BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN

DAN PERDAGANGAN NOMOR 350/MPP/KEP/12/2001 TENTANG

PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN, DIHUBUNGKAN

DENGAN PRAKTEK”.

B. Sejarah Berdirinya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung

Badan Penyelesain Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan

sebuah badan yang berada di bawah Departemen Perindustrian dan

(4)

dan konsumen. Terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang kemudian dipertegaskan dalam

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 tentang

Pembentukan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota

Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota

Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang

dan Kota Makassar.

Atas dasar itu, maka dibentuklah BPSK Kota Bandung oleh

Pemerintah Kota Bandung yang telah dirintis sejak ditetapkannya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Namun demikian BPSK Kota Bandung

baru bisa dibentuk dan dilantik pada tanggal 1 Nopember 2002 oleh Bapak

Walikota Bandung dengan fungsi utama yakni menangani dan

menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan sebagaimana termuat

dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Republik Indonesia Nomor : 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 menegaskan bahwa

BPSK berkedudukan di Ibu Kota Daerah Kabupaten atau Daerah Kota

yang berfungsi untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen

diluar pengadilan.

Adapun dasar hukum lainnya yang dapat dijadikan landasan

(5)

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

301/MPP/Kep/10/2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian anggota

dan sekretariat BPSK;

2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;

3. Keputusan Walikota Bandung No. 500/Kep.495-Ek/2002 Tentang Tim

Pemilihan calon anggota BPSK Kota Bandung;

4. Keputusan Walikota Bandung No. 821/Kep/081-Huk/2003 Tentang

Penetapan Ketua dan Wakil Ketua BPSK Kota Bansung.

5. Keputusan Walikota Bandung No. 840/Kep.165-Huk/2004 Tentang

Honorarium anggota BPSK dan anggota Sekretariat BPSK Kota

Bandung.

BPSK Kota Bandung dimotori oleh sembilan anggota yang terdiri

dari unsur pemerintah, unsur pelaku usaha dan unsur konsumen.

Keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat agar lebih

bermanfaat khusus dalam menangani hal-hal yang tidak diinginkan

ataupun sengketa konsumen sehingga hubungan antara pelaku usaha

dan konsumen lebih harmonis dan terjaga. Pada praktiknya, ketika

konsumen akan mengajukan gugatan kepada BPSK hal yang dilakukan

adalah memberikan informasi dengan jelas kepada pihak konsumen

(6)

informasi kepada pelaku usaha dalam proses penyelesaian sengketa.

Visi, Misi BPSK antara lain:

1. Visi BPSK Kota Bandung, menyelaraskan dengan visi Kota

Bandung dalam jangka waktu tahun 2004-2008 adalah Kota

Bandung Sebagai kota jasa yang BERMARTABAT (Bersih,

Makmur, Taat dan BERSATU). Untuk merealisasikan keinginan,

harapan serta tujuan, sebagaimana tertuang pada visi yang telah

ditetapkan, maka akan terwujudnya upaya penyelesaian sengketa

konsumen dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan

masyarakat sehingga tercapainya peningkatan kualitas barang dan

pelayanan jasa di Kota Bandung dan sekitarnya.

2. Misi BPSK Kota Bandung, untuk merealisasikan visi yang telah

ditetapkan dalam lima tahun kedepan (2004-2005) yang bertumpu

pada potensi sumber daya dan kemampuan yang dimiliki serta

ditunjang dengan semangat kebersamaan, tanggung jawab yang

optimal dan proporsional dari seluruh komponen kota, maka misi

yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

a) Mewujudkan Kota Bandung sebagai kota jasa yang

bermartabat sehingga memacu terciptanya situasi ekonomi yang kondusif dan menguntungkan dengan mengutamakan

(7)

b) Mewujudkan kemandirian dan keberdayaan konsumen dalam

mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban sehingga

terangkat harkat dan martabatnya sebagai konsumen.

c) Mewujudkan sistim perlindungan yang mengandung unsur

kepastian hukum, keadilan dan manfaat secara berimbang bagi

konsumen dan pelaku usaha.

d) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur

dan bertanggung jawab sehingga mampu menjamin

kelangsungan usaha dan perlindungan konsumen.

Tugas dan wewenang BPSK dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai

badan yang menangani dan menyelesaiakan sengketa konsumen di luar

pengadilan, adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase;

2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen;

5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari

konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan

(8)

6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang No.

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada poin 7 dan 8

yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK;

10.Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti

lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

11.Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak

konsumen;

12.Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

13.Menjatuhkan sangsi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

Dengan demikian, kesulitan yang dihadapi oleh konsumen akan

berkurang setelah hadirnya BPSK sebagai penyelesaian sngketa

konsumen di luar pengadilan, namun sayangnya pada zaman moderen

(9)

sengketa konsumen di dalam kehidupan bermasyarakat belum dapat

diselesaikan secara bijaksana.

C. Identifikasi Masalah

Adapun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam kerja

praktek ini antara lain :

1. Bagaimana kekuatan hukum putusan BPSK dalam menjamin

perlindungan hukum konsumen?

2. Upaya hukum apa yang dapat diajukan terhadap putusan BPSK?

D.

Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum putusan BPSK

dalam menjamin perlindungan hukum konsumen.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum apa yang dapat

diajukan terhadap putusan BPSK.

E. Metodologi Laporan

Penulisan ini menggunakan berbagai metode dalam penyusunan laporan

ini, antara lain :

Metode Pengumpulan data:

1. Wawancara, yaitu dengan cara komunikasi Tanya jawab antara penulis

dengan pegawai BPSK mengenai penyelesaian sengketa melalui proses

(10)

2. Observasi, yaitu suatu metode pengumpulan data yang didapat dari

hasil wawancara serta data-data yang diperoleh dari kantor BPSK.

3. Studi pustaka, yaitu metode pengumpulan data yang digunakan dengan

mengugunakan bahan-bahan dari berbagai sumber tertulis maupun

(11)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen

Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang

didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha

yang jujur dan bertanggungjawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, mendefinisikan perlindungan konsumen sebagai berikut :

“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”

Pemerintah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap

konsumen, dengan membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara

pelaku usaha dengan konsumen. Eksistensi BPSK sangat penting bukan saja

sebagai bentuk pengakuan hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan

dalam penyelesaian sengketa konsumen secara patut,tetapi juga sebagai badan

pengawas terhadap pencatuman klausula baku oleh pelaku usaha. Pasal 42

ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

(12)

merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang

tetap.

Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat belum dapat

melindungi konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai

arti putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat. Putusan arbitrase tidak

mempunyai kekuatan eksekutorial karena tidak memiliki kepala putusan atau

irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa1.

Asas-asas yang relevan sebagai dasar acuan putusan BPSK yang

bersifat final dan mengikat ke depan adalah Hak Asasi Manusia (HAM), asas

kepastian hukum, asas tidak melampaui atau mencampuradukkan

kewenangan, asas keadilan, dan asas efektivitas.

Menurut S. Sothi Rachagan (Regional Director of CI-ROAP) ada

beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pengelolaan lembaga

penyelesaian sengketa konsumen2:

1. Aksesibilitas yakni bagaimana mengupayakan agar lembaga penyelesaian

sengketa konsumen dapat diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Prinsip

ini meliputi elemen-elemen seperti: biaya murah, prosedur yang

sederhana dan mudah, pembuktian yang fleksibel, bersifat komprehensif,

mudah diakses langsung, dan tersosialisasi serta tersedia di berbagai

tempat;

1

http://prasetya.ub.ac.id, Disertasi Kurniawan: Putusan BPSK Dalam MenjaminPerlindungan Hukum Konsumen, Diakses pada hari Sabtu 18 Desember 2010, pukul 20.00 WIB

2

(13)

2. Fairness dalam arti keadilan lebih diutamakan daripada kepastian hukum

sehingga sebuah lembaga penyelesaian sengketa konsumen setidaknya

harus bersifat mandiri (independent) dan dapat dipertanggungjawabkan

pada masyarakat (public accountability); 3

3. Efektif, sehingga lembaga penyelesaian sengketa harus dibatasi cakupan

perkaranya (kompleksitas dan nilai klaim) dan setiap perkara yang masuk

harus diproses secepat mungkin tanpa mengabaikan kualitas penanganan

perkara.

Untuk dapat dijalankannya prinsip-prinsip tersebut maka cara

penyelesaian sengketa dengan pendekatan hukum yang legal-positivistik harus

diubah dengan pendekatan hukum yang lebih kritis, responsif atau progresif.

Secara singkat paradigma hukum progresif bertumpu pada filosofi dasarnya

yakni hukum untuk manusia, yang dimaknai bahwa sistem manusia (sikap;

perilaku) berada di atas sistem formal (aturan; keputusan administratif;

prosedur; birokrasi). Dengan demikian bila sistem formal tidak bisa

mewujudkan cara penyelesaian konsumen yang utuh, efektif dan adil atau

memuaskan para pihak, maka sistem manusia harus mampu mewujudkan

sendiri.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen maka konsumen di Indonesia mendapat jaminan

hukum yang pasti akan hak-haknya sebagai konsumen, khususnya dari

(14)

B. Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK

Pembahasan tentang upaya hukum terhadap putusan BPSK tidak

terlepas dari aspek filosofisnya sebagaimana termuat dalam alinea ke-2 dan

ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945).

Utilitarianisme merupakan teori kebahagiaan terbesar yang

mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar

untuk orang terbanyak, Konsep pemikiran utilitarianisme ini, nampak

melekat dalam alinea ke-2 Pembukaan UUD 1945 terutama pada makna adil

dan makmur, sebagaimana dipahami bahwa tujuan hukum pada dasarnya

adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sesuai ungkapan Betham

“The great happiness for the greatest number” (Kebahagiaan

sebesar-besarnya untuk masyarakat sebanyak-banyaknya). Makna adil dan makmur

harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia baik bersifat rohani

ataupun jasmani. Secara yuridis hal ini tentu saja menunjuk kepada seberapa

besar kemampuan hukum untuk dapat memberikan kemanfaatan kepada

masyarakat, dengan kata lain seberapa besar sebenarnya hukum mampu

(15)

dibuat dengan penuh kesadaran oleh Negara dan ditujukan kepada tujuan

tertentu3.

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang

kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan

putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan

putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak

memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat

melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak

salah satu pihak. Lembaga yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha

dan konsumen diluar pengadilan dalam hal ini adalah Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK).

Apabila berbicara tentang upaya hukum keberatan terhadap putusan

BPSK, kita harus melihat sejauh mana kekuatan hukum putusan BPSK itu

berlaku. Bedasarkan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan

bahwa putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap. Final berarti penyelesaian sengketa mestinya

sudah berakhir dan selesai. Mengikat berarti memaksa dan sebagai sesuatu

yang harus dijalankan para pihak. Prinsip res judicata pro vitatate

habetur,suatu putusan yang tidak mungkin lagi untuk dilakukan upaya

hukum, dinyatakan sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti.

3

(16)

Berdasarkan prinsip demikian, jelas putusan BPSK mestinya harus

dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in

kracht van gewijsde), namun pada Pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

350/MPP/Kep/12/2001, menyatakan bahwa konsumen atau pelaku usaha yang

menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan

Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari ketiga

terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan. Para pihak ternyata masih bisa

mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah

pemberitahuan putusan BPSK. Hal ini bertentangan dengan sifat putusan

BPSK yang bersifat final dan mengikat.

Kejadian tersebut disebabkan karena lemahnya kedudukan dan

kewenangan yang diberikan oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/2001 terhadap BPSK terutama

menyangkut putusan yang bersifat final dan mengikat namun dapat dilakukan

dua kali upaya hukum keberatan dan upaya hukum kasasi.

BPSK adalah sebagai lembaga Negara independen atau lembaga

negara komplementer dengan tugas dan wewenang yang atributif untuk

melakukan penegakan hukum perlindungan konsumen. BPSK merupakan

lembaga penunjang dalam bidang quasi peradilan. Oleh karenanya, kekuatan

(17)

BPSK adalah final pada tingkat BPSK saja sedangkan pada tingkat

pengadilan putusan BPSK tidak bersifat final atau masih dapat dilakukan

upaya hukum keberatan ke pengadilan negeri dan kasasi ke mahkamah agung.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Mahkamah Agung sudah

menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata

Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK. Dalam Peraturan

Mahkamah Agung ini disebutkan bahwa pada hakikatnya tidak dapat

dibenarkan mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK kecuali yang

memenuhi persyaratan. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung ini menegaskan

(18)

18

Penulis ditempatkan di bagian kesekretariatan dalam pelaksanaan kegiatan

kerja praktek di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kegiatan yang

yang dilakukan Penulis adalah menerima permohonan sengketa konsumen

baik secara tertulis maupun lisan, mencatat jalannya proses sengketa

konsumen dan menyimpan berkas laporan. Kegiatan tersebut antara lain :

A. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK baik secara tertulis

maupun tidak tertulis atau lisan melalui sekretariat BPSK. Permohonan

penyelesaian sengketa konsumen dapat juga diajukan ahli waris atau

kuasanya, apabila konsumen yang bersangkutan dalam hal :

a. Meninggal dunia.

b. Sakit atau berusia lanjut (manula).

c. Belum dewasa.

d. Orang asing (Warga Negara Asing).

2. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen yang diajukan secara

tertulis diberikan bukti tanda terima kepada pemohon oleh sekretariat

BPSK. Sedangkan permohonan penyelesaian sengketa konsumen yang

(19)

3. dalam format yang disediakan untuk itu dan dibubuhi tanda tangan

atau cap jempol oleh konsumen yang bersangkutan atau ahli warisnya

atau kuasanya dan kepada pemohon diberikan bukti tanda terima.

4. Berkas permohonan penyelesaian sengketa konsumen baik yang

diajukan secara tertulis maupun tidak tertulis atau lisan dicatat oleh

sekretariat BPSK dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi.

Secara teknis peradilan semu, permohonan penyelesaian sengketa

konsumen (PSK) diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 SK

Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.

B. Persyaratan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK pada prinsipnya merupakan

penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen akhir tanpa

melibatkan pihak lain.

Berdasarkan prakteknya, penyelesaian sengketa konsumen harus diajukan

secara tertulis dengan melampirkan dokumen mengenai :

1. Nama dan alamat lengkap dokumen atau ahli warisnya ata kuasanya

yang disertai dengan bukti diri,

2. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha,

3. Barang dan/atau jasa yang diadukan,

(20)

5. Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang dan/atau jasa

tersebut.

6. Saksi yang mengetahui barang dan/atau jasa tersebut diperoleh.

7. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan jasa (bila ada).

C. Praktek Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui BPSK.

Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK dibagi dalam 2 bagian, yaitu :

1. Persidangan.

a. Ketua BPSK melalui Panitera22 memanggil pelaku usaha secara

tertulis setelah pengaduan konsumen dinyatakan benar dan lengkap

dengan melampirkan copy salinan permohonan penyelesaian

sengketa konsumen yang telah memenuhi persyaratan Pasal 16 SK

Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 secara formal. Dalam

surat panggilan tersebut dicantumkan :

1) hari, tanggal, waktu dan tempat persidangan dengan jelas.

2) kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap

permohonan penyelesaian sengketa konsumen.

b. Para pihak menghadap Ketua BPSK untuk diberikan penjelasan

tentang penyelesaian sengketa berdasarkan pilihan sukarela (Pasal

46 ayat (2).

c. Setelah para pihak sepakat, penyelesaian sengketa konsumen

(21)

d. tata cara persidangan (arbitrase, konsiliasi, mediasi) untuk dipilih

dan disepakati.

e. Apabila para pihak memilih konsiliasi atau mediasi, Ketua BPSK

membentuk majelis dan mempersiapkan waktu persidangan. Bila

arbitrase yang dipilih, maka para pihak dipersilahkan untuk memilih

arbitor dari anggota BPSK (unsur pelaku usaha dan/atau

konsumen). Setelah arbitor terpilih oleh para pihak, arbitor terpilih

meminta Ketua BPSK menetapkan majelis.

f. Dan apabila para pihak bersengketa tidak ada kesepakatan dalam

memilih cara atau metode persidangan, hal ini belum ada peraturan

yang mengatur. Namun demikian untuk kasus semacam ini di

beberapa kota, Ketua BPSK akan memprioritaskan pada pilihan dari

konsumen.

2. Persidangan Majelis.

Pada prinsip persidangan sesuai dengan petunjuk yang tercantum

pada SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001. hanya dalam

ruang sidang tata letak tempat duduk penggugat, tergugat, panitera,

majelis dan sistimatika persidangan diatur dengan Surat Keputusan

Ketua BPSK tentang Tata Cara Persidangan.

Isi putusan Majelis BPSK tidak berupa penjatuhan sanksi

administratif (Pasal 37 ayat (3) SK Menperindag No.

(22)

konsumen baik dengan cara konsiliasi atau mediasi telah dibuat dalam

perjanjian tersebut dan dikuatkan dengan keputusan Majelis BPSK

yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis (Pasal 37 ayat

(1) dan (2) SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001).

Jika ternyata hasil penyelesaian sengketa konsumen dicapai melalui

arbitrase, maka hasilnya dituangkan dalam bentuk Putusan Majelis

BPSK yang ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis BPSK

dimana didalamnya diperkenankan penjatuhan sanksi administratif

(Pasal 37 ayat (4), dan (5) SK Menperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001).

D. Tata Cara Persidangan di BPSK.

BPSK sebagai instrumen penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah :

1. Pemanggilan pelaku usaha untuk hadir di persidangan BPSK dalam

waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan penyelesaian sengketa

diterima secara benar dan lengkap dan telah memenuhi persyaratan.

(Pasal 16 SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001)

2. Jawaban disampaikan selambat-lambatnya pada persidangan pertama,

yaitu hari ke-7 (tujuh) terhitung sejak diterimanya permohonan

(23)

23 BAB IV

ANALISIS

A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK

Berawal dari keprihatinan akan banyaknya kasus yang merugikan

kepentingan konsumen serta didukung oleh ketidakberdayaan konsumen

dalam menuntut hak-haknya, maka dibentuklah Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK).

Tujuan yang ingin dicapai dalam hal perlindungan konsumen,

antara lain :

1. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat

unsure-unsur kepastian hukum keterbukaan informasi dan akses untuk

mendapatkan informasi tersebut.

3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan

bertanggung jawab.

Konsumen perlu dilindungi karena konsumen dianggap memiliki suatu

(24)

Ketidakseimbangan ini baik dalam bidang pendidikan maupun posisi

tawar yang dimiliki oleh konsumen.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan suatu

Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai tugas dan

wewenang antara lain melaksanakan penanganan dan penyelesaian

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha.

Selama ini terdapat kecenderungan bahwa apabila BPSK memutuskan

pelaku usaha bersalah, maka pelaku usaha tersebut akan melakukan upaya

hukum keberatan ke Pengadilan negeri, demikian juga apabila pelaku

usaha dikalahkan oleh Pengadilan Negeri, maka akan melakukan upaya

hukum kasasi ke mahkamah agung. Kejadian tersebut disebabkan karena

lemahnya kedudukan dan kewenangan yang diberikan oleh Keputusan

Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 terhadap BPSK terutama dalam Pasal 42 ayat (1)

menyebutkan bahwa Putusan BPSK merupakan putusan yang final dan

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Kedudukan BPSK adalah sebagai lembaga Negara independen atau

lembaga negara komplementer dengan tugas dan wewenang yang atributif

untuk melakukan penegakan hukum perlindungan konsumen. BPSK

merupakan lembaga penunjang dalam bidang quasi peradilan. Oleh

karenanya, kekuatan BPSK bersifat final dan mengikat. Makna final yang

(25)

sedangkan pada tingkat pengadilan putusan BPSK tidak bersifat final atau

masih dapat dilakukan upaya hukum keberatan ke pengadilan negeri dan

kasasi ke mahkamah agung.

Kekuatan hukum putusan BPSK menurut Pasal 42 ayat (1) Keputusan

Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 bersifat final dan mengikat. Final berarti

penyelesaian sengketa mestinya sudah berakhir dan selesai. Mengikat

berarti memaksa dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan para pihak.

Prinsip res judicata pro vitatate habetur suatu putusan yang tidak mungkin

lagi untuk dilakukan upaya hukum dinyatakan sebagai putusan yang

mempunyai kekuatan hukum pasti.

Berdasarkan prinsip demikian putusan BPSK mestinya harus dipandang

sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht

van gewijsde). Namun, coba bandingkan prinsip tersebut dengan pasal 41

ayat (3). Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001. Para pihak ternyata masih bisa

mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah

pemberitahuan putusan BPSK. Hal ini bertentangan dengan sifat putusan

BPSK yang bersifat final dan mengikat.

Agar mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan

(26)

penetapan eksekusi karena berbagai alasan. Pertama, putusan BPSK tidak

memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kedua, belum terdapat petunjuk tentang tata cara permohonan eksekusi

terhadap putusan BPSK.

B. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Tentang Keberatan Atas Putusan BPSK

Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian Dan

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

ditegaskan bahwa putusan BPSK bersifat final dan mengikat berarti tidak

ada upaya banding dan kasasi. Kenyataan yang terjadi Keputusan Menteri

Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 mengenal pengajuan keberatan kepada Pengadilan

Negeri dalam waktu 14 (empatbelas) hari kerja setelah pihak

berkepentingan menerima pemberitahuan putusan tersebut sperti yang

disebutkan pada Pasal 41 ayat (3).

Mengatasi masalah dalam pelaksanaan tugas Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK), maka disusun Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan

Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Aturan

tersebut mengatur tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK

(27)

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, menyatakan bahwa Keberatan

terhadap putusan BPSK dapat diajukan baik oleh pelaku usaha dan/atau

konsumen kepada Pengadilan Negeri ditempat kedudukan Hukum

Konsumen tersebut.

Penerbitan Perma tersebut dirasa mendesak karena selama ini terdapat

pasal yang saling bertentangan dalam Keputusan Menteri Perindustrian

Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001.

Antara lain Pasal 42 ayat (1) yang menyatakan putusan BPSK bersifat

final dan mengikat, sementara Pasal 41 ayat (3) yang menyatakan para

pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 14 hari setelah putusan

(28)

28

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dialakukan pada bagian sebelumnya, maka

dapat disimpulakan beberapa hal sebagai berikut :

1. Kekuatan hukum yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri

Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor

350/MPP/Kep/12/2001 kepada Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen, terutama dalam hal putusan boleh dikatakan sangat

lemah, disebabkan karena Putusan yang bersifat final dan mengikat

berdasarkan Pasal 42 ayat (1) dapat dilakukan upaya hukum

keberatan.

2. Upaya hukum tentang keberatan atas putusan BPSK dapat

dilakukan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan

Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa

(29)

B. SARAN

1. Pemerintah harus berperan aktif dalam pengembangan BPSK dalam

membantu mewadahi sengketa konsumen di masyarakat antara

konsumen dan pelaku usaha.

2. Ketentuan mengenai upaya hukum tentang keberatan atas putusan BPSK

(30)

UPAYA HUKUM TENTANG KEBERATAN ATAS PUTUSAN BPSK BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN

PERDAGANGAN NOMOR 350/MPP/KEP/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN

SENGKETA KONSUMEN, DIHUBUNGKAN DENGAN PRAKTEK

Laporan Kerja Praktek

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Akhir Semester (UAS) Semester Ganjil Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh:

Billy Julius Krey

3.16.06.027

Dibawah Bimbingan :

Hetty Hassanah, S.H., M.H

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(31)

viii

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsuemn, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen, Dana Widya: 1999.

Otje salman Soemadiningrat dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (mengingat,

mengumpulkan dan membuka kembali), Refika Aditama, Bandung, 2004.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Negara republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

350/MPP/KEP/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Website

www.hukumonline.com, Diakses pada hari Jumat 17 Deesember 2010, pukul 18.00 WIB

http://bpskkotabandung.blogdetik.com, Diakses pada hari Jumat 17 Desember 16.00 WIB

http://prasetya.ub.ac.id, Disertasi Kurniawan: Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen, Diakses pada hari Sabtu 18 Desember 2010, pukul 20.00 WIB

(32)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Billy Julius Krey

TTL : Abepura, 30 Juni 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Tubagus Ismael

Pendidikan Formal

1994-2000 : SD Negeri 3 Abepura, Jayapura

2000-2003 : SMP Negeri 2 Abepura, Jayapura

2003-2006 : SMA Negeri 1 Abepura, Jayapura

(33)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur, karena atas berkah, rahmat, hidayah serta

karunia-Nya, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek

dengan judul : “UPAYA HUKUM TENTANG KEBERATAN ATAS

PUTUSAN BPSK BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR

350/MPP/KEP/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN,

DIHUBUNGKAN DENGAN PRAKTEK”.

Laporan Kerja Paraktek ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat

Ujian Akhir Semester (UAS) pada semester ganjil 2011, pada Jurusan Ilmu

Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kerja

Praktek ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode

penulisan, dari segi penggunaan tata bahasa maupun dalam pembahasan materi.

Semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan Penulis oleh karena itu, Penulis

mengharapkan saran dan kriktik yang bersifat membangun kepada Penulis, yang

muda-mudahan dikemudian hari Penulis dapat memperbaiki segala

kekurangannya. Dalam penulisan Laporan Kerja Praktek ini, Penulis selalu

mendapatkan dukungan, bimbingan, dorongan, serta semangat dari semua pihak

(34)

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang terhormat, yakni Ibu

Hetty Hassanah, S.H.,M.H., yang telah meluangkan waktunya, tenaga dan

fikirannyauntuk membimbing Penulis dalam Penulisan Laporan Kerja Praktek ini,

selain pembimbing Penulis juga ingin mengucapkan banyak rasa terimaksih

kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas

Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, SE.,MS. Ak., selaku Pembantu

Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh Tadjuddin, M.A., selaku Pembantu Rektor II

Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer

Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H., selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Ibu Febylita Wulansari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas

(35)

10.Yth. Ibu Rika Rossilawati R, A.Md.,selaku Staf Sekretariat Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia;

11.Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer

Indonesia;

12.Yth. Ruddy Sundaya, S.H., Selaku Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Kota

Bandung , yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melakukan

kegiatan kerja praktek.

13.Yth. Yayan Sutrana, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing bagi Penulis di Badan

Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dalam melakukan kegiatan kerja

praktek

14.Seluruh Anggota Badan Penyelesaian Kota Bandung, yang telah memberikan

materi dan bersedia melakukan diskusi dengan Penulis selama melakukan

kegiatan kerja praktek.

15.Pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis dalam penulisan Laporan

Kerja Praktek ini.

Selain itu, Penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat

dan tersayang kedua orang tuaku yang tak pernah mengenal kata lelah untuk

memberi semangat dan doa sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja

Praktek.

Dengan demikian Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak

yang Penulis sebutkan, dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis mohon

maaf, dengan besar harapan semoga Laporan Kerja Praktek yang ditulis oleh

(36)

pembaca. Bagi para pihak yang telah membantu dalam Laporan Kerja Praktek ini

semoga amal dan kebaikannya mendapatkan balasan yang berlimpah dari Tuhan

Yang Maha Esa, Amin.

Bandung, Januari 2011

(37)

Referensi

Dokumen terkait

(1) Laporan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) ditandasahkan oleh Kepala Dinas Propinsi pada Formulir Perubahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran X -a dan

(2) Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk oleh Menteri, yang meliputi pemeriksaan mengenai keterangan nama