• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif hukum Islam tentang ekspose berita kriminal di media massa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perspektif hukum Islam tentang ekspose berita kriminal di media massa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA

KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG UNDANG

NOMOR

32

TAHUN

2002

TENTANG PENYIARAN

SKRIPSI

Oleh :

RIZKY DWI PRADANA

NIM : 107043203085

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG EKSPOSE BERITA

KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Rizky Dwi Pradana

NIM: 107043203085

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Dr. M. Asrorun Ni’am, MA NIP. 19760531200001001

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PRESPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta, 24 Agustus 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.A. NIP. 196511191993031002

2. Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. NIP. 197412132003121002

3. Pembimbing I : Dr. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA.

NIP. 19760531200001001

4. Penguji I : Dr. Jaenal Aripin, M.Ag. NIP. 197210161998031004

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta..

Ciputat, 25 Sya’ban 1432 H 26 Juli 2011 M

(5)









KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, saya panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

segala proses penulisan menjadi mudah dan skripsi ini dapat saya selesaikan.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat Islam,

pemimpin revolusi umat Islam, baginda Nabi Muhammad SAW, beserta para

keluarganya, sahabat, para pengikutnya yang telah memberikan tuntunan menuju

jalan yang terang (ilmu pengetahuan) dengan akhlak yang mulia.

Suksesnya penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan segala kerendahan

hati bahwa banyak pihak yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi

penulis baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang terdalam kepada :

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta dan pembantu Dekan I, II dan III yang telah membimbing dan

memberikan ilmu kepada penulis.

2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum (PMH) telah memberikan pengarahan serta waktu kepada

penulis disela-sela kesibukan beliau. Dan, Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi,

(6)

(PMH) yang juga membimbing, meluangkan waktu dan mengarahkan

segenap aktivitas yang berkenaan dengan jurusan.

3. Dr. M Asrorun Ni’am Sholeh, MA selaku pembimbing penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

4. Dr. Jaenal Aripin, M.Ag, selaku penguji I dan Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lc.,

MA, selaku penguji II yang telah berbaik hati mengarahkan penulis.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

serta kepada karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Yang sangat penulis cintai, hormati dan begitu banggakan Ibunda (Tati

Iryanti, S.Pd) dan Ayahanda (Djoko Suparto), Kakak (Irmal Darmawan dan

al-Qoyatus Saaqinah), Adik (Singgih Pramono dan Ummu Hani Saputri),

Paman (Ir. Muhammad Erwin, SY) yang selalu memberikan dorongan

motivasi serta doa yang tiada henti kepada Allah SWT. Dan seluruh keluarga

besar penulis.

7. Ucapan terima kasih ini khusus penulis berikan kepada nenek (Hj. Syamsiah

Rogayah) yang telah membina penulis tentang sebuah arti kehidupan dalam

berjuang, dan yang telah memperkenalkan penulis dengan huruf-huruf

hijaiyyah pertama kali.

8. Kepada kawan-kawan seperjuangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Syarif Hidayatullah dan Pengurus

(7)

tetap mengalir dalam raga ini. Salam Perjuangan, Hidup Mahasiswa, Hidup

Rakyat Indonesia, Allahu Akbar.

9. Seluruh kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Perbandingan Mazhab dan

Hukum (PMH) Konsenterasi Perbandingan Hukum (PH), angkatan 2007 yang

penulis cintai dan hormati. Thank’s For All, You All The Best

10.Kepada seluruh Kakak-kakak seperjuangan pengurus di LBH Pusat Advokasi

Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia dan Jakarta, terkhusus

untuk Nasrulloh Nasution, SH (Bang Acun) yang banyak membimbing

penulis dalam memberikan arti hukum dalam kehidupan, kemudian : bang

Heri, SH, bang Harry Kurniawan, SH, bang Iwan SHI, kak Syah Fitri Hani

Harahap, SH, kak Liza Elfitri, SH, Mas Rozak, SH., MH dan yang lainnya.

11.Kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Kepala Subbag Pengaduan

Ibu Dra. Sinar Ria Bellawati dan juga Assisten Ibu Sri Lilih Harjanti, atas

kerjasamanya untuk membantu penulis dalam memberikan informasi dan data

untuk sempurnanya skripsi ini.

Dan akhirnya, penulis dengan segala kerendahan hati, terhadap jasa dan

bantuan segala pihak atas kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada

penulis. Semoga mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Tangerang Selatan : 8 Ramadhan 1432 H 8 Agustus 2011 M

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...…... ii

DAFTAR ISI ...……… v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN .... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 10

E. Metode Penelitian ... 13

1. Jenis Penelitian ... 13

2. Jenis Data ... 14

3. Teknik Pengumpulan Data ... 14

4. Teknik Analisis Data ... 15

5. Teknik Penulisan ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA MASSA ... 17

A. Pengertian dan Fungsi Media Massa ... 17

1. Berita ... 18

a. Pengertian Berita ... 18

(9)

c. Nilai Berita Dalam Media Massa ... 24

d. Kategori Berita dan Unsur-Unsur Layak Berita dalam Media Massa ... 26

e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal ... 29

f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal ... 32

2. Media Massa ... 34

a. Cetak ... 34

b. Elektronik ... 34

c. Online ... 34

B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa ... 35

BAB III PEDOMAN PERILAKU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM ISLAM ... 37

A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran 37 B. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Undang- Undang Penyiaran ………... 40

C. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Hukum Islam ... 46

D. Pemberitaan Pers dan Kebebasan Pers Menurut Hukum Islam . 60 BAB IV PUBLIKASI KASUS KRIMINAL OLEH MEDIA MASSA ... 80

A. Perspektif Hukum Islam ... 80

Pandangan Hukum Islam Mengenai Bingkai Etika Komunikasi Massa ... 80

(10)

C. Analisis Kaidah Sadd al-Dzari’ah dalam Etika Penyiaran ... 125

BAB V PENUTUP ... 131

A. Kesimpulan ... 131

B. Saran-Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN

I Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS

II Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

III Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang

memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk

yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani

kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu maka manusia memiliki

kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu,

untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk

bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi

manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang

Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut

berarti mengingkari martabat manusia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau

organisasi apa pun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi

manusia tanpa terkecuali.

Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut, tercermin dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam

batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan dan warga negara

dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,

(12)

lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai agama dan

kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.1

Dalam penjelasan di atas tersirat tentang penegasan atas pemberian kebebasan

hak asasi manusia di Indonesia tidak terkecuali dengan “Kebebasan PERS” yang

telah di jamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

Dan pasal 19 Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB yang berbunyi :

Setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan dan untuk mencari, menerima serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas.”

Maka, dalam era reformasi sekarang ini, teknologi informasi dan penyiaran

berkembang sedemikian pesatnya. Berbagai temuan dan perkembangan Informasi dan

Teknologi (IT) yang tidak pernah terbayangkan oleh generasi manusia sebelumnya

kini berada di depan mata. Kemajuan teknologi jarak jauh seperti televisi, telepon

seluler, komputer, dan kamera yang semuannya telah dapat memanfaatkan teknologi

internet membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah sehingga, tak ada lagi

jarak pembatas di bumi ini. Semuanya dapat dijangkau tanpa harus berada di tempat

yang dikehendaki.

Dalam komunikasi, ada lima jenis media massa yang biasa dikenal sebagai

“The big of media massa”, yaitu : televisi, film, radio, majalah dan koran2. Dalam hal

1

(13)

ini media informasi yang paling berpengaruh di masyarakat dan memiliki peran besar

dalam memberikan informasi tiada lain adalah : Televisi yang merupakan Icon

pemberitaan informasi yang paling sering dijadikan oleh masyarakat selaku pemirsa

untuk menghabiskan waktu yang lama baik bersama keluarga maupun sendiri

menikmati tontonan televisi yang disajikan oleh statiun televisi swasta. Pengaruh dari

berbagai tayangan informasi yang dihadirkan tersebut tidak semuanya membawa

manfaat bagi para pemirsanya. Seperti stasiun Indosiar dengan menyajikan produk

berita khusus kriminal dengan judul acara Patroli yang ditayangkan setiap

senin-jum’at pukul 11.30 WIB.

Pengemasan tayangan kekerasan ini dibuat dengan sangat detail mengenai

penyebab suatu peristiwa yang divisualisasikan dalam bentuk gambar-gambar adegan

kejadian yang diperankan oleh para tersangka dan orang yang terlibat di dalam

peristiwa kriminal tersebut.3

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya. Hasil penelitian itu

menyebutkan bahwa pelaku kejahatan seperti pencurian, pembunuhan dan

pemerkosaan mencontek kejahatan yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya,

melalui referensi dari tayangan tindak kriminalitas di televisi yang akhirnya membuat

pola imitasi di masyarakat.

2

Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka Press, 1999), h.32.

3

(14)

Menurut salah satu peneliti, Catur Suratnoaji, penelitian itu dilakukan pada 13

orang narapidana yang ada di Sidoarjo dan Malang. Ke-13 narapidana itu mendapat

ilham melakukan tindak pidana dari tayangan di televisi. Mereka memodel dari apa

yang ditayangkan televisi, sebut Catur dalam pemaparannya. Sebagian narapidana itu

mengaku mendapat cara menghapus jejak atau melakukan penipuan berdasarkan apa

yang mereka lihat di televisi. Dalam pemaparannya lebih lanjut, ia juga menemukan

bahwa berita kriminal justru menimbulkan rasa khawatir yang berlebihan pada

masyarakat. Karena itu, ia menyebut perlunya upaya untuk memperbaiki berita

kriminalitas yang ada saat ini.

Penelitian yang dilakukan ini memang belum mewakili sebagian besar

masalah pertelevisian. Perlu kajian lebih jauh apakah efek buruk itu semata karena

pengaruh televisi, atau juga hal lain, seperti lingkungan? Yang jelas, apapun

tayangannya, kita sendirilah yang berkemampuan untuk menyaring, mana yang baik

dan buruk.4

Kemudian juga, sebuah survei yang pernah dilakukan salah satu harian di

negara bagian Amerika Serikat menyebutkan, empat dari lima orang Amerika

menganggap kekerasan di televisi mirip dengan dunia nyata. Oleh sebab itu sangat

berbahaya kalau anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung

unsur kekerasan. Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah

jalan untuk menyelesaikan masalah.

4

http://www.andriewongso.com/awartikel-460-AW_CornerDampak_Negatif_Tayangan

(15)

Sementara itu sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat yang dilakukan

selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun, menemukan bahwa

anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan kartun terbukti memperoleh

nilai lebih rendah dibanding anak yang sedikit menghabiskan waktunya menonton

tayangan yang sama. Dua survei itu sebenarnya bisa menjadi pelajaran.

Di Indonesia suguhan tayangan kekerasan dan kriminal seperti Patroli, Buser,

TKP dan sebagainya, tetap saja dengan mudah bisa ditonton oleh anak-anak. Bahkan

tayangan program yang berbau kriminal itu terkesan sengaja diblow-up untuk

menggambarkan pada masyarakat dan atasan seakan-akan aparat betul-betul bekerja

dan berhasil mengungkap suatu kasus. Dan bukan rahasia lagi kalau ada kasus yang

berhasil diungkap oleh aparat, direkayasa ulang lagi seakan-akan penangkapan yang

ditayangkan murni bukan rekayasa. Padahal kalau saja mau jujur, kameramen televisi

tidak akan mau mempublikasikan tetapi daripada tidak dapat berita liputan, rekayasa

pun bolehlah.5

Dengan melihat aksi kejahatan yang sudah merupakan suatu fenomena yang

kompleks. Banyak aksi kejahatan yang sering kita lihat dalam kehidupan zaman

sekarang ini. Oleh sebab itu dampak dari suatu peristiwa kejahatan yang

berbeda-beda, mulai dari kejahatan yang sangat kecil sekali sampai yang besar.

Akhir-akhir ini kasus pembunuhan dengan cara di mutilasi di Indonesia seolah

terus meningkat. Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) koran Kompas

5

(16)

mencatat bahwa sejak Januari hingga November 2008 ada 13 peristiwa pembunuhan

dengan mutilasi di Indonesia.

Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan

televisi selain dari koran yang saya beli di angkutan kota”. (Sri Rumiyati, 48 tahun). Itulah kata-kata yang diucapkan Sri ketika diintrogasi oleh polisi berkenaan

dengan kasus pembunuhan suaminya Hendra dengan cara dipotong-potong tubuhnya

(mutilasi). Pelaku tanpa ragu menyebutkan bahwa perbuatannya mencontoh kasus

pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan sang algojo dari Jombang yang ditayangkan

televisi. Pengakuan Sri diatas seolah memperingatkan masyarakat tentang adanya

hubungan antara tayangan kekerasan di televisi dengan prilaku kekerasan di

masyarakat.

Perbuatan kekerasan yang terinspirasi oleh tayangan televisi dibenarkan baik

oleh polisi maupun dokter yang memeriksa tersangka. Komisaris Jarius Saragih, dari

kepolisian Jakarta, misalkan mengakui bahwa selama memeriksa pelaku mutilasi

mereka mengaku terinspirasi dan mencontoh tayangan televisi. Dokter ahli forensik

Mun’im Idris juga sepakat bahwa kasus mutilasi sudah ada sejak tahun 1970-an,

namun tahun ini meningkat tajam karena seringnya peristiwa ini ditayangkan

televisi.6

Fenomena acara televisi yang akhir-akhir ini amat sangat meresahkan dan

membahayakan moral generasi bangsa ini ternyata memang haruslah diperingatkan

6

(17)

agar tidak kebablasan dalam menyusun program yang menyesatkan seperti pada

tayangan kekerasan yang berbau kriminalitas. Belakangan ini tayangan berita

kriminal di televisi mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan sebagainya,

menyajikan tayangan-tayangan seaktual mungkin, tanpa disadari yang menyaksikan

adalah masyarakat luas dari berbagai usia mulai dari anak-anak sampai orang

kalangan orang dewasa. Apabila dicermati tayangan berita kriminal yang ditayangkan

langsung melalui layar kaca tersebut dikemas secara rapi dan dapat menjadi salah

satu rangsangan anak untuk bersikap kasar atau nakal, seperti kemungkinan ditirunya

adegan-adegan yang tidak baik dalam tayangan berita kriminal tersebut. Adanya

pengaruh tayangan berita kriminal di televisi terhadap kenakalan remaja, karena

sekarang ini banyak stasiun-stasiun televisi yang menayangkan tayangan berita

kriminal seperti : Patroli (Indosiar), Sergap (RCTI), Buser (SCTV), TKP, dan lain

sebagainya.

Paul De Massenner dalam buku Here‟s the Unesco Assosiate menyatakan

News atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta

minat khalayak atau pedengar. Charnley & James M. Neal menuturkan berita adalah

laporan tentang situasi, kondisi, interprestasi yang penting, menarik, masih baru, dan

kasus yang penting disampaikan kepada khalayak.7

Maraknya pengetahuan dan penemuan baru ilmu teknologi telah

menimbulkan kesesatan, kebimbangan, kegelisahan dan bahkan membahayakan

7

(18)

kehidupan manusia bila tidak dapat diimbangai dengan agama yang menuntun

manusia. Kemajuan teknologi yang rumit pada abad ini merupakan aktifitas

intelektual manusia. Ketakjuban paling baru dalam peradaban manusia abad ini

muncul ketika globalisasi teknologi informasi merusak keseluruhan aspek kehidupan

manusia bisa disaksikan lewat siaran televisi.8

Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini

menjadi skripsi yang kemudian diberi judul Perspektif Hukum Islam Tentang Ekspose Berita Kriminal di Media Massa Dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2002 Tentang Penyiaran”, yang kemudian disebut dengan Undang-undang Penyiaran.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah kedalam tinjauan

hukum Islam, yang dimaksud ialah fiqh sebagai usaha para fuqaha dalam menetapkan

syari’at atas kebutuhan masyarakat, kemudian terhadap ekspose berita kriminal di

media masa, yaitu televisi dalam Pasal 48 Ayat 2 dan 4 poin d didalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Objek yang akan di teliti adalah tayangan berita kriminal Patroli yang

ditayangkan setiap hari senin-jum’at pukul. 12.30 WIB, stasiun televisi Indosiar.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan skripsi ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

8

(19)

1. Bagaimanakah perspektif tentang hukum Islam dan Undang-undang

Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?

2. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan

Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita kriminal di media massa?

3. Adakah pengaruhnya tayangan berita kriminal terhadap pelaku tindak

kriminalitas di masyarakat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Adapun tujuan yang ingin yang dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan Undang-undang

Penyiaran tentang ekspose berita kriminal di media massa.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pandangan antara

hukum Islam dan Undang-undang Penyiaran terhadap ekspose berita

kriminal di media massa.

3. Untuk mengetahui pengaruh berita kriminal terhadap kriminalitas

yang terjadi di masyarakat.

B. Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis

Dilihat dari akademis manfaat penulisan ini adalah dapat memberikan

tambahan khazanah keilmuan dalam bidang perbandingan hukum antara

Undang-undang dan Hukum Islam.

(20)

Dilihat dari segi praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan penjelasan

kepada masyarakat luas tentang pemberitaan kriminal di media massa dalam

perbadingan hukum antara Undang-undang dan Hukum Islam.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Sejauh penulis melakukan tinjauan terhadap kajian terdahulu belum

ditemukan kajian-kajian yang pembahasannya memiliki kesamaan fokus dalam

ringkasan pembahasan dengan skripsi yang akan penulis buat. Kajian-kajian yang

telah ada hanya memiliki kesamaan tema yaitu tentang Pengaruh atau Dampak dari

Tayangan Berita Kriminal di Televisi dan Kebebasan Pers dalam kajian yang berbeda

dengan penulis. Seperti yang berjudul :

“Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Televisi terhadap Kenakalan Remaja Pada Usia 14 – 15 Tahun (Studi Kasus Pada Siswa Kelas III SMP PUSPITA BANGSA Ciputat Tangerang).” Skripsi tersebut membahas, perbedaan yang signifikan antara siswa yang suka dan siswa yang tidak suka menyaksikan tayangan berita kriminal

terhadap kenakalan remaja. Artinya tayangan berita kriminal di televisi cukup

berpengaruh secara nyata terhadap kenakalan remaja dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap kenakalan remaja pada diri remaja tersebut memang tidak sepenuhnya

diakibatkan dari tontonan tayangan berita kriminal sehari-hari, namun besar

kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan berita tersebut dapat menjadi salah

satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar/nakal.9

9Kurniawati. “

(21)

Selain itu terdapat juga skripsi yang berjudul “Pencemaran Nama Baik Oleh

Media Massa (Pers) Kajian Hukum Pidana dan Perdata.” Pembahasan tentang Seorang wartawan atau jurnalis media cetak dalam melaksanakan pemberitaan harus

mentaati ketentuan-ketentuan dan yang telah diatur oleh KUHP, KUHPer, dan

ditambah UU No. 40 Tahun 1999 Tentang PERS. Pers kita pada era reformasi ini

adakalanya terlalu cepat melemparkan tuduhan, tanpa melakukan upaya serius untuk

tegaknya prinsip check and balanced. Hanya Karena seorang Jenderal berada di Bali

pada saat bom Bali meledak, sejumlah penerbit pers serta-merta menurunkan berita

yang menggiring pembaca untuk mengaitkan kedua peristiwa ini. Jelas, ini sebuah

berita yang ngawur dan wartawan yang meramunya boleh dikatakan telah

menyelewengkan makna kebebasan pers yang sesungguhnya.10

Kemudian skripsi yang membahas tentang “Kebebasan Berekspresi Dalam Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan

Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Dalam pembahasan tersebut mengenai, Pemuatan karikatur Nabi Saw di surat kabar Jyllands-Posten, Denmark edisi 30

September 2005 yang pada mulanya dimaksudkan untuk mengilustrasikan secara

satir artikel yang membahas penyensoran diri (self-censorship) dan kebebasan

berpendapat (freedom of speech) merupakan penghinaan (liberal) bagi umat Islam.

Karena Islam melarang penggambaran Nabi Muhammad Saw untuk mencegah

Tangerang).” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

10

Muhammad Handrio Akbarullah. “Pencemaran Nama Baik Oleh Media Massa (Pers)

(22)

pemujaan berhala. Persamaan pandangan hukum positif dengan hukum Islam tentang

kebebasan berekspresi dalam dunia pers adalah tuntutan profesionalisme yang

bertanggungjawab. Di dalam hukum Islam kebebasan pers tidak secara gamblang,

tetapi lebih kepada etika individu-individu sendiri.11

Kemudian dengan judul skripsi, “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi

Terhadap Kenakalan Remaja (Studi Kasus di SMP DARUN NURJATI Bekasi

Utara).” Skripsi ini mengkaji Tayangan berita kriminal di televisi mempunyai pengaruh yang sedang atau cukup terhadap kenakalan remaja contohnya seperti

tawuran antara pelajar, memakai obat-obatan terlarang. Kenakalan yang ada pada diri

remaja tersebut memang tidak hanya diakibatkan dari tontonan tayangan berita

kriminal sehari-hari, namun besar kemungkinan kenakalan yang ada dalam tayangan

tersebut dapat menjadi salah satu rangsangan siswa untuk bersikap kasar atau nakal.

Itu terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus kenakalan remaja dilingkungan

sekolah ada tindakan kriminalitas di dalam sekolah.12

Kemudian yang terakhir ialah dengan judul “Analisis isi berita kriminal pada

Koran Lampu Hijau (dulu Koran Lampu Merah) edisi Februari 2009” Dalam

kesimpulan skripsi tersebut tergambarkan bahwa Koran Lampu Hijau dalam

menyajikan berita-berita yang murni kriminal. Namun, dalam penulisan tersebut

11

Zaenal Muttaqin. “Kebebasan Berekspresi Dalam Dunia Pres Tinjauan Hukum Islam dan

Hukum Positif (Kontroversi Akibat Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad SAW).” Skripsi S1 Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

12

Eka Rianti. “Pengaruh Tayangan Berita di Televisi Terhadap Kenakalan Remaja (Studi

(23)

masih banyak menggunakan kata-kata yang seronok, bombastis dan sensasional yang

juga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap para pembacanya. Dalam

penulisan berita di Koran Lampu Hijau belum memenuhi syarat-syarat penulisan

yang baik dan benar yang sesuai dengan tatanan bahasa Indonesia dan kaidah tata

cara penulisan berita di media cetak, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku ilmu

jurnalistik.13

Sedangkan pada skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian dari

skripsi yang sudah ada di atas dengan titik singgung yang berbeda, yaitu terkait

dampak yang ditimbulkan oleh pemberitaan media massa mengenai berita-berita

kriminal yang sering di beritakan oleh media massa setiap hari dengan menganalisis

perbandingan hukum dalam Undang-undang Penyiaran dan Hukum Islam sebagai

perbandingan yang relevan dengan kondisi sekarang dari aspek hukum.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

research), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan

menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data yang

hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka.

Penelitian ini menggunakan metode “deskriptif kualitatif”, dalam bentuk

desain deskriktif dan metode pengumpulan datanya dengan cara observasi. Deskriftif

13

(24)

menurut pengertiannya merupakan pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat14. Kualitatif adalah penelitian yang berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka,

kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.

Penelitian deskriktif kualitatif adalah suatu penelitian yang berdasarkan

fakta-fakta atau kejadian yang tidak direkayasa dan penelitian menggunakan kata-kata atau

tulisan-tulisan ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan fakta dan bukan

penelitian yang menggunakan angka sebagai penjelasannya.15 2. Jenis Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu :

a. Data Primer

Data yang diperoleh bersumber dari studi dokumentasi dengan penelitian

kepustakaan, yakni penelitian terhadap dokumen-dokumen atau referensi dari

berbagai literatur yang dipandang mewakili (representatif) dan berkaitan (relevant)

dengan objek penelitian.

b. Data Sekunder

Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Data yang diperoleh bersumber dari literatur-literatur kepustakaan,

seperti buku-buku, majalah, internet, artikel lepas, serta sumber-sumber data lainnya

yang mempunyai relevansi dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

14

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), cet ke 5,h. 54.

15

(25)

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, dalam pengumpulan data skripsi

ini, penulis menggunakan penelitian Kepustakaan (Library research), yaitu :

penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data dan

bahan-bahan dari berbagai literatur, misalnya : buku-buku, sumber dokumen

perusahaan, majalah, surat kabar, internet, artikel dan kepustakaan lainnya yang

berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan jenis penelitian kualitatif

yang bersifat deskriktif-analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah

dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan

menginterprestasikan data dengan tujuan memberikan gambaran yang sistematis,

akurat, faktual dan aktual mengenai “Ekspose Berita Kriminal di Media Massa

Perspektif Hukum Islam dalam Undang-Undang Penyiaran”.

5. Teknik Penulisan

Adapun dalam teknik dan penyusunan penulisan skripsi ini penulis

berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai bahan pertimbangan untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini

penulisan skripsi ini, penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri

(26)

Bab I Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, teknik

penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Merupakan tinjauan umum terhadap ekspose berita kriminal di

media massa, pengertian dan fungsi media massa, pengertian

berita, media massa, pengaruh tayangan berita kriminal di

media massa.

Bab III Merupakan pedoman perilaku penyiaran perspektif undang-

undang penyiaran dan hukum Islam, pedoman perilaku

penyiaran dalam undang-undang penyiaran, pemberitaan pers

dan kebebasan pers menurut undang-undang penyiaran,

pedoman perilaku penyiaran dalam hukum Islam, pemberitaan

pers dan kebebasan pers menurut hukum Islam.

Bab IV Merupakan publikasi kasus kriminal oleh media massa,

perspektif hukum Islam, dan perspektif undang-undang

penyiaran.

Bab V Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP EKSPOSE BERITA KRIMINAL DI MEDIA

MASSA

A. Pengertian dan Fungsi Media Massa

Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”.

Association for Education and Communication Tecnology (AECT) mendefinisikan

media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran

informasi. Sedangkan National Education Association (NEA) mendefinisikan sebagai

benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan, beserta

instrumen yang dipergunakan, dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat

dipengaruhi efektifitas program instruksional.1

Media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide,

sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima.2 Pengertian lain menyebutkan bahwasannya media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau

menyampaikan sesuatu pesan dimana medium ini merupakan jalan atau alat dengan

suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan.3

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan

dari komunikator kepada khalayak.4

1

Asnawir, dan Usman, M Basyarudin. Media Pembelajaran. (Jakarta : Ciputat Pers. 2002). Cet ke-1,hal. 11.

2

Santoso S. Hamijaya. Pengertian Media. www.google.com

3

Blake and Haralsen. Pengertian Media.www.google.com

4

(28)

Media massa secara sempit diartikan sejak awal historisnya, yaitu ketika

ditemukan mesin cetak abad 15. Pengertian media massa jadi hanya terbatas pada

media cetak saja (pers). Terutama Koran dan majalah. Secara luas, media massa kini

sudah diartikan sebagai segala bentuk saluran komunikasi yang digunakan untuk

menyampaikan pesan atau informasi kepada orang banyak atau khalayak, baik media

cetak seperti surat kabar, majalah dan buku, maupun media elektronik seperti radio,

televisi, film, dan komputer.

Komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara

komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana yaitu televisi.

Komunikasi massa media televisi bersifat periodik.5

1. Berita

a. Pengertian Berita

Istilah “berita” berasal dari bahasa sansekerta, yakni Vrit yang kemudian

masuk dalam bahasa Inggris menjadi Write, yang memiliki arti “ada” atau “terjadi”.

Sebagian ada yang menyebutnya Vritta artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”.

Vrittamasuk dalam bahasa Indonesia menjadi “berita” atau “warta”6

Menurut buku Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, seperti

ungkapan Edward Jay Friedlander dkk dalam bukunya Excelence in Reporting

menyatakan :

5

Wawan Kuswandi. Komunikasi Massa Media Televisi. (Jakarta : Rineka Cipta. 1996).

6

(29)

“News is what you should know that you don‟t know. News is what has happened recently that is important to you in tour daily life. News is what fascinates you, what excites you enough to say to afriend, “hey”, did you hear about…? News is what local, national, and international shaker and movers are doing to affect your life. News is the unexpected event that, fortunately or unfortunately, did happened”.7

Sedangkan menurut Micthel V. Charnley dalam bukunya Reporting edisi III

(Holt-Reinhart & Winston, New York, 1975 halaman 44) menyebutkan :

“Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang

memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”.8 Williard C. Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis, berita

adalah sesuatu yang termasuk yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat

kabar karena menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar atau

karena dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.9

Banyak juga para ahli lainnya yang mendefinisikan sebuah berita dengan

beragam pendapat. Dari sekian macam pengertian itu, belum ada satupun definisi

berita yang dapat dijadikan patokan secara mutlak. Namun, sebagai pegangan,

pengertian berita dapat dikemukakan seperti berikut :

7

Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005) h. 39.

“Berita adalah apa yang harus anda ketahui. Berita adalah apa yang terjadi belakangan ini yang penting bagi anda dalam kehidupan anda sehari-hari. Berita adalah apa yang menarik bagi anda, apa yang cukup menggairahkan anda untuk mengatakan kepada seorang teman, “hey, apakah kamu sudah mendengar…?” Berita adalah apa yang dilakukan oleh pengguncang tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk mempengaruhi kehidupan anda. Berita adalah kejadian yang tidak disangka-sangka yang untungnya atau sayangnya telah terjadi”.

8

Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 2.

9

(30)

Berita ialah laporan yang terkini tentang fakta atau pendapat atau ide terbaru

yang aktual, benar, penting atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui

media massa periodik seperti : Surat kabar, Televisi, Radio, maupun Media online

atau Internet. Kemudian menurut Djaffar H. Assegaff, “Berita adalah laporan tentang

fakta atau ide terkini yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan yang

dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa atau karena ia mencakup

segi-segi human interest seperti humor dan ketegangan”.10

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,

menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti

surat kabar, radio, televisi, atau media online internet.11

Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik

perhatian orang. Ketentuan yang ditetapkan oleh kode etik jurnalistik pasal 5

berbunyi : “Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil,

mengutamakan kecermatan dan ketetapan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini

sendiri. Tulisan berisi interprestasi dan opini wartawan agar disajikan dengan

menggunakan nama jelas penulisnya”.

Dengan demikian berita pertama-tama harus cermat dan tepat atau dalam

bahasa jurnalistik harus akurat. Selain cermat dan tepat berita juga harus lengkap

10

Djaffar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini Pengantar ke Praktek Kewartawanan (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1991),h. 24.

11

(31)

(complate), adil (fair), dan berimbang (balanced). Kemudian beritapun tidak boleh

mencampurkan antara fakta dan opini atau dalam bahasa akademis di sebut objektif.12 Berita dapat dibagi ke dalam beberapa macam, tergantung dari segi

melihatnya, seperti :

1. Sifat kejadian

2. Cakupan isi berita, dan

3. Bentuk penyajian berita

Dilihat dari segi bentuk kejadiannya berita dibedakan antara berita yang

terduga, seperti perayaan hari nasional, dan berita yang tak terduga, seperti ledakan

bom, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, dan sebagainya.

Berita juga dapat dibedakan dari bentuk penyajiannya, seperti berita langsung

(Sportnews), berita komprehensif (Comprehensive news), dan Feature.13

b. Jenis-Jenis Berita

Berita pada umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu Hard

news (berita berat), Soft news (berita ringan), Investigative reports (laporan

penyelidikan). Ketiga kategori berita tersebut didasarkan pada jenis peristiwa.

1). Hard News (berita berat) artinya berita tentang peristiwa yang dianggap

penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok, maupun organisasi. Berita

tersebut misalnya mengenai mulai diberlakukannya suatu kebijakan atau peraturan

12

Hikmat Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya),h. 47.

13

(32)

baru pemerintah. Ini tentu saja akan menyangkut hajat orang banyak sehingga orang

ingin mengetahuinya. Karena itu harus segera diberitakan.

2) Soft News (berita ringan) seringkali di sebut dengan feature, yaitu berita yang

tidak terkait dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya.

Berita-berita semacam ini seringkali menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan

dan mengherankan pemirsa. Ia juga dapat menimbulkan kekhawatiran bahkan

ketakutan pada manusia, hewan, benda, tempat, atau apa saja yang dapat menarik

perhatian pemirsa.

3) Investigative Reports (Laporan penyelidikan) adalah jenis berita yang ekslusif.

Datanya tidak bisa diperoleh dipermukaan, tetapi harus dilakukan penyelidikan.

Sehingga penyajian berita seperti ini harus membutuhkan waktu yang lama.

Berita penyelidikan untuk media televisi akan lebih sulit dilakukan

dibandingkan dengan berita yang sama untuk media cetak. Televisi membutuhkan

gambar bahkan wajah orang yang diwawancarai. Namun teknologi elektronika kini

memungkinkan untuk mengaburkan wajah orang yang diwawancarai agar dapat

terhindar dari kemungkinan bahaya atas apa yang ia sampaikan dalam wawancara

televisi.14

Salah satu persoalan kriminal yang sering muncul ke permukaan dalam

kehidupan masyarakat adalah kejahatan pada umumnya, terutama mengenai

kejahatan dengan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam

14

[image:32.612.109.533.72.425.2]
(33)

kehidupan umat manusia. Karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan

masyarakat sebelumnya selama dan sesudah abad pertengahan. Berkaitan dengan

masalah kejahatan, maka kekerasan sering merupakan perlengkapan dari bentuk

kejahatan itu sendiri.15

Di zaman sekarang ini kejahatan sudah merupakan suatu fenomena yang

kompleks yang dapat dipahami dari berbagai isi yang berbeda. Itu sebabnya dalam

keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa

kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Kriminal ataupun kriminal adalah

kegiatan berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat di hukum

menurut undang-undang atau pidana. Kriminalitas adalah hal-hal yang bersifat

kriminal, perbuatan yang melanggar hukum kejahatan.16

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang memperlajari tentang

kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P.Topi Hard (1830-1911) seorang ahli

Antropologi Perancis. Menurut etimologi kriminal berasal dari kata “Crimen” yang

berarti kejahatan atau penjahat dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka

kriminologi dapat diartikan ilmu tentang kejahatan atau penjahat.17

Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai bagian ilmu pengetahuan

yang bertujuan menyelidiki sebab-sebab dan gejala kejahatan seluas-luasnya., yang

dimaksud dengan mempelajari gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya yaitu

15

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung : PT Rafika Adimata, 2007), Cet ke-2,h. 63.

16

Topo Santoso, dan Eva Achjani, Kriminologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006), Cet ke-1,h. 1.

17

(34)

mempelajari penyakit sosial seperti pelacuran, gelandangan, dan alkoholisme.

Sedangkan Sutherland merumuskan kriminologi sebagai seluruhan ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial (a body of

knowledge regarding crime as a social phenomenon). Menurut Sutherland

kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum dan anarkis atas pelanggaran

hukum.18

Kriminologi dalam arti sempit adalah mempelajari kejahatan. Sedangkan

dalam arti luas, kriminologi mempelajari penologi (ilmu tentang tumbuh dan

berkembangnya hukuman) dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan

masalah prevensi dengan kejahatan dengan tindakan-tindakan yang bersifat

non-punitif. Secara tegas dapat dikatakan bahwa batasan kejahatan dalam arti yuridis

adalah : tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana.19

c. Nilai Berita dalam Media Massa

Dalam berita ada beberapa karakteristik instrinsik yang dikenal sebagai nilai

berita (News value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa

diterapkan, untuk menentukan layak berita (News worthy).20

Suatu peristiwa dikatakan memiliki nilai berita jika peristiwa tersebut

mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan

kedekatan, keganjilan, human interst, seks, dan aneka nilai lainnya.21

18

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, …, h. 19.

19

, Bunga Rampai Kriminologi, (Bandung : CV Rajawali, 1984), Cet ke-1,h. 5.

20

(35)

Nilai berita merupakan salah satu produk dari konstruksi yang dibuat oleh

wartawan. Setiap hari ada jutaan peristiwa, jutaan peristiwa tersebut potensial untuk

membentuk berita. Ada sebuah pertanyaan, kenapa hanya peristiwa yang diberitakan?

dan kenapa dari sisi tertentu saja ditulis oleh wartawan? semua proses itu ditentukan

[image:35.612.108.533.134.704.2]

oleh apa yang disebut sebagai nilai berita.22

Table 1 Nilai Berita23

Immediacy Immediacy disebut juga timeless (waktu). Terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai laporan dari apa yang baru saja terjadi.

Proximity Peristiwa yang terjadi dekat lokasinya dengan khalayak pembaca, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang yang tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan mereka, tempat tinggal mereka, dan sahabat.

Consequence Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung nilai konsekuensi.

Conflik Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, kriminal, bentrokan antar kelompok dan konflik antar negara, merupakan contoh elemen konflik dalam pemberitaan.

Oddity Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat.

Sex Seks kerap dijadikan sutu elemen utama dari sebuah pemberitaan. Tapi, seks juga bisa sebagai elemen tambahan dalam sebuah berita. Misalnya, skandal seks anggota dewan rakyat, dan skandal seks seleberitis.

Emotion Elemen ini disebut juga human interst. Elemen ini menyangkut nilai kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, humor dan tragedi.

Prominence Menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat dikenal oleh pembaca. Seperti nama-nama tokoh, pemimpin politik, petuah, hidup dan hari raya.

Suspense Elemen ini merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa. Misalnya, masyarakat menunggu

21

Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, ….. h. 53.

22

Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Idiologi dan Politik Media, (Yogyakarta, LKIS, 2002),h. 106.

23

(36)

pecahnya perang (invansi) AS ke Irak.

Progress Elemen ini merupakan elemen “Perkembangan” peristiwa

yang ditunggu-tunggu masyarakat. Misalnya, setelah terjadinya invansi AS ke Irak, masyarakat tetap menunggu bagaimana pemerintahan selanjutnya yang akan dijalankan.

d. Kategori Berita dan Unsur Layak Berita dalam Media Massa

Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah kategori berita. Proses

produksi berita adalah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan

mana yang penting dan mana yang tidak penting. Artinya, peristiwa itu penting dan

bernilai berita, bukan karena secara inheren peristiwa itu penting.24

Media dan wartawanlah yang mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga

[image:36.612.108.537.56.683.2]

peristiwa penting dinilai penting. Kategori berita diantaranya :

Tabel 2 Kategori Berita25

Hard news Desain utama dari sebuah pemberitaan. Isinya menyangkut hal-hal penting yang langsung terkait dengan kehidupan pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Feature news Berita feature adalah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan (pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan teramat penting harus diketahui oleh masyarakat, bahkan mungkin hal-hal yang terjadi beberapa waktu lalu. Berita ini didesain untuk menghibur, namun tetap terkait dengan hal-hal yang menjadi perhatian pembaca. Subjek utamanya beritanya mungkin hanya mengisahkan kegemaran orang-orang, tempat bersejarah.

Sport news Berita seputar olah raga bisa masuk dalam hard news dan

feature. Memberitakan hasil pertandingan, tokoh olah ragawan dengan kehidupan pribadinya.

Social news Kisah-kisah kehidupan sosial, bisa masuk ke dalam hard news

dan feature, seperti perkawinan.

Interpretive Wartawan berupaya untuk memberikan kedalaman analisis, dan melakukan survey terhadap berbagai hal yang terkait dengan

24

(37)

peristiwa yang hendak dilaporkan.

Science Wartawan memberitakan seputar ilmu pengetahuan dan teknologi.

Consumer Para penulis adalah a consumer story, para pembantu khalayak untuk menginformasikan seputar barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Financial Wartawan memberikan fokus perhatiannya pada bidang bisnis, komersial atau investasi.

Selain kategori berita, juga dikenal adanya unsur layak dalam sebuah berita.

Tidak semua peristiwa dapat dijadikan berita oleh seorang wartawan, oleh karena itu

diperlukan unsur-unsur tertentu, peristiwa apa yang layak untuk dimuat dalam sebuah

surat kabar, diantara unsur-unsur tersebut adalah :

1. Berita harus akurat

Wartawan harus hati-hati dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak

yang luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya. Mulai dari kecermatan dalam

menuliskan ejaan, baik nama, angka, tanggal, dan selalu melakukan chek and recheck

sebelum berita tersebut dipublikasikan. Akurasi berarti benar dalam memberikan

kesan umum, benar dalam sudut pandang pemberitaan yang dicapai oleh penyajian

detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan oleh fakta-faktanya.

2. Berita harus lengkap, adil dan berimbang.

Keakuratan fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta yang

akurat dipilih atau disusun secara longgar atau tidak adil sama menyesatkannya

dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit

(38)

menghilangkan yang seharusnya ada, pembaca mungkin mendapatkan kesan yang

palsu. Yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah bahwa wartawan

harus melaporkan apa yang sesungguhnya yang terjadi.

3. Berita harus objektif

Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis berita.

Dengan sikap objektifnya, berita yang ia muat pun akan objektif, artinya berita yang

dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan

objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai prasangka pribadi, dalam

pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks

peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan objektif.

4. Berita harus jelas dan ringkas

Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu

tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tulisan berita harus tidak banyak

menggunakan kata-kata, harus padu dan langsung. Penulisan berita yang efektif

memberikan efek mengalir, ia memiliki warna alami tanpa berkelok-kelok atau tanpa

kepandaian bertutur yang berlebihan. Bahasa berita, ringkas, terarah dan menggugah.

5. Berita harus hangat

Peristiwa-peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar pada hari

(39)

yang segar, informasi hangat dan terbaru. Media bercerita sangat spesifik tentang

fakta waktu ini.26

e. Karakteristik Ekspose Berita Kriminal

Sekitar tahun 2001 acara kriminal yang dikemas menjadi sebuah acara yang

berisi tantang berita peristiwa-peristiwa kriminal dari berbagai penjuru tempat di

negeri ini menjadi mata acara yang hampir diproduksi oleh tv swasta di Indonesia.

Pada awalnya berita kriminal hanya menjadi salah satu isi berita dari tayangan

berbagai berita lain, namun pada perkembangannya seluruh stasiun televisi merasa

perlu untuk menyediakan tempat tersendiri untuk menayangkan berita-berita khusus

kriminal. Mengemas peristiwa kriminal menjadi sebuah berita yang disebar luaskan

melalui media memang bukan hal baru. Sebelum industri televisi marak seperti

belakangan ini, media massa cetak sudah lebih dahulu berkembang dan ada beberapa

di antaranya yang mengkhususkan diri dengan memuat berbagai berita kriminal yang

terjadi. Sebut saja misalnya Pos Kota, sebuah surat kabar harian yang terbit di Jakarta

ini merupakan media cetak yang sudah sejak tahun 70an memuat berita-berita

kriminal, dan masih banyak media harian lokal yang serupa seperti Koran Merapi,

dan Meteor. Berita kriminal yang dikemas dalam media messa cetak umumnya

menampilkan foto pelaku atau korban serta dicetak dengan halaman berwarna di

halaman pertama dan halaman terakhir. Selain berita kriminal umumnya juga disertai

dengan rubrik yang berisi tentang persoalan seksual, hal-hal ghaib, serta penuh

26

(40)

dengan iklan-iklan obat penambah daya kekuatan seksual, serta pengobatan

alternatif.27

Menurut Totok Djuroto, berita kriminal adalah berita atau laporan yang

diperoleh dari pihak kepolisian.28 Sedangkan menurut W.A. Bonger mengenai kejahatan maka yang di sebut berita kejahatan ialah berita yang bersangkutan. Dalam

hal ini yang termasuk berita kejahatan ialah hal yang aktual dan menarik perhatian

khalayak tentang perbuatan dan tingkah laku anti sosial yang memiliki kelemahan

organik dan sentimen-sentimen moral dasar.29

Dari kejahatan berupa ketidakjujuran dan kepatuhan dan sangat merugikan,

baik bagi si penderita maupun masyarakat. Hilangnya keseimbangan, ketentraman,

dan ketertiban. Perbuatan ini secara sadar akan mendapat reaksi dari negara berupa

pemberian hukuman, seperti : pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian,

perkosaan, dan sebagainya yang melanggar undang-undang negara.

Pada dasarnya, secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku

manusia yang diciptakan oleh masyarakat dalam setiap kali kesempatan dan

keinginan, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang berbuat jahat, bisa

jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang untuk berbuat jahat.

Misalnya saja wanita yang memakai perhiasaan yang berlebih-lebihan hanya untuk

pergi ke pasar, tidaklah mudah untuk menahan keinginan yang dimiliki apalagi dalam

27

http://etnojurnal.blogspot.com/2010/04/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html. Diakses pada tanggal 26 Juli 2011.

28

Totok Djuroto, Teknik Mencari dan Meliput Berita (Semarang : Dahara Prize, 2003),h. 6.

29

(41)

keadaan mendesak. Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka

ragam. Entah itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti sekedar kecanduan untuk

berbuat kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup. Ada

juga karena tuntutan hidup, orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan

tidak mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berita kriminal

adalah laporan berupa fakta terkini mengenai tindakan maupun perbuatan kriminal

atau yang melanggar hukum, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, tingkah laku yang

merugikan masyarakat dan dapat menarik perhatian umum.

Dari sisi bentuknya, berita kejahatan itu ada yang merupakan berita

pemerkosaan, berita perampokan, berita pembunuhan dan lain sebagainya. Termasuk

dalam bentuk pelanggaran peraturan dan perundang-undangan negara. Karena itu

sumber beritanya pun akan terpusat pada lembaga-lembaga hukum yang fungsinya

menyelesaikan setiap bentuk kejahatan.30

Ada beberapa penggolongan terhadap tindakan kriminal antara lain :

1. Tindak kriminal terhadap ketertiban umum diantaranya : pemerasan, pencurian, tawuran / perkelahian dan merusak barang orang.

2. Tindak kriminal terhadap nyawa orang atau badan orang. Yang termasuk kategori ini adalah pembunuhan dan penganiayaan.

30

(42)

3. Tindak kriminal atau kejahatan asusila yakni mengenai hal-hal yang

menyangkut Exses sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan dan

sebagainya termasuk adalah kesopanan, dan pornografi.31

kejahatan bukanlah terletak pada tingkah lakunya, melainkan pada reaksi yang

muncul terhadapnya, karena kejahatan tersebut belum tentu datang dari orang yang

berbuat jahat, bisa jadi karena masyarakat yang memancing (memicu) seseorang

untuk berbuat jahat.32 Contohnya seorang bapak yang tidak mempunyai pekerjaan sedangkan ia harus memenuhi kebutuhan keluarga seperti memberi makan anak dan

isterinya, dengan kondisi seperti itu akhirnya bapak tersebut mencuri. Tidaklah

mudah untuk menahan dengan kondisi tersebut dalam keadaan yang mendesak.

Reaksi terhadap penjahat akan menghasilkan cap sebagai penjahat. Seseorang

yang di cap sebagai penjahat dengan sendirinya akan termasuk kelompok penjahat.

Kejahatan dilakukan oleh penjahat memiliki motif yang beraneka ragam entah itu

kebiasaan yang sulit dihilangkan, seperti kecanduan untuk berbuat jahat atau berbuat

kriminal meskipun dalam segi ekonomi yang dimiliki lebih dari cukup ada juga

karena tuntutan hidup orang yang serba kekurangan dalam segi ekonomi dan tidak

mempunyai pekerjaan dapat melakukan tindakan kriminal.

f. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kriminal

Faktor timbulnya kejahatan yang ada di masyarakat di karenakan faktor

biologis, psikologis, dan sosiologis.

31

Gerson WB, Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek (Jakarta : Pradya Paramitha, 1983), h. 138-160.

32

(43)

1. Faktor Biologis : Para tokoh genetika berargumen bahwa kecendrungan

untuk melakukan tindakan kriminal pada situasi tertentu kemungkinan dapat

diwariskan, karena terpengaruh oleh lingkungan, kerusakan otak dan sebagainya,

terhadap tingkah laku kriminal. Misalkan cendrung ingin melakukan kekerasan tanpa

sebab, senang mengumpulkan barang orang lain (koleksi) tanpa izin (klepto).33

2. Faktor Psikologis (kejiwaan) : Para psikologis mempertimbangkan suatu

variasi dari kemungkinan cacat kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi, yang

tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan ibu, perkembangan moral

yang lemah.34

3. Faktor Sosiologis : Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu prilaku

manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai

macam prilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada di dalamnya bagian-bagian

tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena

adanya sistem kaidah dalam masyarakat. Gejala yang dinamakan kejahatan pada

dasarnya terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian

dalam masyrakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang

kejahatan dengan pihak-pihak yang memang melakukan kejahatan.35

4. Ada juga tindak kriminal yang didorong oleh konflik batinnya sendiri. Jadi

mereka mempraktekkan konflik untuk mengurangi beban tekanan jiwa sendiri lewat

tingkah laku agresifnya, karena itu kejahatan mereka pada umumnya erat berkaitan

33

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, …, h. 26.

34

Ibid. h. 26.

35

(44)

dengan konstitusi jiwa yang galau semerawut, konflik batin dan frustasi yang

akhirnya ditampilkan secara spontan keluar begitu saja.36

2. Media Massa

Media massa pada masyarakat luas pada saat ini dapat dibedakan atas tiga

kelompok, meliputi media cetak, media elektronik, dan media online.

1. Media Cetak

Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak

berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di

kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg

menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti Surat

kabar (koran), Tabloid, dan Majalah.

2. Media Elektronik

Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang

berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan

suara (radio), bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi. Maka

kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah Radio dan

Televisi.

3. Media Online

Media online merupakan media yang menggunakan internet. Sepintas lalu

orang akan menilai media online merupakan media elektronik, tetapi para

pakar memisahkannya dalam kelompok tersendiri. Alasannya, media online

36

(45)

menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis infromasi yang

disalurkan melalui sarana elektronik, tetapi juga berhubungan dengan

komunikasi personal yang terkesan perorangan.37

B. Pengaruh Tayangan Berita Kriminal di Media Massa

Televisi merupakan audio visual yang mempunyai kelebihan dibandingkan

media informasi lainnya. Seperti tayangan berita krminal yang didalamnya terdapat

kekerasan seperti pemerkosaan, pergaulan bebas, pemakai obat-obatan terlarang dan

pembunuhan yang menjamur di televisi kita. Semua ini sangat mempengaruhi

terhadap kehidupan di masyarakat. Misal tawuran antar pelajar, penodongan hamil

pranikah, pelecehan seksual, pembunuhan, pergaulan bebas, perampokan, dan lain

sebagainya adalah fakta yang tak terbantahkan lagi.

Yang menjadi masalah, mengapa kekerasan menjadi menu pilihan yang di

tayangkan di TV? Tak bisa dipungkiri, persaingan penyelenggara siaran di layar kaca

dalam memperebutkan kue iklan yang makin terbatas sangatlah ketat. Demikian pula

dengan pengiklanan suatu acara. Dengan durasi terbatas, kail yang dilemparkan ke

pemirsa harus bisa menohok langsung kebenak.

Kalau kita rajin memperhatikan berita yang ditayangkan di televisi, seperti

patroli, buser, fakta, sergap, dan berita-berita kriminal lainnya, tentu unsur seks dan

kekerasannya itu lebih besar porsinya. Tayangan berita ini membuat semenarik

mungkin dalam berbagai macam cara dalam mempromosikannya, sampai-sampai

37

(46)

dalam menggambarkan korban kekerasan, misalnya dengan ceceran darah atau

meng-close korban.

Kekerasan dalam program televisi dapat menimbulkan perilaku agresif pada

masyarakat/pemirsa yang ditontonnya. Karena pada dasarnya setiap manusia itu

mempunyai sifat agresif sejak lahir, sifat ini berguna dalam bertahan hidup. Ada yang

melihat, proses dari sekedar tontonan sampai menjadi perilaku perlu waktu yang

cukup panjang. Namun, merepotkan bila tontonan kekerasan sudah menjadi suguhan

sehari-hari, sehingga sudah menjadi hal yang biasa, apalagi lingkungan sekitar juga

mendukung.

Bayangkan, bila dalam sehari disuguhkan 100 adegan kekerasan berapa yang

diterima dalam seminggu, sebulan, atau setahun? Mungkinkah akhirnya menjadi

keseharian yang biasa di masyarakat. Oleh karena itu dampak atau pengaruh yang

(47)

BAB III

PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN DALAM PRESPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DAN HUKUM

ISLAM

A. Pedoman Perilaku Penyiaran dalam Undang-Undang Penyiaran

Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi,

saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi

efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja memengaruhi perilaku,

bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa cepat dapat memengaruhi

sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.

Efek media massa dapat pula memengaruhi seseorang dalam waktu pendek

sehingga dengan cepat memengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu

yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang

lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun juga ada

efek media yang diterima masyarakat tanpa disengaja.1

Maraknya tayangan kekerasan melalui media televisi, baik dengan berita

kriminal maupun dari sinetron-sinetron yang tidak mendidik, dianggap telah memberi

dampak negatif kepada pemirsanya. Berbagai berita kriminal, dianggap justru

menginspirasi dan mendorong makin maraknya tindakan kriminal lain di masyarakat.

Sementara, tontonan yang mengandung unsur kekerasan, juga ditengarai mendorong

orang berbuat yang sama.

1

(48)

Gambar

gambar bahkan wajah orang yang diwawancarai. Namun teknologi elektronika kini
Table 1 Nilai Berita23
Tabel 2 Kategori Berita25
Tabel 3 Beberapa kasus mutilasi yang pernah terjadi di Indonesia:9
+3

Referensi

Dokumen terkait

(1) Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio dan Televisi Kabupaten Bulungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (6), adalah Lembaga Penyiaran yang berbentuk

Pasal 120 ayat (2) dan ayat (4) diperbaiki redaksi menjadi: “Dalam hal Lembaga Penyiaran melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat …” Pengenaan sanksi

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi, baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi, baik dari Lembaga Penyiaran

Dalam Pasal 46 ayat (1) mensyaratkan bahwa lembaga penyiaran swasta harus berbentuk badan hukum, maka badan hukum merupakan subyek hukum dari tindak pidana Pasal 54

Komunitas (LPK) adalah Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial dengan

Bentuk kelembagaan LPP diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Penyiaran yang mengatakan bahwa LPP merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang