• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN

DAN PENERIMAAN PETANI ANGGOTA POKTAN

PROGRAM NESTLE COCOA PLAN PISAGRO

HADIYANSYAH ANWAR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Hadiyansyah Anwar

(4)

ABSTRAK

HADIYANSYAH ANWAR. Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro. Dibimbing oleh BAYU KRISNAMURTHI.

Tanaman kakao memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia, baik itu sebagai sumber devisa dari sektor non migas ataupun sebagai sumber pendapatan utama bagi petani kakao di sebagian wilayah Indonesia. Ketika permintaan dunia akan produk olahan kakao semakin meningkat, negara-negara produsen kakao ikut berupaya meningkatkan produk olahan kakao secara signifikan. Sebagai suatu bentuk kemitraan publik swasta yang bertujuan dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan upaya peningkatan produksi pertanian, PISAgro, melalui Progam Nestle Cocoa Plan telah telah membina lebih dari 1000 petani kakao di Mamuju. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan dalam menjalankan program-program NCP. Lebih jauh penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh program NCP terhadap peningkatan produktivitas dan penerimaan anggota poktan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP tergolong pada kategori tinggi, walaupun didominasi oleh akitivitas-aktivitas sosial dibandingkan aktivitas ekonomi. Selain itu, program NCP mempunyai peran yang potensial dalam meningkatkan produksi kakao dan penerimaan petani di Mamuju, Sulawesi Barat. Kata Kunci : Kapasitas poktan, Nestle Cocoa Plan (NCP), penerimaan,

produktivitas

ABSTRACT

HADIYANSYAH ANWAR. The Capacity and Revenue Analysis of Nestle Cocoa Plan PISAgro Farmers Group. Supervised by BAYU KRISNAMURTHI.

Cocoa has a strategic role in the Indonesian economy, both as a non-oil export and as the cocoa farmer source of income in some areas in Indonesia. While the world demand continues to increase, some countries try to inrease their production through several program and scheme. As a public private partnership that aims to help Indonesian goverment to address national food security by increasing agricultural production, PISAgro, through The Nestle Cocoa Plan Program, has established 100 field schools that train more than 1000 cocoa farmers in Mamuju, West Sulawesi. This study attempts to explain the level of

participation and capacity of farmer’s group in implementing the program and how The NCP Program influence the cocoa production and farmer’s welfare. The results showed that the capacity degree of farmers group rely on the high level category. However it is still dominated by social activities than economy activities. Moreover, The NCP Program has a potential role in increasing the cocoa production and farmer’s income in Mamuju, West Sulawesi.

Keywords : Capacity of farmer’s group, income , Nestle Cocoa Program (NCP),

(5)

HADIYANSYAH ANWAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro

Nama : Hadiyansyah Anwar NIM : H341000060

Disetujui oleh

Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan April – Mei 2014 ini mengambil tema kelembagaan petani dengan judul Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro.

Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, dan Ibu Eva Yolynda, SP. MM selaku dosen penguji komisi akademik atas segala saran dan kritik untuk perbaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam Kelompok Kerja Kakao PISAgro yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan demi terlaksananya kegiatan penelitian ini, Bapak Wisman Djaja (Direktur Sustainability PT Nestle Indonesia), Bapak Sindra Widjaya (Direktur Utama BT Cocoa), Bapak Ong Kang (General Manager BT Source). Tak lupa ucapan terima kasih kepada Keluarga Besar

Warehouse BT Cocoa cabang Mamuju dan seluruh petani responden di Kelurahan Kalukku yang menerima peneliti dengan begitu baik.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kakak, kedua adik dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang senantiasa diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Siti Nurjanah dan Reza Primadita yang telah banyak berdiskusi demi perbaikan penelitian ini, sahabat-sahabat Agribisnis 47, sahabat-sahabat BEM FEM IPB Kabinet Prioritas, terima kasih atas semangat, doa, dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kehidupan akademik kampus Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL 5

DAFTAR GAMBAR 5

DAFTAR LAMPIRAN 6

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Definisi Kelembagaan 5

Kelompok Tani 6

Partisipasi Petani 7

Kapasitas Kelembagaan Petani 7

Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Teori Kelembagaan Pertanian 9

Kapasitas Kelembagaan 10

Konsep Partisipasi 11

Produktivitas dan Penerimaan Usahatani 12

Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Penentuan Responden 15

Metode Pengolahan dan Analisis Data 16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18

(10)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 19

Karakteristik Petani Responden 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Gambaran Umum PISAgro 23

Tujuan PISAgro 24

Gambaran Umum Kelompok Kerja Kakao PISAgro 24

Karakteristik Poktan di Kelurahan Kalukku 26

Aspek Kelembagaan Poktan 26

Aspek Ekonomi Poktan 30

Kapasitas Kelembagaan Kelompok Tani 33

Tingkat Partisipasi Petani 33

Kapasitas Kelompok Tani 37

Analisis Produktivitas dan Penerimaan Usahatani 40

Dampak Program NCP terhadap Produktivitas Biji Kakao 40 Dampak Program NCP Terhadap Penerimaan Anggota Poktan 44

Klasifikasi Tingkat Produktivitas Responden 45

SIMPULAN DAN SARAN 47

Simpulan 47

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(11)

DAFTAR TABEL

1 Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun

2009-2013 1

2 Kriteria penilaian skor kuesioner 17

3 Perkembangan jumlah anggota poktan binaan program NCP di

Kelurahan Kalukku 28

4 Besaran iuran anggota poktan program NCP di Kelurahan

Kalukku 29

5 Biaya tenaga kerja luar keluarga kegiatan usahatani kakao poktan

binaan NCP 32

6 Tingkat partisipasi anggota poktan binaan program Nestle Cocoa

Plan di Kelurahan Kalukku 33

7 Presentase alasan petani NCP bergabung dalam kelompok tani di

Kelurahan Kalukku 34

8 Nilai parameter intensitas partisipasi poktan binaan NCP 35 9 Nilai parameter kualitas partisipasi poktan binaan NCP 36 10 Kapasitas poktan binaan program Nestle Cocoa Plan di Kelurahan

Kalukku 37

11 Nilai parameter pencapaian tujuan poktan binaan NCP 38 12 Nilai parameter fungsi dan peran poktan binaan NCP 38 13 Nilai parameter keinovatifan poktan binaan NCP 39 14 Nilai parameter keberlanjutan poktan binaan NCP 40 15 Tabel produksi dan produktivitas tanaman kakao berdasarkan

umur tanaman 41

16 Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman dan

produktivitas setelah adanya Program NCP 42

17 Hasil pengujian statistik t-hitung terhadap produktivitas

berdasarkan luas lahan 43

18 Penerimaan anggota poktan program NCP di Kelurahan Kalukku 45 19 Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman, kegiatan

rehabilitasi dan produktivitas 46

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional 14

2 Sebaran Responden berdasarkan jenis kelamin 20

3 Sebaran responden berdasarkan usia 20

4 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 21

5 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan 22

6 Sebaran responden berdasarkan luas lahan 22

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Profil Kelompok Tani Tunas Harapan I 51

2 Profil Kelompok Tani Pammase 51

3 Profil Kelompok Tani Ingin Maju 51

4 Skor penilaian kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP 53 5 Hasil uji t-hitung perbedaaan produktivitas sebelum dan sesudah

program NCP 54

6 Data produksi kakao anggota poktan binaan NCP 56

7 Data luas lahan dan usia tanaman responden anggota poktan binaan

NCP 57

8 Klasifikasi responden berdasarkan produktivitas dan kegiatan

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang penting bagi perekonomian Indonesia. Menurut Wahyudi et al (2009), umumnya komoditas perkebunan memiliki empat peranan strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan petani pekebun rumah tangga, sebagai bahan baku agroindustri, sebagai sumber devisa non migas, dan merupakan pasar bagi kebutuhan input produk-produk non pertanian berupa sarana produksi dan alsintan Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki potensi pengembangan yang besar yaitu tanaman kakao. Pada tahun 2005, luas areal kebun kakao di Indonesia masih di bawah satu juta hektar, yaitu berkisar 992 000 ha dengan produksi sebesar 652 300 ton (Kementan 2013).

Setelah tahun 2005, terjadi peningkatan produksi tanaman kakao dengan cukup pesat. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 produksi tanaman kakao di Indonesia mampu mencapai 712 231 ton dengan produktivitas sebesar 0.821 ton per hektar per tahun. Produksi kakao di Indonesia selama tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Selama periode tahun 2011-2012, tanaman kakao mengalami pertumbuhan senilai 3.97 persen dan pada periode berikutnya nilai produksi tanaman kakao mampu tumbuh senilai 5 persen. Besarnya produksi kakao yang dihasilkan, menjadikan negara Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana (ICCO 2014). Akan tetapi, pada sisi perdagangan volume ekspor biji kakao cenderung mengalami penurunan. Nilai ekspor biji kakao Indonesia sejak tahun 2010 mengalami penurunan. Salah satu penyebab penurunan nilai ekspor biji kakao yaitu diberlakukannya peraturan bea keluar terhadap eskpor biji kakao.

Tabel 1 Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 2009-2013a

Tahun Produksi

Sumber : Ditjenbun Kementan dan BPS, 2013 (Diolah) b

Angka Sementara c

Sampai dengan Triwulan II

(14)

negara-negara Eropa (Belgia, Inggris, dan Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan Malaysia, sehingga seringkali nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao domestik yang akan memberikan nilai tambah dalam kegiatan ekspor (Kemenkeu 2012).

Penerapan peraturan bea keluar sebesar 5-15% bagi kegiatan ekspor biji kakao menyebabkan kebutuhan pasokan biji kakao dalam negeri meningkat. Hal ini disebabkan adanya perkembangan positif bagi sektor industri pengolahan kakao domestik. Namun di sisi lain produksi kakao nasional sejak tahun 2010 terus mengalami penurunan. Tingkat produktivitas tanaman kakao di Indonesia pun relatif masih rendah. Saat ini tingkat produktivitas kakao Indonesia mencapai 0.5-0.6 ton/ha/tahun. Jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil biji kakao terbesar di Pantai Gading dan Ghana, tingkat produktivitas Indonesia cenderung lebih besar. Tingkat produktivitas kakao, baik di Pantai Gading atau pun Ghana senilai 0.4-0.5 ton/ha/tahun. Akan tetapi, luasan lahan yang digarap oleh petani relatif lebih besar dibandingkan dengan petani di Indonesia. Kepemilikan lahan kakao petani rata-rata mencapai 2.5 hektar (ICCO 2012). Tingkat produktivitas kakao Indonesia saat ini telah setara dengan produktivitas kakao di Brazil. Namun tingkat produktivitas ini masih dibawah negara Malaysia. Tingkat produktivitas kakao Malaysia mampu mencapai 0.8-1 ton/ha/tahun.

Upaya peningkatan produktivitas kakao, dalam rangka meningkatkan produksi kakao nasional merupakan upaya penting yang harus dilakukan dalam mendukung dan memenuhi kapasitas industri pengolahan kakao domestik. Salah satu kelembagaan yang mempunyai tujuan dalam upaya meningkatkan produksi kakao nasional adalah PISAgro. Program Partnership for Indonesia’s

Suistainable Agriculture (PISAgro) merupakan bentuk kemitraan publik swasta yang memiliki tujuan dalam meningkatkan produksi bahan pangan secara berkelanjutan. Fokus kerja PISAgro yaitu terhadap komoditi utama pertanian, antara lain jagung, kakao, padi, kedelai, kelapa sawit, kopi, hortikultura, kentang, dan susu. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan membentuk kelompok kerja pada masing-masing komoditi pertanian

Kelompok kerja kakao PISAgro telah memulai aktivitas kegiatan sejak tahun 2012 dengan mengusung Program Nestle Cocoa Plan (NCP). PT Nestle berperan dalam mengoordinir pihak-pihak yang terlibat untuk mengimplementasikan pola pertanian kakao secara holistik mulai dari hulu hingga ke hilir. Secara umum, tujuan dari kelompok kerja ini adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan melalui pendampingan usaha. Pendampingan yang diberikan meliputi pembibitan benih kakao yang berkualitas, pelatihan teknik pemanfaatan pupuk dan pestisida, teknik pasca panen, pengenalan teknik fermentasi kakao, hingga membentuk supply chain biji kakao yang traceable. Pelaksanaan program NCP dilaksanakan di wilayah Mamuju, Sulawesi Barat.

(15)

mencapai 181 156 ha dengan total produksi sebesar 101 011 ton pada tahun 2010 (Disbunhut Sulbar 2012).

Keberlanjutan usahatani kakao yang menguntungkan sangat ditentukan oleh pelaku utama usaha itu sendiri dengan memanfaatkan peran kelompok. Karakteristik usaha perkebunan kakao di Indonesia yang masih didominasi oleh perkebunan rakyat dengan luas kebun rata-rata di bawah 1 ha, menyebabkan kebutuhan akan penguatan kelompok. Apabila tidak dikelola secara berkelompok maka usaha yang dijalankan tidak akan mencapai skala ekonomi dan usaha yang tangguh. Oleh karena itu kelompok-kelompok tani harus dibentuk, sementara yang sudah ada harus dibina dan dikuatkan (Wahyudi et al 2009).

Menurut Anantanyu (2011), upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usahatani, dan daya saing petani dilakukan melalui penguatan kapasitas kelembagaan petani. Bentuk-bentuk partisipasi anggota terhadap kelompoknya akan mampu menciptakan efektivitas, efisiensi, kemandirian dan keberlanjutan kelompok. Keberadaan kelompok tani yang kuat, menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kapasitas petani secara individual. Keberadaan kelembagaan petani juga turut serta dalam memudahkan petani untuk menjangkau program-progam pembangunan pertanian, sebab program-program yang ada tidak mungkin menjangkau petani kecil secara individu yang jumlahnya sangat banyak.

Keberadaan program NCP di wilayah Mamuju dalam upaya penguatan kelembagaan poktan dilaksanakan melalui program-program pelatihan dan pembinaan. Mengetahui karakteristik dan kapasitas kelembagaan poktan yang ada, membantu memberikan penilaian terhadap kemampuan poktan dalam mencapai tujuannya dan dalam mengimplementasi jalannya program-program NCP. Kehadiran program NCP juga berperan penting dalam upaya peningkatan produktivitas kakao dan penerimaan anggota kelompok tani yang berada di wilayah Sulawesi Barat.

Perumusan Masalah

Upaya peningkatan produksi kakao di Kabupaten Mamuju masih mengalami beberapa permasalahan. Sampai saat ini, rendahnya produktivitas kakao yang dihasilkan oleh petani diakibatkan oleh umur tanaman yang umumnya sudah tua. Masalah lainnya yaitu kualitas mutu kakao yang rendah dan rantai pemasaran kakao masih didominasi oleh pedagang pengepul yang lebih menonjol daripada petani. Kelembagaan petani yang ada pun belum bekerja dengan baik. Keberadaan kelompok tani yang merupakan wadah para petani dalam meningkatkan usahanya lebih bersifat temporer. Akibatnya, petani tidak memiliki kekuatan tawar yang kuat dalam mengakses pasar (Rheza dan Karlinda 2013).

(16)

Salah satu wilayah yang menjadi binaan Program NCP yaitu Kelurahan Kalukku Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju. Terdapat tiga poktan di Kelurahan Kalukku yang telah mengikuti Program Nestle Cocoa Plan, yaitu Poktan Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Wilayah ini juga merupakan tempat yang menjadi pelopor dalam program pembinaan poktan. Beberapa permasalahan yang dialami oleh petani kakao di wilayah ini diantaranya berkaitan dengan produktivitas kakao yang dihasilkan. Setiap musim panen tiba, produktivitas kakao belum mencapai angka yang maksimal. Rata-rata produktivitas kakao yaitu sebesar 500kg/ha.

Upaya peningkatan produktivitas kakao di wilayah Sulawesi barat telah dilakukan melalui beberapa kegiatan, di antaranya yaitu membangun kebun percontohan (demo plot) yang berada di Desa Tadui Kecamatan Kalukku, membentuk sekolah lapang bagi para petani melalui kelembagaan poktan di masing-masing wilayah dan membentuk rantai pasok yang efisien dengan melibatkan BT Cocoa, Swiss Contact dan PT Nestle. Selain itu, Program NCP berupaya melakukan keningkatan kapasitas kelembagaan petani yang tercermin dari tingkat partisipasi petani terhadap kedudukannya sebagai anggota kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan akan mampu meningkatkan efisiensi usaha, sehingga keragaan agribisnis kakao di wilayah tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh petani melalui kelembagaan, baik itu dalam kelembagaan poktan, gapoktan ataupun koperasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, menarik untuk diteliti sejauhmana dampak program kelompok kerja kakao PISAgro di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat terhadap upaya penguatan terhadap poktan yang ada dan berkontribusi dalam upaya peningkatan produktivitas dan penerimaan petani. Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana karakteristik poktan di Kelurahan Kalukku Kecamatan Kalukku?

2. Bagaimana tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan program NCP di Kelurahan Kalukku?

3. Bagaimana pengaruh program NCP terhadap upaya peningkatan produktivitas kakao dan penerimaan anggota poktan binaan program NCP?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dapat dikaji yaitu :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha poktan di Kelurahan Kalukku Kecamatan Kalukku.

2. Menganalisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan program NCP di Kelurahan Kalukku.

(17)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian bagi kelompok tani yaitu mengetahui tingkat partisipasi petani dan kapasitas kelembagaan poktan setelah adanya Program NCP PISAgro. Diharapkan poktan mampu meningkatkan partisipasi anggota dan kapasitas poktannya dengan mempertimbangkan program-program yang selama ini telah berjalan dalam kurun waktu dua tahun. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam Kelompok Kerja Kakao PISAgro, penelitian ini dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi dan merencanakan program-program yang baru. Bagi perguruan tinggi penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima selama perkuliahan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi petani dan peningkatan kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP di Kelurahan Kalukku, dimana yang menjadi respondennya adalah para petani anggota Poktan Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Selain itu penelitian ini berupaya menjelaskan bagaimana peningkatan produksi dan penerimaan anggota poktan setelah adanya program NCP. Batasan penelitian ini yaitu terletak pada waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada satu titik waktu (on the spot), yaitu ketika kegiatan musim panen raya tanaman kakao bulan Juni 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Kelembagaan

Kelembagaan adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu (Mubyarto 1989). Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya.

(18)

berasal dari inisiatif lembaga penyelenggara suatu program, melainkan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau sekelompok orang tertentu. Program-program yang diberikan pada kelembagaan sebaiknya mengikuti tahapan perkembangan kelembagaan tersebut. Pengenalan program terhadap lembaga yang sederhana akan lebih mudah diterima. Barulah secara bertahap anggota akan mengembangkan lembaga yang lebih rumit. Dengan sendirinya mereka akan mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mengorganisasi dan mengelola lembaga-lembaga yang rumit itu (Bunch 2001).

Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat membantu mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi dari output tersebut (Prihartono 2009).

Kelembagaan pertanian, yang di dalamnya mencakup kelembagaan petani seperti kelompok tani (poktan) berperan penting dalam akselerasi pengembangan sosial ekonomi petani. Subsistem kelembagaan petani dalam sistem agribisnis berperan dalam meningkatkan aksesibilitas pada informasi pertanian, aksesibilitas pada modal, infrastruktur, pasar, serta adopsi inovasi-inovasi pertanian. Di samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada petani (Anantanyu 2011).

Kelompok Tani

Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97 tanggal 18 Maret 1997 kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya.

Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013 dibuat dalam rangka menyempurnakan Peraturan Menteri Pertanian No. 273/Kpts/OT.160/4/2007 13 April 2007 tentang pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Dalam peraturan tersebut dijabarkan bahwa kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Adapun ciri-ciri dari kelompok tani yang dijabarkan yaitu:

1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya di antara sesama anggota. 2. Mempunyai pandangan dan kepentingan serta tujuan yang sama dalam

berusaha tani.

(19)

Partisipasi Petani

Penelitian tentang tingkat partisipasi petani terhadap suatu bentuk kelembagaan diantaranya yaitu tingkat partisipasi anggota koperasi pertanian atau KUD. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) mengukur partisipasi anggota Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari di Cigombong, Kabupaten Bogor. Hasil analisis partisipasi anggota diketahui bahwa partisipasi anggota pada bidang organisasi yaitu kehadiran dalam RAT termasuk kedalam kategori tinggi, namun keaktifan anggota dalam mengajukan suara termasuk kedalam kategori rendah. Partisipasi anggota dalam hal permodalan koperasi yang meliputi simpanan wajib dan simpanan manasuka termasuk kedalam kategori sedang. Sedangkan partisipasi anggota dalam unit usaha koperasi termasuk kedalam kategori tinggi yang dilihat berdasarkan penjualan gabah dan pembelian saprodi melalui koperasi.

Terdapat hubungan yang searah antara manfaat ekonomi dengan partisipasi anggota pada bidang organisasi, permodalan, dan unit usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi anggota dapat terbentuk jika terdapat manfaat ekonomi yang dirasakan oleh anggota. Semakin tinggi manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota maka partisipasi anggota akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang serupa yaitu penelitian Jakiyah (2011) yang menyebutkan bahwa partisipasi anggota KUD Sumber Alam di Dramaga, Bogor sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi dan manfaat sosial yang diperoleh.

Kapasitas Kelembagaan Petani

Upaya pengembangan masyarakat memerlukan penguatan kapasitas kelembagaan, karena pada dasarnya di masyarakat itu sendiri sudah ada kelembagaan-kelembagaan yang terpelihara dalam mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, seringkali kelembagaan yang ada belum terorganisasi dengan baik (Irianti 2004). Salah satu kelembagaan yang berperan penting dalam masyarakat desa, khususnya masyarakat petani adalah kelembagaan petani baik itu kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan), atau pun koperasi.

(20)

baik dengan lembaga penyedia saprodi, lembaga penyedia modal, lembaga pengolahan hasil, lembaga pemasaran ataupun lembaga penyuluhan

Penelitian Anantanyu (2011), mengukur kapasitas kelembagaan kelompok tani di Jawa Tengah melalui parameter pencapaian tujuan, fungsi dan peran, keinovatifan dan keberlanjutan kelompok tani. Selain itu dilakukan analisis hubungan antar masing-masing parameter. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi tiap parameter masih cenderung rendah. Nilai koefisien korelasi yang rendah antara parameter keinovatifan kelembagaan dengan parameter pencapaian tujuan menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi, sumberdaya, kepemimpinan, nilai-nilai yang mendasari kerjasama belum mengarah pada pencapaian tujuan kelembagaan, yaitu memenuhi kebutuhan anggota. Nilai koefisien korelasi yang rendah antara parameter keberlanjutan kelembagaan dengan parameter pencapaian tujuan menunjukkan bahwa belum adanya kerjasama, pola komunikasi, perasaan-perasaan antar anggota belum mengarah pada pencapaian tujuan kelembagaan.

Suhada (2012), mengukur kapasitas kelembagaan dari lima aspek, yaitu strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program (program planning), manajemen dan pelaksanaannya (management and execution), alokasi sumberdaya yang dimiliki (resources allocation) dan hubungan dengan pihak luar, yaitu clients, partners, goverment policymakers, dan

external doctors.

Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani

Prihartono (2009) melakukan penelitian tentang dampak Program PUAP terhadap kinerja dan pendapatan anggota gapoktan. Program PUAP di Jambi khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu kecamatan yang telah menerima bantuan dana PUAP adalah Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota yang terdiri dari Desa Pembengis, Desa Tanjung Sinjulang, Desa Betara Kiri dan Desa Betara Kanan1. Dari keempat desa tersebut penyaluran dana PUAP dilakukan melalui Gapoktan yang terdapat disana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya program PUAP sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan.

(21)

dikeluarkan. Jadi adanya program KKP membuat petani tebu mengalami peningkatan kualitas dan peningkatan produksi tebu.

Salah satu program pemerintah yang berupaya meningkatkan produksi kakao nasioanl yaitu Gernas Kakao. Berdasarkan Laporan Evaluasi Pelaksanaan Gernas Kakao (2011), telah terjadi peningkatan produksi kakao yang cukup signifikan selama kegiatan Gernas Kako berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kegiatan intensifikasi, produktivitas tanaman kakao diperkirakan meningkat rata-rata dari 550 kg/ha/thn menjadi 1 103 kg/ha/thn atau meningkat 100.8%. Gernas juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani secara signifikan. Untuk kegiatan intensifikasi, keuntungan usahatani meningkat dari Rp 4 910 000.00 menjadi Rp 10 540 000.00/ha/thn atau meningkat sebesar 114.7%. Program Gernas Kakao telah memberikan dampak yang cukup besar bagi kesejahteraan petani kakao di seluruh Indonesia, seperti di Sulawesi, Bali, Maluku, NTT, Papua dan Papua Barat. Akan tetapi sejak tahun 2011 program Gernas Kakao tidak dilanjutkan kembali. Hanya beberapa daerah saja yang tetap dilaksanakan Gernas Kakao sampai tahun 2013, contohnya di Sumatera Barat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Kelembagaan Pertanian

Konsep kelembagaan mencakup dua demarkasi penting, yaitu (1) norma dan konvensi (norms and conventions), serta (2) aturan main (rules of the game). Kelembagaan dapat tertulis secara formal melalui peran aparat pemerintah, tetapi kelembagaan dapat juga tidak tertulis secara formal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Definisi kelembagaan adalah kegiatan kolektif dalam suatu kontrol atau jurisdiksi, pembebasan atau liberasi dan perluasan atau ekspansi kegiatan individu. Adanya kelembagaan sangat menentukan bagaimana sesorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu (kewajiban atau tugas), bagaimana seseorang boleh melakukan sesuatu tanpa intervensi dari pihak siapapun dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh kekuatan kolektif untuk mengejakan sesuatu atas namanya (Arifin 2005).

Menurut Arifin (2005), ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada hal-hal berikut :

1. Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creations) 2. Kumpulan individu (group of individuals)

3. Dimensi waktu (time dimension) 4. Dimensi tempat (place dimension)

5. Aturan main dan norma (rules and norms)

6. Pemantauan dan penegakkan aturan (monitoring and enforcement) 7. Hierarki dan jaringan (nested levels and institutions)

(22)

Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan berkembang sebagai cabang ilmu ekonomi yang menaruh perhatian pada bagaimana suatu sistem ekonomi disusun, dijalankan dan digerakkan, serta bagaimana struktur dalam ekonomi berubah karena adanya respons terhadap kegiatan kolektif.

Aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan. Mosher (1974) dalam Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan merupakan syarat pokok yang menentukan maju atau tidaknya pembangunan suatu desa. Tiga syarat pokok kelembagaan di antaranya yaitu :

1. Adanya pasar. Kelembagaan pasar ini berperan penting bagi petani. Keberadaan pasar memungkinkan petani untuk membeli kebutuhan faktor produksi, seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan. Pasar juga berfungsi sebagai tempat petani dalam menjual hasil pertaniannya.

2. Adanya pelayanan penyuluhan. Kelembagaan ini memungkinkan petani untuk mengadopsi teknologi baru dan inovasi-inovasi yang ingin dicoba oleh petani.

3. Adanya lembaga perkreditan. Lembaga ini dituntut memberikan kemudahan petani dalam mengakses pinjaman kredit dalam waktu dan harga yang murah. Kredit diperlukan untuk membeli faktor produksi guna menerapkan teknologi yang baru.

Pengelolaan sumberdaya usahatani oleh petani menyangkut pengaturan masukan, proses produksi, serta keluaran sehingga mencapai produktivitas yang tinggi. Kegiatan usaha pertanian akan berhasil jika petani mempunyai kapasitas yang memadai. Untuk dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang optimal petani harus menjalankan usaha bersama secara kolektif. Untuk keperluan ini diperlukan pemahaman mengenai suatu kelembagaan di tingkat petani.

Kapasitas Kelembagaan

Pengembangan kelembagaan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana yang dimaksudkan sebagai sarana pendorong proses perubahan dan inovasi. Upaya pengembangan kapasitas kelembagaan harus memperhatikan dua hal yang terkait dengan pemberdayaan, yaitu: (1) komponen yang berkaitan dengan organisasi sosial yang menyediakan seperangkat konsep yang membantu menjelaskan tindakan sosial, hubungan antar individu dan masyarakat; (2) berkaitan dengan teknik sosialisasi, misalnya program sosialisaasi yang mampu mencapai tujuan masyarakat sasaran yang beragam dari tingkat pendidikan, budaya, dan usaha yang dilakukan. Dua hal tersebut mengimplikasikan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan sangat penting dalam memberdayakan masyarakat (Dahuri 2002).

(23)

inovasi-inovasi yang menyiratkan perubahan-perubahan kualitatif dalam norma-norma, dalam pola-pola kelakuan, dalam hubungan-hubungan kelompok, dalam persepsi-persepsi baru mengenai tujuan-tujuan maupun cara-cara. Menurut Esman (1986) dalam Anantanyu (2011), Pembangunan lembaga dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang (a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik, dan/atau sosial, (b) menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubunganhubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan (c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan lembaga.

Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Kedua, organisasi masyarakat memberikan kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga, untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang terbuka (Bunch, 2001). Kerjasama petani dapat mendorong penggunaan sumberdaya lebih efisien, sarana difusi inovasi dan pengetahuan.

Konsep Partisipasi

Partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan anggota dalam kegiatan-kegiatan tertentu, baik dalam kondisi yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan (Hendar 2010). Kementerian Koperasi dan UKM (2010) mengartikan partisipasi anggota sebagai keterlibatan mental dan emosional terhadap koperasi, memiliki motivasi berkontribusi kepada koperasi dan berbagai tanggung jawab atas pencapaian organisasi. Definisi ini tentu berlaku terhadap kelembagaan petani lainnya seperti kelompok tani. Partisipasi petani dalam kedudukannya sebagai anggota, memegang peranan penting dalam menentukan perkembangan poktan.

Hendar (2010), membagi dimensi partisipasi dari beberapa sudut pandang, antara lain :

1. Dipandang dari sudut tekanan terhadap partisipasi

Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi paksaan (forced participation) dan partisipasi sukarela (voluntary participation). Partisipasi paksaan muncul karena adanya undang-undang atau aturan yang mengharuskan seseorang berpartisipasi, seperti halnya di negara-negara yang berideologi sosialis komunis. Partisipasi sukarela terjadi apabila manajemen memulai gagasan tertentu dan para bawahan menyetujui untuk berpartisipasi. Ada dua aspek yang menyebabkan anggota berpartisipasi secara sukarela, yaitu aspek subjektif dan aspek objektif.

2. Dipandang dari sudut keabsahannya

Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi formal dan partisipasi informal. Partisipasi formal terjadi apabila ada ketentuan-ketentuan yang diformalkan dan wajib dilakukan oleh anggota. Partisipasi informal biasanya melekat pada suatu mekanisme formal dalam pengambilan keputusan dan akan terdapat persetujuan lisan antara supervisor dan bawahan.

(24)

Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi langsung (direct participation) dan partisipasi tidak langsung (indirect participation). Partisipasi langsung terjadi apabila anggota dapat mengajukan pandangan, membahas pokok persoalan atau mengajukan keberatan atas keinginan orang lain. Pada partisipasi tidak langsung, akan ada wakil yang membawa aspirasi orang lain. Penyebabnya adalah ukuran kelembagaan yang besar dan tersebar di daerah-daerah yang cukup luas.

Produktivitas dan Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dana memadukan sumber daya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen) yang terbatas ketersediaanya untuk mencapai tujuannya. Kegiatan usahatani dapat berjalan jika didalamnya terdapat manajemen yang baik dari adanya peran petani sehingga petani dapat dikatakan sebagai manajer. Petani dengan kreatifitas yang tinggi akan lebih mampu mengelola usahataninya dengan lebih baik. Hasil akhir yang dicapai dari adanya pengelolaan yang baik ini adalah jumlah produksi yang meningkat dan keberhasilan usahatani. Sebagai manajer untuk usahataninya sendiri, petani harus mampu mengatasi permasalahan dan mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Produksi dalam kegiatan usahatani merupakan kegiatan untuk menghasilkan produk-produk pertanian. Teori produksi dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara kedua input dan output. Hubungan antara input dan output disebut sebagai fungsi produksi. Secara umum fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah barang produksi tergantung dari jumlah faktor produksi yang digunakan. Menurut Hernanto (1991) faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Ketiga faktor produksi kecuali pengelolaan merupakan syarat yang penting dalam dalam suatu proses produksi, proses menghasilkan produk yang diinginkan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal kepemilikan dan penguasaan. Produktivitas usahatani merupakan ukuran hasil produksi per satuan lahan yang digunakan dalam kegiatan usahatani. Tingkat produksi suatu tanaman sangat mempengaruhi besar penerimaan yang diterima.

Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986). Pinjaman dalam usahatani tidak termasuk ke dalam penerimaan tunai begitu pula dengan bunga pinjaman dan jumlah pokok pinjaman. Penerimaan tunai usahatani yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani seperti untuk biaya produksi berikutnya, tabungan, dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.

(25)

Kerangka Pemikiran Operasional

Program Nestle Cocoa Plan (NCP) PISAgro merupakan program kemitraan publik swasta dalam rangka meningkatkan produksi kakao nasional. Penilaian terhadap dampak program NCP terhadap upaya peningkatan produksi kakao didasarkan pada perubahan produktivitas yang dialami oleh anggota poktan binaan program NCP. Selain itu, penilaian tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan didasarkan pada kriteria poktan yang telah mengikuti program sekolah lapang dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat partisipasi yaitu intensitas dan kualitas partisipasi, sedangkan untuk mengukur kapasitas poktan, parameter yang digunakan yaitu pencapaian tujuan, fungsi dan peran, keinovatifan dan keberlanjutan.

Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, rendahnya produktivitas kakao yang dihasilkan. Sebagian besar petani belum menerapkan GAP dalam usaha yang dijalankannya. Rendahnya perhatian petani dalam pemeliharaan tanaman kakao menyebabkan produktivitas yang dihasilkan tidak optimal. Kedua, Kualitas SDM petani yang relatif rendah, baik itu dari segi pengetahuan dan informasi. Ketiga, rendahnya posisi tawar petani terhadap tengkulak. Hal ini disebabkan kebutuhan akan dana tunai yang cepat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga petani sangat bergantung terhadap keberadaan tengkulak. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan

Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Keempat, permasalahan yang cukup penting yaitu lemahnya kelembagaan petani yang selama ini telah terbentuk. Keberadaan kelompok tani yang ada semata-mata hanya untuk mengikuti sebuah program, sehingga keberlanjutan poktan tersebut sangatlah rendah.

(26)

Penilaian

Kapasitas Kelembagaan :

 Pencapaian tujuan

 Fungsi dan peran

 Keinovatifan

 Keberlanjutan

Intervensi Kelompok Kerja Kakao PISAgro (Nestle Cocoa

Plan) Permasalahan kakao:

 Produktivitas

 SDM Petani

 Ketergantungan tengkulak

 Kelembagaan lemah

Program NCP melalui poktan :

 Demo Plots

 Sekolah Lapang

 Supply Chain yang traceable

Evaluasi dan saran perbaikan Penilaian Partisipasi Kelembagaan :

 Intensitas partisipasi

 Kualitas partisipasi

Dampak terhadap penerimaan

Sebelum Sesudah

(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai analisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan kelompok tani Program NCP PISAgro dilaksanakan di Kelurahan Kalukku, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah Kabupaten Mamuju merupakan salah satu sentra penghasil kakao nasional. Pemilihan kelompok tani di Kelurahan Kalukku didasarkan pada letak poktan yang dekat dengan sentra pengumpulan kakao BT Cocoa di Jl. Poros Mamuju-Pasangkayu Tasiu Kelurahan Kalukku. Selain itu Kelurahan Kalukku merupakan desa dengan jumlah binaan kelompok tani yang cukup banyak dan merupakan wilayah yang menjadi pelopor program sekolah lapang NCP. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan April - Mei 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, diskusi dan pengamatan langsung yang berpedoman pada kuesioner yang bertujuan menjawab permasalahan penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diambil berdasarkan data hasil studi kepustakaan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, artikel, jurnal, internet dan hasil penelitian sebelumnya. Keseluruhan data tersebut digunakan sebagai data pendukung dan pembanding dalam penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi di lapangan, melakukan wawancara dengan narasumber (responden) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang kongkrit mengenai permasalahan di lapangan. Metode observasi digunakan untuk mengamati secara langsung aktivitas objek penelitian. Sementara pengisian kuesioner dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat partisipasi dan kapasitas poktan anggota.

Metode Penentuan Responden

Pengambilan responden dari anggota poktan dilakukan dengan teknik

(28)

pertimbangan penulis dalam memudahkan proses pengumpulan data. Anggota poktan yang menjadi responden merupakan anggota yang telah ikut serta dalam menjalankan Program Nestle Cocoa Plan, khususnya dalam kegiatan sekolah lapang. Jumlah petani yang ikut dalam program NCP di Kelurahan Kalukku adalah sebanyak 90 orang yang terbagi ke dalam tiga poktan. Setiap poktan memiliki jumlah anggota yang relatif sama banyak yaitu 30 orang. Menurut Nazir (2003), syarat minimal sampel data tersebar secara normal adalah sebanyak 30 responden. Banyaknya responden yang diambil dalam penelitan ini yaitu 30 orang. Responden berasal dari ketiga poktan dengan proporsi dari Kelompok Tani Tunas Harapan I sebanyak 10 orang, Kelompok Tani Pammase sebanyak delapan orang, dan Kelompok Tani Ingin Maju sebanyak 12 orang. Responden yang diambil dalam penelitian ini diharapkan mampu mewakili jumlah seluruh populasi petani anggota Program NCP di Kelurahan Kalukku. Pengambilan sampel dan wawancara dilakukan selama bulan Mei 2014.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif melalui tahap pengolahan dan interpretasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif untuk menjelaskan secara mendalam mengenai hubungan karakteristik anggota dengan kelompok tani. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh Program PISAgro terhadap tingkat partisipasi dan kapasitas poktan di Kelurahan Kalukku. Analisis kuantitatif dilakukan menggunakan program SPSS 14.0 untuk analisis uji t-statistik berpasangan.

Identifikasi Karakteristik Poktan

Proses identifikasi karakteristik poktan di Kelurahan Kalukku dapat dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden pada penelitian melalui perhitungan persentase jawaban yang telah ditabulasi. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah mengumpulkan data, meringkas dan menyajikan hasil ringkasan tersebut. Analisis deskriptif sangat bermanfaat untuk menganalisis data populasi atau untuk menganalisis kajian atau objek penelitian yang berupa populasi (Amir

et al 2009). Analisis dekriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik anggota yaitu karakteristik demografi. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara.

Analisis Tingkat Partisipasi dan Kapasitas Poktan

(29)

memberikan gambaran umum dari suatu seri pengamatan (Nazir 2003). Rata-rata hitung secara umum dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Xi = pengamatan ke-i

n = jumlah data

Selanjutnya, pembagian klasifikasi penilaian untuk tingkat partisipasi dan kapaitas poktan dilakukan dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:

Keterangan: i = besar interval kelas R = range

k = jumlah interval kelas

Tabel 2 Kriteria penilaian skor kuesioner Range Skor

Kriteria Parameter

Partisipasi

Parameter Kapasitas

Tingkat Partisipasi

Kapasitas Kelembagaan

20 – 36 20 – 36 40-72 80 - 144 Sangat rendah

36 - 52 36 - 52 72-104 144 - 208 Rendah

52 – 68 52 – 68 104-136 208 - 272 Sedang

68 – 84 68 – 84 136-168 272 - 336 Tinggi

84 - 100 84 - 100 168-200 336 - 400 Sangat tinggi

Analisis Produktivitas Kakao Petani

Untuk menguji perbedaan produktivitas lahan sebelum dan sesudah adanya program NCP, akan dilakukan dengan uji statistik t-hitung untuk berpasangan. Formulasinya sebagai berikut (Nazir 2003) :

t hitung = d – do ; db = n - 1

Sd / √n

dimana

d – do = Rata-rata tingkat produktivitas setelah mengikuti program sekolah lapang - sebelum mengikuti sekolah lapang.

(30)

Hipotesis awal yaitu menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat produktivitas sebelum dan sesudah adanya program NCP. Sementara itu hipotesis akhir adalah menunjukkan adanya perbedaan tingkat produktivitas sebelum dan sesudah adanya program NCP. Hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

H0 : μ1 = μ2 atau μD = μ1- μ2 = 0 H1 : μ2 > μ1 atau μD = μ2 - μ1 > 0 Dimana :

μ1 = Produktivitas lahan sebelum mengikuti sekolah lapang

μ2 = Produktivitas lahan setelah mengikuti sekolah lapang

Kriteria Uji :

Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, α = 0.1 Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1, α = 0.1

Penggunaan alpha sebesar 10-11% dalam uji statistik t-hitung sesuai dengan kebutuhan peneliti. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan program SPSS 14.0

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Kalukku

Kecamatan Kalukku merupakan salah satu kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Mamuju. Luas wilayah Kecamatan Kalukku mencapai 470.26 km2 yang terdiri dari 13 desa dan kelurahan. Secara geografis, Kecamatan Kalukku berbatasan dengan daerah-daerah di sekitarnya yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Papalang b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bonehau c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Mamuju d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar

Kecamatan Kalukku terdiri atas 12 994 kepala keluarga dan memiliki jumlah penduduk yaitu 54 541 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Kalukku berada di Kelurahan Sinyonyoi dengan jumlah penduduk sebesar 9 460 jiwa. Desa dengan jumlah penduduk terbesar kedua yaitu Kelurahan Bebanga dengan jumlah penduduk mencapai 7 861 jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit berada di Desa Guliling dengan jumlah penduduk sebanyak 1 386 jiwa.

(31)

untuk padi ladang luas wilayah yang diusahakan sebesar 42 ha. Untuk komoditi perkebunan, tanaman kakao merupakan jenis tanaman yang paling banyak ditanam oleh para petani. Jumlah luas areal tanaman kakao di Kecamatan Kalukku mencapai 5 451 ha dengan produksi sebesar 725 ton di tahun 2013.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Kalukku merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Kalukku. Secara geografis Kelurahan Kalukku berada di ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut. Luas areal wilayah Kelurahan Kalukku mencapai 14.40 km2. Berdasarkan batas wilayahnya, Kelurahan Kalukku berbatasan dengan wilayah:

1. Batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Beru-beru

2. Batas sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sinyonyoi 3. Batas sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalukku Barat 4. Batas sebelah timur berbatasan dengan Desa Sondoang

Berdasarkan kondisi sosial dan demografi, Kelurahan Kalukku memiliki jumlah penduduk sampai pada akhir bulan Desember 2013 sebanyak 5 219 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 2 563 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2 656 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 1 091 KK. potensi pertanian yang ada di Kelurahan Kalukku cukup besar. Sebagian besar sawah yang dibudidayakan oleh petani di Kelurahan Kalukku merupakan jenis sawah tadah hujan dengan luas area mencapai 456 hektar. Areal perkebunan yang berada di wilayah Kelurahan Kalukku mencapai 110 hektar. Jumlah kelompok tani yang ada di wilayah ini sebanyak 16 kelompok dengan klasifikasi 10 kelompok berada pada tingkat pemula, empat kelompok pada tingkat lanjut, dan dua kelompok pada tingkat madya.

Karakteristik Petani Responden

Responden pada penelitian ini adalah petani kakao yang berada di Kelurahan Kalukku Kecamatan Kalukku. Responden penelitian ini merupakan para petani yang telah ikut bergabung dalam program binaan Nestle Cocoa Plan

(32)

80% 20%

Laki-laki

Perempuan

7%

43% 43%

7%

19 - 24 th

25 - 35 th

36 - 50 th

51 - 65 th

> 65 th

Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang terkumpul dari 30 responden petani kakao dapat diketahui bahwa jumlah presentase antara responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang cukup besar. Perbedaan ini dapat terlihat pada Gambar 2.

Responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 80 persen, sedangkan perempuan berjumlah 20 persen. Artinya, kegiatan usahatani kakao dan keanggotaan poktan mayoritas dilakukan oleh laki-laki.

Sebaran Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan data yang terkumpul dari 30 responden diketahui bahwa responden yang menjadi anggota poktan binaan Program NCP memiliki rentang usia yang cukup beragam. Sumarwan (2004), membagi penggolongan usia dalam beberapa kategori yaitu siklus dewasa awal (19-24 tahun), dewasa lanjut (25-35 tahun), separuh baya (36-50 tahun), tua (51-65 tahun) dan lanjut usia (> 65 tahun). Penggolongan usia pada responden penelitian ini dapat terlihat dalam Gambar 3.

Gambar 2 Sebaran Responden berdasarkan jenis kelamin

(33)

46,67%

20% 20%

10% 3,33%

SD

SMP

SMA

D3

S1

Jumlah petani yang termasuk dalam kategori siklus dewasa awal sebesar tujuh persen. Sebanyak 43 persen responden berada pada usia 25 – 35 tahun yaitu pada kategori dewasa lanjut, 43 persen responden berada pada usia 36 – 50 tahun berada pada kategori separuh baya, tujuh persen petani masuk dalam kategori tua pada usia 51 – 65 tahun dan tidak ada responden yang berusia > 65 tahun pada kategori lanjut usia. Jika dilihat secara menyeluruh, sebaran usia anggota poktan binaan Program NCP berada pada usia produktif pada kisaran umur 21 – 50 tahun sebanyak 93 persen.

Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pemaparan tentang latar belakang pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 4. tingkat pendidikan ikut mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang dan persepsi atas suatu permasalahan. Hal ini sangat berpengaruh dengan tingkat keterlibatan anggota dalam kelompok (Fatmala 2012).

Berdasarkan hasil pengumpulan data, anggota poktan binaan Program NCP memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Sebanyak 46.67 persen hanya menempuh pendidikan tingkat SD, 20 persen merupakan lulusan SMP, 20 persen merupakan lulusan SMA, 10 persen lulusan D3 dan hanya 3.33 persen merupakan lulusan sarjana.

Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan data yang terkumpul, anggota poktan binaan program NCP memiliki pekerjaan yang beragam. Sebaran pekerjaan responden poktan binaan NCP dapat dilihat pada Gambar 5.

(34)

56,67% 20%

13,33%

10% Fokus di Kakao

Usahatani pada komoditi lain

Wirausaha

Tenaga Honorer

6,67%

86,67%

6,67%

< 0.5 ha

0.5 - 1 ha

1.1 - 2 ha

> 2.1 ha

Gambar 5 menunjukkan bahwa sebanyak 56.67 persen responden hanya mengandalkan kegiatan usahatani kakao sebagai sumber utama pendapatan. Beberapa hal yang menyebabkan responden menjadikan usahatani kako sebagai sumber penghasilan utama yaitu karena sifat tanaman kakao yang merupakan tanaman tahunan, sehingga dapat dijadikan jaminan dalam memberikan pendapatan yang berkesinambungan. Sebanyak 20 persen responden mengusahakan usahatani lain seperti padi dan ternak. Sebanyak 13.33 persen merupakan wirausaha dan 10 persen merupakan tenaga honorer.

Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan

Gambar 6 menunjukkan bahwa hampir semua responden yaitu 86.67 persen memiliki luas lahan di antara 0.5 – 1 ha, kemudian responden petani yang memiliki luas lahan lahan antara 1.1 sampai 2 hektar sebanyak 6.67 persen atau sebanyak 2 orang. Hal ini sama dengan jumlah responden yang memiliki luas lahan kebun < 0.5 hektar yaitu sebesar 6.67 persen.

Gambar 5 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan

(35)

Sementara itu tidak ada satu pun responden petani yang memiliki luas kebun diatas dua hektar. Beberapa petani juga memiliki lahan yang tersebar dan terpisah-pisah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum PISAgro

Salah satu fungsi subsistem kelembagaan dalam sistem agribisnis yaitu berfungsi sebagai supporting system. Subsistem ini berperan dalam mendukung jalannya keragaan produk agribisnis dari hulu ke hilir hingga sampai ke tangan konsumen. Arifin (2005) menyebutkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang amat sangat tergantung pada para pelaku usaha agribisnis. Selain petani yang merupakan pelaku utama dalam kegiatan pertanian, sektor pertanian sangat bergantung kepada para stakeholder baik yang berasal dari pihak pemerintah ataupun non pemerintah. Keterlibatan para stakeholder terwujud dari bantuan, program ataupun paket kebijakan yang mempengaruhi pengembangan sektor pertanian. Beberapa program dari pemerintah yang telah dilaksanakan dalam hal penguatan modal bagi petani di antaranya BIMAS pada tahun 1964, bantuan Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) pada tahun 2008 (Prihartono 2009).

Posisi Indonesia dalam era perdagangan bebas menuntut kemampuan adaptif yang baik dalam merespon perubahan permintaan barang dan jasa. Pola perdagangan internasional saat ini dan di masa yang akan datang memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi barang yang ramah lingkungan, tidak terkecuali produk-produk pertanian. Sistem pertanian yang mampu menyeimbangkan pembangunan yang ideal baik dari sisi pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup dikenal dengan istilah sistem pertanian berkelanjutan. Pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan sebagai kebijakan tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, misalnya pada konsideran undang-undang tersebut butir (b)

menyatakan bahwa “sistem pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan perlu ditumbuhkembangkan dalam pembangunan pertanian secara

menyeluruh dan terpadu”.

(36)

strategis secara lestari dan meningkatkan penghidupan petani kecil. Anggota kemitraan ini terdiri dari pemerintah Indonesia, sejumlah perusahaan lokal dan internasional, LSM serta organisasi internasional. Aspirasi PISAgro adalah mencapai target meningkatkan 20 persen produktivitas pertanian Indonesia, meningkatkan 20 persen pendapatan petani Indonesia dan menurunkan 20 persen emisi gas rumah kaca pada setiap dekade.

Upaya peningkatan produksi komoditas pertanian strategis dilakukan dengan membentuk kelompok kerja pada sembilan komoditas pertanian Indonesia. Sembilan komoditas pertanian yang dimaksud antara lain padi, jagung, kakao, kedelai, kentang, susu, kopi, kelapa sawit, dan hortikultura. Setiap kelompok kerja mengembangkan rantai pasok komoditas dan membuat rancangan kerja yang mencakup target produksi dan timeline program-program yang akan dijalankan. Setiap kelompok kerja memiliki pilot project di wilayah tertentu dengan membentuk rantai pasok kegiatan budidaya pertanian hingga mampu mengakses pasar dan modal. Selain itu dibentuk juga kelompok kerja perbankan yang berperan dalam memberikan layanan kredit atau pinjaman di sektor pertanian. Kehadiran kelompok kerja perbankan diharapkan akan mampu menemukan dan menerapkan metode finansial yang baru dalam meminimalisir risiko pertanian yang terjadi di setiap rantai pasok yang terbentuk.

Tujuan PISAgro

Secara umum tujuan dari kemitraan PISAgro yaitu untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui upaya peningkatan produk komoditi pertanian secara berkelanjutan dan meningkatkan kualitas penghidupan petani kecil. Tujuan PISAgro tercermin dalam VISI PISAgro 20-20-201, yaitu :

1. Meningkatkan produksi komoditi pertanian sebesar 20 persen melalui :  Penerapan skema keuangan pertanian yang inovatif

 Peningkatan pengetahuan petani dalam penerapan GAP  Peningkatan akses terhadap teknologi

2. Mengurangi emisi CO2 sebesar 20 persen melalui :

 Upaya mengurangi laju emisi (mengurangi jumlah impor)

 Peningkatan kualitas penggunaan lahan untuk mengurangi deforestasi dan degragasi lahan

 Memperkenalkan energi terbarukan yang berasal dari sektor pertanian (biogas)

3. Mengurangi kemiskinan sebasar 20 persen melalui :

 Penerapan teknik budidaya pertanian yang baru dan lebih produktif  Standarisasi kontrak pertanian dalam menjamin stabilitas harga  Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kelompok petani

Gambaran Umum Kelompok Kerja Kakao PISAgro

Upaya peningkatan produksi dan mutu kakao telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program. Salah satu program yang cukup berhasil

1

(37)

dalam meningkatkan produksi kakao nasional yaitu Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini dilaksanakan pada periode tahun 2009-2011 dengan program utama yaitu memperbaiki tanaman kakao rakyat seluas 450 000 hektar dengan perincian peremajaan (70 000ha), rehabilitasi (235 000ha), dan intensifikasi (145 000ha). Tujuan utama Gernas Kakao yaitu meningkatkan produktivitas, produksi, dan mutu kakao petani yang berujung pada peningkatan kesejahteraan petani dan sumbangan terhadap ekonomi secara nasional (Kementan 2011).

Sebagai bentuk kepedulian dalam upaya peningkatan produksi kakao nasional, kelompok kerja kakao PISAgro (PISAgro’s Cocoa Working Group) bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menginisiasi lahirnya model pertanian kakao berkelanjutan bagi petani dengan mengusung Program Nestle Cocoa Plan. Kelompok kerja kakao PISAgro merupakan bentuk realisasi kemitraan publik swasta yang bertujuan merubah manajemen usaha pertanian kakao bagi lebih dari 10 000 petani kakao di Sulawesi Barat. Selain itu tujuan adanya kelompok kerja ini untuk meningkatkan produktivitas kakao hingga 100 persen dan pada akhirnya ikut meningkatkan pendapatan petani hingga mencapai 90 persen2. Pihak-pihak yang terlibat dalam kelompok kerja kakao antara lain PT Nestle Indonesia, BT Cocoa, Swiss Contact Indonesia, Syngenta, Sustainable Trade Initiative (IDH), Nestle R&D, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.

Beberapa kegiatan yang menjadi program Nestle Cocoa Plan ini antara lain yaitu membangun kebun percontohan (demplot) yang berada di Desa Tadui. Program ini melibatkan Nestle R&D, Puslitkoka Jember, dan juga Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang menyediakan lahan seluas 5 ha untuk dijadikan kebun percontohan. Kebun ini dapat dijadikan contoh bagi para petani dalam penerapan GAP, seperti penggunaan pupuk dan pestisida yang optimal, pelatihan pembuatan kompos organik, serta pelatihan pengembangan teknik grafting untuk menghasilkan bibit yang berkualitas.

Upaya untuk meningkatkan kapasitas petani melibatkan pihak Swiss Contact, Nestle Agri-service dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Kegiatan yang dilakukan yaitu membentuk sekolah lapang bagi para petani yang tergabung dalam kelembagaan kelompok tani di masing-masing wilayah. Sejak tahun 2012 program ini telah berhasil membentuk 100 sekolah lapang yang sampai saat ini masih terus berjalan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada petani tidak hanya fokus kepada upaya penerapan teknik budidaya yang baik. Petani juga diberi bekal dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok tani, peningkatan akses terhadap kredit bank, peningkatan akses atas harga kakao berkualitas dengan pendekatan sistem sertifikasi dan juga penguatan jaringan bisnis melalui pembentukan rantai pasok yang efisien. Rantai pasok yang telah terbentuk dari program PISAgro yaitu melibatkan perusahaan Nestle dan BT Cocoa. Pembentukan rantai pasok yang sustainable merupakan upaya untuk memberikan jaminan pasar terhadap petani dengan harga yang layak.

2

(38)

Karakteristik Poktan di Kelurahan Kalukku

Kelompok tani merupakan bentuk kelembagaan sosial ekonomi yang berada di pedesaan. Kelompok tani berfungsi sebagai wadah bagi para petani untuk membantu sesamanya dalam rangka meningkatkan usaha pertanian yang dijalankan. Sebagai sebuah lembaga sosial ekonomi, kelompok tani memiliki karakteristik organisasi dan karakteristik ekonomi (usaha). Untuk mengetahui secara jelas mengenai karakteristik poktan di Kelurahan Kalukku Kecamatan Kalukku, penulis mencoba menjelaskan dari sisi kelembagaan (organisasi) dan dari sisi ekonomi (usaha).

Aspek Kelembagaan Poktan

Pendirian kelompok tani di Kelurahan Kalukku dilakukan dalam kurun waktu yang bervariatif sejak tahun 2005. Adanya pembentukan poktan di Kelurahan Kalukku dilatarbelakangi oleh kebutuhan para petani yang berada di lingkungan wilayah yang sama. Para petani merasa perlu adanya wadah yang berguna dalam meningkatkan usaha yang mereka jalankan. Para petani berharap pendirian kelompok tani dapat menjadi magnet bagi anggota maupun non anggota dalam mewadahi proses belajar mengajar bagi kelompok tani dan anggotanya, wahana kerjasama antar kelompok tani, serta mampu mengembangkan usaha tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan.

Pembentukkan poktan di wilayah Kelurahan Kalukku dilatarbelakangi juga oleh rekomendasi dari pemerintah setempat dalam rangka menjangkau program-program pertanian. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam menerima program tersebut yaitu petani harus tergabung dalam sebuah kelompok dengan jumlah anggota minimal sebanyak 25 orang. Persyaratan yang diberikan oleh pemerintah daerah, menyebabkan maraknya pendirian kelompok-kelompok tani dengan keanggotaan yang relatif sama. Berdasarkan data BP3K Kecamatan Kalukku tahun 2013 jumlah kelompok tani yang berada di wilayah Kelurahan Kalukku mencapai 22 poktan. Banyaknya jumlah poktan yang ada tidak menyebabkan inisiatif dari petani ataupun pemerintah untuk mendirikan kelembagaan pertanian yang lebih besar seperti gabungan kelompok tani atau pun koperasi.

Proses pembentukan poktan di Kelurahan Kalukku cenderung cukup mudah karena persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam keanggotaaan poktan tidak memberatkan petani. Beberapa persyaratan dan ketentuan yang perlu dipenuhi antara lain Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) poktan, struktur kepengurusan, dan data luasan lahan yang dimiliki. Persyaratan lain yang harus dipenuhi jika ingin bergabung sebagai anggota yaitu tercatat sebagai anggota, membayar simpanan pokok dan mengikuti aturan yang berlaku.

Gambar

Tabel 1  Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 2009-2013a
Gambar 1  Kerangka pemikiran operasional
Tabel 2  Kriteria penilaian skor kuesioner
Gambar 3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengolahan data yang disajikan meliputi (a) hubungan fungsional trend muka air laut (b) nilai prediksi peningkatan muka air laut untuk tahun 2020, dan (c) peta distribusi

Tugas akhir dengan judul Aplikasi Manajemen Permintaan Lagu Melalui SMS dan Mobile Web Untuk Stasiun Radio ini merupakan aplikasi yang dapat menerima permintaan lagu (request

Hasil penelusuran juga tidak ditemukan kemiripan sampai 100% (identik). Keseluruhan 99 nukleotida matK berbagai organisme yang berhasil dideteksi melalui BOLD System

Mengkhususkan remaja wanita sebagai subjek penelitian karena tingkah laku remaja wanita yang merokok sangat bertolak belakang dengan budaya yang ada di Indonesia, meskipun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel gaya kepemimpinan, motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas serta hasil diskusi dengan guru bidang studi kimia maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk memperbaiki proses

Gerakan Ayatullah Khomeini secara jelas bertujuan merombak tatanan sosial politik, dan ekonomi yang dianggap tidak lagi mencerminkan aspirasi rakyat Iran dan bertentantangan

Bentuk vegetatif dari kebanyakan patogen dihancurkan dengan pemanasan dengan adanya kelembaban pada 55 ° -60°C selama 10 menit. Ini diartikan sebagai titik mati