• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kelayakan design layout pada produk olahan jahe (CV Hijau Daun Grup, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kelayakan design layout pada produk olahan jahe (CV Hijau Daun Grup, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SUNARNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :

PENGEMBANGAN KELAYAKAN DESIGN LAYOUT PRODUKSI PRODUK OLAHAN JAHE DI BOGOR

(CV Hijau Daun Grup, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah disebutkan dalam teks dan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(3)

SUNARNO. Kajian Pengembangan Kelayakan Design Layout Produksi Produk Olahan Jahe Di Bogor (Studi Kasus: CV Hijau Daun Grup, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh SAPTA RAHARDJA sebagai Ketua dan WILSON HALOMOAN LIMBONG sebagai Anggota

CV Hijau Daun Group saat ini melayani perusahaan maupun perorangan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, bahkan memiliki pelanggan tetap di Bandung, Jawa Barat dan kota Malang Jawa Timur. Semakin meningkatnya permintaan, maka perusahaan ini harus meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu, tuntutan jaminan mutu pangan juga menjadi perhatian khusus bagi perusahaan ini. Salah satu upaya memenuhi standar yang ditetapkan maka perlu adanya perancangan ulang tata letak dan fasilitas. Hal ini dikarenakan kondisi aktual tata letak dan fasilitas dinilai masih kurang efisien disebabkan layout sekarang masih layout bangunan rumah yang telah ada sebelumnya.

Tujuan kajian ini secara umum adalah menganalisis desain layout produksi produk olahan jahe untuk mengoptimalkan proses produksi pada lokasi produksi baru CV Hijau Daun Group. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi karakteristik konsumen dan pengambilan keputusan pembelian jahe blended di CV Hijau Daun Group, (2) Menganalisis layout berdasarkan kondisi aktual di CV Hijau Daun Group, dan (3) Mengetahui kelayakan teknis dan teknologis industri pengolahan jahe berdasarkan hasil kajian

Metode kajian yang digunakan adalah studi kasus dengan analisis deskriptif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari pengamatan dan hasil wawancara secara langsung (pemilik dan pegawai) serta konsumen jahe blended sebanyak 50 responden. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan mempelajari berbagai dokumen terkait. Adapun metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, kelayakan investasi dan analisis teknis dan teknologis.

Dari hasil kajian dapat dijelaskan bahwa faktor internal konsumen mencakup : (a) kebiasaan minum jahe blended oleh konsumen telah menjadi budaya anggota keluarga, frekuensi minum jahe blended satu sampai dua kali setara dengan dua sampai tiga gelas sehari. Rendahnya konsumsi jahe blended, disebabkan responden relatif belum memperhatikan ketepatan jumlah dan ketepatan proses dalam penyajian serta minum jahe blended relatif belum teratur; (b) dorongan faktor psikologis konsumen memberikan keyakinan bahwa minum jahe blended akan memberikan manfaat kesehatan, praktis. Walaupun pengetahuan tentang manfaat kesehatan diperoleh dari kebiasaan keluarga.

Berdasarkan aspek teknis teknologi diperoleh bahwa industri pengolahan jahe blended untuk bahan baku masih tersedia karena ketersediaan bahan baku cukup banyak. Kegiatan produksi jahe blended mengikuti pola aliran bahan dalam ruang produksi berbentuk “L”. Sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh CV Hijau Daun Group cukup lengkap untuk memproduksi jahe blended dan berdasarkan analisis kelayakan finansial, modal investasi yang diperlukan sebesar Rp. 350.000.000,-.

(4)

produksi 10% usaha tersebut dinilai masih layak untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, diharapkan perusahaan dapat mempertahankan atau meningkatkan mutu produk yang selama ini telah dilakukan, diantaranya kemasan, maka perusahaan perlu memperhatikan daur ulang dari bahan yang digunakan untuk kemasan dan mendapatkan sasaran konsumen lebih luas, dengan membuat ukuran kemasan lebih kecil.

(5)

SUNARNO. Development of Layout Design Feasibility of Ginger Production in small Scale Industry in Bogor (CV. Hijau Daun Group, Sentul Bogor Regency, West Java). Supervised by SAPTA RAHARDJA and WH LIMBONG.

CV Green Leaf Group currently serves companies and individuals in areas of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi, even has regular customers in Bandung, West Java and town of Malang in East Java. The increasing demand, these companies have to increase their production capacity. In addition, quality assurance demands of food is also a particular concern for this company. One effort to meet the standards established it is necessary to redesign the layout and facilities. This is because the actual condition of the layout and facilities assessed to be less efficient due to the layout of the building layout is still preexisting

General purpose of this study was to analyze the layout design ginger production to optimize the production processes at the new production site CV Green Leaf Group. In particular, this study aims to (1) identify the characteristics of the consumer purchase decision-making of ginger blended in CV Green Leaf Group, (2) analyze the layout based on the actual conditions of the CV Green Leaf Group, and (3) determine the technical feasibility and technological processing industry Ginger based on the results of the study.

The method used in a case study with descriptive and quantitative analysis. The primary data obtained from direct interviews and observations (owner and employees) as well as consumers ginger blended 50 respondents. The secondary data were obtained from the literature and a study related documents.

From the results of the study can be explained that the consumer's internal factors include: (a) drinking ginger blended by consumers has become a culture of family members, frequency of drinking ginger blended one to two times the equivalent of two to three glasses a day. Low consumption of ginger blended, resulting in an accurate yet respondents relative amount and accuracy of the process in preparing and drinking ginger blended relatively not regular; (b) encouragement of psychological factors give consumers confidence that drinking ginger blended to provide health benefits, practical. Although knowledge about the health benefits derived from a family habit.

Based on the technical aspects of the acquired technology that blended ginger processing industry for raw materials are still available due to the availability of raw materials. Blended ginger production activities follow the pattern of the flow of materials in the production room shaped "L". The facilities owned by CV Green Leaf Group complete enough to produce a blended ginger and financial feasibility analysis, capital investment needed is Rp. 350.000.000, -.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(8)

SUNARNO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Nama Mahasiswa : Sunarno Nomor Pokok : P054110045

Program Studi : Magister Industri Kecil Menengah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Sapta Rahardja,DEA Ketua

Prof.Dr.Ir.Wilson Halomoan Limbong,MS Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc

(12)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul Pengembangan Kelayakan Design Layout Produksi Produk Olahan Jahe di Bogor (Studi Kasus: CV. Hijau Daun Grup, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat) berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri kecil Menengah (PS. MPI), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Dr. Ir. Sapta Rahardja, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

2. Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

3. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing.DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berarti guna kesempurnaan Tugas Akhir ini 4. Seluruh dosen pengajar dan staf, serta karyawan PS. MPI, SPs IPB yang telah

banyak membantu selama kuliah berlangsung.

5. Keluarga yang dengan tulus mendorong dengan doa dan pengorbanan yang tiada henti hingga penyelesaian tugas akhir ini .

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerja sama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis berharap bahwa tugas akhir ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan.

Bogor, Juli 2013

(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(15)

Nomor Halaman

1. Perkembangan volume ekspor komoditas Tanaman Obat Periode 2007-2011 ... 1

2. Karakteristik tujuh varietas unggul jahe ... 6

3. Syarat Umum Komoditas Jahe Segar yang diperdagangkan ... 7

4. Kebutuhan Data Kajian ... 19

5. Karakteristik umum responden jahe blended instan ... 26

6. Distribusi konsumen berdasarkan manfaat jahe blended ... 28

7. Distribusi konsumen berdasarkan motivasi pembelian jahe blended instan ... 29

8. Sumber informasi konsumen dalam pembelian produk jahe blended instan ... 30

9. Media yang paling mempengaruhi konsumen dalam pembelian jahe blended .. 31

10.Pertimbangan awal konsumen dalam pembelian jahe blended instan ... 31

11.Faktor yang menunjukan mutu jahe blended instan ... 32

12.Tempat favorit konsumen dalam pembelian jehe blended ... 32

13.Pengeluaran per bulan untuk pembelian jahe blended ... 33

14.Tindakan konsumen jika jenis jahe blended instan tidak tersedia ... . 33

15.Ringkasan proses keputusan pembelian jahe blended ... 34

16.Luas Panen, produksi dan produktivitas jahe Tahun 2012 ... 36

17.Nilai Total Closeness rating (TCR) ... 40

18.Kebutuhan ruang produksi ... . 41

19.Kebutuhan luasan ruang industri pengolahan jahe blended ... 41

20.Komponen permodalan usaha industri pengolahan jahe blended ... 45

21.Komponen biaya operasional perbulan industri pengolahan jahe blended ... 46

22.Hasil analisis finansial usaha industri pengolahan jahe blended ... 47

(16)

1. Alir kerangka pemikiran ... 18

2. Hubungan keterkaitan antar aktivitas ... 22

3. Struktur organisasi CV Hijau Daun Group ... 25

4. Gambaran umum pemasaran jahe blended instan oleh HDG ... 28

5. Kondisi eksisting CV Hijau Daun Group ... 35

6. Keterkaitan antar aktivitas industri pengolahan jahe blended ... 39

7. Keterkaitan bahan dalam ruang produksi jahe blended ... 42

(17)

Nomor Halaman

1. Kuesioner persepsi konsumen ... 55

2. Kuesioner survei lapangan ... 60

3. Perhitungan Cashflow jahe blended ... 66

(18)

Jahe (Zingiber officinalle) merupakan rempah-rempah yang dihasilkan dari umbian mempunyai banyak khasiat dan sangat dibutuhkan disamping umbi-umbian lain seperti kunyit, temulawak, kencur, lengkuas, temuireng, dan tempuyung (Muchtadi dan Sugiono, 1992). Manfaat penggunaan jahe diantaranya memiliki fungsi sebagai obat, yaitu untuk memperbaiki pencernaan, menambah nafsu makan, memperkuat lambung dan mencegah infeksi. Selain itu, juga untuk obat batuk, rematik, sakit kepala dan berguna untuk wanita yang baru melahirkan (Rodriguwz, 1971).

Kegunaan jahe, selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga industri obat tradisonal (IOT) dan industri kecil obat tradisional (IKOT). Tanaman jahe termasuk dalam sembilan besar rempah-rempah yang diperdagangkan dipasaran dunia. Pembenahan industri dan meningkatnya antusias masyarakat terhadap industri jamu mempengaruhi perdagangan komoditas jahe dalam negeri yang diperlukan rataan 5.000 ton pertahun sehingga mempengaruhi volume ekspor. Sebagai ilustrasi, perkembangan volume ekspor komoditas tanaman obat periode 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan volume ekspor Komoditas Tanaman Obat periode Sumber: BPS (2012) dan Pusat data dan Informasi, Kementerian Pertanian

Di Indonesia, pembangunan nasional saat ini diprioritaskan pada sektor industri, baik industri besar, industri menengah, maupun industri kecil. Keberadaan industri kecil yang tersebar di masyarakat Indonesia terbukti telah memberikan kontribusi cukup nyata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional, karena berperan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendanaan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa, serta memperkokoh struktur industri nasional (Hubeis, 2007).

(19)

25% atau 13 juta pelaku UMKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan. UMKM di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota di bina melalui Dinas Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM, 2012).

Melihat besarnya potensi tenaga kerja, pemanfaatan dan peningkatan nilai ekonomis terhadap UMKM, mendorong munculnya industri-industri pengolahan. Seperti halnya pada industri pengolahan jahe sebagai produk pangan, mulai dari usaha besar sampai dengan usaha kecil untuk menghasilkan bentuk bahan baku setengah jadi sampai bentuk produk akhir. Industri pengolahan jahe sebagai industri kelompok pangan, maka aspek higienis dan sanitasi selama proses produksi menjadi faktor penting sehingga diperlukan perencanaan yang matang untuk memperbaiki produktivitas dan mutu produk. Mutu produk yang baik dapat dicapai dengan melakukan pengendalian mutu secara menyeluruh produksinya dari mulai penerimaan bahan baku sampai produk siap dikonsumsi.

Industri pengolahan jahe dapat mencapai tujuan tersebut, jika menerapkan pengendalian mutu pada proses produksinya. Selain itu tata letak fasilitas pada proses produksi menentukan mutu produk. Tata letak pabrik atau tata letak fasilitas merupakan cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik untuk menunjang kelancaran proses produksi. Dengan perancangan fasilitas yang tepat, maka penanganan bahan dan perpindahan barang dapat berjalan efisien.

Tata letak adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Terdapat berbagai macam pengertian atau definisi mengenai tata letak pabrik. Wignjosoebroto (2009) mengatakan bahwa tata letak pabrik didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pada perusahaan produk olahan, industri pengolahan jahe, perancangan fasilitas produksi sangatlah penting mengingat bahan baku yang digunakan adalah bahan yang mudah terkontaminasi sehingga perlu penanganan dan pengawasan bahan baku yang lebih higienis. Selain itu, pengaturan tata letak pabrik menurut Wignjosoebroto (2009) adalah memanfaatkan luas area (space) untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material (storage) baik yang bersifat temporer maupun permanen, personal pekerja dan sebagainya.

Perbaikan desain layout pabrik diperlukan karena adanya beberapa kondisi yang terjadi dalam perusahaan, misalnya karena adanya kebijakan-kebijakan dari top level management terkait dengan target perusahaan untuk menaikkan output produksi, sehingga diperlukan perbaikan desain layout agar bisa memberikan output produksi yang lebih besar dengan biaya produksi yang sama/lebih sedikit.

Waktu produksi yang terlalu lama dikarenakan banyaknya delay (waktu tunggu), banyaknya keluhan-keluhan dari pekerja dikarenakan kondisi area kerja yang kurang memenuhi syarat sehingga produktivitas pekerja menurun. Beberapa kondisi tersebut dapat digunakan sebagai alasan mengapa perlu memperbaiki desain layout pabrik. Untuk lebih spesifik, berikut ini adalah beberapa alasan mengapa harus memperbaiki desain layout pabrik :

a. Menaikkan output produksi. b. Mengurangi waktu tunggu.

c. Mengurangi proses material handling.

(20)

g. Mempersingkat proses manufacturing.

h. Mengurangi resiko kesehatan dan keselamatan kerja operator. i. Mempermudah aktivitas supervisi (pengawasan kerja). j. Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran aliran material.

k. Mengurangi faktor yang bisa mempengaruhi kualitas bahan baku dan produk jadi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan utama, desain layout harus diperbaiki adalah karena desain layout tersebut sudah tidak efisien lagi dilihat dari target produksi perusahaan dan karena banyaknya gangguan pada proses produksi sehingga menghambat kelancaran serta kesuksesan proses produksi.

1.2. Perumusan Masalah

Fasilitas fisik seperti ruang penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, ruang menyiapkan dan membersihkan bahan makanan, ruang memasak dan membagi produk jadi, ruang mencuci dan menyimpan peralatan, ruang tata usaha dan ruang pegawai. Keseluruhannya harus diperhatikan baik dari segi luas, posisi dan jarak karena jika terjadi kesalahan atau perancangan yang kurang tepat, sehingga menimbulkan biaya yang lebih besar.

Hal ini dikarenakan tipe tata letak pada usaha pengolahan jahe umumnya bertipe proses dimana tata letaknya menyesuaikan dengan aliran proses pengolahan bahan baku. Penanganan bahan baku merupakan sebuah kegiatan dalam mengangkut barang-barang dalam kegiatan produksi. Kegiatan ini diperkirakan membutuhkan waktu 60-80 persen dari total waktu produksi, jauh lebih besar dibanding proses pengolahan yang hanya sebesar 20-40 persen. Diperkirakan 3-5 persen dari seluruh bahan yang ditangani mengalami kerusakan, melihat kenyataan ini maka 3 (tiga) kegiatan penanganan bahan merupakan kegiatan yang dianggap penting (Assauri, 2008).

Kesalahan dalam penanganan bahan dapat menimbulkan biaya penanganan bahan menjadi besar dan waktu penanganan menjadi lebih panjang. Kesalahan seperti ini dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan karena biaya produksi akan menjadi lebih tinggi. CV Hijau Daun Group merupakan salah satu perusahaan pengolahan produk jahe di Kabupaten Bogor.

Perusahaan ini sudah melayani perusahaan maupun perorangan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi bahkan memiliki pelanggan tetap di Bandung, Jawa Barat dan kota Malang Jawa Timur. Semakin meningkatnya permintaan, maka perusahaan ini harus meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu, tuntutan jaminan mutu pangan juga menjadi perhatian khusus bagi perusahaan ini. Salah satu upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan perlu adanya perancangan ulang tata letak dan fasilitas. Hal ini dikarenakan kondisi aktual tata letak dan fasilitas dinilai masih kurang efisien, karena layout yang sekarang masih layout bangunan rumah yang telah ada sebelumnya.

(21)

Group. Dengan kondisi saat ini industri olahan jahe masih memerlukan pengembangan-pengembangan dalam aktifitas dan produktifitas, sehingga pengembangan desainlayout pada obyek sangat perlu dilakukan.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah kajian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik konsumen dan pengambilan keputusan pembelian jahe blended di CV Hijau Daun Group ?

2. Bagaimana kondisi aktual desain layout pada CV Hijau Daun Group ?

3. Bagaimana kelayakan teknis dan teknologis industri pengolahan jahe berdasarkan hasil kajian desain layout ?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan kajian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen dan pengambilan keputusan pembelian jahe blended di CV Hijau Daun Group

2. Menganalisis layout berdasarkan kondisi aktual di CV Hijau Daun Group. 3. Mengetahui kelayakan teknis dan teknologis industri pengolahan jahe

(22)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Komoditas Jahe Secara Umum

Jahe (Zingiber Officinale) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan ( Zingi-beraceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temulawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman obat yang telah banyak dibudidayakan oleh para petani Indonesia. Sentra tanaman jahe ini menyebar dari Jawa Barat (Bogor dan Sukabumi), Jawa Tengah (Karanganyar, Wonogiri dan Kabupaten Semarang), Jawa Timur, Sumatera Utara (Simalungun dan Dairi), Bengkulu (Rejang Lebong) dan Lampung (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian 2002).

Komoditas tanaman jahe memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Nilai ekonomi jahe terletak pada rimpangnya yang dapat dikonsumsi sebagai (1) bahan makanan dan minuman seperti sirup, minuman penghangat, manisan, acar, bumbu dapur, penambah rasa, dan (2) bahan baku obat tradisional (jamu). Di dunia, berdasarkan ukuran rimpangnya, jahe dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu jahe berukuran besar dan jahe berukuran kecil. Sedang menurut warnannya, jahe dibedakan atas jahe merah dan jahe putih.

Di Indonesia, berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu jahe besar, jahe kecil dan jahe merah. Rimpang jahe besar dan jahe kecil umumnya berwarna putih dan putih kekuningan. Ketiga jenis jahe tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Menurut Rostiana (2007) menyatakan bahwa varietas unggul jahe yang sudah dilepas petani, di antaranya Cimanggu-1 untuk jahe putih besar (JPB), Halina 1, 2, 3 dan 4 untuk jahe putih kecil (JPK) dan Jahira 1 dan 2 untuk jahe merah (JM) dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu:

1. Jahe putih/kuning besar (JPB) atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak. Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. 2. Jahe putih/kuning kecil (JPK) atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit.

Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

(23)

Tabel 2. Karakteristik tujuh varietas unggul jahe

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2007).

2.2. Standar Mutu Tanaman Obat Jahe (Zingiber officinale)

Hingga saat ini di Indonesia, komoditas tanaman obat yang telah mengalami standarisasi dengan baik adalah jahe. Penelitian dan pengembangan standar mutu tanaman budidaya jahe telah dilakukan sejak lama oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor dan Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu Departemen Perdagangan. Untuk menjaga mutu ekspor jahe segar Indonesia, Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu Departemen Perdagangan telah menyusun konsep standar perdagangan jahe segar yang selanjutnya akan ditetapkan sebagai standar perdagangan.

Pada umumnya secara visual pembeli jahe di luar negeri menghendaki jahe dengan standar mutu sebagai berikut: (1) Jahe yang terjamin kesegarannya, (2) Kulit jahe nampak halus dan mengkilat, (3) Tampilan luar jahe tidak keriput, (4) Rimpang jahe tidak bertunas dan bentuk rimpangnya utuh, (5) Badan jahe tidak berjamur dan tidak terdapat serangga maupun hama, dan (6) Jahe bebas dari hama penyakit. Persyaratan umum dari beberapa jenis jahe segar yang dapat diperdagangkan ditunjukkan pada Tabel 3.

2.3. Pengertian Tata Letak Pabrik

(24)

lainnya, kelancaran gerakan-gerakan material, penyimpanan material (storage) baik yang bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya.

Heizer dan Render (2006) menyatakan bahwa tata letak merupakan suatu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang Dalam tata letak pabrik ada 2 (dua) hal yang diatur letaknya yaitu pengaturan mesin (machine layout) dan pengaturan departemen yang ada dari pabrik (department layout). Jika menggunakan istilah tata letak pabrik, seringkali hal ini diartikan sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada (the existing arrangement) ataupun dapat juga diartikan sebagai perencanaan tata letak pabrik yang baru sama sekali (the new layout plan).

Tabel 3. Syarat Umum Komoditas Jahe Segar yang Diperdagangkan

Karakteristik Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2005)

2.4. Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik

Menurut Heizer dan Render (2006), tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan dan citra perusahaan. Tujuan strategi tata letak adalah membangun tata letak ekonomis yang memenuhi kebutuhan persaingan perusahaan.

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik menurut Apple (1990) ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk beroperasi produksi aman dan nyaman, sehingga dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih spesifik lagi tata letak yang baik akan dapat memberikan keuntungan–keuntungan dalam sistem produksi, yaitu

1. Menaikkan output produksi.

Suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang lebih besar atau lebih sedikit, man hours yang lebih kecil dan/atau mengurangi jam kerja mesin (machine hours).

2. Mengurangi waktu tunggu (delay).

(25)

yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan.

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).

Proses perencanaan dan perancangan tata letak pabrik akan lebih menekankan desainnya pada usaha–usaha memindahkan aktivitas–aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung.

4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service.

Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin–mesin yang berlebihan, dan lain–lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik. Suatu perencanaan tata letak optimal akan mencoba mengatasi segala masalah pemborosan pemakaian ruangan ini dan berusaha untuk mengkoreksinya.

5. Pendayaguna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan/atau fasilitas produksi lainnya.

Faktor–faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain–lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik akan banyak membantu pendayagunaan elemen-elemen produksi secara lebih efektif dan lebih efisien.

6. Mengurangi inventory in process.

Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu operasi langsung ke operasi berikutnya secepat–cepatnya dan berusaha mengurangi bertumpuknya bahan setengah jadi (material in process). Permasalahan ini dapat dipecahkan dengan mengurangi waktu tunggu (delay) dan bahan yang menunggu untuk segera diproses.

7. Proses manufacturing yang lebih singkat.

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang menunggu, serta storage yang tidak diperlukan, maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam pabrik dapat diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.

8. Mengurangi risiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator.

Perencanaan tata letak pabrik ditujukan untuk membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi yang bekerja didalamnya. Hal–hal yang bisa dianggap membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator haruslah dihindari.

9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja.

Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib, rapi dan baik. Penerangan yang cukup, sirkulasi yang enak dan lain–lain akan menciptakan suasana lingkungan kerja menyenangkan, sehingga moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan. Hasil positif dari kondisi ini tentu saja berupa performance kerja yang lebih baik dan menjurus ke arah peningkatan produktivitas kerja.

10.Mempermudah aktivitas supervise.

(26)

berlangsung di area kerja yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawabnya.

11.Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran

Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan (intersection) dari lintas yang ada akan menyebabkan kesimpangsiuran yang akhirnya akan membawa kearah kemacetan. Dengan memakai material secara langsung dan secepatnya, serta menjaganya untuk selalu bergerak, maka labor cost akan dapat dikurangi sekitar 40% dan yang lebih penting akan mengurangi masalah kesimpangsiuran dan kemacetan didalam aktivitas pemindahan bahan. Layout yang baik akan memberikan luasan cukup untuk seluruh operasi yang diperlukan dan proses bisa berlangsung mudah dan sederhana.

12.Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi mutu dari bahan baku ataupun produk jadi.

Tata letak yang direncanakan secara baik akan mengurangi kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi pada bahan baku ataupun produk jadi. Getaran-getaran, debu, panas dan lain-lain dapat secara mudah merusak kualitas material ataupun produk yang dihasilkan.

2.5. Jenis-Jenis Tata Letak

Menurut Assauri (2008), terdapat dua jenis pola yang utama dan sering digunakan, yaitu:

1. Process Layout

Pada tipe tata letak jenis ini, semua mesin-mesin dan peralatan ditempatkan dalam departemen yang sama. Pola seperti ini biasanya diterapkan pada perusahaan yang berproduksi berdasarkan job order atau job shop. Keuntungan dari pola process layout, antara lain:

a. Investasi lebih rendah di dalam penggunaan mesin-mesin. b. Fleksibilitas pelaksanaan produksi sangat tinggi.

c. Biaya produksi biasanya lebih rendah, karena walaupun ragamnya banyak tetapi jumlahnya sedikit.

d. Kerusakan pada salah satu mesin tidak menimbulkan gangguan yang berarti pada proses keseluruhan.

e. Karena mesinnya hampir sama, maka akan terbentuk spesialisasi dari para pengawas proses.

Kerugian dari tipe ini adalah:

a. Masuknya order baru membuat pekerjaan routing, scheduling dan cost accounting menjadi sukar karena adanya perencanaan ulang.

b. Material handling dan material transportation cost menjadi tinggi.

c. Kebutuhan ruangan untuk pelaksanaan proses produksi menjadi lebih besar.

2. Product Layout

Pola penyusunan tata letak didasarkan atas urutan proses dari suatu kegiatan produksi. Keuntungan dari tipe ini adalah:

a. Penggunaan mesin-mesin otomatis berakibat waktu penyelesaian tiap produk semakin singkat.

(27)

c. Pengawasan proses produksi dapat disederhanakan dan kegiatan pencatatan dapat disusun lebih cepat.

d. Kegiatan pengawasan proses produksi menjadi lebih sedikit. e. Kebutuhan bahan baku dapat diperkirakan lebih cepat.

Kekurangan dari tipe ini, adalah:

a. Jika terjadi kerusakan pada salah satu mesin, maka proses produksi menjadi terganggu.

b. Efisiensi dan produktifitas pekerja dapat menurun karena pola produksi yang monoton, sehingga menimbulkan kebosanan.

c. Membutuhkan investasi yang cukup tinggi untuk pengadaan mesin.

d. Membutuhkan biaya yang cukup besar jika terjadi perubahan, karena sifatnya tidak fleksibel.

e. Tingkat produksinya sudah tetap.

2.6. Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi 2.6.1 Pengertian Perancangan Fasilitas Produksi

Fasilitas produksi adalah sesuatu yang dibangun, diadakan atau diinvestasikan guna melaksanakan aktivitas produksi. Apple (1990) menyatakan bahwa perencanaan tata letak fasilitas sama dengan perancangan tata letak pabrik yang dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas–fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi.

2.6.2 Pertimbangan–pertimbangan dalam Perencanaan Pabrik Baru Apple (1990) berpendapat bahwa perencanaan pabrik baru meliputi perencanaan instalasi pabrik yang sama sekali baru, yaitu dari perencanaan produk yang akan dibuat sampai dengan perencanaan bangunan pabriknya. Sedangkan pada perencanaan kembali (redesign/replanning) disini menyangkut perencanaan produk baru atau tata letak baru berdasarkan fasilitas-fasilitas produksi yang sudah ada. Pada umumnya perencanaan kembali suatu pabrik disebabkan oleh beberapa alasan tertentu, yaitu :

a. Adanya perubahan dalam design produk, model dan lain–lain. b. Adanya perubahan lokasi pabrik suatu pemasaran.

c. Adanya perubahan ataupun peningkatan volume produksi yang akhirnya membawa perubahan kearah modifikasi segala fasilitas produksi yang ada. d. Adanya keluhan–keluhan dari pekerja terhadaap kondisi area kerja yang

kurang memenuhi persyaratan tertentu.

e. Adanya kemacetan–kemacetan (bottlenecks) dalam aktivitas pemindahan bahan, gudang yang terlalu sempit, dan lain sebagainya.

2.6.3 Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi

Menurut Apple (1990), secara umum tata letak fasilitas produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :

a. Tata letak berdasarkan aliran produk (product layout).

(28)

seefisien mungkin. Dengan layout berdasarkan aliran produk, maka mesin dan fasilitas produksi lainnya akan dapat diatur menurut prinsip “machine after

machine” tidak perduli macam mesin yang digunakan. Dengan memakai tata

letak tipe aliran produk (product layout), maka segala fasilitas-fasilitas untuk proses produksi (baik pabrikasi maupun perakitan) akan diletakkan berdasarkan garis aliran (flow line) dari produk tersebut.

Tipe-tipe garis aliran produk (product flow line) yang mungkin diaplikasikan yaitu :

1) Straight line.

Pola aliran berdasarkan garis lurus atau straight line umum dipakai bilamana proses produksi berlangsung singkat, relatif sederhana dan umum terdiri dari beberapa komponen–komponen atau beberapa macam production equipment. Pola aliran bahan berdasarkan garis lurus ini akan memberikan :

i. Jarak yang terpendek antara dua titik.

ii. Proses atau aktivitas produksi berlangsung sepanjang garis lurus yaitu dari mesin nomor satu sampai ke mesin yang terakhir.

iii. Jarak perpindahan bahan (handling distance) secara total akan kecil karena jarak antara masing–masing mesin adalah sependek– pendeknya.

2) Serpentine atau zig zag (S-Shaped).

Pola aliran berdasarkan garis–garis patah ini sangat baik diterapkan bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luasan area yang tersedia. Untuk itu aliran bahan akan dibelokkan untuk menambah panjangnya garis aliran yang ada dan secara ekonomis hal ini akan dapat mengatasi segala keterbatasan dari area, dan ukuran dari bangunan pabrik yang ada (Apple, 2003).

3) U-Shaped.

Pola aliran menurut U-Shaped ini akan dipakai bilamana dikehendaki bahwa akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya. Hal ini akan mempermudah pemanfaatan fasilitas transportasi dan juga sangat mempermudah pengawasan untuk keluar masuknya material dari dan menuju pabrik. Aplikasi garis bahan relatif panjang, maka U-Shaped ini akan tidak efisien dan untuk ini lebih baik digunakan pola aliran bahan tipe zig zag.

4) Circular

Pola aliran berdasarkan bentuk lingkaran (circular) sangat baik digunakan bilamana dikehendaki untuk mengembalikan material atau produk pada titik awal aliran produksi berlangsung. Hal ini juga baik apabila departemen penerimaan dan pengiriman material atau produk jadi direncanakan untuk berada pada lokasi yang sama dalam pabrik bersangkutan.

5) Odd angle.

(29)

garis aliran yang produk diantara suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan.

i. Bilamana proses handling dilaksanakan secara mekanis.

ii. Bilamana keterbatasan ruangan menyebabkan pola aliran yang lain terpaksa tidak dapat diterapkan.

iii. Bilamana dikehendaki adanya pola aliran yang tetap dari fasilitas– fasilitas produksi yang ada.

Odd-angle ini akan memberikan lintasan pendek dan terutama akan merasa kemanfaatannya untuk area yang kecil.

b. Tata letak berdasarkan aliran proses (process layout)

Tata letak berdasarkan aliran proses (process layout) seringkali disebut functional layout. Functional layout adalah metode pengaturan dan penempatan dari mesin dan segala fasilitas produksi dengan tipe/macam yang sama dalam sebuah departemen. Disini semua mesin atau fasilitas produksi yang memiliki ciri–ciri operasi atau fungsi kerja yang sama diletakkan dalam sebuah departemen. Tata letak berdasarkan aliran proses umumnya diaplikasikan untuk industri yang bekerja dengan jumlah/volume produksi yang relatif kecil dan terutama sekali untuk jenis produk–produk yang tidak distandartkan.

Menurut Apple (1990), tata letak tipe aliran proses ini akan jauh lebih fleksibel bilamana dibandingkan dengan tata letak tipe aliran produk. Industri yang beroperasi berdasarkan order pesanan (job order) akan lebih tepat kalau menerapkan layout tipe aliran proses guna mengatur fasilitas–fasilitas produksinya.

c. Tata letak berdasarkan posisi (fixed position layout)

Untuk tata letak berdasarkan posisi tetap, material dan komponen dari produk utamanya akan tinggal tetap pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen–komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan maka layout tipe posisi tetap akan sering dijumpai karena disini peralatan kerja (tools) akan mudah dipindahkan.

2.7. Analisis Activity Relationship Chart (ARC)

Activity Relationship Chart (ARC) atau Peta Hubungan Kerja kegiatan adalah aktifitas atau kegiatan antara masing-masing bagian yang menggambarkan penting tidaknya kedekatan ruangan. Metode ini menghubungkan aktivitas-aktivitas secara berpasangan sehingga semua aktivitas-aktivitas akan diketahui tingkat hubungannya. Hubungan aktivitas dapat ditinjau dari sisi keterkaitan secara organisasi, keterkaitan aliran, keterkaitan lingkungan dan keterkaitan proses.

ARC disusun berdasarkan alasan–alasan tertentu dan tingkat kepentingan yang disimbolkan dengan huruf A, I, E, O, U dan X. Huruf-huruf tersebut menunjukkan bagaimana aktivitas dari setiap stasiun kerja akan mempunyai hubungan secara langsung atau erat kaitannya dengan satu sama lain.

2.8. Penentuan Luas Area yang Dibutuhkan

(30)

dibutuhkan oleh fasilitas berkaitan dengan peralata, bahan, pegawai, dan kegiatan. Penentuan kebutuhan luas area ini, memerlukan penambahan kelonggaran 40%-60% untuk gang (aisle) dan operator. Selain itu untuk tiap mesin atau fasilitas pendukung digunakan teloransi 0,50 - 1 meter pada setiap sisi mesin.

2.9. Kelayakan Usaha

Untuk mengidentifikasi masalah di masa mendatang perlu meminimal kemungkinan melesetnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi dengan melakukan studi kelayakan dan memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan. Studi kelayakan investasi minimal dapat memberikan pedoman atau arahan pada usaha yang dijalankan (Kasmir dan Jakfar, 2007). Ada (5) lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu :

1. Menghindari Risiko Kerugian 2. Memudahkan perencanaan

3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan 4. Memudahkan Pengawasan

5. Memudahkan Pengendalian.

Hal pertama yang dikaji berkaitan dengan analisis kelayakan usaha meliputi biaya pembangunan fisik pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan proyek (Zubir, 2005) seperti: 1. Pembelian tanah (termasuk biaya pematangan tanah, pembuatan saluran air,

lapangan parkir, taman dan pemagaran).

2. Biaya pembangunan (pabrik, kantor, gudang, mess karyawan, pos satpam dan bangunan penunjang lainnya).

3. Biaya pembelian mesin-mesin dan pemasangannya (termasuk biaya tenaga ahli yang digunakan).

4. Biaya instalasi Mekanikal dan elaktrikal . 5. Biaya pembelian kendaraan.

6. Biaya pembelian peralatan kantor, perabot dan lain-lain.

Untuk memulai suatu usaha juga dibutuhkan modal kerja untuk kegiatan operasional perusahaan. Modal kerja adalah dana yang dibutuhkan untuk operasional perusahaan sehari hari yang meliputi kebutuhan dana yang tertanam dalam harta lancar dalam bentuk piutang usaha, persediaan bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi dan bahan penunjang (termasuk di dalamnya bahan bakar), serta sejumlah kas minimum yang dibutuhkan untuk berjaga-jaga atau transaksi (Zubir, 2005). Sumber pembiayaan modal kerja dapat bersumber dari modal sendiri, hutang dagang, hutang bank, maupun hutang lainnya.

Ukuran kelayakan masing-masing jenis usaha sangat berbeda, akan tetapi aspek-aspek yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya adalah sama. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan investasi meliputi aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis dan aspek manajemen. Aspek keuangan dipandang beberapa investor sebagai aspek yang paling utama untuk dianalisa karena aspek ini tergambar jelas hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan, sehingga merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

(31)

1. Payback Period (PBP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006). Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

2. Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor atau setelah dikenakan present value sehingga nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi).

4. Profitability Index (PI) atau benefit and cost ratio (B/C ratio) merupakan rasio aktivitas dari jumlah nlai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran investasi selama umur investasi ((Kasmir & Jakfar, 2007).

5. Break Event Point (BEP) atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya/pengeluaran yang dilakukan oleh proyek, yang dapat dihitung dengan persamaan (Pramudya, 2006).

2.10.Sikap dan Perilaku Konsumen

Dalam kondisi persaingan yang sangat ketat, pelanggan dihadapkan pada banyak pilihan produk dengan berbagai pelayanan. Untuk itu pihak produsen perlu mengetahui seberapa besar kebutuhan, persepsi, preferensi dan keinginan pelanggan. Studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting dalam manajemen pemasaran. Hasil dari kajiannya akan membantu para pemasar untuk :

a. Merancang bauran pemasaran b. Menetapkan segmentasi

c. Merumuskan positioning dan pembedaan produk d. Memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya e. Menyusun strategi pemasaran.

Menurut Setiadi (2003), memahami konsumen adalah unsur penting dalam pengembangan strategi pemasaran. Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses kepuasan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut.

(32)

konsumen adalah mutu produk dan pelayanan, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan.

Fakor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Setiadi (2003) adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor pribadi (umur, pekerjaan, ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri) dan faktor psikologis. Perilaku konsumen merupakan suatu proses, dimana pembelian merupakan salah satu tahap dari beberapa tahap yang dilalui dalam proses tersebut. Ada banyak pengaruh yang mendasari proses pembelian tersebut, mulai dari motivasi internal hingga pengaruh eksternal.

Motivasi dan perilaku tersebut dapat dimengerti melalui penelitian. Mempelajari perilaku konsumen dapat membantu para manajer mengambil keputusan, memberikan para peneliti pemasaran pengetahuan dasar ketika menganalisis konsumen, membantu pembuat keputusan dalam menciptakan hukum dan peraturan yang berhubungan dengan pembelian dan penjualan barang atau jasa dan membantu konsumen dalam pengambilan keputusan yang lebih baik (Mowen & Minor, 2006).

Perusahaan harus dapat memahami perilaku konsumen agar dapat memenuhi harapan konsumen yang pada akhirnya pemasaran produk berjalan dengan baik . Dengan pemahaman tersebut, perusahaan dapat memperkirakan reaksi konsumen terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi pemasaran yang tepat (Sumarwan, 2003). Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai proses pencarian informasi mengenai suatu produk atau jasa pada saat pembelian, menggunakan dan mengkonsumsi serta mengevaluasi produk yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha. Hal ini dikarenakan dengan memuaskan pelanggan, perusahaan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Dalam banyak kasus, pelanggan yang puas belum tentu merupakan pelanggan loyal dan sebaliknya pelanggan yang kurang puas tidak otomatis menjadi pelanggan tidak loyal.

2.11.Penelitian Terdahulu yang Relevan

Menurut Yuliani dan Sari (2009) yang meneliti dengan judul pengembangan produk jahe kering dalam berbagai jenis industri. Tujuan penelitian ini mengkaji berbagai usaha pengembangan produk jahe kering sebagai usaha pemanfaatan jahe untuk bahan baku industri. Jahe termasuk salah satu komoditas rempah dan obat yang juga merupakan tanaman prioritas dalam temu-temuan. Penggunaan jahe sangat sesuai untuk berbagai macam olahan, karena selain mempunyai rasa dan aroma yang enak dan khas, juga memiliki fungsi sebagai obat, yaitu memperbaiki pencernaan, menambah nafsu makan, memperkuat lambung dan mencegah infeksi.

(33)

atsiri atau komponen lainnya. Pengembangan produk jahe kering dalam berbagai bentuk produk antara maupun produk jadi sangat menguntungkan dan belum jenuh, disebabkan karena permintaan pasar yang cukup tinggi baik di dalam maupun di luar negeri dengan demikian memberikan peluang untuk dikembangkan secara serius oleh petani, industri makanan dan minuman juga industri farmasi.

Produk olahan jahe telah banyak beredar di pasaran untuk produk antara , yaitu jahe kering (simplisia), bubuk, minyak jahe, oleoresin jahe dan mikrokapsul oleoresin jahe, sedangkan untuk produk jadi yang diusahakan oleh industri makanan dan minuman diantaranya bumbu masak instan, pikel atau asinan jahe, anggur, sirup, permen jahe, wedang dan serbat jahe. Dalam industri farmasi, jahe banyak digunakan untuk obat dalam (oral) seperti obat batuk dalam bentuk sirup (komix, OBH jahe), bentuk tablet/kapsul zinaxin rapid untuk obat rematik dan untuk obat luar minyak jahe digunakan dalam bentuk balsam, parem kocok, koyo dan lain-lain.

Adriantantri (2008) meneliti dengan judul Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Guna Meminimunkan Jarak dan Biaya Material Handling Menggunakan Aplikasi Quantitative System Version 3.0 pada PT. Industri Sandang Nusantara Unit Patal Grati Pasuruan. Tata letak pabrik atau fasilitas produksi merupakan pengaturan untuk menetapkan letak fasilitas dengan mempertimbangkan aliran pemindahan bahan, luas area dan sebagainya. Hasil pengamatan langsung di PT. Industri Sandang Nusantara Unit Patal Grati Pasuruan menunjukkan kurang tepatnya penempatan fasilitas produksi dan aliran bahan sehingga menyebabkan total jarak material handling menjadi panjang dan akhirnya menyebabkan total biaya material handling menjadi mahal.

Perbaikan tata letak fasilitas produksi dilakukan dengan program Quantitative System Version 3.0 yang digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan di dalam manajemen operasi. Untuk subyek tata letak (Facility Layout) digunakan metode CRAFT (Computerized Relative Allocation of Facilities Technique). Hal ini dilakukan untuk memperoleh layout baru dengan total jarak perpindahan bahan yang lebih pendek sehingga total biaya material handling dapat dikurangi.

(34)

Jahe olahan merupakan hasil pencampuran jahe cair dari pemasakan dan bahan tambahan-tambahan lainnya. Rempah Jahe secara tradisional sudah dimanfaatkan secara luas seperti mencegah masuk angin, rematik, mencegah mabuk kendaraan dan lain sebagainya. Penambahan bahan tambahan merupakan bahan yang umum digunakan untuk jamu yang berkhasiat, hasil produk olahan dapat langsung dinikmati pada pagi, siang maupun malam diberbagai suasana.

Perencanaan pengembangan industri produk olahan jahe ini akan menghadapi berbagai persoalan seperti ketersediaan pasokan bahan baku, kuantitas bahan baku, kontinuitas, investor, pasar, stabilitas harga dan lain-lain. Selain itu, dampak negatif dari pengolahan yang berupa pencemaran lingkungan dalam jangka panjang akan mengancam kelangsungan dari industri yang bersangkutan sehinggan perlu penangan serius. Informasi yang berguna untuk pengembangan ini masih banyak dibutuhkan termasuk dalam pemanfaatan teknologi tepat guna dan cara-cara pengolahan limbahnya.

Kebutuhan investasi dalam pendirian industri produk pangan, yaitu besar kecilnya investasi disesuaikan dengan kapasitas produksinya. Untuk keberhasilan pendirian industri ini dimulai dengan mengetahui dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendiriannya. Dalam hal ini, perlukan langkah-langkah seperti menganalisis dan meramal kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi masa mendatang setelah adanya kegiatan industri.

Industri kecil olahan jahe blended Hijau Daun merupakan salah satu usaha milik Bapak Agus Isro’ yang baru berdiri 2 (dua) tahun lalu berlokasi di Komplek Griya Alam Sentul Blok A1 No. 3, Sentul Kabupaten Bogor, usaha ini menarik untuk dikaji mengingat baru berdiri dan memerlukan masukan strategi pengembangan usaha sehingga dapat meraih pangsa pasar yang lebih luas. Untuk mengetahui resiko kegagalan dalam pengambilan keputusan pendirian industri produk olahan jahe, dalam analisis kelayakan industri tersebut. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pendirian industri produk olahan jahe adalah aspek pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, serta analisis manajemen operasional. Teknik yang dilakukan dalam analisis teknoekonomi industri produk olahan jahe dengan melakukan studi pustaka sekaligus mempelajari deskripsi produk dan industri jahe olahan. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan informasi. Setelah data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, kemudian dilakukan tabulasi data dan analisis pada setiap aspek. Data dan informasi yang sudah dianalisis disusun dalam bentuk laporan lengkap. Alir kerangka pemikiran kajian disajikan pada Gambar 1.

3.2. Lokasi dan Waktu

(35)

Gambar 1. Alir kerangka pemikiran kajian

3.3. Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung (observasi), diskusi dan wawancara dengan pemilik, pegawai dan konsumen yang telah mengkonsumsi jahe blended. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas responden, persepsi dan faktor-faktor dalam pengambilan keputusan pembelian jahe blended.

Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan kajian (neraca dan laporan rugi laba, serta catatan tentang aspek produksi, pemasaran dan strategi pemasaran, peralatan dan sarana prasarana pengolahan jahe blended), makalah-makalah seminar dan data-data statistik dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian dan Perkebunan. Data primer kuantitatif yang diperlukan dalam menganalisis kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Produksi Jahe

Perencanaan pengembangan industri

produk olahan jahe

Penentuan kapasitas produksi

Pemilihan teknologi proses, mesin dan

peralatan

Perancangan tata letak (Metode AR Chart)

(36)

Tabel 4. Kebutuhan Data Kajian

No. Jenis Data Satuan Waktu Series

1 Asset Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011

2. Modal Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011

3. Omset Penjualan Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011 4. Biaya-biaya Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011 5. Laba Kotor Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011 6. Profit sharing Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011 7. Laba bersih Bulanan Jan 2010 sd.Des, 2011

Populasi adalah setiap konsumen yang mengkonsumsi produk jahe blended di Kabupaten dan Kota Bogor. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode Accidental Sampling, yaitu konsumen jahe blended yang ditemui secara kebetulan di lokasi penelitian (outlet yang menjual produk jahe blended) yang sedang membeli produk jahe bukan untuk pertama kalinya. Dari outlet-outlet yang terdapat di Kota Bogor sebanyak 2 (dua) outlet, masing-masing outlet diambil 25 responden, sehingga diperoleh 50 responden dari konsumen yang mengkonsumsi jahe blended.

3.4. Pengolahan dan Analisa Data

Dalam penelitian ini analisa dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif disampaikan secara deskriptif kualitas dari parameter yang diukur sehingga dapat dilihat hubungan masing-masing parameter, sedangkan analisa kuantitatif terhadap data yang bersifat numerik dan terukur. Metoda analisa yang digunakan adalah :

1. Analisis Deskritif Kualitatif

Untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik responden dalam mengkonsumsi jahe belended, maka metode statistik yang digunakan adalah distribusi frekuensi, sehingga dapat diketahui besarnya jumlah responden dalam kategori atau kelompok yang telah ditentukan.

2. Analisa Kelayakan Investasi

Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu PBP, NPV, IRR, Gross B/C (PI) dan perhitungan BEP. Untuk menganalisa aspek keuangan dikumpulkan data melalui kuesioner dan analisa laporan keuangan perusahaan selama 1 (satu) periode terakhir. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar perhitungan untuk analisa proyeksi keuangan. Analisis proyeksi keuangan dilakukan dengan metode cashflow. Hasil proyeksi keuangan menjadi dasar bagi perhitungan PBP, NPV, IRR, Gross B/C (PI), dan BEP.

Kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha atau investasi adalah :

(37)

Nilai Investasi

PBP (tahun) = x 1 tahun Kas Masuk Bersih

Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

b) NPV atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Selisih antara PV tersebut disebut NPV (Zubir, 2006). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya (Pramudya, 2006).

NPV =  t tt

c) IRR merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern (Kasmir & Jakfar, 2007). IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor, atau setelah dipresent value kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi).

(38)

e) BEP adalah suatu keadaan dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya/pengeluaran yang dilakukan oleh proyek, yang dapat dihitung dengan persamaan (Pramudya, 2006).

Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp) Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman :

3. Analisis Teknis dan Teknologis

Pemilihan teknologi proses produksi didasarkan pada proses produksi yang menghasilkan produk paling optimal. Teknologi yang diterapkan pada skala laboratorium yang telah dilaksanakan oleh pemilik perusahaan kemudian di scale up menjadi skala industri. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih.

Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang, karakteristik bangunan, lahan yang tersedia, fasilitas eksternal dan kemungkinan perluasannya. Untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antar aktivitas, maka diberikan derajat keterkaitan/keeratan hubungan yang dinyatakan sebagai A, E, I, O, dan U. Hubungan keterkaitan antar aktivitas ditunjukan seperti pada Gambar 2.

Keterangan:

A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.

E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.

I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan. O (ordinary important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan.

U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat.

X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan dan tidak boleh saling berdekatan.

(39)

penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada peta keterkaitan antar aktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antar aktivitas.

Tahapan proses dalam merencanakan peta keterkaitan antar aktivitas adalah :

1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan 2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan pelayanan

3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja dan lainnya

4. Menentukan faktor atau sub faktor mana yang menunjukkan keterkaitan (Produksi, pekerja dan aliran informasi)

5. Mempersiapakan peta aliran aktivitas

6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri peta keterkaitan aktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan melalui logika ketergantungan kegiatan

7. Memasukkan derajat hubungan antar aktivitas di dalam kotak yang tersedia

Sumber : Apple, 1990

Gambar 2. Hubungan keterkaitan antar aktivitas

5. Gudang produk 2. Gudang bahan baku 1. Penerimaan/Pengeluaran

barang ( parkir )

3. Ruang produksi

4. Ruang Pengemasan

6. Kantor

7. Generator

8. Pengolahan air

9. Laboratorium

(40)



m

i j

m

i

rij

V

TCR

1 1

,...

3

,

2

,

1

),

(

Pada keterkaitan antar aktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antar aktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antar aktivitas.

Setelah diagram keterkaitan terbentuk, dilakukan pengalokasian aktifitas dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR), yang dirumuskan berikut:

Keterangan :

V(rij) = Derajat hubungan aktivitas yang diberikan pada aktivitas i dan j m = Jumlah aktivitas

(41)

1. Gambaran umum perusahaan

CV Hijau Daun Grup terletak di Griya Alam Sentul Blok A1 No.3, Sentul, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 dengan izin usaha dari kelurahan setempat dan status kepemilikan sendiri. Usaha ini dikelola secara professional dengan pemilik usaha Bapak Agus Isro berpendidikan terakhir Diploma Tiga. Selanjutnya, pada tahun 2011, perusahaan berbadan hukum CV dengan kelengkapannya seperti Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP), Tanda Dafatar Perusahaan (TDP), Sertifikat Halal dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tiap tahunnya, usaha ini semakin berkembang, jika dinilai dari kapasitas awal usaha ini dilakukan.

Jenis rasa jahe blended yang diproduksi dan dijual oleh CV Hijau Daun Grup ini terdiri dari jahe secang, jahe banser, jahe feminism, jahe brown coffe, jahe sereal almond, jahe gamat dan jahe lanang. Kemasan yang digunakan untuk produk ini cukup representatif dengan harga kemasan box Rp 25.000,-. Dalam kajian ini, digunakan harga kemasan box.

2. Struktur Organisasi

CV Hijau Daun Grup memiliki suatu struktur organisasi yang menggambarkan fungsi-fungsi dan jabatan dari masing-masing bagian. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan kegiatan operasional perusahaan. Sebagai sebuah industri skala kecil struktur organisasi yang dimiliki tergolong sederhana. Struktur organisasi bersifat organisasi hirarki. Bentuk bagan seperti ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki karakteristik lalu lintas kekuasaannya disalurkan dari atas ke bawah. Struktur organisasi untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Ket :

Gambar 3. Struktur organisasi CV Hijau Daun Grup Pemilik

Manajer

Bagian Produksi

Bagian Pemasaran Administrasi

dan Keuangan

Gudang Produksi Sales

(42)

Jumlah tenaga kerja saat ini adalah 11 orang, terdiri dari tenaga tetap 7 orang, dan tenaga kerja harian 4 orang. Tingkat pendidikan karyawan cukup beragam diantaranya 4 orang lulusan SD, 2 orang lulusan SMP, 4 orang lulusan SMA dan 1orang lulusan Diploma tiga. Pembagian waktu kerja pukul 08.00-17.00 diselingi jam istirahat pk 12.00-13.00. Hari sabtu dan minggu serta hari libur nasional libur. Total jam kerja/hari adalah 8 jam.

3. Karakteristik Konsumen

Konsumen yang digunakan dalam kajian ini berjumlah 50 orang. Karakteristik umum konsumen jahe blended instan dalam kajian ini dapat ditunjukkan dari usia, jenis kelamin, besar pengeluaran keluarga per bulan, tingkat pendidikan konsumen, status dalam keluarga dan jumlah anggota dalam keluarga (Tabel 5).

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa, konsumen jahe blended instan didominasi oleh konsumen yang berusia 35-40 tahun (52%). Banyaknya konsumen pada tingkatan umur di atas, karena jahe blended instan sebagai jahe olahan sehat, dimana konsumennya sebagian besar kalangan golongan usia menengah dan keluarga muda.

Tabel 5. Karakteristik umum konsumen jahe blended instan

(43)

Sebagian besar dari konsumen mempunyai pekerjaan sebagai pegawai negeri (74%). Besar pengeluaran per bulan yang dikeluarkan konsumen Rp1.500.000-Rp2.500.000 (62%). Berdasarkan besar pengeluaran yang dilakukan dapat digolongkan bahwa sebagian besar konsumen jahe blended instan merupakan kelas menengah ke atas.

Tingkat pendidikan didominasi oleh konsumen yang berpendidikan S1 ke atas 82%. Hal ini berarti faktor pendidikan mencerminkan pengaruh konsumen di dalam pengambilan keputusan pembelian jahe blended instan. Jumlah keluarga konsumen kebanyakan berjumlah kurang dari 4 orang (58%). Sebagian besar konsumen berstatus ibu/istri (64%). Hal ini sesuai dengan pengamatan di lapangan yang menunjukkan pembeli banyak diwakili oleh kaum perempuan.

4.2. Pemasaran

Penentuan strategi segmentation, targeting dan positioning (STP) yang tepat merupakan tahapan yang menentukan keberhasilan pemasaran, dimana pada tahap ini ditentukan pasar mana yang akan diraih. Perusahaan jahe blended instan memiliki pangsa pasar yang jelas, yaitu konsumen menengah ke atas sebagai segmen pasarnya, dengan memproduksi jahe blended bermutu tinggi dengan varian rasa yang banyak.

Pemasaran produk dilakukan oleh CV Hijau Daun Grup, yaitu dengan sistem beli putus kepada para agen, di mana agen membayar tunai sejumlah produk yang telah dipesan sebelumnya. Persyaratan menjadi agen adalah membeli jahe blended instan sebanyak 25 box per sekali pesan. Margin keuntungan dari nilai jual produk yang akan diberikan kepada para agen maksimal 30%. Persentase margin keuntungan ini cukup tinggi dan menarik, sehingga para agen termotivasi untuk berusaha meningkatkan volume penjualan. Pemasaran produk melalui agen bertujuan untuk meraih konsumen yang tinggal di daerah pemukiman. Pemasaran produk dengan sistem konsinyasi juga diterapkan kepada pihak agen dan swalayan yang berada di Kota maupun Kabupaten Bogor.

Sistem konsinyasi diterapkan untuk meraih pasar sasaran para pegawai yang berada di kantor-kantor, yang membutuhkan jahe blended instan sehat dan bermutu tinggi. Sistem konsinyasi dilakukan dengan pemberian margin keuntungan yang lebih kecil dibandingkan dengan agen, yaitu maksimal 25% dari nilai jual produk.

Gambar

Tabel 2. Karakteristik tujuh varietas unggul jahe
Gambar 1. Alir kerangka pemikiran kajian
Tabel 4. Kebutuhan Data Kajian
Gambar 2. Hubungan keterkaitan antar aktivitas
+7

Referensi

Dokumen terkait