• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON FISIOLOGIS DAN KINERJA AYAM SENTUL

UMUR 5

8 MINGGU PADA KANDANG

BERSUHU NETRAL DAN TINGGI

LUSIA NISFU HERAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

(4)

ABSTRAK

LUSIA NISFU HERAWATI. 2013. Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu Pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi. Dibimbing oleh RUDI AFNAN dan AHMAD YANI.

Ternak yang digunakan selama penelitian ini adalah 96 ekor ayam Sentul berumur 5-8 minggu yang terdiri atas 48 jantan dan 48 betina. Ayam tersebut dipelihara pada litter di kandang tertutup. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan jenis kelamin (jantan dan betina) dan suhu kandang (23 °C dan 30 °C) sebagai faktor perlakuan. Pengukuran dilakukan terhadap respon fisiologis (suhu rektal dan panting) yang menggambarkan tingkat produktivitas (konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, dan mortalitas). Hasil menunjukkan bahwa suhu kandang berpengaruh nyata terhadap suhu rektal dan panting. Konsumsi pakan berbeda nyata antara jantan dan betina yang dilihat pada pertambahan bobot badan (P < 0.05), dimana konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan ayam Sentul jantan lebih besar daripada betina. Konversi pakan berbeda sangat nyata pada suhu kandang yang berbeda (P < 0.01). Tidak ada kematian yang ditemukan selama penelitian. Ayam yang dipelihara pada suhu netral memperlihatkan produktivitas yang lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu tinggi.

.

Kata kunci: ayam, cekaman panas, panting, respon fisiologis.

ABSTRACT

LUSIA NISFU HERAWATI. 2013. Physiological Response and Performance of Sentul Chicken Age 5-8 Weeks at Neutral and High Temperature stable. Supervised by RUDI AFNAN and AHMAD YANI.

A total of 96 Sentul chickens aged 5 to 8 weeks consist of 48 males and 48 females were used in this experiment. These chickens were kept in litter in semi closed house. The experiment was factorial complete randomized designed with sex (male and female) and housing temperature (23 °C dan 30 °C) as factors. Physiological responses (rectal temperature and panting) as well as productive performances (feed consumption, body weight gain, feed conversion, and mortality) were measured. The results showed that housing temperatures significantly affected the rectal temperature and panting. Feed intake was significantly differed between male and female as well as body weight gain (P < 0.05) with males intake and gain more than female. Feed conversion differed significantly between housing temperatures (P < 0.01). No mortality was observed during experiment. The chicken reared under neutral temperature revelead better productivity than those under high housing tempeterature.

(5)

RESPONS FISIOLOGIS DAN KINERJA AYAM SENTUL

UMUR 5

8 MINGGU PADA KANDANG

BERSUHU NETRAL DAN TINGGI

LUSIA NISFU HERAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi

Nama : Lusia Nisfu Herawati NIM : D14090055

Disetujui oleh

Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Pembimbing I

Ahmad Yani, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Respon Fisiologis dan Kinerja Ayam Sentul Umur 5-8 Minggu pada Kandang Bersuhu Netral dan Tinggi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Rudi Afnan, SPtMScAgr dan Ahmad Yani, STpMSi selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen penguji Dr Tuti Suryati, SptMSi, Dr Ir Rita Mutia, MAgr, dan Edit Lesa, SPtMSc yang telah banyak membantu dan memberi saran. Penulis sampaikan terimakasih kepada Eka Koswara, SPt dan Laeli Komalasari, SP serta Ir Niken Ulupi, MSi selaku dosen pembimbing akademik. Penulis sampaikan terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moril sehingga penulis dapat berjuang menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakak Fajar Arif Wisantoro, SPt dan teman-teman satu tim penelitian (Anggi Putra dan Devin Krissandy) yang telah membantu selama penelitian, pengumpulan data dan kerja samanya yang sangat baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, teman-teman IPTP 46, dan teman-teman GIC atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat menyempurnakan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna khususnya bagi civitas akademika peternakan dan umumnya pada masyarakat. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi yang membutuhkannya.

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum 5

Suhu Rektal 6

Tingkah Laku Panting 7

Konsumsi Pakan 8

Pertambahan Bobot Badan 9

Konversi Pakan 10

Mortalitas 11

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi zat makanan ransum komersial untuk ayam pedaging 3

2 Data kondisi rata-rata harian kandang 5

3 Suhu rektal ayam sentul umur 5-8 minggu 7

4 Frekuensi tingkah laku ayam sentul pada kandang bersuhu netral dan

tinggi 7

5 Konsumsi pakan ayam sentul umur 5-8 minggu 9

6 Pertambahan bobot badan ayam sentul umur 5-8 minggu 10

7 Konversi pakan ayam sentul selama penelitian 11

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam sentul yang digunakan dalam penelitian 2

2 Kandang penelitian tertutup 3

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam sentul merupakan ayam lokal Indonesia yang dapat ditemukan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Ayam sentul dipelihara secara semi intensif dan merupakan tipe ayam lokal dwiguna yang mampu menghasilkan daging dan telur untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Ciamis (Iskandar 2006). Ayam sentul mampu menghasilkan 100 butir telur pertahun, lebih tinggi daripada ayam kampung yang mampu menghasilkan 70 butir pertahun (Hidayat 2010). Berdasarkan warna bulu, terdapat 6 macam ayam sentul, yaitu sentul kelabu, sentul geni, sentul jambe, sentul batu, sentul debu, dan sentul emas (Sulandari et al. 2007). Bentuk postur tubuh ayam sentul menyerupai ayam kampung dengan tubuh yang lebih padat dan shank berwarna abu-abu, putih atau kuning (Nataamijaya 2010).

Suatu peternakan ayam harus memperhatikan kondisi lingkungan agar pertumbuhan ternak menjadi lebih baik. Salah satu kondisi lingkungan yang harus dijaga adalah suhu dan kelembaban lingkungan. Kelembaban dapat mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari tubuh ternak. Kelembaban juga dapat menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran pernapasan. Pada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas serta akhirnya dapat mempengaruhi keseimbangan termal ternak (St-Pierre et al. 2003). Menurut Gunawan dan Sihombing (2004), suhu lingkungan yang lebih tinggi dari suhu nyaman ayam (19 - 24 °C), menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam sehingga mempengaruhi fungsi organ tubuh dan alat pernapasan. Bertambahnya frekuensi pernapasan menyebabkan ayam panting (terengah-engah).

Suhu rektal dapat memprediksi tingkat kenyamanan ayam terhadap suhu lingkungannya. Ketidaknyamanan ayam terhadap suhu tinggi akan mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan, mempengaruhi nilai konversi pakan dan meningkatnya mortalitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan panas seekor tenak yaitu bangsa, jenis kelamin dan kondisi tubuh ternak. Jenis kelamin jantan biasanya memiliki daya tahan terhadap panas lebih rendah dibandingkan dengan betina, hal ini disebabkan karena jantan memiliki volume tubuh yang lebih besar daripada betina (Soeharsono 2008).

Respon fisiologis merupakan indikator manajemen pemeliharaan untuk memperbaiki performa ayam sentul. Penelitian tersebut belum banyak dilakukan, oleh sebab itu penilitian respon fisiologis terhadap kinerja ayam sentul perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan ayam sentul yang berumur 5-8 minggu, dengan mengamati respon fisiologis dan kinerja ayam meliputi suhu rektal, tingkah laku panting, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan mortalitas pada kandang dengan suhu berbeda, kemudian menganalisis data dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai bulan Maret 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang blok B, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ternak dan pakan. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Sentul berumur 5-8 minggu sebanyak 96 ekor, yang terdiri atas 48 ekor ayam Sentul jantan dan 48 ekor ayam Sentul betina, tempat pakan dan minum, paranet, lampu, kandang tertutup, AC, dan pemanas ruangan (heater).

Gambar Ayam sentul yang digunakan dalam penelitian (Iskandar 2007)

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, termometer ruangan, termometer rektal, timbangan, dan kamera digital.

Pakan

(13)

Tabel 1 Komposisi zat makanan ransum komersial untuk ayam pedaging

Zat makanan Jumlah

Kadar air (maksimal) 13 %

Protein kasar 21.0 – 23.0 %

Lemak (minimal) 5.0 %

Serat kasar (maksimal) 5.0 %

Abu (maksimal) 7.0 %

Kalsium (minimal) 0.9 %

Fosfor (minimal) 0.6 %

Energi metabolis (kkal/kg) 2 900 – 3 000

Sumber: Label ransum komersil untuk ayam pedaging

Prosedur

Persiapan Kandang

Kandang dan peralatan disiapkan seminggu sebelum penelitian. Kandang yang digunakan terdiri atas dua unit kandang tertutup, dengan suhu masing-masing ruangan adalah suhu netral P1 (23 oC) dan suhu tinggi P2 (30 oC). Perlakuan suhu dimulai pukul 08.00-16.00 dengan menggunakan AC pada kandang P1 dan kandang P2 menggunakan dua buah pemanas ruangan (heater) yang dihidupkan secara bergantian setiap empat jam.

Pemanas ruangan (heater) dan AC mulai dihidupkan pukul 06.30, sehingga pada pukul 08.00 suhu kandang sudah mencapai suhu yang diinginkan. Setiap kandang terdiri dari delapan petak anak kandang, dengan empat petak untuk jantan dan empat petak untuk betina (Gambar 2).

Gambar Kandang penelitian tertutup Pemeliharaan

Sebanyak enam ekor ayam sentul ditempatkan pada tiap sekat. Bobot badan awal ayam ditimbang sebelum diberikan perlakuan. Rataan bobot badan awal ayam sentul jantan sebesar 623.12 ± 59.26 g, sedangkan pada betina 583.75±80.68 g. Pakan diberikan sesuai kebutuhan konsumsi harian ayam.

(14)

4

Pakan diberikan 3 kali sehari yaitu pagi (07.00-08.00), siang (12.00-13.00) dan sore hari (15.00-16.00). Air diberikan ad libitum.

Rancangan Penelitian

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2. Faktor pertama (A) adalah perlakuan suhu (suhu netral dan suhu tinggi) sedangkan faktor kedua (B) adalah jenis kelamin (jantan dan betina). Model matematik yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛijk Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada faktor suhu ke-i, jenis kelamin ke-j serta ulangan ke-k µ = nilai rataan umum

Ai = pengaruh faktor suhu ke-i (i = suhu 23 °C dan 30 °C) Bj = pengaruh jenis kelamin ke-j (j = jantan dan betina)

(AB)ij = pengaruh interaksi terhadap faktor suhu ke-i pada jenis kelamin ke-j ɛijk = pengaruh galat percobaan

Data diolah menggunakan ANOVA (analysis of variance) dengan software Minitab 16. Selanjutnya hasil analisis ragam yang menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.

Data tingkah laku dan mortalitas dianalisis secara deskriptif. Perhitungan tingkah laku untuk mengetahui persentase tingkah laku ayam yang panting adalah dengan menghitung jumlah ayam yang panting dibagi dengan jumlah seluruh ayam yang ada di dalam sekat. Suhu efektif pada P1 (23 °C) dan P2 (30 °C) dihitung dengan rumus menurut Yamamoto (1983) sebagai berikut:

ET = 0.35 x DBT + 0.65 x WBT Peubah yang diamati

Peubah yang diamati didalam penelitian ini meliputi: 1. Suhu rektal (°C)

Suhu rektal diukur dengan menggunakan termometer rektal ke dalam rektal ayam sentul selama ± 30 detik hingga angka pada termometer stabil, agar data yang didapat akurat. Pengukuran ini dilakukan pada pagi hari pukul 09.00. Pengukuran ini hanya dilakukan pada salah satu petak jantan dan betina pada setiap kandang dan dilakukan seminggu sekali.

2. Tingkah laku panting (%)

(15)

3. Bobot Badan Awal (g/ekor)

Ayam sentul yang berada di kandang dengan jenis kelamin jantan dan betina bobot badan awalnya ditimbang ketika berumur 4 minggu sebelum diberikan perlakuan dengan menggunakan timbangan digital dan dicatat bobotnya.

4. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)

PBB mingguan (g/ekor/minggu) = Bobot akhir – Bobot awal 7 hari

5. Konsumsi Pakan (g/ekor-/minggu)

Konsumsi pakan adalah selisih pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan.

Konsumsi pakan (g) = pemberian (g) – sisa (g) Jumlah ayam per sekat

Rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) = Konsumsi selama pemeliharaan Lama penelitian

6. Konversi Pakan

Konversi pakan dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan dibagi dengan pertambahan bobot badan.

7. Mortalitas (%)

Banyaknya ayam yang mati dibandingkan dengan jumlah ayam awal yang dipelihara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Bobot badan awal ayam sentul jantan sebelum masuk perlakuan suhu kandang adalah sebesar 623.12 ± 59.26 g, dan bobot betina 583.75 ± 80.68 g. Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Kandang yang digunakan merupakan kandang tertutup (closed house). Kondisi temperatur di dalam ruangan dapat diatur dengan pengaruh suhu lingkungan luar yang minim, sehingga suhu dan kelembaban lebih banyak dipengaruhi oleh pemanas dan pendingin di dalam ruangan.

Suhu kandang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan ternak. Kondisi di sekitar lingkungan tempat penelitian baik suhu maupun kelembaban disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Data kondisi rata-rata harian kandang

Kondisi harian kandang P1 (23 °C) P2 (30 °C)

Suhu rata-rata (°C) 23 ± 0.10 30 ± 0.68

(16)

6

Berdasarkan pendapat Yamamoto (1983) tentang suhu efektif, kandang P1 memiliki suhu efektif sebesar 22.35 oC dan P2 sebesar 28.27 oC sehingga suhu dari kedua kandang ini dapat dikatakan berbeda. Penelitian ini masih belum bisa mengendalikan kelembaban relatif (RH) kandang sehingga stres didominasi oleh tingginya RH.

Suhu udara selama penelitian masih berada pada kisaran yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis. Suhu dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Kondisi lingkungan yang optimal bagi ayam berkisar 19-24 °C (Gunawan dan Sihombing 2004). Tingginya kelembaban relatif (RH) pada suhu kandang P1 (23 °C) menyebabkan menghambatnya penguapan panas melalui panting. Hal ini terjadi karena sirkulasi udara di dalam kandang kurang baik, exhouse yang berada di dalam kandang kurang bekerja secara maksimal sehingga mengakibatkan nilai Rh atau kelembaban relatif pada kandang P1 (23 °C ) menjadi tinggi. Menurut Ilyas (2004) kejadian ini terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara.

Analisis ragam yang dilakukan menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan suhu kandang dan jenis kelamin yang diterapkan terhadap empat parameter yakni suhu rektal, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Suhu kandang panas lebih mempengaruhi kenaikan suhu rektal dibandingkan dengan faktor perlakuan jenis kelamin. Konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan dipengaruhi oleh kedua faktor perlakuan secara terpisah. Suhu kandang panas menyebabkan panting pada ayam, namun tidak sampai menyebabkan mortalitas pada ayam sentul.

Respon Fisiologis

Ayam adalah salah satu jenis unggas homeostermis yang mengatur suhu tubuh tetap konstan meskipun suhu lingkungan berubah-ubah. Aktivitas otot dan metabolisme jaringan menghasilkan panas yang sebanding dengan kehilangan panas (Sulistyoningsih 2004). Respon fisiologis adalah suatu tanggapan dari tubuh akibat adanya suatu rangsangan dari luar yang dapat diukur melalui pengukuran pial, jengger, suhu rektal ayam, dan tingkah laku panting.

Suhu Rektal

Suhu rektal adalah suatu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal yang lebih atau kurang dari suhu normal rektal menunjukkan bahwa ayam mengalami stres akibat cekaman suhu. Suhu rektal dapat dijadikan parameter untuk menggambarkan akibat dari cekaman suhu terhadap ayam. Menurut Sherman dan Cohen (2006) stres pada ayam merupakan respon dari tubuhnya yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis terhadap stimulus yang dinilai sebagai ancaman. Suhu kandang berpengaruh nyata terhadap suhu rektal selama penelitian ayam sentul umur 5-8 minggu (Tabel 3).

(17)

dalam kandang yang berada di atas kisaran suhu lingkungan optimum (19-24 oC) menurut Gunawan dan Sihombing (2004) menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam, sehingga mempengaruhi fungsi organ tubuh dan alat pernapasan.

Tabel 3 Suhu rektal ayam sentul umur 5-8 minggu Jenis kelamin Suhu rektal (

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf berbeda pada baris yang samamenunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). P1= suhu kandang netral (23 ˚C), P2= suhu kandang panas (30

˚C).

Ayam sentul yang berada pada kandang panas dengan nilai TNZ (thermoneutral zone) 30 oC menunjukkan bahwa ayam mengalami cekaman panas. Hal tersebut menyebabkan suhu tubuh ayam meningkat akibat adanya peningkatan proses metabolisme tubuh untuk mengatasi cekaman panas. Sifat homeostermis pada ayam menyebabkan jumlah panas yang dihasilkan oleh aktivitas otot dan metabolisme jaringan sebanding dengan kehilangan panas karena lingkungan (Sulistyoningsih 2004). Leson dan Summers (2005) menyatakan beberapa faktor eksternal juga dapat mempengaruhi suhu tubuh unggas secara langsung, seperti kelembaban dan suhu kandang. Cekaman panas merupakan kondisi tubuh yang kepanasan karena suhu dan kelembaban lingkungan yang melibihi kisaran zona nyaman pertumbuhan (Austic 2000). Tingkah Laku Panting

Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis. Tingkah laku panting adalah salah satu cara yang dilakukan unggas untuk dapat menstabilkan suhu tubuhnya akibat suhu lingkungan yang lebih tinggi daripada suhu normal. Rataan persentasi tingkah laku panting selama empat minggu ayam sentul umur 5-8 minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Frekuensi tingkah laku ayam sentul pada kandang bersuhu netral dan tinggi

Jenis kelamin

Frekuensi tingkah laku panting (%)

Minggu ke- P1 P2

(18)

8

Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui suhu permukaan tubuh. Ada dua jenis panas yang hilang karena pengaruh lingkungan, yaitu sensible heat loss dan insensible heat loss. Menurut Sulistyoningsih (2004), tingkah laku pada perlakuan ini merupakan jenis panas insensible heat loss yaitu panas tubuh ayam sentul yang dikeluarkan selama peristiwa panting, karena ayam tidak mempunyai kelenjar keringat. Tingkah laku ini ditandai dengan proses terengah-engah karena unggas tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga unggas mengeluarkan panas tubuhnya melalui pernapasan yang lebih cepat (Sulistyoningsih 2004).

Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P2 (30 °C) mengakibatkan ayam jantan maupun betina mengalami panting. Frekuensi tingkah laku panting ayam yang dipelihara pada suhu P2 pada pagi dan sore hari baik pada jantan maupun betina mencapai 16.67 %, suhu di dalam kandang pada pagi dan sore hari mencapai 30 °C. Frekuensi tingkah laku panting ayam jantan pada kandang P2 di minggu ke-7 sore hari lebih tinggi daripada pagi hari. Hal ini disebabkan suhu pada sore hari mencapai 32 °C karena adanya pergantian pemanas ruangan (heater) di dalam kandang. Hal ini membuktikan bahwa suhu lingkungan kandang menjadi pemicu stres pada ayam, dan panting adalah salah satu indikator tingkah laku ayam yang stres (Sulistyoningsih 2004).

Gunawan dan Sihombing (2004) menyebutkan, pada suhu lingkungan di atas thermoneutral, produksi panas meningkat karena ayam tidak dapat mengontrol hilangnya panas dengan menguapkan air dari pori-pori keringat, sehingga cara yang dilakukan ialah melalui pernafasan yang cepat, dangkal atau suara terengah-engah (panting). Pelepasan panas tubuh dilakukan melalui mekanisme panting saat suhu lingkungan melebihi 26 °C. Kebutuhan oksigen meningkat dan kecepatan respirasi meningkat, sehingga terjadi hiperventilasi (panting) yang ditandai ayam akan melebarkan kedua sayapnya dan bersandar di lantai yang menyebabkan kehilangan air dari tubuh lewat respirasi (Ilyas 2004).

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah konsumsi pakan ternak yang kandungan didalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan keperluan produksi ternak. Konsumsi pakan merupakan salah satu faktor terpenting yang menunjang produktivitas ternak. Pada umumnya ayam makan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena semua aktivitas bertumpu pada energi dan ayam akan berhenti makan bila energi yang dibutuhkan oleh tubuhnya telah terpenuhi (Gondwe dan Wollny 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pada ayam antara lain adalah postur dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum. Konsumsi pakan ternak juga dipengaruhi oleh faktor makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban).

(19)

mengeluarkan energi untuk mengatasi suhu lingkungan yang lebih tinggi dengan cara menjaga suhu tubuhnya dengan menyeimbangkan produksi panas dan hilangnya panas. Tabel 5 menunjukkan rataan konsumsi pakan ayam sentul umur 5-8 minggu.

Tabel 5 Konsumsi pakan ayam sentul umur 5-8 minggu

Jenis kelamin Konsumsi pakan (g) Rataan

P1 P2

Jantan 1163.92± 7.00 1153.00±3.94 1158.46±7.85a Betina 1151.79 ± 3.49 1149.96±9.55 1150.88±6.73b

Rataan 1157.85±8.26 1151.48±6.95

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). P1= suhu kandang netral (23 ˚C), P2= suhu kandang panas (30 ˚C).

Konsumsi pakan pada kandang P1 (23 °C ) dan P2 (30 °C ) tidak berbeda nyata secara statistik, hal ini berbeda dengan pendapat Kusnadi (2006) bahwa suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan panas dalam tubuh ternak, untuk mengurangi penimbunan panas yang lebih banyak ayam akan berusaha mengurangi konsumsi pakan. Ayam yang berada pada kandang P2 seharusnya konsumsi pakannya berbeda nyata, hal ini diduga karena ayam Sentul yang berada pada kandang panas sudah dapat beradaptasi sehingga ayam tetap mengkonsumsi pakan, dan suhu perlakuan kurang tinggi sehingga ayam sentul masih dapat menoleransi suhu kandang panas, sehingga tidak terlalu mempengaruhi tingkat konsumsi pakan.

Konsumsi pakan berbeda nyata pada jenis kelamin ayam sentul. Ayam sentul jantan lebih banyak mengkonsumsi pakan karena pada ayam jantan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ayam betina sehingga mempengaruhi konsumsi dan kebutuhan gizi. Selisih konsumsi antara jantan dan betina sebesar 7.58 ± 1.12 g, hal ini sejalan dengan pendapat Rumiyani et al. (2011), banyaknya pakan yang dikonsumsi tergantung pada jenis kelamin ayam dan tergantung pada besarnya, keaktifannya, serta suhu lingkungan.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan ternak merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan serta kualitas bahan makanan ternak. Pertambahan bobot badan juga biasa digunakan untuk mengukur kecepatan pertumbuhan dan mengetahui respon kemampuan dalam mencerna makanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan bobot badan ternak adalah suhu lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu netral akan memiliki bobot badan yang lebih berat daripada ayam yang dipelihara pada suhu tinggi. Tabel 6 menunjukkan rataan pertambahan bobot badan ayam sentul umur 5-8 minggu.

(20)

10

mengakibatkan menurunnya nafsu makan yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan.

Ayam sentul akan mengalami cekaman panas jika suhu di dalam kandang melebihi suhu nyaman ayam. Tingginya suhu lingkungan akan menyebabkan naiknya suhu tubuh ayam, sehingga ayam mengurangi pakan dan meningkatkan konsumsi air minum agar pembentukan panas endoterm tubuhnya dapat berkurang (Sugito dan Mira 2009).

Tabel 6 Pertambahan bobot badan ayam sentul umur 5-8 minggu Jenis kelamin Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) Rataan

P1 P2

Jantan 377.92± 32.16 329.37±15.37 353.65±34.89a Betina 338.34± 13.69 323.33±8.28 330.83±13.19b Rataan 358.13± 31.16A 326.35±11.88B

Keterangan: Nilai yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05). Huruf kapital berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). P1= suhu kandang netral (23 ˚C), P2= suhu kandang panas (30 ˚C).

Perbedaan pertambahan bobot badan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Bobot badan ayam Sentul jantan lebih besar daripada ayam betina, sebab ayam sentul jantan lebih banyak mengkonsumsi pakan dibandingkan betina. Menurut Rumiyani et al. (2011), pertambahan bobot badan jantan lebih cepat dibandingkan dengan berat badan betina karena ayam jantan memerlukan dan mengonsumsi pakan lebih banyak daripada betina. Peningkatan bobot ayam jantan yang lebih cepat dari ayam betina juga disebabkan kecepatan pertumbuhan rangka tubuh dan daging yang lebih cepat daripada ayam betina. Menurut Wijayanti et al.(2011), menyatakan bahwa peningkatan pertambahan bobot badan ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi pakan yaitu semakin tinggi konsumsi pakan maka meningkat pula bobot badannya, karena salah satu fungsi pakan dalam tubuh ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok, serta kebutuhan produksinya.

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit pertambahan bobot badan (PBB) dalam waktu tertentu Semakin besar ukuran dan usia ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai konversi akan mengindikasikan ternak tersebut tidak efisien dalam penggunaan pakan (Wahju 2004). Semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan makin tinggi. Berikut di bawah ini Tabel 7 yang menunjukkan rataan dan simpangan baku konversi pakan ayam sentul umur 5-8 minggu.

(21)

Tabel 7 Konversi pakan ayam sentul umur 5-8 minggu

Jenis kelamin Konversi Pakan Rataan

P1 P2

Jantan 3.12±0.30 3.56 ±0.18 3.34±0.33

Betina 3.45± 0.18 3.66±0.09 3.55±0.17

Rataan 3.28± 0.29B 3.61±0.14A

Keterangan: Huruf kapital berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). P1= suhu kandang netral (23 ˚C), P2= suhu kandang panas (30 ˚C).

Konversi pakan dipengaruhi oleh konsumsi pakan, bobot badan, gerak, aktivitas tubuh, dan suhu. Menurut Kusnadi (2006), konversi pakan pada P1 (23 °C) lebih baik dibandingkan dengan konversi pakan pada P2 (30 °C). Keadaan tersebut membuktikan bahwa suhu P2 (30 °C) dapat mengurangi konsumsi pakan dan pertumbuhan, serta mengurangi efisiensi pemanfaatan pakan.

Mortalitas

Persentase mortalitas ayam zentul pada penelitian ini adalah 0 %, yang artinya ayam yang dipelihara pada kandang suhu nyaman dan suhu tinggi tidak menunjukkan ada kematian. Hal ini disebabkan ayam sentul yang digunakan sudah dapat beradaptasi dengan baik terhadap perlakuan suhu yang diberikan, serta manajemen pemeliharaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan ternak ayam sentul.

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk bahan evaluasi pemeliharaan tiap minggu, sekaligus sebagai salah satu penentu keberhasilan usaha ternak ayam sentul. Menurut Bell dan Weaver (2002), persentase kematian selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 4% dengan angka kematian pada minggu pertama selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 1%. Banyak faktor yang menyebabkan persentase kematian ternak menjadi tinggi, diantaranya adalah penyakit, stres akibat lingkungan kandang dan dari segi manajemen pemeliharaan yang kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(22)

12

Saran

Penelitian dengan suhu kandang yang lebih tinggi diperlukan untuk mengukur respon fisiologis dan produktivitas ayam sentul untuk memperoleh data tentang batas toleransi panas ayam sentul.

DAFTAR PUSTAKA

Austic RE. 2000. Feeding Poultry in Hot and Cold Climates. Dalam MK Yousef. Stress Physiology in Livestock. Ed ke-3. Florida (US): CRC Pr. Bell DD, Weaver Jr WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.

Ed ke-5. New York (US): Springer Science and Business Media Inc.

Gondwe TN, Wollny CBA. 2006. Evaluation of the growth potentital of local chickens in malawi. Intern J Poul Sci. 4(2).

Gunawan, Sihombing DTH. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14:31-38.

Ilyas A. 2004. Heat stress pada broiler. Artikel ilmiah populer. Poultry Indonesia. Oktober 2004: 68-69.

Iskandar S. 2006. Strategi pengembangan ayam lokal. Wartazoa. 16(4):190-197. Iskandar S. 2007. Gambar jenis-jenis ayam Sentul. Mengenal plasma nutfah ayam

Indonesia dan pemanfaatannya. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Jahja. 2000. Ayam Sehat Ayam Produktif, Petunjuk-petunjuk Beternak Ayam. Ed

Kusnadi E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas pada ayam broiler. JITV. 11(4):249-253.

Leson S, Summers J. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Ed ke-3. Canada (US): Ontario.

Mattjik AA, SumertajayaIM. 2002. Perencanaan dan percobaan dengan aplikasi SAS dan minitab.Ed ke-2. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr.

Nataamijaya AG. 2010. Pengembangan potensi ayam lokal untuk menunjang peningkatan kesejahteraan petani. J. Litbang Pertanian. 29(4):131-138.

Pennington JA, VanDevender K. 2004. Heat Stress in Dairy Cattle. [Internet]. [diunduh 18 Juni 2013]. Tersedia pada :http://www.uaex.edu/other areas/ publication/html.pdf

Rumiyani T, Wihandoyo, Jafendi HP. 2011. Pengaruh pemberian pakan pengisi pada ayam broiler umur 22-28 hari terhadap pertumbuhan, dan kandungan lemak karkas dan daging. Buletin Peternakan. 35(1):38-49.

(23)

Soeharsono. 2008. Bionomika Ternak. Ed ke-1. Bandung (ID): Widya Padjadjaran. St-Pierre NR, Cobanov B, Schnitkey G. 2003. Economic losses from heat stress

by US livestock industries. J. Dairy Sci. (86): 52-77.

Sugito, Mira D. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot badan, rasio heterofil:limfosit dan suhu tubuh ayam broiler. JKH. (3):1.

Sulistyoningsih M. 2004. Respon fisiologis dan tingkah laku ayam boiler periode starter akibat cekaman temperatur dan awal pemberian pakan yang berbeda[tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr.

Wijayanti RP, Woro B, Rosita I. 2011. Pengaruh Suhu Kandang yang Berbeda Terhadap Performa Ayam Pedaging Periode Starter. Wartazoa. 20:25-31. Yamamoto S. 1983. The contribution of air velocity to the effective temperature

(24)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis perlakuan terhadap respon fisiologis suhu rektal

Sumber db JK KT F hitung Nilai P Jenis kelamin 1 0.586 0.585 0.60 0.440 Suhu 1 4.905 4.905 5.03 0.027 Jenis kelamin*suhu 1 2.013 2.013 2.06 0.154 Galat 92 89.739 0.975

Total 95 97.242

Lampiran 2 Analisis perlakuan terhadap konsumsi pakan

Sumber db JK KT F hitung Nilai P Jenis kelamin 1 230.03 230.03 5.48 0.037 Suhu 1 162.56 162.56 3.87 0.073 Jenis kelamin*suhu 1 82.51 82.51 1.97 0.186 Galat 12 6365.16 530.430

Total 15 978.56

Lampiran 3 Analisis perlakuan terhadap pertambahan bobot badan (PBB)

Sumber db JK KT F hitung Nilai P Jenis kelamin 1 2 081.4 2081.41 5.45 0.038 Suhu 1 4 038.3 4038.28 10.58 0.007 Jenis kelamin*suhu 1 1 125.1 1125.10 2.95 0.112 Galat 12 4 578.8 381.57

Total 15 11 823.6

Lampiran 4 Analisis perlakuan terhadap konversi pakan

Sumber db JK KT F hitung Nilai P Jenis kelamin 1 0.179 0.179 4.31 0.060 Suhu 1 0.432 0.432 10.44 0.007 Jenis kelamin*suhu 1 0.054 0.054 1.31 0.275 Galat 12 0.497 0.041

(25)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 01 Maret 1991. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Tulus Prianto dan Ibu Nunuk Herwatiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Pagi Jakarta Timur pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis selesai menyelesaikan Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SMP) Negeri 74 Jakarta Timur. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pusaka Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009.

Gambar

Tabel 1  Komposisi zat makanan ransum komersial untuk ayam pedaging
Tabel 2 Data kondisi rata-rata harian kandang
Tabel 4 Frekuensi tingkah laku ayam sentul pada kandang bersuhu netral dan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini juga menunjukkan pergeseran bersih bernilai positif sehingga sektor tersebut tergolong ke dalam sektor progresif (maju).Sektor yang berada pada kuadran I

Kandungan lemak mengalami peningkatan setelah substitusi bekatul beras hitam dan tepung jagung.Peningkatan ini terjadi karena semakin berkurangnya penggunaan tepung

Konsepsi ini sangat jelas ketika Research And Development (RAND) Corporation men- definisikan seorang liberalis yang moderat dan membedakannya dari Islamis yang

Kedua aktor tersebut memasuki halaman utama situs web, kemudian pada server-side selanjutnya akan mengirim data dari permintaan client- side,

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI

Perkawinan endogami adalah perkawinan dengan orang yang segolongan, entah itu etnis yang sama, daerah yang sama, dan agama yang sama.. Itulah yang disampaikan

Honorarium panitia pelaksana kegiatan, Belanja Sewa Ruang Rapat/Pertemuan, Belanja perjalanan dinas dan belanja tenaga ahli/narasumber/instruktur. 2 KANTOR KESATUAN BANGSA, POLITIK

Dalam sub bab ini peneliti akan memaparkan tentang hasil penelitian terdahulu yang penulis ketahui yang pernah dilakukan orang lain, yang memiliki kemiripan namun memiliki