• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penutupan PPKMB, Tiga Alumni FPK UNAIR Beri Motivasi Mahasiswa Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penutupan PPKMB, Tiga Alumni FPK UNAIR Beri Motivasi Mahasiswa Baru"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Penutupan PPKMB, Tiga Alumni

FPK UNAIR Beri Motivasi

Mahasiswa Baru

UNAIR NEWS – Hari terakhir pelaksanaan Program Pembinaan

Kebersamaan Mahasiswa Baru (PPKMB) di Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga ditutup dengan rangkaian acara yang menarik. Acara yang digelar pada Jumat (26/8) tersebut, salah satunya dengan mengadakan talkshow bersama alumni berprestasi. Acara tersebut dihadiri tak kurang dari 311 mahasiswa baru FPK UNAIR dan PDD Banyuwangi.

Tiga alumni berprestasi tersebut ialah Andri Budiono., S.Pi, Zaki Muhammad Wijaya., S.Pi, dan Sartoyo., S.Pi. Pada kesempatan itu, keduanya memaparkan kiprah mereka selama kuluah di FPK UNAIR. Mereka juga memaparkan mengenai potensi dunia perikananan di bidang wirausaha maupun di bidang pemerintahan.

Pada sesi pertama, Andri alumnus FPK tahun 1999 tersebut memaparkan sepak terjangnya sebagai pengusaha di bidang penyedia stok ikan demersal dan cephalopoda yang disalurkan ke beberapa wilayah. Andri juga berpesan kepada seluruh mahasiswa baru FPK bahwa potensi perikanan dan kelautan Indonesia cukup besar. Maka dari itu, mahasiswa baru diharapkan lebih bisa menggali potensi tersebut dengan cara membuka usaha yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan.

Sesi selanjutnya, Zaki alumnus FPK tahun 2001 memaparkan seluk beluk pekerjaan yang ia tekuni. Saat ini, ia menjadi Manajer Teknis Balai Karantina Ikan Tanjung Perak Surabaya. Pada kesempatan ini, Zaki menjelaskan suka duka menjadi seorang manajer teknis di balai karantina. Ia juga memberi motivasi pada mahasiswa baru agar menekuni dengan baik dengan jurusan yang sudah dipilih.

(2)

“Selama waktu kuliah jalani dengan sungguh–sungguh. Nanti jika ada yang kurang paham bisa dibantu dengan dosen. Berusaha semaksimal mungkin selagi masih bisa,” ujar Zaki.

Pada sesi terakhir, hadir Sartoyo alumnus FPK UNAIR angkatan 2001 yang merupakan pemilik CV. Garuda Mas. Usaha yang digeluti Sutoyo bergerak di bidang distributor food additive budidaya untuk tambak, terutama udang. Sartoyo juga membeberkan kisahnya menjadi Presiden BEM Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) pada tahun 2003 ketika Program Studi Budidaya Perairan masih berada di fakultas ini.

“Kalau kalian kuliah jangan lupa berorganisasi. Karena organisasi itu penting untuk menambah jaringan. Jangan cuma pintar di akademik tapi tidak punyak rekanan. Itu sama saja. Jadi saran saya, kalian harus berprestasi di bidang akademik maupun non akademik selama kuliah. Nanti pasti akan merasakan manfaatnya setelah kuliah,” tandas Sartoyo. (*)

Penulis : Faridah Hariani Editor : Binti Q. Masruroh

Booming Mukidi Tidak Bakal

Lama

UNAIR NEWS – Guyonan tentang Mukidi yang lagi “booming” di

media sosial sesungguhnya adalah hal yang lumrah. Dalam masyarakat tradisional, kisah fiktif biasanya dimunculkan di media tradisional seperti ludruk, ketoprak dan lain-lain. Yang lazimnya, dikembangkan oleh seniman atau komedian.

Kisah Mukidi yang innocent dan lucu, lahir dari kondisi masyarakat yang sedang stress. Kisah ini mirip munculnya Mati

(3)

Ketawa ala Rusia. Ketika itu, Rusia merupakan negara yang

tirani dan tertutup. Dengan rezim yang otoriter. Ada juga joke tentang Haji Lulung yang sempat banyak muncul di media sosial. “Mukidi lahir di alam bebas. Tetapi, tingkat stress masyarakat relatif sama. Terutama, menghadapi ketidakpastian politik, hukum dan ekonomi,” demikian telaah pakar komunikasi UNAIR Suko Widodo.

Setidaknya, ada dua faktor yang menjadikan Mukidi “booming”. Yakni, kondisi sosial yang penuh tekanan sehingga warga butuh penghiburan diri dan sarana komunikasi yang memungkinkan menyebarkan kisah dengan cakupan luas. “Media sosial yang perkembangannya begitu masif membuat cerita Mukidi mudah tersebar. Tapi, isu terus berganti. Kisah ini tak akan lama, dan bakal hilang sendiri,” kata dia. (*)

Penulis: Rio F. Rachman

Perkawinan Endogami, Mudahkan

Identifikasi Manusia Tak

Beridentitas

UNAIR NEWS – Ada kekhasan budaya di Indonesia yang memudahkan

para antropolog ragawi, dan antropolog forensik dalam mengidentifikasi individu tak beridentitas. Kekhasan budaya yang dimaksud adalah perkawinan endogami. Perkawinan endogami adalah perkawinan dengan orang yang segolongan, entah itu etnis yang sama, daerah yang sama, dan agama yang sama.

Itulah yang disampaikan oleh Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, M.A., Ph.D., dalam orasi ilmiah saat pengukuhan guru besarnya.

(4)

Pernyataan itu disampaikan pada Sabtu (27/8) dalam orasi ilmiah berjudul “Identifikasi Individu Tak Beridentitas di Indonesia”.

Perkawinan endogami menyebabkan populasi keturunan cenderung berputar pada lingkaran yang sama, sehingga percampuran gen tidak begitu mengubah ciri-ciri fisik yang diturunkan secara genetis dalam suatu populasi. Efeknya, tentu akan memudahkan antropolog ragawi dalam mempelajari sekaligus mengidentifikasi ciri fisik yang khas dalam suatu populasi di Indonesia. Hal ini diakui oleh Myrta berdasarkan pengalamannya saat menghadiri konferensi antropologi beberapa waktu lalu di Australia.

“Di Indonesia itu masih ada kekhasan. Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa itu cukup berdampak. Dampaknya adalah membawa pertukaran gen yang minim,” tutur guru besar yang akrab disapa Myrta itu.

Ia tak menampik adanya fenomena kawin campur di Indonesia. Namun, adanya kawin campur belum membawa perubahan berarti dalam percampuran gen di Tanah Air. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian Prof. Myrta mengenai antropologi dental, atau yang meneliti tentang gigi manusia.

Pada antropologi dental, misalnya, ia meneliti mengenai erupsi gigi. Ia memaparkan, bahwa erupsi gigi antara keturunan Jawa dan Tionghoa adalah berbeda. “Demikian pula keturunan Arab, ternyata beberapa gigi tumbuh lebih cepat dari dua etnis yang lain,” papar Prof. Myrta.

Dalam kaitannya dengan identifikasi individu tak dikenal, satu set gigi individu menyerupai sidik jari. Bila sidik jari adalah bagian yang mudah sekali rusak, berbeda halnya dengan gigi. Bahkan, dalam peristiwa seperti kebakaran pesawat terbang, gigi akan sulit rusak.

Ketertarikannya dengan penelitian yang berhubungan dengan gigi dilatari oleh profesi ibunya yang merupakan seorang dokter

(5)

gigi. Namun, Prof. Myrta mengaku tak tertarik berkiprah di bidang kesehatan karena ia sendiri merupakan seorang yang tidak tegaan. Ketika ia mengikuti pertukaran pelajar saat duduk di bangku sekolah menengah atas di Amerika Serikat, Prof. Myrta semakin menyukai bidang ilmu biologi. Apalagi, ia termasuk siswi yang paling pandai di sekolahnya pada masa itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk menekuni minat antropologi. Secara kebetulan, pada masa itu Prof. Joseph Glinka dan rekannya baru saja meresmikan Program Studi Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Prof. Myrta merupakan angkatan pertama pada Prodi Antropologi. Karena tertarik dengan dental dan biologi, ia memutuskan untuk menekuni bidang antropologi ragawi dan menekuninya hingga saat ini.

Berbuah manis

Keberhasilan Prof. Myrta menjadi guru besar bidang atropologi ragawi tak lepas dari tangan Prof. Dr. Habil Josef Glinka, SVD. Prof. Glinka merupakan salah satu tokoh antropologi senior di Indonesia. Selama 51 tahun di Indonesia, ia ‘baru’ menghasilkan 13 doktor. Satu doktor asuhannya, yakni Prof. Myrta telah menjadi guru besar yang membidangi antropologi ragawi.

Ditemui usai acara pengukuhan guru besar, Prof. Glinka menyempatkan waktunya barang sebentar untuk berbagi kesan mengenai sosok Prof. Myrta. Pria kelahiran Chorzow, Polandia, itu berbangga karena akhirnya salah satu anak didiknya berhasil menjadi profesor seperti dirinya.

“Bahwa saya mengalami salah satu murid saya, bimbingan saya, menjadi guru besar. Untuk saya, itu adalah pengalaman yang luar biasa karena saya memang membimbing untuk doktoral sebagai promotor dan ko-promotor. Saya pikir, saya tak akan mengalami itu. Karena di Indonesia, menjadi guru besar itu sudah mau pensiun. (Anak bimbingan, -red) Yang kedua, sekarang

(6)

sudah siapsiap. Tidak lama lagi akan jadi (guru besar,

-red),” tutur Prof. Glinka ketika berbagi pendapatnya.

Terkait dengan perkawinan endogami, Prof. Glinka mengatakan bahwa hal itu berbahaya karena bisa mengakibatkan kelainan yang muncul pada anak keturunan. (*)

Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

Ketahui Kebuntingan Dini

Ternak dengan Kit Diagnostik

Progesteron

UNAIR NEWS – Populasi ternak yang terus menurun berimbas pada

kelangkaan daging. Menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Peternakan, pada jenis sapi potong tahun 2012, populasi mencapai 15 juta ekor, sedangkan pada tahun 2014, populasi menurun pada angka 14 juta ekor. Pada jenis sapi perah populasi mencapai 612ribu ekor, sedangkan pada tahun 2014, sapi perah di Indonesia hanya 503ribu ekor.

Produksi daging sapi di Indonesia beberapa tahun terakhir masih bersumber dari tiga daerah yang menjadi lumbung ternak nasional, yakni Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011, peternak Jatim menjadi produsen daging sapi mencapai sekitar 4,73 juta ekor, selanjutnya diikuti oleh Jateng 1,94 juta ekor, dan Sulsel 983ribu ekor. Ketidakmampuan produksi nasional dalam mencapai kebutuhan daging sapi di Indonesia mengakibatkan pemerintah sampai saat ini masih melakukan impor daging sapi dari beberapa negara.

(7)

Tentu saja hal ini menjadi semacam indikasi bahwa produksi daging sapi masih belum sesuai sasaran.

Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Dr. I Komang Wiarsa Sardjana, drh, selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Dalam pengukuhan guru besarnya pada Sabtu (27/8), Prof. Komang menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Menuju Swasembada Daging di Indonesia dengan Tes Progesteron Paper Strip”.

Berawal dari problema di lapangan, cara tepat untuk memperbaiki proses reproduksi bagi ternak ruminansia (memamah biak) termasuk sapi, adalah memperbaiki manajemen pemberian pakan, dan manajemen perkawinan.

“Upaya yang dapat dilakukan dalam memperbaiki sistem peternakan di Indonesia, khususnya dilakukan untuk mencapai target selang kelahiran 12 bulan, adalah dengan cara mengetahui adanya kebuntingan secara dini kepada ternak setelah perkawinan. Diagnosa kebuntingan dini diperlukan setelah perkawinan untuk identifikasi lebih awal dari ternak yang tidak bunting, sehingga kehilangan waktu produksi sebagai akibat kemajiran ternak dapat dikurangi,” tutur Prof. Komang. Gagasan yang disampaikan Prof. Komang adalah dengan menganalisis hormon progesteron dengan kit diagnostik untuk menguji kebuntingan dini pada ternak. Progesteron paper strip bisa dilaksanakan oleh peternak karena sifatnya sederhana, seperti halnya tes kehamilan pada perempuan.

Sebelumnya, telah ada metode bernama Radio Immune Assay (RIA) dan Enzyme Immuno Assay (EIA). Pada metode RIA, manusia perlu berhati-hati karena mengandung bahan radioaktif dan harganya relatif mahal. Begitu pula dengan metode EIA.

Sedangkan, pada kit Progesteron paper strip tidak memiliki risiko bahaya terhadap manusia dan bisa diterapkan oleh para peternak. Ke depan, ia berharap ada sinergi triple helix (akademisi, industri, dan pemerintah) untuk bisa memproduksi

(8)

massal produk progesteron paper strip itu. (*) Penulis : Defrina Sukma S.

Referensi

Dokumen terkait

5) Kemampuan Diri Praktikan. Dalam melaksanakan tugas PPL 1, praktikan menyadari bahwa kemampuan praktikan masih kurang maksimal dan masih memiliki banyak kekurangan

Laba yang diperoleh koperasi sering disebut sisa hasil usha (SHU), laba tersebut akan dikembalikan ayau dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa-jasanya. Akan

membujur pegunungan Meratus Utara dari barat ke timur yang juga menjadi.. batas wilayah Provinsi

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Setelah menyimak penjelasan guru tentang tanggung jawab warga, siswa dapat mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa di desanya.. Setelah

bahwa dengan dilantiknya pegawai dan pejabat berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 9

Selanjutnya peneliti merancang RPP yang mengacu pada format dari Permendikbud 103 dimana di dalam RPP tersebut digunakan model Discovery Learning yang terdiri dari (

Metode CBT memiliki 3 fase yang memrlukan waktu khusus dalam 20 minggu terapi fase pertama, pasien diajarkan tentang bulimia nervosa yaitu faktor faktor yang menyebabkan