BAB II
BERBAGAI ASPEK YANG MENJADI PERTIMBANGAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA PERSEROAN TERBATAS
Dalam pemberian kredit ada berbagai aspek yang menjadi pertimbangan bank
dalam pemberian kredit kepada perseroan terbatas. Bank dalam hal ini sebagai pemberi
kredit kepada debitur/nasabahnya akan menganalisis mengenai berbagai aspek dari
pemohon kredit tersebut. Setelah melakukan analisa aspek-aspek tersebut, bank akan
menyetujui atau menolak permohonan kredit. Jika bank menyetujuinya, maka calon
debitur akan memperoleh offering letter atau surat persetujuan prinsip bersyarat dari bank
yang bersangkutan. Perjanjian dan pemufakatan kredit, biasanya dituangkan dalam surat
perjanjian kredit yang dilakukan antara pemberi dan penerima kredit. 59
Oleh karena itu dalam proses pemberian kredit harus disertai dengan analisa secara
mendalam mengenai calon nasabah.
Seorang analisis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu memahami seluk beluk aspek-aspek yang menjadi pertimbangan bank dalam pemberian kredit, karena hal ini yang menentukan disetujui atau tidaknya kredit yang dimohonkan calon debitur. Dalam hal ini setidak-tidaknya ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dan perhatian bank terhadap debitur badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas dalam mengajukan permohonan kredit pada bank, diantaranya : aspek legalitas perusahaaan, aspek manajemen dan organisasi, aspek risiko, aspek jamian dan aspek dokumentasi.60
60 Hasil wawancara dengan Bapak Alex, Relationship Offiser Approver Comercial Banking , Bank
Setiap pemberian kredit akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak yang
bersepakat. Maka aspek hukum menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam
perkreditan. Bank dan nasabah harus mengetahui dan melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang disepakati bersama serta masing-masing pihak tidak mengabaikan ketentuan dan
peraturan yang berlaku.61
Salah satu yang merupakan bagian dari aspek hukum tersebut dalam pemberian
kredit adalah aspek legalitas perusahaan. Aspek ini penting karena apabila pemahaman
aspek ini keliru maka dapat mengakibatkan perjanjian kredit yang dibuat menjadi batal
demi hukum atau dapat dibatalkan akibatnya merugikan bank sebagai pemberi kredit.
Sebagaimana dikemukan di atas bahwa setiap pemberian kredit, akan timbul hak
dan kewajiban. Bank hanya dapat mempertimbangkan pemberian kredit bila pemohon
tersebut merupakan subjek hukum karena subjek hukum merupakan pendukung hak dan
kewajiban artinya dapat menerima hak dan kewajiban. Subjek hukum dapat berbentuk
manusia secara pribadi maupun badan-badan hukum.
Manusia sebagai pribadi/orang mampu dan cakap untuk melakukan suatu tindakan
hukum oleh undang-undang (KUH Perdata) ditentukan antara lain :
a. Telah dewasa, yaitu mencapai 21 tahun atau telah menikah;
b. Telah ditaruh di bawah perwalian;
c. Tidak ditaruh di bawah pengampuan (curatele).
Dengan demikian, tidak semua manusia pribadi/orang dapat dikatakan subjek hukum yang
cakap. Oleh karena itu, bank hanya akan mempertimbangkan permohonan kredit dari
orang/manusia pribadi yang cakap seperti yang tercantum di atas karena merekalah yang
dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.
Badan-badan (perkumpulan-perkumpulan) tertentu di dalam hukum dapat
memiliki hak-hak dan kewajiban seperti manusia. Badan-badan
(perkumpulan-perkumpulan) tersebut untuk mejadi badan hukum, terlebih dahulu harus memiliki
persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku.
Perseroan Terbatas untuk dapat dikatakan berbadan hukum, dapat dilihat dari anggaran
dasar/akta pendiriannya apakah telah memenuhi persyaratan sebagai badan hukum sesuai
dengan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Pihak dalam organ perseroan yang secara sah bertindak
mewakili badan hukum perseroan dimaksud dapat dilihat dalam anggaran dasar/akta
pendirian tersebut. Jadi hal ini penting diketahui dan dipahami mengenai subjek hukum
dalam hubungannya dengan pemberian kredit adalah perusahaan terbatas, maka perlu
diteliti perseroan tersebut apakah telah berbadan hukum atau tidak dan apakah pemohon
berwenang mengajukan permohonan kredit sesuai akta anggaran dasar perseroan dan
ketentuan undang-undang perseroan terbatas.
A.1. Pendirian Perseroan Terbatas
Pendirian Perseroan Terbatas dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 40
tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan
akta notaris yang dibuat dengan bahasa Indonesia.
Dalam rumusan tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa :
1. Pendirian suatu perseroan pada dasarnya adalah hubungan kontraktuil antara dua
orang/badan hukum atau lebih. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku
berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,
perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari
satu orang pemegang saham.
2. Pendirian suatu perseroan haruslah dengan akta notaris, dengan kata lain tiada
berdiri suatu perseroan tanpa akta notaris. Bahkan, hal ini berlaku juga atas segala
perubahan anggaran dasar perseroan, haruslah dengan akta notaris.
Artinya segala perubahan anggaran dasar perseroan juga haruslah dibuat
dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya mengenai syarat sahnya pendirian perseroan terbatas menurut pasal 7
ayat (4), Perseroan harus memperoleh status badan hukum. Pasal tersebut berbunyi :
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, agar suatu perseroan terbatas sah berdiri sebagai
badan hukum, haruslah mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam
A.1. a. Perseroan Terbatas yang belum Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri
Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan
perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia. Selanjutnya akta pendirian yang berupa anggaran dasar perseroan
tersebut dimohonkan kepada Menteri untuk memperoleh keputusan Pengesahan Badan
Hukum
Mengenai batas waktu penyampaian pengajuan permohonan untuk memperoleh
pengesahan badan hukum perseroan ini dilakukan, undang-undang telah mengaturnya
sebagaimana yang berbunyi dalam pasal 10 ayat (1) yaitu :
“Pemohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud Dalam Pasal 9 ayat (1), harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi dengan dokumen pendukung”.
Perbuatan hukum tersebut diatas dalam praktek hal ini dapat saja terjadi dimana perseroan
belum berbadan hukum tetapi hendak mengajukan kredit pada bank.
Mengenai hal ini dapat kita kategorikan dalam 2 (dua) hal, yaitu :
1. Calon pendiri mendirikan setelah Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007,
tanggal 16 Agustus 2007 dan belum memperoleh keputusan pengesahan badan
hukum dari Menteri.
2. Calon pendiri yang telah mendirikan perseroan berbadan hukum berdasarkan
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 dan melakukan penyesuaian anggaran
Mengenai hal ini jelas diatur dalam pasal 13 ayat (1) menyebutkan :
“Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan, mengikat perseroan setelah menjadi badan
hukum apabila RUPS pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya”.
Dan ayat (2) nya menyebutkan :
“RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
perseroan memperoleh status badan hukum”.
Apabila terjadi hal yang demikian maka dalam melakukan perbuatan hukum atas nama
perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh
semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan
Komisaris perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
perbuatan hukum tersebut. Demikian dijelaskan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang
tersebut.
Perbuatan hukum atas nama perseroan adalah perbuatan hukum, baik yang
menyebutkan perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan
perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.62
Yang dimaksud dengan tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak
mengikat perseroan adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut
62 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No.40 Tahun 2007) (Jakarta : Citra Aditya
secara pribadi dan perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang
dilakukan pendiri tersebut.
Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pendiri atas nama
perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut
menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan, dan tidak mengikat perseroan (pasal
14 ayat 2).
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat
melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum, tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan
Komisaris.
Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud karena hukum menjadi tanggung jawab
perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (pasal 14 ayat 3).
Sedangkan perbuatan hukum oleh pendiri atas nama perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab perseroan
setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS
yang dihadiri oleh semua pemegang saham perseroan (pasal 14 ayat 4).
Dalam praktek perbankan pihak Bank dalam perjanjian kredit yang dilakukan
terhadap perseroan yang belum memperoleh pengesahan status badan hukum dari
Menteri, selain mengikut sertakan semua pendiri dan seluruh anggota Direksi dan seluruh
anggota Dewan Komisaris, berikut dengan pasangan suami atau isterinya masing-masing,
bahkan juga memintakan personal guarantee dari semua anggota tersebut. Personal
Perseroan Terbatas setelah pendirian telah memiliki harta sendiri, yang merupakan
harta bersama yang terikat.
Terhadap perbuatan hukum atas nama perseroan terbatas yang belum memperoleh status
badan hukum tersebut, yang dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua
anggota Dewan Komisaris Perseroan, maka perbuatan hukum tersebut mengikat harta
kekayaan perseroan terbatas dan mereka semua yang menandatangani atau melakukan
perbuatan hukum tersebut.
Dengan demikian perikatan yang lahir dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh semua
anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris
Perseroan untuk perseroan terbatas dalam pendirian merupakan perikatan
tanggung-menanggung atau tanggung renteng antara pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris
perseroan terhadap pihak ketiga.
Dengan makna tanggung renteng ini tidaklah berarti pihak ketiga dapat langsung mengambil pelunasannya dari para pendiri, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris perseroan terbatas dalam pendirian. Pelunasan kewajiban pihak ketiga harus dipenuhi terlebih dahulu dari harta kekayaan perseroan terbatas (meskipun perseroan terbatas belum berbadan hukum). Jika harta kekayaan perseroan terbatas tidak mencukupi barulah dapat dituntut pemenuhannya dari para pendiri, anggota Direksi dan atau Komisaris. 63
A.1. b. Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri
Seperti yang ditegaskan dalam pasal 1 UUPT bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Untuk memperoleh status badan hukum tersebut maka akta pendirian dari perseroan terbatas harus mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi
63 Gunawan Wijaya, Op.cit, dalam 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, halaman
Manusia (pasal 1 ayat 6 juncto pasal 1 ayat 7). Maksud dari pengesahan, dimana dengan demikian Pemerintah dapat mencegah berdirinya perseroan terbatas yang tujuannya melanggar hukum, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, dan yang mengandung hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.64
Dalam pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 telah jelas
disebutkan bahwa Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.
Akta pendirian yang berupa anggaran dasar yang telah memperoleh
Keputusan status badan hukum dari Menteri, boleh juga dikatakan merupakan perjanjian
yang berisi ketentuan tertulis mengenai kekuasaan dan hak-hak yang dapat dilakukan
pengurus perseroan. Anggaran Dasar merupakan dokumen yang berisi aturan internal dan
pengurusan perseroan. Dia berisi aturan pokok mengenai penerbitan saham, perolehan
saham, modal, RUPS (general meeting), hak suara (voting right), Direksi dan Dewan
Komisaris yang meliputi pengangkatan dan kekuasannya.65
Perseroan Terbatas setelah mendapat pengesahan adalah perseroan terbatas yang
telah berbadan hukum.
Dalam konteks ini, pendiri, anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi bertanggung jawab
terhadap perikatan perseroan. Pendiri sebagai pemegang saham hanya bertanggung jawab
sebatas modal yang dijanjikan untuk dimasukkan, kecuali melakukan pelanggaran
terhadap Anggaran Dasar Perseroan. Anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi
64 C.S.T. Kansil dan Cristine S.T.Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang No.40 Tahun 2007, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007) halaman 7
bertanggung jawab secara pribadi, kecuali dalam hal terjadinya pelanggaran yang diatur
dalam Undang Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.
Pasal 3 UUPT menyebutkan :
Ayat (1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi
atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham
hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak
meliputi kekayaan pribadinya.
Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :
a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. Pemegang sham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memamfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggungjawab
terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.
Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang
dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta
didirikan semata-mata sebagai alat digunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi
tujuan pribadinya sebagai mana dimaksud dalam huruf (b) dan (d).
A.1. c. Pendaftaran dan Pengumuman Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum
Berbeda dengan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan
Terbatas ditentukan bahwa Direksi, perseroan wajib mendaftarkan dalam daftar
perusahaan. Namun dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 ketentuan tersebut diubah bahwa
Menteri yang berkewajiban menyelenggarakan daftar perseroan dan terbuka untuk umum
(Pasal 29 ayat 1 dan 5).
Daftar perseroan yang memuat data perseroan dimasukkan dalam daftar perseroan pada
tanggal yang bersamaan dengan tanggal :
a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan
atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
b. Penerimaan pemberitahuan, perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan
persetujuan; atau
c. Penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan
merupakanperubahan anggaran dasar.
Ketentuan daftar perseroan ini juga berhubungan dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Pemerintah nomor 24
Tahun 1998 dan aturan pelaksanaan yang diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Republik Indonesia nomor 12/MPP/Kep/1/1998 tentang
tersebut diadakan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perusahaan tersebut
mensyaratkan setiap perusahan wajib mendaftarkan perusahaan tersebut yang terdiri atas :
a. Akta pendirian sesuai dengan pengesahan Menteri Kehakiman (sekarang Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia).
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Adapun tujuan dari pendaftaran perusahaan ini mencatat bahan-bahan keterangan
yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi
untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di
dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Oleh karena itu,
setiap perusahaan, termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan
usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah memiliki izin, wajib
didaftarkan dalam daftar perusahaan.
Pendaftaran ini memiliki pengecualian tidak wajib untuk melakukan pendaftaran,
yaitu: 66
a. Perusahaan yang diurus atau dikelola oleh pribadi pemiliknya sendiri, atau hanya
dengan memperkerjakan anggota keluarganya sendiri;
b. Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang
dipersamakan dengan itu yang ditertibkan oleh instansi yang berwenang, perusahaan
yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari hari
pemiliknya dan
c. Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
Dengan demikian, pendaftaran perseroan yang dilakukan oleh dua instansi satu pihak
diadakan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan.
Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara, sama halnya dengan pendaftaran
perusahaan, maka dengan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007, tidak lagi kewajiban
Direksi melainkan dilakukan oleh Menteri, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal
30 ayat (1), yaitu :
a. Akta pendirian perseroan berserta keputusan Menteri;
b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan Menteri;
c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri
Selanjutnya pengumuman tersebut dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri
atau sejak diterimanya pemberitahuan (pasal 30 ayat 2).
Jadi Daftar Perseroan dan Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
diselenggarakan dan dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dengan
tujuan agar pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan terbatas mengetahui
dengan pasti hal-hal yang terkait dengan perseroan terbatas tersebut.
Pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian, perihal pengumuman ini bukan merupkan hal yang sangat prinsip bagi
Direksi perseroan perihal pertanggungjawaban secara pribadi karena sahnya suatu
Berita Negara Republik Indonesia. Jika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995, selama pendaftaran dan pengumuman dilakukan, setiap anggota Direksi secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan
perseroan. Pelanggaran atau kelalaian atas pelaksanaan kewajiban untuk mendaftarkan
sesuai peraturan yang berlaku, diancam dengan sanksi pidana atau perdata.
Pengumuman dan pendaftaran perseroan yang berdasarkan Undang-Undang Perseroan ini
dilakukan oleh Menteri tidak lagi memiliki keterkaitan langsung dengan tanggung jawab
anggota Direksi, tetapi lebih pada pengumuman kepada para pihak lain dan data yang
akan dipergunakan oleh Menteri terkait sehubungan dengan pendataan perseroan di
Indonesia, yang ketentuan pendaftaran dan pengumumannya akan diatur dalam suatu
perundang-undangan67
Oleh karena itu sehubungan dengan aspek yuridis ini, apabila suatu perseroan
Terbatas akan melakukan perbuatan hukum dalam memperoleh pemberian kredit dari
Bank maka menurut UUPT harus tetap berpegang pada :
a. Apabila suatu Perseroan Terbatas di mana akta pendiriannya belum mendapat
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia maka akta pendirian tersebut
masih berupa hubungan kontraktuil antara para pendiri atau pemegang sahamnya.
Maka, apabila Perseroan Terbatas tersebut menjadi Debitur, semua pendiri atau
pemegang sahamnya dan semua pengurus (anggota Direksi dan Dewan Komisaris)
harus setuju secara tertulis atau ikut menandatangani perjanjian kredit yang dibuat
dengan Bank.
b. Apabila suatu Perseroan Terbatas telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, serta telah didaftarkan pada Daftar Perusahaan dan diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia maka kewenangan untuk mewakili Perseroan Terbatas
dalam perjanjian kredit dapat dilihat pada ketentuan anggaran dasar perseroan tersebut.
Bahkan, didalam UUPT dimuat ketentuan yang mengatur tata cara yang harus
ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak atau tanggung jawab yang timbul dari
perbuatan hukum pendiri yang dibuat setelah perseroan didirikan, tetapi belum disahkan
menjadi badan hukum, yaitu melalui penerimaan secara tegas oleh perseroan, pengalihan
hak, serta tanggung jawab, dan pengukuhan perbuatan hukum oleh perseroan.
A.2. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Perubahan anggaran dasar dalam perseroan harus ditetapakan oleh RUPS (RUPS)
dengan mencantumkan dengan jelas dalam acara/agenda surat pemanggilan RUPS kepada
para anggota RUPS (pasal 19). Jika dalam rencana /agenda RUPS tidak mencantumkan
perihal perubahan anggaran dasar, anggota dalam RUPS dapat menolak untuk
pembahasan perubahan anggaran dasar tersebut.
Perubahan anggaran dasar perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan,
kecuali dengan persetujuan kurator. Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud
dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan persetujuan anggaran
dasar kepada Menteri (pasal 20).
Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran
dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh
A.2. a. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang harus mendapat persetujuan Menteri
Perubahan anggaran dasar perseroan yang harus mendapat persetujuan Menteri
diatur dalam pasal 21 (ayat 2). Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tersebut meliputi :
a. Nama perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan; b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. Jangka waktu berdirinya perseroan;
d. Besarnya modal dasar;
e. Pengurangan modal ditempatkan dandisetor; dan/atau
f. Status perseroan yag tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
Hal-hal yang disebut di ataslah yang dikategori perubahan anggaran dasar “tertentu” yang
mesti mendapat “keputusan persetujuan” dari Menteri, barulah perubahan itu sah dan
efektif berlaku.
Perubahan anggaran dasar ini dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam
bahasa Indonesia. Perubahan yang dimaksud diatas mulai berlaku sejak tanggal terbitnya
keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
A.2. b. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang cukup dengan pemberitahuan Menteri
Dalam pasal 21 (ayat 3) disebutkan bahwa perubahan anggaran dasar selain yang
dimaksud dalam 21 (ayat 2) di atas, cukup diberitahukan kepada Menteri.
Oleh karena itu, tidak disyaratkan harus mendapat Keputusan persetujuan Menteri, cukup
Dengan demikian, untuk memperoleh keabsahan atas perubahan anggaran dasar
dari Menteri ada yang berbentuk “persetujuan” untuk perubahan anggaran dasar tertentu,
dan yang berbentuk “pemberitahuan” untuk pemberitahuan lainnya di luar anggaran dasar
tertentu.
Selanjutnya sama halnya dengan perubahan anggaran dasar tertentu, perubahan anggaran
dasar yang dimaksud dalam ayat (3) ini pun wajib dimuat dalam akta Notaris dalam
bahasa Indonesia. Dan perubahan anggaran dasar ini mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
Dalam aspek legalitas perusahaan ini yang perlu diperhatikan, disamping
mengenai status badan hukum perseroan tersebut juga perlu diperhatikan mengenai pajak
(NPWP), ijin-ijin dan jaminan yang berhubungan perusahaan (perseroan terbatas) tersebut.
B. Aspek Manajemen dan Organisasi
Sistem manajerial berkembang sebagai kebutuhan untuk mengatur dan
mengkoordinasikan pekerjaan dalam organisasi perusahaan.
Dalam UUPT kita kenal 3 (tiga) organ, yaitu Direksi, Dewan Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dan pada perseroan terbatas, perusahaan dipimpin oleh sekelompok pimpinan yang
disebut Direksi. Direksi terdiri dari Presiden Direktur atau Direktur Utama dan beberapa
orang Direktur yang memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman dari berbagai displin
Jadi Direksi yang menjalankan manajemen perusahaan dan Dewan Komisaris yang bertugas mengawasi jalannya manajemen (pengurusan) perusahaan oleh Direksi. Sedangkan RUPS merupakan persekutuan modal dari para pendiri perseroan terbatas dan sekaligus sebagai pemegang saham perseroan terbatas yang telah memberikan konstribusi modal (kapital) awal (initial capital) untuk menjalankan kegiatan usaha serta seyogianya setiap keputusan yang menyangkut tujuan awal (original objective) para pendiri dalam mendirikan perseroan terbatas berada di tangan mereka melalui RUPS. Disamping itu pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris bukan dari Rapat Direksi atau Dewan Komisaris namun diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dan ini memperlihatkan kekuasaan yang besar yang tidak dipunyai oleh organ perseroan terbatas lainnya, yaitu Direksi dan Dewan Komisaris.68
Undang Undang Perseroan Terbatas dengan tepat menggambarkan kedudukan RUPS
tersebut sebagaimana dalam pasal 1 ayat (4) yang berbunyi:
“Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.”
Organisasi pada dasarnya merupakan suatu tempat atau alat yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pada proyek aspek atau usaha yang akan dibiayai kredit bank sangat perlu dilakukan penilaian aspek manajemen dan organisasinya. Simpulan penilaian aspek ini harus dapat menentukan tentang kecukupan manajemen ketrampilan teknis (technical and managerial skill). Penyaluran kredit hendaknya lebih didasarkan pada prinsip saling menguntungkan (win-win solution). Pada keadaan seperti ini, pihak perbankan melakukan pemilihan secara selektif dari usaha/proyek yang prospektif dan dikelola
secara potensial. Tindakan ini sebagai cermin operasi bank yang hati hati (prudent banking operation). 69
Oleh karena itu di dalam suatu perusahaan perseroan terbatas, pimpinan dan
kepemimpinan mempunyai peran yang sangat menentukan maju mundurnya perusahaan.
Pemimpin merupakan orang-orang yang memimpin serta bertanggung jawab atas
68 Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009) halaman 2
terselenggaranya proses penggerakan orang-orang atau karyawan dan pengarahan fasilitas
dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan. Betapapun besarnya modal
yang dimilikinya, namun bila pimpinan perusahaan tersebut tidak mampu mengelolanya,
maka pada waktu yang tidak lama perusahaan itu akan terancam kesulitan (kebangkrutan).
Oleh karena itu, karena begitu pentingnya peranan pimpinan perusahaan, pimpinan
perusahaan disamping mempunyai status kedudukan pimpinan, haruslah benar-benar
memiliki kualitas yang memadai sebagai pemimpin. Penilaian aspek manajemen meliputi
pengamatan /penilaian terhadap kualitas orang-orang yang menduduki posisi penting,
sampai berapa jauh mampu menerapkan fungsi manajemen dan menjalankan perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, hendaknya ditelaah pula apakah struktur organisasi
dalam perusahaan tersebut cukup menunjang keberhasilan pimpinan perusahaan tersebut
dalam menjalankan perusahaannya.
B.1. Direksi
Dalam UUPT pasal 1 ayat (5) dijelaskan bahwa yang dimaksud daripada Direksi
adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
Jadi tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan pengurusan
Perseroan atau dengan kata lain Perseroan diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi.
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar perseroan.
Dan dalam penjelasannya ini dijelaskan :
ayat (1) Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain, meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan.
ayat (2) Yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang, antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia,
dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan meliputi tugas
atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta
kekayaan Perseroan. Dengan kata lain melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis
Perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dalam
batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan undang-undang dan anggaran dasar
kepadanya.70
Tugas dan tanggung jawab Direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh
Undang-Undang. Dengan demikian keberadaan Direksi dalam suatu perseroan juga diatur
berdasarkan Undang-Undang.
Dengan demikian dari tugas Direksi yang harus mengelola perseroan, wajib
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya di RUPS, bahwa Direksi telah
menjalankan perseroan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ketentuan anggaran
dasar perseroan.
Melihat tanggung jawab Direksi yang demikian itu maka untuk menjadi Direksi dalam
pasal 93 ayat (1) menentukan syaratnya sebagai berikut:
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbutan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatannya pernah :
a. Dinyatakan pailit;
b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi
teknis yang berwenang menetapkankan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundangan-undangan.
Dalam Perseroan Terbatas, Direksi perseroan dapat terdiri atas 1 (satu) anggota
Direksi atau lebih (ayat 3). Sedangkan dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota
Direksi atau lebih pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS (ayat 5).
Dan dan dalam hal RUPS sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (5) tidak menetapkan
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan Keputusan
Direksi (ayat 6).
Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami
menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya
penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
Mengenai pengaturan pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota
Direksi dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan dalam pasal 94, yang
menyebutkan :
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan , penggantin dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar perseroan.
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi atas pengangkatan dirinya sendiri.
Selanjutnya apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas maka pengangkatan,
anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 95 ayat (1) Undang-Undang tersebut dan
dalam ayat (2) nya di disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus
mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam surat
kabar dan pemberitahuannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.
B.2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris dalam pasal 108 ayat (1) bertugas melakukan pengawasan atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan
maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Berbeda dengan Direksi, dalam hal perseroan yang mempunyai Dewan Komisaris
yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota
Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan
Dewan Komisaris. Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 108 ayat (4).
Sama hal dengan anggota Direksi, maka anggota Dewan Komisaris dalam pasal
110 Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan:
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang
cakap melakukan perbutan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
a. Dinyatakan pailit;
b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau
c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Ketentuan persyaratan dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi
teknis yang berwenang menetapkankan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundangan-undangan
Mengenai pengaturan pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota
Direksi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan dalam pasal 111, yang
menyebutkan:
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantin dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.
Selanjutnya apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas maka pengangkatan,
penggantian dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris tersebut batal karena hukum
sejak saat anggota Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 112 ayat (1) Undang-Undang tersebut dan
dalam ayat (2) nya di disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diketahui, Direksi harus harus mengumumkan batalnya pengangkatan
anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat kabar dan pemberitahuannya
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.
B.3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Secara umum, menurut pasal 1 ayat (4), RUPS sebagai organ Perseroan
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris,
namun dengan batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar
Perseroan.
Kemudian kewenangan RUPS tersebut, dikemukakan ulang lagi pada pasal 75 ayat (1)
yang berbunyi :
Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ tertinggi perseroan. Namun itu tidak persis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih tinggi dari Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang dimiliki. 71
Diantara kewenangan yang dimiliki RUPS adalah mengangkat anggota Direksi
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 94 ayat (1) dan memberhentikan anggota
Direksi dalam pasal 105 ayat (2) serta mengangkat anggota Dewan Komisaris dalam pasal
111 ayat (1).
RUPS terdiri atas RUPS tahunan atau RUPS lainnya. Hal ini diatur dalam pasal 78
ayat (1). Dan dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktek
sering dikenal sebagai RUPS luar biasa.
Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan RUPS tahunan
maupun luar biasa adalah Direksi. Hal itu ditegaskan dalam pasal 79 ayat (1).
Penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenuhnya merupakan inisiatif dari Direksi.
Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penyelenggaran RUPS tahun atau
RUPS luar biasa dilakukan atas permintaan sebagaimana yang diatur pasal 79 ayat (2)
yaitu :
a. 1(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah yang lebih kecil, atau
b. Dewan Komisaris
Sedangkan kuorum dan keputusan RUPS untuk perubahan anggaran dasar
undang-undang mengaturnya sebagai berikut:
1. Pada RUPS pertama, rapat dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarakan, kecuali anggaran dasar menentukan
kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang
lebih besar (Pasal 88 ayat 1).
2. Selanjutnya dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua
(pasal 88 ayat 2). RUPS kedua sah dan berhak mengambil Keputusan jika dalam dalam
rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan /atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 88 ayat 3).
3. Sedangkan RUPS ketiga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (pasal 88 ayat 4).
Sehubungan dengan aspek manajemen dan organisasi ini, perseroan terbatas
sebagai badan hukum dalam mengajukan pinjaman kepada Bank, maka Bank wajib
melakukan proses yang disebut BI-Checking sebelum persetujuan kredit dilakukan.
Sistem Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang menyediakan informasi Debitur yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima oleh Bank Indonesia.72
Jadi dalam SID merupakan suatu sistem yang didalamnya berisi data debitur dari seluruh
anggotanya yang terdiri dari Bank Umum, BPR, dan beberapa Perusahaan Pembiayaan.
Hasil keluaran atau output yang diperoleh dari pengecekan disebut Informasi Debitur
Individual (IDI). Dan didalam IDI dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi
pembayaran debitur, digambarkan dengan informasi hari tunggakan dan kualitas kredit,
seperti apakah status pembayarannya lancar, kurang lancar, dalam perhati khusus,
diragukan atau macet.
Contohnya apabila debitur pernah menunggak pembayaran kredit dan
dikategorikan macet dalam waktu 2 (dua) tahun terakhir, maka data tersebut akan terlihat
di BI-Checking yang di akses.
Yang perlu juga diketahui adalah bahwa input data yang berisi informasi kualitas
kredit ini bersumber dari bank atau perusahaan pembiayaan yang menjadi anggota SID,
dan bukan dari BI. Jadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kebenaran data yang
disampaikan kepada BI adalah pemilik data, yaitu lembaga keuangan anggota SID.
Tentunya BI sebagai pengelola data sangat “concern” dengan akurasi data yang
ditampilkan dalam BI-Checking, oleh karena itu BI mengeluarkan ketentuan yang berlaku
untuk anggota SID agar menyampaikan data yang urat, termasuk pengenaan sanksi
apabila mereka tidak menyampaikan data yang benar.73
72 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/14/PBI/2007, pasal 1 angka 9.
Jadi tujuan daripada BI-Checking ini bagi bank dan lembaga keuangan lainnya
adalah diharapkan bisa membantu proses persetujuan kredit serta menjadi alat untuk
pelaksanaan manajemen resiko khususnya resiko kredit. Penggunaan BI-Checking juga
diharapkan bisa signifikan menekan angka kredit bermasalah, sehingga proses
intenmediaasi perbankan dapat berjalan. Dalam prakteknya kalangan Bank dalam
melakukan Checking terhadap Debitur perseroan terbatas, selain melakukan
BI-Checking terhadap perusahaannya juga terhadap pengurusnya yaitu anggota Direksi dan
anggota Komisaris perseroan bahkan juga para pemegang sahamnya jika pemegang
sahamnya bukan merupakan anggota Direksi dan anggota Komisaris. Hal ini agar Bank
sebagai pemberi kredit (kreditur) dapat mengetahui profil calon debiturnya atas fasilitas
kredit yang pernah diperoleh atau sedang dimiliki oleh perusaahan, anggota Direksi,
anggota Komisaris bahkan para pemegang saham. Semua infomasi dan data yang
didapatkan menjadi masukkan bagi Bank sebagai pemberi kredit untuk menindaklanjuti
permohonan kredit oleh perusahaan Perseroan Terbatas.74
Disamping itu Bank juga menganalisa terhadap kelayakan usaha perusahaaan
dengan mengecek legalitas atas segala ijin-ijin perusahaan dan berhubungan dengan usaha
perusahaan tersebut seperti Surat Ijin Tanda Usaha (SITU), Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Ijin Industri dan surat-surat lainnya yang
disesuaikan dengan bidang usaha yang dijalankan oleh perusahaan calon debitur tersebut.
Secara umum bagi debitur perusahaan (badan hukum), bank mensyaratkan usaha
74 Hasil wawancara dengan Bapak Budi Fransetia Tarigan, Credit Approver Comercial Bangking,
perusahaan tersebut telah berjalan minimal 2 (dua) tahun. Berhubungan dengan kelayakan
usaha ini bank juga melakukan track checking, yaitu mengenai pengecekan hubungan
antara perusahaan calon debitur dengan kolega ataupun rekan binisnya. Misalnya dengan
buyer dan suppliernya dapat dimintakan informasi dan data mengenai rata-rata jumlah
transaksi, bagaimana cara pembayarannya, ketepatan waktu order delivery dan
sebagainya. Sehingga dengan informasi dan data ini bank sebagai pemberi kredit dapat
mengetahui sumber dana serta kemampuan debitur dalam mengembalikan dan melunasi
pinjamannya kepada bank termasuk juga prospek kegiatan usaha debitur serta
resiko-resiko bisnis yang mungkin timbul.75
C. Aspek Risiko
Dalam pemberian kredit agar kredit atau pembiayaan tidak menjadi macet, maka
dalam memberikan kredit dan pembiayaan, haruslah cukup kehati-hatian dari pihak
kreditur dengan menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yag relevan. Untuk itu
perlu pengawasan terhadap suatu pemberian kredit.76
Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian resiko melalui
penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.
Bank Indonesia megeluarkan ketentuan mengenai pemberian kredit yang sehat
berdasarkan Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank
Umum (PPKPB) yang diatur dalam Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
75
Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang Medan-Diponegoro, di Medan, Senin, tanggal 12 April 2010.
76 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005) halaman
27/162/KEP/DI dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret
1995. Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tersebut agar bank-bank menyalurkan
kreditnya secara sehat yang diatur dalam Penyusunan Pedoman kebijaksanaan Perkreditan
Bank sendiri merupakan pedoman yang mempunyai cakupan luas mulai dari proses
pengajuan kredit sampai dengan/tata cara penyelesaian kredit.
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanan Perkreditan Bank sekurang-kurangnya
mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organsisasi dan manajemen
perkreditan, kebijaksanaan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit,
pengawasan kredit dan penyelesaian kredit bermasalah.77
Sehubungan hal tersebut diatas maka yang menjadi faktor pertama yang perlu
diperhatian dalam pemberian kredit kepada perseroan terbatas adalah karakter dari
manajemen ,yaitu orang-orang yang mengelola bisnis. Karakter ini berhubungan dengan
kejujuran , moral, dan kesedian manajemen bekerja sama dengan bank. Bank selalu ingin
agar kredit yang diberikannya dapat dikembalikan sesuai perjanjian. Oleh karena itu bank
hanya akan memberikan kredit kepada debitur yang memiliki itidak baik dan memiliki
komitmen yang tinggi untuk memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Bank tidak akan
dan tidak boleh memberikan kredit kepada debitur yang memiliki itikad tidak baik.
Menilai karakter memang sulit, malah dapat dikatakan paling sulit. Walaupun demikian,
penilaian ini harus tetap dilakukan.
Untuk menilai karakter debitur Account Officer bank dapat mengumpulkan informasi dari berbagai sumber sebagai berikut : 78
a. Sesama Account Officer, baik dari bank yang sama maupun dari bank yang berbeda. Bila pengecekan dilakukan ke bank lain, ini disebut bank checking. b. Nasabah Bank yang memiliki bidang usaha yang sama dengan (calon) debitur. c. Supplier atau mitra bisnis dari (calon) debitur. Dari para mitra bisnis ini kita dapat mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan debitur, misalnya kebiasaan membayar (tepat waktu atau suka terlambat), ketepatan pengiriman barang dan lain lain. Pengecekan informasi ke mitra dagang ini sering disebut trade checking.
Oleh karena itu untuk mengurangi dan menghindari risiko-risiko yang mungkin
timbul terjadi dikemudian hari, maka setiap kredit yang diberikan-bagi aparat perkreditan
bank-haruslah berpedoman pada tiga hal pokok, yaitu aman, terarah, dan menghasilkan.
Aman dalam arti legal risk, yaitu bahwa setiap kredit yang diberikan telah terbebas dari
segala kekurangan, baik mengenai kewenangan subjek hukum, objek hukum, maupun
mengenai jaminan dan yang menyangkut dengan pihak-pihak lainnya. Dengan demikian
apabila di kemudian hari terjadi kredit bermasalah, bank telah mempunyai alat bukti yang
sempurna dan kuat untuk menjalankan suatu tindakan hukum jika dianggap perlu.
Terarah dalam arti bahwa setiap kredit yang diberikan harus sesuai dengan
peruntukannya, baik dari segi siapa penerima kreditnya maupun dari segi kegunaannya,
terutama jika dihubungkan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka memajukan
suatu sektor usaha.
Menghasilkan dalam arti bahwa setiap pelepasan kredit akan memberikan keuntungan,
baik bagi bank maupun bagi penerima kreditnya/debiturnya serta meningkatkan
kesejahteraan/taraf hidup orang banyak. 79
78 Jopie Jusuf, Analisa Kredit Untuk Account Officer, Cetakan kesepuluh (Jakarta: PT. Gramedia
Salah satu unsur yang selalu melekat dalam setiap bisnis adalah risiko. Risiko atas
suatu hal adalah bersifat merugikan, dan sebagi unsur musibah atau malapetaka, resiko
datangnya tidak pasti serta tidak dapat diduga, dan dapat terjadi dengan tiba-tiba. Atas
pertimbangan itu, pelaku bisnis berusaha untuk dapat menghilangkan atau paling tidak
mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam setiap bisnisnya. Salah satu cara yang
sering ditempuh adalah dengan risk transfer (mengalihkan risiko) tersebut kepada pihak
lain, yang memang dimungkinkan, baik dari segi yuridis maupun dari segi bisnis, yang tak
lain adalah asuransi.
Demikian juga dalam perbankan, untuk lebih memberi pengamanan atau perlindungan
bagi bank dan debitur, biasanya debitur dan agunan diasuransikan sehingga terhindar dari
risiko kerugian yang bisa timbul karena adanya kematian (asuransi jiwa kredit) dan
kebakaran (asuransi atas agunan).80
D. Aspek Jaminan
Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam permohonan kredit pada bank adalah
aspek jaminan atau dalam kredit disebut juga collateral.
Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit
yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh
79 H.R. Daeng Naja, Op.cit, halaman 332
mana resiko kewajiban financial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan ini
meliputi jenis, lokasi , bukti pemilikan, dan status hukumnya. 81
Pada hakikatnya bentuk jaminan (collateral) tidak hanya berbentuk kebendaaan,
baik berupa jaminan kebendaan barang bergerak dan jaminan kebendaan barang tak
bergerak, tetapi juga jaminan (collateral) yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi
(personal guarantee/borgtocht) dan jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Penilaian terhadap jaminan atau collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi
sebagai berikut:
a. Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan.
b. Segi yuridis, yaitu apakah jaminan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk
dipakai sebagai jaminan.
Risiko pemberian kredit dapat dikurangi sebagian atau seluruhnya dengan meminta
jaminan (collateral) yang baik kepada debitur.
Untuk kepentingan bank, dalam hal menjamin pengembalian kredit yang
diberikan, maka jaminan atau agunan yang diserahkan oleh debiturnya, haruslah dilakukan
pengikatan atau pembebanan hak tanggungan. Mengenai pengikatan jaminan atau
lembaga jaminan ini, oleh Bank Indonesia dalam Surat Edarannya (SE-BI) Nomor :
4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972, menyebutkan bahwa untuk benda-benda tidak
bergerak dipakai lembaga fiducia dan atau gadai, dan untuk benda benda tak bergerak
dipakai lembaga jaminan hipotik dan atau credietverband (sekarang hak tanggungan).
Kemudian dalam SE-BI Nomor : 23/6/UKU tanggal 23 Februari 1991, disebutkan
bahwa pengikatan jaminan/agunan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
D. 1. Jaminan Kebendaan
Salah satu penggolongan atas benda menurut sistem hukum perdata Indonesia
yang penting adalah penggolongan mengenai benda bergerak dan benda tak bergerak.
Dengan adanya pembedaan benda bergerak dan benda tak bergerak tersebut maka terjadi
pembedaan dalam hal pembebanan jaminan.
Pembedaan benda-benda tersebut sesuai ketentuan undang-undang mempunyai
bentuk pengikatan jaminan yang berbeda-beda sehingga seorang analis kredit bank harus
mengetahui macam-macam atau jenis benda dan bentuk pengikatan atas benda itu.
Dalam praktek jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari
kekayaan seseorang (si pemberi jaminan), yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas
sebagian kekayaan tersebut dan semuannya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban
si debitur, bila diperlukan.
Kekayaan tersebut dapat berupa kekayan debitur itu sendiri, ataupun kekayaan
pihak ketiga. Dengan demikian menurut R.Soebekti, maka pemberian jaminan kebendaan
kepada si kreditur, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditur lainnya. 82
82 R.Soebakti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan
D.1.a. Jaminan Kebendaan Barang Bergerak
Mengenai pengaturan pembebanan terhadap bank jaminan kebendaan barang
bergerak atas hutang debitur diantaranya yang lazim kita kenal dengan penyerahan
jaminan dengan Fidusia.
“Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.
Pengaturan hal ini dapat kita lihat dalam Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fiducia.
Dalam Pasal 1 butir 2, disebutkan Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagi agunan bagi perlunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Oleh karena itu obyek fiducia tetap dikuasai oleh pemberi fidusia, sedangkan penyerahan
yang berlangsung adalah penyerahan pemilikan atas obyek fidusia dari pemberi fidusia
kepada penerima fidusia.
Sedangkan yang mejadi obyek dari fiducia adalah barang bergerak bertubuh atau
tidak bertubuh. Dan lazimnya dalam praktek perbankan yang sering dilakukan oleh bank
berupa kendaraan-kendaraan, mesin-mesin, alat-alat berat, persedian barang dagangan
(inventory), dan lain sebagainya.
Untuk obyek fidusia berupa kendaraan-kendaraan, mesin-mesin dan alat-alat berat,
menyewakan atau mengalihkan haknya. Dan untuk obyek berupa persediaan barang
dagangan (inventory), pemberi fidusia dalam kapasitas sebagai kuasa dari penerima
fidusia berhak menukar atau menjual atau mengalihkan obyek fidusia kepada pihak lain,
dan bila hal tersebut berlangsung maka pemberi fidusia wajib menyediakan pengganti dari
obyek fidusia yang digunakan/ditukar/dijual dengan obyek fidusia lainnya sesuai
perjanjian yang jumlah serta nilainya minimal sama dan terikat juga sebagai jaminan
seperti inventory yang diagunkan tersebut.
Proses pembebanan fidusia dilakukan dengan cara dibuat dengan akta Notaris
dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Hal ini diatur dalam pasal 5
ayat (1). Dan selanjutnya Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan
Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
dari pendaftaran itu akan diberikan sertifikat fidusia kepada penerima fidusia/kreditur.
Jadi jaminan fidusia memberikan hak preferent, dimana kreditur sebagai penerima fidusia
memiliki hak yang didahulukan (preferent) terhadap kreditur lainnya, artinya jika debitur
cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka Kreditur penerima fidusia mempunyai
hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan Kreditur mendapat hak
didahulukan untuk mendapat pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia
tersebut.
Disamping penyerahan jaminan dengan fidusia, terdapat juga penyerahan jaminan
dengan Gadai.
Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pasal 1150 disebutkan bahwa yang
“ Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara diduhulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”
Dan yang menjadi obyek gadai adalah barang bergerak bertubuh dan tidak bertubuh,
diantaranya saham, deposito, emas dan lain sebagainya.
Proses pembebanan jaminan dengan gadai adalah :
a. Penandatanganan perjanjian pemberian dan penerimaan gadai.
b. Penyerahan obyek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai.
Jadi dalam gadai terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan obyek
gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dana pembebanan jaminan gadai hapus
bila obyek gadai berpindah kepada pemberi gadai.
Jaminan gadai memberikan hak preferent, dimana kreditur sebagai penerima gadai
mempunyai hak yang didahulukan (Hak Preferent) terhadap kreditur lainnya artinya bila
debitur dinilai cidera janji atau lalai maka Kreditur penerima gadai mempunyai hak untuk
menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan digunakan terutama untuk melunasi
hutangnya. Apabila terdapat kreditur lain yang juga memiliki tagihan kepada debitur
tersebut, kreditur belakangan ini tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditur yang
pertama mendapat pelunasan.
Dalam praktek perbankan terhadap debitur Perseroan Terbatas terhadap jaminan
barang produksi, tagihan kepada pihak ketiga kepunyaan perseroan maupun deposito milik
perseroan atau pemegang saham.83
D.1.b. Jaminan Kebendaan tidak Barang Bergerak
Pembebanan jaminan atas kebendaan barang tidak bergerak atas pemberian kredit
pada debitur dalam praktek perbankan umumnya dilakukan dengan Hak Tanggungan,
khususnya pemberian jaminan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terdapat diatasnya.
Hal ini pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
Dalam pasal 1 ayat( 1) dijelaskan, “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan suatu utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur (kreditur) lainnya”.
Sedangkan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan yang mejadi obyek Hak Tanggungan adalah : Hak Atas Tanah, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.
Proses pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)dan selanjutnya pemberian Hak
Tanggungan tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di
wilayah obyek tanah yang dibebankan hak tanggungan itu berada. Kemudian dari
pendaftaran tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten /Kotamadya tersebut akan
timbullah sertifikat hak atas tanah yang telah dibebani Hak Tanggungan dan sertifikat Hak
Tanggungan.
83 Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang
Hak Tanggungan memberikan hak preferent kepada kreditur pemegang Hak
Tanngungan dan Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu
berada (droit de suite).
Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, dimana kreditur sebagai
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan
jika debitur cidera janji. Dasar hukum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan dan penjelasan yang menegaskan:
“Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut“.
Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu
perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan
atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang
Hak Tanggungan.
Dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Hak Tanggungan nomor 4
Tahun 1996 intinya menegaskan: sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan
kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“.
Mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek
sepanjang mengenai hak atas tanah.
Dengan sifat ini, jika debitur cidera janji maka kreditur sebagai pemegang Hak
Kantor Lelang Negara (sekarang kantor Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara) tanpa
perlu persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat eksekusi dari
Pengadilan. Hanya pemegang Hak Tanggungan pertama yang mempunyai hak Parate
Eksekusi bila terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Penjualan benda
jaminan yang dilakukan langsung oleh kreditur dengan bantuan Kantor Lelang Negara
tanpa persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat Pengadilan disebut
Parate Eksekusi. Sifat Hak Tanggungan yang memberikan hak Preferent dan memberikan
kemudaan dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi adalah sifat-sifat yang kuat dari Hak
Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang sukai di lingkungan Perbankan/Kreditur.
Jadi jaminan yang diberikan seperti ini adalah merupakan jaminan utama yang
dimintakan oleh bank kepada debitur perseroan terbatas, yaitu berupa tanah dan bangunan,
baik itu milik yang terdaftar atas nama perseroan terbatas, anggota direksi, dan anggota
dewan komisaris maupun para pemegang saham.84
D. 2. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee/Borgtocht)
Selain jaminan yang bersifat kebendaan, baik kebendaan bergerak maupun
kebendaan tak bergerak, ada juga jaminan bersifat perorangan (personal guarantee/
borgtocht). Dalam praktek perbankan khususnya dalam memberikan kredit, biasanya
dipersyaratkan adanya jaminan perorangan atau borgtocht. Borgtocht atau jaminan
perorangan pada umumnya merupakan jaminan tambahan mengingat jaminan pokok
84
Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang