• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Atas Klausula Pelarangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Hukum Atas Klausula Pelarangan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BERBAGAI ASPEK YANG MENJADI PERTIMBANGAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA PERSEROAN TERBATAS

Dalam pemberian kredit ada berbagai aspek yang menjadi pertimbangan bank

dalam pemberian kredit kepada perseroan terbatas. Bank dalam hal ini sebagai pemberi

kredit kepada debitur/nasabahnya akan menganalisis mengenai berbagai aspek dari

pemohon kredit tersebut. Setelah melakukan analisa aspek-aspek tersebut, bank akan

menyetujui atau menolak permohonan kredit. Jika bank menyetujuinya, maka calon

debitur akan memperoleh offering letter atau surat persetujuan prinsip bersyarat dari bank

yang bersangkutan. Perjanjian dan pemufakatan kredit, biasanya dituangkan dalam surat

perjanjian kredit yang dilakukan antara pemberi dan penerima kredit. 59

Oleh karena itu dalam proses pemberian kredit harus disertai dengan analisa secara

mendalam mengenai calon nasabah.

Seorang analisis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu memahami seluk beluk aspek-aspek yang menjadi pertimbangan bank dalam pemberian kredit, karena hal ini yang menentukan disetujui atau tidaknya kredit yang dimohonkan calon debitur. Dalam hal ini setidak-tidaknya ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dan perhatian bank terhadap debitur badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas dalam mengajukan permohonan kredit pada bank, diantaranya : aspek legalitas perusahaaan, aspek manajemen dan organisasi, aspek risiko, aspek jamian dan aspek dokumentasi.60

60 Hasil wawancara dengan Bapak Alex, Relationship Offiser Approver Comercial Banking , Bank

(2)

Setiap pemberian kredit akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak yang

bersepakat. Maka aspek hukum menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam

perkreditan. Bank dan nasabah harus mengetahui dan melaksanakan ketentuan-ketentuan

yang disepakati bersama serta masing-masing pihak tidak mengabaikan ketentuan dan

peraturan yang berlaku.61

Salah satu yang merupakan bagian dari aspek hukum tersebut dalam pemberian

kredit adalah aspek legalitas perusahaan. Aspek ini penting karena apabila pemahaman

aspek ini keliru maka dapat mengakibatkan perjanjian kredit yang dibuat menjadi batal

demi hukum atau dapat dibatalkan akibatnya merugikan bank sebagai pemberi kredit.

Sebagaimana dikemukan di atas bahwa setiap pemberian kredit, akan timbul hak

dan kewajiban. Bank hanya dapat mempertimbangkan pemberian kredit bila pemohon

tersebut merupakan subjek hukum karena subjek hukum merupakan pendukung hak dan

kewajiban artinya dapat menerima hak dan kewajiban. Subjek hukum dapat berbentuk

manusia secara pribadi maupun badan-badan hukum.

Manusia sebagai pribadi/orang mampu dan cakap untuk melakukan suatu tindakan

hukum oleh undang-undang (KUH Perdata) ditentukan antara lain :

a. Telah dewasa, yaitu mencapai 21 tahun atau telah menikah;

b. Telah ditaruh di bawah perwalian;

c. Tidak ditaruh di bawah pengampuan (curatele).

(3)

Dengan demikian, tidak semua manusia pribadi/orang dapat dikatakan subjek hukum yang

cakap. Oleh karena itu, bank hanya akan mempertimbangkan permohonan kredit dari

orang/manusia pribadi yang cakap seperti yang tercantum di atas karena merekalah yang

dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.

Badan-badan (perkumpulan-perkumpulan) tertentu di dalam hukum dapat

memiliki hak-hak dan kewajiban seperti manusia. Badan-badan

(perkumpulan-perkumpulan) tersebut untuk mejadi badan hukum, terlebih dahulu harus memiliki

persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku.

Perseroan Terbatas untuk dapat dikatakan berbadan hukum, dapat dilihat dari anggaran

dasar/akta pendiriannya apakah telah memenuhi persyaratan sebagai badan hukum sesuai

dengan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas. Pihak dalam organ perseroan yang secara sah bertindak

mewakili badan hukum perseroan dimaksud dapat dilihat dalam anggaran dasar/akta

pendirian tersebut. Jadi hal ini penting diketahui dan dipahami mengenai subjek hukum

dalam hubungannya dengan pemberian kredit adalah perusahaan terbatas, maka perlu

diteliti perseroan tersebut apakah telah berbadan hukum atau tidak dan apakah pemohon

berwenang mengajukan permohonan kredit sesuai akta anggaran dasar perseroan dan

ketentuan undang-undang perseroan terbatas.

(4)

A.1. Pendirian Perseroan Terbatas

Pendirian Perseroan Terbatas dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 40

tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan

akta notaris yang dibuat dengan bahasa Indonesia.

Dalam rumusan tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa :

1. Pendirian suatu perseroan pada dasarnya adalah hubungan kontraktuil antara dua

orang/badan hukum atau lebih. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku

berdasarkan undang-undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,

perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari

satu orang pemegang saham.

2. Pendirian suatu perseroan haruslah dengan akta notaris, dengan kata lain tiada

berdiri suatu perseroan tanpa akta notaris. Bahkan, hal ini berlaku juga atas segala

perubahan anggaran dasar perseroan, haruslah dengan akta notaris.

Artinya segala perubahan anggaran dasar perseroan juga haruslah dibuat

dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya mengenai syarat sahnya pendirian perseroan terbatas menurut pasal 7

ayat (4), Perseroan harus memperoleh status badan hukum. Pasal tersebut berbunyi :

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.

Bertitik tolak dari ketentuan ini, agar suatu perseroan terbatas sah berdiri sebagai

badan hukum, haruslah mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam

(5)

A.1. a. Perseroan Terbatas yang belum Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri

Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan

perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam

bahasa Indonesia. Selanjutnya akta pendirian yang berupa anggaran dasar perseroan

tersebut dimohonkan kepada Menteri untuk memperoleh keputusan Pengesahan Badan

Hukum

Mengenai batas waktu penyampaian pengajuan permohonan untuk memperoleh

pengesahan badan hukum perseroan ini dilakukan, undang-undang telah mengaturnya

sebagaimana yang berbunyi dalam pasal 10 ayat (1) yaitu :

“Pemohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud Dalam Pasal 9 ayat (1), harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi dengan dokumen pendukung”.

Perbuatan hukum tersebut diatas dalam praktek hal ini dapat saja terjadi dimana perseroan

belum berbadan hukum tetapi hendak mengajukan kredit pada bank.

Mengenai hal ini dapat kita kategorikan dalam 2 (dua) hal, yaitu :

1. Calon pendiri mendirikan setelah Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007,

tanggal 16 Agustus 2007 dan belum memperoleh keputusan pengesahan badan

hukum dari Menteri.

2. Calon pendiri yang telah mendirikan perseroan berbadan hukum berdasarkan

Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 dan melakukan penyesuaian anggaran

(6)

Mengenai hal ini jelas diatur dalam pasal 13 ayat (1) menyebutkan :

“Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan, mengikat perseroan setelah menjadi badan

hukum apabila RUPS pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya”.

Dan ayat (2) nya menyebutkan :

“RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah

perseroan memperoleh status badan hukum”.

Apabila terjadi hal yang demikian maka dalam melakukan perbuatan hukum atas nama

perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh

semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan

Komisaris perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas

perbuatan hukum tersebut. Demikian dijelaskan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang

tersebut.

Perbuatan hukum atas nama perseroan adalah perbuatan hukum, baik yang

menyebutkan perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan

perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum.62

Yang dimaksud dengan tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak

mengikat perseroan adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut

62 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No.40 Tahun 2007) (Jakarta : Citra Aditya

(7)

secara pribadi dan perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang

dilakukan pendiri tersebut.

Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pendiri atas nama

perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut

menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan, dan tidak mengikat perseroan (pasal

14 ayat 2).

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat

melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan

hukum, tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan

Komisaris.

Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud karena hukum menjadi tanggung jawab

perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (pasal 14 ayat 3).

Sedangkan perbuatan hukum oleh pendiri atas nama perseroan yang belum

memperoleh status badan hukum hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab perseroan

setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS

yang dihadiri oleh semua pemegang saham perseroan (pasal 14 ayat 4).

Dalam praktek perbankan pihak Bank dalam perjanjian kredit yang dilakukan

terhadap perseroan yang belum memperoleh pengesahan status badan hukum dari

Menteri, selain mengikut sertakan semua pendiri dan seluruh anggota Direksi dan seluruh

anggota Dewan Komisaris, berikut dengan pasangan suami atau isterinya masing-masing,

bahkan juga memintakan personal guarantee dari semua anggota tersebut. Personal

(8)

Perseroan Terbatas setelah pendirian telah memiliki harta sendiri, yang merupakan

harta bersama yang terikat.

Terhadap perbuatan hukum atas nama perseroan terbatas yang belum memperoleh status

badan hukum tersebut, yang dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua

anggota Dewan Komisaris Perseroan, maka perbuatan hukum tersebut mengikat harta

kekayaan perseroan terbatas dan mereka semua yang menandatangani atau melakukan

perbuatan hukum tersebut.

Dengan demikian perikatan yang lahir dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh semua

anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris

Perseroan untuk perseroan terbatas dalam pendirian merupakan perikatan

tanggung-menanggung atau tanggung renteng antara pendiri, Direksi dan Dewan Komisaris

perseroan terhadap pihak ketiga.

Dengan makna tanggung renteng ini tidaklah berarti pihak ketiga dapat langsung mengambil pelunasannya dari para pendiri, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris perseroan terbatas dalam pendirian. Pelunasan kewajiban pihak ketiga harus dipenuhi terlebih dahulu dari harta kekayaan perseroan terbatas (meskipun perseroan terbatas belum berbadan hukum). Jika harta kekayaan perseroan terbatas tidak mencukupi barulah dapat dituntut pemenuhannya dari para pendiri, anggota Direksi dan atau Komisaris. 63

A.1. b. Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri

Seperti yang ditegaskan dalam pasal 1 UUPT bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Untuk memperoleh status badan hukum tersebut maka akta pendirian dari perseroan terbatas harus mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi

63 Gunawan Wijaya, Op.cit, dalam 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, halaman

(9)

Manusia (pasal 1 ayat 6 juncto pasal 1 ayat 7). Maksud dari pengesahan, dimana dengan demikian Pemerintah dapat mencegah berdirinya perseroan terbatas yang tujuannya melanggar hukum, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, dan yang mengandung hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.64

Dalam pasal 7 ayat (4) Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 telah jelas

disebutkan bahwa Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Akta pendirian yang berupa anggaran dasar yang telah memperoleh

Keputusan status badan hukum dari Menteri, boleh juga dikatakan merupakan perjanjian

yang berisi ketentuan tertulis mengenai kekuasaan dan hak-hak yang dapat dilakukan

pengurus perseroan. Anggaran Dasar merupakan dokumen yang berisi aturan internal dan

pengurusan perseroan. Dia berisi aturan pokok mengenai penerbitan saham, perolehan

saham, modal, RUPS (general meeting), hak suara (voting right), Direksi dan Dewan

Komisaris yang meliputi pengangkatan dan kekuasannya.65

Perseroan Terbatas setelah mendapat pengesahan adalah perseroan terbatas yang

telah berbadan hukum.

Dalam konteks ini, pendiri, anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi bertanggung jawab

terhadap perikatan perseroan. Pendiri sebagai pemegang saham hanya bertanggung jawab

sebatas modal yang dijanjikan untuk dimasukkan, kecuali melakukan pelanggaran

terhadap Anggaran Dasar Perseroan. Anggota Direksi Dan Komisaris tidak lagi

64 C.S.T. Kansil dan Cristine S.T.Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang No.40 Tahun 2007, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007) halaman 7

(10)

bertanggung jawab secara pribadi, kecuali dalam hal terjadinya pelanggaran yang diatur

dalam Undang Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

Pasal 3 UUPT menyebutkan :

Ayat (1) Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi

atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri perseroan bahwa pemegang saham

hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak

meliputi kekayaan pribadinya.

Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang sham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memamfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang

mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggungjawab

terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang

dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta

(11)

didirikan semata-mata sebagai alat digunakan oleh pemegang saham untuk memenuhi

tujuan pribadinya sebagai mana dimaksud dalam huruf (b) dan (d).

A.1. c. Pendaftaran dan Pengumuman Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum

Berbeda dengan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan

Terbatas ditentukan bahwa Direksi, perseroan wajib mendaftarkan dalam daftar

perusahaan. Namun dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 ketentuan tersebut diubah bahwa

Menteri yang berkewajiban menyelenggarakan daftar perseroan dan terbuka untuk umum

(Pasal 29 ayat 1 dan 5).

Daftar perseroan yang memuat data perseroan dimasukkan dalam daftar perseroan pada

tanggal yang bersamaan dengan tanggal :

a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan

atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;

b. Penerimaan pemberitahuan, perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan

persetujuan; atau

c. Penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan

merupakanperubahan anggaran dasar.

Ketentuan daftar perseroan ini juga berhubungan dengan Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Pemerintah nomor 24

Tahun 1998 dan aturan pelaksanaan yang diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian

dan Perdagangan Republik Indonesia nomor 12/MPP/Kep/1/1998 tentang

(12)

tersebut diadakan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perusahaan tersebut

mensyaratkan setiap perusahan wajib mendaftarkan perusahaan tersebut yang terdiri atas :

a. Akta pendirian sesuai dengan pengesahan Menteri Kehakiman (sekarang Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia).

b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.

c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.

Adapun tujuan dari pendaftaran perusahaan ini mencatat bahan-bahan keterangan

yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi

untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di

dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Oleh karena itu,

setiap perusahaan, termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan

usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah memiliki izin, wajib

didaftarkan dalam daftar perusahaan.

Pendaftaran ini memiliki pengecualian tidak wajib untuk melakukan pendaftaran,

yaitu: 66

a. Perusahaan yang diurus atau dikelola oleh pribadi pemiliknya sendiri, atau hanya

dengan memperkerjakan anggota keluarganya sendiri;

b. Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha atau surat keterangan yang

dipersamakan dengan itu yang ditertibkan oleh instansi yang berwenang, perusahaan

yang benar-benar hanya sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari hari

pemiliknya dan

(13)

c. Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

Dengan demikian, pendaftaran perseroan yang dilakukan oleh dua instansi satu pihak

diadakan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan.

Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara, sama halnya dengan pendaftaran

perusahaan, maka dengan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007, tidak lagi kewajiban

Direksi melainkan dilakukan oleh Menteri, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal

30 ayat (1), yaitu :

a. Akta pendirian perseroan berserta keputusan Menteri;

b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan Menteri;

c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri

Selanjutnya pengumuman tersebut dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling

lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri

atau sejak diterimanya pemberitahuan (pasal 30 ayat 2).

Jadi Daftar Perseroan dan Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara

diselenggarakan dan dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dengan

tujuan agar pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan terbatas mengetahui

dengan pasti hal-hal yang terkait dengan perseroan terbatas tersebut.

Pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

Dengan demikian, perihal pengumuman ini bukan merupkan hal yang sangat prinsip bagi

Direksi perseroan perihal pertanggungjawaban secara pribadi karena sahnya suatu

(14)

Berita Negara Republik Indonesia. Jika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995, selama pendaftaran dan pengumuman dilakukan, setiap anggota Direksi secara

tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan

perseroan. Pelanggaran atau kelalaian atas pelaksanaan kewajiban untuk mendaftarkan

sesuai peraturan yang berlaku, diancam dengan sanksi pidana atau perdata.

Pengumuman dan pendaftaran perseroan yang berdasarkan Undang-Undang Perseroan ini

dilakukan oleh Menteri tidak lagi memiliki keterkaitan langsung dengan tanggung jawab

anggota Direksi, tetapi lebih pada pengumuman kepada para pihak lain dan data yang

akan dipergunakan oleh Menteri terkait sehubungan dengan pendataan perseroan di

Indonesia, yang ketentuan pendaftaran dan pengumumannya akan diatur dalam suatu

perundang-undangan67

Oleh karena itu sehubungan dengan aspek yuridis ini, apabila suatu perseroan

Terbatas akan melakukan perbuatan hukum dalam memperoleh pemberian kredit dari

Bank maka menurut UUPT harus tetap berpegang pada :

a. Apabila suatu Perseroan Terbatas di mana akta pendiriannya belum mendapat

pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia maka akta pendirian tersebut

masih berupa hubungan kontraktuil antara para pendiri atau pemegang sahamnya.

Maka, apabila Perseroan Terbatas tersebut menjadi Debitur, semua pendiri atau

pemegang sahamnya dan semua pengurus (anggota Direksi dan Dewan Komisaris)

harus setuju secara tertulis atau ikut menandatangani perjanjian kredit yang dibuat

dengan Bank.

(15)

b. Apabila suatu Perseroan Terbatas telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia, serta telah didaftarkan pada Daftar Perusahaan dan diumumkan dalam Berita

Negara Republik Indonesia maka kewenangan untuk mewakili Perseroan Terbatas

dalam perjanjian kredit dapat dilihat pada ketentuan anggaran dasar perseroan tersebut.

Bahkan, didalam UUPT dimuat ketentuan yang mengatur tata cara yang harus

ditempuh untuk mengalihkan kepada perseroan hak atau tanggung jawab yang timbul dari

perbuatan hukum pendiri yang dibuat setelah perseroan didirikan, tetapi belum disahkan

menjadi badan hukum, yaitu melalui penerimaan secara tegas oleh perseroan, pengalihan

hak, serta tanggung jawab, dan pengukuhan perbuatan hukum oleh perseroan.

A.2. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas

Perubahan anggaran dasar dalam perseroan harus ditetapakan oleh RUPS (RUPS)

dengan mencantumkan dengan jelas dalam acara/agenda surat pemanggilan RUPS kepada

para anggota RUPS (pasal 19). Jika dalam rencana /agenda RUPS tidak mencantumkan

perihal perubahan anggaran dasar, anggota dalam RUPS dapat menolak untuk

pembahasan perubahan anggaran dasar tersebut.

Perubahan anggaran dasar perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan,

kecuali dengan persetujuan kurator. Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud

dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau pemberitahuan persetujuan anggaran

dasar kepada Menteri (pasal 20).

Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran

dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan oleh

(16)

A.2. a. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang harus mendapat persetujuan Menteri

Perubahan anggaran dasar perseroan yang harus mendapat persetujuan Menteri

diatur dalam pasal 21 (ayat 2). Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) tersebut meliputi :

a. Nama perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan; b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. Jangka waktu berdirinya perseroan;

d. Besarnya modal dasar;

e. Pengurangan modal ditempatkan dandisetor; dan/atau

f. Status perseroan yag tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.

Hal-hal yang disebut di ataslah yang dikategori perubahan anggaran dasar “tertentu” yang

mesti mendapat “keputusan persetujuan” dari Menteri, barulah perubahan itu sah dan

efektif berlaku.

Perubahan anggaran dasar ini dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam

bahasa Indonesia. Perubahan yang dimaksud diatas mulai berlaku sejak tanggal terbitnya

keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.

A.2. b. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang cukup dengan pemberitahuan Menteri

Dalam pasal 21 (ayat 3) disebutkan bahwa perubahan anggaran dasar selain yang

dimaksud dalam 21 (ayat 2) di atas, cukup diberitahukan kepada Menteri.

Oleh karena itu, tidak disyaratkan harus mendapat Keputusan persetujuan Menteri, cukup

(17)

Dengan demikian, untuk memperoleh keabsahan atas perubahan anggaran dasar

dari Menteri ada yang berbentuk persetujuan untuk perubahan anggaran dasar tertentu,

dan yang berbentuk pemberitahuan untuk pemberitahuan lainnya di luar anggaran dasar

tertentu.

Selanjutnya sama halnya dengan perubahan anggaran dasar tertentu, perubahan anggaran

dasar yang dimaksud dalam ayat (3) ini pun wajib dimuat dalam akta Notaris dalam

bahasa Indonesia. Dan perubahan anggaran dasar ini mulai berlaku sejak tanggal

diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.

Dalam aspek legalitas perusahaan ini yang perlu diperhatikan, disamping

mengenai status badan hukum perseroan tersebut juga perlu diperhatikan mengenai pajak

(NPWP), ijin-ijin dan jaminan yang berhubungan perusahaan (perseroan terbatas) tersebut.

B. Aspek Manajemen dan Organisasi

Sistem manajerial berkembang sebagai kebutuhan untuk mengatur dan

mengkoordinasikan pekerjaan dalam organisasi perusahaan.

Dalam UUPT kita kenal 3 (tiga) organ, yaitu Direksi, Dewan Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dan pada perseroan terbatas, perusahaan dipimpin oleh sekelompok pimpinan yang

disebut Direksi. Direksi terdiri dari Presiden Direktur atau Direktur Utama dan beberapa

orang Direktur yang memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman dari berbagai displin

(18)

Jadi Direksi yang menjalankan manajemen perusahaan dan Dewan Komisaris yang bertugas mengawasi jalannya manajemen (pengurusan) perusahaan oleh Direksi. Sedangkan RUPS merupakan persekutuan modal dari para pendiri perseroan terbatas dan sekaligus sebagai pemegang saham perseroan terbatas yang telah memberikan konstribusi modal (kapital) awal (initial capital) untuk menjalankan kegiatan usaha serta seyogianya setiap keputusan yang menyangkut tujuan awal (original objective) para pendiri dalam mendirikan perseroan terbatas berada di tangan mereka melalui RUPS. Disamping itu pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris bukan dari Rapat Direksi atau Dewan Komisaris namun diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, dan ini memperlihatkan kekuasaan yang besar yang tidak dipunyai oleh organ perseroan terbatas lainnya, yaitu Direksi dan Dewan Komisaris.68

Undang Undang Perseroan Terbatas dengan tepat menggambarkan kedudukan RUPS

tersebut sebagaimana dalam pasal 1 ayat (4) yang berbunyi:

“Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.”

Organisasi pada dasarnya merupakan suatu tempat atau alat yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pada proyek aspek atau usaha yang akan dibiayai kredit bank sangat perlu dilakukan penilaian aspek manajemen dan organisasinya. Simpulan penilaian aspek ini harus dapat menentukan tentang kecukupan manajemen ketrampilan teknis (technical and managerial skill). Penyaluran kredit hendaknya lebih didasarkan pada prinsip saling menguntungkan (win-win solution). Pada keadaan seperti ini, pihak perbankan melakukan pemilihan secara selektif dari usaha/proyek yang prospektif dan dikelola

secara potensial. Tindakan ini sebagai cermin operasi bank yang hati hati (prudent banking operation). 69

Oleh karena itu di dalam suatu perusahaan perseroan terbatas, pimpinan dan

kepemimpinan mempunyai peran yang sangat menentukan maju mundurnya perusahaan.

Pemimpin merupakan orang-orang yang memimpin serta bertanggung jawab atas

68 Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika,

2009) halaman 2

(19)

terselenggaranya proses penggerakan orang-orang atau karyawan dan pengarahan fasilitas

dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan perusahaan. Betapapun besarnya modal

yang dimilikinya, namun bila pimpinan perusahaan tersebut tidak mampu mengelolanya,

maka pada waktu yang tidak lama perusahaan itu akan terancam kesulitan (kebangkrutan).

Oleh karena itu, karena begitu pentingnya peranan pimpinan perusahaan, pimpinan

perusahaan disamping mempunyai status kedudukan pimpinan, haruslah benar-benar

memiliki kualitas yang memadai sebagai pemimpin. Penilaian aspek manajemen meliputi

pengamatan /penilaian terhadap kualitas orang-orang yang menduduki posisi penting,

sampai berapa jauh mampu menerapkan fungsi manajemen dan menjalankan perusahaan.

Sehubungan dengan hal tersebut, hendaknya ditelaah pula apakah struktur organisasi

dalam perusahaan tersebut cukup menunjang keberhasilan pimpinan perusahaan tersebut

dalam menjalankan perusahaannya.

B.1. Direksi

Dalam UUPT pasal 1 ayat (5) dijelaskan bahwa yang dimaksud daripada Direksi

adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta

mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar.

Jadi tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan pengurusan

Perseroan atau dengan kata lain Perseroan diurus, dikelola atau dimanage oleh Direksi.

(20)

(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(2) Direksi berwenang menjalankan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar perseroan.

Dan dalam penjelasannya ini dijelaskan :

ayat (1) Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain, meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan.

ayat (2) Yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang, antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia,

dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

Pengertian umum pengurusan Direksi dalam konteks Perseroan meliputi tugas

atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta

kekayaan Perseroan. Dengan kata lain melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis

Perseroan dalam arti sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Perseroan dalam

batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan undang-undang dan anggaran dasar

kepadanya.70

Tugas dan tanggung jawab Direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh

Undang-Undang. Dengan demikian keberadaan Direksi dalam suatu perseroan juga diatur

berdasarkan Undang-Undang.

Dengan demikian dari tugas Direksi yang harus mengelola perseroan, wajib

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya di RUPS, bahwa Direksi telah

menjalankan perseroan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ketentuan anggaran

dasar perseroan.

(21)

Melihat tanggung jawab Direksi yang demikian itu maka untuk menjadi Direksi dalam

pasal 93 ayat (1) menentukan syaratnya sebagai berikut:

Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap

melakukan perbutan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum

pengangkatannya pernah :

a. Dinyatakan pailit;

b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau

yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Ketentuan persyaratan dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi

teknis yang berwenang menetapkankan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan

perundangan-undangan.

Dalam Perseroan Terbatas, Direksi perseroan dapat terdiri atas 1 (satu) anggota

Direksi atau lebih (ayat 3). Sedangkan dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota

Direksi atau lebih pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS (ayat 5).

Dan dan dalam hal RUPS sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (5) tidak menetapkan

pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan Keputusan

Direksi (ayat 6).

Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami

(22)

menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya

penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.

Mengenai pengaturan pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota

Direksi dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan dalam pasal 94, yang

menyebutkan :

(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.

(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b.

(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.

(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.

(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan , penggantin dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut.

(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.

(7) Dalam hal terjadi, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.

(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar perseroan.

(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi atas pengangkatan dirinya sendiri.

Selanjutnya apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas maka pengangkatan,

(23)

anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya

persyaratan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 95 ayat (1) Undang-Undang tersebut dan

dalam ayat (2) nya di disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari

terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus

mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam surat

kabar dan pemberitahuannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.

B.2. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris dalam pasal 108 ayat (1) bertugas melakukan pengawasan atas

kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan

maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.

Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan untuk

kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Berbeda dengan Direksi, dalam hal perseroan yang mempunyai Dewan Komisaris

yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota

Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan

Dewan Komisaris. Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 108 ayat (4).

Sama hal dengan anggota Direksi, maka anggota Dewan Komisaris dalam pasal

110 Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan:

Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang

cakap melakukan perbutan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum

(24)

a. Dinyatakan pailit;

b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau

yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Ketentuan persyaratan dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi

teknis yang berwenang menetapkankan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan

perundangan-undangan

Mengenai pengaturan pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota

Direksi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan dalam pasal 111, yang

menyebutkan:

(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.

(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b.

(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.

(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Dewan Komisaris.

(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantin dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut.

(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantiaan, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.

(25)

untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.

(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.

Selanjutnya apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas maka pengangkatan,

penggantian dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris tersebut batal karena hukum

sejak saat anggota Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya

persyaratan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 112 ayat (1) Undang-Undang tersebut dan

dalam ayat (2) nya di disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari

terhitung sejak diketahui, Direksi harus harus mengumumkan batalnya pengangkatan

anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat kabar dan pemberitahuannya

kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.

B.3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Secara umum, menurut pasal 1 ayat (4), RUPS sebagai organ Perseroan

mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris,

namun dengan batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar

Perseroan.

Kemudian kewenangan RUPS tersebut, dikemukakan ulang lagi pada pasal 75 ayat (1)

yang berbunyi :

(26)

Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ tertinggi perseroan. Namun itu tidak persis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power) yang diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih tinggi dari Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang dimiliki. 71

Diantara kewenangan yang dimiliki RUPS adalah mengangkat anggota Direksi

sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 94 ayat (1) dan memberhentikan anggota

Direksi dalam pasal 105 ayat (2) serta mengangkat anggota Dewan Komisaris dalam pasal

111 ayat (1).

RUPS terdiri atas RUPS tahunan atau RUPS lainnya. Hal ini diatur dalam pasal 78

ayat (1). Dan dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan RUPS lainnya dalam praktek

sering dikenal sebagai RUPS luar biasa.

Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan RUPS tahunan

maupun luar biasa adalah Direksi. Hal itu ditegaskan dalam pasal 79 ayat (1).

Penyelenggaraan diadakan RUPS, sepenuhnya merupakan inisiatif dari Direksi.

Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penyelenggaran RUPS tahun atau

RUPS luar biasa dilakukan atas permintaan sebagaimana yang diatur pasal 79 ayat (2)

yaitu :

a. 1(satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah yang lebih kecil, atau

b. Dewan Komisaris

(27)

Sedangkan kuorum dan keputusan RUPS untuk perubahan anggaran dasar

undang-undang mengaturnya sebagai berikut:

1. Pada RUPS pertama, rapat dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3

(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili

dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga)

bagian dari jumlah suara yang dikeluarakan, kecuali anggaran dasar menentukan

kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang

lebih besar (Pasal 88 ayat 1).

2. Selanjutnya dalam hal kuorum tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua

(pasal 88 ayat 2). RUPS kedua sah dan berhak mengambil Keputusan jika dalam dalam

rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak

suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran

dasar menentukan kuorum kehadiran dan /atau ketentuan tentang pengambilan

keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 88 ayat 3).

3. Sedangkan RUPS ketiga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (pasal 88 ayat 4).

Sehubungan dengan aspek manajemen dan organisasi ini, perseroan terbatas

sebagai badan hukum dalam mengajukan pinjaman kepada Bank, maka Bank wajib

melakukan proses yang disebut BI-Checking sebelum persetujuan kredit dilakukan.

(28)

Sistem Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang menyediakan informasi Debitur yang merupakan hasil olahan dari Laporan Debitur yang diterima oleh Bank Indonesia.72

Jadi dalam SID merupakan suatu sistem yang didalamnya berisi data debitur dari seluruh

anggotanya yang terdiri dari Bank Umum, BPR, dan beberapa Perusahaan Pembiayaan.

Hasil keluaran atau output yang diperoleh dari pengecekan disebut Informasi Debitur

Individual (IDI). Dan didalam IDI dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan kondisi

pembayaran debitur, digambarkan dengan informasi hari tunggakan dan kualitas kredit,

seperti apakah status pembayarannya lancar, kurang lancar, dalam perhati khusus,

diragukan atau macet.

Contohnya apabila debitur pernah menunggak pembayaran kredit dan

dikategorikan macet dalam waktu 2 (dua) tahun terakhir, maka data tersebut akan terlihat

di BI-Checking yang di akses.

Yang perlu juga diketahui adalah bahwa input data yang berisi informasi kualitas

kredit ini bersumber dari bank atau perusahaan pembiayaan yang menjadi anggota SID,

dan bukan dari BI. Jadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kebenaran data yang

disampaikan kepada BI adalah pemilik data, yaitu lembaga keuangan anggota SID.

Tentunya BI sebagai pengelola data sangat “concern” dengan akurasi data yang

ditampilkan dalam BI-Checking, oleh karena itu BI mengeluarkan ketentuan yang berlaku

untuk anggota SID agar menyampaikan data yang urat, termasuk pengenaan sanksi

apabila mereka tidak menyampaikan data yang benar.73

72 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/14/PBI/2007, pasal 1 angka 9.

(29)

Jadi tujuan daripada BI-Checking ini bagi bank dan lembaga keuangan lainnya

adalah diharapkan bisa membantu proses persetujuan kredit serta menjadi alat untuk

pelaksanaan manajemen resiko khususnya resiko kredit. Penggunaan BI-Checking juga

diharapkan bisa signifikan menekan angka kredit bermasalah, sehingga proses

intenmediaasi perbankan dapat berjalan. Dalam prakteknya kalangan Bank dalam

melakukan Checking terhadap Debitur perseroan terbatas, selain melakukan

BI-Checking terhadap perusahaannya juga terhadap pengurusnya yaitu anggota Direksi dan

anggota Komisaris perseroan bahkan juga para pemegang sahamnya jika pemegang

sahamnya bukan merupakan anggota Direksi dan anggota Komisaris. Hal ini agar Bank

sebagai pemberi kredit (kreditur) dapat mengetahui profil calon debiturnya atas fasilitas

kredit yang pernah diperoleh atau sedang dimiliki oleh perusaahan, anggota Direksi,

anggota Komisaris bahkan para pemegang saham. Semua infomasi dan data yang

didapatkan menjadi masukkan bagi Bank sebagai pemberi kredit untuk menindaklanjuti

permohonan kredit oleh perusahaan Perseroan Terbatas.74

Disamping itu Bank juga menganalisa terhadap kelayakan usaha perusahaaan

dengan mengecek legalitas atas segala ijin-ijin perusahaan dan berhubungan dengan usaha

perusahaan tersebut seperti Surat Ijin Tanda Usaha (SITU), Surat Ijin Usaha Perdagangan

(SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Ijin Industri dan surat-surat lainnya yang

disesuaikan dengan bidang usaha yang dijalankan oleh perusahaan calon debitur tersebut.

Secara umum bagi debitur perusahaan (badan hukum), bank mensyaratkan usaha

74 Hasil wawancara dengan Bapak Budi Fransetia Tarigan, Credit Approver Comercial Bangking,

(30)

perusahaan tersebut telah berjalan minimal 2 (dua) tahun. Berhubungan dengan kelayakan

usaha ini bank juga melakukan track checking, yaitu mengenai pengecekan hubungan

antara perusahaan calon debitur dengan kolega ataupun rekan binisnya. Misalnya dengan

buyer dan suppliernya dapat dimintakan informasi dan data mengenai rata-rata jumlah

transaksi, bagaimana cara pembayarannya, ketepatan waktu order delivery dan

sebagainya. Sehingga dengan informasi dan data ini bank sebagai pemberi kredit dapat

mengetahui sumber dana serta kemampuan debitur dalam mengembalikan dan melunasi

pinjamannya kepada bank termasuk juga prospek kegiatan usaha debitur serta

resiko-resiko bisnis yang mungkin timbul.75

C. Aspek Risiko

Dalam pemberian kredit agar kredit atau pembiayaan tidak menjadi macet, maka

dalam memberikan kredit dan pembiayaan, haruslah cukup kehati-hatian dari pihak

kreditur dengan menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yag relevan. Untuk itu

perlu pengawasan terhadap suatu pemberian kredit.76

Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian resiko melalui

penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.

Bank Indonesia megeluarkan ketentuan mengenai pemberian kredit yang sehat

berdasarkan Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank

Umum (PPKPB) yang diatur dalam Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

75

Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang Medan-Diponegoro, di Medan, Senin, tanggal 12 April 2010.

76 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005) halaman

(31)

27/162/KEP/DI dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret

1995. Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tersebut agar bank-bank menyalurkan

kreditnya secara sehat yang diatur dalam Penyusunan Pedoman kebijaksanaan Perkreditan

Bank sendiri merupakan pedoman yang mempunyai cakupan luas mulai dari proses

pengajuan kredit sampai dengan/tata cara penyelesaian kredit.

Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanan Perkreditan Bank sekurang-kurangnya

mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organsisasi dan manajemen

perkreditan, kebijaksanaan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit,

pengawasan kredit dan penyelesaian kredit bermasalah.77

Sehubungan hal tersebut diatas maka yang menjadi faktor pertama yang perlu

diperhatian dalam pemberian kredit kepada perseroan terbatas adalah karakter dari

manajemen ,yaitu orang-orang yang mengelola bisnis. Karakter ini berhubungan dengan

kejujuran , moral, dan kesedian manajemen bekerja sama dengan bank. Bank selalu ingin

agar kredit yang diberikannya dapat dikembalikan sesuai perjanjian. Oleh karena itu bank

hanya akan memberikan kredit kepada debitur yang memiliki itidak baik dan memiliki

komitmen yang tinggi untuk memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Bank tidak akan

dan tidak boleh memberikan kredit kepada debitur yang memiliki itikad tidak baik.

Menilai karakter memang sulit, malah dapat dikatakan paling sulit. Walaupun demikian,

penilaian ini harus tetap dilakukan.

(32)

Untuk menilai karakter debitur Account Officer bank dapat mengumpulkan informasi dari berbagai sumber sebagai berikut : 78

a. Sesama Account Officer, baik dari bank yang sama maupun dari bank yang berbeda. Bila pengecekan dilakukan ke bank lain, ini disebut bank checking. b. Nasabah Bank yang memiliki bidang usaha yang sama dengan (calon) debitur. c. Supplier atau mitra bisnis dari (calon) debitur. Dari para mitra bisnis ini kita dapat mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan debitur, misalnya kebiasaan membayar (tepat waktu atau suka terlambat), ketepatan pengiriman barang dan lain lain. Pengecekan informasi ke mitra dagang ini sering disebut trade checking.

Oleh karena itu untuk mengurangi dan menghindari risiko-risiko yang mungkin

timbul terjadi dikemudian hari, maka setiap kredit yang diberikan-bagi aparat perkreditan

bank-haruslah berpedoman pada tiga hal pokok, yaitu aman, terarah, dan menghasilkan.

Aman dalam arti legal risk, yaitu bahwa setiap kredit yang diberikan telah terbebas dari

segala kekurangan, baik mengenai kewenangan subjek hukum, objek hukum, maupun

mengenai jaminan dan yang menyangkut dengan pihak-pihak lainnya. Dengan demikian

apabila di kemudian hari terjadi kredit bermasalah, bank telah mempunyai alat bukti yang

sempurna dan kuat untuk menjalankan suatu tindakan hukum jika dianggap perlu.

Terarah dalam arti bahwa setiap kredit yang diberikan harus sesuai dengan

peruntukannya, baik dari segi siapa penerima kreditnya maupun dari segi kegunaannya,

terutama jika dihubungkan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka memajukan

suatu sektor usaha.

Menghasilkan dalam arti bahwa setiap pelepasan kredit akan memberikan keuntungan,

baik bagi bank maupun bagi penerima kreditnya/debiturnya serta meningkatkan

kesejahteraan/taraf hidup orang banyak. 79

78 Jopie Jusuf, Analisa Kredit Untuk Account Officer, Cetakan kesepuluh (Jakarta: PT. Gramedia

(33)

Salah satu unsur yang selalu melekat dalam setiap bisnis adalah risiko. Risiko atas

suatu hal adalah bersifat merugikan, dan sebagi unsur musibah atau malapetaka, resiko

datangnya tidak pasti serta tidak dapat diduga, dan dapat terjadi dengan tiba-tiba. Atas

pertimbangan itu, pelaku bisnis berusaha untuk dapat menghilangkan atau paling tidak

mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam setiap bisnisnya. Salah satu cara yang

sering ditempuh adalah dengan risk transfer (mengalihkan risiko) tersebut kepada pihak

lain, yang memang dimungkinkan, baik dari segi yuridis maupun dari segi bisnis, yang tak

lain adalah asuransi.

Demikian juga dalam perbankan, untuk lebih memberi pengamanan atau perlindungan

bagi bank dan debitur, biasanya debitur dan agunan diasuransikan sehingga terhindar dari

risiko kerugian yang bisa timbul karena adanya kematian (asuransi jiwa kredit) dan

kebakaran (asuransi atas agunan).80

D. Aspek Jaminan

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam permohonan kredit pada bank adalah

aspek jaminan atau dalam kredit disebut juga collateral.

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit

yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh

79 H.R. Daeng Naja, Op.cit, halaman 332

(34)

mana resiko kewajiban financial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan ini

meliputi jenis, lokasi , bukti pemilikan, dan status hukumnya. 81

Pada hakikatnya bentuk jaminan (collateral) tidak hanya berbentuk kebendaaan,

baik berupa jaminan kebendaan barang bergerak dan jaminan kebendaan barang tak

bergerak, tetapi juga jaminan (collateral) yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi

(personal guarantee/borgtocht) dan jaminan perusahaan (corporate guarantee).

Penilaian terhadap jaminan atau collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi

sebagai berikut:

a. Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan diagunkan.

b. Segi yuridis, yaitu apakah jaminan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk

dipakai sebagai jaminan.

Risiko pemberian kredit dapat dikurangi sebagian atau seluruhnya dengan meminta

jaminan (collateral) yang baik kepada debitur.

Untuk kepentingan bank, dalam hal menjamin pengembalian kredit yang

diberikan, maka jaminan atau agunan yang diserahkan oleh debiturnya, haruslah dilakukan

pengikatan atau pembebanan hak tanggungan. Mengenai pengikatan jaminan atau

lembaga jaminan ini, oleh Bank Indonesia dalam Surat Edarannya (SE-BI) Nomor :

4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972, menyebutkan bahwa untuk benda-benda tidak

bergerak dipakai lembaga fiducia dan atau gadai, dan untuk benda benda tak bergerak

dipakai lembaga jaminan hipotik dan atau credietverband (sekarang hak tanggungan).

(35)

Kemudian dalam SE-BI Nomor : 23/6/UKU tanggal 23 Februari 1991, disebutkan

bahwa pengikatan jaminan/agunan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

D. 1. Jaminan Kebendaan

Salah satu penggolongan atas benda menurut sistem hukum perdata Indonesia

yang penting adalah penggolongan mengenai benda bergerak dan benda tak bergerak.

Dengan adanya pembedaan benda bergerak dan benda tak bergerak tersebut maka terjadi

pembedaan dalam hal pembebanan jaminan.

Pembedaan benda-benda tersebut sesuai ketentuan undang-undang mempunyai

bentuk pengikatan jaminan yang berbeda-beda sehingga seorang analis kredit bank harus

mengetahui macam-macam atau jenis benda dan bentuk pengikatan atas benda itu.

Dalam praktek jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari

kekayaan seseorang (si pemberi jaminan), yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas

sebagian kekayaan tersebut dan semuannya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban

si debitur, bila diperlukan.

Kekayaan tersebut dapat berupa kekayan debitur itu sendiri, ataupun kekayaan

pihak ketiga. Dengan demikian menurut R.Soebekti, maka pemberian jaminan kebendaan

kepada si kreditur, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditur lainnya. 82

82 R.Soebakti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan

(36)

D.1.a. Jaminan Kebendaan Barang Bergerak

Mengenai pengaturan pembebanan terhadap bank jaminan kebendaan barang

bergerak atas hutang debitur diantaranya yang lazim kita kenal dengan penyerahan

jaminan dengan Fidusia.

“Fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

Pengaturan hal ini dapat kita lihat dalam Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fiducia.

Dalam Pasal 1 butir 2, disebutkan Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagi agunan bagi perlunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Oleh karena itu obyek fiducia tetap dikuasai oleh pemberi fidusia, sedangkan penyerahan

yang berlangsung adalah penyerahan pemilikan atas obyek fidusia dari pemberi fidusia

kepada penerima fidusia.

Sedangkan yang mejadi obyek dari fiducia adalah barang bergerak bertubuh atau

tidak bertubuh. Dan lazimnya dalam praktek perbankan yang sering dilakukan oleh bank

berupa kendaraan-kendaraan, mesin-mesin, alat-alat berat, persedian barang dagangan

(inventory), dan lain sebagainya.

Untuk obyek fidusia berupa kendaraan-kendaraan, mesin-mesin dan alat-alat berat,

(37)

menyewakan atau mengalihkan haknya. Dan untuk obyek berupa persediaan barang

dagangan (inventory), pemberi fidusia dalam kapasitas sebagai kuasa dari penerima

fidusia berhak menukar atau menjual atau mengalihkan obyek fidusia kepada pihak lain,

dan bila hal tersebut berlangsung maka pemberi fidusia wajib menyediakan pengganti dari

obyek fidusia yang digunakan/ditukar/dijual dengan obyek fidusia lainnya sesuai

perjanjian yang jumlah serta nilainya minimal sama dan terikat juga sebagai jaminan

seperti inventory yang diagunkan tersebut.

Proses pembebanan fidusia dilakukan dengan cara dibuat dengan akta Notaris

dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Hal ini diatur dalam pasal 5

ayat (1). Dan selanjutnya Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan

Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia dan

dari pendaftaran itu akan diberikan sertifikat fidusia kepada penerima fidusia/kreditur.

Jadi jaminan fidusia memberikan hak preferent, dimana kreditur sebagai penerima fidusia

memiliki hak yang didahulukan (preferent) terhadap kreditur lainnya, artinya jika debitur

cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka Kreditur penerima fidusia mempunyai

hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan Kreditur mendapat hak

didahulukan untuk mendapat pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia

tersebut.

Disamping penyerahan jaminan dengan fidusia, terdapat juga penyerahan jaminan

dengan Gadai.

Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, pasal 1150 disebutkan bahwa yang

(38)

“ Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara diduhulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.”

Dan yang menjadi obyek gadai adalah barang bergerak bertubuh dan tidak bertubuh,

diantaranya saham, deposito, emas dan lain sebagainya.

Proses pembebanan jaminan dengan gadai adalah :

a. Penandatanganan perjanjian pemberian dan penerimaan gadai.

b. Penyerahan obyek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai.

Jadi dalam gadai terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan obyek

gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dana pembebanan jaminan gadai hapus

bila obyek gadai berpindah kepada pemberi gadai.

Jaminan gadai memberikan hak preferent, dimana kreditur sebagai penerima gadai

mempunyai hak yang didahulukan (Hak Preferent) terhadap kreditur lainnya artinya bila

debitur dinilai cidera janji atau lalai maka Kreditur penerima gadai mempunyai hak untuk

menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan digunakan terutama untuk melunasi

hutangnya. Apabila terdapat kreditur lain yang juga memiliki tagihan kepada debitur

tersebut, kreditur belakangan ini tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditur yang

pertama mendapat pelunasan.

Dalam praktek perbankan terhadap debitur Perseroan Terbatas terhadap jaminan

(39)

barang produksi, tagihan kepada pihak ketiga kepunyaan perseroan maupun deposito milik

perseroan atau pemegang saham.83

D.1.b. Jaminan Kebendaan tidak Barang Bergerak

Pembebanan jaminan atas kebendaan barang tidak bergerak atas pemberian kredit

pada debitur dalam praktek perbankan umumnya dilakukan dengan Hak Tanggungan,

khususnya pemberian jaminan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terdapat diatasnya.

Hal ini pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan.

Dalam pasal 1 ayat( 1) dijelaskan, “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan suatu utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur (kreditur) lainnya”.

Sedangkan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan yang mejadi obyek Hak Tanggungan adalah : Hak Atas Tanah, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Proses pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Pemberian Hak

Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)dan selanjutnya pemberian Hak

Tanggungan tersebut wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di

wilayah obyek tanah yang dibebankan hak tanggungan itu berada. Kemudian dari

pendaftaran tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten /Kotamadya tersebut akan

timbullah sertifikat hak atas tanah yang telah dibebani Hak Tanggungan dan sertifikat Hak

Tanggungan.

83 Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang

(40)

Hak Tanggungan memberikan hak preferent kepada kreditur pemegang Hak

Tanngungan dan Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu

berada (droit de suite).

Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, dimana kreditur sebagai

pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan

jika debitur cidera janji. Dasar hukum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6

Undang-Undang Hak Tanggungan dan penjelasan yang menegaskan:

“Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut“.

Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu

perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan

atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang

Hak Tanggungan.

Dalam pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Hak Tanggungan nomor 4

Tahun 1996 intinya menegaskan: sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan

kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek

sepanjang mengenai hak atas tanah.

Dengan sifat ini, jika debitur cidera janji maka kreditur sebagai pemegang Hak

(41)

Kantor Lelang Negara (sekarang kantor Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara) tanpa

perlu persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat eksekusi dari

Pengadilan. Hanya pemegang Hak Tanggungan pertama yang mempunyai hak Parate

Eksekusi bila terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Penjualan benda

jaminan yang dilakukan langsung oleh kreditur dengan bantuan Kantor Lelang Negara

tanpa persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak perlu meminta fiat Pengadilan disebut

Parate Eksekusi. Sifat Hak Tanggungan yang memberikan hak Preferent dan memberikan

kemudaan dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi adalah sifat-sifat yang kuat dari Hak

Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang sukai di lingkungan Perbankan/Kreditur.

Jadi jaminan yang diberikan seperti ini adalah merupakan jaminan utama yang

dimintakan oleh bank kepada debitur perseroan terbatas, yaitu berupa tanah dan bangunan,

baik itu milik yang terdaftar atas nama perseroan terbatas, anggota direksi, dan anggota

dewan komisaris maupun para pemegang saham.84

D. 2. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee/Borgtocht)

Selain jaminan yang bersifat kebendaan, baik kebendaan bergerak maupun

kebendaan tak bergerak, ada juga jaminan bersifat perorangan (personal guarantee/

borgtocht). Dalam praktek perbankan khususnya dalam memberikan kredit, biasanya

dipersyaratkan adanya jaminan perorangan atau borgtocht. Borgtocht atau jaminan

perorangan pada umumnya merupakan jaminan tambahan mengingat jaminan pokok

84

Hasil wawancara dengan Alex, Relationship Offiser, Bank Danamon Indonesia Cabang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- Dapat mengetahui kadar hydrocortison asetat dalam krim hydrocortison 2,5% memenuhi syarat dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) seperti

Pengembangan Spesifikasi Tes Keterampilan Bahasa Inggris Berbasis CEFR bagi Mahasiswa Strata Satu Bahasa

Value Chain of the Artisanal Oyster Harvesting Fishery of The Gambia.. Momodou Njie,

The Reconstruction and Upgrading Project The State University of Padang. Financed by Islamic

Untuk Pekerjaan ini terdapat 12 (dua belas) perusahaan yang mendaftar dan dari 12 (dua belas) perusahaan yang mendaftar tersebut terdapat 7 (tujuh) perusahaan yang

SKPD/ Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Muara Enim.. Memperhatikan ketentuan-ketentuan didalam Perpres

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Panitia berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan Penetapan Peringkat Teknis Nomor