• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cedera dan praktek keselamatan kerja pada perikanan tuna skala kecil di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cedera dan praktek keselamatan kerja pada perikanan tuna skala kecil di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penyusun PROSI DI NG

SI M POSI UM NASI ONAL

PENGELOLAAN PERI KANAN TUNA BERKELANJUTAN Januari 2015

I SBN: 978-979-1461-47-4 @WWF-Indonesia

Layout dan Desain : M. Rustam Hatala dan M. Yusuf

Penerbit : WWF-I ndonesia

Kredit : WWF-I ndonesia

(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terlaksananya Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan serta selesainya penyusunan Prosiding Simposium ini. Prosiding ini terdiri dari kumpulan tulisan mengenai hasil penelitian dan makalah tentang perikanan tuna, baik tuna besar maupun tuna kecil. Prosiding ini berisi 141 tulisan terseleksi dari kurang lebih 180 tulisan yang didaftarkan.

Kegiatan Simposium Nasional dan penyusunan Prosiding ini dilaksanakan atas kerja sama WWF-Indonesia dengan Direktorat Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan Perikanan, yang didukung oleh USAID (United States Agency for International Development) dan MPAG (Marine Protected Area Governance). Simposium ini diikuti oleh pemakalah dari berbagai pihak yaitu Dosen dan Mahasiswa Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Instansi Kelautan Perikanan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyampaian makalah diawali oleh 7 orang ahli sebagai keynote speaker, yaitu:

1. Dr. Ir. Toni Ruchimat, M.Sc (Direktur Sumber Daya Ikan – DJPT, KKP 2012-2014) 2. Dr. Ir. Abdul Ghofar, M.Sc (Ketua Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan). 3. Drs. Agus A. Budhiman, M.Aq (Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline

Indonesia dan Mantan Direktur Sumber Daya Ikan KKP).

4. Prof. Dr. Indra Jaya (Dekan dan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor).

5. Dr. Purwanto (Peneliti Indonesia Marine and Climate Support dan Mantan Kepala Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, KKP)

6. Dr. Luky Adrianto (Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor).

7. Dr. Lida Pet-Soede (Deputy Director and Advisor for WWF-Indonesia / WWF Global Marine Program)

Apresiasi khusus kami sampaikan kepada 6 orang moderator yang memfasilitasi pemaparan makalah dan diskusi dalam simposium selama 2 hari yaitu Abdul Ghofar, Agus A. Budhiman, Indra Jaya, Purwanto, Luky Adrianto, dan Wawan Ridwan. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan mendukung kegiatan ini, serta atas partisipasi semua pemakalah dan peserta. Kemudian tidak lupa permohonan maaf yang tulus atas segala kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan Simposium dan Penyusunan Prosiding. Mari kita ambil manfaat dari kegiatan ini demi terwujudnya pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Januari 2015

(4)

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Kata Sambutan Direktur Sumber Daya Ikan – Kementerian Kelautan

Dan Perikanan ... xiii

Kata Sambutan Direktur Coral Triangle – WWF-Indonesia ... xiv

Pendahuluan ... 1

Keynote Speaker

Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna di Indonesia (Toni Ruchimat) ... 4

Revitalisasi Usaha Perikanan P/L (Huhate) dalam Penangkapan Ikan Cakalang di

Flores Timur (Agus A. Budhiman) ... 5

Memperkuat Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna di Indonesia ke Depan (Abdul

Ghofar) ... 16

Pengembangan Metode Pengalokasian JTB Kelompok Tuna per Provinsi dalam

Suatu WPP (Indra Jaya) ... 22

Pemodelan Skenario Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan di Indonesia

(Luky Adrianto, Suryo Kusumo dan Abdullah Habibi) ... 31

Model Pengelolaan Output Penangkapan untuk Penyesuaian terhadap Kuota

Nasional Tuna Sirip Biru Selatan (Purwanto, Lilis Sadiyah dan Fayakun Satria) ... 32

The Paradigm of The Broken Triangle - Addressing The Juvenile Tuna Issue (Lida

Pet-Soede dan Jose Ingles) ... 44

Status Stok Perikanan Tuna

Sintesis dan Summary Bagian 1

Keberlanjutan Stok Tuna-Cakalang-Tongkol (Abdul Ghofar) ... I - 46

Status Perikanan Tuna Di Samudera Hindia, Selatan Prigi – Kabupaten Trenggalek,

Jawa Timur (Irawan Muripto dan Ahmad Ripai) ... I - 53

Hasil Tangkapan dan Daerah Penangkapan Jaring Insang di Laut Cina Selatan

(Arief Wujdi dan Suwarso) ... I - 61

Hasil Tangkapan, Komposisi dan Musim Ikan Tongkol di Perairan Prigi (Arief Wujdi

(5)

iii

Studi Aspek Reproduksi Ikan Madidihang (Yellowfin Tuna), Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788) sebagai Dasar Pengelolaan Perikanan Tuna Yang

Berkelanjutan (Budi Wahono dan L.J.L. Lumingas) ... I - 76

Pendugaan Stok Ikan Pelagis Besar Di Perairan Enggano Bengkulu Dengan

Teknologi Akustik (Deddy Bakhtiar) ... I - 82

Laju Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan Alat Tangkap

Pole and Line di Laut Seram, Maluku (Haruna dan Early Septiningsih) ... I - 91

Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tongkol (Auxis thazard) di Perairan Maluku Tenggara, Provinsi Maluku (Eka Anto Supeni, Erwin Tanjaya dan

Johny Dobo) ... I - 97

Distribusi dan Kelimpahan Larva Ikan Pelagis di Perairan Laut Sulawesi (Endah

Febrianty dan Wahyuni Nasution) ... I - 105

Studi tentang Hubungan antara Jumlah Umpan Hidup dengan Komposisi Hasil Tangkapan pada Perikanan Pole and Line di Perairan Laut Seram, Kabupaten

Maluku Tengah (Erwin Tanjaya) ... I - 113

Analisis Pola Musim Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang

Didaratkan di PPN Tamperan Pacitan, Jawa Timur (Helman Nur Yusuf) ... I - 120

Strategi Operasi Penangkapan Perikanan Tuna Skala Usaha Kecil di Perairan

Samudera Hindia (Hufiadi dan Mahiswara) ... I - 128

Aspek Biologi, Alat, Daerah dan Struktur Tangkapan Ikan Madidihang (Thunnus

albacares) di Perairan Sangihe (Karsono Wagiyo) ... I - 139

Analisis Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) pada Daerah Penangkapan dengan Menggunakan Rumpon dan Tanpa Rumpon di

Perairan Barat Laut Banda (Husair, Muslim Tadjuddah, Abdullah, La Anadi,

Ahmad Mustafa,Hasnia Arami) ... I - 148

Kajian Awal Reproduksi Tuna Sirip Kuning dan Cakalang yang Tertangkap di Perairan Nusa Tenggara Timur (Ovie Ningsih, Wilson L. Tisera, Welma Pesulima,

Johanis W. Kiuk, dan Fanny I. Ginzel) ... I - 162

Studi Potensi dan Tingkat Pemnfaatan Tuna di Perairan Manokwari (Paulus Boli,

Fanny Simatauw, Emmanuel Manangkalangi, dan Nurhani Widiastuti) ... I - 168

Perikanan Cakalang dan Tuna di Teluk Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi

(Pelita Octorina dan Neneng Nurbaeti) ... I - 177

Trend Ukuran First Maturity Length Tuna Yellowfin di Samudera Pasifik dan Hindia

(Muhammad Yusuf) ... I - 185

Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) di Perairan Selat Malaka, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Rina D’Rita

(6)

iv

Estimasi dan Validasi Potensi Ikan Tuna pada Wilayah Pengelolaan Perikanan- Republik Indonesia (WPP-RI) 715 Menggunakan Data INDESO Project (Rizky

Hanintyo) ... I - 195

Kajian Biologi Populasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Laut

Flores, Sulawesi Selatan (Warda Susaniati, Achmar Mallawa dan Faisal Amir) ... I - 207

Struktur Ukuran Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang Tertangkap di WPP

713 dan 573 ... I - 220

Penggunaan Kalender Migrasi Tuna dalam Rangka Mengoptimalkan Pengelolaan Informasi Stok Guna Menuju Perikanan Tuna Indonesia yang Berkelanjutan (Yusri

Maesaroh) ... I - 226

Harvest Control Rules

Sintesis dan Summary Bagian 2

Pengendalian Penangkapan Tuna (Purwanto) ... II - 235

Vulnerability Asssessment of Tunas Fisheries in Northern (Bitung) and Southern (Pelabuhanratu and Malang) Indonesia: Based on MSC Approach (Yonvitner,

Maskur Tamanyira dan Abdullah Habibi) ... II - 241

Analisis Tangkapan Sampingan Hiu pada Alat Tangkap Rawai Tuna di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Dwi Ariyogagautama, Imam Musthofa Z. dan Teguh

Prawira) ... II - 254

Harvest Control Rule dalam Mendukung Pengelolaan Perikanan Umpan yang Berkelanjutan di Flores Timur (Saraswati Adityarini, Abdullah Habibi, Imam

Syuhada, dan Adrian Damora) ... II - 262

Daya Dukung Tingkat Pemanfaatan Stok Ikan Teri Merah (Encrasicholina

heteroloba) dalam Mendukung Perikanan Tuna Cakalang (O.T.S. Ongkers) ... II - 271

Distribusi Laju Pancing dan Ukuran Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang Tertangkap Rawai Tuna di Samudera Hindia Bagian Timur (Arief Wujdi, Ririk

Kartika Sulistyaningsih dan Fathur Rochman) ... II - 290

Identifikasi Status Konservasi Hiu Tangkapan Samping di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pulau Bangka dan Belitung (Ardiansyah Kurniawan, Muhammad Fajar,

Ilhafuroihan Apriliazmi dan Aditya Nugraha) ... II - 297

Ukuran Layak Tangkap dan Dinamika Temporal Ikan Cakalang di Laut Banda dan Sekitarnya, Provinsi Maluku (Welem Waileruny, Delly Dominggas

Paulina Matrutty) ... II - 309

Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) Perikanan Tuna di Provinsi Nusa Tenggara

Barat (Juhrin, Irwan Maulana dan Nurliah Buhari) ... II - 317

Ikhtisar Hasil Tangkapan Sampingan dan Terbuang dari Armada Perikanan Rawai

(7)

v

Struktur Ukuran Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Ambon dan

Implikasinya Bagi Pengelolaan (Augy Syahailatua dan La Pay) ... II - 325

Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Penangkap Ikan Tongkol Abu-Abu (Thunnus tonggol) di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong Indramayu, Jawa Barat

(Lantun Paradhita Dewanti, Dulmiad Iriana, Junianto, dan Alexander M. Khan) ... II - 330

Hubungan Panjang Bobot dan Struktur Ukuran Ikan Madidihang (Thunnus

albacares) di Perairan Laut Banda (Umi Chodrijah) ... II - 341

Analisis Kenaikan Rata-Rata Incidental Catch pada Rawai Tuna di PPS Bungus

(Hanityo Adi Nugroho) ... II - 349

Kondisi Stok Ikan Tongkol Euthynnus affinis (Cantor, 1849) Di Perairan Prigi Kabupaten Trenggalek dan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 573) Sub Area

Jawa Timur (Tri JokoLelono) ... II - 353

Kematangan Gonad dan Ukuran Layak Tangkap Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Samudera Hindia Bagian Timur (Prawira A.R.P. Tampubolon, Irwan

Jatmiko, Hety Hartaty,dan Andi Bahtiar) ... II - 362

Estimasi Potensi Produksi Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Kepala Burung Pulau Papua (Studi Kasus pada Daerah Fishing Ground Nelayan Kabupaten dan Kota Sorong serta Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat (Alianto,

Hendri dan S. Manaf) ... II - 370

Potensi Reproduksi Tuna Madidihang Thunnus albacares di Selat Makassar (Wayan

Kantun, Syamsu Alam Ali, Achmar Mallawa dan Ambo Tuwo) ... II - 376

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna Menggunakan Pancing Rumpon di Samudera

Hindia Selatan Pelabuhanratu ... II - 390

Dinamika Pemanfaatan Madidihang (Thunnus albacares, Bonnaterre, 1788) Hasil Pendaratan PPN Prigi, Jawa Timur (Hilmy Yashar Febriansyah, Yonvitner,

Achmad Fachrudin) ... II - 399

Laju Degradasi Sumber Daya Ikan Tongkol Abu-Abu (Thunnus tonggol) di Perairan Pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Lugas Lukmanul Hakim dan Rega

Permana) ... II - 407

Implementasi I-FISH pada Perikanan Pancing Tuna Berbasis Labuhan Lombok,

Nusa Tenggara Barat (M. Badrudin dan M. Lutfi) ... II - 417

Struktur Populasi Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Kepulauan Indo-Malaya: Analisis Control Region, DNA Mitokondria (Ni Putu Dian Pertiwi, Andrianus Sembiring, Angka Mahardini, Ni Kadek Dita Cahyani, Aji Wahyu Anggoro, Budi

Nugraha, Ririk Kartika Sulistyaningsih, Irwan Jatmiko, dan IGNK Mahardika) ... II - 438

Analisis Kebiasaan Ikan Hiu yang Tertangkap sebagai Bycatch pada Penangkapan Ikan Tongkol Menggunakan Alat Tangkap Gill Net di Kabupaten Indramayu, Jawa

(8)

vi

Sebaran Ukuran, Pola Pertumbuhan dan Produksi Tangkapan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares Bonnterre, 1788) di Perairan Barat Sumatera,

Indonesia (Vany Helsa Anwar, Indra Junaidi Zakaria dan Toufan Phardana) ... II - 459

Proporsi Hasil Tangkapan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) pada Perikanan Pukat Cincin di Samudera Hindia: Studi Kasus Kapal INKA MINA 27 di Pacitan

(Wahyuni Nasution, Mahiswara dan Helman Nur Yusuf) ... II - 465

Model Dinamis Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang di Laut Banda dan Sekitarnya, Provinsi Maluku (Welem Waileruny, Eko Sri Wiyono,

Sugeng Hari Wisudo, Tri Wiji Nuraini, dan Ari Purbayanto) ... II - 474

Distribusi Ukuran Tangkap untuk Penentuan Selektivitas Alat Tangkap Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis) di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 (Yoke Hany

Restiangsih, Tegoeh Noegroho, Umi Chodrijah, dan Endah Febrianty) ... II - 484

Peran Longline dalam Meningkatkan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Mata Besar:

Mungkinkah Memicu Gejala Overfishing di Laut Palabuhanratu? (Warsono El Kiyat) II - 495

Perkembangan Teknologi dan Armada Tangkap Perikanan Tuna Yang Berkelanjutan

Sintesis dan Summary Bagian 3

Teknologi dan Observasi Penangkapan Tuna-Tongkol-Cakalang

(Indra Jaya) ... III - 506

Sebaran Tuna dan Suhu Perairan pada Musim Timur dan Barat Berdasarkan Data Hasil Tangkapan dan ARGO FLOAT di Samudera Hindia (Roy Kurniawan, Agus

Hartoko dan Suradi Wijaya) ... III - 511

Pola Produksi Ikan Pelagis Besar (Tongkol, Cakalang, Tuna) Menggunakan Pancing Ulur di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Alfa F.P. Nelwan, Mukti Zainuddin dan

Muh. Kurnia) ... III - 520

Keterkaitan Antara Dinamika Perikanan Cakalang dan Dinamika Oseanografi di Perairan Barat dan Selatan Provinsi Maluku Utara (Amirul Karman, Sulaeman

Martasuganda, M. Fedi A. Sondita, dan Mulyono S. Baskoro) ... III - 532

Disain Kapal Ikan Tuna Long Line Berdasarkan Hook Rate (Sunardi dan Achmad

Baidowi) ... III - 550

Stabilitas Beberapa Kapal Tuna Longline di Indonesia (Yopi Novita dan Budhi

Hascaryo Iskandar) ... III - 555

Studi Tingkah Laku Ikan Madidihang (Thunnus albacares) terhadap Aktifitas Makan

(Wahyudi Prawiro, Priyanto Rahardjo, Abdul Rahman, dan Syarif Syamsudin) ... III - 564

Penentuan Karakteristik Hotspot Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Teluk Bone (Ady Jufri, Mukti Zainuddin, Muhammad Anshar Amran,

(9)

vii

Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Aspek Biologi Cakalang (Katsuwonus pelamis) Hasil Tangkapan Huhate di Bitung (Agus Setiyawan, A. Anung Widodo dan Candra

Nainggolan) ... III - 581

Perekayasaan Rumpon Pertengahan untuk Penangkapan Ikan Pelagis Besar di

Perairan Selatan Jawa (Agus Suryadi dan Tri Wahyu Wibowo) ... III - 589

Influence of Temperature on Tuna Catched in East Flores, East Nusa Tenggara Province, Indonesia (Alfed Kase, Wilson L. Tisera, Johanis W. Kiuk, Welma

Pesulima, Ovie Ningsih, dan Maria R. Naguit) ... III - 598

Kajian Daerah Penangkapan Potensial Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Tongkol (Euthynnus affinis) Menggunakan Analisis Spasial di Perairan

Pelabuhanratu (Amanatul Fadhilah, Agus Hartoko dan Max R. Muskananfola) ... III - 606

Pemetaan Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a untuk Menentukan Fishing Ground Potensial (Tuna) Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh pada Musim

Timur di Selat Bali (Ari Soebekti, Agus Adinugroho S. dan Alfi Satriadi) ... III - 618

Efektifitas Penggunaan AFD (Attractors Fish Depth) sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan Tuna yang Ramah Lingkungan di Wilayah Perairan Selatan Jawa, Sendang Biru

Malang (Donny Dwi Ari Prayoga dan Sembadhani Bayu) ... III - 628

Pemetaan Kelayakan Zona Potensi Penangkapan Ikan Cakalang Bagi Unit Penangkapan Pole and Line di Perairan Teluk Bone (Fitri Indahyani, Mukti

Zainuddin dan Aisjah Farhum) ... III - 637

Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a Data Satelit MODIS dan SUB- SURFACE TEMPERATURE Data ARGO FLOAT Terhadap Hasil Tangkapan Tuna di Samudera Hindia (Geetruidha Adelheid Latumeten, Agus Hartoko dan Frida

Purwanti) ... III - 644

Studi Parameter Lingkungan Perairan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di Gondol, Bali (Makhzanil Asywaq, Priyanto Rahardjo, Basuki Rachmad, dan Dadan

Zulkifli) ... III - 655

Cedera dan Praktek Keselamatan Kerja pada Perikanan Tuna Skala Kecil di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara (N. Alimina, B. Wiryawan, D.R. Monintja, T.W. Nurani,

dan A.A. Taurusman) ... III - 663

Hubungan Ukuran Ikan Terhadap Jangkauan Penglihatan Pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Hasil Tangkapan Alat Tangkap Pancing (Handline) di Pulau

Bawean, Kabupaten Gresik (R. Adi Kurniawan dan Fuad) ... III - 673

Kajian Produktivitas Alat Tangkap Tuna Longline di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus, Sumatera Barat (Lantun Paradhita Dewanti, Alexander M.A. Khan,

Dulmiad Iriana, Sriati, dan Rita Rostika) ... III - 682

Palca Wave Energy As Electric Convertion (PW GASCIN) Inovasi Energi Alternatif

(10)

viii

Konstruksi dan Produktivitas Rumpon Portable Tuna di Perairan Palabuhanratu,

Jawa Barat (Roza Yusfiandayani, Indra Jaya dan Mulyono S. Baskoro) ... III - 698

Teknik Penangkapan Tuna (Thunnus sp.) Menggunakan Pancing Ulur dengan Kapal Latih KM. COELACANTH di Perairan Maluku (Samuel Hamel, Saeful A. Tauladani,

Karyanto, Frangky Darondo, M, Zainul Arifin, dan Peggy Pontoh) ... III - 712

Deskripsi Daerah Penangkapan Pancing Ulur dan Hubungannya dengan Faktor Oseanografi yang Berpangkalan di Kabupaten Majene (Sudarman, Mukti Zainuddin

dan Alfa F.P. Nelwan) ... III - 718

Penggunaan Jaket Tuna pada Penangkapan Tuna dengan Pancing Ulur di Perairan

Palabuhanratu (Ambar Prihartini dan Suwardiyono) ... III - 728

Pemetaan Sebaran Klorofil-A Citra Satelit Aqua Modis untuk Pendugaan Daerah Penangkapan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Berdasarkan Hasil Tangkapan Purse Seine di Sumatera Barat (T. Ersti Yulika Sari, Usman dan

Farian Sukandi) ... III - 736

Strategi Pemanfaatan Rumpon pada Perikanan Tuna Skala Kecil di Sulawesi Utara (Widhya Nugroho Satrioajie, Evert de Froe, Paul van Zwieten, Sam Wouthuyzen,

dan Adriaan Rijnsdorp) ... III - 744

Pasar Perikanan Tuna yang Berkelanjutan dan Berkeadilan

Sintesis dan Summary Bagian 4-5

Ekonomi dan Bisnis Tuna-Tongkol-Cakalang (Agus A. Budhiman) ... IV - 754

Komoditi Perikanan Tuna, Tongkol dan Cakalang dalam Menunjang Industri di

Provinsi Sumatera Barat (Eni Kamal) ... IV - 760

Penyiapan Sistem Ekolabel Tuna Skema LEI Ekolabel Tuna, Trend Pasar dan Daya

Saing (Fadil Nandila dan Diah Suradiredja) ... IV - 770

Pendekatan Bioekonomi Multispesies untuk Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia: Evaluasi Perikanan Tuna di PPN Palabuhanratu, Sukabumi,

Jawa Barat (Nimmi Zulbainarni dan Ade Imam Purnama) ... IV - 774

Analisis Efisiensi Usaha Penangkapan Tuna Berkelanjutan (Studi di Sendang Biru,

Kabupaten Malang, Jawa Timur) (Anthon Efani) ... IV - 790

Kajian Bioekonomi Ikan Cakalang (Thunnus sp.) di Provinsi Maluku Utara

(Mutmainnah) ... IV - 779

Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan

(Arif Rachman) ... IV - 810

Rancangan Sistem Dokumen Berbasis Komputerisasi untuk Penerapan Program Traceability di Industri Pengolahan Tuna Loin Beku (Bambang Riyanto, Wini

(11)

ix

Keuntungan, Kelestarian dan Harmoni Tuna (Studi Kasus di Sendang Biru, Malang)

(M. Zainal Fanani dan Muhammad Zainal Arifin) ... IV - 832

Struktur dan Stabilitas Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Penangkap

Tuna di Indonesia (Studi Kasus Nelayan di Kabupaten Malang dan Kota Bitung) ... IV - 844

Penerapan Palka Ikan Berinsulasi pada Perahu Motor Nelayan Penangkapan Ikan

Tuna di Maluku (Muhammad Najib) ... IV - 853

Pengawasan Lalu Lintas Tuna Tongkol Cakalang (TTC) melalui Pendekatan

Sertifikasi di Kota Palu (Muhammad Zamrud) ... IV - 862

Upaya Budidaya Bandeng Umpan di Kabupaten Pesisir Selatan - Sumatera Barat

(Nofrin Yani dan Meriussoni Zai) ... IV - 868

Strategi Sistem Penanganan Ikan Tuna Segar yang Baik di Kapal Nelayan Handline PPI Donggala (Normawati K. Mboto, Tri Wiji Nurani, Sugeng H. Wisudo, dan

Mustaruddin) ... IV - 876

Penerapan Traceability Pemasaran Tuna dan Mendukung Sistem Logistik Ikan

Nasional (SLIN) (Novia Nurul Afiyah, Trio Budi Setyawan dan Miftachul Huda) ... IV - 885

Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Tuna : Studi Kasus Nelayan Tuna di Dusun Wuring,

Flores, Nusa Tenggara Timur (Nurlaili) ... IV - 890

Pemasaran Ikan Cakalang di Dermaga Beba Desa Tamasaju, Kacamatan Galut,

Kabupaten Takalar (Nurliati Maria) ... IV - 900

Subsidi “Rumpon Tuna” Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat Nelayan Tuna Skala Kecil (Sebuah Usulan Kebijakan) (Rizki Aprilian Wijaya dan Andrian

Ramadhan) ... IV - 912

Histamin dan Identifikasi Bakteri Pembentuk Histamin Pada Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) (Stevy Imelda Murniati Wodi, Wini Trilaksani dan

Mala Nurilmala) ... IV - 169

Pengoptimalan Pengolahan Limbah Ikan Tuna (Thunnus atlanticus) sebagai Bahan

Makanan Pendamping (Bubur) ... IV - 177

Pengolahan Limbah Kulit Tuna Industri Fillet menjadi Produk Fashion sebagai

Upaya Peningkatan Daya Saing Perikanan Nasional (Putu Ary Dharmayanti) ... IV - 992

Persyaratan dan Resolusi Perikanan Tuna Internasional

Kepentingan Indonesia Bergabung dalam Regional Fisheries Management

Organization (Ainnur Rochmatin Fitriana) ... V - 944

Politik Hukum Pengelolaan Perikanan Tuna Di Laut Lepas Oleh RFMO (Akhmad

(12)

x

Kajian Implementasi Traceability Berbasis Standar ISO 28000 pada Rantai Pasok Tuna Beku di Jakarta (Wini Trilaksani, Bambang Riyanto dan

Bayu Ardy Kresna) ... V - 962

Perdagangan Perikanan Tuna yang Berkelanjutan (Sadarma Suhaim Saragih) ... V - 976

Konsekuensi Hukum Penerapan Aturan RFMO pada Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tuna di Indonesia (Bayu Vita Indah Yanti dan Catur

Wulandari) ... V - 987

Analisis Kebijakan dan Pengelolaan Perikanan Tuna Indonesia yang Berkelanjutan

dalam Menghadapi Tantangan Pasar Global (Indra Lesmana) ... V - 994

Kebiijakan Dan Pengelolaan Tuna Yang Berkelanjutan

Sintesis dan Summary Bagian 6

Kebijakan dan Pengelolaan Perikanan Tuna-Tongkol-Cakalang

(Luky Adrianto) ... VI - 1004

Evaluasi Pengelolaan Rumpon Tuna (Thunnus albacares) dan Cakalang (Katsuwonus

pelamis) yang Ramah Lingkungan (Priyanto Rahardjo dan Aris Widagdo) ... VI - 1012

Status Pengelolaan Perikanan Tuna dengan Pendekatan Ekosistem di Nusa Tenggara Barat (Nurliah Buhari, Sitti Hilyana, Ayu Adhita Damayanti, Rovina Andriani, dan

Muhammad Masyarul Rusdani) ... VI - 1017

Penilaian Indikator EAFM untuk Perikanan Tuna Indonesia (Aris Widagdo, Priyanto

Rahardjo, Toni Ruchimat, Purwito, Luky Adrianto, dan Abdullah Habibi) ... VI - 1025

Pengontrolan Perikanan Tuna di Wilayah Indonesia dengan Metode Linear Program

(Destyariani Liana Putri dan Widi A. Pratikto) ... VI - 1032

Kebijakan Penataan Rumpon dan Armada Pukat Cincin di Indonesia (Arifsyah M.

Nasution) ... VI - 1040

Peringatan Dini Terhadap Status Ikan Tuna Berdasarkan Data Lalu Lintas Pengiriman Tuna Melalui Pintu Bandara dan Pelabuhan di Kendari,

Sulawesi Tenggara (Abdul Rachman) ... VI - 1047

Revitalisasi Perikanan Tangkap Di Sumatera Barat dalam Rangka Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Tuna Berkelanjutan di Samudera Hindia

(Alfian Zein) ... VI - 1056

Manajemen Adaptif (Adaptive Management): Strategi Pengelolaan Tuna yang

Berkelanjutan (Anwar Syarif) ... VI - 1063

Potensi dan Pemanfaatan Ikan Tongkol Krai (Auxis thazard) di Perairan Selat Malaka,

(13)

xi

Potensi Lahan Untuk Usaha Perikanan Budi Daya Ikan Tuna di Perairan Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara (Edwin L.A. Ngangi, Isrojati J. Paransa dan Indri S.

Manembu) ... VI - 1079

Distribusi dan Jarak Pemasangan Rumpon Laut Dalam dalam Upaya Pengelolaan Perikanan Tuna yang Berkelanjutan (Studi Kasus di Kendari, Maumere, Ambon dan Pelabuhan Ratu) (Ignatius Tri Hargiyatno, Regi Fiji Anggawangsa, Andrias S.

Samusamu, dan Agustinus A. Widodo) ... VI - 1085

Permasalahan Pengelolahan Perikanan Tuna Berkelanjutan di Perairan Pesisir

Utara Provinsi Papua (John D. Kalor) ... VI - 1091

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Oseanografi dan Laju Tangkap Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Samudra Hindia Bagian Timur (Jonson Lumban

Gaol I Wayan Nurjaya dan Khairul Amri) ... VI - 1099

Analisis Kebijakan Terhadap Pengelolaan Kelautan dan Perikanan Tuna di Provinsi

Sumatera Barat (Lengga Pradipta) ... VI - 1108

Reorientasi Pengelolaan Perikanan Tuna dalam Pembangunan Nasional

(Muh. Ishaq Hasan) ... VI - 1118

Komposisi Hasil Tangkapan dan Laju Pancing Rawai Tuna yang Berbasis di

Pelabuhan Benoa (Mulyono S. Baskoro, Budi Nugraha dan Budy Wiryawan) ... VI - 1126

Pengelolaan Perikanan Madidihang Studi Kasus Pancing Ulur di Laut Maluku yang

Berbasis di Bitung, Provinsi Sulawesi Utara (Novie Wijaya) ... VI - 1143

Sero Alat Tangkap Cakalang (Katsuwonus pelamis) yang Ramah Lingkungan dan

Berkelanjutan serta Kearifan Lokal Suku Bajo (Parman) ... VI - 1149

Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis (Layang, Tongkol dan

Cakalang) pada WPP 716 Nelayan Lokal Soma Pajeko Teluk Labuan Uki, Kabupaten

Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara (Ridwan Lasabuda) ... VI - 1155

Kinerja Alat Tangkap Berdasarkan Kriteria Ramah Lingkungan pada Perikanan Tuna Usaha Skala Kecil di Perairan Selatan Jawa (Tegoeh Noegroho, Mahiswara dan

Hufiadi) ... VI - 1164

Pemanfaatan Tuna Neritik Dengan Alat Tangkap Payang di Perairan Palabuhanratu

Samudera Hindia (Thomas Hidayat dan Tegoeh Noegroho) ... VI - 1176

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tuna (Mata Besar/Thunus obesus dan Sirip Kuning/Thunus albacares) yang Berkelanjutan di Kota Padang (Tomi

Ramadona) ... VI - 1183

Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tuna (Thunnus spp.) Berkelanjutan Berbasis Penerapan LAC (Limit of Acceptable Change) di Perairan Selatan Sendang Biru,

(14)

xii

Hasil Tangkapan Ikan Tuna pada Perikanan Pancing Tonda dengan Menggunakan Alat Bantu Rumpon di Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa (Tri Wiji Nurani, Sugeng Hari Wisudo, Prihatin Ika Wahyuningrum, Risti Endriani Arhatin, dan

Didin Komarudin) ... VI - 1200

Profil Perikanan Tuna di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Wilson L. Tisera, Johanis W. Kiuk, Welma Pesulima, Ovie Ningsih,

Maria R. Naguit) ... VI - 1209

Clusterisasi Migrasi Ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang di Teluk Bone dan Peran

Daerah dalam Pengelolaan Berkelanjutan (Yusli Sandi) ... VI - 1218

Kajian Musim Penangkapan Ikan Tuna di Perairan Laut Bengkulu

(Dede Hartono) ... VI – 1232

Status Keberlanjutan Perikanan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Di

Teluk Tomini Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo (Zulkifli Arsalam MoO) ... VI – 1238

Penutup

(15)

xiii

KATA SAMBUTAN

DIREKTUR SUMBER DAYA IKAN – KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Syukur Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas terbitnya Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan. Prosiding ini merupakan kumpulan tulisan yang terpilih dalam Simposium Nasional, yang telah terlaksana pada tanggal 10-11 Desember 2014. Simposium Nasional tersebut dilaksanakan atas kerja sama antara Direktorat Sumber Daya Ikan (SDI) – Dirjen Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan WWF-Indonesia. Atas nama jajaran Direktorat SDI-KKP, saya mengucapkan terima kasih kepada WWF-Indonesia atas kerja sama ini.

Kegiatan simposium dan prosiding perikanan tuna ini merupakan salah satu kebutuhan untuk referensi kita dalam melakukan pengelolaan perikanan tuna secara berkelanjutan. Indonesia merupakan salah satu negara penting secara global dalam perikanan tuna. Pada tahun 2010-2013, rata-rata produksi tahunan Indonesia mencakup tuna dan neritik tuna mencapai 1,1 juta ton/tahun. Pasar ekspor yang potensial untuk Indonesia meliputi Jepang, Amerika, dan beberapa negara di Uni Eropa. Hal tersebut menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara utama produsen tuna di dunia.

Jenis-jenis tuna merupakan spesies yang beruaya jauh, yang pengelolaanya merupakan pengelolaan bersama, lintas daerah, provinsi dan bahkan lintas negara. Indonesia dianugerahi perairan yang menjadi habitat penting dan kritis bagi tuna. Untuk itulah Indonesia harus bisa mengemban tanggungjawab tersebut untuk mengelola tuna dengan baik. Terdapat banyak permasalahan yang dihadapi perikanan tuna di Indonesia, seperti aspek pengelolaan, sumber daya, teknologi, hingga aspek data dan informasi. Hal tersebut hendaknya dapat dikelola dengan baik untuk mendukung keberlanjutan stok sumberdaya tuna guna mendukung kelangsungan usaha, serta bisnis tuna Indonesia. Perkembangan dan kecenderungan permintaan pasar akan produk tuna yang ramah lingkungan pun menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia.

Prosiding Simposium Nasional Perikanan Tuna ini, diharapkan dapat menghadirkan informasi-informasi ilmiah terkini untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan pengelolaan perikanan tuna di Indonesia. Penelitian yang telah dilaksanakan dan dipublikasikan telah menunjukkan komitmen dan keinginan berbuat sesuatu yang lebih baik untuk pengelolaan perikanan tuna di Indonesia secara bijak, demi keberlanjutan stok sumber daya perikanan tuna di perairan laut Indonesia, untuk kesejahteraan nelayan, dan seluruh masyarakat, serta bangsa Indonesia secara keseluruhan. Saya sebagai Direktur SDI, memberikan apresiasi atas terbitnya prosiding ini yang memuat tulisan mengenai pengelolaan perikanan tuna di Indonesia dari berbagai kalangan peneliti dan praktisi perikanan tuna. Semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dari prosiding ini.

Terima kasih kepada WWF-Indonesia yang telah memfasilitasi pelaksanaan Simposium dan penerbitan Prosiding ini, serta semua pihak yang telah terlibat, serta telah mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia selama ini. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan selalu berkomitmen dan bertanggung jawab, serta menjadi yang terdepan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(16)

xiv

KATA SAMBUTAN

DIREKTUR CORAL TRIANGLE – WWF-INDONESIA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan bimbingan yang telah diberikan kepada kita semua khususnya yang secara langsung terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan “Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan” dari mulai persiapan, pelaksanaan, hingga tersusunnya prosiding ini. Pada kesempatan ini sekali lagi saya informasikan bahwa kegiatan simposium yang diselenggarakan pada tanggal 10-11 Desember 2014 di Hotel Mercure, Bali ini telah terselenggara dengan baik melalui kerja sama antara Direktorat Sumber Daya Ikan – Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan WWF-Indonesia. Penyelenggaraan simposium ini bertujuan untuk mendapatkan kajian terbaru terkait perikanan tuna, cakalang dan tongkol di Indonesia, serta memberikan rekomendasi bagi perbaikan kebijakan dan pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol di Indonesia.

Melihat banyaknya para pihak yang tertarik dan terlibat aktif dalam simposium ini, terutama dari para peneliti muda, maka WWF berkeinginan agar simposium tentang tuna ini dapat dilakukan secara reguler minimum 2 tahun sekali agar aspek-aspek yang yang mempengaruhi dan harus dipertimbangkan dalam upaya perbaikan pengelolaan perikanan tuna Indonesia seperti aspek ekologi, teknologi penangkapan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan dapat terus diperbaharui (di-update). WWF-Indonesia sangat bangga telah dapat menyelenggarakan simposium ini dalam skala nasional yang bisa menghadirkan lebih dari 200 orang peneliti dengan 141 makalah telah dipresentasikan. Makalah-makalah tersebut disentesis dengan cermat oleh para ahli dibidangnya, yaitu: 1) Dr. Abdul Ghofar, 2) Drs. Agus A. Budhiman,M.Aq 3) Prof. Dr. Indra Jaya, 4) Dr. Purwanto, dan 5) Dr. Luky Adrianto, kemudian dirangkum dalam bentuk Prosiding ini.

Pada kesempatan ini, perkenankan saya atas nama WWF-Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tinggi kepada Direktur Sumber Daya Ikan Bapak Dr. Ir. Toni Ruchimat, dan Bapak Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Ikan ZEE Bapak Saut Tampubolon, S.Sos, MM, beserta staf yang telah mendukung sepenuhnya atas penyelenggaraan simposium ini. Ucapan yang sama saya sampaikan pula kepada para Narasumber yang sekaligus juga menjadi Moderator dan Reviewer hasil-hasil simposium hingga menjadi sebuah prosiding yang lengkap. Ucapapan terima kasih juga disampaikan kepada semua Pemakalah dan peserta seluruhnya atas partisipasi aktif dalam simposium ini disertai iringan doa semoga sumbangsih ilmu pengetahuan yang telah dikonstribusikan dalam simposium ini menjadi bukti dharma bakti bagi perbaikan pengelolaan perikanan tuna Indonesia dan juga sebagai wujud amal Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini pula saya memberikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada seluruh panitia dan staf WWF yang telah bekerja keras dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan simposium ini hingga tersusunnya prosiding ini.

Akhirnya saya ingin menyampaikan semoga Prosiding ini bermanfaat dan menambah pustaka kita semua. Amiin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Januari 2015

(17)

xv

PENDAHULUAN

Spesies tuna yang banyak tertangkap di perairan laut Indonesia setidaknya ada 8 yang memiliki nilai ekonomis penting. Ke-8 jenis ini terdiri dari jenis tuna besar yaitu sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), mata besar (Thunnus obesus), sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), dan albakor (Thunnus alalunga). Dan tuna kecil, yaitu cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol komo (Euthynnus affinis), tongkol krai (Auxis thazard), dan tongkol abu-abu (Thunnus tonggol). Sumber daya perikanan tuna merupakan salah satu komoditi andalan perikanan di Indonesia dan telah menjadi primadona perdagangan di pasar internasional.

Pada tahun 2012, lebih dari satu juta ton ikan tuna ditangkap di Indonesia, dan sebagian besar diekspor ke berbagai tujuan negara utama pembeli tuna, seperti Jepang, Amerika, China, dan beberapa negara di Uni Eropa. Nilai ekspornya pun menghampiri 4 triliun rupiah (Statistik Perikanan Tangkap, 2013; Statistik Ekspor Perikanan, 2012). Hal tersebut menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara utama produsen tuna di dunia. Dan secara global, Indonesia merupakan negara produsen perikanan terbesar kedua setelah China, dengan produksi perikanan sebesar hampir 5,5 juta Ton pada tahun 2011, atau 6,8% dari produksi perikanan dunia (FOA Capture Fisheries Statistic, 2012). Namun, pada satu dekade terakhir terjadi penurunan trendline, baik di Indonesia maupun secara global. Peningkatan produksi tangkapan juga tidak setinggi dekade sebelumnya. Tahun 2015 ini, FAO merilis bahwa 29% stok perikanan telah mengalami over fishing atau tangkap lebih, termasuk stok ikan tuna.

Sejak penangkapan tuna dimulai di Indonesia pada tahun 1960-an, sampai penangkapan secara besar-besaran di Indonesia sekitar tahun 1980-an, ada kecenderungan peningkatan produksi hasil tangkapan tuna. Kemudian pada satu dekade terakhir, terjadi penurunan trendline, dimana peningkatan produksi tangkapan tidak setinggi dekade sebelumnya. CPUE (Catch per Unit Effort) ikan tuna juga mengalami fluktuasi yang menyebabkan beberapa armada perusahaan perikanan tuna tidak mengoperasikan sebagian kapalnya kerena tidak ekonomis lagi. Pergeseran lokasi penangkapan juga menjadi indikasi stok sumber daya perikanan tuna tidak stabil lagi pada beberapa lokasi di Indonesia. Hasil survey WWF-Indonesia dalam rentang tahun 2009-2014 menunjukkan bahwa umumnya perusahaan perikanan tuna di pelabuhan besar di Indonesia seperti Muara Baru Jakarta, Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Samudera Indonesia Kendari, Sendang Biru Jawa Timur, Bitung Manado, Ambon, telah mengurangi armada penangkapan ikannya karena biaya operasional semakin tinggi sementara hasil tangkapan tuna semakin turun.

(18)

xvi

Seiring dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran sebagian besar pihak dalam pengelolaan perikanan tuna, khususnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan Perikanan, kalangan akademisi, swasta, dan LSM juga semakin menunjukkan perannya dalam pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia. Beberapa stakeholder berperan cukup signifikan baik dalam konsep pengelolaan perikanan tuna, maupun secara praktis para tingkat pengusaha dan nelayan. Dalam hal pengelolaan perikanan tuna di Indonesia, pemerintah dan semua stakeholder, salah satunya adalah dengan menyediakan data terbaik untuk kebutuhan pengelolaan dan pengambilan keputusan atau penetapan kebijakan. Pelaksanaan Simposium Nasional Pengelolan Perikanan Tuna Berkelanjutan ini merupakan wujud nyata dalam mengumpulkan data ilmiah mengenai perikanan tuna di Indonesia. Simposium ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia yang melibatkan peneliti dan praktisi perikanan tuna dari seluruh Indonesia, yaitu dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi, swasta, dan LSM. Hal ini merupakan komitmen bersama dalam rangka mewujudkan pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia.

(19)
(20)

III - 663

CEDERA DAN PRAKTEK KESELAMATAN KERJA PADA PERIKANAN TUNA SKALA KECIL DI PERAIRAN SELATAN SULAWESI TENGGARA

N. Aliminaab, B. Wiryawana, D.R. Monintjaa, T.W. Nurania, A.A. Taurusmana

a Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor bProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Halu Oleo

ABSTRAK

Pengelolaan perikanan berkelanjutan meletakkan pencapaian tujuan kesejahteraan manusia setara dengan kesehatan ekologis. Salah satu isu dalam pencapaian tujuan kesejahteraan manusia adalah terjadinya cedera dalam operasi penangkapan. Tuna sebagai spesies berukuran besar dengan kecepatan renang tinggi mengakibatkan tingginya risiko cedera pada perikanan tuna terutama pada perikanan pancing skala kecil. Informasi tentang cedera dan praktek keselamatan kerja dalam operasi penangkapan dapat menjadi masukan antara lain bagi upaya perlindungan, pengembangan program asuransi nelayan, dan pengembangan pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan secara keseluruhan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan di perairan selatan Sulawesi Tenggara pada Maret-Mei 2014. Pengumpulan data melalui wawancara dengan nelayan pancing tuna dan pengawas pada Unit Pengawasan SDKP Baubau. Pemilihan narasumber nelayan dengan sampling insidentil di mana setiap nelayan pancing tuna yang ditemui dijadikan sebagai narasumber. Data yang dikumpulkan mencakup spesifikasi alat tangkap, jenis cedera yang pernah dialami atau diketahui oleh nelayan, tindakan pencegahan, serta upaya pencarian dan penyelamatan korban. Jenis cedera yang teridentifikasi antara lain adalah luka tusuk atau sayatan, cedera otot, patah anggota badan, sampai kematian. Cedera timbul dari kecelakaan akibat pencegahan yang kurang memadai (inadequate defences), tindakan yang tidak hati-hati (unsafe acts), dan faktor prakondisi. Beberapa tindakan pencegahan dan upaya pencarian dan penyelamatan korban telah dilakukan pada level individu maupun komunitas. Upaya pencegahan pada level individu antara lain dengan memakai pakaian pelindung, sedangkan pada level komunitas adalah dengan melakukan operasi penangkapan secara berkelompok. Diskusi dikembangkan pada implikasi ekonomi dan sosial dari terjadinya cedera baik terhadap individu maupun komunitas. Sejauh ini penelitian belum sampai pada pengkajian tentang frekuensi terjadinya setiap jenis cedera dan akibat lanjutan spesifik yang diderita oleh nelayan akibat kebiasaan dan lingkungan kerja nelayan.

Kata Kunci: cedera, keselamatan kerja, pancing tuna,Sulawesi Tenggara

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(21)

rata-III - 664

rata nasional. Demikian pula Denmark, Spanyol, Kanada, Korea, bahkan di Amerika data tahun 1996 menunjukkan bahwa laju kematian nelayan 16 kali lebih tinggi dibandingkan pekerjaan berbahaya lainnya (FAO 2001). Di Indonesia sendiri data kecelakaan dan cedera yang terjadi dalam usaha penangkapan ikan masih minim dan belum terpetakan dengan baik terutama untuk kapal tradisional atau perikanan skala kecil.

Keselamatan kerja dalam perikanan skala kecil menjadi masalah yang serius. Aasjord (2006) mencatat bahwa faktor risiko tertinggi kecelakaan fatal justru ditemukan pada kapal dengan panjang kurang dari 13 meter, demikian pula pada perikanan Polandia (Jarimen & Kotulak 2004; Jensen et al. 2014). Bahkan pada negara yang memiliki kultur keselamatan kerja yang baik seperti Norwegia laju insiden/cedera fatal pada perikanan tersebut 2,5 per 1000 orang nelayan per tahun (Jensen et al. 2014). Di lain pihak, sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur standar keselamatan kapal dengan ukuran kurang dari 24 meter (FAO 2001; Suwardjo 2011) sehingga pencegahan, pemantauan, dan upaya penyelamatan tidak dapat dilakukan secara efektif. Belum adanya standar keselamatan ditambah dengan daerah nelayan yang jauh dari infrastruktur pelayanan publik dapat menyebabkan keterlambatan upaya pencarian dan penyelamatan korban. Situasi ini diperparah dengan kurangnya “kekuatan” politik dan ekonomi dari nelayan yang rata-rata berpendidikan rendah sehingga perhatian yang mendukung dibentuknya mekanisme penyelamatan korban juga menjadi rendah. Dalam kondisi ini masyarakat dituntut untuk dapat mengembangkan upaya pencegahan dan penyelamatan korban secara mandiri sehinggga kerugian yang ditimbulkannya dapat ditekan seminimal mungkin.

Risiko cedera pada perikanan skala kecil dipercaya menjadi bagian yang melekat (inherent), padahal sebagian negara berkembang terutama negara-negara Afrika dan Asia termasuk Indonesia memiliki struktur penangkapan yang umumnya didominasi oleh perikanan skala kecil (FAO 2010b; FAO 2014). Pada kawasan tertentu, perikanan skala kecil bahkan digunakan dalam penangkapan spesies oseanik seperti tuna (Thunnus sp.). Praktek ini terjadi misalnya di daerah kepulauan Indonesia di mana jenis alat tangkap yang dominan digunakan pada beberapa daerah adalah jenis pancing dengan kapasitas armada kurang dari 10 GT (Alimina 2005; Hermawan 2012). Orientasi penangkapan pada jenis tuna yang merupakan spesies yang memiliki kecepatan renang tinggi dan bobot dapat mencapai lebih dari 100 kg/ekor menyebabkan risiko cedera pada perikanan ini relatif tinggi. Posisi nelayan semakin rentan karena dengan ruang gerak yang sempit di atas kapal seorang nelayan harus berhadapan dengan jenis ikan “monster” ini.

Penelitian tentang cedera saat ini umumnya berorientasi pada risiko potensial berdasarkan prosedur kerja (Piniella et al. 2008; Purwangka 2013; Mubarok 2013). Penelitian tentang cedera faktual pun kebanyakan difokuskan pada perikanan trawl, jaring, rawai, atau perikanan industri lainnya (Jensen et al. 2005; Jensen et al. 2006; Aasjord 2006; Antão et al. 2008). Sampai saat ini belum ditemukan penelitian yang memetakan cedera yang pernah dialami nelayan dalam perikanan skala kecil terutama pada perikanan pancing yang berorientasi pada jenis tuna, demikian pula upaya pencegahan serta upaya pencarian dan penyelamatan korban pada level individu maupun komunitas. Kurang memadainya informasi tentang cedera menjadi perhatian FAO (2001) karena terjadinya cedera atau bentuk kerugian lainnya akibat kecelakaan kerja dalam perikanan tangkap merupakan faktor yang dapat menjadi kendala dalam pencapaian tujuan kesejahteraan manusia.

1.2 Tujuan

(22)

III - 665

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Maret-Mei 2014 di sentra-sentra nelayan tuna Kabupaten Buton dan pelabuhan perikanan Kota Baubau (Lampiran 1).

2.2 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data menggunakan metode wawancara semi terstruktur terhadap nelayan dan pengawas pada Unit Pengawasan SDKP Baubau. Pemilihan narasumber nelayan dengan sampling insidentil di mana setiap nelayan pancing tuna yang ditemui dijadikan sebagai narasumber. Data yang dikumpulkan mencakup: (1) kapal dan alat tangkap (kapasitas, jumlah ABK, cara pengoperasian, kelengkapan navigasi dan peralatan keselamatan); (2) Jenis cedera yang pernah dialami dan cara penanganannya; (3) Tindakan yang telah dilakukan untuk mengurangi risiko kecelakaan dan cedera yang diakibatkannya; (4) pencarian dan penyelamatan korban. Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam untuk memperoleh informasi detil tentang peristiwa atau kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya cedera. Narasumber penelitian berjumlah 23 orang, terdiri dari 22 orang nelayan dan 1 orang pengawas pada SDKP Baubau.

2.3 Metode Analisis

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif melalui penyusunan data secara sistematis ke dalam kategori. Jenis cedera dibagi ke dalam 3 kategori (cedera ringan, sedang, dan berat) berdasarkan persepsi nelayan dan dampak cedera terhadap kinerja nelayan. Latar belakang terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan cedera dibagi atas kegagalan atau pelanggaran yang mungkin dilakukan pada tahap operasi penangkapan yang diadaptasi dari Metode Reason (FAO 2001), yaitu perlindungan yang tidak mencukupi (inadequate defenses), tindakan-tindakan yang mengabaikan faktor keamanan (unsafe acts), dan prakondisi operasi. Upaya pencegahan, dan tindakan penyelamatan korban dikategorikan pada 2 level yaitu level individu dan level komunitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perikanan Tuna Skala Kecil di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

Perairan selatan Sulawesi Tenggara (sekitar 4o00’-6o30’ LS dan 122o00’-125o00’ BT) terletak

di antara Laut Banda dan Laut Flores dan merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-RI) 714. Kapal pancing tuna yang digunakan di perairan ini umumnya terbuat dari kayu atau fiberglass dengan ukuran panjang sangat bervariasi antara 6-10 meter, lebar 70-120 cm, dan dalam 60-70 cm. Menggunakan mesin dalam atau mesin luar dengan kekuatan 10-16 pK (Lampiran 2). Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ini umumnya terdiri dari 1-2 orang. Bila nelayan terdiri dari dua orang atau lebih maka dilakukan pembagian kerja, di mana seorang nelayan berfungsi mengendalikan kapal dan yang lain melakukan pemancingan. Jika nelayan beroperasi seorang diri maka selain memancing, nelayan tersebut juga mengendalikan kapal.

Pengoperasian pancing tuna dilakukan sepanjang hari. Nelayan menuju daerah penangkapan sekitar jam 03.00 subuh, makin jauh daerah penangkapan yang dituju maka makin awal mereka berangkat. Persiapan penangkapan terdiri dari pengisian es dan bahan bakar serta bahan makanan. Kelengkapan navigasi terdiri dari kompas dan lampu flash sebagai lampu tanda untuk menghindari tabrakan dengan kapal lain. Pengoperasian alat tangkap dapat dilakukan secara aktif dengan ditarik di belakang kapal atau secara pasif (umumnya di sekitar rumpon).

(23)

III - 666

Pasal 26, 27 (5) dan 28 (4), nelayan kecil tidak diwajibkan memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dan hanya diwajibkan untuk mendaftarkan diri, usaha, dan kegiatannya kepada instansi perikanan setempat. Selain itu, karena kurang dari 7 GT maka kapal ini tidak wajib untuk didaftarkan berdasarkan Pasal 158 Undang-undang Pelayaran.

3.2 Jenis Cedera

Jenis cedera dapat berbeda menurut jenis alat tangkap dan metode pengoperasiannya (Piniella et al. 2008; Purwangka 2013; Mubarok 2012). Jensen et al. (2005) mengklasifikasikan cedera pada perikanan jaring atas 7 yaitu memar, luka, amputasi, patah/retak, keseleo, macam-macam, dan tidak diketahui. Jenis cedera pada perikanan pancing antara lain adalah cedera ocular, tangan teriris atau tertusuk, amputasi, dan jatuh (Iannetti & Tortorella 2014; Antão et al. 2008). Dalam penelitian ini, jenis cedera diperluas disesuaikan dengan kondisi penangkapan di daerah tropis di atas kapal berukuran kecil. Cedera dikategorikan ringan bila cedera tersebut tidak menghalangi kinerja nelayan dan dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan obat-obatan ringan. Cedera dikategorikan menengah sampai berat adalah cedera yang dapat menyebabkan terganggunya kinerja nelayan atau menyebabkan nelayan tidak dapat turun melaut untuk beberapa waktu atau cedera yang mengakibatkan cacat permanen (Tabel 1). Cedera ringan biasanya tidak dilaporkan sehingga jarang teridentifikasi dalam laporan resmi (FAO 2001).

[image:23.595.88.482.468.639.2]

Termasuk cedera ringan dalam perikanan tuna skala kecil adalah kulit terkelupas dan iritasi mata. Jenis cedera ini dikategorikan cedera ringan karena nelayan masih dapat melakukan kegiatan penangkapan sebagaimana biasanya dan tidak memerlukan waktu istirahat khusus. Luka tersayat atau tertusuk pada perikanan rawai dikategorikan sebagai cedera yang berkonsekuensi tinggi (Antão et al. 2008), namun pada perikanan pancing tuna sampai tingkat tertentu masih dianggap sebagai cedera ringan. Namun demikian, ditemukan satu kasus di mana cedera tertusuk mata pancing dapat dikategorikan menengah karena korban perlu penanganan medis khusus dan membutuhkan waktu istirahat sampai sekitar dua minggu sampai lukanya sembuh. Luka tersayat atau tertusuk utamanya tejadi di bagian siku, telapak, atau punggung tangan dan jari. Cedera ini dialami oleh hampir seluruh nelayan pada setiap musim terutama pada puncak musim penangkapan.

Tabel 1 Jenis dan Kategori Cedera

No Jenis Cedera Kategori

Ringan Sedang Berat

1 Kulit terkelupas 2 Iritasi mata

3 Luka tersayat atau tertusuk 4 Cedera otot

5 Sakit akibat dehidrasi dan kedinginan 6 Patah anggota badan

7 Kehilangan nyawa

Jenis cedera yang juga dikategorikan sebagai cedera sedang adalah cedera otot dan sakit akibat dehidrasi atau kedinginan. Cedera otot terutama terjadi pada nelayan yang menggunakan mesin dalam. Memutar engkol untuk menghidupkan mesin dalam membutuhkan tenaga dan juga konsentrasi, dan bila dilakukan berkali-kali maka dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan dan cedera pada otot.

(24)

III - 667

Cedera berat sampai fatal yang ditemukan adalah patah anggota badan dan kematian. Pada penelitian ini ditemukan dua kasus di mana nelayan mengalami patah pada bagian jari. Cedera patah diterima oleh nelayan sebagai pertukaran dari cedera lain yang dapat terjadi pada situasi demikian yaitu terjerat dan terseret oleh ikan ke dalam laut dengan risiko kematian. Terdapat satu kasus kematian nelayan akibat terseret ikan terjadi setahun sebelum penelitian.

3.3 Penyebab Terjadinya Cedera

Cedera pada perikanan tuna dapat disebabkan oleh kecelakaan saat pelayaran atau operasi penangkapan. Beberapa tindakan atau kelalaian teridentifikasi sebagai faktor yang yang melatarbelakangi atau mendahului terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan cedera. Faktor-faktor tersebut secara garis besar diikategorikan atas faktor prakondisi, tindakan yang mengabaikan keselamatan (unsafe act), dan perlindungan yang tidak mencukupi (inadequate defences) (Tabel 2).

[image:24.595.89.539.278.436.2]

Tabel 2 Faktor-faktor penyebab terjadinya cedera

Faktor prakondisi unsafe

acts

Inadequate defences

Kelalaian dalam pemeliharaan mesin kapal

Kurangnya peralatan komunikasi dan keselamatan

Faktor alami (cuaca, gelombang)

Kekuranghati-hatian dalam peletakan atau pengaturan tali pancing

Kurangnya konsentrasi pada saat pemancingan Kurangnya perlindungan pada anggota tubuh yang rentan terkena mata pancing atau tali pancing

Kelalaian dalam pemeliharaan mesin kapal merupakan prakondisi yang dapat berakibat pada terjadinya kerusakan mesin. Akibatnya nelayan dapat hanyut atau terapung-apung di tengah laut dan bila tidak segera mendapat pertolongan akan berakibat fatal seperti terjadinya dehidrasi. Kondisi ini dapat memburuk bila disertai dengan faktor prakondisi lainnya seperti kurangnya peralatan komunikasi dan keselamatan, atau dalam kondisi hujan dan gelombang tinggi.

Sebagian besar cedera terjadi pada proses pengoperasian alat tangkap (Jensen 2006), utamanya pada proses penarikan alat (Törner et al. 1995). Risiko cedera tertinggi pada proses penangkapan dengan alat tangkap pancing juga terjadi pada penarikan pancing.

Pada saat memakan umpan, tuna akan menyelam dengan kecepatan burst speed ke bagian kedalaman sampai ratusan meter. Saat ini merupakan saat yang kritis karena bobot dan kecepatan renang ikan akan menarik tali pancing dengan kecepatan tinggi. Gerakan dan bobot ikan menyebabkan terjadinya ketegangan pada tali yang ditumpukan pada bagian siku dan telapak tangan. Kurangnya perlindungan pada bagian-bagian tersebut dapat menyebabkan terjadinya luka sayatan atau tusukan.

Proses termakannya umpan oleh ikan merupakan saat yang kritis. Bila nelayan tidak berkonsentrasi atau kurang hati-hati dalam meletakkan/mengatur tali pancing, maka nelayan akan terjerat dan terbawa jatuh ke dalam air. Pada saat ini penarikan oleh nelayan lain hampir mustahil untuk dilakukan karena justru dapat lebih membahayakan korban. Risiko kehilangan nyawa semakin tinggi bila dalam kasus ini nelayan beroperasi seorang diri (Jensen et al. 2014). Salah seorang nelayan yang selamat tetapi mengalami cedera patah jari tangan pada saat melakukan operasi penangkapan seorang diri, menceritakan kejadiannya sebagai berikut:

(25)

III - 668

Akhirnya, ikan itu berhasil juga saya tarik ke atas perahu tetapi sudah tidak bisa lagi saya tombak, karena sudah mau pingsan.

3.4 Upaya pencegahan dan mekanisme pencarian atau penyelamatan korban

[image:25.595.90.529.268.526.2]

Upaya pencegahan dan penyelamatan telah dilakukan dalam situasi yang terbatas baik pada level individu maupun pada level komunitas (Tabel 3). Upaya-upaya tersebut tidak terlepas dari karakter komunitas (Hafold 2009; Jensen et al. 2005). Pada tataran operasional FAO (2010a) menganjurkan beberapa tindakan yang dapat dilakukan, antara lain memastikan ketersediaan alat-alat keselamatan di atas kapal, memberikan informasi kepada keluarga nelayan, dan memastikan adanya fasilitas komunikasi (Hp, VHF). Namun demikian, ada beberapa tindakan pengamanan yang belum menjadi bagian dari prosedur kerja atau kebiasaan nelayan di daerah penelitian, contohnya seperti penyediaan pelampung (live jacket).

Tabel 3 Upaya pencegahan dan penyelamatan korban pada level individu maupun komunitas

Tingkat Jenis cedera Upaya pencegahan Upaya pertolongan

Individu nelayan

Kulit terkelupas Membuat atap bongkar pasang

Dibiarkan Iritasi mata Memakai helm berpenutup

atau kaca mata air

Dibiarkan Diobati sendiri Luka robek/sayatan Memakai sarung tangan,

jaket

Dibiarkan Diobati sendiri Cedera

otot/kelelahan

Mengganti mesin Dibiarkan, istirahat Sakit akibat

dehidrasi, kedinginan, kelelahan

Membawa Hp, bahan makanan, memakai jaket tahan air Dibiarkan, istirahat Diobati sendiri Dibawa ke puskesmas Patah anggota badan Waspada Meletakkan gulungan benang dengan rapi dan sejauh mungkin dari pemancing

Dibawa ke puskesmas

Individu/ Komunitas

Kehilangan nyawa Waspada

Melakukan penangkapan secara berkelompok

Pencarian korban oleh komunitas

Upaya praktis yang dilakukan oleh sebagian nelayan untuk mencegah terjadinya cedera pada level individu adalah dengan menggunakan beberapa perlengkapan seperti helm standar atau kaca mata air, sarung tangan, dan jaket. Namun demikian, tidak semua perlengkapan tersebut dipakai oleh nelayan. Sebagai contoh, penggunaan kaos tangan tebal untuk mencegah luka sayatan. Sebagian nelayan beranggapan bahwa penggunaan kaos tangan akan merusak benang tali pancing dan mengurangi kepekaan tangannya dalam memperkirakan gerakan ikan.

Upaya pencegahan juga dilakukan dengan membawa beberapa peralatan sederhana. Membawa handphone dan dayung merupakan upaya antisipasi bila mesin kapal rusak di tengah laut. Dalam perikanan skala kecil penggunaan handphone merupakan alternative dari peralatan komunikasi Very High Frequensi (VHF) yang relatif mahal dan membutuhkan ruang tersendiri di kapal. Namun demikian terdapat kekurangan terkait jangkauan komunikasi yang terbatas sejauh jangkauan signal terpasang. Alternatif penggunaan layar belum ditemukan, kemungkinan hal ini berkaitan dengan ketersediaan ruang di kapal.

(26)

III - 669

mesin dalam dengan mesin luar merupakan upaya nelayan untuk mengurangi cedera otot. Mesin luar memiliki kelebihan karena memiliki manuver kecepatan yang baik dan dapat dihidupkan dengan mudah dibandingkan dengan mesin dalam. Namun demikian, hal ini hanya dilakukan oleh beberapa nelayan karena mesin luar menggunakan bahan bakar yang relatif mahal dibandingkan mesin dalam.

Pada level komunitas upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko adalah dengan melakukan penangkapan secara bersama-sama dalam suatu kelompok nelayan yang terdiri dari 3 atau 4 kapal. Nelayan yang berkelompok ini melakukan penangkapan pada jarak di mana masing-masing masih dapat saling memantau keadaannya. Perspektif ini digunakan pula dalam pencarian korban, karena nelayan umumnya berbasis pada daerah yang jauh dari jangkauan sistem penyelamatan (SAR) sehingga komunitas memegang peran penting dalam upaya pencarian dan penyelamatan korban.

Penanganan cedera sejauh ini dilakukan secara individual dengan menggunakan obat luka ringan atau diobati secara tradisional, pada beberapa kasus cedera bahkan tidak ditangani secara khusus dan dibiarkan sembuh dengan sendirinya. Hal ini nampaknya membenarkan klaim bahwa risiko cedera dianggap risiko normal yang melekat dalam perikanan tangkap. Pelibatan tenaga medis dilakukan pada kasus-kasus yang agak parah sehingga tidak memungkinkan bagi nelayan untuk bekerja misalnya patahnya jari tangan. Biaya pengobatan dengan tenaga medis ada yang sepenuhnya masih ditanggung oleh nelayan dan ada yang telah menggunakan jaminan kesehatan dari pemerintah tergantung pada fasilitas dan informasi yang diketahui oleh nelayan.

Pencarian korban mula-mula dilakukan oleh nelayan lainnya dibantu oleh komunitas setempat. Kejadian juga dilaporkan pada aparat desa untuk bantuan selanjutnya. Pencarian nelayan yang hilang dilakukan secara langsung dengan menggunakan kapal-kapal nelayan atau dengan cara menghubungi kenalan atau kerabat di pulau-pulau sekitarnya di mana nelayan tersebut diperkirakan terdampar. Proses ini dibantu pula oleh aparat pengawasan yang ada di pelabuhan perikanan.

3.5 Implikasi cedera terhadap aspek sosial ekonomi perikanan tuna

[image:26.595.91.483.523.656.2]

Implikasi sosial ekonomi cedera dalam kegiatan operasi penangkapan disimpulkan dari berapa waktu yang dibutuhkan oleh nelayan untuk memulihkan diri dari cedera (lost days) (Antão et al. 2008). Semakin lama waktu yang dibutuhkan, diasumsikan semakin besar implikasinya (Tabel 4).

Tabel 4 Implikasi cedera terhadap kegiatan operasi penangkapan

No Jenis Cedera

Istirahat

Tidak <1 Bulan >1 Bulan

1 Kulit terkelupas

2 Iritasi mata

3 Luka tersayat atau tertusuk

4 Cedera otot dan kelelahan

5 Sakit akibat dehidrasi, kedinginan, dan

kelelahan

6 Patah anggota badan

Cedera ringan pada perikanan ini hampir tidak memberikan implikasi terhadap operasi penangkapan karena tidak mengganggu kinerja nelayan. Nelayan yang mengalami jenis cedera ini masih dapat melakukan operasi penangkapan sebagaimana biasanya. Pada beberapa Negara Eropa dan Amerika, cedera yang hanya mengakibatkan lost days tidak lebih dari satu hari biasanya tidak perlu dilaporkan.

(27)

III - 670

keluarganya tidak memperoleh pendapatan. Pada level masyarakat, tidak beroperasinya nelayan berimplikasi pada kurangnya daya beli nelayan dan berkurangnya pasokan tuna. Pada kasus lain, tingginya risiko cedera telah menyebabkan nelayan keluar dari perikanan ini dan memilih untuk mencari pekerjaan di daerah lain. Sebagai akibatnya terjadi perpisahan dengan keluarga. Perpisahan dengan keluarga merupakan salah satu masalah sosial yang dapat menimbulkan ketegangan dalam perikanan tuna (Fletcher 2010).

Berdasarkan informasi nelayan, telah ada upaya asuransi nelayan namun mereka keberatan dengan jumlah premi yang dianggap sangat tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena dengan risiko kecelakaan dan cedera yang sangat tinggi, membutuhkan kompensasi premi yang tinggi pula. Selain penolakan asuransi, tingginya risiko kecelakaan pada perikanan tangkap dapat pula menyebabkan terhambatnya aksesibilitas permodalan perbankan bagi sektor ini (FAO 2001; Ekasari 2008). Untuk itu dibutuhkan dukungan pemerintah bagi pengembangan asuransi serta program keselamatan dan kesejahteraan nelayan sebagai bagian integral dari upaya pengelolaan (FAO 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Jenis cedera yang dialami oleh nelayan perikanan pancing tuna skala kecil di perairan selatan Sulawesi Tenggara mulai dari cedera ringan (misalnya iritasi mata), sedang, sampai berat (misalnya luka tersayat atau tertusuk, dan patah anggota badan).

2. Cedera pada pengoperasian pancing disebabkan oleh antara lain kurangnya perlindungan pada anggota tubuh yang rentan terkena mata pancing atau tali pancing (pencegahan yang kurang memadai) dan kurangnya kehati-hatian dalam peletakan atau pengaturan tali pancing kapal dan kurangnya konsentrasi pada saat pemancingan (tindakan yang tidak hati-hati). Selain itu juga disebabkan oleh kelalaian dalam pemeliharaan mesin kapal, kurangnya persiapan peralatan komunikasi dan keselamatan (faktor prakondisi).

3. Upaya pencegahan dan pencarian/penyelamatan korban telah dilakukan oleh nelayan dengan memakai, menggunakan, atau melakukan tindakan baik pada level individu maupun komunitas.

4.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang frekuensi terjadinya cedera sebagai tambahan informasi untuk prioritas upaya pencegahan, pelatihan, asuransi nelayan, maupun pengembangan kebijakan perlindungan nelayan.

(28)

III - 671

DAFTAR PUSTAKA

Aasjord HL. 2006. Tools for Improving Safety Management in the Norwegian Fishing Fleet Occupational Accidents Analysis Period of 198-2006. Internat. Marit. Health. (57): 1-4. Alimina N. 2005. Analisis suhu permukaan laut dan klorofil-a, hubungannya dengan hasil

tangkapan madidihang (thunnus albacares) di perairan selatan sulawesi tenggara [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Antão P, Almeida T, Jacinto C, Soares CG. 2008. Causes of Occupational Accidents in the Fishing Sector in Portugal. Safety Science (46): 885-899.

De Young C, Charles A, Hjort A. 2008. Human Dimensions of the Ecosystem Approach to Fisheries: An Overview of Context, Concepts, Tools and Methods. Rome: FAO.

Ekasari D. 2008. Analisis risiko usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. The State of World Fisheries and Aquaculture, Opportunities and Challenge. Rome: FAO.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2003. Fisheries Management: The Ecosystem Approach to Fisheries. Rome: FAO.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2010a. Safety at Sea for Small-scale Fisheries in Developing Countries. Roma: FAO.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2010b. The State of World Fisheries and Aquaculture 2010. ISBN 1020-5489. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Viale Delle Terme di Carcalla 00153 Rome Italia.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2001. Safety at Sea as Integral Part of Fisheries Management. Roma: FAO.

Fletcher WJ. 2005. The Application of Qualitative Risk Assessment Methodology to Prioritize Issues for Fisheries Management. ICES Journal of Marine Science, 62: 1576-1587. Fletcher R. 2010. Planning Processes for the Management of the Tuna Fisheries of the

Western and Central Pasific Region Using an Ecosystem Approach. Australia: AusAid and NZAid.

Hafold JI. 2009. Safety Culture Aboard Fishing Vessel. Safety Science (8): 1054-1061. Hermawan D. 2012. Desain Pengelolaan Perikanan Madidihang (Thunnus albacares) di

Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Iannetti L, Tortorella P. 2014. Penetrating Fish-Hook Ocular Injury: Management of an Unusual Intraocular Foreign Body. Hindawi Publishing Coorporation, Case Report in Medicine Vol. 2014. 3 p.

Jaremin B, Kotulak E. 2004. Mortality in the Polish Small-Scale Fishing Industry. Occupational Medicine (54): 258260.

Jensen OC, Stage S, Noer P. 2005. Classification and coding of commercial fishing injuries by work processes: An experience in the Danish fresh market fishing industry. American Journal of Indstrial Medicine 47:528-537.

Jensen OC. 2006. Injury Risk at the Work Processes in Fishing: A Case Referent Study. European Jornal of Epidemiologi (21): 521-527.

Jensen OC, Stage S, Noer P. 2006. Injury and Time Studies of Working Processes in Fishing. Safety Scince (44): 349-358.

Jensen OC, Petursdottir G, Holmen IM, Abrahamsen A, Lincoln J. 2014. A Review of Fatal Accidence Rate Trends in Fishing. Int Marit Health (65): 47-52.

Kaunang R. 2010. Pengembangan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Perikanan Tuna Terpadu di Sulawesi Utara {Disertasi]. Bogor: IPB. 148 hal.

(29)

III - 672

Mubarok HA. 2012. Analisis keberlanjutan dan keselamatan kerja perikanan panah (spear fishing) di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Piniella F, Soriguer MC, Walliser J. 2008. Analysis of the specific risks in the different artisanal fishing methods in Andalusia, Spain. Safety Science 46 (2008): 1184-1195.

Purwangka F. 2013. Keselamatan kerja nelayan pada operasi penangkapan ikan menggunakan payang di Palabuhanratu, Jawa Barat [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Roberts SE. 2004. Occupational Mortality in British Commercial Fishing , 1976-95. Occup Environ Med (61): 16-23.

[Setneg] Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Jakarta: Setneg.

[Setneg] Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Setneg.

[Setneg] Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tentang Pelayaran. Jakarta: Setneg.

Suwardjo D. 2011. Pengembangan kerangka kerja keselamatan operasi penangkapan ikan di Provinsi Jawa Tengah. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Törner M, Karlsson R, Saethre H, Kadefors R. 1995. Analysis of serious occupational accidents in Swedish fishery. Safety Science (1995): 93-111.

Gambar

Tabel 1 Jenis dan Kategori Cedera
Tabel 2 Faktor-faktor penyebab terjadinya cedera
Tabel 3 Upaya pencegahan dan penyelamatan korban pada level individu maupun komunitas
Tabel 4 Implikasi cedera terhadap kegiatan operasi penangkapan

Referensi

Dokumen terkait

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai data, informasi ataupun fakta dari

sudut daun, umur keluar bunga jantan (tassel) dan bunga betina (silk), jumlah cabang bunga jantan (tassel), panjang tongkol total, panjang tongkol efektif, diameter tongkol,

Guru harus berusaha dan memikirkan teknik pengajaran yang menarik dan berkesan serta mempelbagaikan teknik pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas yang

Hasil penelitian ini menujukan bahwa literasi keuangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku keuangan mahasiswa akan tetapi gender , usia, kemampuan akademis

Hasil penelitian menunjukkan baahwa ada peningkatan kadar glukosa darah responden pada kelompok intervensi yang mana pada saat pre test diukur pada glukosa darah

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur dengan

Sesuai dengan ketentuan penilaian penetapan kesehatan koperasi menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (2008), nilai yang didapat oleh

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang didasarkan pada studi eksperimen dengan menggunakan desain One Group Pretest-Posttest Design , untuk mengetahui