• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pengeringan lapisan tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pengeringan lapisan tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI

TALAS BOGOR (

Colocasia esculenta

L. Schoot)

CARTAM

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Cartam

(4)

ABSTRAK

CARTAM. Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot). Dibimbing oleh SRI MUDIASTUTI.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik fisik, karakteristik termal, dan karakteristik pengeringan lapisan tipis talas bogor (Colocasia esculenta L. Schoot). Perlakuan suhu dan RH yang diberikan pada pengeringan dengan oven masing-masing adalah 35 oC, 45 oC, dan 55 oC dan RH 40.1% sampai 86.5%. Perlakuan suhu tersebut ditentukan setelah melakukan penelitian pendahuluan dengan infrared beberapa kali ulangan dengan variasi suhu 75 oC, 65 o

C, dan 55 oC hasilnya kurang efektif. Talas bogor memiliki nilai rata-rata konduktivitas panas 0.5072 W/m K, panas jenis 3.21084 kJ/kg K, massa jenis 1149.5 kg/m3, dan difusivitas panas 1.374 x 10-9 m2/s. Laju penurunan kadar air paling tinggi 0.03633 g H2O/menit. Kecepatan udara pengeringan antara 0.60 m/s sampai 1.10 m/s. Nilai konstanta pengeringan 0.003172/menit pada suhu 35 oC, 0.0043445/menit pada suhu 45 oC, dan 0.006456/menit pada suhu 55 oC.

Kata kunci: kadar air, lapisan tipis, umbi talas

ABSTRACT

CARTAM. Study on Thin Layer Drying Study Bogor Taro Tubers (Colocasia esculenta L. Schoot). Supervised by SRI MUDIASTUTI.

The purpose of the study was to determine the physical and thermal properties, and the thin layer drying characteristics of bogor taro (Colocasia esculenta L. Schoot). Drying temperature treatment is 35 °C, 45 °C, and 55 °C whereas relative humidity (RH) in the drying oven is 40.1% to 86.5%. Temperature is determined after a preliminary research with infrared for multiple replications with temperature variations of 75 °C, 65 °C, and 55 °C, but the result has less effective. Bogor Taro has an average value of thermal conductivity of 0.5072 W/m K, specific heat is 3.21084 kJ/kg K, density is 1149.5 kg/m3, and the thermal diffusivity is 1.374 x 10-9 m2/s. The highest drying rate of the water content is 0.03633 g H2O/minute. The drying air velocity is between 0.60 m/s to 1.10 m/s. Drying constant value is 0.003172/min at 35 oC, 0.0043445/min at a temperature of 45 oC, and 0.006456/min at 55 oC.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI

TALAS BOGOR (

Colocasia esculenta

L. Schoot)

CARTAM

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)

Nama : Cartam NIM : F14080010

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Mudiastuti M.Eng Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial M. Eng Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kaya akan ilmu dan pengetahuan, shalawat serta salam semoga tercurah pada nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)” yang dilaksanakan sejak Februari 2013 sampai November 2013.

Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Sri Mudiastuti, M.Eng selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi yang berharga bagi penulis.

2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

3. Keluarga penulis tercinta yang telah memberikan dukungan.

4. Bapak Ahmad, mas Firman, dan bapak Suharto selaku teknisi yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.

5. Teman-teman yang mewarnai hari-hari dengan penuh persahabatan dan kekeluargaan.

6. Seluruh dosen dan jajaran rektorat atas perhatian dan kerjasamanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR SIMBOL vii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Talas Bogor 2

Karakteristik Fisik Talas 3

Karakteristik Termal Talas 4

Karakteristik Kimia Talas 4

Proses Pindah Panas pada Pengeringan 5

Teori Pengeringan 6

Kadar Air Kesetimbangan 8

Konstanta Pengeringan 9

Model Pengeringan Lapisan Tipis 10

Energi Pengeringan 10

Pengeringan Talas 11

METODE 11 Waktu dan Tempat 11

Bahan 12 Alat 12 Prosedur Penelitian 13 Parameter yang Diukur 14

Perlakuan dan Pengulangan 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Karakteristik Bahan Talas 15

(11)

Karakteristik Termal 16

Penentuan Suhu Pengeringan 16

Pengukuran Kadar Air Menggunakan Oven 16

Karakteristik Pengeringan 17

Suhu 17

Kelembaban 18

Laju Penurunan Kadar Air 18

Kecepatan Udara Pengeringan 19

Energi Pengeringan 19

Kadar Air Kesetimbangan 20

Konstanta Pengeringan 21

SIMPULAN DAN SARAN 21 Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 24

(12)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi talas bogor 3

2 Karakteristik fisik talas 3

3 Kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram umbi talas menurut Direktorat Gizi Depkes RI 1981 5

4 Karakteristik fisik talas 15

5 Nilai karakteristik termal talas dan kentang (Mukarom 2008) 16

6 Kadar air basis basah (% bb) dan kadar air basis kering (% bk) 17

7 Perbedaan suhu oven, suhu luar, dan suhu talas 17

8 Laju penurunan kadar air rata-rata tiap sampel 18

9 Kecepatan udara pengeringan (v) 19

10 Energi untuk memanaskan talas (Q1) 19

11 Energi yang tersedia dari oven 20

12 Energi yang dibutuhkan tiap kg air yang diuapkan (Q) 20

13 Nilai kadar air kesetimbangan (Me) 20

14 Nilai konstanta pengeringan (k) 21

DAFTAR GAMBAR

1 Aneka jenis talas bogor 1

2 Kurva pengeringan 7

3 Kurva karakteristik pengeringan 7

4 Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan 10

5 Peralatan yang digunakan 12

6 Talas bogor 13

7 Diagram alir penelitian 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur penggunaan Thermal Conduktivity Meter 24

2 Posisi talas di dalam oven 25

3 Perhitungan nilai cp talas 27

4 Perhitungan difusivitas panas talas, rumus-rumus pengeringan, dan

gambar program psycoPro 28

5 Grafik hubungan Moisture Ratio (Ln MR) dan waktu (x) pengeringan dan grafik hubungan drying rate dan waktu selama pengeringan 29 6 Persamaan hubungan Moisture Ratio (Ln MR = y) dan waktu (x)

pengeringan 35

7 Persamaan hubungan laju pengeringan (drying rate = y) dan waktu (x)

selama pengeringan 37

(13)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Kepanjangan Satuan

A Koefisien bentuk (tidak berdimensi)

Ar Luas penampang (m2)

cp Panas jenis (kJ/kg K)

dM Perubahan kadar air dari pada i = 1,2,3 (tidak berdimensi)

e Koefisien emisivitas (tidak berdimensi)

MR Rasio kadar air (tidak berdimensi)

m Massa sampel (kg)

mo Massa awal bahan (kg)

mt Massa bahan setelah dikeringkan (kg)

n Koefisien pengeringan (tidak berdimensi)

P Daya (W)

Q Energi (W)

Q1 Energi untuk memanaskan bahan (kJ)

Q2 Energi untuk menguapkan air (kJ)

RH Kelembaban udara pengering (%)

T Suhu pengeringan (0C)

t Waktu pengeringan (jam)

V Dimensi (volume) (m3)

v Kecepatan udara pengeringan (m/s)

Xvi Fraksi volume setiap komponen (m3) λi Konduktivitas komponen penyusun bahan (W/m K)

α Diffisivitas panas (m2/s)

β Koefisien volumetrik ekspansi panas (tidak berdimensi)

λ Konduktivitas termal (W/m K)

v Uap air yang diuapkan produk

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Talas bogor (Colocasia esculenta L. Schoot) adalah bahan pangan yang sangat bermanfaat karena mengandung karbohidrat, protein, dan lemak, umbi memiliki beberapa unsur mineral dan vitamin juga dapat sebagai pensubstitusi terigu. Di Indonesia yang terkenal jumlah produksi terbanyak adalah Kota Bogor dan Malang yang menghasilkan beberapa jenis talas dengan rasa yang tidak kalah enaknya dengan umbi-umbian lain seperti singkong dan ubi jalar. Talas bogor sudah terkenal dan menjadi makanan khas. Di daerah lain talas dimakan sebagai makanan tambahan setelah diolah menjadi beragam penganan, seperti kue-kue, minuman, atau hanya dimakan begitu saja sebagai talas rebus, talas kukus atau talas goreng. Gambar 1 menyajikan aneka jenis talas bogor.

Gambar 1 Aneka jenis talas bogor

Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat dari aktivitas biologis dan kimia. Selama proses pengeringan terjadi dua proses, yakni proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan (Hall 1957). Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat (Henderson dan Perry 1976). Teori pengeringan ini digunakan pada pengeringan irisan talas bogor. Dengan mengetahui karakteristik termal bahan maka proses pengeringan akan menjadi lebih efisien dan efektif sehingga talas dapat sebagai pensubstitusi terigu. Pengeringan talas berkaitan dengan thermal properties yang dibatasi oleh nilai konduktivitas, kapasitas jenis, berat jenis, dan difusivitas panas yang akan menghantarkan pindah panas ke talas.

(16)

2

Perumusan Masalah

Umbi talas bogor memiliki daya tahan dan keawetan yang kurang baik sehingga perlu dikaji sifat fisik dan termal serta karakteristik pengeringan untuk melihat bagaimana hubungan pemberian panas dengan karakteristik pengeringan. Sehingga diperoleh hasil akhir kadar air talas yang paling baik dan diperoleh talas kering yang memiliki umur simpan lebih lama.

Tujuan Penelitian

1) Mengkaji karakteristik fisik dan termal dari lapisan tipis talas bogor. 2) Mengkaji karakteristik pengeringan lapisan tipis talas.

Manfaat Penelitian

1) Mengetahui hubungan suhu dengan waktu pengeringan.

2) Menjadi dasar pengembangan aplikasi pengeringan dalam skala yang lebih besar berupa informasi kondisi pengeringan yang optimum untuk memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.

3) Penerapan metode yang lebih mutakhir dalam menganalisis proses pengolahan hasil pertanian yang melibatkan sistem termal seperti pengeringan.

4) Mengetahui nilai konstanta terbaik sehingga waktu pengeringan menjadi lebih efektif.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan kajian karakteristik fisik, termal, dan karakteristik pengeringan lapisan tipis talas, dengan perlakuan suhu 35

⁰C, 45 ⁰C, dan 55 ⁰C dan RH 40.1% sampai 86.5%. Hasil kajian dilakukan untuk melihat hubungan pemberian panas dan karakteristik pengeringan lapisan tipis umbi talas.

TINJAUAN PUSTAKA

Talas Bogor

(17)

3 Tabel 1 Klasifikasi talas bogor

Kingdom Plantae

Subspecies Colocasia esculenta L. Schoot

Bogor juga terkenal memiliki jenis talas mentega (talas gambir atau talas hideung), talas balitung, talas kutil, talas laja, talas sutera dan talas bentul atau talas ketan.

Karakteristik Fisik Talas

Bentuk umbi talas sangat beragam, hal ini akan mempengaruhi kemudahan dalam pengemasan atau pengepakan umbi untuk kepentingan transportasi, maupun kemudahan dalam proses pengolahannya. Talas dengan bentuk yang tidak berlekuk lebih mudah dikupas dan menghasilkan jumlah rendemen hasil kupasan yang lebih tinggi dibandingkan umbi talas yang bentuknya tidak beraturan (Samsyir 2012). Karakteristik fisik beberapa jenis talas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Karakteristik fisik talas Jenis Sutera Hijau Kecoklat

(18)

4

Karakteristik Termal Talas

Karakteristik termal bahan hasil pertanian sangat penting untuk diketahui dalam kaitannya dengan pengolahan bahan sehubungan dengan pindah panas yang terjadi dari lingkungan ke bahan serta proses dalam bahan itu sendiri. Proses dalam pengolahan bahan pertanian meliputi pemanasan dengan maksud untuk pengawetan atau menghambat terjadinya kerusakan bahan. Di dalam proses pemanasan bahan terjadi pindah panas dikarenakan proses konduksi dan konveksi. Proses tersebut meliputi: panas spesifik, konduktivitas panas, berat jenis, dan difusivitas panas. Faktor-faktor di dalam pemanasan dan pengeringan produk pertanian yaitu mengetahui suhu yang tepat dan waktu yang diperlukan agar tidak mengalami kerusakan (Hall 1978).

a. Panas spesifik (Specific heat)

Panas spesifik merupakan jumlah energi panas yang diserap atau dilepaskan oleh suatu berat bahan dalam suatu perubahan suhu, tanpa terjadi perubahan fasa bahan atau jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu1 kg bahan sebesar 1 o

C. Persamaan umum dari panas spesifik adalah sebagai berikut:

... (1) b. Konduktivitas termal (Thermal conductivity)

Konduktivitas termal merupakan jumlah panas yang dialirkan tiap satuan luas dan satuan ketebalan dari suatu bahan dalam satuan waktu dengan perubahan sebesar satu satuan suhu. Nilai konduktivitas termal suatu bahan hasil pertanian ditentukan oleh komposisinya dan juga dari persentase ruang kosong, bentuk, ukuran, dan susunan ruang kosong serta faktor-faktor lain yang membatasi aliran panas. Menurut Choi dan Okos dalam Toledo (1991) konduktivitas termal bahan hasil pertanian ditentukan dengan persamaan :

∑ ... (2) c. Massa jenis

Besarnya massa terhadap dimensi bahan itu sendiri. Massa jenis termal bahan hasil pertanian ditentukan dengan persamaan:

... (3) d. Difusivitas panas

Besarnya nilai konduktivitas panas persatuan massa jenis dan panas jenisnya.

... (4)

Karakteristik Kimia Talas

(19)

5 Oksalat di dalam umbi talas tidak tersebar secara merata, maka agar aman dikonsumsi harus dibuang, melalui dengan proses perebusan atau perendaman dalam air hangat untuk mengurangi jumlah oksalat yang terlarut. Air rebusan membuang senyawa yang terlarut. Selain itu, perendaman dalam air hangat, perkecambahan, dan fermentasi juga dapat dilakukan untuk menurunkan kadar oksalat terlarut. Talas mengandung gizi yang tinggi seperti pada Table 3 berikut.

Tabel 3 Kandungan gizi yang terdapat pada 100 g talas menurut Direktorat Gizi Depkes RI 1981

Kandungan gizi Satuan Mentah Rebus

Energi Kalori 120 108

Kandungan protein daun talas lebih tinggi dari umbinya. Kandungan protein pada berat kering daun talas bogor, talas semir, dan talas bentul adalah 4.24% sampai 6.99% sedangkan pada umbinya sekitar 0.54% sampai 3.55%.

Proses Pindah Panas pada Pengering

Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas. Proses pindah panas pada bangunan tersebut terjadi melalui beberapa jenis pindah panas, yaitu radiasi, konveksi, dan konduksi.

1. Pindah panas radiasi

Radiasi adalah proses transfer energi melalui gelombang elektromagnet. Radiasi tidak merambat pada suatu material dan terjadi pada ruang hampa. Radiasi merupakan bagian dari energi yang dapat dinilai berdasarkan besarnya suhu. Besarnya energi radiasi bergantung pada suhu permukaan dari partikel tersebut.

(20)

6

2. Pindah panas konveksi

Konveksi adalah transfer panas dari satu bagian fluida ke beberapa bagian lain dengan suhu rendah dari pencampuran partikel fluida. Pergerakan fluida dapat terjadi karena adanya paksaan ataupun secara alami. Apabila pergerakan fluida disebabkan oleh perbedaan tekanan maka kondisi itu disebut konveksi paksa (Tiwari 1998).

Davis, Morris (2004) menyatakan bahwa pada proses percepatan sentrifugal gravitasi perlu digantikan posisinya sesuai dengan posisi fluida, gaya-gaya pergerakan akibat viskositas ini dapat diabaikan. Pada dua plat dengan perbedaan perubahan suhu yang kecil dimana salah satu plat diberikan pendingin maka akan menyebabkan terhambatnya pergerakan aliran udara pada posisi tersebut, sehingga kondisi ini disebut Rayleigh Number.

... (6)

3. Pindah panas konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas yang merambat dari material satu ke material lain atau merambat dari satu partikel ke partikel lain. Pindah panas konduksi terjadi pada daerah lantai dan lapisan dinding. Besarnya perpindahan panas karena konduksi digambarkan oleh persamaan berikut:

... (7)

Teori Pengeringan

(21)

7

Gambar 2 Kurva pengeringan Gambar 3 Kurva karakteristik pengeringan Keterangan Gambar 3:

A-B Periode pemanasan B-C Laju pengeringan konstan C Kadar air kritis

C-D Periode penurunan laju pengeringan pertama D-E Periode penurunan laju pengeringan kedua

Proses pengeringan mengalami dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Grafik laju pengeringan disajikan pada Gambar 2. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal lebih kecil dari perpindahan uap air pada permukaan bahan (Brooker et al. 1974). Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar air kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry 1976).

Kadar air kritis adalah kadar air dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan menurun.

Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 3). Besarnya laju pengeringan berbeda pada setiap bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah:

1. Bentuk bahan, ukuran, volume, dan luas permukaan.

2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas spesifik dan konduktivitas termal.

3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal dan kadar air akhir untuk memperoleh keseimbangan kadar air (Me).

4. Keadaan di luar bahan, seperti suhu.

Terdapat dua cara pengeringan yang umum dipergunakan yaitu:

1. Pengeringan Alami (tidak dilakukan).

2. Pengeringan Buatan.

Pengeringan talas dengan cara mekanis

(22)

8

Rachmawan (2001) menyatakan bahwa pengeringan mekanis memiliki kelebihan diantaranya:

1. Pengeringan jadi lebih singkat dan dapat diatur sesuai jadwal yang dinginkan.

2. Suhu bisa dikendalikan dan panas merata.

3. Terjadinya cacat dan kerusakan pada talas akibat pengeringan dapat dihindari.

4. Kualitas hasil lebih baik, lebih bersih, dan dapat meningkatkan nilai ekonomis.

5. Tidak bergantung cuaca.

6. Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan.

7. Tidak memerlukan tempat yang luas.

8. Kondisi pengeringan dapat dikontrol.

9. Masa simpan menjadi lama.

10. Pekerjaan menjadi lebih mudah.

Adapun beberapa kekurangan yang diakibatkan oleh pengeringan mekanis:

1. Memerlukan investasi atau modal yang besar.

2. Memerlukan tenaga ahli dan pengalaman dalam pengoperasian alat atau mesin.

3. Talas yang akan dikeringkan memiliki sortimen tertentu.

4. Membutuhkan biaya operasional dan perawatan alat atau mesin.

Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh 1981). Pada saat terjadi kesetimbangan kadar air, jumlah air yang menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan. Konsep kadar air kesetimbangan diperlukan dalam analisis sistem penyimpanan dan pengeringan hasil pertanian, karena kadar air kesetimbangan menentukan tingkat kadar air minimum yang dapat dicapai pada suatu kondisi pengeringan tertentu. Kadar air kesetimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik yang besarnya dipengaruhi oleh kelembaban relatif dan suhu lingkungan, jenis bahan, dan tingkat kematangan bahan (Manalu 2001).

Penurunan kadar air suatu bahan yang diletakkan di dalam suatu ruang dengan kelembaban relatif rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa bahan tersebut mencapai kadar air kesetimbangannya melalui adsorpsi. Proses desorpsi dan adsorpsi ini disebut juga sorpsi isotermis (Henderson dan Perry 1976). Perbedaan yang nyata antara kadar air desorpsi dan adsorpsi pada kondisi suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air kesetimbangan desoprsi lebih tinggi dari pada kadar air kesetimbangan adsorpsi. Fenomena ini disebut histerisis (Christensen 1974 di dalam Manalu 2001).

Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar air kesetimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Untuk produk pertanian kurvanya berbentuk sigmoid (berbentuk S) (Manalu 2001).

(23)

9 Untuk mencapai kesetimbangan diperlukan waktu beberapa hari. Pada metode dinamis ada mekanisme pergerakan udara, cara ini lebih cepat akan tetapi memiliki kendala pada pengendalian RHnya. Metode dinamis pada umumnya dipakai pada analisis pengeringan sedangkan metode statis untuk analisis penyimpanan.

Perhitungan data hasil penelitian RH menggunakan software psycPro dengan nilai suhu bola basah dan suhu bola kering sebagai titik acuan.

Konstanta Pengeringan

Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu bahan membebaskan airnya.

Konstanta pengeringan (k) merupakan fungsi dari difusivitas massa dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam memecahkan persamaan difusi. Konstanta pengeringan dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan metoda empiris dan metoda grafik.

Perhitungan metode empiris didasarkan pada hukum pengeringan Newton, yaitu:

... (8) Konstanta pengeringan bervariasi terhadap suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Brooker et al. 1981) sebagai berikut:

[ ] ... (9) Perhitungan metode grafik berdasarkan pada integrasi Persamaan 8 sehingga didapatkan:

e-kt ... (10) Koefisien A dan k dapat dideduksi dengan melogaritmakan kedua ruas persamaan sehingga menjadi persamaan linier berikut:

... (11) Sehingga persamaan untuk mencari konstanta pengeringan sebagai berikut:

... (12)

Barker dan Arkema (1992) menyatakan bahwa (A) merupakan koefisien yang bergantung dari bentuk partikel.

(24)

10

Gambar 4 Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan

Model Pengeringan Lapisan Tipis

Menurut Henderson dan Perry (1976) pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana seluruh bahan tersebut dapat menerima langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan suhu konstan.

Luikov (1966) dalam Broker dan Arkema (1992) telah mengembangkan model matematik dalam bentuk persamaan didefinisikan untuk menggambarkan proses pengeringan lapisan tipis. Hasil penggandaan adalah kombinasi dari efek kadar air, suhu, energi, dan pindah massa total.

Pengeringan buatan berada pada suatu kondisi menurut penyederhanaan persamaan pengeringan dari Luikov. Contohnya, penurunan kadar air karena perbedaan tekanan hanya terjadi saat suhu bahan di atas suhu yang digunakan pada pengeringan biji-bijian. Hal ini berarti pengaruh tekanan dapat diabaikan dari sistem persamaan Luikov.

Karena gradien tekanan total dan suhu dapat diabaikan dalam praktek pengeringan (Broker et al. 1974) maka dapat disederhanakan menjadi:

... (13) Pada umumnya pergerakan air dalam bahan dapat dianggap berlangsung secara difusi, maka koefisien K11 disebut koefisien difusivitas.

Hal tersebut dipengaruhi oleh koefisien fenomena dari perubahan kadar air per luas permukaan pada saat perubahan energi, kadar air, suhu, dan pindah massa total.

Energi Pengeringan

Energi pengeringan adalah energi yang digunakan untuk memanaskan bahan dan menguapkan air dari bahan. Energi pengeringan merupakan penjumlahan antara energi yang digunakan untuk memanaskan bahan (Q1) dan energi untuk

menguapkan air dari bahan (Q2), dimana:

(25)

11 Pengeringan Talas

Rangkaian kegiatan pengeringan talas adalah proses pengeluaran air yang terdapat dalam talas dengan cara memperkecil ketebalan lapisan pengeringan yang disebut dengan lapisan tipis dengan melakukan pengirisan agar terjadi pengeringan yang akurat dalam menentukan konstanta pengeringan dan hal ini sangat berguna untuk industri (Hall 1957).

Pengeringan talas dilakukan secara buatan. Pengeringan metode mekanis dipengaruhi oleh kecepatan pengeringan dengan faktor-faktor yaitu: suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara yang dapat diatur.

Penggunaan oven adalah untuk membatasi lingkungan sekitar dengan asumsi kondisi oven mewakili kondisi lingkungan pada saat itu, sehingga bahan dapat mengering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air kesetimbangan (Hadikusumo 1994 dan Barker and Arkema 1992).

Proses pengeringan talas

Udara dari kipas pada oven terdistribusi merata ke seluruh bagian yang ada di dalam oven termasuk ke bagian talas. Pada awal proses pengeringan talas, udara mula-mula mengenai bagian bawah talas dan terus bergerak ke bagian atas (terjadi penguapan kadar air dan pengurangan massa talas) sampai suhu bagian bawah dan bagian atas sama besar dengan suhu oven. Ketika udara merata ke seluruh bagian talas, maka proses pengeringan atau pengurangan massa berhenti dan mencapai titik kesetimbangan antara suhu talas dan suhu oven.

Dua gradien ada di daerah pengeringan: 1. Kadar air gradien dari Me, Mo

2. Gradien suhu dari Ta ke Tg. Analisis sederhana, talas diasumsikan memiliki suhu yang sama dengan udara pada setiap lokasi.

Jika kecepatan pengeringan rendah, maka daerah pengeringan dapat diperpanjang sepenuhnya. Kelembaban rata-rata akhir yang diinginkan dapat dicapai sebelum lapisan bawah bahan telah mencapai kesetimbangan dengan udara pengering (Barker and Arkema 1992).

METODE

Waktu dan Tempat

(26)

12

Alat dan Bahan

Persiapan peralatan

Persiapan peralatan terdiri dari kalibrasi alat ukur, pemasangan alat ukur pada oven, dan pengecekan alat. Adapun peralatan yang digunakan dalam pengujian pengeringan talas adalah sebagai berikut:

1. Oven merk Tanifuji TG-112D. Suhu operasi hingga 300 oC, beroperasi secara otomatis, memuat 5 rak, dengan dimensi panjang, lebar dan tinggi berturut-turut 125 cm, 66 cm, dan 70 cm dan digunakan untuk mengeringkan talas. 2. Recorder hybrid merek Yokogawa tipe MV 1000 dengan 24 titik input, memori

penyimpanan 200 MB, rentang pengukuran hingga 75 hari berturut-turut, penyimpanan data dalam flask memory USB dan tampilan layar digital untuk menyimpan hubungan suhu dan waktu.

3. Timbangan digital merek AND tipe HL-100 dengan kapasitas timbangan maksimal 100 gram, ketelitian hingga 0.01 gram, beroperasi dengan 6 batang baterai AA dan adaptor, suhu 10 oC sampai 40 oC, RH 85%, berfungsi untuk mengukur massa talas selama pengeringan.

4. Thermal Conductivity Meter merek Kemtherm QTM D3 untuk mengukur konduktivitas panas irisan talas. Prosedur penggunaan alat tersebut terdapat pada Lampiran 1 a.

5. Kalorimeter untuk mengukur panas jenis irisan talas. 6. Anemometer untuk mengukur kecepatan udara dalam oven.

7. Pipa U dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur tekanan udara di dalam oven. 8. Termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu.

9. Obeng dengan berbagai ukuran untuk memasang termokopel pada recorder. 10.Penggaris untuk mengukur panjang.

11.Blender untuk menghaluskan talas menjadi bubur talas. 12.Jangka sorong untuk mengukur dimensi sampel.

13.Selotip untuk menempelkan peralatan pada oven. 14.Gelas ukur untuk mengukur massa jenis.

15.Tang untuk membengkokkan dan memotong termokopel. 16.Pisau untuk keperluan memotong selama penelitian.

17.Plastik untuk menyimpan contoh uji talas yang telah dipotong agar air yang dikandung talas tidak cepat keluar. Semua peralatan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5 Peralatan yang digunakan

(27)

13

Gambar 6 Talas bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka dan tinjauan langsung di laboratorium. Gambar 7 berikut menyajikan diagram alir penelitian.

Gambar 7 Diagram alir penelitian a. Pengukuran Karakteristik Fisik

- Pengamatan warna - Penimbangan massa - Pengukuran dimensi

b. Pengukuran Karakteristik Termal - Pengukuran konduktivitas panas - Pengukuran panas jenis

- Pengukuran difusivitas panas Persiapan Bahan

Pengukuran Karakteristik Talas Talas

Persiapan Peralatan

Penentuan KarakteristikPengeringan Lapisan Tipis dengan Oven - Pengukuran kecepatan udara pengeringan

- Pengukuran suhu - Pengukuran RH

(28)

14

1. Persiapan bahan

a. Bahan untuk uji konduktivitas termal

Sampel yang digunakan adalah balok talas dengan ukuran panjang 9.8 cm, lebar 6.5 cm, dan tebal 2 cm sebanyak 3 potong untuk tiga kali ulangan. b. Bahan untuk uji panas jenis talas

Bahan yang digunakan adalah talas cincang. Talas dicincang kecil-kecil dengan berat rata-rata 25 gram, pengukuran dilakukan sebanyak sembilan kali. Prosedur pengukuran tersebut terdapat pada Lampiran 1 b.

c. Bahan untuk uji massa jenis

Bahan yang digunakan adalah potongan talas dengan berat rata-rata 20 gram dan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

d. Bahan untuk uji kadar air

Bahan yang digunakan adalah irisan tipis sebanyak 54 sampel dengan massa dan ukuran tertentu dan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk masing-masing suhu.

Parameter yang Diukur

1. Massa bahan

Massa bahan diukur pada awal proses, selama proses dan pada akhir proses pengeringan.

2. Pengukuran massa dan kadar air irisan talas

Talas yang telah disiapkan diukur dimensi dan masaa awalnya untuk mendapatkan posisi awal kadar air bahan. Lalu siapkan 9 irisan talas untuk dimasukkan ke dalam oven yang akan dibagi dalam tiga rak, sehingga tiap rak disusun 3 irisan talas. Terdiri dari 3 irisan talas untuk penurunan kadar air dan 1 irisan talas untuk suhu talas. Irisan talas dibungkus menggunakan alumunium foil agar hanya bagian atas sampel yang terkena panas dari sumbernya dan tidak terkena panas langsung dari rak besi. Pengukuran massa dan kadar air dilakukan setiap 30 menit selama proses pengeringan berlangsung hingga berat irisan talas konstan. Lampiran 2 menyajikan posisi sampel pada oven.

3. Pengukuran sifat panas talas

Pengukuran sifat panas talas terdiri dari 3 proses, yaitu pengukuran konduktivitas panas, pengukuran panas spesifik, dan pengukuran massa jenis. Lampiran 1 a, menyajikan prosedur penggunaan Thermal Conductivity Meterdan Lampiran 1 b, menyajikan prosedur pengukuran panas spesifik.

4. Pengukuran kadar air

Dilakukan setiap 30 menit selama pengeringan berlangsung. Pengeringan dilakukan dua kali pengulangan dengan perlakuan suhu yang berbeda. Pengukuran suhu dilakukan secara otomatis oleh recorder. Pengukuran kadar air meliputi kadar air basis basah, kadar air basis kering, kadar air awal, kadar air akhir, dan kadar air kesetimbangan sampai proses pengeringan berakhir. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara mengukur massa bahan sebelum dan sesudah dikeringkan. Kadar air bahan dihitung dengan persamaan:

... (16)

(29)

15 5. Suhu dan RH

Suhu yang diukur adalah suhu oven, suhu bola basah dan bola kering, suhu bangunan pengering, dan suhu lingkungan. Pengukuran suhu dilakukan setiap setengah jam untuk mengawasi suhu agar tetap konstan. Nilai RH didapat dengan menggunakan software PsycoPro dengan suhu bola basah dan bola kering sebagai titik acuan. Seperti pada Lampiran 4 c.

6. Laju penurunan kadar air

Dapat dihitung dengan rumus berikut:

... (18)

Perlakuan dan Pengulangan

Perlakuan pada proses pengeringan talas ini dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu dengan mengunakan alat pengering ERK dan mesin pengering berakuasisi dengan terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor suhu, kelembaban relatif (RH), dan kecepatan udara. Kecepatan udara yang digunakan antara 0.60 m/s sampai 1.10 m/s.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bahan Talas Bogor

Karakteristik Fisik

Secara fisik talas dapat diidentifikasi karena dapat dilihat dengan pancaindra terutama indra penglihatan dan indra peraba. Hasil penelitian karakteristik fisik talas rata-rata sebelum dan setelah pengeringan disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Karakteristik fisik talas rata-rata

(30)

16

Karakteristik Termal

Sebelum melakukan proses pengeringan dalam oven dilakukan pengujian nilai konduktivitas panas, panas jenis, massa jenis, dan difusivitas panas dengan masing-masing tiga kali ulangan dan diambil nilai rerata seperti pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Nilai rerata karakteristik termal talas dan kentang (Mukarom 2008)

Karakteristik panas Nilai Satuan

Talas Kentang*

Konduktivitas panas 0.5072 0.648 W/m K

Panas jenis 3.21084 3.520 kJ/kg K

Massa jenis 1149.5 1083 kg/m3

Difusivitas panas 1.374 x 10-9 1.711 x 10-9 m2/s *Mukarom 2008

Talas yang digunakan untuk pengeringan memiliki konduktivitas panas rerata 0.5072 W/m K. Perhitungan panas jenis dengan kalorimeter didapat rerata 3.21084 kJ/kg K, massa jenis rerata 1149.5 kg/m3 dan nilai difusivitas panas sebesar 1.374 x 10-9 m2/s. Lampiran 3 dan Lampiran 4 a, menunjukkan hasil perhitungan tersebut.

Kentang memiliki nilai konduktivitas panas sebesar 0.648 W/m K, panas jenis sebesar 3.52 kJ/kg K, massa jenis sebesar 1083 kg/m3, dan difusivitas panas sebesar 1.711 x 10-9 m2/s (Mukarom 2008). Kentang dipilih sebagai pembanding talas karena memiliki karakteristik yang hampir sama.

Penentuan Suhu Pengeringan Menggunakan Infrared

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan pemanasan infrared untuk menentukan suhu terbaik sebelum melakukan proses pengeringan di dalam oven, mula-mula suhu yang digunakan adalah 75 oC, 65 oC, dan 55 oC diperoleh hasil yang kurang baik sehingga dilakukan penurunan suhu, dipilih suhu 55 oC, 45 oC, dan 35 oC hasil menunjukkan penurunan kadar air cukup mudah diketahui dan bahan tidak sampai gosong dengan waktu yang tepat.

Pengukuran Kadar Air Menggunakan Oven

(31)

17 Tabel 6 Kadar air bahan dalam basis basah (% bb) dan basis kering (% bk)

Suhu (oC) Ulangan Waktu

Selama proses pengeringan terjadi peningkatan suhu yang disebabkan oleh aliran udara panas dari oven. Perbedaan suhu hasil penelitian disajikan pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7 Perbedaan suhu oven, suhu luar, dan suhu talas Suhu

Suhu lingkungan dan suhu pada ruang pengering memperlihatkan hasil bahwa pada setiap percobaan, suhu ruang pengering selalu lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan.

(32)

18

Hal di atas dapat diterangkan bahwa pada waktu yang sama konsentrasi air dalam bahan yang dikeringkan dengan suhu tinggi selalu lebih kecil dari bahan yang dikeringkan dengan suhu rendah, sehingga ikatan air dengan bahan semakin kuat, selisih tekanan uap semakin kecil sehingga penguapan yang berlangsung semakin rumit.

Pada awal proses pengeringan laju pengeringan berlangsung cukup tinggi, karena masih terdapat air yang cukup banyak di permukaan bahan setelah itu laju pengeringan semakin menurun dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan oleh terjadinya mekanisme pengeringan difusi, yaitu terjadi perpindahan uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan kemudian ke udara bebas. Mekanisme tersebut terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara bahan yang dikeringkan dengan udara luar. Menurut Hall (1957) aliran atau migrasi air dari tempat yang bertekanan uap tinggi ke tempat yang bertekanan rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya.

Kelembaban

Nilai RH diperoleh dengan menggunakan software PsycoPro dengan suhu bola basah dan bola kering sebagai titik acuan seperti pada Lampiran 4 c. Nilai RH penelitian disajikan pada Tabel 13. Hasil penelitian diperoleh nilai RH berkisar antara 40.1% sampai 86.5%.

Laju Penurunan Kadar Air

Prinsip pengeringan pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mendekati nol atau telah mencapai kadar air kesetimbangannya. Dari hasil perhitungan diperoleh laju penurunan kadar air seperti pada Tabel 8

(33)

19 Kecepatan Udara Pengeringan

Kecepatan udara pengeringan diukur untuk mengetahui seberapa besar kecepatan udara yang dikeluarkan oleh kipas pada pengering dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kecepatan udara pengeringan (v) Suhu

Diperoleh nilai kecepatan pengeringan berkisar antara 0.60 m/s sampai 1.10 m/s dengan luas penampang outlet kipas sekitar 164 cm2.

Energi Pengeringan

Energi untuk memanaskan talas

Besarnya energi yang dibutuhkan untuk memanaskan talas agar uap air yang terkandung pada talas mengalami kesetimbangan kadar air atau tidak terjadi lagi penurunan massa talas. Tabel 10 menyajikan nilai energi untuk memanaskan talas.

Tabel 10 Nilai energi untuk memanaskan talas (Q1)

Suhu (oC) Q1 (kJ)

35 0.465785

45 0.948633

55 1.132224

Tabel 10 menunjukan bahwa suhu berbanding lurus dengan nilai energi pengeringan sesuai dengan Persamaan 14.

Energi yang tersedia dari oven

(34)

20

Energi paling besar digunakan pada pengeringan suhu 35 oC, dan paling kecil suhu 55 oC. Hal ini dikarenakan pengeringan 55 oC membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan pengeringan lainnya, sehingga akumulasi energi yang digunakan lebih sedikit.

Pengeringan suhu 55 oC membutuhkan waktu yang singkat dan RH pengeringan yang berbeda sehingga pengeringan suhu 55 oC mengeluarkan air dari bahan dengan lebih efisien. Hasilnya disajikan pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11 Energi yang tersedia dari oven

Suhu (oC) Waktu (menit) Waktu (detik) Energi dari Oven (kJ)

35 872.5 52167.5 83468

45 675.0 40877.5 65404

55 462.5 27967.5 44748

Energi total

Energi total adalah jumlah energi yang tersedia dari oven untuk memanaskan talas tiap kg air yang diuapkan. Tabel 12 menyajikan data energi total.

Tabel 12 Energi yang dibutuhkan tiap kg air yang diuapkan (Q) Suhu (oC) Waktu (menit) Massa uap air (kg) Q (kJ/kg uap air)

35 872.5 0.01460 5713073.24

45 675.0 0.01924 3399376.30

55 462.5 0.01914 2337931.03

Kadar Air Kesetimbangan

Nilai kadar air kesetimbangan dinamis diperoleh berdasarkan penurunan kadar air selama pengeringan sampai tidak terjadi lagi penurunan massa (massa konstan) atau dengan kata lain tidak terjadi lagi penguapan uap air dari bahan. Pada penelitian ini dihasilkan nilai pengukuran kadar air kesetimbangan yang disajikan pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13 Nilai kadar air kesetimbangan (Me) Suhu (oC) Ulangan T (oC) RH (%) Me (%)

35 I 33.68 79.2 3.4

35 II 33.72 79.3 3.6

45 I 41.33 54.1 3.3

45 II 41.31 66.3 3.4

55 I 45.56 48.4 3.3

(35)

21 Konstanta Pengeringan

Konstanta pengeringan merupakan paduan unsur-unsur RH, Suhu, difusivitas massa dan bentuk benda. Pada penelitian ini nilai konstanta (k) diperoleh dari penurunan kadar air. Hasil percobaan disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai konstanta pengeringan (k) Suhu

Sebagian peneliti beranggapan bahwa konstanta pengeringan merupakan fungsi suhu, kadar air, difusivitas massa, dan kelembaban relatif. Dengan mengetahui konstanta pengeringan, akan diketahui laju penguapan dari suatu bahan yang dikeringkan. Karena semakin tinggi nilai konstanta pengeringan maka semakin cepat suatu bahan membebaskan kandungan airnya sehingga waktu yang dibutuhkan semakin singkat seperti ditunjukkan pada Tabel 14 di atas. Hal ini kulit kecoklatan. Dan memiliki nilai konduktivitas panas rerata sebesar 0.5072 W/m K, panas jenis sebesar 3.21084 kJ/kg K, massa jenis 1149.5 kg/m3, dan difusivitas panas sebesar 0.1374 x 10-8 m2/s.

Talas memiliki nilai kadar air berkisar 3.6% sampai 88.9% basis basah dan 3.7% sampai 804.2% basis kering. Memiliki nilai suhu rerata pada rak 1 sebesar 41.36 oC, rak 2 sebesar 40.67 oC, rak 3 sebesar 38.58 oC, nilai suhu bola basah sebesar 29.78 oC, suhu bola kering sebesar 35.91 oC, dan suhu luar sebesar 28.91 o

(36)

22

Serta memiliki nilai konstanta pengeringan 0.003172/menit pada suhu 35 oC, 0.0043445/menit pada suhu 45 oC, dan 0.006456/menit pada suhu 55 oC.

Saran

Disarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan model kadar air kesetimbangan dan menentukan pengaruh posisi produk pada rak di dalam ruang pengering terhadap parameter-parameter karakteristik pengeringan (k, Me, laju pengeringan, dan waktu pengeringan).

(37)

23

DAFTAR PUSTAKA

Andriawati F. Identifikasi Talas (Colocasia esculenta L. Schoot). http://www.sifat umum talas.html. [22 Juli 2012].[Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Gizi. 1989. Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara.

Diana A. 1997. Mempelajari Pengaruh Suhu Pengeringan dan Konsentrasi Natrium Bisulfit Terhadap Karakteristik Tape Talas Bogor Kering [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Fauzan F. 2005. Formulasi Flakes Komposit dari Tepung Talas, Tepung Tempe, dan Tapioka [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Hartati SN, Prana TK. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott). Jurnal Natur Indonesia 6 (1): 29-33.

Indira F. 1990. Mempelajari Karakteristik Pengeringan Biji Pala [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Kostaman T. 2011. Talas dan Manfaatnya. http:// talas-dan-manfaatnya.html. [22 Juli 2012].

Kresnawati Y. 1999. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Talas (Colocasia esculenta L. Schott). http://Sifat Kimia Talas.htm. [25 Juli 2012].

Lingga PB, Sarwono F, Rahardji PC, Rahardja J, Afriastini R, Wudianto, Apriadji WH. 1989. Bertanam Umbi-Umbian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mukarom A. 2008. Karakteristik Termal Bahan Hasil Pertanian.

http://Karakteristik-Termal-Bahan-Hasil-Pertanian-Pengukuran-Nilai-kapasitas-Kalor.htm. [25 Juli 2012].

Pratama P. 2010. Karakteristik Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) pada Bahan Gitar Akustik Menggunakan Proses Pengeringan Lapisan Tipis [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rustana TT. 1982. Mempelajari Pengaruh Varietas Talas, Cara Sulfurisasi dan Cara Pengeringan pada Pembuatan Tepung Umbi Talas (Colocasia esculenta

(L.) Schott) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Sagita A. Hubungan Penyusutan dengan Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

Syamsir E. 2012. Talas Andalan Bogor. http:// talas-andalan-bogor_427.html. [22 Juli 2012].

Toledo. 1991. Thermal Conductivity of Food. American Society of Agricultural Engineers, St. Joseph, Michigan. 407 p.

Wijaya MH. 2000. Studi Pengembangan Agroindustri Talas (Colocasia esculenta

L. Schott) di Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

(38)

24

Lampiran 1 Prosedur penggunaan Thermal Conductivity Meterdan prosedur pengukuran panas spesifik

a) Prosedur penggunaan Thermal Conductivity Meteradalah sebagai berikut: 1. Sampel yang berbentuk lempeng diletakkan di tempat yang datar.

2. Alat pengukur konduktivitas Kemtherm QTM-D3 dihidupkan dan dibiarkan selama lebih dari 30 menit untuk pemanasan.

3. Sebelumnya alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu dengan plat standar yang memiliki nilai tertentu..

4. Memeriksa apakah konstanta KI,H1, K2, dan H2 sudah sesuai dengan petunjuk yang

ada.

5. Mode pengukuran dipilih "Auto Normal” dengan jumlah repetisi yang diinginkan, sedang arus pada pemanasan dipilih yang sesuai dengan pendugaan selang konduktivitas bahan.

6. Permukaan bahan diperiksa dan dibersihkan kembali dari debu dan cairan yang menempel. Selanjutnya probe diletakkan di atas bahan dan pengukuran dimulai dengan menekan tombol START. Pengukuran berlangsung hingga pada layer peraga

(display) ditampilkan nilai konduktivitas panas dari sampel (dengan satuan W/m K). Probe kemudian dipindahkan ke atas lempeng pendingin selama 15 menit.

7. Pengukuran dilanjutkan dengan meletakkan kembali probe ke permukaan sampel, Alat akan kembali bekerja setelah tombol RESET ditekan dan diikuti dengan menekan tombol START.

b) Pengukuran panas spesifik dengan tahapan pengukuran panas spesifik sebagai berikut:

1. Mengisi gelas ukur dengan 50 mL air panas dan 50 mL air dingin lalu menimbang massa air tersebut.

2. Mengukur suhu air pada kedua gelas ukur sebelum dimasukkan ke kalorimeter. 3. Mengaduk selama 1 menit agar tercampur merata.

4. Mencatat suhu pada saat 3 menit, 6 menit, 9 menit, 12 menit, dan 15 menit hingga konstan. Lalu angka yang diperoleh digunakan ke dalam rumus untuk mendapatkan konstanta kalorimeter (C).

(39)

25 Lampiran 2 posisi talas di dalam oven

Tinggi(z):700 mm

(0,0,0)

Panjang (x):1250 mm

Lebar(y):660 mm

RAK 1

Titik 3 (144,126,470)

Titik 23 (490,287,470)

Titik 15(808.3,436.7,470)

(40)

26

RAK 2

Titik 12,13,14 (122,460,334)

Titik 17,18,19 (470,293,334)

Titik 20,21,22 (820,160,334)

Keterangan: Titik = Termokopel

RAK 3

Titik 1,2,5 (146,132,188)

Titik 6,7,8 (468,290,188)

Titik 9,10,11 (800,450,188)

(41)

27 Lampiran 3 Perhitungan nilai cp talas

 Diketahui:

(42)

28

Lampiran 4 Perhitungan difusivitas panas talas, rumus-rumus pengeringan, dan gambar program psycoPro

a) Perhitungan difusivitas panas talas Diketahui:

λ = 0.5072 W/m K ρ = 1149.5 kg/m3

cp = 3.21084 x 103 J/kg K

 Ditanyakan: Difusivitas (α) ?  Rumus:

 Perhitungan:

= 0.1374 x 10-8 m2/s

 Jadi dapat diperoleh nilai difusivitas talas sebesar 0.1374 x 10-8 m2/s b) Rumus–rumus pengeringan

e-kt

c) Gambar psycoPro

(43)

29 Lampiran 5 Grafik hubungan Moisture Ratio (Ln MR = y) dan Waktu (x) selama

pengeringan suhu 35 oC

Rak 1 Termokopel 15 Termokopel 23

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

35 Lampiran 6 Tabel persamaan hubungan Moisture Ratio (Ln MR = y) dan Waktu

(50)

36

17, 18, 19 I y=-0.0037x+4.5 0.9688

II y=-0.0041x+4.5 0.8642

20, 21, 22 I y=-0.0046x+4.5 0.9709

II y=-0.0062x+4.5 0.8281

3

1, 2, 5 I y=-0.0027x+4.5 0.8787

II y=-0.0057x+4.5 0.9686

6, 7, 8 I y=-0.0046x+4.5 0.9457

II y=-0.0065x+5 0.8165

9, 10, 11 I y=-0.0044x+4.5 0.9524

(51)
(52)

38

2

12, 13, 14 I Y1= 7 .

10– 0.8 X2 – 1.10– 0.5 X + 0.0309 0.9891 II Y2 = 7.10– 0.8 X2 – 9.10– 0.5 X + 0.0211 0.9966 17, 18, 19 I Y1 = 1

.

10– 0.7 X2 – 8.10– 0.5 X + 0.0511 0.9913 II Y2 = -2.10– 0.8 X2 – 3.10– 0.5 X + 0.014 0.9867 20, 21, 22 I Y1= 8

.

10– 0.8 X2 – 8.10– 0.5 X + 0.0319 0.9722 II Y2 = 1.10– 0.7 X2 – 9.10– 0.5 X + 0.022 0.9846

3

1, 2, 5 I Y1= 3 .

10– 0.8 X2 – 4.10– 0.5 X + 0.0263 0.9896 II Y2 = 8.10– 0.8 X2 – 8.10– 0.5 X + 0.0206 0.9582 6, 7, 8 I Y1 = 9

.

10– 0.8 X2 – 8.10– 0.5 X + 0.0337 0.9832 II Y2 = -8.10– 0.8 X2 – 3.10– 0.5 X + 0.015 0.9924 9, 10, 11 I Y1 = 6

.

(53)
(54)

40

RIWAYAT HIDUP

Gambar

gambar program psycoPro
Gambar 1 menyajikan aneka jenis talas bogor.
Tabel 1 Klasifikasi talas bogor
Gambar 2. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memaksimumkan mutu hasil pengeringan simplisia serta memenuhi standar kadar air akhir pengeringan dan untuk mencapai nilai efisiensi eksergi pengeringan yang optimum,

Pengurangan kadar air saat periode pengeringan pertama, sangat mempengaruhi mutu hasil pengeringan, sedangkan pengurangan kadar air tersebut juga dipengaruhi oleh

Henderson dan Perry (1955) menyatakan bahwa pada periode pengeringan dengan laju tetap, bahan mengandung air yang cukup banyak, dimana pada permukaan bahan berlangsung

Berdasarkan grafik yang ada terlihat bahwa penurunan laju pengeringan menurun cepat terjadi pada saat kadar air bahan tinggi kemudian akan turun secara perlahan-lahan

Penetapan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode Luff-Schrool, hasil uji tapai talas bentul yang tercatat adalah 23.59% untuk kadar karbohidrat yang tercatat

Walaupun kadar etanol yang dihasilkan relatif rendah bila dibandingkan dengan Retno, D.E et al (2009) dan Hapsari et al , (2013), penelitian ini telah memberikan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah menganalisis kadar air, kadar oksalat, dan uji sifat amilografi pada bahan baku serta menentukan formulasi terbaik

Berdasarkan grafik yang ada terlihat bahwa penurunan laju pengeringan menurun cepat terjadi pada saat kadar air bahan tinggi kemudian akan turun secara perlahan-lahan