• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON KOMPOSISI SUSU KERBAU (

Bubalus bubalis

)

TERHADAP PEMBERIAN PAKAN DI PETERNAKAN

DOA ANAK YATIM

NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI. Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim. Dibimbing oleh ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan IYEP KOMALA

Kerbau adalah hewan yang sering dimanfaatkan untuk produksi daging, susu, ternak pekerja, perlombaan dan status sosial. Potensi utama dari produksi kerbau adalah daging dan tenaganya, selain itu saat ini susu kerbau banyak dicari karena kandungan nutriennya yang baik. Masyarakat telah menggunakan susu kerbau sebagai makanan khas daerah atau obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon komposisi susu kerbau terhadap pemberian pakan oleh peternak. Pakan yang diberikan peternak adalah jerami padi tanpa tambahan konsentrat. Peubah yang diamati antara lain pakan yang diberikan, konsumsi pakan segar, konsumsi bahan kering, abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), BETN dan energi, komposisi susu yang dianalisis secara kimia dan milko tester, dan bobot badan kerbau yang diduga dari berbagai peubah ukuran tubuh. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa jerami padi bulan September memiliki nutrien paling baik (PK, BETN dan TDN tinggi, tetapi SK rendah) untuk dikonsumsi. Pemberian pakan jerami padi kepada kedua kerbau tidak memberi perbedaan pada komposisi susu kedua kerbau dan juga pada bobot badan tiap kerbau.

Kata kunci : kerbau, komposisi, pakan, susu

ABSTRACT

NYOMAN AYU WIRDA ARIKA HAPSARI. Response in Buffalo (Bubalus bubalis) Milk Composition to Feed Given in Doa Anak Yatim Farm. Supervised by ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and IYEP KOMALA

Buffalo is an animal that is often used for meat and milk productions, work, sport and social status. The main potential products of buffalo are meat production and work; the other potential which people currently start looking for is buffalo milk because it has good nutrient content. Peoples have already used the milk for traditional food or medicine. This experiment is aimed at studying the response in milk composition to feed given by farmer. The main feed given by farmer is rice straw without additional concentrate. Variables measured were feed given, feed dry matter (DM), ash, crude protein (CP), fat, crude fiber (CF) and energy intakes, milk composition measured by chemical analysis and milko tester, and body weight estimated from various body size measurements. Data were analyzed descriptively. The result showed that rice straw obtained in September has the best nutrient content (the highest CP and energy contents, but the lowest CF content) causing the highest intake. Rice straw that were given to buffaloes had no different effects on milk compotition and body weight among buffaloes.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

RESPON KOMPOSISI SUSU KERBAU (

Bubalus bubalis

)

TERHADAP PEMBERIAN PAKAN DI PETERNAKAN

DOA ANAK YATIM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim

Nama : Nyoman Ayu Wirda Arika Hapsari NIM : D24090054

Disetujui oleh

Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing I

Iyep Komala, SPt Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT untuk segala kasih dan anugerah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon Komposisi Susu Kerbau (Bubalus bubalis) terhadap Pemberian Pakan di Peternakan Doa Anak Yatim” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dari bulan Juli 2013 di Peternakan Doa Anak Yatim. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon komposisi susu kerbau terhadap pakan yang diberikan oleh peternak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Juni 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

PENDAHULUAN 1

MATERI DAN METODE 3

Waktu dan Lokasi 3

Materi 3

Metode 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum 6

Pakan Kerbau Bule 7

Konsumsi Nutrien Kerbau Bule 9

Bobot Badan Kerbau Bule 10

Komposisi Susu Kerbau Bule 13

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

RIWAYAT HIDUP 22

UCAPAN TERIMA KASIH 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan komposisi susu manusia, sapi, onta, dan kerbau 2

2 Jadwal harian pemeliharaan kerbau 6

3 Komposisi nutrien jerami padi 8

4 Konsumsi pakan, bahan kering, dan nutrien 10

5 Lingkar dada, panjang badan, bobot badan, bobot badan metabolis,

dan pertambahan bobot badan kerbau bule 11

6 Komposisi susu kerbau 14

DAFTAR GAMBAR

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang biasa dipelihara di Indonesia. Populasi kerbau di Indonesia mengalami fluktuasi selama 4 tahun terakhir. Pada tahun 2008 populasi kerbau sebesar 1 930 716 ekor, tahun 2009 populasinya sedikit naik menjadi 1 932 927 ekor, tahun 2010 naik menjadi 1 999 604 ekor, sementara tahun 2011 mengalami penurunan populasi 600 000 ekor menjadi 1 305 078 ekor dan pada 2012 mengalami sedikit kenaikan menjadi 1 378 153 ekor (Kementerian Pertanian 2012). Laju pertumbuhan populasi kerbau selama 4 tahun tersebut rata-rata sebesar -6.39%. Data Ditjennak (2012) menunjukkan propinsi di Indonesia yang memiliki populasi kerbau melebihi seratus ribu ekor, yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD, 134 117 ekor), Sumatera Utara (116 575 ekor), Sumatera Barat (108 073 ekor), Jawa Barat (128 778 ekor), Banten (123 537 ekor), Nusa Tenggara Barat (NTB, 144 110 ekor), Nusa Tenggara Timur (NTT, 153 038 ekor) dan Sulawesi Selatan (100 695 ekor).

Terdapat beberapa kendala dalam perkembangan populasi kerbau di Indonesia. Sebagai faktor utama yaitu belum dilaksanakannya sistem menejemen pemeliharaan kerbau yang baik dan benar di masyarakat tradisional (Triwulanningsih 2007). Selain itu dapat dilihat dari segi hewan ternaknya yang mempunyai masalah dalam hal reproduksi, yaitu saat kerbau betina birahi susah dideteksi, kondisi ini dikenal dengan “silent heat” dan masa kebuntingannya cukup lama, fertilitas rendah, interval kelahiran yang panjang (Darminto et al. 2010). Meskipun demikian, potensi kerbau sebagai ternak alternatif dalam menghasilkan daging dan susu perlu dikembangkan di Indonesia.

Kerbau di Indonesia dipelihara untuk tujuan produksi daging dan susu, jasa dan status sosial. Kerbau yang dipelihara untuk produksi daging adalah kerbau lumpur atau kerbau rawa (swamp buffalo), jenis kerbau ini juga digunakan sebagai ternak kerja seperti untuk membajak sawah. Ada beberapa tipe kerbau lumpur berdasarkan agroekosistemnya (Hasinah dan Handiwirawan 2006). Kerbau lokal di Indonesia di antaranya kerbau Tedong Bonga di Tana Toraja, kerbau Rawa di daerah Alabio, kerbau Binangan di Tapanuli Selatan, kerbau Kalang di Kalimantan Selatan, dan kerbau Moa di Maluku. Kepemilikan kerbau di daerah tersebut dan di NTT, dapat menunjukkan status sosial seseorang. Kerbau tedong bonga (kerbau belang) di Tana Toraja juga digunakan untuk bekerja, alat transaksi, dan adat istiadat (upacara persembahan), tetapi kerbau tedong bonga jarang diambil susunya. Kerbau juga digunakan sebagai hewan adu balap di masyarakat Banten dan Bali.

Kerbau sungai (river buffalo) dipelihara untuk produksi susu. Propinsi yang merupakan sentra produksi susu kerbau adalah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, NTT, NTB dan Sulawesi Selatan (Wirdahayati 2008). Di beberapa daerah tersebut, susu kerbau dijadikan salah satu makanan tradisional seperti 1) dali, yaitu susu kerbau yang diawetkan dengan ekstrak daun pepaya atau air perasan nenas di Sumatera Utara; 2) dadih di Sumatera Barat, yaitu susu kerbau yang diawetkan di dalam tabung bambu; 3) cologanti di NTB; 4) susuriti sejenis keju di NTT dan 5) danke di Sulawesi Selatan (Wirdahayati et al. 2008).

(14)

2

lumpur (swamp buffalo) albino. Kerbau bule telah dipelihara sebagai hewan yang digunakan untuk ritual kirab pusaka keraton Surakarta setiap tanggal 1 Suro (tahun baru di penanggalan jawa) oleh masyarakat Surakarta, dan tidak dipelihara untuk diambil hasilnya (susu dan daging). Saat ini kerbau bule juga sudah dipelihara oleh masyarakat umum yang diarahkan ke produksi susu sehubungan dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi susu kerbau. Hal ini dikarenakan kandungan nutriennya lebih baik dibandingkan dengan susu ternak lainnya (Tabel 1). Kondisi tersebut merupakan suatu peluang untuk mengembangkan ternak kerbau sebagai ternak penghasil susu, selain pengembangan sebagai ternak penghasil daging yang berkaitan dengan isu swasembada daging di tahun 2014. Potensi ternak kerbau dalam menghasilkan produk susu dan komposisi susu tentu dipengaruhi oleh faktor seperti potensi genetik ternak, pemberian pakan, menejemen pemeliharaan ternak, dan lain-lain. Informasi mengenai hal tersebut masih belum banyak diketahui di Indonesia.

Tabel 1 Perbandingan komposisi susu manusia, sapi, onta, dan kerbau

Nutrien Manusia Sapi Onta Kerbau

Air (%) 87.60 87.20 88.10 83.60

Total protein (%) 1.10 3.30 2.35 3.60

 Kasein 0.40 2.70 - 2.80

 α laktalbumin 0.40 0.40 - 0.50

 β laktoglobulin 0.20 0.20 - 0.30

Lemak (%) 3.80 3.80 3.60 6.50

Laktosa (%) 7.00 4.80 4.40 5.10

Abu (%) 0.21 0.71 0.79 0.71

 Na 0.0015 0.0058 35-42*

- Ca 0.034 0.126 114-163* 0.16

 Mg 0.004 0.013 13-36* 0.01

 Fe 0.00021 0.00015 0.01-0.07*

- P 0.016 0.099 84-122 0.10

Vitamin A 59 µg 34 µm 500 IU 69 µm

*dalam mg 100 ml-1; Sands dan McDowell(1978); Haenlein (1980).

(15)

3

MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2013 sampai Oktober 2013 di Peternakan Doa Anak Yatim (DAY), Kecamatan Ciampea, yang dilanjutkan dengan analisis sampel di Laboratorium Susu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, di Dramaga, Bogor.

Materi Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah : alat pengukur bagian-bagian tubuh kerbau yang terdiri atas (1) pita ukur untuk mengukur lingkar dada; (2) tongkat ukur untuk mengukur panjang badan, dan (3) halter dan tali untuk menguasai atau menghandel kerbau; ember dan timbangan digunakan untuk mengetahui jumlah pemberian dan sisa pakan hijauan; gelas ukur untuk mengetahui jumlah produksi susu; milko tester untuk menganalisis komposisi susu, dan kertas lakmus untuk mengukur pH susu.

Bahan

Dalam penelitian ini digunakan 3 ekor ternak kerbau bule laktasi yang dipelihara peternak di peternakan Doa Anak Yatim (Gambar 1) di Ciampea, Bogor .

Kerbau (A1) Kerbau (A2) Kerbau (A3)

Susu kerbau yang diperah langsung dari kerbau bule dan pakan hijauan yang diberikan oleh peternak berupa jerami padi yang diambil dari persawahan di sekitar daerah Ciampea dan Dramaga.

Metode

Tahap pertama pelaksanaan penelitian yaitu mendata jumlah ternak kerbau kemudian mengumpulkan data untuk setiap individu ternak kerbau. Data yang diperoleh antara lain informasi umur kerbau, kondisi fisiologis tubuh (laktasi, bunting, bunting dan laktasi, tidak bunting dan tidak laktasi), aktivitas, dan sistem menejemen pemeliharan.

(16)

4

Tahap kedua yaitu : (1) pengambilan sampel susu di minggu ke-0, 4, 8, dan 12; (2) pencatatan produksi susu dan komposisi susu; (3) pencatatan pemberian pakan (waktu, menejemen, jumlah, jenis) selama 12 minggu; (4) pengambilan sampel hijauan pada minggu ke-0, 6, dan 12 untuk dianalisis; dan (5) pengukuran lingkar dada guna mengestimasi bobot badan kerbau.

Perlakuan

Perlakuan yang diterapkan merupakan pemberian pakan hijauan yang diberikan oleh peternak.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsumsi segar hijauan

Konsumsi pakan diukur dengan menggunakan timbangan pakan dan dihitung berdasarkan selisih antara jumlah pakan hijauan yang diberikan dengan sisanya dalam kg ekor-1hari-1. Konsumsi segar hijauan yang diukur tidak dalam kondisi ad libitum karena peternak telah membatasi pemberian hijauan.

2. Konsumsi bahan kering dan nutrien

Kandungan nutrien (hijauan) dianalisis proksimat untuk mendapatkan kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), abu, protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Konsumsi BK diperoleh dari mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan kadar BK total. Nutrien pakan yang dikonsumsi dihitung dengan mengalikan konsumsi BK pakan dengan kadar nutrien pakan berdasarkan 100% BK.

3. Lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak

Lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak (Gambar 2) diukur pada awal penelitian dan satu minggu sekali. Lingkar dada adalah keliling dada yang diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada di belakang bahu. Panjang badan diukur dengan menggunakan tongkat ukur dimulai dari tonjolan bahu (humerus) sampai tonjolan tulang duduk (tuber ischi). Tinggi pundak diukur dari titik tertinggi pundak tegak lurus permukaan tanah.

(17)

5 4. Bobot badan dan pertambahan bobot badan

Bobot badan diduga berdasarkan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak mengikuti persamaan Sutardi (1975), Camoens (1975), dan Soedjana (1976) menurut Murti (2002) :

Bobot badan metabolik merupakan dasar perhitungan dari kebutuhan untuk hidup pokok atau dasar perbandingan peubah yang diukur antar ternak. Bobot badan metabolik = bobot badan (kg) 0.75

5. Komposisi susu, sifat kimiawi dan sifat fisik susu

Pemerahan susu dilakukan pada waktu pengambilan sampel yaitu pada minggu ke 0, 4, 8, dan 12 dan produksi susu diukur dengan gelas ukur selanjutnya diamati di laboratorium. Komposisi susu dianalisis dengan 2 cara yaitu secara kimiawi dan dengan alat Milko Tester per bulan laktasi.

Analisis kimiawi dilakukan untuk mendapatkan kandungan berat jenis, dan kandungan lemak, laktosa, protein, bahan kering, solid non fat (SNF), derajat keasaman dan pH susu. Berat jenis diukur dengan laktodensimeter. Kadar lemak diukur dengan metode Gerber. Kadar laktosa diukur dengan metode Teles. Kadar protein diukur dengan metode titrasi formol. Derajat keasaman diukur dengan titrasi memakai larutan berindikator phenolphthalein. pH diukur dengan menggunakan kertas lakmus. Analisis susu dengan Milko tester dilakukan untuk mendapatkan kadar lemak, solid non fat (SNF), protein, laktosa, mineral, titik beku, dan berat jenis.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan mengetahui rataan dan standar deviasi dari peubah yang diamati. Rataan dan standar deviasi dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) berikut :

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Peternakan DAY yang terletak di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, telah memelihara kerbau bule kurang lebih sekitar 3 tahun. Saat ini populasi kerbau bule di peternakan tersebut mencapai 24 ekor yang terdiri atas 6 ekor dara, 4 ekor pejantan muda, 5 ekor pejantan dewasa, 3 ekor betina laktasi, 3 ekor anak dan 3 ekor betina dewasa. Penelitian ini mengkhususkan pengamatan pada kerbau laktasi. Pencatatan atau recording ternak tidak terlalu diperhatikan, hal tersebut menyebabkan informasi mengenai ternak kerbau bule hanya didapatkan melalui pengelola kandang, contohnya umur betina laktasi kurang diketahui.

Kegiatan yang dilakukan dalam sehari dapat dilihat pada Tabel 2 yang meliputi pembersihan kandang, pemberian pakan, perawatan kerbau, dan penanganan kesehatan. Kondisi kandang cukup bersih, namun cukup padat saat ternak berada di dalam kandang. Kandang tersebut adalah kandang koloni, kecuali untuk kerbau betina yang sedang bunting, pasca melahirkan atau yang sedang laktasi dikandangkan secara terpisah, tetapi masih disatukan dengan anak kerbau hingga disapih.

Menejemen waktu pemberian pakan kerbau di peternakan ini juga dapat dilihat pada Tabel 2. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam hari. Pakan yang diberikan hanya jerami padi tanpa pakan tambahan. Kerbau tidak diberi minum di dalam kandang karena kerbau akan minum di saat kerbau berkubang. Kegiatan kerbau setiap sebelum makan adalah berkubang di dalam kolam buatan selama kurang lebih 2 jam, kerbau berkubang sebanyak 3 kali sehari. Berkubang selama 30 menit mampu menaikkan bobot badan kerbau jika dibandingkan kerbau yang tidak dapat berkubang (Zulbardi et al. 1982).

Tabel 2 Jadwal harian pemeliharaan kerbau

Pukul Aktivitas

Susu diperah dari dua ekor kerbau 12.00 – 14.00 Kerbau makan siang dan istirahat 14.00 – 17.30 Kerbau berkubang

Kandang dan tempat pakan dibersihkan, sisa pakan ditimbang dan pakan diberikan

(19)

7 Penanganan kesehatan dilakukan pada saat ternak memperlihatkan gejala sakit. Menurut keterangan peternak, ternak kerbau adalah ternak yang tradisional sehingga untuk pengobatannya lebih baik menggunakan pengobatan tradisional daripada menggunakan bahan kimia. Penyakit yang sering didapati oleh peternak adalah cacingan yang diobati dengan obat cacing. Pengobatan yang diberikan pada kerbau yang terluka luar karena bertarung yaitu mengolesi luka dengan feses (kotoran) kerbau karena menurut peternak luka tersebut akan cepat kering dan tidak didatangi lalat. Jika kaki kerbau terkilir akan diobati hanya dengan jahe dan balsem.

Pengukuran bobot badan ternak dengan menggunakan timbangan kurang diperhatikan yang disebabkan tidak tersedianya alat timbangan bobot badan ternak, sehingga pengamatan bobot badan diduga dari lingkar dada atau panjang badan yang masing-masing diukur dengan pita ukur dan tongkat ukur. Hasil pengamatan akan dikonversi menggunakan ketiga rumus sebagaimana dijelaskan di dalam metode Murti (2002). Penggunan rumus ini hanya dapat dilakukan pada hewan yang sudah mencapai usia 2 tahun. Rumus yang paling mendekati dan yang digunakan pada penelitian ini adalah pengukuran menggunakan panjang badan ternak (Soedjana 1976 dalam Murti 2002) (Lampiran I).

Pakan Kerbau Bule

Pakan merupakan hal utama dalam menunjang pertumbuhan baik untuk kelangsungan hidup dan performa pada kerbau seperti pada ternak-ternak lain. Menurut Murti (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bahan pakan pada kerbau antara lain umur, fungsi kondisi fisiologis, perawatan tubuh, pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu, kondisi lingkungan, dan sistem pemberian pakan. Pakan kerbau yang disediakan di Peternakan DAY adalah jerami padi. Jerami padi sudah banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Jerami padi yang diberikan kepada ternak kerbau biasa diperoleh dari sekitar peternakan karena di sekitar kawasan peternakan terdapat beberapa area persawahan yang cukup luas. Jerami padi diberikan kepada semua ternak kerbau baik yang dewasa maupun anak-anak dengan jumlah yang sama. Anak kerbau tersebut akan mengonsumsi jerami padi bersama induk kerbau. Pemberian jerami padi ini tidak membedakan status fisiologis ternak ataupun kebutuhan ternak kerbau berdasarkan bobot badan atau umur dan hal tersebut banyak terjadi di peternakan rakyat.

(20)

8

Mutu hijauan pakan ternak di setiap tempat akan berbeda karena daerah atau jenis tanahnya. Jerami padi yang diberikan kepada kerbau di peternakan DAY diperoleh dari dua tempat yaitu di sekitar Ciampea dan di Dramaga, secara topografis daerah Ciampea dekat kaki Gunung Salak dan berbukit; sedangkan Dramaga lebih berupa dataran dan sedikit lereng. Perbedaan topografi menyebabkan struktur tanah, kesuburan tanah, kandungan hara, batuan, dan kandungan air di dua tempat ini berbeda. Hal tersebut akan mempengaruhi penyerapan nutrien yang diperoleh jerami padi tersebut. Jika ditinjau dari jenis varietas jerami padi terdapat kemungkinan kedua tempat menggunakan jenis padi yang berbeda (Arafah dan Sirappa 2003). Terlihat juga pada hasil analisis jerami padi oleh Agus et al. (1998) yang diambil dari daerah Yogyakarta, Jawa Tengah, mempunyai komposisi nutrien lebih rendah daripada hasil analisis proksimat dalam penelitian ini.

Tabel 3 Komposisi nutrien jerami padi

Kandungan nutrien (% BK) Waktu Pengambilan Sampel Agus et al.

(1998) tanpa nitrogen, TDN: total digestable nutrient.

*TDN dihitung dengan rumus Sutardi (2001) dalam Irawan (2002) Bahan dengan kandungan :

Persamaan 1, 2, dan 3 di atas diperoleh dari hasil percobaan pada 66, 55, dan 101 ekor sapi dan berturut-turut mempunyai keeratan hubungan (R2) sebesar 0.925, 0.816, dan 0.685 dengan simpangan baku (Sb) masing-masing sebesar 6.46, 5.22, dan 5.19.

Analisis proksimat Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2013).

(21)

9 yang lebih sering diberikan kepada kerbau bule di peternakan DAY adalah dalam keadaan kering. Menurut Williamson et al. (1993), kerbau masih mampu menggunakan jerami padi tersebut yang disebabkan kerbau mempunyai kemampuan dalam mengefisiensi serat lebih baik dan lebih banyak daripada sapi karena jumlah bakteri dan fungi yang berada dalam saluran pencernaan kerbau lebih tinggi dan jumlah protozoanya lebih rendah daripada sapi, dan makanan yang berada di saluran pencernaan kerbau berjalan lambat sehingga enzim pencerna serat yang berasal dari mikroba rumen bekerja dengan lebih baik (Handiwirawan et al. 2008).

Konsumsi Nutrien Kerbau Bule

Kebutuhan nutrien ternak kerbau dan sapi tidak jauh berbeda (Ranjhan et al. 1979). Pakan yang dikonsumsi kerbau pada umumnya adalah hijauan dan konsentrat, terkadang juga limbah pertanian seperti jerami padi. Hanya sedikit manfaat yang dapat diperoleh dari limbah seperti jerami padi tanpa perlakuan (Sarwar et al. 2009).

Tabel 4 memperlihatkan informasi mengenai konsumsi segar, BK, dan nutrien ketiga kerbau laktasi. Jika ditinjau secara keseluruhan konsumsi ketiga kerbau laktasi tidak jauh berbeda, tetapi jika ditinjau lebih detail maka konsumsi bahan segar, BK dan nutrien pada kerbau A2 adalah yang paling tinggi; sedangkan pada kerbau A1 dan A3 konsumsi bahan segar, BK, dan nutrien tidak begitu jauh berbeda. Secara fisiologis kondisi ketiga kerbau tersebut sedang laktasi, namun anak kerbau A2 mati sebelum disapih sehingga kerbau A2 tidak lagi menyusui. Ketika kerbau A2 tidak lagi menyusui maka produksi susu akan berhenti, kondisi ini menyerupai kondisi saat masa kering kerbau atau sapi. Menurut Ranjhan dan Pathak (1979), selama masa kering sapi akan membangun lemak tubuh untuk mempersiapkan pertumbuhan fetus dan perbaikan kelenjar ambing, hal ini mengakibatkan peningkatan konsumsi pakan dan zat-zat makanan tidak disalurkan untuk produksi susu.

Konsumsi ketiga kerbau laktasi tidak jauh berbeda, namun pakan jerami padi saja belum cukup memenuhi kebutuhan ketiga kerbau laktasi. Seperti yang disebutkan oleh Ranjhan (1991) bahwa kebutuhan nutrien kerbau untuk laktasi dan hidup pokok yaitu BK 6.4 kg, DCP 320 g, dan TDN 3.7 kg, pada penelitian ini didapatkan BK yang dikonsumsi sebesar 4.28 kg dan TDN 2.36 kg, dari hasil tersebut diperoleh konsumsi TDN (dalam %BK) sebesar 55.21%, sedangkan Ranjhan (1991) sebesar 57.81%.

(22)

10

Tabel 4 Konsumsi pakan, bahan kering, dan nutrien

Peubah Kerbau ̅

A1 A2 A3

Konsumsi (kg e-1h-1)

Bahan segar 16.67±2.03 16.82±1.74 16.74±1.86 16.74±1.86

BK total 4.27±1.05 4.30±1.02 4.28±1.01 4.28±1.02 BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestable nutrient.

Konsumsi protein menurut Sarwar et al. (2009) untuk kerbau laktasi adalah 12% atau dibawahnya berdasarkan BK. Konsumsi protein ketiga kerbau pada penelitian ini adalah sama yaitu 8.16 ± 0.00 (%BK). Pemberian jerami padi masih belum dapat memenuhi kebutuhan BK dan nutrien untuk hidup pokok atau untuk produksi susu oleh induk laktasi. Hal tersebut disebabkan pakan yang dikonsumsi hanya jerami padi yang kandungan nutriennya rendah dengan nilai guna cukup rendah (Tabel 3) dan pemberian jerami padi juga dibatasi. Menurut Zulbardi (1981) dalam Manurung (1989), kerbau rawa jantan yang hanya diberi pakan basal jerami padi mengalami penurunan bobot badan.

Jerami padi menurut Sutardi (1982), memiliki keterbatasan seperti dinding sel yang berselimut kristal silika sulit dihidrolisis oleh enzim dalam rumen dan dinding sel mengandung lignin membentuk senyawa komplek dengan selulosa, sehingga struktur selulosa tidak amorf dan molekul glukosa diikat dengan ikatan hidrogen yang sulit dicerna mikroba. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk pemberian pakan tambahan ataupun olahan jerami padi untuk meningkatkan kecernaan. Pemberian pakan tambahan sebanyak 1.5 kg hari-1 pada kerbau betina dapat meningkatkan PBB sebanyak 0.34 kg dari 0.301 kg ekor-1hari-1 menjadi 0.64 kg ekor-1hari-1 (Zulbardi et al. 1998).

Bobot Badan Kerbau Bule

(23)

11 Pertumbuhan dapat diukur dengan perubahan berat hidupnya, sedangkan perkembangan susah diukur (Murti 2002). Pertumbuhan ternak dapat dipengaruhi oleh genetik ternak atau bukan genetik yaitu sistem pemeliharaan ternak.

Tabel 5 Lingkar dada, panjang badan, bobot badan, bobot badan metabolis, dan pertambahan bobot badan kerbau bule

Peubah Ternak ̅

A1 A2 A3

Lingkar dada (cm) 187.10±4.10 183.81± 3.69 179.54±2.26 185.47±2.34

Panjang badan (cm) 131.85±2.70 133.08±2.93 132.08±2.22 132.33±0.65

Tinggi pundak (cm) 123.31±5.14 127.07±4.27 127.92±3.17 126.10±4.63

Bobot badan (kg)

Sutardi (1975) 295.49±4.52 291.62±5.06 285.80±3.48 290.97±4.88

Camoens (1976) 308.72±41.35 342.10±35.19 356.51±23.00 335.78±24.51

Soedjana (1976)

 LD 398.96±17.19 385.10±15.48 367.22±9.46 383.76±15.91

 PB 364.92±13.60 371.11±14.73 366.08±11.15 368.60±3.56

PBB (kg e-1.h-1) 0.57±0.74 0.50±1.73 0.43±1.77 0.50±0.07 badan (PB, cm), bobot badan (BB, kg), bobot badan metabolik (BBM, kg0.75), dan pertambahan bobot badan (PBB). Hasil pengukuran menunjukkan kerbau A2 memiliki PB, BB dan BBM paling besar 133.08 ± 2.93, 371.11 ± 14.73 dan84.54 ± 2.26; LD dan PBB kerbau A1 paling besar yaitu 187.1 ± 4.10 dan0.57 ± 0.74, dan PBB per BBM paling besar diperoleh A3 0.63 ± 1.02. Secara keseluruhan PBB A1 relatif stabil selama penelitian, sedangkan A2 kurang stabil. Walaupun BB A2 paling besar namun PBB kecil; hal ini menunjukkan bahwa A2 mengonsumsi pakan yang banyak, namun hanya sedikit yang mampu digunakan tubuh.

(24)
(25)

13 Rataan PBB dari ketiga kerbau hasil penelitian ini adalah 0.50 kg ekor-1 hari-1. Hasil tersebut masih dalam kisaran yang diperoleh Moran (1992) sebesar 0.59 kg hari-1 pada pemberian pakan yang intensif, dan untuk yang dibiarkan merumput sebesar 0.49 kg hari-1. Penelitian Zulbardi dan Kusumaningrum (2006) menunjukkan bahwa lingkar dada dan panjang badan kerbau betina lebih dari 2 tahun masing-masing sebesar 177.97 ± 9.78 dan 113.13 ± 17.83, sedangkan penelitian Pipina et al. 2010 pada kerbau betina di Maluku usia lebih dari 5 tahun memiliki panjang badan 121.44 ± 12.22, lingkar dada 180.91 ± 16.63, tinggi gumba 120.19 ± 3.76, dan bobot badannya 295.09 ± 29.76; hasil ini lebih rendah daripada ukuran LD dan PB kerbau A1, A2, dan A3. Tubuh A2 lebih besar dan lebih panjang daripada A1 dan A3, dan kerbau A3 mempunyai ukuran tubuh sedang dan cukup panjang; namun tidak terdapat perbedaan yang berarti berdasarkan BBM. PBB kerbau kurang optimal atau belum sesuai genetik kerbau tersebut jika pakan yang diberikan hanya jerami padi dan pemberiannya tidak berdasarkan kebutuhan kerbau laktasi tersebut.

Pengukuran bobot badan ternak kerbau bule di lapangan diduga dengan mengukur LD, TP dan PB yang kemudian dikonversikan ke dalam rumus. Penghitungan BB menggunakan tiga cara dalam Murti (2002) yaitu 1) Sutardi menggunakan LD; 2) Camoens menggunakan TP dan LD; dan 3) Soedjana (1976) menggunakan LD atau PB. Lingkar dada, PB, dan TP dikonversikan ke dalam ketiga rumus tersebut, sehingga didapatkan hasil yang paling mendekati yaitu dengan menghitung berdasarkan rumus Soedjana (1976) menggunakan PB sebagai peubah. Rumus Sutardi (1975) kurang mendekati, sedangkan Camoens (1976) hasilnya terlalu besar (Lampiran I). Dari hasil tersebut maka diputuskan untuk BB yang paling mendekati adalah BB yang dihitung berdasarkan rumus Soedjana (1976) dengan rata-rata BB 368.60 ± 3.56 kg ekor-1. Penghitungan PBB, BBM dan PPB tiap BB0.75 dilakukan berdasarkan BB yang diestimasi dengan menggunakan rumus Soedjana (1976) memakai PB (panjang badan).

Komposisi Susu Kerbau Bule

Komposisi susu kerbau umumnya sama seperti komposisi susu sapi, namun jumlah lemak, protein, total solid non fat (SNF), kasein, laktosa dan senyawa abu pada susu kerbau lebih banyak daripada susu sapi, kambing, unta dan manusia (Ahmad et al. 2013). Produksi susu yang dihasilkan oleh kerbau bule di Peternakan DAY berkisar antara 100 sampai 250 mL. Lama laktasi kerbau lumpur sekitar 236 sampai 277 hari dan produksi susunya 4 sampai 15 liter hari-1 (Bahri dan Talib 2007). Pemeliharan kerbau lumpur di daerah Sumatera Barat dengan sistem ekstensif dapat memproduksi susu sebanyak 1 sampai 2 liter ekor-1hari-1 dengan masa laktasinya 6 sampai 8 bulan (Wirdahayati et al. 2008).

(26)

14

Tabel 6 Komposisi susu kerbau

Peubah

Peubah untuk produksi susu tidak dapat diketahui karena jumlah sampel yang diambil sedikit dan volumenya sama; namun, produksi susu diduga masih dibawah potensi genetik kerbau mengingat pakan yang diberikan hanya jerami padi. Hasil pada Tabel 6 memperlihatkan komposisi susu berdasarkan analisis biokimiawi dan milko tester dan diambil selama 12 minggu pengamatan. Bahan kering (BK) susu A1 12% sampai 20% dan A2 13% sampai 18%, hasil BK susu A1 dan A2 tidak jauh berbeda. Total solid non fat atau bahan kering tanpa lemak yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 10% sampai 11% dan masih dalam hasil Ganguli (1981) sebesar 7% sampai 12%. Total solid non fat pada kerbau umumnya tinggi, maka susu kerbau sering dibuat yogurt dan keju tanpa tambahan protein susu atau pengental karena sudah padat.

(27)

15 kandungan asam asetat tinggi maka penggunaannya untuk pembentukan lemak susu semakin tinggi.

Lemak susu hasil pengamatan bervariasi pada A1 sebesar 1.80% sampai 10.20% dan A2 2.40% sampai 7.80%. Pada pengambilan minggu ke-1 dan minggu ke-2 dapat dilihat bahwa lemak susu kerbau sangat rendah sekitar 1% sampai 2%. Selain pakan, faktor lain yang dapat mempengaruhi komposisi susu adalah cara penanganan seperti penyimpanan susu. Hal ini dikarenakan penanganan yang kurang baik. Sampel minggu ke-1 disimpan dalam refrigerator selama kira-kira 7 hari. Sampel minggu ke-2 disimpan dalam refrigerator selama 5 hari. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Ismanto et al. (2013) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan dalam refrigerator mempengaruhi berat jenis susu, semakin rendah berat jenis susu semakin tinggi kandungan lemaknya. Sampel minggu ke-1 kandungan lemak sebesar 1% sampai 2% dengan berat jenis 1.0418 sampai 1.0423, sedangkan sampel minggu ke-4 memiliki kandungan lemak mencapai 10% dengan berat jenis 1.0325.

Komposisi penting susu yang lain adalah protein susu. Protein susu hasil analisis biokimiawi sebesar 3% sampai 5%, hal ini tidak jauh berbeda seperti yang dinyatakan oleh Bahri dan Talib (2007) bahwa protein susu kerbau sebesar 4% sampai 5%. Menurut Laxminarayana dan Dastur (1968), 80% total protein susu kerbau adalah kasein dan 20% adalah protein whey. pH susu kerbau berkisar antara 6.57 sampai 6.84 (Ahmad et al. 2013); hasil analisis menunjukkan pH susu kerbau masih dalam kisaran pH normal susu kerbau. Freezing point susu kerbau umumnya diantara -0.552 sampai -0.558 (Hofi et al. 1996). Pendinginan dan penambahan air mampu menurunkan freezing point, sedangkan pemanasan dan pengasaman dapat menaikkan freezing point.

(28)

16

Produksi susu akan berbanding terbalik dengan kadar lemak susu, naiknya kadar lemak menunjukkan produksi susu yang turun (Murti 2002); dapat dilihat pada Tabel 6, Gambar 6, dan Gambar 7 lemak susu kerbau terus naik hingga mencapai 10% seiring dengan naiknya minggu laktasi dan bobot badan ternak. Meskipun demikian, dalam penelitian ini produksi susu tidak dapat diukur karena produksi susu kerbau bule kurang dari 1 liter dan cenderung sama pada tiap bulan laktasinya.

Kerbau bule atau kerbau albino membawa sifat resesif yang terjadi dari perkawinan sedarah, karena menurut Murti (2002), produksi susu kerbau dipengaruhi faktor breed atau bangsa kerbau. Selain itu, kerbau lumpur mempunyai ambing dengan ukuran kecil, dekat kaki belakang, dan kurang berkembang. Kerbau juga mempunyai kelebihan lain dari kualitas susunya seperti tingginya kandungan total protein, asam lemak rantai sedang, Conjugate Linoleic Acid (CLA), dan senyawa retinol dan tochoperol daripada susu sapi (Ahmad et al. 2013). Susu kerbau berwarna lebih putih karena tidak adanya karoten (Murti 2002).

Terlihat dalam Tabel 6 terdapat perbedaan hasil analisis biokimiawi dengan analisis menggunakan milko tester. Kadar lemak, berat jenis dan protein pada analisis milko tester selalu lebih tinggi daripada analisis biokimiawi, namun kadar SNF dari kedua analisis sama. Keunggulan menggunakan milko tester adalah waktu analisis lebih cepat, biaya lebih hemat, sampel susu yang digunakan tidak banyak. Analisis biokimiawi membutuhkan sampel susu dan reagen kimia yang lebih banyak, dan waktu untuk analisis cukup lama.

(29)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pakan yang diberikan kepada ternak kerbau bule di Peternakan DAY adalah jerami padi dan jerami padi dengan kandungan nutrien paling baik ada pada bulan September (PK, BETN dan TDN tinggi, namun SK rendah). Pemberian jerami padi secara tunggal dan terbatas belum memenuhi kebutuhan nutrien kerbau. Konsumsi nutrien ketiga kerbau bule laktasi tidak berbeda dan memiliki rataan konsumsi BK (%BB) 1.17%; PK 8.16%; LK 2.17%; SK 31.47%; BETN 42.83%; dan TDN 55.21%. Konsumsi tersebut menyebabkan bobot badan dan komposisi susu (SNF 11.02%; lemak 5.45%; protein 4.94%; dan berat jenis 1.0375 g ml-1) kedua kerbau bule laktasi tidak berbeda. Komposisi susu dapat berubah akibat lamanya periode penyimpanan pada refrigerator, dan juga selang waktu dari proses pemerahan ke proses penyimpanan susu.

Saran

Pakan yang diberikan pada kerbau bule laktasi perlu memperhatikan status fisiologis kerbau bule tersebut. Pemberian pakan basal jerami padi yang tidak ad libitum kurang mampu menunjang kebutuhan nutrien kerbau bule laktasi, sehingga diperlukan pemberian pakan tambahan atau konsentrat ataupun pakan olahan seperti jerami padi olahan untuk meningkatkan kemampuan kecernaan kerbau bule; dan diharapkan akan meningkatkan produksi dan komposisi susu kerbau bule secara optimal. Penanganan setelah pemerahan adalah hal yang perlu diperhatikan, sehingga setelah diperah kualitas susu dapat dipertahankan dalam kondisi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agus A, Sutomo R, Ismaya. 1998. Penggunaan probiotik untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi dan efeknya terhadap pertambahan bobot badan sapi PO. Prosiding Seminar dan Lokakarya Teknologi Spesifik Lokasi dalam Pengembangan Pertanian dengan Orientasi Agribisnis; 1998 Mar 26; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): BPPT Ungaran Yogyakarta. hlm 238-248.

Ahmad S, Anjum FM, Huma N, Sameen A, Zahoor T. 2013. Composition and physico-chemical characteristics of buffalo milk with particular emphasis on lipids, proteins, minerals, enzymes, and vitamins. J Anim Plant Sci. 23(1 Suppl.):62-74.

(30)

18

Bahri S, Talib C. 2007. Strategi pengembangan pembibitan ternak kerbau. Di dalam: Bamualim AM, Talib C, Handiwirawan E, Herawati T, Muladi, editor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau; 2007 Jun 22-23; Jambi, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 5.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Curah Hujan dan Hari Hujan 2013. Bogor (ID): BMKG.

Bulbul T. 2010. Energy and nutrient requirements of Buffaloes. Kocatepe Vet J. 3(2):55-64.

Darminto, Triwulanningsih E, Anggraeni A, Widiawati Y. 2010. Aplikasi inovasi teknologi peternakan untuk meningkatkan produktivitas kerbau lokal. Di dalam: Talib C, Herawati T, Matondang RH, Syafitrie C, Muladi, Elvianora PR, Hidajati N, editor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau Peningkatan Produktivitas Kerbau melalui Aplikasi Teknologi Reproduksi dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Peternak; 2009 Nov 11-13; Brebes, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 13.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

Ganguli NC. 1981. Buffalo as a candidate for milk production. Di dalam: IDF Bull No. 137. hlm 1-6.

Haenlein GFW. 1980. Mineral nutrition of goats. J Dairy Sci. 63:1729-1748. Handiwirawan E, Suryana, Talib C. 2008. Karakteristik tingkah laku kerbau untuk

manajemen produksi yang optimal. Prosiding Seminar Lokakarya Nasional, Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020; 2008 Apr 21; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 99.

Hasinah H, Handiwirawan E. 2006. Keragaman genetik ternak kerbau Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. 2006 Agu 4-5; Sumbawa, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan.

Hofi AA, Rifaat ID, Khorshid MA. 1996. Studies on some physco-chemical properties of Egyptian buffaloes and cows’ milk.V. Acidity and hydrogen ion concentration. Indian J Dairy Sci. 19:158-161.

Irawan B. 2002. Suplemen Zn dan Cu organik pada ransum berbasis agroindustri untuk memacu pertumbuhan domba [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ismanto T, Utami S, Suratim HA. 2013. Pengaruh lama penyimpanan dalam refrigerator terhadap berat jenis dan viskositas susu kambing pasteurisasi. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1):67-79.

Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. Logan (US): Utah State Univ. hlm 381.

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2012. Data Lima Tahun Subsektor Peternakan, Populasi Kerbau Menurut Provinsi 2008-2012. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

(31)

19 Manurung T. 1989. Manfaat leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum berjerami padi yang diperkaya dengan urea dan tetes [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Moran JB. 1992. Growth and development of buffaloes. Di dalam: Tulloh NM and Holmes JHG, editor. Buffalo Production. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 191-221.

Murti TW. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Pipiana J, Baliarti E, Budisatria IGS. 2010. Kinerja kerbau betina di Pulau Moa,

Maluku. Buletin Peternakan. 34(1):47-54.

Pradhan K. 1994. Rumen ecosystem in relation to cattle and buffalo nutrition. Di dalam: Wanapat M dan Sommart K, editor. Proceeding First Asian Buffalo Association Congress; 1994 Jan 17-21; Khon Kaen, Thailand. Khon Kaen (TH): Khon Kaen Univ. hlm 221-242.

Ranjhan SK, Pathak NN. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. New Delhi (IN): Vikas Publishing House PVT LTD.

Ranjhan SK. 1991. Chemical Composition of Indian Feeds and Feeding of Farm Animals. New Delhi (IN):ICAR (Indian Council of Agriculture Research). Sands M, McDowell RE. 1978. The Potential of The Goat for Milk Production in

The Tropics [mimeografi]. Ithaca (US): Cornell International Agriculture Mimeograph No 60. hlm 53.

Santosa U. 2007. Studi ukuran tubuh kerbau (Bubalus bubalis) di beberapa wilayah di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sarwar M, Khan MA, Nisa M, Bhatti SA, Shahzad MA. 2009. Nutritional management for buffalo production. Asian-Aust J Anim Sci. 7(22):1060-1068.

Soeharsono. 2008. Laktasi. Bandung (ID): Widya Padjadjaran.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Sugeng YB. 2006. Sapi Potong. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Suminar AA. 2005. Palatabilitas, kecernaan dan aktivitas ruminasi domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi hasil olahan cairan rumen dan amoniasi [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1982. Landasan Ilmu Nutrisi Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Triwulanningsih E. 2007. Inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan ternak kerbau. Di dalam: Bamualim AM, Talib C, Handiwirawan E, Herawati T, Muladi, editor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau; 2007 Jun 22-23; Jambi, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 17.

(32)

20

Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Darmadja, SGN penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: An Introduction to Animal Husbandry in The Tropics.Ed ke-3.

Wirdahayati R, Bamualim. 2008. Strategi pelestarian produksi susu kerbau lokal (swamp buffalo) bagi peningkatan gizi masyarakat. Prosiding Seminar Lokakarya Nasional, Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020; 2008 Apr 21; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang Peternakan.

Zulbardi M, Djajanegara A, Rangkuti M. 1982. Pengaruh pelepasan terhadap konsumsi jerami padi pada kerbau. Di dalam: Rangkuti M, Sitorus P, Siregar ME, Soedjana TD, Sutiyono, Ginting NG, Sirait C, Siregar ARS, Djamaluddin E, Setiadi A, editor. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan; 1982 Feb 8-11; Cisarua, Indonesia. Bogor (ID): Pulitbang Peternakan. hlm 30-36.

Zulbardi M, Siregar AR, Batubara LP, Wilson A, Basuno E. 1998. Peningkatan sumberdaya kerbau melalui perbaikan pakan di Desa Sabatolang Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan. Di dalam: Mathius IW, Sinurat AP, Inounu I, Abubakar, Purwantari ND, Sutama IK, Handiwirawan E, editor. Peningkatan peran kerbau dalam mendukung kebutuhan daging nasional; 1997 Nov 18-19; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 547-554.

Zulbardi M, Kusumaningrum DA. 2006. Performance of swamp buffalo (Bubalus bubalis) production in two subdistricts of Bogor, province of West Java. Di dalam: Suhubdy, editor. International Seminar on Artificial Reproductive Biotechnologies for Buffaloes [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): DIGILIB LITBANG DEPTAN. hlm 215-220;

[diunduh 2014 Jan 9]. Tersedia pada:

(33)

21 Lampiran 1 Hitungan bobot badan menggunakan rumus Sutardi (1975), Camoens

(1976), dan Soedjana (1976) dalam Murti (2002)

Kerbau lumpur betina mempunyai umur 36 bulan, berat badan 203.5 kg (LD: 149.1 cm; PB: 101.4 cm; TP: 105.8 cm) Parker (1984) dalam Murti (2002).

1. Sutardi (1975)

B = -920.72 + 11.904 L – 0,028869 L2 B = Berat badan, kg

L = Lingkar dada, cm Didapat :

B = -920.72 + 11.904(149.1) – 0,028869 (149.1)2 = 212.39 Kg

2. Camoens (1976) Y = 40T - 11L – 450 Y = Berat Badan, lbs T = Tinggi pundak, inci L= Lingkar dada, inci 1 cm = 0.393700787 inci 1 lbs = 0.453 kg

Didapat :

Y = 40(41.65) – 11(58.70) – 450 = 570.44 lbs

= 258.41 kg 3. Soedjana (1976)

Y1 = 4.19 X1 – 385.05 Y2 = 5.03 X2 – 298.27 X1 = Lingkar dada, cm X2 = Panjang badan, cm Didapat:

Y1 = 4.19 (149.1) – 385.05 = 239.65 kg

Y2 = 5.03(101.4) – 298.27 = 211.77 kg

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 September 1991 di Jawa Timur. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak I Ketut Widastra dan Ibu Suhartini. Penulis menempuh pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2004 di SD N Pare I. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2007 di SMP N 2 Pare, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMA N 2 Pare. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Petanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tahun 2010 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis juga aktif berpartisipasi di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan selama 2 tahun kepengurusan (2010/2011 dan 2011/2012) dan aktif mengikuti kepanitiaan di kegiatan mahasiswa Institut Pertanian Bogor baik skala kampus maupun nasional. Penulis juga merupakan salah satu penerima beasiswa PPA dari Dikti pada tahun 2011 sampai 2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama skripsi dan Iyep Komala, SPt selaku pembimbing anggota atas bimbingingan dan arahannya kepada penulis selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Lilis Khotijah, MSi selaku dosen penguji seminar dan Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi sebagai panitia seminar pada tanggal 4 Juli 2013, serta Dr Ir Didid Diapari, MSi dan Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji sidang dan Dr Ir Widya Hermana, MSi sebagai panitia sidang pada tanggal 10 April 2014. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada pemilik dan seluruh staf Peternakan Doa Anak Yatim, Bapak Rus selaku pengurus kandang kerbau bule, staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan INTP dan Bapak Dedi selaku staf Laboratorium perah, Departemen IPTP. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan Jubaidah F dan Regina F, serta Ata, Winda Ayu, Akmi Retno, Putu Debby yang telah membantu penulis selama penelitian dan Ikrimatul, Nuke, Siti, Ajeng, Widya, Arsy, Rama, Ariska, Winda, Mba’ Lusi, Mba’ Ayu, Teni, Ade, Nindi, Bubu dan teman-teman INTP 46 yang telah menemani penulis selama berada di Fakultas Peternakan dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan atas seluruh dukungan untuk penulis; serta kedua orang tua (Bapak I Ketut Widastra dan Ibu Suhartini), kedua kakak (Putu Alfa RA dan Made Betha YP) dan kedua kakak ipar (Rizki dan Rieke) yang telah mendukung penulis dari moril maupun materil.

Gambar

Tabel 1  Perbandingan komposisi susu manusia, sapi, onta, dan kerbau
Tabel 2  Jadwal harian pemeliharaan kerbau
Tabel 4  Konsumsi pakan, bahan kering, dan nutrien
Tabel 5  Lingkar dada, panjang badan, bobot badan, bobot badan metabolis, dan pertambahan bobot badan kerbau bule
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pada tahap ini proses komunikasi interpersonal yang terjadi antara penderita nomophobia dengan para sahabatnya tidak

1) Perluasan dan pemahaman mahasiswa terhadap kenyataan tentang kehidupan keberagamaan di masyarakat. 2) Penumbuhan semangat pengabdian mahasiswa dalam memecahkan

Berdasarkan penelitian ini bahwa setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, setiap anak yang dilahirkan dari perkawinan yang

Efektifnya komunikasi organisasi antara kepala sekolah dan guru SMK Negeri 2 Bandar Lampung mampu memelihara kinerja guru yang baik dengan memberikan penjelasan kepada para gru

Para ahli sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan haruslah berdasarkan konsepsi dasar tentang manusia termasuk peran ekonomi didalamnya. Pendidikan merupakan gejala

Hasil penelitian: (1) Aktivitas peserta didik menjadi baik yang ditunjukan dengan perolehan skor hasil pengamatan yaitu pada siklus I jumlah skor 46 dengan nilai

Salah satu peralatan utama pada sistem komunikasi PLC ini adalah wave trap dan coupling capasitor dengan beberapa fungsi dan sifat kerja yaitu wave trap memiliki harga impedansi

Berdasarkan nilai koefisien penentuan (R 2 ), tampak bahwa pada kedua blok percobaan, pertumbuhan dan perkembangan larva serta imago L.huidobrensis memiliki pola