• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS GIZI BALITA GIZI KURANG SETELAH MENDAPATKAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMTP)

DI PUSKESMAS TAMBUSAI KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

SKRIPSI

Oleh : NIM. 061000222 BETTI AGUSTINA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STATUS GIZI BALITA GIZI KURANG SETELAH MENDAPATKAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMTP)

DI PUSKESMAS TAMBUSAI KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : NIM. 061000222 BETTI AGUSTINA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

STATUS GIZI BALITA GIZI KURANG SETELAH MENDAPATKAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMTP)

DI PUSKESMAS TAMBUSAI KECAMATAN TAMBUSAI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 061000222 BETTI AGUSTINA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juni 2009

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Medan, Juni 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(

NIP. 131124053\

dr. Ria Masniari Lubis, MSi) Ketua Penguji

Dr.Ir.Evawany Y. Aritonang, MSi NIP. 132049788

Penguji I

Swandi Simanjuntak, SKM, M.Kes NIP. 140153933

Penguji II

Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes NIP. 131862380

Penguji III

(4)

ABSTRAK

Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi makanan dan terjadi perubahan pola makan yang dapat meningkatkan prevalensi gizi kurang dan buruk. Provinsi Riau tahun 2007 prevalensi gizi kurang sebesar 11,8% dan di Kabupaten Rokan Hulu sebesar 9,21%. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka memperbaiki status gizi kurang adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian makanan tambahan pemulihan terhadap status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain Cross Sectional. Populasi adalah semua balita usia 6 sampai 59 bulan yang berstatus gizi kurang di Puskesmas Tambusai dengan jumlah sampel sebanyak 48 balita.

Dari hasil penelitian didapatkan status gizi baik berdasarkan BB/U meningkat dari 0% menjadi 43,8% pada bulan I, 68,8% pada bulan II dan 81,3% pada bulan III. Status gizi normal berdasarkan BB/TB dari 56,3% menjadi 68,8% pada bulan I, 75,0% pada bulan II dan 81,3% pada bulan III. Sedangkan status gizi normal berdasarkan TB/U dari 43,7% menjadi 52,1% pada bulan I, 54,2% pada bulan II dan 56,2% pada bulan III. Jenis makanan tambahan pemulihan terbanyak adalah susu sebesar 70,8% dengan pemberian sebanyak 30 kotak selama 3 bulan (70,8%) dan jumlah yang dihabiskan terbanyak pada kategori baik (31,2%). Konsumsi energi sebelum PMTP terbanyak pada kategori kurang sebesar 72,9% dan setelah PMTP terbanyak pada kategori sedang yaitu 50,0%. Sedangkan konsumsi protein sebelum dan sesudah PMTP terbanyak pada kategori baik yaitu 81,2% dan 95,8%.

Diharapkan kepada petugas gizi untuk meningkatkan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai balita gizi kurang dan buruk untuk memperhatikan asupan energi dan protein sehari-hari serta memotivasi ibu-ibu untuk membawa anaknya ke posyandu secara rutin sehingga pertumbuhan berat badan dapat dipantau setiap bulannya.

(5)

ABSTRACT

The of economic crisis in Indonesia has an impact on the nutritional status and community health because of the unment adequate food consumption and the occurrence of change in meal pattern that can increase the prevalence of nutritional deficiency nutrition and malnutrition. In 2007, the prevalence of malnutrition in Riau Province was 11.8% and in Rokan Hulu District was 9.21%. One of the attempts done to improve the nutritional status was to administer revitalizing supplementary food.

The purpose of this descriptive survey study with cross-sectional design is to analyze the impact of the revitalizing supplementary food administration on the nutritional status of the under five children with malnutrition at Tambusai Community Health Center, Tambusai Sub-district Rokan Hulu District, Riau, Province in 2009. The population of this study were all of the children of 6 to 59 months old suffering from malnut rition at Tambusai Community Health Center and the sample comprises 48 children.

The result of this study shows that their nutritional status was good based on Body Weight/Age that increased from 0% to 43.8% in Month I, 68% in Month II, and 81.3% in Month III. Nutrient status was normal based on Body Weight/Age that increased from 56.3% to 68.8% in Month I, 75.0% in Month II and 81.3% in Month III. Nutrient status was normal based on Body Height/Age that indreased from 43.7% to 52.1% in Month I, 54.2% in Month II and 56.2% in Month III. The majority of revitalizing supplementary food administered was milk for 70.8% with the distribution of 30 boxes for 3 (three) months (70.8%) and most of the milk consumed were of good category (31.2%). Most of the energy consumed before the revitalizing supplementary food administration belonged to good category (81.2%) and after the revitalizing supplementary food administration also belonged to good category (95.8%).

The nutrition officer specialist is expected to improve the extension provided for the mothers with children under five-years old suffering from malnutrition (under and severe malnutrition) that the mothers can pay attention to the daily energy and protein intake and to motivate the mothers to routinely take their children to the Posyandu so that the growth of their children’s body weight can be monitored every month.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Betti Agustina

Tempat/tanggal lahir : Sigalangan, 25 Mei 1972

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jl. Kartini No. 6 Lubuk Pakam

Nama Suami : Zulkifly Girsang

Nama Anak : Rizki Sari Dewi

Riwayat Pendidikan :

Tahun 1979-1985 : SD Negeri 02 Sigalangan

Tahun 1985-1988 : SMP Negeri 1 Sigalangan

Tahun 1988-1991 : SMU Negeri Pintu Padang

Tahun 1994-1997 : Akademi Gizi Lubuk Pakam

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

ini yang berjudul “Dampak Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

Terhadap Status Gizi Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau”. Skripsi ini adalah salah satu

syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Kesehatan Masyarakat.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu

Dr.Ir.Evawany Y. Aritonang, MSi selaku dosen pembimbing I dan Bapak Suwandi

Simajuntak, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku ketua Departemen Gizi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku dosen penasehat akademik.

4. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah

(8)

5. Bapak Dr. H. Mursal Amir selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan

seluruh staff yang telah memberikan dana pendidikan.

6. Bapak H. Dr. Wildan Asfan Hasibuan, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Rokan Hulu yang telah memberikan izin dan dukungan selama

pendidikan.

7. Bapak Dr. Parlin Sijabat selaku kepala Puskesmas Tambusai dan seluruh staf

Puskesmas Tambusai.

8. Ayahanda H. Solehuddin Hrp, BA dan Ibunda Sri Marlina serta mertua Bapak

Antonius Girsang, BA dan Ibu Mariyam Sitepu yang telah memberi doa,

dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

9. Suami tercinta Zulkifly Girsang, SH yang telah banyak berkorban materi dan

moril serta ananda tersayang Rizki Sari Dewi yang telah memberi motivasi, doa

kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

10.Abangnda AKBP. Widi Hardianto, Giri Kurnianto, Rudi Priambono, S.Sos dan

Kakanda Diah Indra Sari, AMK, Benita Andriani serta adinda Rosmala Dewi, SE

yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam penulisan skripsi ini.

11.Rekan-rekan se-angkatan, khususnya K’Irma, Junita, Fauzi, Rita, Mia, Melda

yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang

menambah semangat penulis dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan

(9)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, Juni 2009

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT ... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan... 7

2.1.1. Pengertian PMTP ... 7

2.1.2. Sasaran dan Tujuan PMTP ... 7

2.1.3. Syarat-Syarat Makanan Tambahan Pemulihan ... 8

2.1.4. Lama dan Jumlah Makanan Tambahan Pemulihan ... 11

2.1.5. Pengelolaan PMTP ... 12

2.1.6. Pemantauan dan Evaluasi ... 13

2.2. Status Gizi ... 14

2.3. Pengertian Gizi Kurang ... 19

2.3.1. Gejala Klinis Gizi Kurang ... 20

2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Kurang Pada Balita ... 22

2.3.3. Upaya Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk ... 23

2.4. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan ... 23

2.5. Dampak PMT terhadap Status Gizi ... 24

2.6. Kerangka Konsep ... 25

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

(11)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4.1. Data Primer ... 28

3.4.2. Data Sekunder ... 28

3.5. Defenisi Operasional ... 28

3.6. Aspek Pengukuran ... 31

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 32

3.7.1. Pengolahan Data ... 32

3.7.2. Analisa Data ... 33

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Puskesmas ... 34

4.1.1. Letak geografis ... 34

4.1.2. Demografi ... 34

4.1.3. Sarana dan Fasilitas... 36

4.2. Karakteristik Balita ... 38

4.3. Status Gizi ... 38

4.3.1. Status Gizi Sebelum dan Sesudah PMTP pada Bulan I, II dan III ... 38

4.4. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan... 42

4.5. Konsumsi Energi dan Protein Sebelum dan Sesudah PMTP ... 42

4.6. Status Kesehatan Balita ... 45

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Status Gizi Sebelum dan Sesudah PMTP ... 47

5.2. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) ... 49

5.3. Konsumsi Energi dan Protein Sebelum dan Sesudah PMTP ... 50

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan

(bubur) dalam 100 gram...9

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan

(biskuit) dalam 100 gram ...10

Tabel 2.3. Komposisi zat gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (Susu

Bubuk) dalam 100 gram...11

Tabel 3.1. Kandungan Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (bubur)

dalam 100 gram ...29

Tabel 3.2. Kandungan Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (Susu)

dalam 100 gram ...30

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...33

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan

Hulu ...34

Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai

Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...35

Tabel 4.4. Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai

Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...35

Tabel 4.5. Jumlah Sumber Daya Manusia di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...36

Tabel 4.6. Distribusi Umur Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan

Hulu ...37

(13)

Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan I Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...38

Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks TB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan I Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...39

Tabel 4.10. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan II Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...40

Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan II Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...40

Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks TB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan II Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...41

Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...41

Tabel 4.14. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...42

Tabel 4.15. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks TB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...42

Tabel 4.16. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jenis Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Tambusai

Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...43

Tabel 4.17. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Tambusai Kecamatan

Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...43

Tabel 4.18. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jumlah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Yang Dihabiskan di Puskesmas

(14)

Tabel 4.19. Distribusi Konsumsi Energi dan Protein Rata-Rata Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai

Kabupaten Rokan Hulu ...45

Tabel 4.20. Distribusi Konsumsi Energi Sebelum dan Sesudah PMTP Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan

Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...45

Tabel 4.21. Distribusi Konsumsi Protein Sebelum dan Sesudah PMTP Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan

Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...46

Tabel 4.22. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Status Kesehatan Dalam 1 (Satu) Bulan Terakhir di Puskesmas Tambusai

Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu ...46

Tabel 4.23. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jenis Penyakit Dalam 1 (Satu) Bulan Terakhir di Puskesmas Tambusai Kecamatan

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010

merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan

kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi

untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal. Untuk mencapai

visi gizi terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah

dilakukan beberapa strategi dan langkah-langkah penanggulangan masalah gizi di

Indonesia, antara lain adanya Pedoman Penanggulangan Gizi Buruk (PPGB).

(Dinkes, 2006)

Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap

masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada

rentang waktu ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah

yang cukup dan memadai. Kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan

gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya

menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik

kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan

keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau

(16)

Gangguan pertumbuhan yang muncul pada anak umur 6 bulan disebabkan

oleh praktek pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) yang tidak

memenuhi kebutuhan gizi tubuh baik zat gizi makro (energi dan protein) maupun zat

gizi mikro seperti Zinc, zat besi, iodium dan vitamin. MP-ASI mulai diperlukan oleh

bayi sebagai sumber makanan lain pada usia 4 atau 6 bulan. Fungsi MP-ASI yang

penting untuk pertumbuhan yang baik dan menghambat penurunan status gizi ini

menyebabkan MP-ASI harus memiliki persyaratan gizi tertentu serta diberikan pada

waktu dan jumlah yang tepat (Rochyani, dkk, 2007).

Kelambanan Indonesia menangani gizi makro dalam bentuk gizi kurang dan

gizi buruk ada kaitannya dengan kebijakan program gizi yang masih mengutamakan

pangan, makanan dan konsumsi sebagai penyebab utama masalah gizi. Akibatnya

program gizi lebih sering menjadi program sektoral yang masing-masing berdiri

sendiri dengan persepsi berbeda mengenai masalah gizi dan indikatornya. Untuk

menangani masalah gizi makro, khususnya kurang energi dan protein titik tolak

kebijakannya terletak pada adanya pertumbuhan dan status gizi anak yang tidak

normal menjadi normal atau lebih baik (Hadi. H, dkk, 2000).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di

Indonesia. Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan

tahun 1997 telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang drastis, akibatnya

(17)

6-11 bulan dan mencapai pada puncaknya pada usia 12-23 bulan dan 24-35 bulan. Di

negara-negara ASEAN pada tahun 1990-1997 prevalensi gizi buruk pada anak balita

hanya berkisar antara 1-5% (Soekirman, 2000).

Di Indonesia prevalensi gizi buruk pada balita menurut BB/U pada tahun

2002 adalah 8,0% dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan meningkat pada tahun

2003 yaitu 8,3% dengan jumlah balita 18.608.762 orang (Hayatinur. E, 2006).

Berdasarkan data program Perbaikan Gizi masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi

Riau, prevalensi status gizi buruk pada balita di 9 Kabupaten dan 2 Kotamadya

Provinsi Riau tahun 2007 di peroleh prevalensi sebesar 3,3 %, prevalensi gizi kurang

sebesar 11,8%. Kabupaten Rokan Hulu terdiri dari empat belas kecamatan dengan

jumlah penduduk 382.489 jiwa dengan jumlah Balita 51.254 jiwa dan jumlah Bayi

9.945 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk diwilayah Puskesmas Tambusai atau

Kecamatan Tambusai 42.989 jiwa dan jumlah Balita 4.643 jiwa dan jumlah Bayi

1.116 jiwa (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, 2007).

Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, Prevalensi gizi buruk tahun 2007

berdasarkan indikator BB/TB sebesar 2,88% dan prevalensi gizi kurang sebesar

9,21%. Sedangkan berdasarkan indikator BB/U diperoleh prevalensi status gizi buruk

sebesar 6,4% dan gizi kurang sebesar 17,5%. Status gizi balita di wilayah kerja

Puskesmas Tambusai pada tahun 2007 berdasarkan TB/U diperoleh gambaran bahwa

anak yang memiliki tinggi badan sangat pendek sebesar 3,3%, tinggi badan pendek

sebesar 7,0% dan tinggi badan normal sebesar 89,7% (Dinas Kesehatan Kabupaten

(18)

Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka memperbaiki status gizi balita

di Indonesia untuk mencegah terjadinya gizi kurang dan sekaligus mempertahankan

gizi baik di keluarga miskin program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan

(JPS-BK) tahun 2002 telah mendistribusikan makanan pendamping ASI dengan

sasaran bayi berusia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan pada usia 6-11 bulan anak sedang

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga diperlukan gizi

untuk dapat tumbuh kembang secara optimal. Permasalahan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga miskin karena

ketidakmampuan keluarga menyediakan dan memberikan makanan pendamping ASI

yang memenuhi kebutuhan gizi baik (Depkes RI, 2002).

Dari hasil pengamatan, Pemerintah sangat menaruh perhatian besar khususnya

pada pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak usia 6-24 bulan dimana saat ini

yang rawan status gizi yang perlu mendapat perhatian dari orangtua. Mengingat

masih tingginya prevalensi gizi kurang dan buruk pada bayi dan anak usia 12-24

bulan tahun 2005 kepada keluarga miskin diberikan bantuan MP-ASI bubur untuk

bayi 6-11 bulan dengan rasa beras merah, kacang hjau dan pisang serta MP-ASI

biskuit untuk anak 12-24 bulan. Dengan pemberian MP-ASI diharapkan terjadi

peningkatan dalam hal pengetahuan gizi ibu, status gizi bayi dan anak didaerah

masing-masing.

(19)

sebanyak 30 kotak yang diberikan selama 3 bulan. Program PMT gizi kurang dan gizi

buruk merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status gizi anak balita di

Kabupaten Rokan Hulu. Tujuan PMT adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi Balita

kurang dan gizi buruk (Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan

Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimana status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan

Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Tambusai

Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui status gizi balita gizi kurang sebelum dan sesudah mendapat

PMTP di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

Provinsi Riau.

2. Untuk mengetahui pemberian makanan tambahan (PMTP) di Puskesmas

Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau Tahun

(20)

3. Untuk mengetahui konsumsi energi dan protein sebelum dan sesudah PMTP di

Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi

Riau Tahun 2009.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan untuk menentukan strategi

penanggulangan gizi kurang khususnya pada anak balita.

1.4.2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan bagi petugas puskesmas agar dapat menjalankan dan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) 2.1.1. Pengertian PMTP

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) adalah makanan yang

diberikan kepada bayi atau balita yang bertujuan untuk membantu mencukupi

kebutuhan akan zat-zat gizi (Depkes, 2003).

Menurut Depkes (2005), Pengertian PMTP adalah :

a. Makanan bergizi yang diberikan disamping Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi

usia 6-11 bulan dalam bentuk bubur.

b. Makanan bergizi yang diberikan disamping Air Susu Ibu (ASI) kepada anak

usia 12-24 bulan dalam bentuk biskuit.

c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu tepung yang diberikan

kepada balita dan dikonsumsi dengan cara menambah air matang.

2.1.2. Sasaran dan Tujuan PMTP

Sasaran Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) adalah : (Depkes,

2005).

a. Sasaran PMTP bubur adalah bayi usia 6-11 bulan dari keluarga miskin di

seluruh Indonesia.

b. Sasaran PMTP biskuit adalah anak usia 12-24 bulan dari keluarga miskin di

(22)

c. Sasaran PMTP susu tepung adalah anak usia 25-59 bulan dari keluarga miskin

di seluruh Indonesia.

Tujuan PMTP adalah untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya gizi

buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak

balita (Depkes, 2005).

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam mencerna

makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga.

Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan

tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah

dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru agar tidak terjadi

status gizi buruk dan status gizi kurang (Krisnatuti, 2000).

2.1.3. Syarat-Syarat Makanan Tambahan Pemulihan

Makanan tambahan pemulihan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

berikut: mengandung nilai energi dan protein yang tinggi, memiliki nilai

suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral, dapat diterima oleh

pencernaan bayi dan balita, harga relatif murah, bersifat padat gizi dan kandungan

serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang sedikit. Kandungan

serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi dan balita

(23)

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (bubur) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan

1. Energi 360-460 Kkal

2. Protein (kualitas protein tidak kurang

dari 70% kasein) 15-20 Gram

3.

Lemak (kadar asam linoleat min. 300 mg per 100kkal atau 1,4 gram per 100 gram produk)

10-15 Gram

4.

Karbohidrat

- Gula (Sukrosa) - Serat

10-15 Maks.5

Gram Gram

5. Vitamin A 250-350 RE

6. Vitamin D 7-10 µg

7. Vitamin E 3-4 mg

8. Vitamin K 7-10 mg

9. Thiamin 0,3-0,4 mg

10. Riboflavin 0,3-0,5 mg

11. Niasin 2,5-3,8 mg

12. Vitamin B12 0,06-0,1 µg

13. Asam folat 22-32 µg

14. Vitamin B6 0,4-0,6 mg

15. As.Pantotenat 1,5-2,1 mg

16. Vitamin C 25-35 mg

17. Besi 10-12 mg

18. Kalsium 300-400 mg

19. Natrium 240-400 mg

20. Seng 5-6 mg

21. Iodium 50-70 µg

22. Fosfor 200-250 mg

23. Selenium 13-15 µg

24. Air Maks.4 gram

(24)

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (biskuit) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan

1. Energi 400 Kkal

2. Protein (kualitas protein tidak kurang

dari 70% kasein) 8-12 Gram

3.

Lemak (kadar asam linoleat min. 300 mg per 100kkal atau 1,4 gram per 100 gram produk)

10-15 Gram

4. Karbohidrat 15-20 Gram

5. Vitamin A 350 mcg

6. Vitamin D 5-12 mcg

7. Vitamin E 5 mg

8. Vitamin K 7-10 µg

9. Thiamin 0,6 mg

10. Riboflavin 0,6 mg

11. Niasin 8,0 mg

12. Vitamin B12 1,0 µg

13. Vitamin B6 0,8 mg

14. Folid Acid 40 mcg

15. Besi 6 mg

16. Iodium 70 µg

17. Zink 3 mg

18. Kalsium 200 mg

19. Selenium 13-15 mcg

20. Air 5 %

(25)

Tabel 2.3. Komposisi zat gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (Susu Bubuk) dalam 100 gram.

No. Zat Gizi Kadar Satuan

1 Energi Min 400 Kkal

2 Protein 8 – 15 Gram

3

Lemak

(Kadar asam linoleat) DHA Mi. 3 40 Gram mg 4 Karbihidrat Laktosa Sukrosa Min 45 Mak. 5 10 – 15

Gram Gram

5 Vitamin A 2000 mcg

6 Vitamin D 450 mcg

7 Vitamin E 3-6 mg

8 Vitamin B1 (Thiamin) 0,7 mg

9 Vitamin B2 (Riboflavin) 1 - 3 mg

10 Vitamin B6 (Pyridoksin) 0,8 – 1 mg

11 Vitamin B12 1,0 mcg

12 Niasin 8,0 – 14 mg

13 Folic Acid 120 -150 mcg

14 Iron 6 – 10 mg

15 Biotin 10 – 20 mcg

16 Zinc 6 mg

17 Fosfor 425 mg

18 Taurin 40 mg

19 Inositol 25 mg

20 Mangan 40 – 44 mg

21 Tembaga 0,2 – 0,7 mg

Sumber : Depkes RI, 2005

2.1.4. Lama dan Jumlah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

Lama dan jumlah pemberian makanan tambahan pemulihan yang diberikan

adalah sebagai berikut : (Depkes, 2003)

a. Setiap sasaran yang berumur 6-11 bulan akan mendapat makanan tambahan

pemulihan berupa bubur sebanyak 200 gr/hari yang diberikan dalam 3 kali

(26)

b. Bubur dikemas dalam ukuran 200 gram. Setiap satu kemasan diberikan kepada

bayi untuk dikonsumsi selama 2 hari sehingga perlu disimpan dengan baik.

c. Setiap sasaran yang berumur 12-24 bulan akan mendapatkan makanan tambahan

pemulihan berupa biskuit sebanyak 120 gr/hari selama 90 hari.

d. Biskuit dikemas dengan berat bersih 120 gram, setiap 7 kemasan 120 gram selama

1 minggu.

e. Apabila jumlah sasaran lebih banyak dari ketersediaan makanan tambahan

pemulihan, sebaiknya diseleksi berdasarkan status gizi.

f. Susu bubuk 2,5 sendok (27 gram) makan dicampurkan dengan air matang

sebanyak 150 ml (1 gelas) lalu masukkan 1 sendok gula pasir kemudian diaduk

hingga rata-homogen

g. Susu bubuk diberikan dalam 1 hari 3x penyajian atau minum susu waktu

pemberian disesuaikan kebutuhan anak (pagi, siang, sore,/malam).

2.1.5. Pengelolaan PMTP

Pengadaan PMTP dapat dilakukan oleh pusat atau propinsi dengan

menggunakan dana APBN atau sumber dana lainnya. Pengadaan PMTP untuk tahun

2003 dilakukan oleh dinas kesehatan propinsi di seluruh Indonesia dengan

menggunakan dana dekonsentrasi. Pada dasarnya pengelolaan PMTP sama dengan

tahapan yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya yaitu meliputi

(27)

2.1.6. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi merupakan komponen penting dalam pelaksanaan

pemberian PMTP. Kegiatan ini dimulai dari penyimpanan PMTP dalam gudang

sampai dengan dikonsumsi oleh sasaran. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

a. Memantau proses distribusi PMTP

PMTP didistribusikan produsen ke Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota yang telah

menyiapkan gudang PMTP. Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota akan

mengirimkan PMTP ke puskesmas, dari puskesmas ke posyandu dan selanjutnya

ke sasaran.

b. Memantau proses penyimpanan PMTP

Proses pemantauan penyimpanan mulai dilakukan sejak diterima di gudang

Kabupaten /Kota, puskesmas, desa/posyandu dan rumah tangga. Pemantauan

dilakukan dengan menggunakan daftar titik (cheklist) dengan pengamatan

langsung paling sedikit dua bulan sekali.

c. Memantau proses pemberian PMTP ke sasaran

Pemantauan proses pemberian PMTP ke sasaran bertujuan untuk melakukan

verifikasi kriteria sasaran PMTP, ketepatan jumlah sasaran dibandingkan dengan

jumlah bayi 6-11 bulan menurut proyeksi pusat dan menurut wilayah berdasarkan

registrasi, ketepatan jumlah PMTP yang diterima dengan kebutuhan, ketepatan

lama pemberian PMTP dengan umur sasaran dan ketepatan jumlah PMTP yang

(28)

d. Melakukan tindakan/pembinaan untuk keseluruhan proses pelaksanaan distribusi

PMTP

Melakukan pembinaan atau tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan hasil laporan

pemantauan, laporan kasus atau temuan di lapangan. Masalah yang ada dilapangan

yang mungkin memerlukan tindakan adalah: kasus diare yang diduga dari

konsumsi PMTP, ketidaktepatan sasaran penerima PMTP, ketidaktepatan cara

penyimpanan PMTP, ketidaktepatan pendistribusian PMTP dan penyimpangan

penggunaan PMTP.

e. Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara berjenjang berdasarkan indikator pemantauan yaitu:

cakupan sasaran, ketepatan sasaran, ketepatan waktu dan lama pemberian,

ketepatan distribusi (jenis, jumlah dan waktu) dan proporsi PMTP yang rusak.

Evaluasi tersebut dilakukan secara umum diseluruh Kabupaten/Kota sedangkan

untuk evaluasi dampak pemberian PMTP dilakukan secara khusus dibeberapa

Kabupaten/Kota terpilih (Depkes, RI, 2005).

2.2. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

(29)

yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut

dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan

antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena

mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara

umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan

lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk,

2002).

Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan

yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan

dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah

antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang

serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada

anak balita.

Cara pengukuran dengan antopometri dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi

antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang

umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur

(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi

(30)

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi.

Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena

mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh

umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi

masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan

bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang

sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi

terhadap perrtumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama.

Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat

ini, dapat dikategarikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang

terbaik (Soekirman, 2000).

1) Indeks BB\U

a. Gizi baik bila Z Skor terletak -2 SD s\d + 2 SD

b. Gizi kurang bila Z Skor terletak <-2 SD s\d -3 SD

c. Gizi buruk bila Z Skor terletek <-3 SD

d. Gizi lebih bila Z Skor terletak >+2 SD

2) Indeks TB/U

a. Normal bila Z Skor terletak -2 SD s/d +2 SD

b. Pendek bila Z Skor terletak< -2 SD

(31)

d. Gemuk bila Z Skor terletak > +2 SD (Arisman, 2004 )

Perhitungan dengan nilai Z Skor berlaku untuk semua indeks dengan batas

ambang yang sama, dengan cara :

Z Skor =

Nilai Simpangan Baku Rujukan

Nilai Individu Subjek – Nilai median Buku Rujukan

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi

antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks telah

diperkenalkan seperti pada hasil seminar antropometri 1975. Di Indonesia ukuran

baku pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) digunakan baku Harvard yang disesuaikan untuk Indonesia (100% baku

Indonesia = 50 persentil harvard) dan untuk Lingkar Lengan Atas (LLA) digunakan

baku wolansky (Supariasa, dkk, 2002).

Beberapa indeks antropometri antara lain: (Supariasa dkk, 2002)

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan mendadak,

misalnya karena serangan penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter

antropometri yang sangat labil (Supariasa dkk, 2002).

Berdasarkan karakteristiknya indeks berat badan menurut umur digunakan

sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengigat berat badan yang labil, maka

indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional

(32)

Kelebihan indeks BB/U adalah lebih mudah dan cepat dimengerti oleh

masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis, berat badan

dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat

mendeteksi kegemukan (Supariasa dkk, 2002).

Kelemahan indek BB/U adalah mengakibatkan interprestasi yang keliru bila

terdapat edema atau esites, umur sering sulit ditaksir dengan tepat, sering terjadi

kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada waktu

penimbangan dan secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah

sosial budaya.

Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan

untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa dkk, 2002).

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U).

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan, pada keadaan normal tinggi badan tubuh dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh dedefesiensi zat gizi

terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk,

2002).

Keuntungan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi pada masa

(33)

Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang

sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (micritoise).

Namun untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri, digunakan alat pengukur

panjang bayi (Supariasa dkk, 2002).

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan

normal, perkembangan berat badan akan searah dengan kecepatan tertentu. Indeks

BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini/sekarang.

Keuntungan indeks BB/TB tidak memerlukan data umur, dapat membedakan

proporsi badan (gemuk, normal, kurus). Kelemahan indeks BB/TB adalah tidak dapat

memberikan gambaran apakah anak tersebut cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi

badan menurut umurnya, sering mengalami kesulitan pengukuran tinggi badan,

membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lama, membutuhkan dua

orang melakukannya dan sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran

terutama oleh kelompok non-profesional (Supariasa dkk, 2002).

2.3. Pengertian Gizi Kurang

Gizi Kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena

tidak cukup makan dan konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. Di

negara-negara sedang berkembang, konsumsi pangan yang tidak menyertakan pangan

cukup energi biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat gizi esensial lainnya

(34)

2.3.1. Gejala Klinis Gizi Kurang

Gejala gizi kurang hanya terlihat dari berat badan anak lebih rendah

dibandingkan anak seusianya. Adapun ciri-ciri klinis dari gizi kurang antara lain :

(Retno, 2009)

a. Kenaikan berat badan berkurang dan menurun.

b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.

c. Maturasi tulang terlambat

d. Tebal lipat kulit semakin berkurang

Untuk KEP ringan dan KEP sedang, gejala klinis yang ditemukan adalah anak

tampak kurus. Gejala klinis KEP berat yang dikenal disebagai marasmus (kekurangan

kalori tingkat berat) dan kwahsiorkor (kekurangan protein tingkat berat), dan

kedua-duanya yang dikenal dengan marasmus-kwashiorkor gejalanya dapat dibedakan

(35)
[image:35.612.113.530.108.562.2]

Tabel 2.4. Tanda-tanda marasmus-kwasiorkor

Bagian Kwashiorkor Marasmus

Tubuh Oedema di seluruh tubuh, terutama

punggung kaki (dorsum pedis). Otot

mengecil (hipotrofi), lebih nyata

apabila diperiksa pada posisi berdiri

atau duduk. Ada pembesaran hati.

Tampak sangat kurus,

tampak tulang terbungkus

kulit. Perut cekung, iga

gamang/tulang rusuk

menonjol

Wajah Membulat sembab (moon face) Seperti orang tua (old

man)

Mata Pandangan layu Tidak bercahaya

Rambut Tipis, kemerahan seperti rambut

jagung, mudah dicabut tanpa terasa

sakit

Kusam

Mental Apatis dan Rewel Cengeng dan rewel

Kulit Kelainan kulit berupa bercak merah

muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman dan

terkelupas (crazy pavement

dermatosisi)

Kulit keriput, jaringan

lemak subkutan sangat

sedikit sampai tidak ada

Penyakit

Infeksi

Umumnya bersifat akut. Anemia dan

diare

Umumnya kronis

berulang diare kronik

atau konstipasi

Marasmus-kwashiorkor : gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa

gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, disertai oedema yang tidak mencolok.

(36)

2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Kurang Pada Balita

Unicef (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah

satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Kerangka tersebut

menunjukkan bahwa makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan

masalah gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan

yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang cukup mendapatkan makanan tetapi

sering menderita sakit, dapat menderita gizi kurang, demikian pula pada anak yang

tidak memperoleh cukup makanan, daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah

terserang penyakit (Supariasa, 2002).

Kurang energi dan protein adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan

oleh berbagai faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung

yaitu terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan

protein serta faktor penyakit/infeksi yang berdampak terhadap turun naik berat badan

dan status gizi anak dari gizi baik menjadi gizi kurang atau buruk. Faktor tidak

langsung diantaranya pengetahuan gizi ibu, pendapatan, ketersediaan pangan,

pendidikan formal, dan lain-lain (Soekirman, 2000).

Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi

yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola

asuh anak diberikan oleh ibu/pengasuh. Dan penyebab tidak langsung adalah

(37)

2.3.3. Upaya Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Program perbaikan gizi makro diarahkan untuk menurunkan masalah gizi

makro terutama mengatasi masalah kurang energi protein seperti didaerah miskin

baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan cara: (Retno, 2009)

a. Meningkatkan keadaan gizi keluarga

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat

c. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di posyandu

d. Meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita gizi buruk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah:

melakukan pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, pemberdayaan

masyarakat di bidang gizi, pemberdayaan petugas dan subsidi langsung berupa dana

untuk pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada balita gizi kurang dan gizi

buruk.

2.4. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya

masing-masing zat gizi essensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua

orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis

kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika dan keadaan fisiologis seperti

ibu hamil dan menyusui.

Nilai AKG untuk semua zat gizi kecuali energi selalu ditetapkan lebih tinggi

daripada kecukupan rata-rata sehingga dapat dijamin, bahwa kecukupan hampir

seluruh penduduk terpenuhi. Oleh karena itu asupan dibawah nilai AKG tidak berarti

(38)

asupan tidak cukup meningkat. Khusus untuk energi, nilai kecukupannya ditaksir

setara dengan nilai pakainya sebab asupan energi yang kurang maupun yang lebih

dari nilai pakainya akan memberikan dampak pada terganggunya kesehatan

[image:38.612.109.518.237.324.2]

(Almatsier, 2005)

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi (Energi dan Protein) rata-rata yang dianjurkan rata-rata perorang perhari.

Gol. Umur BB TB Energi Protein

0-6 bulan 5,5 60 560 12

7-12 bulan 8,5 71 800 15

1-3 tahun 12 89 1220 23

4-5 tahun 18 108 1720 32

Sumber : Pudjiadi. S, 2003

2.5. Dampak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terhadap Status Gizi

Pertumbuhan anak balita memburuk mulai usia 4-6 bulan yang selanjutnya

sulit untuk kembali ke keadaan normal dan akhirnya tetap buruk hingga usia 36

bulan. Gangguan pertumbuhan yang muncul pada anak umur 6 bulan disebabkan oleh

praktik Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang tidak memenuhi kebutuhan gizi

tubuh, baik zat gizi makro (energi dan protein) maupun zat gizi mikro seperti zinc, zat

besi, iodium dan vitamin A (Rochyani, dkk, 2007).

Departemen Kesehatan RI pusat sejak tahun 2002 menetapkan kebijakan

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) buatan pabrik untuk anak usia 6 – 11 bulan

dari keluarga miskin. Selanjutnya pada tahun 2003 dengan menggunakan dana

(39)

Dimana saat inilah saat yang rawan status gizi yang perlu mendapatkan perhatian dari

orang tua. Mengigat masih tingginya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada bayi

dan anak usia 12 – 24 bulan. Tahun 2005 diberikan PMT kepada keluarga miskin

berupa bubur untuk bayi usia 6 – 11 bulan dengan rasa beras merah, kacang hijau dan

pisang serta PMT berupa biskuit untuk anak usia 12 – 24 bulan. Dengan Pemberian

Makanan Tambahan (PMT) diharapkan akan terjadi peningkatan status gizi balita

melalui revitalisasi posyandu di masing-masing daerah (Depkes, 2005).

Berdasarkan penelitian Azharni (2006) mengatakan bahwa PMT sangat

berpengaruh terhadap status gizi balita. Dimana terdapat 28 balita yang menderita

gizi buruk setelah mendapatkan PMT 14 orang (50%) diantaranya mengalami

perubahan status gizi menjadi status gizi baik.

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka konsep dampak pemberian makanan tambahan pemulihan

terhadap status gizi balita gizi kurang Status Gizi Pemberian Makanan

Tambahan Pemulihan (PMTP)

Sebelum PMTP - Konsumsi Energi dan

Protein

Sesudah PMTP

- Konsumsi Energi dan Protein

(40)

Konsumsi energi dan protein dan status gizi dapat ditanggulangi dengan

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP). Sedangkan konsumsi energi dan

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan menggunakan

rancangan One Group Pretest dan Postest, dimana rancangan ini tidak menggunakan

kelompok pembanding (kontrol) tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest)

yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi

setelah adanya perlakuan (Notoatmodjo, 2002).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai

Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau. Alasan pemilihan lokasi adalah :

a. Tingginya prevalensi gizi kurang pada balita di Kabupaten Rokan Hulu

sebesar 17,5%. Dari 14 kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu, Kecamatan

Tambusai merupakan kecamatan yang mempunyai prevalensi gizi kurang

yang tertinggi yaitu sebesar 8,75%.

b. Daerah yang mendapatkan program penanggulangan kasus gizi kurang

dan gizi buruk.

3.2.3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai bulan Juni

(42)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah semua balita usia 6 sampai 59 bulan yang berstatus gizi

kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

Propinsi Riau, sebanyak 48 balita.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yang berjumlah

48 balita.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dapat dibagi atas data primer dan data sekunder:

3.4.1. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari ibu yang mempunyai balita gizi kurang

yang meliputi umur balita, jenis kelamin dan jenis makanan yang dikonsumsi selama

2 hari. Data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang diukur oleh

peneliti/petugas kesehatan di puskesmas.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Puskesmas yang meliputi jumlah balita gizi kurang

dan buruk serta data dari kelurahan adalah gambaran sosiodemografi Kabupaten

Rokan Hulu.

(43)

2. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) meliputi :

• Jenis Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan yang dibedakan atas :

a. Bubur : untuk anak berusia 6-11 bulan

b. Susu : untuk anak berusia 12-59 bulan

Tabel 3.1. Kandungan Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (bubur) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan

1. Energi 412 Kkal

2. Protein 15 Gram

3. Lemak 2,5 Gram

4. Asam Linoleat (Omega 6) 475 mg

5. Karbohidrat 17 Gram

6. Serat Pangan Larut 43 mg

7. Natrium 50 mg

8. Kalium 155 mg

9. Vitamin A 435 IU

10. Vitamin C 13,8 mg

11. Vitamin D 96,3 IU

12. Vitamin E 1,6 IU

13. Vitamin K 11 mcg

14. Vitamin B1 178 mcg

15. Vitamin B2 223 mcg

16. Vitamin B12 0,34 mcg

17. Niasin 1,1 mg

18. Asam folat 12,5 mcg

19. As.Pantotenat 0,7 mg

20. Kalsium 93,75 mg

21. Fosfor 97,5 mg

22. Magnesium 15,5 mg

23. Zat Besi 1,5 mg

24. Seng 1,13 mg

25. Iodium 15 mg

(44)
[image:44.612.116.526.124.520.2]

Tabel 3.2. Kandungan Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (Susu) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan

1. Energi 463,9 Kkal

2. Protein 21,6 Gram

3. Lemak 7 Gram

4. Karbohidrat 19 Gram

5. Gula 7 Gram

6. Natrium 98 mg

8. Kalium 329 mg

9. Vitamin A 500 IU

10. Vitamin C 50 mg

11. Vitamin D 75 IU

12. Vitamin E 40 IU

13. Vitamin K 140 mcg

14. Vitamin B1 0,4 mcg

15. Vitamin B2 75 mcg

16. Vitamin B3 35 mcg

17. Vitamin B6 0,5 mg

18. Vitamin B9 25 mcg

19. Vitamin B12 1,5 mg

20. Vitamin B5 50 mg

21. Kalsium 45 mg

22. Fosfor 50 mg

23. Magnesium 45 mg

24. Zat Besi 45 mg

25. Seng 35 mg

26. Iodium 55 IU

Sumber : SGM

• Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan yang dibedakan atas :

a. 45 kotak per 3 bulan untuk anak yang mendapatkan makanan pemulihan

berupa bubur yang diberikan sebanyak 15 kotak dalam 1 bulan melalui

(45)

3. Status Gizi Balita sesudah PMTP adalah keadaan berat badan balita menurut

umur sesudah pemberian makanan tambahan pemulihan.

4. Konsumsi energi dan protein sebelum dan sesudah PMTP adalah kuantitas energi

(kalori) dan protein (gram) yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi dan

dihitung dengan menggunakan food recall.

3.6. Aspek Pengukuran

1. Jumlah Makanan Tambahan Pemulihan yang dihabiskan selama 3 bulan yang

dibedakan atas :

a. Baik : ≥ 80% dihabiskan dari PMTP yang diberikan (≥36 kotak bubur

atau ≥ 24 kotak susu)

b. Cukup : 60-79% dihabiskan dari PMTP yang diberikan (27-35 kotak bubur

atau 18-23 kotak susu)

c. Kurang : < 60% dihabiskan dari PMTP yang diberikan (<27 kotak bubur

atau <18 kotak susu).

2. Status gizi balita gizi kurang setelah mendapatkan PMTP yang diukur

berdasarkan :

a. Indeks BB/U :

1. Gizi lebih

2. Gizi baik

3. Gizi kurang

(46)

b. Indeks TB/U

1. Normal

2. Pendek

c. Indeks BB/TB

1. Gemuk

2. Gizi baik

3. Kurus

4. Sangat kurus

3. Konsumsi energi dan protein diperoleh melalui food recall 2 kali 24 jam dari

hasil analisis bahan makanan di hitung rata-rata konsumsi energi, kemudian

dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein. Tingkat kecukupan

energi dan protein dapat digolongkan atas (Supriasa. dkk, 2001).

a. Baik : ≥100% AKG

b. Sedang : 70-80% AKG

c. Kurang : <70% AKG

3.7. Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

(47)

b. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan

maka data ditabulating dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.7.2. Analisa data

Data yang sudah terkumpul (BB, TB dan Konsumsi energi dan protein),

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Puskesmas

4.1.1. Letak Geografis

Luas wilayah kerja Puskesmas Tambusai terdiri dari satu kelurahan dan

sembilan desa dengan luas wilayah 70 km2, yang berbatasan dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tambusai Utara

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamtan Rambah

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kepenuhan

4.1.2. Demografi

Kecamatan Tambusai berjumlah 42.989 jiwa dengan jumlah Kepala

[image:48.612.115.525.426.657.2]

Keluarga (KK) sebanyak 8.709 jiwa.

Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Kelurahan/Desa Jumlah

n %

1 Batas 2.956 6,9

2 Batang Kumu 6.321 14,7

3 Rantau Panjang 2.597 6,0

4 Sialang Rindang 3.319 7,7

5 Sei Kumango 4.628 10,8

6 Suka Maju 3.925 9,1

7 Tali Kumain 1.972 4,6

8 Tambusai Barat 4.058 9,4

(49)

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi penduduk yang terbanyak

terdapat di Desa Tambusai Timur yaitu sebanyak 7.603 orang (17,7%) dan yang

[image:49.612.112.529.210.445.2]

paling sedikit di Desa Tali Kumain yaitu sebanyak 1.927 orang (4,6%).

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Kelurahan/Desa Jumlah

n %

1 Batas 590 6,8

2 Batang Kumu 1.275 14,6

3 Rantau Panjang 501 5,8

4 Sialang Rindang 673 7,7

5 Sei Kumango 975 11,2

6 Suka Maju 795 9,1

7 Tali Kumain 365 4,2

8 Tambusai Barat 802 9,2

9 Tambusai Timur 1.521 17,5

10 Tambusai Tengah 1.212 13,9

Total 8.709 100,0

Sumber : Profil Puskesmas Tambusai Tahun 2008

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi kepala keluarga yang

terbanyak terdapat di Desa Tambusai Barat yaitu sebanyak 1.521 orang (17,5%) dan

(50)
[image:50.612.113.526.121.347.2]

Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Kelurahan/Desa Jumlah

n %

1 Batas 319 6,9

2 Batang Kumu 683 14,7

3 Rantau Panjang 280 6,0

4 Sialang Rindang 358 7,7

5 Sei Kumango 500 10,8

6 Suka Maju 424 9,1

7 Tali Kumain 213 4,6

8 Tambusai Barat 438 9,4

9 Tambusai Timur 821 17,7

10 Tambusai Tengah 607 13,1

Total 4.643 100,0

Sumber : Profil Puskesmas Tambusai Tahun 2008

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita yang terbanyak

terdapat di Desa Tambusai Timur yaitu sebanyak 821 orang (17,7%) dan yang paling

sedikit di Desa Tali Kumain yaitu sebanyak 213 orang (4,6%).

4.1.3. Sarana dan Fasilitas

Sarana dan fasilitas di Puskesmas Tambusai dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Data Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Puskesmas 1

2 Puskesmas Pembantu (PUSTU) 4

3 Posyandu 42

4 Rumah Sakit Swasta 1

5 Polindes 4

[image:50.612.116.528.532.650.2]
(51)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana kesehatan yang terdapat di

wilayah kerja Puskesmas Tambusai yaitu puskesmas 1 unit, PUSTU 4 unit,

[image:51.612.113.526.206.426.2]

posyandu 42 unit, Rumah Sakit swasta 1 unit, polindes 4 unit dan PUSKEL 1 unit.

Tabel 4.5. Jumlah Sumber Daya Manusia di Wilayah Kerja Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Sumber Daya Manusia Jumlah

1 Dokter Umum 3

2 Dokter Gigi 1

3 S1 5

4 AKPER 9

5 DIII Kebidanan 3

6 D1 Kebidanan 1

7 DIII Sanitasi 1

8 SMAK 1

9 SMA 2

10 SPK 4

11 SMF 1

12 SMP 1

Total 32

Sumber : Profil Puskesmas Tambusai Tahun 2008

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sumber daya manusia yang terdapat di

wilayah kerja Puskesmas Tambusai yaitu dokter umum 3 orang, dokter gigi 1 orang,

S1 5 orang, AKPER 9 orang, DIII Kebidanan 3 orang, D1 Kebidanan 1 orang, DIII

sanitasi 1 orang, SMAK 1 orang, SMA 2 orang, SPK 4 orang, SMF 1 orang dan SMP

(52)

4.2. Karakteristik Balita

Karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

[image:52.612.115.529.217.296.2]

berikut ini :

Tabel 4.6. Distribusi Umur Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Umur (Bulan) Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan n %

1 6-11 6 8 14 29,2

2 12-59 16 18 34 70,8

Jumlah 22 26 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 14 balita gizi kurang yang

berumur 6-11 bulan terdapat 6 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Sedangkan

dari 34 balita gizi kurang yang berumur 12-59 bulan terdapat 16 orang laki-laki dan

18 orang perempuan.

4.3. Status Gizi

4.3.1. Status Gizi Sebelum dan Sesudah PMTP Pada Bulan I, II dan III

Status gizi balita ditentukan dengan menggunakan indikator BB/U, BB/TB

dan TB/U berdasarkan buku rujukan WHO NCHS. Status gizi balita sebelum dan

(53)
[image:53.612.113.559.136.276.2]

Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

N

o PMTP

Status Gizi (BB/U) Total Lebih Baik Kurang Buruk

n % n % n % n % n %

1 Sebelum 0 0 0 0 48 100,0 0 0 48 100,0

2 Sesudah Bln I 0 0 21 43,8 27 56,2 0 0 48 100,0

3 Sesudah Bln II 0 0 33 68,8 13 27,1 2 4,1 48 100,0

4 Sesudah Bln III 0 0 36 75,0 9 18,8 3 6,2 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status gizi balita menurut BB/U

sebelum mendapatkan PMTP balita yang mempunyai status gizi kurang sebanyak 48

orang (100%) dan tidak terdapat balita yang mempunyai status gizi lebih, gizi baik

dan gizi buruk. Pada bulan I setelah mendapatkan PMTP mengalami perubahan status

gizi, yakni balita dengan status gizi baik sebanyak 21 orang (43,3%) dan status gizi

kurang sebanyak 27 orang (56,2%) serta tidak terdapat balita yang mempunyai status

gizi lebih dan gizi buruk. Pada bulan II setelah mendapatkan PMTP terdapat balita

dengan status gizi baik sebanyak 33 orang (68,8%) dan status gizi kurang sebanyak

13 orang (27,1%) dan status gizi buruk sebanyak 2 orang (4,1%) serta tidak terdapat

balita yang mempunyai status gizi lebih. Pada bulan III setelah mendapatkan PMTP

adalah gizi baik sebanyak 36 orang (54,2%), kurang sebanyak 9 orang (18,8%) dan

(54)
[image:54.612.114.563.134.310.2]

Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

N

o PMTP

Status Gizi (BB/TB) Total Gemuk Normal Kurus Sangat

Kurus

n % n % n % n % n %

1 Sebelum 0 0 27 56,3 18 37,5 3 6,2 48 100,0

2 Sesudah Bln I 0 0 33 68,8 12 25,0 3 6,2 48 100,0

3 Sesudah Bln II 0 0 36 75,0 9 18,8 3 6,2 48 100,0

4 Sesudah Bln III 0 0 39 81,3 9 18,7 0 0 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status gizi balita menurut BB/TB

sebelum mendapatkan PMTP adalah normal yaitu sebanyak 27 orang (56,3%) dan

tidak terdapat balita gizi gemuk. Pada bulan I setelah mendapatkan PMTP mengalami

perubahan status gizi, yakni balita dengan status gizi normal sebanyak 33 orang

(68,8%), balita yang kurus sebanyak 12 orang (25,0%), balita yang sangat kurus

sebanyak 3 orang (6,2%) dan tidak terdapat balita yang gemuk. Pada bulan II setelah

mendapatkan PMTP adalah normal sebanyak 36 orang (75,0%), kurus sebanyak 9

orang (18,8%) dan sangat kurus sebanyak 3 orang (6,2%) serta tidak terdapat balita

yang gemuk. Pada bulan III setelah mendapatkan PMTP terdapat balita dengan status

gizi normal sebanyak 39 orang (81,3%), kurus sebanyak 9 orang (18,7%) dan tidak

(55)
[image:55.612.113.530.134.297.2]

Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks TB/U Sebelum dan Sesudah PMTP Bulan I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

N

o PMTP

Status Gizi TB/U

Total Normal Pendek Sangat

Pendek

n % n % n % n %

1 Sebelum 21 43,7 26 54,2 1 2,1 48 100,0

2 Sesudah Bln I 25 52,1 22 45,8 1 2,1 48 100,0

3 Sesudah Bln II 26 54,2 19 39,6 3 6,2 48 100,0

4 Sesudah Bln III 27 56,2 20 41,7 1 2,1 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status gizi balita menurut TB/U

sebelum mendapatkan PMTP balita yang mempunyai status gizi normal sebanyak 21

orang (43,7), balita yang pendek sebanyak 26 orang (54,2%) dan balita yang sangat

pendek sebanyak 1 orang (2,1%). Pada bulan I setelah mendapatkan PMTP

mengalami perubahan status gizi, yakni balita dengan status gizi normal sebanyak 25

orang (52,1%), pendek sebanyak 22 orang (45,8%) dan balita yang sangat pendek

sebanyak 1 orang (2,1%). Pada bulan II setelah mendapatkan PMTP adalah normal

sebanyak 26 orang (54,2%), pendek sebanyak 19 orang (39,6%) dan sangat pendek

sebanyak 3 orang (6,2%). Pada bulan III setelah mendapatkan PMTP adalah normal

sebanyak 27 orang (56,2%), pendek sebanyak 20 orang (41,7%) dan sangat pendek

(56)

4.4. Pemberian Makanan Tambahan (PMTP)

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) meliputi jumlah yang

[image:56.612.115.528.220.398.2]

dihabiskan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.10. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jumlah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Yang Dihabiskan di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Jumlah PMTP Jumlah

n %

1. Bubur

a. Baik (≥ 36 kotak) b. Cukup (27-35 kotak) c. Kurang (< 27 kotak)

8 2 4 16,7 4,2 8,3 2. Susu

a. Baik (≥24 kotak) b. Cukup (18-23 kotak) c. Kurang < 18 kotak

15 9 10 31,2 18,8 20,8

Jumlah 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa balita gizi kurang berdasarkan jumlah

pemberian makanan tambahan berupa bubur yang dihabiskan terbanyak adalah pada

kategori baik yaitu sebanyak 8 orang (16,7%) dan yang paling sedikit pada kategori

cukup yaitu sebanyak 2 orang (4,2%). Sedangkan balita yang menghabiskan PMTP

berupa susu terbanyak pada kategori baik yaitu 15 orang (31,2%) dan yang paling

sedikit pada kategori cukup yaitu 9 orang (18,8%).

4.5. Konsumsi Energi dan Protein Sebelum dan Sesudah PMTP

(57)
[image:57.612.112.525.142.200.2]

Tabel 4.11. Distribusi Konsumsi Energi dan Protein Rata-Rata Pada Balita Gizi Kurang Sebelum PMTP di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Konsumsi Rata-rata Makanan Tambahan

Makanan

Sehari-hari Total

1. Energi 309,3 714,7 1024

2. Protein 12,1 35,0 47,1

Dari tabel di atas dapat diketahui konsumsi energi rata-rata dari makanan

tambahan pemulihan dan makanan sehari-hari sebesar 1024 kkal dan konsumsi

protein rata-rata dari makanan tambahan pemulihan dan makanan sehari-hari sebesar

47,1 gram.

Tabel 4.12. Distribusi Konsumsi Energi dan Protein Rata-Rata Pada Balita Gizi Kurang Sesudah PMTP di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No Konsumsi Rata-rata Makanan Tambahan

Makanan

Sehari-hari Total

1. Energi 309,3 840,9 1150,2

2. Protein 12,1 32,9 45,0

Dari tabel di atas dapat diketahui konsumsi energi rata-rata dari makanan

tambahan pemulihan dan makanan sehari-hari sebesar 1150,2 kkal dan konsumsi

protein rata-rata dari makanan tambahan pemulihan dan makanan sehari-hari sebesar

[image:57.612.112.533.325.467.2]
(58)
[image:58.612.113.529.140.228.2]

Tabel 4.13. Distribusi Konsumsi Energi Sebelum dan Sesudah PMTP Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

No PMTP

Konsumsi Energi

Total

Baik Sedang Kurang

n % n % n % n %

1 Sebelum 0 0 13 27,1 35 72,9 48 100,0

2 Sesudah 13 27,1 24 50,0 11 22,9 48 100,0

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebelum PMTP konsumsi energi

balita gizi kurang terbanyak pada kategori kurang yaitu sebanyak 35 orang (72,9%)

dan sesudah PMTP konsumsi energi balita gizi kurang terbanyak pada kategori

sedang yaitu sebanyak 24 orang (50,0%).

Tabel 4.14. Distribusi Konsumsi Protein Sebelum dan Sesudah PMTP Pada

Gambar

Tabel 4.19.  Distribusi Konsumsi Energi dan Protein Rata-Rata Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai
Tabel 2.2.  Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (biskuit) dalam 100 gram
Tabel 2.3. Komposisi zat gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan (Susu Bubuk) dalam 100 gram
Tabel 2.4. Tanda-tanda marasmus-kwasiorkor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan status gizi balita sebelum dan sesudah dilakukan program makanan tambahan dan ada perbedaan yang signifikan pola

dengan jumlah balita gizi buruk yang saya laporkan untuk mendapatkan PMT-P yaitu sebanyak 14 anak, kalau untuk per harinya tiap anak mendapatkan bantuan makanan sebesar

Untuk  mengatasi  kekurangan  gizi  yang  terjadi  pada  kelompok  usia  balita  gizi  kurang  dan  ibu  hamil  Kurang  Energi  Kronis  (KEK)  perlu 

HUBUNGAN SIKAP DAN PRAKTIK IBU SELAMA PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA.. PUSKESMAS SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN

Dari penelitian ini didapatkan simpulan bahwa evaluasi program pemberian makanan tambahan pada balita kurang gizi tahun 2016 berjalan baik mulai dari proses perencanaan,

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan jumlah konsumsi biskuit pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan kenaikan berat badan pada balita gizi

Perbedaan mencolok dalam pelaksanaan PMT-P antara puskesmas yang mengalami peningkatan dan penurunan kasus balita kurang gizi meliputi jumlah bidan yang selalu melakukan

Buku ini berisi penjelasan tentang makanan tambahan bagi bayi dan anak balita berusia 6 – 59 bulan berbasis bahan makanan lokal, yang diharapkan dapat meningkatkan