• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR DALAM SIDANG PARIPURNA ANGGOTA DPRD SUMATERA UTARA DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK TUTUR DALAM SIDANG PARIPURNA ANGGOTA DPRD SUMATERA UTARA DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR DALAM SIDANG PARIPURNA ANGGOTA DPRD SUMATERA UTARA DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh, HERNAWATY NIM 8146191009

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

HERNAWATY, NIM 8146191009, Tindak Tutur Dalam Sidang Paripurna Anggota DPRD Sumatera Utara Dan Implikasi Dalam Pembelajaran Bahasa. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Pascasarjana UNIMED, Juni 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara dalam sidang Paripurna. Pada penelitian ini, sumber data diperoleh secara langsung dari tuturan pimpinan sidang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara dalam sidang Paripurna.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk menjaring data adalah peneliti sendiri dan di bantu dengan dokumentasi dan alat perekam yang digunakan pihak yang berwenang di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara. Teknik pengumpulan data dengan teknik rekam dan teknik catat. Teknik analisis data adalah menyimak tuturan yang terjadi dalam sidang paripuna anggota dewan sumatera utara. Mengindentifikasi tuturan kedalam beberapa jenis tindak tutur yang diteliti yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi. Mencatat tuturan (urutan data, konteks data, jenis tindak tutur dan waktu persidangan. Menelaah dan membahas seluruh data yang telah diseleksi. Kemudian menerapkannya kedalam pembahasan masalah.

Hasil kesimpulan menjelaskan mengenai bentuk tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi terdapat dalam sidang paripurna. Wujud tindak tutur ditemukan terdapat 28 tuturan, diantaranya jenis tindak tutur lokusi sebanyak 3 tuturan, jenis tindak tutur ilokusi sebanyak 22 tuturan, dan tindak tutur perlokusi sebanyak 3 tuturan.

(6)

ii

ABSTRACT

HERNAWATY, NIM 8146191009, Speech Acts In the plenary session of Members of Parliament of North Sumatra and Implications in Learning English. Thesis. Medan: Language Study Program and Literature Graduate UNIMED Indonesia, in June 2016.

This study aims to determine how the form of locutions speech acts, illocutionary and perlocutions members of the Regional Representatives Council of North Sumatra in plenary session. In this study, the data sources obtained directly from the speech chairperson member Legislative Council of North Sumatra in plenary session.

The method used in this study is a qualitative research method is descriptive. Data collection tool used to collect the data are researchers themselves and help with documentation and recording equipment used authorities in the House of Representatives North Sumatra. Data collection techniques and technical recording technique noted. The data analysis technique is to listen to the speech that occurs in the trial paripuna board member of North Sumatra. Identifying utterances into some kind of speech acts studied were locutions speech acts, illocutionary and perlokusi. Noting utterances (sequences of data, the data context, of speech acts and the time trial. Examining and discussing all the data that have been selected. Then apply it into the discussion of the problem.

The conclusion explains the form of locutions speech acts, illocutionary and perlokusi contained in the plenary session . The form of speech acts found to contain 28 utterances, such locutions of speech acts as much as 3 speech, of speech acts illocutionary as much as 22 utterances, and the speech act as much as 3 perlokusi speech.

(7)
(8)

iv

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian …… ……...………. 75

4.2 Jenis-Jenis Tindak Tutur Anggota Dewan di Persidangan... 75

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian...………… 79

4.3.1 Tindak Tutur yang direalisasikan dalam sidang oleh anggota dewan.. 79

(9)

v

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 95

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(10)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.Aneka jenis tindak tutur pimpinan dalam memimpin sidang ... 23

4.1. Tindak Tutur Lokusi 2.2. Diagram Sarana-Tujuan Lanjutan ... 76

4.2. Tindak Tutur Ilokusi (Komunikatif) ………... 76

4.3. Tindak Tutur Ilokusi (Komunikatif) ………... 76

4.4. Tindak Tutur Ilokusi (Komunikatif) ………... 77

4.5. Tindak Tutur Ilokusi (Komunikatif) ………... 77

4.6. Tindak Tutur Kompetitif (Ilokusi) ……….. 77

4.7. Tindak Tutur Menyenangkan (Ilokusi) ….……….. 77

4.8. Tindak Tutur Bekerjasama (Ilokusi)……..……….. 77

4.9. Tindak Tutur Perlokusi……..……….. 78

4.10. Contoh Tindak Tutur Lokusi……….. 93

4.11. Contoh Tindak Tutur Ilokusi ……..………... 94

(11)

iii

DAFTAR GAMBAR

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak

diteliti dan diamati orang. Namun, sejauh yang peneliti ketahui dalam konteks proses

persidangan, masalah tindak tutur anggota dewan belum banyak diteliti dan dibahas

orang, khususnya sebagai bahan penulisan tesis. Masalah pokok yang dijadikan objek

penelitian ini adalah tindak tutur anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera

Utara dalam sidang paripurna.

Peristiwa tutur di persidangan menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk

diteliti ketika kita jumpai adanya berbagai variasi tuturan yang terkait dalam

penggunaan bahasa di sidang paripurna anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sumatera Utara. Sidang paripurna merupakan suatu konteks yang membicarakan

tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, salah satunya Pembahasan

Perda No.23 Tahun 2016 tentang pendapatan daerah dari masyarakat pinggir pantai

(Nelayan). Pada sidang paripurna banyak hal dapat terjadi terutama dalam

penyampaian pendapat sering terjadi salah tafsir, sehingga suasana rapat atau sidang

menjadi tidak terkendali, menjadi ricuh dan kadang hasil sidang seharusnya

diputuskan terpaksa tertunda. Salah satu cuplikan dalam sidang paripurna anggota

Dewan di Senayan pada tanggal 28-10-2014 berikut ini:

Anggota Dewan : “Jadi anggota dibawah jadi anggota, bukan diatas ketua!” (tanpa menunggu dipersilahkan untuk berbicara, dan dilakukan secara berulang-ulang) (a)

(suasana tidak kondusif dan terjadi perlombaan penyampaian pendapat, sehingga suaana menjadi gaduh dan ricuh)

(13)

2

kanakan, kemudian tidak mau menyerahkan nama-nama (Misbakhun) (dengan nada ketus)

Ketua Sidang : “ Saya jelaskan ,”

Anggota Dewan : “tapi jangan dikatakan surat ini surat abal-abal, hasil kemarin itu disyahkan Menhumkam pak Muktaji sebagai sekjen sebagai anggota fraksi kita ikut gak jadi masalah.” (d)

Menurut teori, ada hubungan antara bentuk tuturan dengan tindakan.

Kalimat-kalimat tidak saja dipakai untuk melaporkan, tetapi dalam hal tertentu, Kalimat-

kalimat-kalimat itu harus diperhitungkan sebagai pelaksanaan suatu tindakan. Tindak tutur

mencakup ekspresi situasi psikologis (seperti : berterima kasih, memohon maaf) dan

tindak sosial, seperti mempengaruhi perilaku orang lain (misalnya, memerintah,

mengingatkan) (Ibrahim, 1993:109). Oleh karena itu, tindak tutur selalu menghasilkan

tuturan dan efek tindakannya, baik yang bersifat psikologis maupun sosial. Tuturan

dipahami sebagai produk tindak ujar dan sekaligus bentuk tindak ujar. Leech (1993)

menyatakan bahwa tindak tutur itu merupakan salah satu jenis tindak bahasa yang

berorientasi kepada tujuan.

Variasi bentuk tuturan ketua sidang diyakini berasal dari berbagai tindakan

yang dilakukan oleh penutur ketua sidang dan munculnya jenis-jenis tindakan itu

terkait dengan strategi yang ditempuh oleh penutur untuk mencapai tujuan pertuturan.

Gejala yang hampir serupa diperlihatkan pada peristiwa percakapan antara guru

dengan siswa di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Menurut penelitian para

ahli wacana, telah ditemukan 17 jenis tindakan guru di kelas, di antaranya tindak

prawacana pemula (preface starting act), tindak memberi informasi (information act),

tindak panggilan (summons), tindak pemancingan (elicitation act), tindak

(14)

3

dalam tuturan yang berbeda. Jika dalam peristiwa komunikasi di kelas ditemukan 17

jenis tindakan guru, bagaimana halnya dengan tindakan anggota dewan sebagai ketua

sidang paripurna. Peristiwa komunikasi yang dilatarbelakangi oleh latar sosial dan

tujuan yang berbeda ada kemungkinan terdapat perbedaan dalam tindak wacana.

Sebagaimana dikemukakan oleh Saville-Troike (1989:27), tiap situasi tutur

dimungkinkan untuk mendapatkan kekhasan deskripsi (etnografis) yang berbeda

dengan deskripsi (etnografis) pada situasi tutur yang lain. Berpijak pada apa yang

telah disampaikan Saville-Troike di atas, kemungkinan besar deskripsi tindak tutur

wacana kelas dan peristiwa rapat atau sidang paripurna berbeda. Dengan demikian,

usaha meneliti tindak tutur angggota dewan sebagai ketua sidang merupakan usaha

untuk merekonstruksi tindakan-tindakan apa yang menjadi tujuan ketua sidang ketika

ia memproduksi tuturannya. Gambaran masalah dapat dipahami melalui tiga aspek,

yaitu tindak tutur, anggota (sebagai partisipan tutur), dan sidang di paripurna (sebagai

situasi tutur) sebagaimana tersurat pada judul penelitian. Suatu tindak tutur

mengasumsikan adanya peristiwa tutur, dan sebuah peristiwa tutur terjadi dalam

situasi tutur atau ranah tertentu. Ketua sidang merupakan komponen partisipan tutur

yang memiliki peran tertentu yang memungkinkan terjadinya peristiwa tutur di sidang

paripurna. Partisipan anggota dewan juga mengisyaratkan adanya partisipan lain

yang terlibat dalam peristiwa tutur. Sidang mengisyaratkan adanya situasi yang

melingkupi tindak tutur dan peristiwa tutur, tujuan pertuturan, norma, kaidah

pertuturan, dan topik.

Kekhasan deskripsi tindak tutur yang terjadi dalam situasi rapat atau sidang

tampaknya menjadi objek yang menarik untuk diteliti, terutama kekhasan tindak tutur

dari partisipan kunci, yakni ketua. Dari kajian ini akan diperoleh informasi penting

(15)

4

yang akan dicapai dari setiap tindak tutur, dan penempatan jenis-jenis tindak tutur

dalam struktur wacana. Informasi ini sangat bermanfaat untuk membangun

pengetahuan tentang hubungan antara tindak tutur dengan peristiwa tutur dalam

konteks situasional dan sosial. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang tindak

tutur dalam situasi persidangan, maka penelitian tentang tindak tutur ketua di dalam

memimpin sidang mendesak untuk dilakukan.

Tindak tutur selalu melibatkan pemakaian bahasa karena dengan bahasa ketua

dapat mengutarakan dan menerima informasi yang berupa pikiran, ide atau gagasan,

maksud, pendapat, perasaan, pengalaman, harapan, emosi, dan sebagainya, kepada

atau dari orang lain secara langsung. Pemakaian bahasa terkait dengan fungsi bahasa

dalam komunikasi. Halliday (1992:107) mengemukakan, “a text is an operational unit

of language”. Pengoperasian bahasa tersebut tidak dapat dilepaskan dari penggarapan

isi tuturan, gaya penuturan, maupun konteks pertuturannya. Penggarapan unsur

kebahasaannya, misalnya pemilihan kata dan pengkalimatannya, tidak semata-mata

ditentukan oleh kaidah ketatabahasaan secara internal melainkan juga ditentukan oleh

pemenuhan fungsi bahasa dalam hubungan kemanusiaan, baik yang merujuk pada

fungsi ideasional, interpersonal, maupun tekstual.

Teks merujuk pada wujud penggunaan bahasa secara konkret, baik dalam

bentuk tuturan lisan maupun tulisan. Sebagai bentuk penggunaan bahasa, tuturan lisan

maupun tulisan kehadirannya mempunyai fungsi tertentu sesuai dengan tujuan

pemakainya. Dalam kaitan itu, sistem mengacu pada kebermaknaan hubungan

komponen fungsional bahasa, yang merujuk pada komponen ideasional, interpersonal,

dan tekstual. Komponen yang mengacu pada aspek struktur linguistik adalah elemen

pembentuk struktur linguistik secara keseluruhan yang secara umum berhubungan

(16)

5

Salah satu bentuk bahasa yang digunakan manusia untuk berkomunikasi

adalah bahasa lisan. Bahasa lisan digunakan untuk berkomunikasi secara langsung

antar pembicara, sedangkan bahasa tulis digunakan untuk berkomunikasi tidak

langsung. Dengan menggunakan bahasa lisan, pembicara dapat mengatur efek

kualitas suara, ekspresi muka, isyarat, dan sikap tubuh. Dengan bahasa lisan

pembicara dapat memperoleh umpan balik secara langsung. Jadi, secara garis besar

sarana komunikasi verbal dibedakan menjadi dua macam, yaitu sarana komunikasi

yang berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi yang berupa bahasa tulis.

Penggunaan bahasa secara lisan menghasilkan sebuah wacana. Sesuai dengan

sarananya, wacana itu disebut wacana lisan. Wacana yang dihasilkan dalam bentuk

lisan, misalnya berupa percakapan, khotbah, pidato, siaran berita, iklan yang

disampaikan secara lisan, dan siaran langsung di tv atau radio, baik itu berupa dialog

maupun monolog.

Wacana dialog merupakan wacana yang dilakukan oleh dua orang dan terjadi

pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya). Pendengar

memberikan tanggapan secara langsung atas ucapan pembicara. Wacana dialog,

misalnya percakapan atau dialog antara dua orang yang sedang mengadakan transaksi

jual beli, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya, seperti halnya terdapat pada dialog

percakapan sidang di sidang paripurna.

Untuk mencermati peristiwa dalam sidang paripurna dapat disimpulkan bahwa

tindak tutur yang dilakukan oleh anggota DPRD, sepenggal tindak tutur yang

dihasilkan oleh interaksi sosial yang secara secara pragmatis memiliki tindakan

bahasa yang diwujudkan oleh seorang penutur dalam tindak tutur lokusi, ilokusi dan

(17)

6

Dalam sidang paripurna seharusnya anggota dewan harus memahami makna

dalam komunikasinya ketika mengungkapkan kalimat-kalimat agar lebih

komunikatif. Karena kalimat-kalimat komunikatif memiliki dua kategori berdasarkan

maknanya : 1 ) kalimat perlakuan atau pernomative dan 2) kalimat pernyataan atau

constative, contoh dalam siang paripurna pada tanggal 20 Januai 2016, sebagai

berikut : Contoh kalimat perlakuan adalah: 1) Dia berjanji untuk hadir dalam rapat

besok pagi. Kalimat pernyataan 2) Saya berikan waktu skors selama setengah jam,

lalu kita lanjutkan rapat ini nanti. Baik kalimat 1 maupun 2 mengandung makna

perlakuan. Kalimat 1, perlakuan yang dimaksud adalah ‘janji yang diucapkan untuk

masuk sekolah pagi’. Sementara, kalimat 2 adalah seseorang akan diberikan skors

oleh ‘saya si penutur. Artinya, tanpa ada tuturan pemberian skors, seseorang itu atau

‘kamu’ tidak akan kena skors. Sementara, kalimat pernyata adalah kalimat untuk

menyatakan kebenaran. Misalnya, Semarang adalah ibu kota Jawa Tengah.

Pengungkapan kalimat yang dilakukan oleh anggota dewan dalam sidang

paripurna sudah membudaya dalam penyampaian suatu konteks yang tidak sesuai

sehingga kericuhan tidak dapat dihindarkan. Konteks merupakan salah satu

pendukung terciptanya suasana komunikatif. Konteks adalah sesuatu yang melingkupi

dan menyertai hadirnya ujaran atau teks ketika dilakukan kegiatan berbahasa. Konteks

meliputi konteks fisik dan konteks sosial psikologis. Konteks fisik seperti tempat,

waktu, media dan lain-lain sedangkan konteks sosial psikologis, misalnya, keadaan

batin pemeran, hubungan antara peran dan latar belakang sosial ekonomi, pendidikan

dan lain-lainnya (Konteks : Pembahasan Perlengkapan Alat-alat Tulis di DPR Pusat).

Ketua : “bagaimana saudara-saudara kita tunda saja hasil rapat hari ini, karena masih banyak ketidak sepakatan kita semua!”. Anggota : “jangan ketua, lanjut saja!....(suasana menjadi kurang

kondusif)

(18)

7

Anggota : “tunda ketua, tunda saja ketua!!!” (berjalan sambil berkata- kata)

Sebagai pemuka masyarakat yang merupakan panutan masyarakat untuk

menjalankan amanat rakyat, tindak tutur yang dilakukan berdasarkan analisis peneliti

selalu menggunakan tindak tutur ilokusi.

Tindak tutur yang terjadi di berbagai tempat tersebut dapat kita teliti sesuai

dengan pemahaman mengenai ilmu pragmatik. Levinson dalam Tarigan (1987:33),

berpendapat bahwa pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan

konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa,

dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta

menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Untuk itu dalam

meneliti tindak tutur kita harus dapat memahami kaitan antara tuturan yang

disampaikan penutur kepada lawan tutur dengan konteks tuturannya.

Tindak tutur para anggota dewan yang ditayangkan beberapa waktu yang lalu

menjadi permasalah bagi peneliti khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya,

karena tindak tutur yang terjadi dalam tayangan televisi dalam sidang paripurna

beberapa waktu yang lalu bukan mencerminkan tindak tanduk sebagai petinggi negara

kita yang mana mereka sesungguhnya wakil bangsa ini untuk menyelesaikan

permasalahan bangsa ini dari berbagai daerah. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya

bukan keputusan untuk kepentingan bersama melainkan suatu tontonan dengan sikap

keegoisan masing-masing dengan tindak tutur yang tidak diharapkan. Hal ini terjadi

dikarenakan pengetahuan yang dangkal dan minim dapat mengakibatkan hal yang

diuraikan tersebut bisa terjadi. Tidak hanya dalam kegiatan resmi seperti sidang

(19)

8

yang baik dan penuh dengan kesopan-santunan sangat diperlukan, karena dapat

mencerminkan kepribadian manusia itu sendiri.

Suatu percakapan diperlukan kemampuan pemahaman tentang tujuan, nada,

dan sikap penutur terhadap mitra tutur serta topik tuturan. Dengan demikian akan

terjadi suatu pemahaman pesan, baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam suatu

percakapan. Pemahaman terhadap pesan yang tersirat dapat dilihat melalui makna

kalimat yang dituturkan, sedangkan pemahaman terhadap pesan yang tersurat dapat

dilihat melalui kepekaan dalam menilai perbedaan watak, gaya bicara dan kebiasaan

seseorang. Pimpinan sidang dalam memimpin dituntut memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi dengan mitra tuturnya sebaik mungkin, antara lain dengan

menggunakan bahasa yang cocok dan diksi yang terseleksi, sehingga membentuk

suatu tuturan yang baik. Tujuannya adalah agar proses persidangan dapat berjalan

dengan lancar dan menghasilkan suatu keputusan yang baik, dalam artian tidak

merugikan orang lain. Dalam semantik tindak tutur bahasa digunakan untuk

mengerjakan sesuatu, melukiskan sesuatu, dan bahasa digunakan untuk berjanji,

menghina, menyatakan persetujuan, mengkritik, dan sebagainya. Itulah sebabnya

antara bahasa dan pikiran seolah-olah tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan

pengamatan peneliti, pimpinan sidang dalam memimpin sidang melakukan tindak

tutur dengan partisipan tutur lainnya. Dalam persidangan seorang pimpinan harus

menghasilkan wacana yang diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.

Pimpinan sebagai partisipan tutur adalah pengendali persidangan dari awal sampai

dengan akhir sidang.

Penggunaan bahasa dalam pembelajaran di kelas merupakan realitas

pembelajaran di kelas. Guru/dosen sebagai orang yang memiliki peranan penting

(20)

9

menyampaikan ide kepada siswa. Oleh karena itu bahasa memiliki peranan dalam

perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan menerapkan kunci

penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Sesuai dengan

penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk menganalisis tindak tutur anggota

dewan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti meneliti tindak tutur dalam

sidang paripurna anggota Dewan Sumatera Utara dengan judul “Tindak Tutur Dalam

Sidang Paripurna Anggota DPRD Sumatera Utara dan Implikasi dalam Pembelajaran

Bahasa”. Dengan demikian tindak tutur anggota dewan yang mana bisa diterapkan dalam pembelajaran maupun yang tidak diterapkan dipembelajaran.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, ada beberapa hal yang dapat

diidentifikasi yaitu :

1. Metode penutur yang biasa digunakan adalah metode konvensional yang ada

umumnya sering membuat para anggota dewan menjadi bosan dengan penuturan

yang tidak menarik

2. Masih minimnya penggunaan tindak tutur dalam berbahasa pada saat sidang

anggota dewan

3. Kurang optimalnya penggunaan tindak tutur dalam berbahasa pada saat sidang

anggota dewan

4. Kurangnya pengetahuan penutur dalam menggunakan tindak tutur pada saat sidang

anggota dewan

5. Kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi antara pimpinan sidang dengan para

(21)

10

bahasa yang cocok dan diskusi yang terseleksi, sehingga membentuk suatu tuturan

yang baik.

1.3 Batasan Masalah

Agar memperoleh hasil yang mendalam dan terfokus, masalah dibatasi pada

empat hal yaitu jenis tindak tuturnya, realisasinya dalam sidang dan implikasi tindak

tutur dalam pembelajaran dilihat dari jenis tindak tutur: (1) tindak lokusi (locutionary

act), (2) tindak ilokusi (illocutionary act), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary

act), sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Austin, Searle dan Leech (1993).

1.4 Rumusan Masalah

Dari uraian dalam latar belakang masalah, dapatlah dirumuskan masalah

penelitian yaitu:

1. Jenis tindak tutur apakah digunakan dalam sidang paripurna anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara?

2. Bagaimana tindak tutur itu direalisasikan dalam sidang paripurna anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara?

3. Apakah implikasi tindak tutur itu dalam pembelajaran bahasa?

1.5 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka peneliti membuat tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan jenis tindak tutur yang memenuhi kriteria dalam sidang paripurna

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara

2. Mendeskripsikan tindak tutur itu direalisasikan dalam sidang paripurna anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara

(22)

11

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dua manfaat, yaitu manfaat

teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis dan praktis manfaat penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini mengkaji penggunaan bahasa yang dilakukan anggota dewan

dalam persidangan, meliputi jenis tindak tutur yang dilakukan anggota dewan dan

urutan tindak tutur yang dilakukan anggota dewan dalam persidangan baik sidang

internal maupun eksternal. Manfaat teoritis yang diharapkan diperoleh dari hasil

penelitian ini adalah dapat mengembangkan dan menambah khasanah kajian tentang

teori tindak bahasa, terutama berkaitan dengan tindak bahasa dalam ranah atau

domain persidangan, serta mengembangkan kajian analisis wacana dan pragmatik

dalam tindak bahasa.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan diperoleh dari deskripsi hasil penelitian ini

adalah kita dapat mengetahui efektif atau tidak tindak tutur yang dilakukan pimpinan

sidang dalam memimpin sidang. Dengan demikian, dapat memberi masukan

khususnya bagi calon pimpinan sidang selanjutnya tentang pola tindak penggunaan

bahasa dalam persidangan dan pola tindak tutur yang efektif. Di samping itu, dapat

dimanfaatkan oleh para praktisi politik yang duduk bangku dewan dalam menjalankan

tugasnya, yaitu mencari kebenaran material dari persidangan yang terjadi melalui

tuturan antara pimpinan dengan anggota dewan beserta perangkat lainnya secara

(23)

12

kepada pemerhati bahasa dalam domain persidangan DPRD Sumatera Utara, dan

dapat dimanfaatkan sebagai acuan melakukan penelitian sejenis lebih lanjut.

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh tambahan wawasan, pengetahuan, dan

pengalaman bagi peneliti dan masyarakat pada umumnya, dalam memahami makna

tersirat (yang tersembunyi) dan pesan yang terdapat di dalam tuturan, khususnya

tuturan hakim dalam memimpin sidang, sehingga dapat berkomunikasi dengan baik.

Dengan demikian, masyarakat dapat menghadapi situasi komunikasi yang selalu

(24)

95

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Simpulan

Berdasarkan hasil uraian dan penjelasan di atas, dapat diambil beberapa

simpulan, antara lain:

1)Jenis tindak tutur yang dilakukan oleh anggota dewan dalam sidang paripurna

adalah sebanyak 28 jenis ketika memimpin sidang dan tuturan anggota dewan.

2)Tindak tutur itu direalisasikan dalam sidang paripurna melalui tindak tutur ekpresif

karena lebih sering digunakan dalam menyatakan atau menunjukkan psikologi

penutur terhadap keadaan, dalam hal ini anggota dewan dalam menyampaikan

pendapatnya dalam keadaan tidak terbeban oleh apapun dan merasa bahwa sidang

paripurna adalah wadah untuk berdiskusi yang sifat kondusif dan dilakukan dengan

keadaan tenang dan mematuhi norma-norma yang berlaku dengan bertujuan sosial.

Tuturan-tuturan tersebut lebih banyak memberikan tuturan bertujuan sosial berupa

pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat menyampaikan pendapat dan

pertanyaan seperti yang terdapat pada bagian-bagian dari tindak tutur ekspresif

dengan persentase 73,34% lebih besar dari presentase tindak tutur lainnya. Oleh

karena itu dapat dikategorikan baik namun masih perlu mempelajaran tentang

berbahasa yang baik dan benar serta santun demi kemajuan bangsa ini.

3)Penuturan dari pimpinan anggota DPRD Sumatera Utara dapat terimplikasi ke

dalam pembelajaran bahasa di kelas. Di kelas, guru dan siswa menggunakan wujud

verbal tindak ilokusi, dan strategi penyampaian tindak ilokusi sesuai dengan faktor

sosial budaya. Dengan demikian, pemakaian bahasa guru kepada siswa pada

percakapan dalam pembelajaran di kelas menggambarkan kesantunan tindak tutur

(25)

96

lokusi, ilokusi dan perlokusi (menyapa, bertanya, menyuruh, mem memerintah,

menerangkan, memberi penilaian, berpesan, dan memarahi, menyuruh, memarahi,

menjawab, mengucapkan selamat, memuji, menanya, menghargai, menyambut).

Pemakaian bahasa siswa kepada guru pada percakapan di kelas, khusunya tuturan

guru, merupakan ujaran sebagai unit terkecil dalam interaksi verbal. Hal itu

berdasarkan pandangan bahwa tuturan atau ujaran sebagi unit terkecil dalam suatu

interaksi verbal senantiasa menyatakan tindakan. Sebagai sesuatu yang menyatakan

tindakan, ujaran itu disebut tindak tutur. Pada dasarnya, semua komunikasi verbal

melibatkan tindak tutur.

5.2.

Saran

Setelah melakukan penelitian tentang kajian pragmatik tindak tutur lokusi,

ilokusi dan perlokusi pada sidang paripurna. Kemudian diperoleh data-data sesuai

dengan yang dibutuhkan dalam tujuan penelitian, maka diperoleh hasil. Dalam hal ini

peneliti mencoba memberi suatu gambaran berupa saran yang berguna yakni :

1. Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.

2. Disarankan agar peneliti selanjutnya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini

dengan kajian yang lebih mendalam agar hasil saat ini dapat lebih berkembang.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan pembaca

(26)

97

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Mohammad, dkk., 2006. Pemahaman Proses Kinerja dan Struktur Organisasi di Instansi Pengadilan Negeri Jember.

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung

Austin, J.L. 1962. How to do Things with Words. Cambridge, mass

Austin, J.L. 1975. How to do Things with Words. Harvard

Brooks. 1964. Language and language learning New York

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta

Chaer, Abdul. 2001. Sosiolinguistik. Jakarta

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Lingistik, Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung

Halliday, M.A.K. 1992. Bahasa, konteks, dan teks. Yogyakarta

Hymes, Dell. 1989. Foundations In Sociolinguistics An Ethnographic Approach. Philadelphia

Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya

Ibrahim, Abd. Syukur. 1994. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya

Kaswanti, Bambang. 1993. PELLBA 6. Yogyakarta

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Jakarta

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi: Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta

Kunjana. 2000. Imperatif dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta

Kunjana. 2008. Imperatif dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta

(27)

98

Leech, Geoffrey. 1993. The Principles of Pragmatics (Terjemahan M.D.D. Oka). Jakarta

Levinson; Stephen. 1983, Pragmatics. Cambrige, London

McCroskey. James C. Carl E. Larsen dan Mark l. Knap. 1971. An Indroduction to Interpersonal Communication.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung

Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta.

Nababan, 1987. Ilmu pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta

Nazir, Mohammad. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta

Orton, Anthony. 1991. Learning Mathematics: Issue, Theory and Classroom Practice. Iowa

Rahardi, Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta

Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa Dalam Pemakaian.

Malang.

Richards, Jack. Platt John, Heidi Weber. 1985. Longman Dictionary of Applied Linguistics. England.

Rustono, 1999. Pokok-PokokPragmatik. Semarang

Saville-Troike, Muriel.1989. The Ethnography of Communication An Introduction.

Searle, John. R. 1983. Speech Act: An Essay in the Philosophy of Language.

Siburian, Tiur dan M. Surip 2013. Metodologi Penelitian Manajemen Pendidikan.

Sinclair, J.Mc. dan R.M. Coulthard. 1978. Toward an Analysis of Discourse (The English Used by Theacher and Pupils). Oxford

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.

Stiff, V.L, Johnson, L.J, and Johnson, R.M. 1993. “Cognitive Issue in athematics Education”. In Wilson. I & Patricia. S (Ed). Reseach Ideas for The Classroom: High School Mathematics New York

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Yogyakarta

(28)

99

Sugiyono. 2008. Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D. Alfabeta.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sumarlan. 2004. Analisis Wacana. Surakarta

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivissme dalam Pendidikan. Yogyakarta

Tarigan, Henry G., 1987. Pengajaran Wacana. Bandung

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta

Yule, George. 1996. Pragmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006. Yogyakarta

Gambar

Tabel  3.1. Aneka jenis tindak tutur pimpinan dalam memimpin sidang ...........  23
Gambar 2.1.  Bagan proses peristiwa bertutur .............................................

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan bimbingan konseling (PTBK), yaitu penerapan konseling karir trait dan factor dengan menggunakan teknik

Gambar 2 menunjukan bahwa umumnya setiap aplikasi akan memberikan web-service nya masing masing, artinya setiap aplikasi harus menmbangun layanan web- service nya

Berdasarkan mayoritas perusahaan penghasil baja diatas dengan buku periode kuartal 3/2020 dan harga saham per akhir Januari 2021, rata-rata perusahaan tersebut diperdagangkan dengan

Mengetahui pengaruh yang paling dominan dari variabel attention, interest desire dan action terhadap keputusan konsumen dalam membeli produk kartu perdana

Pengaruh Pengeringan (Cabinet Dryer dan Freeze Drying) dan Pengemasan (Botol Gelas dan Metalized Plastic) terhadap Aktivitas Antioksidan serta Umur Simpan Kapsul Bubuk Biji

Fluida compressible yang mengalir adalah udara dengan densitas 1.25 kg/m3. Perubahan temperature dalam simulasi ini tidak diperhitungkan, sehingga persamaan

[r]

[r]