• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Di Eropa 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Permintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Di Eropa 4"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR MINYAK KELAPA SAWIT

INDONESIA DI EROPA 4

TRI SUHERMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Permintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Eropa 4 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TRI SUHERMAN. Analisis Permintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Eropa 4. Dibimbing oleh SUHARNO dan HARIANTO.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit di dunia. Produksi minyak kelapa sawit yang sangat tinggi menjadikan Indonesia sebagai negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia. Salah satu mitra utama perdagangan kelapa sawit Indonesia adalah negara-negara di kawasan Uni Eropa. Empat negara importir terbesar minyak kelapa sawit di Uni Eropa meliputi Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman, yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut Eropa 4. Adanya peningkatan permintaan produk makanan dan kosmetik yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit serta kebijakan Uni Eropa terkait penggunaan sumberdaya terbarukan sebesar 20 persen untuk energi dan setidaknya 10 persen untuk bahan bakar dengan target capaian tahun 2020 di kawasan Uni Eropa semakin mendorong peningkatan kebutuhan minyak kelapa sawit di Eropa 4.

Peluang tersebut menjadi faktor pendorong bagi banyak negara untuk memasok minyak kelapa sawit ke Eropa 4. Salah satu produsen minyak kelapa sawit lain yang ikut bersaing dalam memasok minyak kelapa sawit ke Eropa 4 dan juga merupakan pesaing kuat Indonesia yaitu Malaysia. Adanya persaingan dengan Malaysia menyebabkan impor minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 cenderung fluktuatif. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat persaingan minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Eropa 4; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4. Pendekatan model almost ideal demand system (AIDS) digunakan untuk menjawab mengenai tujuan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia bersaing di Eropa 4 dimana Indonesia memiliki pangsa pasar yang lebih besar di Italia, Spanyol, dan Jerman, sementara Malaysia memiliki pangsa pasar yang lebih besar di Belanda. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Belanda adalah harga minyak kelapa sawit Indonesia, harga minyak kelapa Malaysia, total nilai impor, nilai tukar riil, dan jumlah populasi di Belanda. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Italia adalah harga minyak kelapa sawit Malaysia, total nilai impor, jumlah populasi di Italia, dan total impor minyak kelapa sawit tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Spanyol adalah harga minyak zaitun. Sementara Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Jerman adalah total nilai impor.

(5)

SUMMARY

TRI SUHERMAN. The Import Demand Analysis of Indonesian Palm Oil in Europe 4. Supervised by SUHARNO and HARIANTO.

Indonesia is one of the palm oil producer in the world. Production of palm oil is very high making Indonesia a major producer of palm oil world. One of the main trade partners of oil palm Indonesia are countries in the European Union. Four country's largest importer of palm oil in the EU include the Netherlands, Italy, Spain, and Germany, hereinafter in this study called the Europe 4. There is an increasing demand for food products and cosmetics using raw materials palm oil as well as EU policies related to the use of renewable resources by 20 percent for energy and at least 10 percent on fuel with a target achievement in 2020 in the European Union increasingly encourages increased need for palm oil in Europe 4.

It is a driving factor for many countries to supply palm oil to Europe 4. One other palm oil producers who compete in the supply of palm oil products to Europe 4 and also a strong competitor Indonesia are Malaysia. Competition with Malaysia, imports of Indonesian palm oil in Europe 4 tends to fluctuate. Therefore, the purpose of this study were to (1) analyze the competition level of Indonesian and Malaysian palm oil in Europe 4; (2) analyze the factors affecting demand for Indonesian palm oil in Europe 4. Approach models almost ideal demand system (AIDS) is used to answer regarding the purpose.

The results showed that oil palm Indonesia and Malaysia compete in Europe 4 where Indonesia has a market share in Italy, Spain and Germany, while Malaysia has a market share in the Netherlands. Factors affecting demand for import of Indonesian palm oil in the Netherlands is Indonesian palm oil prices, Malaysian palm oil prices, the total value of imports, the real exchange rate, and the total population in the Netherlands. Factors affecting demand for Indonesian palm oil in Italy is a Malaysian palm oil prices, the total value of imports, the total population in Italy, and total imports of palm oil in the previous year. Factors affecting demand for Indonesian palm oil in Spain is the price of olive oil. While the factors affecting demand for Indonesian palm oil in Germany is the total value of imports.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR MINYAK KELAPA SAWIT

INDONESIA DI EROPA 4

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Pemintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Eropa 4

Nama : Tri Suherman

NIM : H351140271

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Suharno, MAdev Ketua

Dr Ir Harianto, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 23 November 2016 Tanggal Lulus :

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Analisis Permintaan Impor Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Eropa 4 ini dapat terselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Suharno, MAdev dan Dr Ir Harianto, MS selaku dosen pembimbing, Dr Ir Amzul Rifin selaku dosen evaluator kolokium, Prof Dr Ir Utomo Kartosuwando, MS selaku dosen moderator seminar hasil penelitian Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji tesis, serta Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis dan dosen penguji tesis. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa dan mama yang telah bersabar dan senantiasa mendoakan penulis selama ini, khususnya selama proses penyelesaian tesis ini. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari teman-teman MSA 5.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Perdagangan Internasional Minyak Kelapa Sawit Indonesia 6

Permintaan Impor di Eropa 8

Kajian Almost Demand Ideal System (AIDS) 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 16

4 METODE PENELITIAN 18

Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Analisis Data 19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Tingkat Persaingan Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia

di Eropa 4 23

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Minyak Kelapa

Sawit Indonesia di Eropa 4 30

Implikasi Kebijakan 41

6 SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 49

(12)

DAFTAR TABEL

1 Permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa 2 2 Volume impor minyak kelapa sawit Eropa 4 di Uni Eropa 3 3 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 19 4 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor

Belanda 23

5 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia

di Belanda 24

6 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor

Italia 25

7 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia

di Italia 25

8 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor

Spanyol 26

9 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia

di Spanyol 27

10 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor

Jerman 28

11 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia

di Jerman 29

12 Hasil estimasi model AIDS minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional 18

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit adalah komoditas tanaman penting bagi beberapa negara. Sebagai komoditas perkebunan, kelapa sawit merupakan tanaman yang sangat produktif yang mampu menghasilkan 7 kali lebih banyak dari minyak rapeseed (Rapeseed oil) dan 11 kali lebih banyak dari minyak kedelai per hektar. Minyak kelapa sawit juga tinggi dalam kualitas dan sangat serbaguna. Saat ini, minyak kelapa sawit banyak digunakan sebagai dasar untuk berbagai produk seperti margarin, sabun, lipstik, berbagai ragam kembang gula, minyak goreng, es krim, pelumas industri, dan berbagai produk lainnya (Shibao 2015).

Ada beberapa negara produsen minyak kelapa sawit di dunia. Produsen minyak kelapa sawit tersebut tersebar di berbagai wilayah baik di Asia tenggara, Amerika selatan, maupun Afrika (Abidin 2015). Dari ketiga wilayah, Asia tenggara menjadi kawasan yang paling banyak memproduksi minyak kelapa sawit dibandingkan dengan wilayah lainnya. Pada tahun 2014, total minyak kelapa sawit dunia yang berasal dari wilayah Asia tenggara tercatat sebanyak 38.4 juta ton. Total minyak kelapa sawit dunia yang berasal dari wilayah Apmerika Selatan dan Afrika masing-masing sebanyak 570 ribu dan 888 ribu ton (UN Comtrade 2016).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit di dunia. Produksi minyak kelapa sawit yang sangat tinggi menjadikan Indonesia sebagai negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia. Minyak kelapa sawit Indonesia turut berkontribusi sebesar 53.79 persen dari total keseluruhan minyak kelapa sawit dunia (UN Comtrade 2016). Proporsi ini mengindikasikan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia menjadi dominasi dari total minyak kelapa sawit dunia. Besarnya kontribusi minyak kelapa sawit Indonesia tidak terlepas dari produksinya yang juga tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2016a), produksi minyak kelapa sawit Indonesia telah mencapai angka 29.34 juta ton.

Sudah sejak lama kelapa sawit menjadi komoditi ekspor andalan Indonesia. Kelapa sawit yang diproduksi di Indonesia sebagian besar diekspor dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO) (Ermawati dan Satya 2013). Menurut Kementerian Keuangan (2011), ekspor CPO Indonesia pada tahun 2010 mencapai 50 persen dari total minyak sawit yang dihasilkan oleh Indonesia. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia memang sangat tinggi, oleh sebab itu komoditi ini menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia (Aprina 2014). Dari sembilan komoditas unggulan, kelapa sawit menempati urutan pertama dalam ekspor Indonesia di tahun 2011 dengan nilai 17.23 dolar AS.

(14)

2

Tabel 1 Permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa

Tahun Total Impor (juta ton) Total Nilai (miliar US$)

2005 1.55 0.66

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa permintaan impor minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa cenderung mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir. Lonjakan kenaikan permintaan minyak kelapa sawit Indonesia pada 10 tahun terakhir mulai terjadi pada tahun 2006 yang mencapai angka 1.80 juta ton. Peningkatan permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa selanjutnya juga terjadi pada tahun 2008, 2009, 2012, 2013, dan 2014. Lonjakan permintaan minyak kelapa sawit terbesar terjadi pada tahun 2009 yang mencapai angka 3.07 juta ton, dimana sebelumnya hanya sebesar 1.94 juta ton. Data pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa tingginya permintaan atas impor minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa.

Permintaan impor yang tinggi di Uni Eropa berdampak kepada besarnya nilai devisa yang bisa didapatkan oleh Indonesia. Pada Tabel 1 terlihat bahwa total nilai yang didapatkan Indonesia dari perdagangan minyak kelapa sawit dengan Uni Eropa sangatlah besar. Devisa yang didapatkan dari hasil perdagangan minyak kelapa sawit ini juga terlihat selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya (Seperti yang ditunjukkan Tabel 1). Pada tahun 2005 total nilai dari perdagangan yang dilakukan oleh Uni Eropa adalah sebesar 0.66 miliar US$. Pada tahun 2014 total nilai dari perdagangan minyak kelapa sawit di Uni Eropa meningkat menjadi 3.20 miliar US$. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan minyak kelapa sawit dengan Uni Eropa memberikan keuntungan yang besar bagi Indonesia.

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku (raw material) penting dalam impor Uni Eropa. Keberadaan minyak kelapa sawit dalam impor Uni Eropa sangat penting adanya mengingat barang ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan industri di Uni Eropa. Minyak kelapa sawit termasuk ke dalam jenis produk impor lemak dan minyak hewani atau nabati Uni Eropa. Produk lemak dan minyak hewani atau nabati sendiri memiliki porsi yang besar dalam impor bahan baku Uni Eropa. Menurut Eurostat (2016), produk lemak dan minyak hewani atau nabati telah tercatat sebagai salah satu produk impor bahan baku yang memiliki share terbesar selain biji logam dalam impor Uni Eropa. Brazil, Amerika, Indonesia, dan Kanada merupakan mitra dagang utama dalam impor produk lemak dan minyak hewani atau nabati Uni Eropa ini.

(15)

3 tercatat memiliki volume impor minyak kelapa sawit terbesar dari keseluruhan impor minyak kelapa sawit Uni Eropa. Besarnya impor minyak kelapa sawit Belanda, Jerman, Italia, dan Spanyol atas impor minyak kelapa sawit Uni Eropa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2 Volume impor minyak kelapa sawit Eropa 4 di Uni Eropa

No. Negara Volume impor (juta ton) Share (%)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa secara keseluruhan ke empat negara hampir menguasai pangsa impor minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Impor minyak kelapa sawit terbesar di Uni Eropa diduduki oleh Belanda dengan jumlah impor sebesar 2.50 juta ton. Italia menjadi negara pengimpor minyak kelapa sawit terbesar kedua di Uni Eropa dengan jumlah impor sebesar 1.76 juta ton. Spanyol menjadi negara pengimpor minyak kelapa sawit terbesar ketiga di Uni Eropa dengan jumlah impor minyak kelapa sawit sebesar 1.30 juta ton. Sementara negara pengimpor terbesar keempat diduduki oleh Jerman dengan jumlah impor kelapa sawit sebesar 1.20 juta ton.

Jika dilihat dari jumlah share impor, ke empat negara ini memiliki share sebanyak 91 persen dari total impor minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Belanda memiliki porsi impor minyak kelapa sawit terbesar di Uni Eropa dengan share sebesar 36 persen dari total impor minyak kelapa sawit Uni Eropa. Italia memiliki porsi impor minyak kelapa sawit sebesar 25 persen di Uni Eropa. Spanyol memiliki porsi impor minyak kelapa sawit sebesar 18 persen di Uni Eropa. Sementara porsi impor minyak kelapa sawit terbesar ke empat dimiliki oleh Jerman dengan nilai sebesar 12 persen dari total impor minyak kelapa sawit Uni Eropa.

Keberadaan minyak kelapa sawit di Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman, yang selanjutnya pada penelitian ini disebut dengan Eropa 4, pada umumnya digunakan sebagai bahan baku industri untuk produk makanan dan bukan makanan. Produk makanan yang memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku diantaranya industri mentega, coklat, ice cream, dan aneka jenis roti. Sementara produk bukan makanan yang memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku meliputi sabun, lilin, dan kosmetik. Selain untuk produk makanan dan non makanan, minyak kelapa sawit di empat negara juga digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan bahan bakar biodiesel.

(16)

4

negara tersebut. Selain Indonesia, impor minyak kelapa sawit dalam jumlah yang besar juga dilakukan dari Malaysia. Di Eropa 4, Malaysia merupakan pesaing kuat dari Indonesia dalam sektor perkelapasawitan. Adanya persaingan dengan Malaysia menyebabkan impor minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 cenderung fluktuatif. Oleh karena itulah, peneliti ingin meneliti tentang permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4

Perumusan Masalah

Permintaan minyak kelapa sawit di Belanda, Italia, Jerman, dan Spanyol kini semakin meningkat. Adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingginya jumlah konsumsi produk berbahan baku minyak kelapa sawit di negara-negara tersebut. Peningkatan jumlah konsumsi akibat penduduk yang semakin bertambah memaksa sejumlah industri di Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman untuk juga meningkatkan produksinya. Hal ini berakibat pada peningkatan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi produk tersebut. Industri yang terkena dampak dari kondisi ini yaitu industri makanan dan kosmetik. Adanya peningkatan permintaan produk makanan dan kosmetik sebagai akibat peningkatan jumlah penduduk memaksa para pelaku industri juga meningkatkan pasokan bahan baku mereka. Bahan baku yang dimaksud dalam hal ini adalah minyak kelapa sawit. Hal ini akan mendorong peningkatan permintaan minyak kelapa sawit di negara Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman.

Adanya kebijakan pemanfaatan sumberdaya terbarukan untuk energi dan bahan bakar dengan target capaian tahun 2020 di Uni Eropa juga semakin mendorong peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit di Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman. Pengembangan produk turunan minyak kelapa sawit menjadi biodiesel yang dilakukan di kawasan Uni Eropa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut. Menurut hasil laporan Global Agricultural Information Network (2013), produksi biodiesel di kawasan Uni Eropa mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pada tahun 2006 produksi biodiesel Uni Eropa hanya sebesar 1,60 miliar liter, akan tetapi pada akhir 2010 produksi biodiesel meningkat menjadi 4.26 miliar liter. Peningkatan produksi biodiesel di kawasan Uni Eropa tidak terlepas dari konsumsi biodiesel yang semakin bertambah. Pada tahun 2006 tercatat bahwa konsumsi biodiesel di Uni Eropa hanya sebesar 1.72 miliar liter, namun pada tahun 2010 konsumsi tersebut meningkat menjadi 5.63 miliar liter.

(17)

5 adalah Indonesia. Negara yang menjadi pesaing utama Indonesia dalam memasok minyak kelapa sawit ke Eropa 4 adalah Malaysia.

Hingga saat ini, persaingan antara minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia masih terus berlanjut. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk memenangkan persaingan dengan minyak kelapa sawit Malaysia. Pemerintah Indonesia terus berupaya guna meningkatkan permintaan negara Eropa 4 terhadap minyak kelapa sawit Indonesia. Dari pemaparan tersebut, terdapat beberapa masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana tingkat persaingan minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Eropa 4?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis tingkat persaingan minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Eropa 4.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar menjadi bahan evaluasi dari kinerja yang dilakukan pemerintah selama memasok minyak kelapa sawit ke Eropa 4 serta mendapatkan informasi mengenai faktor penentu permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 yaitu di negara Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman. Selain itu, semoga penelitian ini dapat menjadi sebagai sumber pustaka bagi penelitian-penelitian lainnya ke depan.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)

6

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan Internasional Minyak Kelapa Sawit Indonesia

Perdagangan Internasional sudah lama terjalin sejak ribuan tahun silam yang diawali oleh perdagangan antar kerajaan dengan wilayah perdagangan yang masih terbatas. Perdagangan Internasional mulai berkembang pada abad 15 dan 16 Masehi yang ditandai berkembangnya sistem pelayaran dan navigasi sehingga mampu memperluas jalur perdagangan hingga ke Asia. Pada awal periode modern (abad 16-18 Masehi), berkembang ajaran Merkantilisme yang menerangkan kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan dan besarnya volume perdagangan global menjadi teramat sangat penting. Suatu negara hanya dapat meningkatkan kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya (Reynold 2000; Apridar 2012).

Ketergantungan ekonomi mengintensifkan kerjasama internasional antara perusahaan, negara, dan integrasi negara. Setiap negara memiliki alasan tersendiri untuk terlibat dalam perdagangan internasional. Secara umum, penyebab adanya perdagangan internasional adalah kurangnya barang dalam ekonomi domestik, kualitas barang tidak sesuai dengan kualitas barang yang dibutuhkan, diferensiasi harga barang yang diperdagangkan secara internasional, dan personal, materi atau preferensi spasial pembeli untuk produk asing (Madzinova 2011).

Perdagangan luar negeri merupakan salah satu sektor ekonomi yang berperan besar dalam menunjang pembangunan ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekspor dan impor yang dilakukan selama ini bertujuan untuk memenuhi semua kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dari kegiatan ekspor Indonesia akan diperoleh sumber dana pembangunan yang berupa devisa luar negeri. Sementara, dari kegiatan impor Indonesia akan diperoleh bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan dalam pembangunan.

Perdagangan Indonesia didominasi oleh perdagangan utara-selatan dan rendah pada proporsi perdagangan selatan-selatan. Adanya perlakuan khusus dan berbeda yang berlaku untuk negara berkembang dalam negosiasi WTO, dijadikan Indonesia sebagai peluang untuk strategi dalam bernegosiasi (McGuire et al. 2004). Secara umum, produk barang dan jasa impor Indonesia sebagian besar berasal dari negara-negara maju. Sumber utama impor produk barang dan jasa berasal dari Jepang, Uni Eropa (UE), dan Amerika. Selain sebagai tujuan impor, ketiga negara tersebut juga merupakan daerah tujuan penting bagi ekspor Indonesia (Tambunan 2005).

(19)

7 Indonesia memiliki pasar minyak kelapa sawit yang luas baik di tingkat Asean, Asia, Eropa, Afrika, hingga Dunia. Indonesia memang tercatat sebagai salah satu produsen CPO dunia. Namun sejak tahun 2008 Indonesia mampu menjadi produsen CPO terbesar di dunia (Sulistyanto dan Akyuwen 2011). Hal ini terlihat dari jumlah volume ekspor CPO Indonesia yang telah melewati para pesaingnya. Meskipun menjadi produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia sampai saat ini belum mampu menjadi price maker pada komoditi CPO di dunia.

Industri CPO nasional memiliki kunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Herianto (2008) dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) didapatkan nilai sebesar 45 yang berarti terdapat komperatif pada industri CPO Indonesia. Nilai tersebut juga menggambarkan bahwa CPO Indonesia memiliki daya saing di pasar dunia meskipun daya saingnya masih rendah jika dibandingkan dengan negara Malaysia dan Papua New Guinea. Penelitian serupa pada pasar yang berbeda juga dilakukan oleh Sari (2010) yang mendapatkan hasil dimana Industri CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di pasar Asean.

Selanjutnya, penelitian Hagi et al. (2012) menyimpulkan bahwa Indonesia dan Malaysia memiliki penampilan ekspor yang kuat di pasar Eropa. Hasil perhitungan RCA yang dilakukan didapatkan nilai lebih dari 1 pada masing-masing negara, baik Indonesia maupun Malaysia, yang berarti produk minyak sawit kedua negara memiliki daya saing di pasar Eropa. Rasio net ekspor dan total perdagangan minyak sawit yang dihasilkan dari penelitian juga menunjukkan bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan negara net eksportir minyak sawit bagi Eropa.

Ekspor CPO Indonesia yang selama ini dilakukan ternyata mendatangkan keuntungan bagi Indonesia, terlebih lagi dengan adanya peningkatan permintaan CPO dari pasar dunia. Penelitian Rifin (2010) menunjukkan hasil dimana produk minyak sawit Indonesia bersifat komplementer dengan produk minyak sawit Malaysia. Perdagangan internasional atas CPO Indonesia menghasilkan keuntungan yang lebih banyak terhadap Indonesia dibandingkan dengan Malaysia dari peningkatan pendapatan dunia yang dicerminkan dari nilai elastisitas pendapatan Indonesia yang lebih tinggi dari Malaysia.

(20)

8

baik, maka diperkirakan ekspor CPO Indonesia di pasar Internasional akan memiliki prospek yang juga baik. Tambunlertchai (2009) mengungkapkan bahwa peningkatan kinerja ekspor ini juga tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah mengenai promosi ekspor dan kehadiran investor asing.

Kinerja ekspor produk minyak kelapa sawit yang baik ini juga terlihat di Eropa. Berdasarkan hasil penelitian, Ermawati dan Saptia (2013) menyimpulkan bahwa pada produk CPO Indonesia telah dipandang oleh kompetitor sebagai pesaing kuat dalam memperebutkan pasar minyak sawit di Belanda. Akan tetapi berbeda dengan produk PKO, Indonesia memiliki posisi yang lemah karena daya saing produk PKO yang lemah di Belanda. Dengan demikian, terlihat bahwa hanya produk CPO Indonesia yang memiliki daya saing kuat di Belanda.

Permintaan Impor di Eropa

Beberapa penelitian telah mengungkapkan tentang permintaan Impor di Eropa. Berdasarkan hasil penelitian Imbs dan Mèjean (2010), dapat disimpulkan bahwa terdapat elastisitas pada kegiatan impor dan ekspor barang dari Uni Eropa. Hasil perhitungan menunjukkan adanya elastisitas harga pada impor Uni Eropa terhadap produk dari beberapa negara. Elasititas terbesar terdapat pada produk yang berasal dari negara maju seperti Perancis, Amerika Serikat, Spanyol, Jepang, Australia, dan Italia. Indonesia juga memiliki nilai elastisitas yang sama dengan Australia yaitu diatas 1.5 yang berarti produk Indonesia di Uni Eropa bersifat elastis.

Penelitian elastisitas permintaan di Uni Eropa juga dilakukan oleh beberapa peneliti lain. Niemi (2004) melakukan penelitian mengenai elastisitas berbagai produk pertanian di pasar Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit di pasar Uni Eropa memiliki elastisitas harga baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Yulismi dan Siregar (2007) meneliti mengenai elastisitas harga untuk komoditi minyak kelapa sawit Indonesia di pasar Cina, India, dan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai elastisitas pendapatan diatas 1 untuk komoditi kelapa sawit di pasar Cina, India, dan Uni Eropa.

Jamil (2015) mengemukakan bahwa penelitian mengenai permintaan impor relatif penting untuk diteliti mengingat fenomena semakin tingginya permintaan sebagai dampak atas pertumbuhan populasi penduduk khususnya di negara berkembang dan berkurangnya suplai sebagai dampak perubahan iklim. Penelitian permintaan dapat menghasilkan sesuatu mengenai keragaan impor yang memberikan pedoman dan masukan bagi pemerintah untuk dapat menghasilkan kebijakan yang tepat. Terbentuknya kebijakan yang tepat pada akhirnya mampu meningkatkan kedaulatan di suatu negara.

(21)

9 dipengaruhi oleh populasi penduduk, aktivitas ekonomi, harga minyak kelapa sawit, dan harga minyak kedelai.

Secara umum banyak pendekatan yang digunakan oleh para peneliti untuk mengungkapkan mengenai permintaan impor. Model analisis yang digunakan biasanya bermacam-macam seperti model regresi linier berganda (Hapsari 2007), model regresi data panel (Maraya 2013; Sugito dan Harmadi 2014; Baithi 2016), model persamaan simultan (Tseoua et al. 2012; Pasaribu dan Daulay 2013), dan model almost ideal demand system (AIDS) (Rifin 2010; Wan et al. 2010; Bonsaeng et al. 2010; Jamil 2015). Beberapa peneliti memiliki sudut pandang masing-masing dalam mengkaji pendekatan-pendekatan yang ada. Namun berbagai model dan perkembangannya pada dasarnya digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor suatu negara (Jamil 2015). Pada umumnya para peneliti yang melakukan analisis impor menggunakan dua variabel utama yaitu harga impor dan pendapatan negara (Chand et al. 2005; Kalyonchu 2006; Jamil 2015).

Minyak kelapa sawit merupakan komoditi yang penting bagi Uni Eropa. Europe Economics (2014) melaporkan bahwa aktivitas ekonomi downstream di Uni Eropa sangat ditentukan oleh impor minyak kelapa sawit Uni Eropa. Pada tahun 2012, sekitar 5.4 miliar euro impor minyak sawit ke EU-27 dihasilkan dari kontribusi tidak langsung PDB Uni Eropa sebesar 2.7 miliar euro atau jika diinduksi maka besarnya dari PDB adalah 5.4 miliar euro, kontribusi tidak langsung dari pendapatan pajak sebesar 1.2 miliar euro atau jika diinduksi maka besarnya PDB bertambah menjadi 2.6 miliar euro dari penghasilan pajak, kontribusi tidak langsung terhadap kepegawaian dari 67 000 pekerjaan atau jika diinduksi menjadi 117 000 pekerjaan.

Impor kelapa sawit di Uni Eropa sebagian besar didominasi oleh negara Belanda. Pada tahun 2012, lebih dari 1.2 miliar euro impor kelapa sawit dilakukan oleh Belanda. Meskipun menjadi impotir terbesar, negara Belanda tidak turut berkontribusi besar dalam GDP Uni Eropa. Negara penyumbang GDP terbesar di Uni Eropa justru dilakukan oleh anggota lain yang meliputi Italia, Spanyol, Jerman, Perancis, dan Inggris. Negara importir terbesar minyak kelapa sawit di Uni Eropa lainnya meliputi Italia, Jerman, Inggris, dan Spanyol. Produk minyak kelapa sawit Uni Eropa sebagian besar berasal dari Malaysia dan Indonesia.

(22)

10

Kajian Almost Ideal Demand System (AIDS)

Almost Ideal Demand System (AIDS) merupakan salah satu model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi permintaan. Model AIDS pertama kali diperkenalkan oleh Angus Deaton dan John Muellbauer pada tahun 1980. Model ini merupakan pengembangan dari model fungsi permintaan Rotterdam dan Translog sebelumnya. Deaton dan Muellbauer (1980) berpendapat bahwa kedua model permintaan Rotterdam dan Translog ini telah banyak digunakan untuk menguji homogenitas dan simetri pembatasan teori permintaan. Oleh karena itu, akhirnya Deaton dan Muellbauer mengusulkan suatu model baru yang lebih umum dan sebanding dengan model permintaan sebelumnya dimana memiliki kelebihan yang lebih dari kedua model sebelumnya.

Salah satu kelebihan model AIDS ini adalah memberikan kemampuan pendekatan orde pertama untuk sistem permintaan yang didasarkan pada proporsi (share) anggaran yang merupakan fungsi linier dari log total pendapatan (Jamil 2015). Model AIDS secara umum digunakan untuk permodelan perilaku konsumen dengan pendekatan sistem atau simultan (Deaton dan Muellbauer 1980). Terdapat beberapa karakteristik spesifik dari model AIDS yaitu (1) model AIDS merupakan pendekatan orde pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, (2) dapat memenuhi aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, (3) dapat membuat agregasi dari konsumen tanpa menerapkan kurva engel yang linier dan sejajar, (4) mempunyai bentuk fungsi yang konsisten dengan data pengeluaran rumah tangga yang dimiliki, (5) mudah disetimasi (tidak perlu menggunakan pendugaan non linier), dan (6) dapat digunakan untuk menguji restriksi homogenitas dan simetri melalui hambatan linier terhadap parameter tetapnya. Pada dasarnya karakteristik-karakteristik tersebut juga terdapat pada model permintaan sebelumnya, namun masing-masing model tersebut tidak ada yang memuat secara keseluruhan karakteristik di atas secara keseluruhan (Deaton dan Muellbauer 1980; Nugraha 2001; Jamil 2015).

Ada berbagai kelebihan tersebut menyebabkan model AIDS banyak digunakan dalam mengstimasi fungsi permintaan dan sekaligus banyak dilakukan modifikasi terhadap model dasarnya. Pada dasarnya model AIDS merupakan model non linier yang disebabkan oleh adanya penggunaan indeks harga P pada modelnya. Namun juga terdapat beberapa pengembangan dari model AIDS yaitu melalui pendekatan nilai indeks P dengan mengeksploitasi hubungan kolinieritas antar

harga melalui penggunaan Indeks Stone (log P*= ΣkWk log Pk).

(23)

11 ekonometrika melalui teknik error correction yang diajukan oleh Engle dan Grenger untuk mengakomodasi kelemahan pada model statis (Wan et al. 2010; Jamil 2015).

Secara umum, model AIDS dapat digunakan untuk menganalisis sistem permintaan baik mikro maupun makro (Mutondo dan Henneberry 2007). Penerapan secara mikro salah satunya dapat mengakomodasi keputusan konsumen dalam menentukan seperangkat komoditi secara simultan (Nugraha 2001). Beberapa peneliti lain seperti Dey (2000), Kahar (2010), dan Jiumpanyarach (2011) juga menggunakan model AIDS untuk mengestimasi permintaan secara simultan di tingkat konsumen. Parameter yang diestimasi juga dapat digunakan untuk menghitung elastisitas baik elastisitas pengeluaran, elastisitas sendiri, maupun elastisitas silang. Perhitungan elastisitas dengan menggunakan parameter hasil pengolahan AIDS pernah dilakukan oleh Rifin (2010), Jabarin (2011), dan Jamil (2015).

Penggunaan model AIDS secara makro umumnya digunakan untuk menganalisis perdagangan internasional. Penggunaan model AIDS untuk mengestimasi persaingan antar negara dalam suatu pasar merupakan bentuk pengembangan model AIDS. Adanya penggunaan model AIDS secara makro ini didasarkan pada tujuan awal penemuan model AIDS oleh Deaton dan Muellbauer yaitu untuk mengestimasi permintaan secara agregat. Secara khusus model AIDS tersebut juga dapat digunakan untuk mengestimasi persaingan negara eksportir di pasar dunia (Rifin 2013; Chang dan Nguyen 2002; Aldila 2014) dan mengestimasi kompetisi impor di suatu negara (Mutondo dan Henneberry 2007; Wan et al. 2010; Boonsaeng 2010; Jamil 2015). Beberapa penelitian sebelumnya yang bertujuan menganalisis kompetisi ekspor atau impor suatu negara, secara umum menggunakan pangsa ekspor atau pangsa impor suatu negara ke negara/wilayah tujuan sebagai variabel dependen dan harga asal negara, nilai total dunia, serta indeks harga geometri Stone sebagai variabel independennya (Rifin 2010; Jamil 2015). Beberapa penelitian lainnya menambahkan variabel dummy sebagai variabel independen (Wan et al. 2010; Sari 2014). Penelitian yang menggunakan model AIDS juga pada umumnya dapat menggunakan berbagai jenis data yaitu data cross section, time series, dan panel

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional

(24)

12

penduduk selera maka produsen perlu melakukan pembelian dari luar negeri (Putong 2003).

Menurut Murni (2013), perdagangan internasional timbul karena adanya motivasi dari konsep pemikiran kaum merkantilisme pada abad ke 17. Kebijakan mekantilisme menekankan tolak ukur untuk kemakmuran suatu negara berdasarkan pada banyaknya logam mulia (emas) yang dapat dikumpulkan oleh negara tersebut. Hal ini hanya bisa dikumpulkan bila negara selalu mampu menciptakan surplus perdagangan. Oleh sebab itu negara harus melakukan ekspor, impor, dan berupaya mengoptimalkan surplus perdagangan. Para penganut merkantilisme berkeyakinan bahwa perdagangan internasional mempunyai efek multiplier terhadap peningkatan produk nasional, konsumsi, dan kesempatan kerja.

Secara umum terdapat tiga faktor yang menjadi alasan bagi negara melakukan perdagangan internasional. Faktor pertama adalah masalah keterbatasan sumberdaya. Setiap negara memiliki sumberdaya berbeda-beda baik itu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya modal. Hal ini berdampak pada kondisi ketersediaan produk yang berbeda, baik kualitas maupun kuantitas serta jenis produk di setiap negara. Faktor kedua adalah masalah pembiayaan dalam menghasilkan produk spesialisasi dan efisiensi. Kedua hal ini mendorong terjadinya economies of scale karena dalam proses produksi berlaku prinsip increasing return to scale yang artinya pertambahan skala tingkat pengembalian dari kegiatan produksi semakin besar sehingga biaya produksi semakin menurun. Efisiensi produksi sendiri dipengaruhi oleh teknologi dan kombinasi penggunaan sumberdaya. Faktor ketiga adalah masalah preferensi. Produk yang ada di suatu negara pada umumnya memiliki perbedaan pada kualitas dan atribut bukan harga. Oleh karena itu, Pemilihan produk yang akan dikonsumsi oleh masyarakat di suatu negara sangat bergantung pada selera dan tingkat pendapatan masyarakat (McConell dan Brue 2005; Murni 2013).

Secara umum, teori tentang perdagangan internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu teori klasik dan teori modern. Teori-teori yang termasuk teori klasik antara lain teori absolut advantage yang dikemukakan oleh Adam Smith dan teori comparative advantage yang dikemukakan oleh David Ricardo. Teori yang termasuk ke dalam teori modern yaitu teori yang dikemukakan oleh Heckser dan Ohlin. Salah satu teori modern yaitu teori proportion factor (Murni 2013).

Keunggulan mutlak (absolut advantage) merupakan keunggulan yang diperoleh oleh suatu negara baik karena keunggulan atau kelebihan alamiah (sumber daya alam) negaranya maupun karena kelebihan sumber daya manusianya sehingga produksi menjadi lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya (Putong 2003). Menurut Adam Smith, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain apabila masing-masing negara terdapat keunggulan secara mutlak dalam menghasilkan barang. Teori keunggulan absolut ini didasarkan pada

Labor theory of value” yang menyatakan nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang (Murni 2013).

(25)

13 bentuk yaitu (1) ekspor apabila produk tersebut dapat dihasilkan dengan biaya lebih murah, dan (2) impor apabila produk tersebut dihasilkan sendiri memerlukan ongkos yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain (Murni 2013).

Pada teori proportion factor, Heckscher dan Ohlin menganggap bahwa perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimiliki setiap negara akan menimbulkan perbedaan dalam opportunity cost untuk menghasilkan suatu produk. Konsep ini merupakan perluasan dari teori keunggulan komparatif yang dikemukakan Ricardo. Pada teori ini Heckscher dan Ohlin menyatakan keberadaan keunggulan komparatif suatu negara bergantung pada proporsi faktor produksi yang dimiliki negara tersebut dimana apabila suatu negara memiliki tenaga kerja lebih besar daripada barang modal maka dapat dikatakan bahwa harga tenaga kerja lebih murah daripada harga barang mesin. Kondisi ini akan mengarahkan kegiatan produksi di negara tersebut bersifat labor intensif dimana untuk dapat menghemat biaya produksi maka dilakukan pengalihan penggunaan barang modal ke tenaga kerja. Sebaliknya, jika suatu negara memiliki tenaga kerja lebih sedikit dari barang modal, maka biaya tenaga kerja akan lebih mahal. Kegiatan produksi akan bersifat capital intensif dimana untuk dapat menghemat biata produksi maka diutamakan menggunakan barang modal daripada tenaga kerja (Murni 2013).

Permintaan Impor

Kegiatan impor merupakan kegiatan ekonomi membeli produk luar negeri untuk keperluan atau dipasarkan di dalam negeri. Menurut Murni (2013), impor dapat berupa (1) sesuatu yang dapat dilihat secara fisik (visible import), (2) sesuatu yang tidak dapat dilihat (invisible import) diantaranya jasa perbankan, asuransi, dan kerja pariwisata perjalanan ke luar negeri, (3) modal yaitu dapat berupa investasi asing masuk ke dalam negeri dalam bentuk aset fisik atau deposito bank. Pada dasarnya impor suatu negara dilatarbelakangi adanya kesenjangan antara kebutuhan dan produksi dalam negeri akan produk tertentu. Dimana cenderung produksi dalam negeri tidak mampu memasok kebutuhan dalam negeri. Namun seiring dengan semakin terintegrasinya pasar suatu negara telah memicu perkembangan latar belakang impor dipilih sebagai alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Permintaan impor suatu negara merupakan selisih konsumsi domestik dikurangi produksi domestik dan dikurangi stok pada akhir tahun lalu. Secara matematik, fungsi permintaan impor dapat digambarkan sebagai berikut (Labys dalam Komarudin 2005) :

Mt = Ct - Qt - St-1 Dimana :

Mt = Jumlah impor pada tahun ke t

Ct = Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke t Qt = Jumlah produksi domestik pada tahun ke t St-1 = Sisa stok pada tahun ke t

(26)

14

impor (PMt). Dengan demikian, secara teoritis fungsi impor komoditas pertanian suatu negara dapat ditulis (Raswatie 2008) :

Mt = f(Qt, Ct, St-1, ERt, PMt) Dimana :

Mt = Jumlah impor pada tahun ke t

Ct = Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke t Qt = Jumlah produksi domestik pada tahun ke t St-1 = Sisa stok pada tahun ke t-1

ERt = Nilai tukar pada tahun ke t PMt = Harga impor tahun ke t

Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan impor. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi impor antara lain harga internasional, harga domestik, jumlah permintaan domestik, harga komoditi substitusi, serta produk domestik bruto negara tersebut (Jamil 2015). Selain itu, Oktaviani (dalam Purnamasari 2006) juga menyebutkan bahwa populasi juga mempengaruhi permintaan impor suatu negara.

Model Almost Ideal Demand System

Model AIDS merupakan model yang diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Deaton (dalam Jamil 2015) menyatakan bahwa AIDS merupakan suatu pengembangan dari kurva Engel dan persamaan Marshall yang diturunkan dari teori maksimisasi utilitas. Dimana model ini menyatakan hubungan antara pendapatan (yang didekati dari pengeluaran) dengan tingkat konsumsi, dengan fungsi awal sebagai berikut :

wi= αi+ i log x ... (1) Selain itu, Model ini merupakan pendekatan orde pertama dari suatu fungsi permintaan dengan titik awalnya adalah sebuah kelas preferensi individu yang spesifik. Dimana dimungkinkan pengagregasian yang tepat dari konsumen, sebagai gambaran dari permintaan pasar yang merupakan hasil pengambilan keputusan konsumen secara rasional. Kelas preferensi tersebut dikenal sebagai PIGLOG Class yang ditunjukan melalui fungsi biaya atau pengeluaran, yang menentukan pengeluaran minimum yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat utilitas khusus pada tingkat harga tertentu. Dengan kata lain, model tersebut didasarkan pada fungsi biaya yang menunjukkan biaya minimum dari kebutuhan konsumen dalam memaksimumkan utilitasnya pada tingkat harga tertentu. Kita dapat menotasikan fungsi tersebut c(u,p) untuk u adalah utilitas dan p adalah vektor harga, dan mendefinisikan PIGLOG Class sebagai berikut :

(27)

15 dari fungsi log a(p) dan log b(p). Bentuk logaritmanya dengan sejumlah k komoditi persamaan (2) tersebut dapat ditulis :

log c u, p = + ∑ log + ∑ ∑ ∗ log � � + � ∏ � .. (3)

dimana : α, , dan sebagai parameter

Agar fungsi biaya yang dihasilkan menjadi bentuk fungsi yang fleksibel, fungsi tersebut harus memiliki sejumlah parameter yang mencukupi, sehingga pada

semabarang titik, turunan ∂c/∂p, ∂c/∂u, ∂βc/∂pipj, ∂βc/∂uβ dapat dianggap sama

dengan fungsi-fungsi biaya yang berubah. Dengan kata lain dilakukan derivasi parsial terhadap harga.

∂ ln c (u, p) / ∂ ln pi = qi ... (4) Dengan asumsi nilai u yang konstan serta mengalikan kedua sisi dengan pi / c(u,p) maka pi qi / c(u,p) = wi, sehingga persamaan (3) menghasilkan fungsi permintaan berupa budget share komoditi i atau dinotasikan wi :

� = + ∑ log + � ∏ �

Berdasarkan tujuan memaksimalkan kepuasan konsumen, total pengeluaran X sama dengan c (u,p), sehingga u dan budget share dapat dinyatakan sebagai fungsi dari pengeluaran dan harga dalam bentuk :

� = + ∑ log + log { / }

Keterangan : x/p adalah pendapatan yang dibagi oleh indeks harga P. Dimana dengan bentuk fungsional sebagai berikut :

� � = + ∑ log + ∑ ∑ � � log

Indeks harga dalam bentuk fungsional tersebut akan membentuk persamaan AIDS yang cenderung non linear, sehingga nilai P (Price indeks) diestimasi dengan

Stone’s Price indeks :

log = ∑ log

Dengan demikian persamaan (6) menjadi model Linier Approximation AIDS:

log = + ∑ log + � � − ∑ log

... (5)

... (6)

... (7)

... (8)

(28)

16

Dimana secara umum model AIDS dapat bersifat restricted atau unrestricted, dimana model restricted mengharapkan terpenuhinya beberapa asumsi dari fungsi permintaan. Tiga restriksi yang harus dimasukkan ke dalam model agar asumsi maksimasi kepuasan dapat terpenuhi adalah :

1) Aditivitas/ Adding Up

Suatu syarat yang menunjukkan bahwa total pengeluaran pada fungsi permintaan sama dengan total pendapatan. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut :

i ai = 1,

i ij = 0,

j i = 0 ... (10) Dimana pi adalah harga komoditi ke-i, qi adalah kuantitas komoditi ke-i dan I adalah pendapatan.

2) Homogenitas

Persyaratan yang menyebutkan bahwa jika pendapatan dan harga berubah dalam proporsi yang sama, maka permintaan terhadap suatu komoditas tidak akan berubah. Hal ini merupakan implikasi dari sifat fungsi permintaan yang homogen berderajat nol terhadap harga dan permintaan. Bentuk matematisnya adalah sebagai berikut :

i ij = 0 ... (11) dimana :

ij = elastisitas harga silang komoditas ke–i terhadap harga komoditas ke–j

℮i = elastisitas pendapatan komoditas ke–i

3) Simetri

ij

=

ji ... (12)

Selain itu, fungsi biaya AIDS yang berbentuk fleksibel yang diturunkan dari fungsi permintaan persamaan merupakan first order approximation dari perilaku konsumen dalam memaksimumkan kepuasaannya. Dalam hal maksimasi kepuasaan tidak terpenuhi atau tidak diasumsikan terjadi, fungsi permintaan AIDS tetap merupakan fungsi yang berhubungan dengan pendapatan dan harga, sehingga tanpa restriksi homogenity dan symmetry, fungsi tersebut masih merupakan first order approximation terhadap fungsi permintaan secara umum.

Kerangka Pemikiran Operasional

(29)

17 impor yang penting adanya yaitu minyak kelapa sawit (Palm Oil). Impor minyak kelapa sawit dilatarbelakangi tidak adanya produksi minyak kelapa sawit di wilayah tersebut.

Pada umumnya, impor minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman tidak semata-mata hanya untuk mencukupi kebutuhan bahan baku produksi makanan dan kosmetik di dalam negeri. Adanya kebijakan Uni Eropa tentang penggunaan sumberdaya terbarukan sebesar 20 persen untuk energi dan setidaknya 10 persen untuk bahan bakar transportasi dengan target capaian tahun 2020 di kawasan Uni Eropa, mendorong negara-negara tersebut semakin gencar mengimpor minyak kelapa sawit guna mencukupi kebutuhan bahan baku produksinya. Kondisi iklim yang tidak sesuai dengan habitat tanaman kelapa sawit menjadi masalah utama bagi Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman untuk memproduksi minyak kelapa sawit sendiri. Untuk itu negara-negara tersebut melakukan upaya peningkatan impor minyak kelapa sawit dalam jumlah yang besar agar dapat meningkatkan produksinya.

Adanya peningkatan impor minyak kelapa sawit yang dilakukan negara-negara tersebut menjadi peluang bagi negara-negara produsen minyak kelapa sawit untuk lebih meningkatkan pasokannya ke Eropa 4. Hal ini mendorong negara eksportir utama minyak sawit di Eropa 4 seperti Indonesia dan Malaysia untuk semakin memperbesar pasokan minyak kelapa sawit mereka ke wilayah tersebut. Kondisi ini secara tidak langsung telah menciptakan persaingan antar produsen minyak kelapa sawit di Eropa 4. Para negara produsen bersaing untuk memperbesar market share minyak kelapa sawitnya di Eropa 4.

(30)

18

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Opersional

4

METODE PENELITIAN

Waktu Penelitian

Penelitian mengenai analisis permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 ini sebagian besar menggunakan pendekatan ekonometrika. Pendekatan tersebut digunakan untuk melihat fenomena perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4 yang dituangkan dalam model ekonometrika. Pendekatan yang digunakan telah memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis terhadap data-data empirik yang ada. Data-data-data empirik tersebut telah dikumpulkan peneliti selama bulan Maret hingga Juni 2016.

Peningkatan kebutuhan minyak kelapa sawit di Eropa 4

Persaingan Indonesia dan Malaysia sebagai pemasok terbesar minyak

kelapa sawit ke Eropa 4

 Peningkatan permintaan produk makanan dan kosmetik di Eropa 4

 Kebijakan penggunaan sumberdaya terbarukan sebesar 20 persen dan setidaknya 10 persen untuk bahan bakar transportasi di kawasan Uni Eropa tahun 2020

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak kelapa sawit

Indonesia di Eropa 4

Kesimpulan

Saran Model AIDS

(31)

19 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan merupakan data time series yang berasal dari dua sumber yaitu UN Comtrade dan WorldBank. Data time series yang digunakan untuk negara Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman adalah 18 tahun. Data perdagangan yang digunakan adalah data perdagangan minyak sawit dengan kode hs 1511. Penggunaan data dalam penelitian ini secara detail disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

No. Jenis data Sumber data

1. Impor minyak kelapa sawit Belanda, Italia, Spanyol, dan Jerman

UN Comtrade

2. Nilai tukar riil, populasi, GDP WorldBank 3. Harga impor minyak kelapa sawit

Indonesia menggunakan pendekatan model almost ideal demand system (AIDS). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa aplikasi yaitu STATA 12.

Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Model almost ideal demand system (AIDS) digunakan untuk menjawab masalah mengenai persaingan minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa 4. Negara yang dijadikan kompetitor dalam penelitian ini adalah negara Malaysia. Malaysia merupakan eksportir terbesar disamping Indonesia yang memasok minyak kelapa sawit ke Eropa 4. Spesifikasi aproksimasi linier dari model AIDS (LA AIDS) yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

= + ∑ = ln + ln ∗ + θiln ER+ λiln PS+ σi ln POP+ £i ln GDP+

ɸi ln IMP+ e

Keterangan :

wi = share dari sumber impor minyak kelapa sawit p = harga minyak kelapa sawit (US$/ton)

x = total nilai impor (US$) p* = indeks harga stone

(32)

20

PS = harga barang subtitusi (US$/ton) POP = populasi (jiwa)

GDP = gross domestic bruto (US$)

IMP = total impor minyak kelapa sawit di tahun sebelumnya (ton) e = galat

Moschini (2000 dalam Rifin 2011) berpendapat bahwa indeks harga geometrik stone dapat mempengaruhi sifat perhitungan model AIDS karena tidak invarian terhadap perubahan unit pengukuran. Untuk itu Moschini menyarankan penggunaan indeks harga stone terkoreksi yang menggunakan log-linear versi indeks Laspeyres sebagai berikut.

ln �∗ = ∑ � =

� �

Dimana : = harga di tahun dasar

Berdasarkan persamaan dasar ini, maka terbentuk dua model persamaan untuk masing-masing negara eksportir. Persamaan pertama adalah model persamaan untuk negara Indonesia. Persamaan kedua adalah model persamaan untuk negara Malaysia. Kedua persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut.

� = + ln �+ ln + ln � + ln ∗ + θ1ln ER + λ1 ln

PS + σ1 ln POP + £1ln GDP + ɸ1 ln IMP + e

= + ln �+ ln + ln � + ln ∗ + θ2ln ER + λ2 ln

PS + σ2 ln POP + £2ln GDP + ɸ2 ln IMP + e

Keterangan :

α

1,

α

2,

α

3 = Intersep

1, ..., 6, 1, 2, θ1, θ2, λ1, λ2, σ1, σ2, £1, £2, ɸ1, ɸ2 = Koefisien pind = Harga minyak kelapa sawit Indonesia (US$/ton) pmly = Harga minyak kelapa sawit Malaysia (US$/ton)

prow = Harga minyak kelapa sawit sumber impor lainnya Rest of World (US$/ton) x/p* = total nilai impor (yang dipengaruhi oleh indeks harga stone) (US$) ER = nilai tukar riil (EUR/US$)

PS = harga barang subtitusi (US$/ton) POP = populasi (jiwa)

GDP = gross domestic bruto negara Eropa 4 (US$)

IMP = total impor minyak kelapa sawit di tahun sebelumnya (ton) e = galat

(33)

21 untuk bahan masakan namun juga terhadap pengembangan biodiesel. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ketiga jenis tanaman lokal tersebut diduga merupakan barang pengganti dari minyak kelapa sawit di Eropa 4, sehingga tanaman tersebut digunakan sebagai barang pengganti dimana rapeseed oil untuk negara Belanda dan Jerman, minyak zaitun (olive oil) untuk negara Spanyol, dan minyak bunga matahari (sunflower oil).

Pengolahan data untuk model AIDS digunakan alat bantu berupa aplikasi STATA 12. Untuk menentukan koefisien regresi pada model digunakan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) pada STATA 12. Kedua persamaan diatas juga direstriksi menggunakan kendala homogenity, symmetry. Sifat adding up sendiri telah terpenuhi dengan sendirinya dalam model yang merupakan salah satu keunggulan dari model AIDS.

Dari parameter-parameter yang telah diestimasi selanjutnya ditentukan nilai elastisitas dari masing-masing negara eksportir. Nilai elastisitas dihitung dengan tujuan untuk melihat gambaran persaingan yang terjadi diantara kedua negara tersebut. Nilai elastisitas yang dihitung berupa (1) elastisitas harga sendiri, (2) elastisitas harga silang, dan (3) elastisitas pengeluaran, yang dirumuskan sebagai berikut (Jung dan Koo 2002).

Elastisitas harga sendiri (Uncompensated)

� = − + −

Keterangan :

δ = knocker delta (dimana δij= 1 dan δij = 0 untuk i tidak sama dengan j)

Beberapa ukuran pada nilai elastisitas harga sendiri model almost ideal demand system (AIDS), yaitu :

a. Ep = 0 (Inelastis sempurna)

Artinya adanya perubahan harga minyak kelapa sawit negara pengekspor tidak mempengaruhi pangsa pasarnya di Eropa 4 (tidak berubah/konstan).

b. 0 < Ep < 1 (Inelastis)

Artinya adanya perubahan harga minyak kelapa sawit negara pengekspor mempengaruhi perubahan pangsa pasarnya di Eropa 4 dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harganya.

c. Ep = 1 (Elastis uniter)

Artinya adanya perubahan harga minyak kelapa sawit negara pengekspor mempengaruhi perubahan pangsa pasarnya di Eropa 4 dengan persentase yang sama dengan perubahan harganya.

d. 1 < Ep < ∞ (Elastis)

(34)

22

e. Ep = ∞ (Elastis sempurna)

Artinya harga minyak kelapa sawit negara pengekspor tidak berubah (tetap/konstan), berapapun pangsa pasar minyaknya di Eropa 4.

Elastisitas harga silang (Compensated)

�∗ = − + +

Keterangan :

δ = knocker delta (dimana δij= 1 dan δij = 0 untuk i tidak sama dengan j)

Beberapa ukuran pada nilai elastisitas harga silang model almost ideal demand system (AIDS), yaitu :

a. Ec > 0 (positif)

Barang subsitusi, artinya kenaikan harga barang substitusi minyak kelapa sawit dari suatu negara pengekspor tertentu berakibat pada meningkatnya pangsa pasar.

b. Ec < 0 (negatif)

Barang komplementer, artinya jumlah yang diminta turun, saat pendapatan naik.

Elastisitas pengeluaran

� = +

Beberapa ukuran pada nilai elastisitas pengeluaran model almost ideal demand system (AIDS), yaitu :

a. Ei > 0

Artinya pangsa pasar minyak kelapa sawit suatu negara pengekspor minyak kelapa sawit tertentu naik, sejalan dengan kenaikan impor minyak kelapa sawit di Eropa 4.

b. Ei < 1

Artinya pangsa pasar minyak kelapa sawit suatu negara pengekspor tertentu turun, sementara nilai impor minyak kelapa sawit di Eropa 4 naik.

(35)

23

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Persaingan Minyak Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia di Eropa 4 Model AIDS yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah fungsi permintaan yang menjelaskan bagaimana tingkat persaingan diantara kedua negara produsen minyak kelapa sawit di Eropa 4. Sebagai model dari fungsi permintaan, model AIDS harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu adding up, homogenity, dan symmetry. Menurut Deaton (1980), syarat adding up secara otomatis sudah terpenuhi dalam model AIDS. Sementara kedua persyaratan lainnya yaitu homogenity dan symmetry diretriksi ke dalam model AIDS yang diestimasi dengan pertimbangan bahwa hal tersebut merupakan sifat utama dari suatu fungsi permintaan. Akan tetapi di dalam penelitian ini tidak dilakukan uji untuk mengecek pengaruh dari retriksi tersebut pada model. Hasil dari analisis model akan dijelaskan berdasarkan negara sebagai berikut.

Belanda

Belanda merupakan salah satu negara pengimpor minyak kelapa sawit di Eropa 4. Berdasarkan track record-nya, Belanda adalah negara yang paling banyak mengimpor minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Minyak kelapa sawit yang paling banyak diimpor Belanda sebagian besar berasal dari Indonesia dan Malaysia. Besarnya share rata-rata negara tersebut dalam impor minyak kelapa sawit Belanda dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor Belanda Share rata-rata

Indonesia 40.59%

Malaysia 46.95%

Lainnya 12.46%

Tabel 4 menunjukkan share rata-rata impor minyak kelapa sawit di negara Belanda. Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa pangsa minyak kelapa sawit Indonesia di Belanda selama 17 tahun terakhir hanya memegang 40.59 persen dari total impor minyak kelapa sawit Belanda. Proporsi ini lebih kecil dibandingkan dengan pangsa impor minyak kelapa sawit Malaysia yang memegang 46.95 persen dari total impor minyak kelapa sawit Belanda. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa posisi share rata-rata minyak kelapa sawit Indonesia selama 17 tahun terakhir masih berada dibawah Malaysia.

(36)

24

konsumen, dan pemerintah guna pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Hasil perhitungan elastisitas yang didapatkan tersaji pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia memiliki sifat yang elastis di Belanda. Nilai elastisitas -4.105 pada minyak kelapa sawit Indonesia memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan impor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 4.105 persen. Sementara elastisitas CPO Malaysia yang bernilai -5.158 mengandung arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan impor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 5.158 persen. Nilai elastisitas Malaysia yang lebih besar daripada Indonesia secara tidak langsung mencerminkan bahwa minyak kelapa sawit Malaysia memiliki tingkat kepekaan yang lebih sensitif terhadap harga dibandingkan dengan minyak kelapa sawit Indonesia.

Tabel 5 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Belanda Indonesia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia -4.105 - 0.412

Malaysia - 3.956 -

ROW - -0.018 -

Malaysia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia - 3.420 -

Malaysia -5.158 - 1.401

ROW - 1.079 -

Jika dilihat dari nilai elastisitas harga silang, minyak kelapa sawit Indonesia memiliki hubungan subtitusi dengan minyak kelapa sawit Malaysia dan memiliki hubungan komplementer dengan minyak kelapa sawit Rest of World. Nilai 3.956 pada elastisitas silang antara Indonesia dan Malaysia memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pangsa impor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 3.956 persen. Sementara, minyak kelapa sawit Malaysia terlihat memiliki hubungan subtitusi baik pada Indonesia dan Rest of World. Nilai 3.420 pada elastisitas silang antara Malaysia dan Indonesia memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pangsa impor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 3.420 persen.

(37)

25 sebesar 1 persen maka akan meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1.280 persen.

Italia

Italia juga merupakan salah satu negara pengimpor minyak kelapa sawit di Eropa 4. Berdasarkan data statistik UN Comtrade (2016), Italia menjadi negara kedua yang paling banyak mengimpor minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Sebagian besar impor minyak kelapa sawit Italia berasal dari Indonesia dan Malaysia. Besarnya share rata-rata minyak kelapa sawit negara tersebut dalam impor Italia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor Italia Share rata-rata

Indonesia 45.40%

Malaysia 27.05%

Lainnya 27.55%

Tabel 6 menunjukkan share rata-rata impor minyak kelapa sawit asal Indonesia dan Malaysia di Italia. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa share rata-rata minyak kelapa sawit Indonesia mendominasi dalam impor minyak kelapa sawit Italia. Indonesia memiliki share rata-rata sebesar 45.40 persen pada pasar Italia, sedangkan Malaysia dan lainnya hanya memiliki share rata-rata masing-masing sebesar 27.05 persen dan 27.55 persen di pasar Italia. Indonesia memiliki pangsa yang lebih besar dibandingkan Malaysia dalam impor minyak kelapa sawit Italia. Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa selama 17 terakhir, posisi share rata-rata minyak kelapa sawit Indonesia berada diatas Malaysia dalam impor minyak kelapa sawit Italia.

Dari hasil perhitungan elastisitas yang telah dilakukan untuk minyak kelapa sawit, didapatkan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Italia memiliki sifat elastis. Hal tersebut terlihat dari nilai elastisitas sendiri minyak kelapa sawit kedua negara yang memiliki nilai lebih dari 1 (>1). Perhitungan elastisitas ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Italia Indonesia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia -2.190 - 0.145

Malaysia - 1.642 -

ROW - 0.482 -

Malaysia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia - 2.757 -

Malaysia -2.201 - 0.693

(38)

26

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa nilai elastisitas harga sendiri pada minyak kelapa sawit Indonesia adalah -2.190. Hal ini memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan impor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 2.190 persen di Italia. Sementara nilai elastisitas harga sendiri minyak kelapa sawit Malaysia adalah -2.201 yang berarti ketika terjadi kenaikan harga pada minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan impor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 2.201 persen di Italia.

Dari Tabel 7 juga dapat dilihat hubungan antara minyak kelapa sawit dari Indonesia, Malaysia, dan Rest of World di pasar Italia. Minyak kelapa sawit Indonesia memiliki hubungan substitusi dengan minyak kelapa sawit Malaysia dan Rest of World. Elastisitas harga silang minyak kelapa sawit Indonesia yang bernilai nilai 1.642 terhadap minyak kelapa sawit Malaysia memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pangsa impor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 1.642 persen di Italia. Disisi lain, minyak kelapa sawit Malaysia di pasar Italia ternyata memiliki hubungan yang substitusi dengan Indonesia dan komplementer dengan minyak kelapa sawit Rest of World. Nilai elastisitas silang minyak kelapa sawit Malaysia yang sebesar 2.757 terhadap minyak kelapa sawit Indonesia memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pangsa impor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 2.757 persen.

Elastisitas pengeluaran baik pada Indonesia dan Malaysia memiliki nilai yang positif. Minyak kelapa sawit Indonesia memiliki nilai elastisitas pengeluaran sebesar 0.145 yang berarti bahwa ketika terjadi peningkatan pengeluaran untuk impor minyak kelapa sawit Italia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 0.145 persen. Sementara minyak kelapa sawit Malaysia yang memiliki nilai elastisitas pengeluaran sebesar 0.693 memiliki arti bahwa ketika terjadi peningkatan pengeluaran untuk impor minyak kelapa sawit Italia sebesar 1 persen maka akan meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 0.693 persen.

Spanyol

Spanyol adalah salah satu negara yang termasuk pengimpor minyak kelapa sawit di Eropa 4. Berdasarkan data statistik UN Comtrade (2016), Spanyol menjadi negara ketiga dengan impor minyak kelapa sawit terbanyak di Uni Eropa. Impor minyak kelapa sawit Spanyol sebagian besar berasa dari Indonesia dan Malaysia. Besarnya share rata-rata minyak kelapa sawit dari kedua negara tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 8 Share minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam impor Spanyol Share rata-rata

Indonesia 57.71%

Malaysia 16.92%

(39)

27 Dari data share rata-rata minyak kelapa sawit seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8, minyak kelapa sawit asal Indonesia memiliki pangsa yang paling besar dalam impor minyak kelapa sawit Spanyol. Share rata-rata minyak kelapa sawit dari Indonesia dalam impor minyak kelapa sawit di Spanyol adalah sebesar 60.35 persen. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa sawit dari Malaysia yang hanya memiliki pangsa 12.57 persen dalam impor minyak kelapa sawit Spanyol. Hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa selama 17 tahun terakhir, share rata-rata minyak kelapa sawit Indonesia berada diatas minyak kelapa sawit Malaysia dalam impor minyak kelapa sawit Spanyol.

Selanjutnya pada hasil perhitungan elastisitas minyak kelapa sawit, didapatkan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia bersifat elastis di Spanyol. Jika dilihat dari nilai elastisitas kedua negara seperti yang tersaji pada Tabel 9, didapatkan bahwa minyak kelapa sawit Malaysia lebih sensitif terhadap perubahan harga (lebih elastis) dibandingkan dengan minyak kelapa sawit Indonesia. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas harga sendiri Malaysia yang lebih besar daripada nilai elastisitas harga sendiri Indonesia. Nilai elastisitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Spanyol Indonesia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia -2.280 - 1.058

Malaysia - 0.454 -

ROW - 1.215 -

Malaysia

Negara Harga Sendiri Harga Silang Pengeluaran

Indonesia - 1.550 -

Malaysia -3.449 - 0.636

ROW - 1.790 -

Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa elastisitas harga sendiri minyak kelapa sawit Malaysia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan elastisitas harga sendiri minyak kelapa sawit Indonesia di Spanyol. Nilai elastisitas harga sendiri minyak kelapa sawit Indonesia adalah sebesar -2.280 yang berarti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 2.280 persen di Spanyol. Sementara nilai elastisitas harga sendiri minyak kelapa sawit Malaysia yang sebesar -3.449 memiliki arti bahwa ketika terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit dari Malaysia sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 3.449 persen di Spanyol.

Gambar

Tabel 1 Permintaan minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Opersional
Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
Tabel 5 Nilai elastisitas minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia di Belanda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Inggris yang komunikatif. Kemudian pada tahun 2012 ia mendapat beasiswa ke Australia untuk melanjutkan S2 selama 2 tahun. Yang kemudian pada tahun 2014 ia kembali ke

- Hasil penelitian ini memiliki korelasi positif dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Januhari (2015) mengenai Perancangan Sistem Informasi Peminjaman Penggunaan

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Setiap stasiun televisi memiliki kekuatan berbeda-beda dalam mengakuisisi program, contohnya di RCTI, mereka lebih banyak mengakuisisi program lokal dibanding dengan

WONG PING FOO KLINIK KESIHATAN CHERAS BARU, JALAN 16, KAMPUNG CHERAS BARUOFF JALAN KUARI, 59200 KUALA LUMPUR.

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

Puan Noriah Kasnon: Memang Yang Berhormat itu sebab saya bersetuju dengan Yang Berhormat, sebab kita melampaui fahaman politik tentang perjuangan hak-hak wanita ataupun

Kajian yang didasarkan dari hasil analisis pengukuran jumlah biomasa ve- getasi di bagian atas permukaan dan di bagian bawah permukaan di hutan rawa gambut dilakukan