PREFERENSI POLITIK
(
Studi Tentang Perilaku Pemilih di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-Pare pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) Tahun 2008)
O
L
E
H
Sandra Tiffany C.R
050906053
Dosen
Pembimbing
:
Drs.Zakaria Taher, MSP
Dosen Pembaca
: Warjio , S.S, MA
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Pertama-tama dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan
syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya akhirnya
penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir penulis yaitu berupa
sebuah skripsi.
Skripsi ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP USU), untuk melengkapi syarat-syarat bagi
penulis untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos). Pada kesempatan yang
berbahagia ini penulis memilih satu judul yaitu:
“PREFERENSI POLITIK: Studi Tentang Perilaku Pemilih di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2008)”
Menyadari karena keterbatasan pengetahuan teoritis dan praktis, bahwa
uraian dalam skripsi ini masih memiliki kekurangan yang jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis masih mengharapkan kritik-kritik dan
saran-saran yang konstruktif dari para pembaca tentang segala kekurangan dan
kelemahan yang terdapat didalam skripsi ini.
Atas bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan ini maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kepada Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera utara:
- Dekan : Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA
- Pembantu Dekan II : Drs. Mukti Sitompul, M.Si
- Pembantu Dekan III : Drs. Burhannudin, M.Si
2. Kepada Bapak Drs. Heri Kusmanto,MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
3. Kepada Bapak Drs. Zakaria Taher, MSP sebagai Dosen Pembimbing
4. Kepada Bapak Warjio, SS, MA sebagai Dosen Pembaca
5. Kepada Bapak Drs. Antonius Sitepu, M.Si sebagai Dosen Penguji
6. Kepada seluruh Dosen dan Asisten Dosen yang telah mengajar penulis
serta seluruh staf Departemen Ilmu Politik FISIP USU
7. Kepada Bapak Buyung AN sebagai Lurah Kelurahan Perkebunan
Sipare-pare dan Seluruh Staf Pegawai Kelurahan
8. Kepada Kedua orang tua saya, H. Rahmad Roib dan Hj. Nurhayati Sinaga.
Terima kasih atas segala dukungan dan doanya hingga saya diberikan
kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada Kakak dan Adik saya, Zaini Widya Ramadhani, SE dan Nurul
Nazmi Anissa. Terima kasih atas dukungannya yang sangat berarti buat
saya.
10. Kepada Opung Hj.Nuraini Panjaitan dan Alm H.M.R. Sinaga dan seluruh
keluarga besar Sinaga yang selalu memberikan dukungan dan motivasi
11. Kepada teman-teman saya, Annisa’G, Abdu’G, Titin’G, Dame’G, Robi,
Taufik, Dayat, Hendra, Jean Ari dan seluruh mahasiswa stambuk 05,
Terima kasih atas saran dan kritiknya selama ini.
12. Buat Ayu, Eka, Maya, Ijal, Teo dan teman-teman alumni 12 SMAN 1 Sei
Suka.Terima kasih atas semua perhatian yang sudah diberikan.
13. Buat Susan, Ari, Lilis, Lia, Ijonk, Bona, Dedy, Mansur, dan seluruh
alumni SMU 4 P.Siantar, terima kasih dukungannya selama ini.
Hormat saya,
ABSTRAKSI
Nama : Sandra Tiffany CR. Nim : 050906053 Departemen : Ilmu Politik
Judul : PREFERENSI POLITIK
(Studi Tentang Perilaku Pemilih Di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Bupati) Tahun 2008)
(Rincian Isi Skripsi: skripsi ini terdiri dari 72 Hal, 14 Buku, 2 Jurnal, 30 Tabel)
Skripsi ini membahas mengenai perilaku pemilih. Perilaku pemilih telah menjadi pembahasan yang sangat menarik didalam proses demokrasi terutama didalam Pemilihan Umum. Perilaku pemilih menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan tujuan orang perorangan. Dalam Skripsi ini menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dilapangan dengan menggunakan analisa kualitatif. Data - data yang terkumpul melalui kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan akan dianalisa. Penelitian ini menggunakan 86 responden sebagai sumber utama.
Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah Lingkungan IV Perkebunan Sipare-pare. Daerah ini memiliki jumlah penduduk sebesar 6355 jiwa yang terdiri dari 1262 KK (Kepala Keluarga), 23 RW, 84 RT dengan luas wilayah sebesar 2274 Hektar yang terdiri dari sektor pertanian dan fasilitas prasarana sosial. Daerah ini tidak pernah mengalami kejadian-kejadian yang mencolok seperti adanya penyakit dan tindakan kriminal yang berlebihan.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pilihan masyarakat tidak dipengaruhi oleh media massa dan keikutsertaan calon independen dalam pemilihan umum kepala daerah. Pilihan masyarakat jatuh kepada faktor kepribadian seorang calon kepala daerah atau dipengaruhi oleh faktor psikologis; adanya faktor ideologis (baik ideologi partai maupun keagamaan) atau pilihan masyarakat dipengaruhi faktor sosiologis; adanya faktor rasionalitas yang artinya masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan kepada program yang disampaikan calon kandidat.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
ABSTRAK...iv
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 9
1.3. Tujuan Penelitian... 9
1.4. Manfaat Penelitian... 10
1.5. Kerangka Teori 1.5.1.Pendekatan Dalam Memahami Model Perilaku Politik... 10
1.5.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik ... 18
1.5.3.Pemilihan Kepala Daerah ... 21
1.5.4.Rekrutmen Politik ... 24
1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1.Jenis Penelitian... 27
1.6.2.Lokasi Penelitian... 27
1.6.3.Populasi dan Sampel ... 27
1.6.4.Teknik Pengumpulan Data... 29
1.6.5.Teknik Analisa Data ... 29
BAB II DESKRIPSI LOKASI
2.1. Gambaran Umum ... 31
2.1.1. Letak Secara Geografis... 31
2.1.2. Demografis ... 33
2.1.2.1.Komposisi penduduk berdasarkan agama ... 33
2.1.2.2.Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 34
2.1.2.3.Komposisi penduduk berdasarkan umur ... 35
2.1.2.4.Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan ... 36
2.1.2.5.Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian.. 38
2.1.3. Fasilitas Kelurahan ... 39
2.1.3.1.Prasarana Pendidikan... 39
2.1.3.2.Prasarana Rumah Ibadah ... 41
2.1.4. Organisasi di kelurahan ... 43
2.1.5. Jumlah Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Batubara Berdasarkan Jenis Kelamin... 43
2.1.6. Rekapitulasi Suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) ... 45
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA 3.1. Karakteristik Responden ... 47
3.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 47
3.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48
3.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ... 49
3.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Etnis ... 50
3.1.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir .... 52
3.2. Identifikasi Pilihan Masyarakat ... 53
3.3. Pengaruh Calon Independen... 60
3.4. Pengaruh Media Massa 3.4.1. Sumber Informasi Responden Berkenaan Dengan Pemilihan Kepala Daerah... 63
3.4.2. Sumber Utama Responden Mendapatkan Informasi mengenai Peserta Pemilihan Kepala Daerah ... 64
3.4.3. Media Massa Yang sering dibaca Oleh Responden ... 66
3.4.4. Tanggapan Responden Tentang Kampanye ... 67
3.4.5. Pengaruh Kampanye Terhadap Pilihan Responden... 68
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pola Tata Guna Tanah... 32
Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 34
Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35
Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur ... 35
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 36
Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 38
Tabel 7. Prasarana dan sarana pendidikan di Kelurahan Sipare-Pare... 40
Tabel 8. Jumlah Prasarana Rumah Ibadah ... 42
Tabel 9. Jumlah Daftar Pemilih Tetap ... 43
Tabel 10. Rekapitulasi Suara ... 45
Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 47
Tabel 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48
Tabel 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ... 49
Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Etnis... 50
Tabel 15. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama ... 51
Tabel 16. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 52
Tabel 17. Partisipasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pemilihan... 53
Tabel 18. Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Yang Dilakukan Sudah Menampung Aspirasi Masyarakat... 54
Tabel 20. Pilihan Responden Dalam Pemilihan Kepala Daerah... 55
Tabel 21. Bentuk Partisipasi Yang Dilakukan Responden Dalam
Pemilihan Kepala Daerah ... 56
Tabel 22. Preferensi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala
Daerah (Bupati)... 57
Tabel 23. Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Responden
Terhadap Calon Independen ... 60
Tabel 24. Jawaban Responden Mengenai Calon Independen Sebagai
Kepala Daerah... 61
Tabel 25. Alasan Responden Terhadap Calon Independen ... 62
Tabel 26. Sumber Informasi Responden Berkenaan Dengan Pemilihan
Kepala Daerah... 63
Tabel 27. Sumber Utama Responden Dalam Mencari Informasi Tentang
Peserta Pemilihan Kepala Daerah (Bupati)... 64
Tabel 28. Media Cetak Yang Sering Dibaca Oleh Responden ... 66
Tabel 29. Tanggapan Responden Tentang Kampanye Calon Kandidat .... 67
ABSTRAKSI
Nama : Sandra Tiffany CR. Nim : 050906053 Departemen : Ilmu Politik
Judul : PREFERENSI POLITIK
(Studi Tentang Perilaku Pemilih Di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Bupati) Tahun 2008)
(Rincian Isi Skripsi: skripsi ini terdiri dari 72 Hal, 14 Buku, 2 Jurnal, 30 Tabel)
Skripsi ini membahas mengenai perilaku pemilih. Perilaku pemilih telah menjadi pembahasan yang sangat menarik didalam proses demokrasi terutama didalam Pemilihan Umum. Perilaku pemilih menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan tujuan orang perorangan. Dalam Skripsi ini menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dilapangan dengan menggunakan analisa kualitatif. Data - data yang terkumpul melalui kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan akan dianalisa. Penelitian ini menggunakan 86 responden sebagai sumber utama.
Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah Lingkungan IV Perkebunan Sipare-pare. Daerah ini memiliki jumlah penduduk sebesar 6355 jiwa yang terdiri dari 1262 KK (Kepala Keluarga), 23 RW, 84 RT dengan luas wilayah sebesar 2274 Hektar yang terdiri dari sektor pertanian dan fasilitas prasarana sosial. Daerah ini tidak pernah mengalami kejadian-kejadian yang mencolok seperti adanya penyakit dan tindakan kriminal yang berlebihan.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pilihan masyarakat tidak dipengaruhi oleh media massa dan keikutsertaan calon independen dalam pemilihan umum kepala daerah. Pilihan masyarakat jatuh kepada faktor kepribadian seorang calon kepala daerah atau dipengaruhi oleh faktor psikologis; adanya faktor ideologis (baik ideologi partai maupun keagamaan) atau pilihan masyarakat dipengaruhi faktor sosiologis; adanya faktor rasionalitas yang artinya masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan kepada program yang disampaikan calon kandidat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem demokrasi dimana
rakyat memiliki peranan penting didalam urusan negara, atau demokrasi
merupakan kekuasaan rakyat berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan
rakyat ikut mengambil bagian dalam pemerintahan. Oleh karena itu, kekuasaan
para pemimpin dan pejabat formal itu bukan muncul dari pribadinya, akan tetapi
merupakan titipan rakyat atau merupakan kekuasaan yang dilimpahkan rakyat
kepada pemimpin dan pribadi-pribadi penguasa. Rakyat membuat kontrak social
lewat perwakilannya untuk mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah
yang dipilih. Maka akan ada aturan main yang berupa Undang-Undang Dasar,
Undang- Undang, Peraturan Hukum dan sebagainya. Kemudian dibuat dan
ditetapkan dengan maksud agar dengan sarana-sarana kekuasaan titipan yang
dilaksanakan oleh pejabat atau penguasa itu benar-benar mulus lurus, benar dan
jujur, demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Dan tidak dimanipulasikan
demi kepentingan pribadi para pemimpin dan pejabat untuk mengeruh keuntungan
dan memperkaya diri.1
Pembuatan kontrak sosial tersebut dilakukan melalui pemilu (pemilihan
umum) yakni sarana demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang
berhak menduduki kursi di lembaga politik negara, legislatif dan eksekutif.
Melalui pemilu rakyat memilih figur yang dapat dipercaya yang akan mengisi
1
jabatan legislatif dan jabatan eksekutif. Dalam pemilu, rakyat yang telah
memenuhi persyaratan untuk memilih, secara bebas dan rahasia, menjatuhkan
pilihannya pada figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya.2
Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk
daerah-daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya
yang diatur dalam undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan
pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahan
daerah, pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan desentralisasi yang
dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk
perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah (pusat) kepada
unit-unit sub nasional (daerah/wilayah) administrasi negara atau kepada
kelompok-kelompok fungsional atau organisasi non-pemerintahan swasta.3 Dan
Otonomi daerah merupakan bagian sistem politik yang diharapkan memberikan
peluang bagi warga Negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya
kreativitasnya.4
Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No.32 Tahun
2004 mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi
kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional.
Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas
dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. 5 Sehingga muncul
konsep pembaruan kabupaten yang dirumuskan sebagai transformasi kabupaten
yang hendak menegaskan bahwa pembaruan bermakna sebagai tidak lagi bekerja
2
Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung: Fokusmedia, 2007, h.173-174
3
Bambang Yudhoyono, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h. 20 4
M.Arif Nasution, Nasionalisme dan Isu-Isu Lokal, Medan:USU Press, 2005, h. 63 5
dengan skema dan watak yang lama, melainkan telah bekerja dengan skema dan
watak yang baru. Proses pembaruan haruslah dapat memberikan kepastian bahwa
nasib rakyat akan berubah menjadi lebih baik lagi. Pembaruan kabupaten juga
berarti “perombakan” menyeluruh yang dimulai dari paradigma seluruh elemen
yang ada atau mengorganisir seluruh sumber daya yang ada agar mengabdi pada
kepentingan masa rakyat.6 Didalam merealisasikan demokrasi ditingkat lokal dan
implementasi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 ini diperlukan adanya
pembaruan daerah dalam hal ini adalah pemekaran Kabupaten Batubara.
Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan
seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan
jalannya roda pemerintahan yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan
publik dan pembangunan,7 sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara
langsung sesuai dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan
Peraturan Pemerintahan No.6 tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan,
pengesahan, dan pemberhentian kepala daerah, yang merupakan tonggak baru
penegakkan kedaulatan rakyat daerah di Indonesia.
Pemilihan Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian
rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah baik
Gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. Actor
utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, parpol dan calon kepala
daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan pemilihan kepala
daerah. Kegiatan tersebut antara lain: pendaftaran pemilih, pendaftaran calon,
6
Ibid.,h. 13 7
penetapan calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan penetapan
calon terpilih.
Dengan adanya pemilihan kepala daerah diharapkan dapat menunjang
tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru yang pro demokrasi di daerah. Pemerintah di
tingkat lokal akan semakin dekat dengan rakyat yang pada akhirnya akan
menciptakan akuntabilitas yang tinggi dari rakyat untuk pemerintah daerah dan
juga akan terciptanya respon yang baik dari rakyat. Rakyat memiliki hak untuk
berpartisipasi dalam politik baik dalam memilih atau dipilih. Setiap warga Negara
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan politik. Warga Negara berhak
melakukan kegiatan secara bebas menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul
serta mempublikasikan informasi kepada publik.
Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan
untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya
suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan
tujuan orang perorangan. Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang
berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik yang
berkaitan dengan sikap politik. Yakni berkaitan dengan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
tersebut.8 Kegiatan politik itu dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
sesuai dengan fungsi-fungsinya.
Pada pemilu 1999, studi tentang perilaku pemilih sudah ikut mewarnai
pemilu pada saat itu, namun studi perilaku pemilih kurang mendapatkan ruang
sama sekali. William Lidle dan Saiful Mujani menemukan dua kesimpulan dalam
8
memahami perilaku pemilih pada pemilu 1999,. Pertama, semakin memudarnya
politik aliran ditingkat masa pemilih. Massa pemilih cenderung kurang
memperdulikan aliran dari masing-masing partai politik. Kedua, ketokohan tetap
menjadi variabel yang sangat penting dalam menarik dukungan massa pemilih.
Para pemilih memilih partai bukan karena daya tarik terhadap partai dan
programnya melainkan lebih karena ketertarikan terhadap tokoh yang ada dipartai
tersebut.9
Berbeda dengan pemilu 2004, studi tentang perilaku pemilih semakin
mendapat tempat dan mempunyai peran penting dalam merekam opini public,
termasuk kecendrungan perilaku pemilih dan pemilu pada saat itu lebih menarik
karena menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon
presiden dan wakil presiden secara langsung. Penelitian LSI menjelang pemilu
legislative 2004 menjatuhkan pilihan politik berdasarkan pendekatan sosiologis
(seperti aliran politik, pengaruh keluarga, teman, dll), psikologis (seperti
kebiasaan memilih, ketokohan, dll), maupun rasional (berdasarkan kebiasaan dan
program partai politik). Adapun hasil temuan survei tersebut seperti gambar grafik
berikut,
9
Asep Ridwan. Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi
Mengapa ibu/bapak memilih partai tersebut? suka dengan program, visi dan misi suka dengan tokoh
Sumber: Lembaga Survei Indonesia (LSI)
Berdasarkan temuan tersebut, ternyata unsur psikologis merupakan unsur
yang paling dominan yang mendasari pemilih dalam menjatuhkan pilihan
politiknya pada pemilu 2004. hal itu terlihat dengan mendominannya alasan
kebiasaan (23,5%) yang melatarbelakangi pilihan politik para pemilih. Selain itu,
alasan ketokohan mendapat 21,4% dan alasan karena adanya keyakinan partai itu
akan menang sebesar 3,3%. Dengan demikian, jika ketiga alasan tersebut
digabungkan maka akan terdapat 48,2% pemilih akan menjatuhkan pilihan
politiknya berdasarkan unsur psikologis. Namun, ternyata alasan rasional
cenderung menempati alasan kedua yang mendasari pemilih dalam menjatuhkan
pilihan politiknya sebesar 21,1% pemilih yang telah memilih partai berdasarkan
alasan kesukaannya terhadap visi, misi dan programnya. Sedangkan disisi lain,
unsur sosiologis, yaitu gabungan dari 9,1% dari pemilih yang memilih partai
islam, 4% karena ikut keluarga, 3,5% karena orang lain, dan 3% karena partai
nasionalis.10
Pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim), Dua pasangan
yang akan melanjutkan pertarungan di babak kedua adalah pasangan
Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) dan Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (KaJi).
Mengacu hasil penghitungan sementara lembaga survei seperti Lembaga Survei
Indonesia (LSI) dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), perolehan suara kedua
pasangan beda tipis,yakni pada kisaran 25-27%. Sementara untuk pasangan
kandidat lain, yakni Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR), Soenarjo-Ali Maschan Moesa
(Salam), dan Achmadi-Suhartono (Achsan), perolehan suaranya diprediksi pada
kisaran 20%,18%,dan 7%. Dua pasangan calon yang akan bertarung dalam
putaran kedua bukanlah pasangan yang diusung oleh partai-partai besar,
melainkan pertarungan calon dari PPP plus 11 parpol vs PAN, Partai
Demokrat,dan PKS.
Para peserta pemilihan kepala daerah diusung dari partai besar di Jatim
seperti Partai Kebangkitan Bangsa (Achsan), Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (SR),dan Partai Golkar (Salam) terbukti gagal menaklukkan jago yang
diusung gabungan partai gurem (KaJi) dan koalisi partai menengah (Karsa), dalam
hal ini Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat.
Profil Soekarwo memang sudah sangat dikenal. Soekarwo dianggap
sebagai sosok yang merakyat dan birokrat profesional. Dalam posisinya sebagai
10
Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, dia kerap mewakili Gubernur Jatim Imam
Utomo melakukan kegiatan-kegiatan yang bersinggungan langsung dengan
kebutuhan masyarakat seperti memberi bantuan ke sekolah-sekolah dan pondok
pesantren. Profil Khofifah masih didukung dengan pengalamannya sebagai
anggota kabinet, sebagai anggota DPR yang bersih dari isu korupsi serta figur
yang meiliki kecerdasan dan pemahaman mendalam tentang berbagai persoalan.
Achmady yang diusung PKB ini hanya dikenal masyarakat Mojokerto.
Namanya baru muncul menjelang momen pilgub. Karena itu, dengan teori apa
pun akan sangat sulit mempromosikan Achmady, termasuk lewat iklan yang
menampilkan Gus Dur. Begitu pula dengan Sutjipto. Di luar kepartaian, mantan
Ketua DPW PDIP Jatim dan Sekjen DPP PDIP ini relatif tidak dikenal. Di internal
partai pun ternyata popularitasnya dikalahkan Soekarwo yang berhasil memenangi
Konferda PDIP untuk menentukan calon gubernur yang akan diserahkan ke DPP
PDIP.
Dari kasus tersebut terlihat, faktor penting yang mepengaruhi pilihan para
pemilih adalah figur para calon sendiri. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
popularitas dan profil kandidat kembali menjadi faktor determinan dalam pilkada
langsung. Sebaliknya, sekuat-kuatnya mesin partai yang biasa menjadi tolok ukur
hitam putih kekuatan tidak bisa dijadikan jaminan suksesnya kandidat.11
Dari kasus-kasus tersebut, apakah identifikasi kepartaian masih menjadi faktor
utama perilaku pemilih masyarakat atau masyarakat menjatuhkan perilaku pemilih
berdasarkan identifikasi calon kandidat atau figur, atau pilihan masyarakat itu
11
dipengaruhi oleh media massa. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam. Untuk itulah penelitian tentang
perilaku pemilih ini dilakukan terutama pada daerah yang baru melakukan
pemekaran daerah tepatnya di lingkungan IV kelurahan perkebunan sipare-pare
yang masyarakatnya heterogen atau terdiri dari beberapa lapisan umur, pekerjaan
yang dapat diharapkan dapat mewakili masyarakat kelurahan.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perilaku pemilih masyarakat di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati)?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Perilaku Pemilih Masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Untuk melihat perilaku pemilih masyarakat di lingkungan IV kelurahan
Perkebunan Sipare-pare pada Pemilihan Kepala Daerah (Bupati).
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat
dalam menentukan pilihan politiknya didalam Pemilihan Kepala Daerah
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Bagi intitusi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi
dibidang ilmu politik dan dapat memberikan informasi mengenai perilaku
pemilih masyarakat,
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai macam-macam perilaku pemilih pada saat kegiatan
politik (Pemilihan Kepala Daerah (Bupati)),
3. Bagi Peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan
pengetahuan dibidang ilmu politik, khususnya mengenai perilaku pemilih
masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Bupati).
1.5. Kerangka Teori
1.5. 1. Pendekatan Dalam Memahami Model Perilaku Politik
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait
dengan persoalan politik dalam arti yang luas. Masyarakat sebagai kumpulan
individu yang memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan. Untuk
mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya norma-norma atau
kaidah-kaidah yang mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan
dirinya ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakkan.12 Dalam hal ini,
norma tersebut mempersoalkan apa yang menjadi landasan wewenang politik atau
apa yang menjadi dasar perbuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu
diberlakukan secara sah.13 Upaya untuk menegakkan norma tersebut
12
Sudijono Sastroatmodjo, Op.Cit., h.1 13
mengharuskan adanya lembaga pemerintah yang memiliki otoritas tertentu agar
norma-norma yang ada dapat ditaati. Dengan demikian kegiatan individu dalam
masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena ada kesempatan, norma-norma
serta kekuatan untuk mengatur tertib masyarakat kearah pencapaian tujuan.
Unsur-unsur ini merupakan kesatuan yang terkait dengan politik dan oleh karena
itu, masyarakat yang ada didalamnya merupakan kelompok individu yang tidak
dapat lepas dari persoalan politik.
Pada umumnya, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu
dan melaksanakan tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau
alokasi dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan itu perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan
(authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang
digunakan dapat bersifat persuasi (menyakinkan) dan paksaan.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public
goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Politik juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan
orang seorang (individu).14 Namun, sesuai dengan perkembangannya ilmu
pengetahuan banyak dikalangan masyarakat mengartikan bahwa politik itu
merupakan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan
politik merupakan sebuah dunia dimana orang memberikan janji-janji yang tidak
14
akan dipenuhi serta obral kata-kata yang memang semula telah direncanakan
untuk memberikan kesan yang tidak benar bagi para pendengar.15
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan
dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok dan
individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan
penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.
Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan
untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya
suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan
tujuan orang perorangan. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk.
Dalam suatu negara misalnya, ada pihak yang memerintah dan pihak lain yang
diperintah. Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju
dan ada yang kurang setuju yang sering melakukan kegiatan politik adalah
pemerintah dan partai politik, karena fungsi mereka didalam bidang politik
keluarga sebagai satu kelompok yang melakukan berbagai kegiatan. Termasuk
didalamnya adalah kegiatan politik. Misalnya para anggota keluarga secara
bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu, memberikan
iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu.
Suatu perbuatan tertentu dapat dikatakan lebih dari satu jenis perilaku,
apabila kegiatan tersebut mencakup beberapa aspek sekaligus, misalnya suatu
perusahaan memperjuangkan bea masuk yang rendah atas barang-barang yang
diimpor dari luar negri. Upaya tersebut dapat termasuk perilaku ekonomi dan
15
sekaligus perilaku politik yang merupakan perilaku ekonomi adalah tujuan yang
ingin dicapai adalah peningkatan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan.
Dan yang merupakan perilaku politik adalah apa yang dilakukan perusahaan
tersebut bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri tetapi
mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Satu hal yang perlu dibahas adalah
sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat,
namun keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru
merupakan kecendrungan. Dari sikap tertentu itu dapat diperkirakan tindakan apa
yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Munculnya sikap
politik tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang akan muncul.
Misalnya ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah, ini merupakan sikap
politik dan dengan ketidaksetujuan atas kebijakan tersebut akan menimbulkan
perilaku yang muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes ataupun
unjuk rasa.16
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial ini
misalnya berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan),
16
agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan cukup menentukan dalam
pentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial
baik secara formal seperti keangggotaan seseorang didalam organisasi keagamaan,
organisasi profesi, kelompok-kelompok okupasi dan sebagainya, maupun
kelompok informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok
kecil lainnya. Ini merupakan sesuatu vital dalam memahami perilaku politik,
karena kelompok-kelompok ini mempunyai peranan besar dalam bentuk sikap,
persepsi dan orientasi seseorang.
Gerald pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian
voting behavior kedalam 2 variabel yaitu predisposisi (kecendrungan) social ekonomi pemilih dan keluarga pemilih. Apakah preferensi politik ayah atau ibu
akan berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi social
ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas social, karakteristik
demografis dan sebagainya.17
Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat
mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir didalam kehidupan privat
dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para
pemilih. Dikalangan partai politik, agama dapat melahirkan dukungan politik dari
pemilih atas dasar kesamaan teologis, ideologis, solidaritas dan emosional.
Fenomena partai yang berbasis agama dianggap menjadi daya tarik kuat dalam
preferensi politik.
Dalam literatur perilaku pemilih, aspek agama menjadi pengamatan yang
penting. Pemilih cenderung untuk memilih partai agama tertentu yang sesuai
17
dengan aagama yang dianut. Di Indonesia faktor agama masih dianggap penting
untuk sebahagian besar masyarakat. Misalnya seorang muslim cenderung untuk
memilih partai yang berbasis islam dan sebaliknya seorang non-muslim cenderung
untuk memilih partai non-muslim.18
Aspek geografis juga mempunyai hubungan dengan perilaku pemilih.
Adanya rasa kedaerahan mempunyai dukungan seseorang terhadap partai.
Dibeberapa negara, wilayah tertentu mempunyai loyalitas terhadap partai tertentu.
Hal ini biasanya berkaitan dengan status ekonomi seseorang (faktor kelas)
terutama dihampir semua negara industri. Namun penelitian yang dilakukan oleh
Afan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di
Indonesia tidak begitu dominan. Tidak ada perbedaan kecenderungan perilaku
politik antara mereka yang termasuk kategori orang kaya / orang miskin; antara
yang memiliki tanah yang luas yang sedikit; antara yang memiliki pekerjaan
sebagai pedagang dengan buruh tani, dan sebagainya.19
2. Pendekatan psikologis
Psikologi adalah imu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran
manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat dipwngaruhi oleh
akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat
umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan psikologi.20
Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka
terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis
18
Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization, and culture,
http://pangerankatak.blogspot.com/2008/04/governing-intoduction-to-political, 28 April 2008 19
A.Rahman Zainuddin, Op.Cit., h.48-49 20
dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah
indicator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainga. Pendekatan ini
menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan
sosialisasi untuk memperjelaskan perilaku pemilih. Disini para pemilih
menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang
dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi, artinya sikap seseorang
merupakan refleksi dari kepribadian dan merupakan variabel yang menentukan
dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis menganggap
sikap sebagai variabel utama dalam menjelaskan perilaku politik. Hal ini
disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3 yakni:
1. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek
diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang
tersebut.
2. Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap
tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama
dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutan.
3. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya
sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin
atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan
dan eksternalisasi diri.
Namun, sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi terbentuk
melalui proses yang panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa. Pada tahap
tua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada tahap kedua, adalah bagaimana
sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika menghadapi situasi diluar keluarga.
Tahap ketiga, bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan seperti pekerjaan, gereja, partai politik dan asosiasi lain.
Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang
kemudian menentukan sifat persepsi politiknya serta reaksinya terhadap
gejala-gejala politik di dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah. Sosialisasi
bertujuan menungkatkan kualitas pemilih. Maka pendidikan politik disini
berperan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.
3. Pendekatan Politis Rasional
Dua pendekatan terdahulu secara implisit atau eksplisit menempatkan
pemilih pada waktu dan ruang kosong. Dimana pendekatan tersebut beranggapan
bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada saat menjelang atau
ketika berada dibalik suara, tetapi sudah ditentukan jauh sebelumnya, bahkan jauh
sebelum kampanye dimulai. Karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga,
pembelahan kultural, identifikasi partai melalui proses sosialisasi,pengalaman
hidup, merupakan variabel yang secara sendiri-sendiri mempengaruhi perilaku
politik seseorang. Ini berarti variabel lain menentukan atau ikut menentukan
dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Ada faktor situasional yang ikut
mempengaruhi pilihan politik seseorang. Dengan begitu para pemilih bukan hanya
pasif tetapi juga aktif, bukan hanya terbelenggu oleh karakteristik sosiologis tetapi
bebas untuk bertindak. Faktor situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada
Perilaku pemilih tidak harus tetap atau sama, karena karakteristik
sosiologis dan identifikasi partai dapat berubah-ubah sesuai waktu dan
peristiwa-peristiwa politik tertentu. Dengan begitu, isu-isu politik menjadi pertimbangan
yang penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaian
terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya para pemilih
(masyarakat) dapat menentukan pilihannya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan rasional.21
1.5. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik
Dalam masyrakat yang pluralis budayanya tinggi, seringkali terdapat
kegiatan yang bervariasi dan tidak mustahil terdapat perbedaan dalam
pelaksanaannya. Untuk memahami perilaku politik diperlukan tinjauan dari sudut
pandang yang multidimensi. Hal itu berarti bahwa latar belakang dan faktor yang
mendorong perilaku politik tidak bersifat determinan, tetapi bersifat memberikan
pengaruh.22
Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik
masyarakat, pertama, perlu dipahami dalam konteks latar belakang historis. Sikap
dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses-proses dan peristiwa
histories masa lalu. Hal ini disebabkan bahwa budaya politik tidak merupakan
kenyataan yang statis dan tidak berkembang, tetapi justru sebaliknya merupakan
sesuatu yang berubah dan berkembang sepanjang masa.23
Kedua, faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku
politik masyarakat sebagai kawasan geostrategis, Indonesia memiliki
21
Ibid., h. 50-52 22
Sudijono Sastroatmodjo, Op.Cit., h. 12 23
kemungkinan sebagai pusat perhatian dunia internasional. Wilayah geografis yang
strategis merupakan pertimbangan strategis bagi dunia internasional untuk
mengadakan kerja sama dan hubungan dalam berbagai kepentingan. Di pihak lain,
faktor kemajemukan budaya dan etnis merupakan hal yang rawan bagi terciptanya
desintegrasi. Oleh karena itulah kondisi geografis merupakan pertimbangan yang
penting dan mempengaruhi perilaku politik seperti pembuatan peraturan,
perencanaan kebijakan , pengambilan keputusan dan sebagainya. Kondisi ini juga
mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat kesenjangan
pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi, komunikasi dan teknologi
mempengaruhi proses sosialisasi politik, pendidikan politik dan komunikasi
politik masyarakat. Berdasarkan inilah aktor politik dituntut untuk
mempertimbangkan kondisi dan pengambilan keputusan.
Ketiga, faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik
masyarakat. Budaya politik suatu bangsa merupakan distribusi pola-pola orientasi
khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu, mencapai serta
memelihara stabilitas sistem politik. Berfungsinya budaya politik itu pada
prinsipnya ditentukan oleh tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan
struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi
bangsa. Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada
terciptanya sebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik
masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik. Sehingga
dan bagaimana pola tingkah laku tersebut menyelaraskan diri dengan sistem
politik yang berlaku.24
Keempat, perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan
keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang
memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan dan
agama merupakan pedoman dan acuan yang penuh dengan norma-norma dan
kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan
agama dan keyakinannya proses politik dan partisipasi warga negara paling tidak
dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.25
Kepercayaan, ideologi dan mitos merupakan citra-citra kolektif dan ide
yang bersifat elemen spiritual dan psikologis.26 Keyakinan mengacu kepada
ideologi yaitu keyakinan yang lebih rasional dan ada yang bersifat irrasional atau
mitos.27 Ideologi merupakan keyakinan yang dirasionalisir dan disistematisir,
yang mencerminkan situasi masyarakat.28 Mitos merupakan keyakinan yang
kurang jelas, kurang rasional dan yang kurang teliti yang bersifat fabel tentang
alam, dunia, manusia dan masyarakat yang sudah diterima secara kuat. Pada abad
20, jurnalis perancis George Sorel mengembangkan suatu paham bahwa salah satu
cara yang efektif untuk mempengaruhi suatu komunitas adalah memberikan
citra-citra yang singkat dan tidak rumit tentang suatu masa depan yang fiktif yang
mempolaisir emosi-emosinya dan bergerak menuju aksi.29
Kelima, pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Sistem politik yang cenderung sentralistis akan mempengaruhi perilaku
politik seseorang dalam mengatasi dan mengakomodasi berbagai kepentingan.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesadaran
politiknya, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin
rendah pula tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi politik yang intens akan
mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.
Keenam, faktor kepribadian seseorang juga mempengaruhi perilaku
politik. Perilaku politik itu bergantung pada sifat struktur kepribadian yang
dimilikinya, apakah tergolong dalam fungsi penyesuaian diri atau dalam basis
fungsional eksternalisasi dan pertahanan diri.
Ketujuh, faktor lingkungan sosial politik. Faktor ini dapat mempengaruhi
aktor politik secara langsung seperti keadaan keluarga, cuaca, keadaan ruang,
ancaman, suasana kelompok dan kehadiran orang lain. Lingkungan social politik
tersebut saling mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan
bukannya sebagai faktor yang berdiri sendiri. Melalui proses, pengalaman,
sosialisasi dan sebgainya terbentuklah sikap dan perilaku politik seseorang.30
Selain faktor-faktor tersebut, pendapat umum masyarakat di pransic
menyatakan bahwa kesadaran politik memusatkan kepada ideologi dan bukan
mitos rakyat dan ada lima faktor yang memainkan peranan penting untuk
menentukan pilihan rakyat dan sikap rakyat, yaitu: 1). Standar hidup, kondisi gaji
atau tidak didigaji, sense of social belonging, 2). Kelompok umur dan seks, 3).
Tingkat pendidikan, 4). Agama, dan 5). Simpati terhadap partai politik. Tiga
30
faktor terakhir bersifat ideologis, partai-partai didasarkan pada ideologi politik,
kurang atau lebih terikat kepada doktrin-doktrin politik dan tingkat pendidikan
mempengaruhi kemungkinan saling pengertian.
Konsep kesadaran politik ini menunjukkan peranan ideologi. Setiap sikap
politik yang khusus adalah jawaban serentak kepada situasi kongkrit yang bangkit
di dalam masyarakat dan manifestasi dari visi keseluruhan tentang kekuasaan,
hubungannya dengan warga secara individual dan konflik dimana kekuasaan
merupakan kesadaran politik. Semakin tinggi kesadaran politik maka semakin
besar pengaruhnya dan semakin kurang setiap sikap didiktekan oleh keadaan dari
suatu situasi khusus. Kesadaran politik adalah produk dari sejumlah faktor
pendidikan, lingkungan, pengalaman dan semacamnya.31
1.5. 3. Pemilihan Kepala Daerah
1. Perspektif Teoritis
David Easton, teoritisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan
sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki
sekurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling
berinteraksi dan saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang
memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.
Sebagai suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai
bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagian tersebut
adalah Electoral Regulation, Electoral Process, dan Electoral Law Enforcement.
Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan
31
kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi
penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi
masing-masing. Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung
dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan
perundang-undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah
penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi,
administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk
melaksanakan proses pemilihan kepala daerah.
Sebagai suatu sistem, pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni
bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan kegiatan
mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan
subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu
rangkaian utuh, memiliki mekanisme control, dan mempunyai kemampuan
mengatur dan meyesuaikan diri.
2. Perspektif Praktis
Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas
memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi
sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik
mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan
yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat, berdampak kepada rakyat, dan
dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan
wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat.
dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen
politik, yaitu rakyat dan partai politik.
Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian
rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, ataupun Walikota/Wakil
Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai
politik dan calon kepala daerah. 32
1.5. 4. Rekrutmen Politik
Sistem rekrutmen politik memiliki keragaman yang tiada batas. Salah satu
metode tertua yang digunakan untuk memperkokoh kedudukan
pemimpin-pemimpin politik adalah dengan penyortiran atau penarikan undian yang
digunakan pada zaman yunani kuno. Yakni suatu metode yang dibuat untuk
mencegah dominasi jabatan dari posisi yang berkuasa oleh kelompok individu
tertentu dengan cara bergiliran atau rotasi. Misalnya sistem “pilih kasih” Amerika
Serikat yang pada hakikatnya menggunakan sistem pengrekrutan bergilir
sedangkan sejumlah negara lain mempunyai ketentuan konstitusional yang dibuat
untuk menjamin kadar rotasi personil eksekutif. Metode pengrekrutan lain adalah
perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan jalan mengancam atau
kekerasan. Penggulingan dengan kekerasan suatu rezim politik, yang
mengakibatkan penggantian para pemegang jabatan politik akan tetapi perubahan
dalam personil birokrasi biasanya hasil lebih lambat terutama bila berlangsung
dalam masyarakat yang kompleks dan sangat maju.
32
Selain cara pengrekrutan yang biasanya diasosiasikan dengan
perubahan-perubahan personil yang ekstensif, terdapat juga cara lain yang lebih sering
diasosiasikan dengan pengrekrutan yang berkesinambungan dari tipe personil
yang sama. Salah satu alat adalah menggunakan cara Patronage yaitu suatu sistem
penyuapan dan sistem korupsi rumit untuk mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan
politik melalui berbagai taraf pengontrolan terhadap hasil-hasil dari pemilihan
umum, dan merupakan dukungan dalam parlemen yang berlangsung diantara
pemilihan umum. Pengrekrutan digunakan sebagai alat yang mampu
memunculkan pemimpin-pemimpin alamiah, artinya pemimpin yang dapat
mewakili tipe pemimpin yang dapat timbul dalam sisten politik tertentu.33
Suatu pemilihan dapat dinyatakan sebagai sarana untuk memilih antara
dua alternatif atau lebih, dengan jalan pemberian suara yakni berkenaan dengan
siapa yagn dipilih, oleh siapa dan bagaimana cara memilihnya. Dengan demikian
pemilihan dapat digunakan untuk memilih para anggota badan legislatif, eksekutif
ataupun presiden. Beberapa pemilihan dapat dilukiskan sebagai tidak langsung,
yaitu para pemilih memberikan suaranya untuk satu kelompok individu yang
kemudian merupakan satu badan pemilih presiden dan wakil presiden (electoral
college), yang seterusnya memimpin pemilihan kedua untuk menentukan siapa yang akan memgang jabatan yang dipertaruhkan. Pada pemilihan langsung, para
pemegang jabatan oleh para pemilih, walaupun pilihan para pemilih dibatasi oleh
kualifikasi hukum yang diterapkan bagi pemegang jabatan politik, dan oleh
33
metode-metode dengan mana partai politik melakukan seleksi terhadap para calon
kandidat mereka.34
Kualifikasi hukum bagi para pemegang jabatan ternyata hanya menuntut,
bahwa mereka itu harus orang dewasa, warga negara dari negara yang
bersangkutan, waras dan sebagainya. Hak pilih dibatasi pada orang dewasa yang
merupakan dasar paling umum bagi pemberian suara pemilih, akan tetapi hal ini
biasanya dibatasi oleh faktor kewarganegaraan, kesehatan jiwa dan catatan
kejahatan. Dalam beberapa sistem politik, pembatasan seperti itu dilakukan lebih
luas dan mencakup kriteria lain, seperti melek huruf, syarat pemukiman dan
lainnya. Dimasa lampau, beberapa batasan kelompok pemilih hanya merupakan
bagian dari kaum minoritas dari rakyat.
Pembatasan hak pilih akan mempunyai pengaruh kiranya mempunyai
pengaruh yang penting pada tingkah-laku voting terhadap pribadi yang akan
dipilih untuk menduduki jabatan politik. Khusunya pada kejadian yang berlaku
dimanan pembatasan diterapkan terhadap bagian tertentu dari rakyat yang
mungkin tidak terwakili,ini merupakan faktor penting dalam usaha membatasi
perwakilan kelas pekerja dan perwakilan bangsa negro. Selanjutnya perluasan
seksional hak pilih dapat dihubungkan dengan polarisasi berikutnya dari tingkah
laku pemilih, dimana partai itu timbul untuk mewakili bagian dari rakyat.35
34
Ibid., h. 192-193 35
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data melalui daftar
pertanyaan (kuesioner). Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah
penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur
yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara, ataupun
observasi.36
1.6.2. Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian ini adalah Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan
Sipare-pare Kabupaten BatuBara.
1.6.3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang
(N).37 Dalam hal ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
masyarakat yang telah memiliki hak suara didalam pemilihan kepala daerah pada
Lingkungan IV Kelurahan Perk.Sipare-pare yaitu berjumlah 612 orang.
36
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 2003, h.8 37
2. Sampel
Sampel adalah sebahagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin untuk meneliti
semua yang ada dipopulasi sehingga dalam hal ini dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili).38
Dikarenakan populasi yang bersifat heterogen atau tidak homogen, maka
pada teknik penarikan sampel menggunakan Teknik Proportionate Stratified
Random Sampling yakni populasi yang mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang
dari 10%,39 disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 612 orang maka
adapun rumus yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel adalah
rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane,
N n =
N. d2 + 1
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%
38
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV Alfabeta, 2006, h. 56 39
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:
612 n =
612 x (10%)2 + 1
612 n =
7,12
n = 85, 9 atau 86 orang
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang diperlukan oleh peneliti adalah:
1. Dengan menggunakan data primer yakni melalui penyebaran angket atau
kuesioner dan wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terstruktur
yang ditujukan kepada masing-masing responden.
2. Dengan menggunakan data sekunder yakni melakukan studi pustaka atau
dokumen dari Kantor Kelurahan Sipare-pare.
1.6.5. Teknik Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran
mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa
kualitatif.. Data-data yang telah dikumpul, baik data sekunder maupun data yang
diperoleh dari lapangan yang akan diekspolari secara mendalam, selanjutnya akan
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggambarkan susunan dan dijabarkan tetapi
rencana penulisan atau bentuk fisik hasil penelitian.40 Sehingga dapat
mempermudah isi dan skripsi ini, maka penulis membagi ke dalam 4 (empat) bab.
Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai gambaran secara umum kelurahan
perkebunan sipare-pare seperti letak geografis, batas wilayah, dan mengenai
demografis.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini memuat penyajian data dan analisa data yang diperoleh dari
kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Data tersebut disajikan dan
dianalisa sesuai dengan karakteristik responden dan faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi politik masyarakat.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan penelitian.
40
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
II.1. Gambaran Umum
II.1.1. Letak secara geografis
Kelurahan Perkebunan Sipare-pare ini merupakan bagian dari Kecamatan
Air Putih Kabupaten Batubara. Kelurahan ini memiliki 7 lingkungan yang terdiri
dari 1262 KK (Kepala Keluarga), 23 RW dan 84 RT. Luas kelurahan ini sebesar
2274 hektar yang terdiri dari sektor pertanian dan fasilitas prasarana sosial
(perkantoran, pemukiman, mushola, gereja, sekolah, lapangan olah raga, kuburan,
rawa-rawa, tegalan, danau, PLN, jalan kabupaten, tanah kosong). Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel nomor 1. Suhu udara pada kelurahan ini mencapai
25o-37oC dan memiliki curah hujan sebesar 1458 mm/tahun. Kelurahan
Perkebunan Sipare-pare berada pada ketinggian 18 m dari permukaan laut.
Penghidupan masyarakat kelurahan sipare-pare ini mendapatkan pengairan dari
sungai Sipare-pare
Batas-batas wilayah kelurahan perkebunan sipare-pare terdiri dari:
Batas Utara : Desa Simodong
Batas Timur : Desa Tanjung Kubah / Pematang Jering
Batas Selatan : Kabupaten Simalungun
TABEL II.1
POLA TATA GUNA TANAH
No Tata Guna Tanah Luas (HA) %
1. Sawit 1147,94 50,5
2. Karet 349,42 15,36
3. Coklat 4 0,18
4. Padi 60 2,63
5. Palawija 2,5 0,11
6. Perkantoran 4,55 0,2
7. Permukiman 249,8 11
8. Mesjid 1,75 0,08
9. Mushola 0,29 0,01
10. Gereja 0,90 0,04
11. Sekolah 11,35 0,5
12. Lapangan Olah Raga 30,50 1,34
13. Kuburan 6 0,26
14. Rawa – Rawa 341,24 15
15. Tegalan 5,50 0,24
16. Danau 3 0,13
17. Transmisi PLN 4,82 0,21
18. Jalan Kabupaten 20,10 0,88
19. Tanah Kosong 30,34 1,33
Jumlah 2274 100
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pola tata guna tanah di
kelurahan ini didominasi dengan tanaman sawit sebesar 50,5%, karet 15,36% dan
permukiman warga sebesar 11%. Pada daerah ini tanaman sawit dan karet
merupakan tanaman yang sangat cocok dengan kondisi tanah yang tidak terlalu
membutuhkan banyak air. Namun dari kebanyakan sawit dan karet yang ada
bukan menjadi milik masyarakat melainkan sebuah perusahan perkebunan,
dimana masyarakat menjadi pekerja didalamnya.
II.1.2. Demografi
Penduduk kelurahan perkebunan sipare-pare berjumlah 6355 jiwa. Dengan
KK sebanyak 1262 keluarga. Tidak terdapat kejadian-kejadian yang sangat
mencolok dalam kelurahan ini baik dalam penyakit (kesehatan masyarakat)
maupun tindakan kriminal. Tingkat kelahiran bayi sebesar 15 bayi / tahun,
sedangkan tingkat kematian bayi 0% yang artinya kelahiran bayi dalam keadaan
sehat. Untuk memperjelas komposisi penduduk kelurahan perkebunan sipare-pare
ini dapat dilihat berdasarkan agama, jenis kelamin, umur, pendidikan dan mata
pencaharian.
1. Komposisi penduduk berdasarkan agama
Mayoritas penduduk kelurahan perkebunan sipare-pare ini menganut
agama islam sekitar 80% dan selebihnya menganut Kristen protestan dan Kristen
TABEL II. 2
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah %
1 Islam 4882 77
2 Kristen Protestan 1255 20
3 Kristen Katolik 218 3
Jumlah 6355 100
Sumber: Data yang diperoleh dari kantor kelurahan
Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa Islam merupakan agama
mayoritas di kelurahan ini. Hal ini juga diakibatkan kondisi kelurahan yang
merupakan perkebunan sehingga masyarakat berasal dari suku jawa yang
mayoritas beragama islam. Namun, masih ada agama kristen didaerah ini, baik
protestan maupun katolik.
2. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin perempuan memiliki
persentase yang tinggi yakni sebesar 51% dan selebihnya 49% komposisi
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
TABEL II. 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-Laki 3135 49
2 Perempuan 3220 51
Jumlah 6355 100
Sumber: Data yang diperoleh dari kantor kelurahan
Dari data di atas terlihat komposisi perempuan lebih banyak dibandingkan
laki-laki. Hal ini akan mengakibatkan partisipasi yang menurun, karena dari
beberapa hasil penelitian bahwa perempuan lebih memilih dirumah daripada
mengikuti kegiatan pemilihan, baik pemilihan umum maupun Pemilihan Kepala
Daerah (Bupati). Namun, perbedaan itu tidak terlalu mencolok hanya berbeda 1%
saja. Dapat dikatakan perbandingan laki-laki dan perempuan itu sama.
3. Komposisi penduduk berdasarkan umur
Klasifikasi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel nomor 4
sebagai berikut,
TABEL II. 4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur
No Kelompok Umur Jumlah %
1 0-12 Bulan 85 1
2 13 Bulan-4 Tahun 265 4
3 5-6 Tahun 207 3
5 13-15 Tahun 395 6
6 16-19 Tahun 630 10
7 20-25 Tahun 1090 17
8 26-35 Tahun 836 13
9 36-45 Tahun 946 15
10 46-50 Tahun 878 14
11 51-60 Tahun 428 7
12 61-75 Tahun 45 1
13 Lebih dari 76 Tahun 17 1
Jumlah 6355 100
Sumber: Data yang diperoleh dari kantor kelurahan
Berdasarkan klasifikasi penduduk berdasarkan umur ini, masyarakat
mayoritas berumur 20-25 tahun sekitar 17% dimana pada usia ini masyarakat
telah terdaftar sebagai pemilih pada pemilihan kepala daerah maupun pemilihan
umum.
4. Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan
TABEL II.5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Nama Sekolah Status Jumlah Siswa Persentase
1. SMAN I Sei Suka Negeri 647 18,1
2. SMA MITRA INALUM Swasta 686 19,2
4. MTS AL-IHYA Swasta 234 6,5
5. SDN No.016396 Negeri 277 7,7
6. SDN No.016397 Negeri 186 5,2
7. SDN No.018450 Negeri 65 1,8
8. SDN No.010226 Negeri 95 2,7
9. SDN No.010228 Negeri 46 1,3
10. SDN No.010227 Negeri 189 5,3
11. SD Islam Terpadu Swasta 249 7
12. TK Islam Terpadu Swasta 163 4,5
13. TK MITRA INALUM Swasta 76 2,1
14. MDA. AL Mukhlisin Swasta 71 2
Jumlah 3577 100
Sumber: Data yang diperoleh dari kantor kelurahan
Kelurahan perkebunan sipare-pare ini memiliki sarana pendidikan formal
mulai dari tingkat TK (Taman Kanak-Kanak) sampai dengan SMA (Sekolah
Menengah KeAtas). Jumlah penduduk usia sekolah didominasi oleh kelompok
SMA dan SMP. Jumlah murid SMA tercatat pada Tahun Ajaran 2008/2009
mencapai 1333 jiwa yang terdiri dari SMAN 1 Sei Suka (647 jiwa) dan SMA
MITRA INALUM (686 jiwa), dan SMPN 1 Sei Suka (593 jiwa).
Sekolah SMA Negeri maupun SMA swasta menjadi sekolah favorit yang
ada di kabupaten Batu Bara. Begitu juga dengan SMP Negrinya, SMPN 1 Seik
Suka merupakan sekolah percotohan yang berstandar nasional dan telah
menggunakan metode komputerisasi yang lebih maju dari SMPN lain di
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran
politik masyarakat. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikannya maka
rendah pula tingkat kesadaran politiknya.
5. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian
Kelurahan perkebunan sipare-pare ini merupakan kelurahan yang memiliki
masyarakat yang heterogen, terutama dari bidang pekerjaannya. Walaupun daerah
ini bisa dikatakan daerah yang memiliki industri yang beragam namun komposisi
penduduk kelurahan ini terdiri dari berbagai jenis pekerjaan.
Agar dapat lebih jelas, dapat dilihat pada tabel nomer 6 sebagai berikut,
TABEL II. 6
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah %
1 Karyawan 1145 47,6
2 PNS 220 9,2
3 TNI 4 0,2
4 Polri 12 0,5
5 Wiraswasta 185 7,7
6 IRT 788 32,8
7 BUMN 16 0,6
8 Tani 30 1,2
9 Dagang 4 0,2
Jumlah 2404 100
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas pekerjaan
masyarakat pada kelurahan ini adalah karyawan swasta (47,6%) dan Ibu rumah
tangga (32,8%). Sedangkan wiraswasta dan PNS hanya 16,9%. Hal ini
diakibatkan karena daerah penelitian yakni Kelurahan Perkebunan Sipare-pare
merupakan daerah yang berada di kawasan perindustrian sehingga banyak
pabrik-pabrik dan masyarakat bekerja sebagai karyawan pabrik-pabrik tersebut. Bukan hanya
itu, tata pola tanah yang sangat cocok untuk perkebunan juga menjadi pilihan
pekerjaan masyarakat walaupun hanya 1,2% masyarakat yang bekerja sebagai
petani.
II.1.3. Fasilitas Kelurahan
Fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat secara bersama-sama
merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Fasilitas rumah
ibadah dan fasilitas pendidikan yang harus dimiliki oleh sebuah kelurahan.
1. Prasarana pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling penting didalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk. Dengan adanya sarana pendidikan yang
cukup memadai dapat membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan mutu
pendidikan karena kemajuan masyarakat sangat tergantung pada mutu pendidikan
yang diterima generasi muda. Untuk melihat lebih jelas prasarana dan sarana
TABEL II. 7
Prasarana dan sarana pendidikan di Kelurahan Sipare-Pare
No Nama Sekolah Status
Jumlah ruang belajar
Jumlah Gedung Jumlah Kan
to