• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut Pada Lansia di RSUP. Haji Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut Pada Lansia di RSUP. Haji Adam Malik"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

H OSTE

HUBUNGA EOARTRIT

FATIN

U

AN ANTAR TIS PADA

KAR

BINTI ABD

FAKUL UNIVERSI

RA OBESIT A LANSIA D

RYA TULI

Oleh DUL RAH 1001002

LTAS KED ITAS SUM

MEDA 2013

TAS DENG DI RSUP. H

S ILMIAH

:

HMAN RAM 297

DOKTERA MATERA U

AN 3

GAN KEJA HAJI ADA

H

MAKRISH

AN UTARA

ADIAN AM MALIK

HNA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Antara Obeita Dengan Kejadian Osteoartriti Lutut Pada Lansia di RSUP. Haji Adam Malik

Nama : Fatin Binti Abdul Rahman Ramakrishna

NIM : 100100297

Dosen Pembimbing, Dosen Penguji I,

(dr. Yetty Machrina M,Kes) (Dr. Ida Nensi Gultom Sp. PD)

Dosen Penguji II,

(Dr. Joko Lukito, Sp. PA)

Medan, 10 Januari 2014 Universitas Sumatera Utara

Fakultas kedokteran Dekan

(3)

ABSTRAK

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Osteoartritis Lutut pada Lansia di Poli Sub Reumatologi dan Instalasi Rehabilitas RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Osteoartritis atau penyakit sendi degeneratif merupakan gangguan sendi yang sering ditemukan pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut. Osteoartritis lebih banyak terjadi pada sendi yang menopang badan, terutama sendi lutut. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi terkuat untuk terjadinya osteoartritis, terutama pada sendi lutut. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap kejadian osteoartritis lutut pada lansia di Poli Sub Reumatologi RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel penelitian 45 orang secara total sampling. Seluruh sampel diukur IMT, kemudian dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang sudah tervalidasi. Analisis data menggunakan uji statistik chi square.

Dari hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 60,0% lansia menderita osteoartritis dengan obesitas sejumlah 71,7%, dan didapatkan bahwa kebanyakkan lansia adalah perempuan (86,7%). Dari hasil wawancara didapat sebagian besar responden mengalami nyeri berat (73,3%) dan keterbatasan dalam pergerakan, dimana 13,33% responden sudah menggunakan alat bantu 1 penyangga dan 11,11% menggunakan 2 alat bantu untuk berjalan < 100 m. Tingkat kesulitan responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari adalah sedang, dengan distribusi menaiki tangga (51,11%), menuruni tangga (40,0%), berjongkok (53,34%) dan berjalan di jalan yang tidak rata (48,89%). Sejumlah 32 orang responden (71,7%) mengalami tingkat keparahan osteoartritis ekstrim berat.

Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan tingkat keparahan osteoatritis lutut (p= 0,000) dengan nilai α = 0,05

(4)

ABSTRACT

The Relationship between Obesity and Knee Osteoarthritis in Oldster at Polyclinic sub Rheumatology, RSUP Haji Adam Malik.

Osteoarthritis is a joint disorder that is often found in people who started at the age of information. Osteoarthritis occurs more frequently in joints that support the body, especially the knee joint. Obesity is the strongest risk factor for the occurrence of osteoarthritis, especially in the knee joint. This research is to know about the relationship between obesity and knee osteoarthritis in oldster at Polyclinic of RSUP. Haji Adam Malik.

This observational analytic research using cross sectional method was done with sample of 45 and this research used questioner, interview, and measured the IMT. The sampling technique was random sampling and analized using chi square.

From research showed that 60,0% of the respondent was oldster with 71,7% of them suffered from obese and most of them are female (86,7%). Based on the questioner, most of them suffered from severe pain (73,3%) where 24,44% used support tools to walk less than 100m of distance. Beside that responding having mild difficulty to do daily activity such as climbing (51,11%) and go down (40,0%) the stairs, squatting (53,34%) and walking on an uneven surface (48,89 %). Lastly result showed that most of the respondent suffered a extreme severe pain from the degree of severity of osteoarthritis (71,7%)

The P value showed are 0,000 and alpha value showed are 0,05. Statistic result showed that there was relation between obesity and knee osteoarthritis in oldster at, RSUP Haji Adam Malik.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada ALLAH WT kerana izinNya aya dapat menyiapkan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis pada Lansia di RSUP. Haji Adam Malik.

Mudahan pemaparan terhadap Karya Tuli Ilmiah ini membantu saya dalam melakukan penelitian pada masa akan datang. Pada keempatan ini, saya mengucapkaan terima kasih kepada dr. Yetty Machrina, M.Kes. selaku dosen

pembimbing penelituan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dosen dan staf/ karyawan Fakultas Kedokteran USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Tidak dilupakan juga Ibunda, ayahnda tercinta dan seluruh keluarga, yang telah bersusah payah untuk memberikan dukungan baik moral maupun materil sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya menyadari bahawa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saya akan menerima sebarang kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Desember 2013

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGHANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN1 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Osteoartritis ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Etiopatogenesis ... 5

2.1.3. Faktor Resiko ... 9

2.1.4. Gambaran Klinis ... 13

2.1.5. Diagnosa ... 14

2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium ... 16

2.1.7. Penatalaksanaan dan Progresivitas ... 20

2.1.8. Pencegahan ... 22

2.2 Obesitas ... 23

2.2.1. Definisi ... 23

2.2.2 Resiko Obesitas Terhadap Kesehatan ... 23

2.2.3. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan IMT ... 24

2.2.4. Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 29

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

3.2. Hipotesis Penelitian ... 29

3.3. Definisi Operasional ... 30

3.3.1. Obesitas ... 30

3.3.2. Osteoartritis Lutut ... 30

(7)

4.1. Metode Penelitian ... 32

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 32

4.2.2 Waktu Penelitian ... 32

4.3. Populasi dan Sampel... 33

4.3.1 Populasi ... 33

4.3.2 Populasi target ... 33

4.3.3. Sampel ... 33

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

4.5. Bahan dan Alat ... 34

4.6. Metode Analisis Data ... 34

4.7. Analisis Data ... 34

4.8. Variabel Penelitian ... 35

4.9. Data Yang Dikumpulkan ... 35

5.0. Alur Penelitian ... 35

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 36

5.1.1 Deskripsi Lokasi penelitian ... 36

5.1.2 Deskripsi Karakeristik Responden ... 36

5.1.3 Hasil Analisis Data ... 37

5.2 Pembahasan ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 44

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut ... 19

2.2. Skala Gambaran Radiologi Kellgren-Lawrence ... 20

2.3. Resiko Relatif (RR) Berhubungan Dengan Obesitas ... 23

2.4. Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan IMT ... 26

2.5 Resiko Morbidittas Berhubungan Dengan IMT ... 27

5.1 Karakteritik Responden ... 37

5.2 Distribusi Frekuensi Kategori Nyeri Pada Responden ... 37

5.3 Distribusi Frekuensi Kategori Jarak Maksimum Berjalan ... 38

5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Aktivitas Sehari-hari ... 39

5.5 Distribusi Hasil Uji Antara Obesitas dengan Umur ... 39

5.6 Distribusi Hasil Uji Antara Obesitas dengan Tahap Nyeri ... 40

5.7 Distribusi Hasil Uji Antara Obesitas dengan Jarak Maksimum ... 41

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Rumus Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut ... 25

2.2. Rumus Indeks Massa Tubuh ... 26

(10)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul

1 Lembar Penjelasan

2 Informed Consent

3 Kuesioner Penelitian

4 Uji Validitas

5 Master Data

6 Output SPSS

(11)

ABSTRAK

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Osteoartritis Lutut pada Lansia di Poli Sub Reumatologi dan Instalasi Rehabilitas RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Osteoartritis atau penyakit sendi degeneratif merupakan gangguan sendi yang sering ditemukan pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut. Osteoartritis lebih banyak terjadi pada sendi yang menopang badan, terutama sendi lutut. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi terkuat untuk terjadinya osteoartritis, terutama pada sendi lutut. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui hubungan obesitas terhadap kejadian osteoartritis lutut pada lansia di Poli Sub Reumatologi RSUP Haji Adam Malik Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel penelitian 45 orang secara total sampling. Seluruh sampel diukur IMT, kemudian dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang sudah tervalidasi. Analisis data menggunakan uji statistik chi square.

Dari hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 60,0% lansia menderita osteoartritis dengan obesitas sejumlah 71,7%, dan didapatkan bahwa kebanyakkan lansia adalah perempuan (86,7%). Dari hasil wawancara didapat sebagian besar responden mengalami nyeri berat (73,3%) dan keterbatasan dalam pergerakan, dimana 13,33% responden sudah menggunakan alat bantu 1 penyangga dan 11,11% menggunakan 2 alat bantu untuk berjalan < 100 m. Tingkat kesulitan responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari adalah sedang, dengan distribusi menaiki tangga (51,11%), menuruni tangga (40,0%), berjongkok (53,34%) dan berjalan di jalan yang tidak rata (48,89%). Sejumlah 32 orang responden (71,7%) mengalami tingkat keparahan osteoartritis ekstrim berat.

Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan tingkat keparahan osteoatritis lutut (p= 0,000) dengan nilai α = 0,05

(12)

ABSTRACT

The Relationship between Obesity and Knee Osteoarthritis in Oldster at Polyclinic sub Rheumatology, RSUP Haji Adam Malik.

Osteoarthritis is a joint disorder that is often found in people who started at the age of information. Osteoarthritis occurs more frequently in joints that support the body, especially the knee joint. Obesity is the strongest risk factor for the occurrence of osteoarthritis, especially in the knee joint. This research is to know about the relationship between obesity and knee osteoarthritis in oldster at Polyclinic of RSUP. Haji Adam Malik.

This observational analytic research using cross sectional method was done with sample of 45 and this research used questioner, interview, and measured the IMT. The sampling technique was random sampling and analized using chi square.

From research showed that 60,0% of the respondent was oldster with 71,7% of them suffered from obese and most of them are female (86,7%). Based on the questioner, most of them suffered from severe pain (73,3%) where 24,44% used support tools to walk less than 100m of distance. Beside that responding having mild difficulty to do daily activity such as climbing (51,11%) and go down (40,0%) the stairs, squatting (53,34%) and walking on an uneven surface (48,89 %). Lastly result showed that most of the respondent suffered a extreme severe pain from the degree of severity of osteoarthritis (71,7%)

The P value showed are 0,000 and alpha value showed are 0,05. Statistic result showed that there was relation between obesity and knee osteoarthritis in oldster at, RSUP Haji Adam Malik.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi obesitas di seluruh dunia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dibandingkan antara tahun 1976-1980 dengan tahun 1999-2000 terdapat peningkatan prevalensi overweight dari 46% menjadi 64,5%. Demikian hal ini

dengan prevalensi obesitas yang meningkat dua kali lipat menjadi 30,5% (Malnick dan Kobler, 2006). World Health Organization (WHO) pada tahun 2003 mencatat bahwa sekitar satu milyar penduduk dunia mengalami overweight dan sedikitnya 300 juta menderita obesitas secara klinis. WHO juga memprediksikan bahwa pada tahun 2015, 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta yang mengalami obesitas.

Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu menyebabkan perubahan dalam gaya hidup terutama pola makan. Pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat, dan tinggi lemak. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Perbaikan tingkat ekonom i juga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat kepada semakin banyaknya penduduk yang mengalami masalah overweight dan obesitas (Almatsier, 2006).

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi terkuat untuk terjadinya osteoartritis (OA), terutama pada sendi lutut. Setengah dari berat badan seseorang bertumpu pada sendi lutut selama berjalan. Berat badan yang meningkat akan memperberat beban sendi lutut. Penelitian di Chingford menyimpulkan risiko meningkatnya osteoartritis lutut disebabkan oleh peningkatan berat badan. Penurunan 5 kg berat badan mengurangi risiko osteoartritis lutut pada wanita sebesar 50% secara simtomatik. Demikian juga

(14)

yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu ( Murphy. E, 2003 ).

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita ( Isbagio H, 2006 ). Dianggarkan 25 % orang yang berumur 55 tahun atau lebih sering mengalami sakit lutut setiap hari dalam sebulan dalam setahun, dan

setengah daripadanya menderita radiographic osteoarthritis pada lutut. Dalam sekumpulan dipertimbangkan mengalami osteoartritis yang simtomatik ( David T. Felson 2006 ). Prevalensi osteoartritis lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Pasien osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensinya yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, osteoartritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di Negara maju maupun di Negara yang berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat kerana osteoartritis. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak osteoartritis akan lebih besar kerana semakin banyaknya populasi yang berumur tua (Handono Kalim, 2009 )

Osteoartritis (OA) atau penyakit sendi degeneratif merupakan gangguan sendi yang sering ditemukan pada seseorang yang mulai menginjak usia lanjut. Osteoartritis lebih banyak terjadi pada sendi yang menopang badan, terutama sendi lutut (Isbagio H, 2006) Osteoartritis pada sendi lutut ini dapat menyebabkan nyeri yang dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan mengurangi kualitas hidup ( Soenarwo BM, 2011 )

Pada keadaan normal, gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya tersebut akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Pada keadaan obesitas, resultan gaya

(15)

Pada keadaan yang berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus yang akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial (Harry Isbagio, 2006). Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization), prevalensi penderita osteoartritis di dunia pada tahun 2004 mencapai 151,4 juta orang dan 27,4 juta orang berada di Asia Tenggara. Prevalensi osteoartritis di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan yang jelas. Namun terdapat beberapa penelitian seperti di Bandung menyatakan bahawa osteoartritis mencapai 69% dari semua

penyakit reumatik yang ada di RS Hasan Sadikin Bandung selama kurun waktu 2 tahun ( 2003 – 2005 ), ( Sagung Seto 2006). Berdasarkan studi di Jawa Tengah pula, prevalensi osteoartritis lutut mencapai 15,5% pada laki-laki, dan 12,7% pada perempuan (Wadiananta, 2009).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah Ada Hubungan AntaraObesitas Dengan kejadian Oteoartritis Lutut pada Lansia “.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian osteoartris lutut pada lansia di RSUP Adam Malik.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mendeskripsikan variasi karakteristik subjek penelitian pasien osteoartritis lutut RSUP Adam Malik. 2. Untuk mendeskripsikan obesitas pada pasien osteoartritis

lutut RSUP Adam Malik.

3. Untuk mendeskripsikan kejadian osteoartritis sendi lutut pasien RSUP Adam Malik.

4. Untuk menganalisis hubungan antara obesitas dengan

(16)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi pasien

1. Sebagai informasi kepada pasien, akan pentingnya menurunkan kelebihan berat badan untuk mencegah terjadinya osteoartrtis maupun mengurangi gejalanya.

1.4.2. Bagi peneliti

1. Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam

menerapkan ilmu, metode penelitian dan menambah wawasan pengetahuan tentang kejadian penyakit osteoartritis pada lansia obesitas.

1.4.3. Bagi Masyarakat

1. Penelitian ini diharapkan dapat mengenal dan memahami tentang osteoarthritis dengan hubungannya dengan obesitas. 1.4.4. Bagi institusi pendidikan

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refrensi atau sumber informasi untuk penelitian berikutnya dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit osteoarthritis. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penatalaksanaan terjadinya osteoartritis lutut.

1.5. Hipotesis Penelitian

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Osteoartritis

2.1.1. Definisi osteoartritis

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif non inflamasi yang ditandai dengan degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi

tulang pada tepinya dan perubahan pada membran sinovial serta nyeri setelah aktivitas berkepanjangan dan kekakuan khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas (WAN, 2002).

Osteoartritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada lutut yang berhubungan dengan defek integrasi kartilago, dan perubahan pada tulang di bawahnya dan pada batas sendi (Brandt KD, 2003)

2.1.2. Etiopatogenesis osteoartritis

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua menurut patogenesisnya, yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer merupakan osteoartritis yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik) yaitu OA yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herideter, jejas mikro dan makro serta immobilisasi yang terlalu lama (Joewono Soeroso H. I., 2009)

Patogenesis osteoartritis tidak hanya melibatkan proses degeneratif saja, namun melibatkan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Joewono Soeroso H. I., 2009). Osteoartritis diperkirakan dapat diakibatkan

(18)

Pada tulang rawan sendi (kartilago) dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antara tulang yang terjadi ketika cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antara kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila

terjadi cedera dan peradangan pada sendi ( Felson DT 2008 ). Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga . Gangguan pada fungsi kondrosit akan memicu proses patogenik osteoarthritis dengan baik ( Sumariyono, 2006 ).

Beberapa penelitian membuktikan bahawa rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antara sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor β (TGF-β) dan coloni stimulating factor ( CFFs ). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang

peranan penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap (IGF-1). Faktor pertumbuhan TGF-β mempunyai efek multiple matriks kartilago yaitu meransang sintesis kologen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang mendegradasi proteoglikan,

meningkatkan produksi prostaglandin E₂ (PGE₂) dan melawan efek

(19)

mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosterone. β -estradiol, platelet derivate growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin.

Peningkatan degredasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hail degredasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang

menyebabkan inflamasi sendi. Refarat perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah dibanding normal yaitu 0.29 dibanding 1.

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proes peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinololitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan thrombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrois jaringan subkondral terebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjunya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf

sensible yang dapat menghantarkan rasa sakit.

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari lepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peragangan tendon atau ligementum serta spasmus otot-otot extra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan perioteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduller akibat stasis vena intrameduller kerana proses remodeling pada trabekula dan subkondrial.

Peran makrofag didalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila

(20)

yang disebut katabolin. Sitokin terebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (INF) α dan π. Sitokin-sitokin ini akan meransang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mengredasi rawan sendi secara lansung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi rawan sendi.

Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mengredasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, maenghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pada pasien OA mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara local.

Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung meransang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan meransang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individual normal pada umur yang sama (Joewono Soeroso 2009).

2.1.3 Faktor Resiko

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoartrits lutut, antara lain :

1. Usia

Usia merupakan faktor risiko paling penting pada osteoartritis. Prevalensi osteoartritis lutut akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan osteoartritis lutut ini terjadi pada usia lebih dari 65 tahun dengan rata-rata usia pada laki-laki 59,7 tahun dan rata-rata usia pada perempuan 65,3 tahun (

(21)

2. Jenis kelamin

Osteoartritis lutut umumnya terjadi dua kali lipat pada wanita dibanding pria. Wanita dengan umur diatas 50 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis lutut. Pada wanita kulit hitam lebih tinggi untuk terjadinya osteroartritis lutut dibanding pada wanita kulit putih, sedangkan pada pria kulit hitam memiliki risiko yang sama dengan pada kulit putih untuk terjadinya

osteoartritis lutut ( Arthritis Research UK, 2011) 3. Ras/warna kulit

Osteoartritis lutut diduga disebabkan oleh faktor ras. Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada ras kulit berwarna dibandingkan kulit putih (Misnadiarly,2010)

4. Aktivitas Fisik

Aktivitas dan latihan yang normal tidak menyebabkan osteoartritis, tetapi bila aktivitas tersebut dilakukan sangat berat, berulang atau pekerjaan yang menuntut fisik seseorang dapat meningkatkan risiko osteoartritis.Pekerjaan dan olahraga yang berat dapat meningkatkan risiko osteoartritis lutut. Penelitian HANES I menyebutkan bahwa pekerja yang sering membebani sendi lutut mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan pekerja yang jarang membebani sendi lutut (Arthritis Reasearch UK,2011) 5. Trauma

Trauma dapat mengakibatkan rusaknya rawan sendi, baik yang bersifat trauma akut maupun trauma berulang yang melebihi kekuatan otot dan tendon periartikular untuk menahan beban mekanik dan menyalurkannya ke rawan sendi, sendi menjadi rusak hingga dapat menimbulkan osteoarthritis (Misnidiarly,2010)

6. Faktor Genetik

Faktor genetik berperan utama dalam timbulnya

(22)

kesempatan besar untuk terjadinya osteoartritis lutut (Arthritis UK, 2011)

7. Nutrisi

Penelitian menunjukkan faktor nutrisi mempengaruhi perjalanan penyakit osteoartritis. Asupan makanan yang mengandung banyak mikronutrien, seperti vitamin E, vitamin C, dan buah-buahan yang mengandung karoten dapat mencegah

timbulnya osteoartritis. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa ada dampak sebagai antioksidan dari vitamin C dan vitamin E. Vitamin C dibutuhkan pada metabolisme kolagen dan vitamin E mempunyai dampak pada inflamasi ringan atau sinovitis yang terjadi pada osteoartritis.Sedangkan, delta dan gamma, yang ditemukan dalam kedelai, sawit dan minyak lainnya, ditemukan dua kali lipat mengalami osteoartritis lutut. Kekurangan vitamin D juga berhubungan dengan peningkat an risiko penyempitan ruang sendi dan progresivitas penyakit osteoarthritis (Arthritis UK,2011). 8. Penyakit Sendi Lainnya

Osteoartritis kadang kala merupakan akibat kerusakan dari berbagai penyakit sendi yang jarang terjadi, seperti gout atau asam urat yang terjadi selama bertahun-tahun sebelumnya (Eustice.C,2008)

9. Obesitas

Kegemukan merupakan faktor penting untuk terjadinya osteoartritis, terutama pada lutut. Obesitas juga dapat meningkatkan prognosa menjadi lebih buruk.Pada Penelitian Marks dengan metode Cohort dilaporkan bahwa terdapat setidaknya 80% penderita osteoartritis lutut yang obesitas dengan BMI yang lebih tinggi mengalami nyeri lebih dari individu dengan BMI yang lebih rendah (p <0,05) dan nyeri yang terkait dengan

(23)

Risiko terjadinya osteoartritis akan meningkat sebanyak 9 -13% pada individu dengan peningkatan 1 kg berat badan. I tu berarti bahwa jika seseorang mengalami peningkatan berat badan 10 pound (4,54 kg) maka akan mengakibatkan peningkatan risiko 40 sampai 59 persen. Kelebihan berat badan selama masa dewasa awal juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit di kemudian hari. Sebagai contoh, sebuah studi longitudinal 1.180

orang, yang tidak memiliki osteoartritis lutut antara usia 20 sampai 29, didapatkan bahwa peserta terberat (IMT 24,7-37,6) adalah tiga kali lebih mungkin untuk terjadinya osteoartritis lutut dengan usia 6 5 tahun dibanding mereka yang memiliki IMT 15,6-22,8 (Weight Wather, 2011)

Berat badan lebih berhubungan dengan meningkatnya risiko timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pria. Kegemukan tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atas sternoklavikula). Selain faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan hormonal berhubungan erat antara osteoartritis dan kegemukan yang disokong oleh adanya kaitan antara osteoartritis dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi, (Isbagio,H, 2011)

2.1.4 Gambaran Klinis 1. Nyeri Sendi

Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan penderita ketika berkunjung ke dokter, meskipun sebelumnya perrnah mengalami kaku sendi dan deformitas. Nyeri ini akan bertambah berat saat melakukan gerakan dan akan berkurang bila penderita istirahat

(24)

Kaku sendi pada osteoartritis dapat terjadi setelah imobilitas, seperti duduk dalam waktu cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur dan berlangsung kurang dari 30 menit ( Isbagio, H, 2006)

3. Hambatan Gerak Sendi

Hambatan gerak pada osteoartritis disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi menetap, kelainan sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi yang terkena.

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini ( secara radiologis ). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bia digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan sahaja).

4. Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya seuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul gerakan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.

5. Pembengkakan Sendi

Pembengkakan sendi dapat terjadi karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100 cc).Deformitas dapat terlihat pada sendi yang terkena yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis (Isbagio.H , 2006)

6. Perubahan Gaya Berjalan

Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian penderita usia lanjut.

(25)

OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartitis juga menimbulkan gangguan fungsi.

2.1.5 Diagnosa

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. a. Radiografis Sendi yang Terkena.

Pada sebahagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena

osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnose OA ialah :  Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih

berat pada bahagian yang menanggung beban.  Peningkatan densitas ( sclerosis ) tulang subkondral.  Kista tulang

 Osteofit pada pinggir sendi  Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat degradasi menjadi ringan sampai berat ( kriteria Kellergen dan Lawrence ). Harus diingat bahawa diawal

penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal. Pemeriksaan penginderaan dan radiologi sendi lain.

 Pemeriksaan radiogrfi sendi lain atau penginderaan

(26)

 Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan banyk sendi ( osteoartritis

generalista ).

 Paien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit

yang meskipun jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit terebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetic (MRI), atroskopi dan atrografi.

 Pemeriksaan lebih lanjut ( khususnya MRI ) dan mielografi

mungkin juga diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medulla spinalis. 2.1.6 Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biaanya tidak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit , laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalista yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang diertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.

(27)

peninggian jumlah leukosit, perlu dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau artritis inflamasi atau artritis septic ( Setiyohadi Bambang, 2003 ) Terdapat tiga cara utama untuk memantau progresivitas dan outcome OA:

 Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien ( patient-

related measure of joint pain and diability), misalnya nilai

algofungsional dari WOMAC, indeks beratnya nyeri lutut dan panggul.

 Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi yang terseraang (measurement of the structural / anatomical changes in the affected joints) misalnya radiografi polos, MRI, artroskopi dan

ultrasound frekuensi tinggi.

 Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan

metabolisme atau perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi artikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya (measurement of the disease process exemplified by changes in metabolism or functional properties of the articular cartilage,

subchondral bone or other joints tissues ) misalnya marker rawan

sendi dalam cairan tubuh, skintigrafi tulang, pengukuran resistensi terhadap kompresi pada rawan sendi dengan mengukur kemampuan identasi atau penyebaran.

Nilai algofungsional, radiologic polo dan artroskopi telah banyak digunakan pada berbagai uji klinik OA, tetapi hanya nilai algofungsional saja yang telah divalidasi sebagai instrument outcome.

(28)

informasi yang diperoleh hanyalah pengukuran tidak lansung dari proses penyakit. Melihat hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang secara cepat memberikan informasi dari dari fungsi, komposisi dan proses metabolik pada rawan sendi yang dapat digunakan memantau hasil pengobatan.

Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini

Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut ( Setiyohadi B, 2010) Klinik dan laboratorik Klinik dan radiologic Klinik

Nyeri lutut + minimal 5 dari criteria berikut:

- Usia > 50 tahun - Kaku pagi < 30 menit

- Krepitus

- Nyeri tekan

- Pembesaran tulang - Tidak panas pada perabaan

- LED < 40 menit/ jam

- RF < 1:40 - Analisa cairan sendi normal

Nyeri lutut + minimal 1 dari criteria berikut:

- Usia > 50 tahun

- Kaku pagi < 30 menit

- Krepitus

+

- Osteofit

Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 kriteria berikut:

- Usia > 50 tahun - Kaku pagi < 30 menit - Krepitus

- Nyeri tekan

- Pembesaran tulang

(29)

Table 2.2 Skala Gambaran Radiologi Kellgren – Lawrence ( Wachjudi RG, 2006)

Derajat Status Keterangan

0

1

2

3

4

Normal

Meragukan

Minimal

Sedang

Berat

Tidak terdapat gambaran OA

Kemungkinan osteofit dan penyempitan celah sendi yang belum jelas

Osteofit dengan atau tanpa penyempitan celah sendi

Osteofit sedang, penyempitan celah sendi nyata, sedikit sklerosis, kemungkinan ada deformitas

Deformitas yang nyata: jarak sendi sangat terganggu dengan sklerosis tulang subkondral.

2.1.6 Penatalaksanaan dan Progresivitas

Ada 3 (tiga) modalitas penatalaksanaan pada osteoartritis : A. Non Farmakologis

1. Edukasi (perawatan sendiri, konsep nyeri)

2. Olahraga, penguatan otot, perbaikan lebar jangkauan gerakan 3. Memodifikasi faktor risiko : penurunan berat badan, alas kaki

yang sesuai, pengaturan kegiatan, tongkat, alat -alat pembantu, spin 4. Terapi fisik dan rehabilitasi : panas, dingin, rangsangan elektrik B. Farmakologis

1. Topikal : gel OAINS, capsaicin

2. Injeksi lokal : Kortikosteroid, Hyaluronan

(30)

C. Operatif

1. Intervensi fisik invasif : bilas atroskopi, irigasi 2. Artroplasti : Osteotomi, penggantian sendi

Osteoartritis dapat dipantau progresivitas dan outcome dengan tiga cara utama, yaitu :

1. Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien : misalnya dengan menggunakan nilai algofungsional dari WOMAC, indeks beratnya sendi

lutut dan panggul (Indeks Lequesne).

2. Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi yang terserang, misalnya radiografi polos, MRI, atroskopi dan ultrasound frekuensi tinggi. 3. Pengukuran frekuensi penyakit yang dinyatakan dengan perubahan metabolisme atau perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi artrikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya : misalnya marker rawan sendi dalam cairan tubuh, skintigrafi tulang, pengukuran resistensi terhadap kompresi pada rawan sendi dengan mengukur kemampuan identasi atau penyebaran.

2.1.7 Pencegahan

Osteoartritis dapat dicegah dengan beberapa langkah, antara lain : 1. Menghindari setiap faktor risiko, misal mencegah obesitas 2. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena

3. Olahraga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot -otot disekitarnya sehingga otot dapat menyerap benturan dengan lebih baik 4. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang

5. Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan seimbang sehingga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal 6. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar 7. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan yang mengakibatkan sendi rusak

(31)

9. Menekan lembut dengan hati-hati pada bagian yang bengkak dan kaku sambil memberi terapi pemanasan sederhana dengan minyak oles atau krim balsem

10. Untuk nyeri pada jari tangan, dianjurkan merendam tangan dalam campuran parafin panas dengan minyak mineral pada suhu 45-52°C atau mandi dengan air hangat.

2.2 Obesitas

2.2.1 Definisi

Obesitas adalah akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh yang mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik.

[image:31.595.105.516.505.716.2]

Obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT) ( berat badan dalam kilogram dibahagi dengan kuasa dua dari tinggi badan dalam meter) yang mencapai 30.0 atau lebih. Obesitas sering dikaitkan dengan peningkatan resiko kematian ( NEJM 2006 ). 2.2.2 Resiko Obesitas Terhadap Kesehatan.

Tabel 2.3. Risiko Relatif (RR) terjadinya masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas ( Sagong Seto, 2009 ).

RR meningkat tajam RR ≥ 3

RR meningkat sedang RR 2-3

RR meningkat ringan RR > 1-2

- Diabetes Mellitus - Resistensi Insulin - Hipertensi

- Dislipidemia - Sleep Apnoe - Penyakit Kandung Empedu

- Penyakit Kardiovaskuler - Osteoartritis - Hiperurisemia dan gout

- Gangguan fertilitas - Peningkatan risiko anestetik

- Low back pain

- Kanker (kanker

kolon paska

menopause, kanker endometrium, kanker prostat)

- Abnormalitas hormon reproduksi - Sindrom polikistik ovarium

(32)

2.2.3 Pemeriksaan Fisik Berdasarkan IMT

A. Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan dapat menggunakan timbangan digital atau beam balance yang diletakkan pada permukaan datar dan keras. Sebelum pengukuran, kosongkan kandung kemih dan belum mengkonsumsi makanan apapun. Posisi jarum timbangan diposisikan pada

angka 0, sebelum dilakukan penimbangan. Geser anak timbangan hingga seimbang bila menggunakan beam balance. Subyek sebaiknya menggunakan pakaian

biasanya dan tanpa alas kaki atau kaus kaki. Selanjutnya, subyek berdiri tegak di tengah-tengah timbangan tanpa bantuan. Lakukan pembacaan dalam kilogram dengan ketelitian 1 angka dibelakang koma, kemudian dicatat (Sagung Seto, 2009).

B. Pengukuran Tinggi Badan

Alat ukur tinggi badan dapat menggunakan Microtoise. Tinggi badan dapat diukur dengan cara berdiri tegak lurus dan dengan cara mengukur tinggi lutut. Pengukuran dengan cara berdiri tegak dengan menggantungkan microtoise setinggi 2 meter dari lantai pada dinding yang datar dengan angka 0 tepat di lantai. Sebaiknya subyek menggunakan pakaian yang ringan dan tanpa alas kaki atau kaus kaki. Subyek berdiri tegak, kaki merapat, dengan posisi kepala lurus kedepan, dan tulang belikat, pinggul dan bahu menempel di dinding serta kedua lengan tergantung disamping badan. Kemudian turunkan bagian microtoise yang dapat bergerak dengan hati-hati ke atas kepala hingga menekan rambut. Lakukan pengukuran saat inspirasi

(33)

Bila subyek tidak dapat berdiri tegak, maka pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan cara mengukur tinggi lutut. Pada pengukuran tinggi lutut, subyek dapat dalam keadaan duduk maupun terlentang dengan membentuk sudut 90° antara tulang tibia dan tulang paha. Letakkan alat antara tumit sampai dengan bagian proksimal dari tulang paha. Tinggi badan kemudian dihitung dengan rumus

berikut:

Pria = 64.19 - ( 0.04 x Usia ) + ( 2.02 x TL )

Wanita = 84.88 – ( 0,24 x Usia ) + ( 1.83 x TL )

Gambar 2.1. Rumus Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut

Selain menggunakan rumus, pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan mengkonversikan ke dalam nomogram untuk usia lebih dari 59 tahun (Arisman, 2007)

C. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk menentukan berat badan lebih atau obesitas pada orang dewasa. Indeks Massa Tubuh juga digunakan sebagai pengganti untuk mengukur lemak tubuh (Sugondo S., 2006).

[image:33.595.190.470.647.726.2]

IMT =

(34)
[image:34.595.226.460.139.421.2]

Table 2.4. Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan IMT Klasifikasi IMT (Kg/m²)

Underweight < 18,5

Normal 18,5 – 22,9

Overweight ≥ 23

Berisiko 23 – 24,9

Obese I 25 – 29,9

Obese II ≥ 30

Tabel 2.5. Risiko morbiditas yang berhubungan dengan IMT dan lingkar perut pada orang dewasa Asia

Lingkar Perut

IMT (Kg/m²) < 90 cm ( laki-laki) < 80 cm ( perempuan)

≥ 90 cm (laki-laki) ≥ 80 cm ( perempuan)

< 18,5 Rendah ( tapi resiko klinis lain meningkat)

Rata-rata

18,5 – 22,9 Rata – rata Meningkat ≥ 23

23 – 24,9 Meningkat Sedang

25 – 29,9 Sedang Berat

[image:34.595.175.516.500.730.2]
(35)

Indek Massa Tubuh (IMT) tidak dapat digunakan pada seseorang dengan peningkatan massa otot, seperti pemain sepak bola, atlet angkat besi dan lainnya yang menggunakan angkat beban sebagai bagian dari program olahraganya (Sugondo S, 2006)

2.2.4 Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian Osteoartritis Lutut.

Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis lutut. Maquet menjelaskan bahwa

pada keadaan normal gaya berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Sebaliknya, pada keadaan obesitas resultan tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima sendi lutut akan tidak seimbang.

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian seperti gambar di bawah ini:

3.2. Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian osteoartritis lutut.

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Obesitas

Definisi: Obesitas adalah Seseorang yang memiliki Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m².

Alat ukur: Meteran (cm), alat timbangan berat badan. Hasil ukur: Pre Obesitas IMT : 25 – 26

Obesitas : ≥ 27

Skala : Nominal 3.3.2. Osteoartritis Lutut

Definisi Osteoartritis (OA):

Osteoartritis lutut adalah osteoartritis yang terjadi pada sendi lutut, ditandai dengan rasa nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat; kaku sendi terutama saat bangun tidur atau setelah istirahat lama, krepitasi dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi.

Obesitas Kejadian

(37)

Cara ukur:

Melalui pemriksaan fisik dan pemerikaan radiologis. Untuk menentukan tingkat keparahan OA digunakan Kuesioner Lequesne yang telah diuji validitas dan realibilitas.

Alat ukur: Foto rongent, Kuesioner Lequesne,. Hasil ukur: Osteoartritis lutut atau tidak osteoartritis

: tingkat keparahan osteoartritis

Skor 1-4 : ringan Skor 5-7 : Sedang Skor 8-10 : Berat

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Penyakit Dalam sub Reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Dengan alasan RSUP Adam Malik ini mempunyai kemudahan yang cukup untuk peneliti dan memudahkan proes penelitian.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 – Desember 2013, adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pengajuan judul, konsultasi penyusunan proposal oleh dosen pembimbing, penyerahan proposal, persiapan seminar proposal, perbaikan proposal, penyiapan ijin lokasi penelitian, pengumpulan data, konsultasi laporan penelitian, seminar hasil penelitian dan perbaikan hasil penelitian.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh pasien lansia berumur 50 tahun ke atas yang datang berobat ke RSUP. Adam Malik.

4.3.2 Sampel

Penelitian ini diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi :

(39)

b. Subjek merupakan pasien yang berobat jalan ke RSUP Adam Malik pada rentang waktu bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember 2012

c. Subjek bersedia mengikuti penelitian Kriteria eksklusi :

a. Data Catatan Medik tidak lengkap b. Pasien osteoartritis di lokasi selain lutut

c. Pasien dengan Indeks Massa Tubuh kurang dari 23

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional.

4.5. Bahan dan Alat

1. Meteran tinggi badan (Microtoise) 2. Timbangan berat badan

3. Kuesioner

4. Alat Tulishan dan Alat

4.6. Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17.0 4.6.1 Pengolahan Data

a. Editing

b. Coding

c. Processing

d. Cleaning

4.7. Analisis data

(40)

4.8. Variabel Penelitian

4.8.1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian adalah obesitas. 4.8.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah osteoartritis lutut

4.9. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan kuesioner serta dari data sekunder yaitu berupa catatan rekam medik osteoartritis lutut.

5.0 Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Penyusunan proposal.

2. Persiapan Bahan dan Alat penelitian.

3. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 hingga Oktober 2013.

4. Populasi pada penelititan ini adalah seluruh pasien osteoartritis lutut yang berobat di poli penyakit dalam sub Reumatologi dan Instalasi Rehabilitasi RSUP Haji Adam Malik.

5. Peneliti mengambil sampel penelitian berdasarkan catatan rekam medik yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan foto rontgen.

6. Peneliti mengukur tinggi badan dan berat badan untuk menghitung Indeks Massa Tubuh. Jika Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m² maka responden tersebut memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian.

7. Peneliti melakukan wawancara kepada responden untuk mengisi lembar informed consent dan kuesioner serta melengkapi

lembar observasi penelitian.

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini adalah di Poliklinik Penyakit Dalam Sub Reumatologi RSUP H Adam Malik yang merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.

335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembanggunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ± 10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan studi cross sectional. Penelitian telah dilakukan terhadap 45 sampel yang telah memenuhi syarat.

[image:41.595.160.513.521.756.2]

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia

Usia pertengahan (45-59 tahun) 15 33.3 Lanjut Usia (60-74 tahun) 27 60.0 Usia Lanjut Tua (75-90 tahun) 3 6.7

Total 45 100.0

Obesitas

Pre Obesitas (IMT: 25-26) 13 28.9

(42)

Total 45 100.0

Jenis Kelamin

Lelaki 6 13.3

Perempuan 39 86.7

Total 45 100.0

Mayoritas responden adalah pasien yang dikategorikan sebagai usia lanjut yaitu yang berusia diantara 60-74 tahun sebanyak 27 orang (60,0%), sedangkan minoritas pasien adalah lanjut usia tua dengan jumlah sebanyak 3 orang (6,7 %) dan sisanya adalah pasien usia pertengahan dengan jumlah sebanyak 15 orang (33,35%). Responden dengan obesitas 32 orang (71,7%) lebih banyak daripada

pasien pre obesitas yang hanya berjumlah 6 orang (13,3%). Dari jumlah responden, mayoritas adalah perempuan dengan jumlah 39 orang (86.7%) sedangkan responden laki-laki hanya 6 orang (13,3%).

5.1.3 Distribusi frekuensi kategori nyeri pada responden

Table 5.2 Distribusi Frekuensi Kategori Nyeri Pada Responden

Tahap nyeri Frekuensi (n) Persentase (%)

Ringan Sedang Berat

Sangat Berat

Ekstrim Berat Total

0 3 22 7

0 32

0,0 9,4 68,7 21,9

0,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 di atas didapatkan bahawa tahap nyeri yang paling tinggi frekuensinya adalah tahap nyeri berat dengan jumlah

(43)
[image:43.595.107.519.256.489.2]

sedikit adalah nyeri sedang dengan jumlah responden sebanyak 4 orang (9,4%) dan selebihnya adalah nyeri sangat berat dengan jumlah responden seramai 8 orang (21,9%) daripada keseluruhan responden seramai 45 orang. Selain itu, tidak didaptkan tahap nyeri sangat berat dan ekstrim berat (0%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jarak Maksimum Berjalan Responden dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.

Jarak maksimum berjalan

Dengan bantuan

penyangga

Tidak (%) 1 (%) 2 (%)

Tidak terbatas

> 1Km tetapi terbatas Sampai dengan 1Km 500 - 900m

300 – 500m 100 – 500m

< 100m Total 0,0 3,1 6,3 9,3 12,5 0,0 0,0 31,2 6,3 0,0 3,1 6,3 9,3 0,0 21,9 46,9 0,0 0,0 0,0 6,3 0.0 0,0 15,6 21,9

(44)
[image:44.595.147.501.175.272.2]

Tabel 5.4 Kategori Jarak Maksimum yang Dapat Ditempuh dengan Berjalan Dengan atau Tanpa Bantuan Alat Penyangga (Dengan

Nyeri)

Tahap Nyeri Frekuensi (n) Persentase (%) Ringan Sedang Berat Sangat Berat Ekstrim Berat Total 5 14 13 0 0 32 15,6 43,8 40,6 0,0 0,0 100,0

Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan mayoritas responden mengeluh tahap nyeri sedang sewaktu berjalan pada jarak maksimum sebanyak 14 orang (43,8%), sedangkan hanya 5 orang (15,6). Sebanyak 13 orang (40,6%) responden mengatakan tahap nyeri yang berat. Tidak didapatkan responden dengan tahap nyeri sangat berat dan ekstrim berat (0,0%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kesulitan Responden Dalam Melakukan Aktivitas Sehari-hari

Aktivitas Mudah (%) Ringan (%) Sedang (%) Berat (%) Tidak Bisa (%) Total (%) Menaiki tangga Menuruni tangga Dapat menjongkok Berjalan di jalan tidak rata 15,6 0,0 0,0 3,1 9,4 28,1 6,3 3,1 53,1 43,8 65,6 65,7 21,9 28.1 28,1 28,1 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 100,0 100,0

[image:44.595.109.573.448.596.2]
(45)
[image:45.595.136.404.165.313.2] [image:45.595.106.519.549.697.2]

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi kategori nyeri saat melakukan aktivitas sehari-hari

Tahap Nyeri Frekuensi (n) Persentae (%) Ringan Sedang Berat Sangat berat Ekstrim berat Total 0 0 5 20 7 32 0,0 0,0 15,6 62,5 21,8 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, mayoritas responden mengeluh tahap nyeri sangat berat sewaktu melakukan aktivitas sehari-hari dengan jumlah 20 orang (62,5%), sedangkan hanya 5 orang (15,6%) yang mengeluh nyeri berat. Sebanyak 7 orang (21,8%) responden mengeluh nyeri tahap ekstrim berat. Tidak didapatkan responden dengan tahap ringan dan sedang pada ketegori ini (0,0%).

Tabel dibawah ini menunjukkan distribusi tingkat keparahan osteoartritis responden:

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi kategori tingkat keparahan osteoartritis berdasarkan tahapan nyeri

(46)

Berdasarkan tabel diatas, semua reponden yang obeitas mengalami tingkat keparahan yang ekstrim berat dengan jumlah sebanyak 32 orang (100,0%). Tidak ditemukan responden yang mengalami tingkat keparahan ringan, sedang, berat, sangat berat (0,0%).

5.5 Pembahasan

Pada penelitian ini responden paling banyak berada pada usia lanjut (tabel

5.1), hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO (2003) berdasarkan klasifikasi usia. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa usia juga memegang peranan penting dalam terjadinya osteoartritis lutut. Menurut Isbagio H, 2006, proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan

menurunkan fungsi kondrosit,yang semuanya mendukung terjadinya osteoaritritis.

Prevalensi osteoartritis lutut akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan osteoartritis lutut ini terjadi pada usia lebih dari 65 tahun dengan rata-rata usia pada laki-laki 59,7 tahun dan rata-rata usia pada perempuan 65,3 tahun.

Keadaan osteoartritis lutut dapat diperberat oleh obesitas. Selain itu

obesitas akan meningkatkan lagi risiko munculnya osteoartritis. Pada penelitian

ini sebagian besar responden adalah obesitas (tabel 5.1). Osteoartritis adalah

sejenis penyakit rematik yang disebabkan oleh ausnya tulang rawan dan

menipisnya minyak sendi/sinoval. Populasi dengan berat badan lebih dan obesitas

mempunyai faktor risiko Osteoartritis lutut lebih besar dibanding dengan populasi

dengan berat badan normal. Obesitas merupakan faktor risiko kuat bagi

osteoartritis lutut bilateral maupun unilateral pada jenis kelamin apapun (Eyler,

2003). Wanita obesitas merupakan memiliki faktor risiko 4-5 kali untuk terserang

Osteoartritis lutut dibanding wanita yang kurus (Bambang, 2003).Ketika berjalan

beban berat badan dipindahkan ke sendi lutut 3-6 kali lipat berat badan (Haq,

2003; Moll, 1987). Maka bila proporsi berat badan lebih dari tinggi badan

(obesitas), kerja sendi pun akan semakin berat. Dijelaskan Mquet (2005) secara

(47)

sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot - otot paha bagian lateral sehingga

resultannya akan jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Sedangkan pada keadaan

obesitas resultan tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban yang diterima

sendi lutut akan tidak seimbang Hal ini dapat menyebabkan ausnya tulang rawan

karena bergesernya titik tumpu badan. Oleh karena itu kelebihan berat badan pada

umur 36- 37 tahun membuat satu faktor risiko bagi osteoartritis lutut pada umur

lanjut. (Haq, 2003; Moll, 1987).

Nyeri sendi yang diakibatkan oleh osteoartritis berbeda-beda tergantung

tingkat keparahannya. Pada penelitian ini didapati bahwa sebagian besar

responden memiliki kategori nyeri berat (62,5%). Nyeri yang dialami oleh

responden dapat dipengaruhi kemampuan responden untuk melakukan aktifitas

sehari-hari seperti berjalan, menaiki atau menuruni tangga, jongkok bahkan

berjalan di tempat yang tidak rata ( tabel 5.4 dan tabel 5.5). Terbukti pada

penelitian ini didapatkan bahwa ketika berjalan dengan jarak < 100 meter sahaja,

37,5% responden harus menggunaka alat bantu baik dengan 1 ataupun 2

penyangga dan tidak ada satupun responden yang dengan mudah menuruni tangga

dan berjongkok ( tabel 5.4 ). Pekerja yang banyak membebani sendi lutut,

misalnya para pekerja yang banyak berjalan, berdiri lama, naik turun tangga, memanggul beban dan jongkok lama akan mempunyai resiko terserang OA sendi lutut lebih banyak dari pada pekerja yang tidak banyak membebani lutut (Isbagio, 1995).

Menurut Kellergen Lawrence Score, dari penjumlahan skoring nyeri bahwa tingkat keparahan osteoartritis dapat dilihat dari tingkat keparahan nyeri nya dalam melakukan aktivitas. Pada penelitian ini diperoleh semua responden obesitas mengalami tingkat keparahn osteoartritis yang ekstrim berat. Tingkat derajat keparahan osteoartritis seseorang ditentukan oleh derajat keparahan nyeri. Semakin tinggi nilai derajat keparahan nyeri, semakin tinggi skor pada tingkat keparahan osteoartritisnya. Hal ini berarti semakin parah nyeri yang dirasakan seseorang, semakin terganggu aktivitas orang tersebut. Pernyataan ini sama

(48)

disabilitas pada pasien OA lutut yang simptomatis mempunyai korelasi yang kuat dengan keparahan nyeri, IMT dan kelelahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Paradowski, et all(2006) hormon

seks memiliki peranan dalam meningkatkan persepsi nyeri pada wanita

dibandingkan dengan pria. Hasil studinya menunjukkan bahwa gejala nyeri yang

memburuk secara dramatis terlihat pada wanita dengan rentang usia yang lebih tua

hal ini mungkin berhubungan dengan kejadian menopouse. Hilangnya estrogen

pada wanita menopouse seringkali menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis

yang bermakna pada fungsi tubuh termasuk gelisah, letih, dan ansietas (

Guyton,1997). Walaupun Paradowski, dkk (2006) mendapatkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perubahan derajat nyeri dan fungsi.

(49)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. SARAN

1. Perlu diadakan komunikasi, informasi dan edukasi terhadap masyarakat tentang penyakit osteoartritis lutut sehingga dapat dipahami dan mampu diterapkan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pada lansia.

2. Menjaga berat badan ideal supaya tidak mengalami obesitas, baik dengan cara rutin berolah raga maupun melakukan diet yang seimbang.

B. KESIMPULAN

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, H.R. 2005. Studi Immunomolekuler pada Osteoartritis Sendi Lutut dengan Penelusuran MRNA IL-1. J Med Nus Vol. 26 No. 3.

Agus, S. 2008. Pengukuran BMI sebagai Indikator Obesitas dalam Hubungan dengan Osteoartritis. http://agussuseno.blogspot.com/. (10 Desember 2008)

Ari. 2005. Obesitas di Indonesia Cenderung Bertambah. http://www.balispot.co.id/balipostcetak/2005/2/16/kes3.htm.

(10Desember 2008)

Bambang, Setiyohadi. 2003. Osteoartritis Selayang Pandang. Temu Ilmiah Reumatologi 2003.

Boedi, D.R. 1999. Pola Penyakit Keluhan pada Golongan Lanjut Usia. Pengenalan dan Pencegahan Penyakit pada Usia Lanjut agar Tetap Sehat dan Berkualitas. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Budiyanto, M.A.K., 2002. Diet Therapy pada Obesitas . Gizi dan kesehatan. UMM Press, Madang. Hal : 47 – 55

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta. Jakarta. Hal: 213.

Constantinides, 1994. Dalam Boedhi – Darmojo, R. & Martono., H., (1999). Geriatri, edisi ke – 2. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Dingle, J.T., 1991 Cartilage maintenance in Osteoartritis : interaction of cytokines, NSAID and Prostaglandins in articular Cartilage and Repair.

J.Rheumatol , 18 (Suppl.28); 30-7Eyler AA. : Correlates of Physical Activity : Who’s Active and Who’s Not ?. Arthritis & Rheumatism Vol.49, No.1, February 15, 2003, 136-40

Ghosh, P., 1992 Future Treatments of Osteoartritis in Nasution, A.R., Darmawan.J.,Isbagio.H (eds) Rheumatology APLAR. pp.255-58. Churchill

Livingstone , New York.Haq I , E Murphy, Dacre J.: Osteoartritis ; Postgrad Med J. 2003 ; 79:377-383

(51)

Isbagio, Harry. 1995. Pendekatan Diagnostik Penyakit Reumatik. Cermin Dunia Kedokteran No.78. Jakarta.

Isbagio, Harry. 2005. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Suara Karya.Isbagio, Harry. 2009. Tiga Hal yang Paling Menonjol dari 100 Lebih Jenis Rematik. Smart Living edisi 16. Jakarta.

Maharani, Sinta. 2007. Hubungan antara Menopause dan Indeks Massa Tubuh. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Skripsi.Moll J.M.H. : Osteoarthrosis; Rheumatology in clinical pratice 331-345 Blackwell scientific publication 1987

Moore, M.C.,1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Penerbit Hipócrates, jakarta. Hal : 347-349.Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Myrnawaty .2002. Perempuan Gemuk Mudah Menderita Osteoartritis. http://zavitri.wordpress.com/ (13 April 2009).

Pelletier, J.P., 1990 Cartilage Metabolism: Pointers toward new therapic option. Osteoartritis Sympo sium: Update on Diagnosis and Therapy, Canada.

Pelletier,J.P., McCollum R., DiBattista, J., Loose, L.D., Cloutier, J.M., Pelletier, J.M., 1993 Regulation of Human Normal and Osteoarthritic chondrocyte interleukin-1 Receptor by Antirheumatic drugs. Arthritis & Rheumatism,36 (11), pp. 1517-27.

Rawan, Broto. 2008. Manfaat Glukosamin dan Khondroitin Sulfate untuk Terapi Osteoartritis. http://rawanbroto.com/. (9 Oktober 208).

Samsulhadi, 2005. Pengaruh gaya Hidup pada Kesuburan. MOGI 29: 139-141.Sidarwan, Sugondo. 2006. Obesitas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4.Pusat Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. Hal : 1941 -1946.

Soenarto, 1999. Permasalahan OsteoArthrosis / Osteorthritis. Simposium Geriatra RS. Kariadi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Soeroso J, Dans LF, Amarillo ML, Santoso GH, Kalim H. :Risk faktors of symptomatic Osteoartritis of the knee at a hospital in Indonesia; APLAR

(52)

Sumariyono ; A.R. Nasution. 2006. Introduksi Reumatologi. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Pusat Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta. Hal: 1083-1087

Sumariyono ; Linda K. Wijaya. 2006. Struktur Sendi, otot, Saraf dan Endotel Vaskular. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Pusat Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta. Hal: 1095-102

Supariasa, I.D.N.; Bakri, B.; Fajar, I., 2002. Penilaian status gizi. EGC, Jakarta. Hal: 61.

Suryadipraja, R.M., 2003. Obesitas sebagai faktor risiko utama penyakit – penyakit kardiovaskuler. Naskah lengkap nasional obesity symposium II. Surabaya. Hal: 73 – 81.

Taufiqurrahman, M.A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: CSGF (The Community of Self Help Group Forum) perhimpunan Pemandirian Masyarakat Indonesi.

(53)

TABLE KUESIONAR

Parameter Skor

1. Nyeri

A. Nyeri selama tidur malam - Tidak ada

- Hanya bila bergerak pada posisi tertentu - Tanpa bergerak

1 2 3

B. Kaku sendi pada pagi hari / setelah bangkit dari berbaring - Tidak

- < 15 menit - ≥ 15 menit

1 2 3

C. Berdiri selama 30 menit - Tidak

- Ya

1 2

D. Selama berjalan - Tidak

- Setelah berjalan beberapa langkah - Segera setelah berjalan dan makin sakit

1 2 3

E. Ketika berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan lengan.

- Tidak - Ya

1 2

2. Jarak Maksimum Yang Dapat Ditempuh Dengan Berjalan ( Dengan Nyeri )

A. Jarak maksimum berjalan - Tidak terbatas

(54)

- > 1 Km tetapi terbatas

- Sampai dengan 1 Km ( kira- kira 15 menit ) - 500-900 m ( kira-kira 8-15 menit )

- 300-500m - 100-300m - < 100m

2 3 4 5 6 7

B. Dengan bantuan - Tidak

- Dengan 1 tongkat / penyangga - Dengan 2 tongkat / penyangga

1 2 3

3. Aktivitas Sehari-hari

A. Apakah anda dapat menaiki tangga yang tegak? - Mudah

- Dengan kesulitan ringan - Dengan kesulitan sedang - Kesulitan sekali

- Tidak bias

1 2 3 4 5

B. Apakah anda dapat menuruni tangga yang tegak ? - Mudah

- Dengan kesulitan ringan - Dengan kesulitan sedang - Kesulitan sekali

- Tidak bias

1 2 3 4 5

C. Apakah anda dapat jongkok?

(55)

- Dengan kesulitan ringan - Dengan kesulitan sedang - Kesulitan sekali

- Tidak bias

2 3 4 5

D. Apakah anda dapat berjalan di jalan yang tidak rata ? - Mudah

- Dengan kesulitan ringan - Dengan kesulitan sedang - Kesulitan sekali

- Tidak bias

1 2 3 4 5

Interpretasi

Skor 11-14 : ringan

Skor 15-18 : Sedang

Skor 19-22 : Berat

Skor 23-26 : Sangat Berat

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut ( Setiyohadi B, 2010)
Table 2.2 Skala Gambaran Radiologi Kellgren – Lawrence ( Wachjudi RG,
Tabel 2.3. Risiko Relatif (RR) terjadinya masalah kesehatan yang
Gambar 2.2. Rumus Indeks Massa Tubuh
+6

Referensi

Dokumen terkait

STUDI KORELASI ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN TERJADINYA OSTEOARTRITIS (OA) SENDI

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN GRADE OSTEOARTRITIS (OA) SENDI.. LUTUT DI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas nyeri dengan kemampuan aktivitas fungsional penderita osteoartritis lutut di Poli Fisioterapi

Kesimpulan:Terdapat hubungan antara kualitas nyeri dengan kemampuan aktivitas fungsional penderita osteoartritis lutut, yaitu jika terjadi peningkatan nilai

Berdasarkan tabel di atas kelompok usia yang paling banyak menderita osteoartritis lutut adalah elderly age, dengan jumlah 20 lansia dari 29 lansia yang menderita

Hubungan Antara Waist-Hip Ratio dengan Derajat Nyeri Penyakit Osteoartritis Lutut pada Pasien di RSUP.H.Adam Malik.. NAMA :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas nyeri dengan kemampuan aktivitas fungsional penderita osteoartritis lutut di Poli Fisioterapi

Hasil dari uji chi-square menunjukan nilai X 2 adalah 10,784 dan nilai p = 0,001, yang berarti ada hubungan antara obesitas dengan terjadinya osteoartritis lutut