• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dan Atlantik di Kabupaten Kerinci, Jambi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dan Atlantik di Kabupaten Kerinci, Jambi."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN

KENTANG (

Solanum tuberosum

L

.

) VARIETAS GRANOLA DAN

ATLANTIK DI KABUPATEN KERINCI, JAMBI

AZIM KHOLIS

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

AZIM KHOLIS. Radiation Use Efficiency of Potato Crop (Solanum tuberosum L.) of Granola and Atlantic varieties in Kerinci Regency, Jambi. Supervised by HANDOKO.

(3)

ABSTRAK

AZIM KHOLIS. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada Tanaman Kentang (Solanum

tuberosum L.) varietas Granola dan varietas Atlantik di Kabupaten Kerinci, Jambi. Dibimbing oleh

HANDOKO.

Radiasi surya merupakan salah satu unsur iklim yang sangat mempengaruhi produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.). Intersepsi radiasi surya menunjukkan jumlah radiasi surya yang jatuh pada tajuk tanaman dikurangi radiasi yang ditransmisikan ke bawah tajuk tanaman tersebut. Intersepsi radiasi surya dipengaruhi nilai LAI (leaf area index). Jumlah Radiasi yang terintersepsi tanaman kentang akan meningkat seiring peningkatan nilai LAI. Penelitian ini bertujuan mencari nilai RUE (radiation use efficiency) pada tanaman kentang varietas Granola dan Atlantik. Peubah yang digunakan untuk menentukan RUE yaitu biomassa tanaman kentang dan radiasi surya global yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi pos pengamatan Kayu Aro. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) merupakan rasio antara penambahan biomassa dan jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai RUE (biomassa di atas tanah) varietas Granola yaitu 0,31 g.MJ-1 dan varietas Atlantik sebesar 0,49 g.MJ-1, sedangkan nilai RUE dengan menggunakan data biomassa total kentang varietas Granola sebesar 2,22 g.MJ-1 dan varietas Atlantik sebesar 3,02 g.MJ-1.

(4)

EFISEIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN

KENTANG (

Solanum tuberosum

L

.

) VARIETAS GRANOLA DAN

ATLANTIK DI KABUPATEN KERINCI, JAMBI

AZIM KHOLIS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dan Atlantik di Kabupaten Kerinci, Jambi.

Nama : Azim Kholis

NIM : G24070036

Disetujui

Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc) NIP 19591130 198303 1 003

Mengetahui

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

(Dr. Ir. Rini Hidayati, MS) NIP 19600305 198703 2 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir dan dibesarkan di Sukosari Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, pada tanggal 11 Februari 1988 dari pasangan ayah bernama Sudardi Ridho dan ibu bernama Turiah. Penulis merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara.

Penulis memulai sekolah dasar di SDN 01 Sukosari dari tahun 1995 hingga 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 01 Kalirejo tahun 2001 dan menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kalirejo melalui tes dan lulus pada tahun 2007. Penulis selanjutnya diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Meteorologi Terapan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai prasyarat menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar Sarjana Sains. Judul yang dipilih oleh penulis adalah“Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada

Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola dan Atlantik di Kabupaten

Kerinci, Jambi”. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2011.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan kepada Alloh SWT. Selanjutnya penulis berterima kasih terutama kepada kedua orang tua, ayah dan ibu tercinta, kakak Zudanang, adek Fauzi, adek Yanah, dan adek Naim yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M. Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, berbagi ilmu pengetahuan, nasehat, dan memiliki andil yang besar dalam penyelesaian skripsi penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi, pembimbing akademik Bapak Dr. Impron yang telah membimbing, membina, dan mengarahkan selama melaksanakan perkuliahan.

3. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl dan Bapak I Putu Santikayasa, S. Si, M. Sc. selaku dosen penguji sidang skripsi.

4. Keluarga Ibu Salwati, S. P, M. Si. dan Pak Etmizal yang telah banyak membantu selama melaksanakan penelitian.

5. Segenap civitas GFM, Bapak dan Ibu dosen, dan staf tata usaha.

6. Yayasan Karya Salemba Empat beserta donatur-donatur yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil selama pendidikan.

7. KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) dan BPTP (Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian) yang telah membiayai penelitian. 8. Sahabat-sahabatku GFM 44 atas kekeluargaan dan kebersamaannya selama ini dan

selamanya.

Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Desember 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 1

II. TINAJUAN PUSTAKA ... 1

2.1. Karakteristik Daerah Penelitian ... 1

2.2. Tanaman Kentang ... 1

2.2.1. Kentang Varietas Granola ... 2

2.2.2. Kentang Varietas Atlantik ... 2

2.3. Morfologi Tanaman Kentang ... 2

2.4. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang ... 3

2.5. Agroklimat Tanaman Kentang ... 3

2.5.1. Suhu Udara, Radiasi Surya, dan Periode Penyinaran ... 3

2.5.2. Radiasi Pada Tajuk Tanaman ... 4

2.5.3. Suhu Tanah ... 5

2.5.4. Kebutuhan Air Tanaman Kentang ... 5

III. BAHAN DAN METODE ... 5

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2. Alat dan Bahan ... 6

3.3. Metode Penelitian ... 6

3.4. Observasi dan Pengambilan Data ... 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

4.1. Kondisi Iklim Wilayah Kajian ... 7

4.2. LAI ... 7

4.3. Intersepsi Radiasi Surya ... 8

4.4. Hubungan LAI dengan Intersepsi Radiasi Surya ... 9

4.5. Biomassa Tanaman ... 10

4.6. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya ... 11

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

5.1. Kesimpulan ... 13

5.2. Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil perhitungan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang ... 8

2. Hasil pengukuran biomassa tanaman di atas permukan tanah ... 11

3. Hasil pengukuran berat kering umbi ... 11

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Daun Kentang ... 2

2. Batang Kentang dan Stolon ... 2

3. Umbi kentang ... 3

4. Bunga kentang ... 3

5. Buah kentang ... 3

6. Nilai indeks luas daun dari minggu ke minggu setelah tanam ... 8

7. Hubungan nilai LAI dengan intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang ... 10

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Iklim di stasiun Klimatologi pos pengamatan Kayu Aro ... 17

2. Data berat kering akar ... 19

3. Data berat kering batang ... 19

4. Data berat kering daun ... 19

5. Data berat kering umbi ... 20

6. Nilai LAI tiap perlakuan ... 20

7. Grafik Hubungan LAI dengan porsi radiasi surya yang ditransmisikan di bawah tajuk tanaman ... 21

8. Radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman ... 21

(12)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebutuhan kentang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan ekonomi, terutama pola hidup masyarakat di daerah perkotaan. Berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional (2010), tingkat konsumsi kentang naik sebesar 6,4 % dari 1,73 kg/kapita/tahun pada 2009 menjadi 1,84 kg/kapita/tahun di tahun 2010. Kentang bernilai ekonomis tinggi karena usaha budi daya kentang mampu menghasilkan produksi antara 15 sampai 30 ton/ha (Lakoy 2009), sehingga berpotensi besar sebagai penyedia sumber bahan pangan. Selain itu, pemerintah telah mencanangkan program diversifikasi makanan dan kentang menjadi salah satu bahan alternatifnya.

Kentang menjadi komoditas penting di Indonesia. Luas pertanaman, produksi rata-rata, dan konsumsi domestik terus meningkat dari tahun ke tahun, namun saat ini Indonesia masih tergantung pada bibit kentang varietas impor (Efendi 2002). Hal ini disebabkan pemuliaan di dalam negeri belum dapat menghasilkan varietas yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen terutama bagi para petani. Menurut Kementrian Pertanian (2010) pada tahun 2008 kebutuhan bibit dalam negeri sebesar 96.227 ton, sedangkan ketersediannya di dalam negeri hanya sebesar 8.066 ton dan 24 varietas kentang sudah dilepas, namun dua varietas yang banyak ditanam oleh petani yaitu Granola and Atlantik. Benih Granola dipenuhi dari dalam negeri dan benih Atlantik sebagian besar masih impor. Selain itu Kementrian Pertanian (2010) memprediksi bahwa tahun 2011 Indonesia akan surplus kentang, sehingga diprediksi Indonesia akan mampu mengekspor. Namun tahun 2011 impor kentang varietas Atlantik dari Cina dan Bangladesh semakin besar (Burhani 2011).

Sejalan dengan kebutuhan kentang yang semakin meningkat, berbagai kalangan terutama peneliti dan akademisi mulai meneliti tentang upaya peningkatan produksi agar diperoleh produksi kentang yang optimal (Rukmana 1997). Upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan unsur-unsur iklim salah satunya radiasi surya yang sangat mencukupi di Indonesia dan mengoptimalkan wilayah-wilayah yang cocok untuk budi daya tanaman kentang seperti Kabupaten Kerinci, karena daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi kentang di Sumatera.

Radiasi surya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kentang. Energi dari radiasi surya digunakan oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat, sehingga dengan mengetahui jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tanaman dan biomassanya, akan diperoleh nilai efisiensi penggunaan radiasi surya. Penelitian terkait efisiensi penggunaan radiasi surya sudah banyak dilakukan di luar negeri sejak tahun 1969 oleh Monteith dalam Firman dan Allen (1989), sedangkan penelitian di Indonesia mengenai efisiensi penggunaan radiasi surya belum banyak dilakukan.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman dan mencari nilai RUE (radiation use effciency) pada tanaman kentang varietas Granola dan Atlantik.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Karakteristik Wilayah Penelitian

Penelitian berlokasi di kaki gunung Kerinci, Desa Pelompek, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi yang berada di ketiggian sekitar 1480 mdpl. Kabupaten Kerinci berada pada 01o41'-02o26' lintang selatan dan 101o08'-101o40' bujur timur. Karakteristik tanah di wilayah ini adalah jenis tanah andosol dengan tekstur tanah remah dan berwarna hitam.

2.2Tanaman Kentang

Kentang adalah tanaman dari keluarga Solanaceae yang memiliki umbi dan menjadi salah satu makanan pokok di Eropa, walaupun awalnya berasal dari Amerika Selatan (Hijmans dan Spooner 2001). Selain itu tanaman ini pertama kali dibawa dan dikembangbiakkan di Eropa pada abad XVI, dan menyebar di beberapa daerah di Indonesia sekitar abad XVIII (Rukmana 1997).

(13)

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotiledonea Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Species : Solanun tuberosum

Tanaman ini diklasifikasikan dalam tumbuhan dikotil, meskipun tanaman ini dapat bertahan dalam bentuk umbi pada pergantian musim tertentu (Kline dan Halseth 1990). Bagian kentang yang dapat dikonsumsi yaitu umbi. Umbi merupakan stolon yang tidak muncul ke permukaan tanah dan membesar (Huaman 1986).

2.2.1 Kentang Varietas Granola

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 81/Kpts/SR.120/3/2005, kentang varietas Granola merupakan varietas unggul dengan karakteristik produktivitas tinggi yaitu dapat mencapai 38–50 ton/ha, memiliki bentuk umbi bulat lonjong, warna daging umbi kuning, dan mata umbi dangkal. Selain keunggulan tersebut, Granola juga tahan terhadap penyakit kentang secara umum, bila daya serang suatu penyakit terhadap varietas kentang lain 30 %, pada varietas Granola hanya 10 %. Umur panen normal 90 hari, meskipun umur 80 hari sudah bisa dipanen (Kementrian Pertanian 2005).

2.2.2 Kentang Varietas Atlantik

Kentang varietas Atlantik berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 2000 merupakan varietas unggul. Kentang ini berasal dari Wisconsin Amerika, memiliki umur 100 hari, tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm, produksi 8 sampai 20 ton/ha, tahan terhadap nematoda, kualitas umbi baik, dan memiliki kadar pati tinggi.

2.3 Morfologi Tanaman Kentang

Morfologi tanaman kentang terdiri dari daun, batang, akar, umbi, bunga, dan buah. Daun kentang berbentuk majemuk yang tersusun spiral dan menempel pada batang (rachis) (Huaman 1986). Masing-masing (rachis) memiliki sepasang daun lateral primer. Jumlah helai daun ganjil, saling berhadapan, dan di antara pasang daun terdapat sepasang daun kecil seperti telinga disebut daun sela (Rukmana 1997).

Menurut Kline dan Halseth (1990) sistem tubuh dari kentang terdiri dari batang, stolon dan umbi. Batang tanaman kentang memiliki bentuk persegi, dilapisi oleh bulu-bulu halus, berwarna hijau, pada dasar batang

akan tumbuh stolon, dan bila stolon mencul ke permukaan tanah akan menjadi batang baru, sedangkan bila tidak muncul akan membesar menjadi umbi (Huaman 1986).

Gambar 1 Daun kentang. (Sumber: Huaman 1986)

Gambar 2 Batang kentang dan stolon. (Sumber: Huaman 1986)

(14)

Gambar 3 Umbi kentang. (Sumber: Huaman 1986)

Bunga kentang termasuk bunga berumah satu, yaitu memiliki organ jantan dan organ betina. Menurut Susila (2006) pada varietas tertentu tanaman kentang dapat berbunga seperti varietas Atlantik, sehingga perlu dilakukan pemangkasan supaya tidak menghambat proses pembentukan umbi, karena akan terjadi kompetisi unsur hara antara pembentukan umbi dan bunga.

Gambar 4 Bunga kentang. (Sumber: Huaman 1986) .

Gambar 5 Buah kentang. (Sumber: Huaman 1986)

Buah akan terbentuk jika terjadi penyerbukan dan pembuahan pada bunga kentang (Susila 2006). Buah kentang terdapat dalam tandan, berbentuk bulat, dengan ukuran sebesar kelereng, berwarna hijau ketika muda dan berwarna hitam ketika tua (Huaman 1986). Menurut Rukmana (1997), tanaman kentang akan mati setelah berbunga dan berbuah.

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan

Tanaman Kentang

Berdasarkan Government of Alberta Agriculture and Rural Development (2003), kentang memilki lima stadia atau tahap yaitu: tunas (I), pembentukan organ tanaman (II), inisiasi umbi (III), pengisian umbi (IV), dan pematangan umbi (V). Setiap durasi dari tahap pertumbuhan tersebut dipengaruhi faktor lingkungan, ketinggian tempat, suhu, tanah, kelembaban, dan faktor geografi.

Pertumbuhan vegetatif tanaman dan produksi suatu tanaman juga tergantung pada interaksi antara tanaman dan keadaan lingkungan di mana tanaman itu tumbuh (Government of Alberta Agriculture and Rural Development 2003). Samad (2009) menyatakan keadaan lingkungan dibagi beberapa faktor yaitu iklim, tanah, dan organisme. Faktor ini dapat membatasi, mendorong pertumbuhan, dan produksi tanaman, sehingga perlu dilakukan pengaturan faktor–faktor lingkungan sebaik mungkin.

2.5Agroklimat Tanaman

2.5.1 Suhu udara, Radiasi Surya, dan Periode Penyinaran

Proses pembentukan umbi dan fisiologi tanaman dipengaruh oleh interaksi antara suhu udara, penyinaran (lama penyinaran), intensitas radiasi surya, dan jenis kentang (Government of Alberta Agriculture and Rural Development 2003). Pada penelitian Haverkort (1990) dalam Pereira dan Shock (2006) menunjukkan bahwa kentang akan sangat baik ditanam pada kondisi iklim yang cukup dingin seperti pada daerah dataran tinggi tropis, dengan suhu rata-rata harian berkisar antara 15-21 0C, suhu yang tinggi akan mendukung perkembangan daun namun menghambat pembentukan umbi. Selain itu stess panas akan mengarah pada umbi yang kecil (Kline dan Halseth 1990).

(15)

mempengaruhi tanaman dalam tiga hal yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, laju transpirasi, dan titik kritis pertumbuhan (Makarim 2009). Radiasi surya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tanaman terbakar. Sitompul (2002) menyatakan tanaman menyerap radiasi surya melalui organ daun yang memiliki krolofil dalam bentuk foton, sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan hasil fotosintesis menjadi bahan utama untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain itu Makarim (2009) melaporkan bahwa peningkatan radiasi surya mampu mempercepat pembungaan dan pembuahan tanaman, namun didukung juga oleh faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti ketersediaan unsur hara dan air di dalam tanah.

Radiasi surya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang, dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi (Pereira dan Shock 2006). Bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil dari proses asimilasi dengan menggunakan radiasi surya (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Menurut Kovatch (2003), penyinaran surya yang kurang, seperti iklim setempat, mendung, atau terhalang naungan akan menyebabkan asimilasi tidak berjalan sempurna. Hal tersebut mengakibatkan tanaman akan tumbuh memanjang, kurus, dan pucat sehingga tidak mampu membentuk umbi. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan saat umbi terbentuk serta masa perkembangan umbi, sehingga lama penyinaran yang diperlukan oleh tanaman untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-10 jam/hari (Samadi 2007).

Ketersediaan radiasi surya menentukan batas maksimal hasil tanaman karena radiasi yang terintersepsi menyediakan energi untuk proses fotosintesis (Sitompul 2002). Palaniappan (1985) dalam Syarif (2005), mengemukakan bahwa laju pertumbuhan tanaman yang ditanam secara tumpang sari akan proporsional dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang diterima jika faktor lain tidak menjadi pembatas dan tanaman dalam pertumbuhan vegetatif. Tingkat komponen tumpangsari tersebut tergantung pada jumlah radiasi yang diterima.

Selain intensitas radiasi surya, kuantitas dari radiasi surya yang dapat diserap atau terintersepsi oleh tanaman juga mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan kentang seperti pengaruh dari kerapatan dari tanaman maupun naungan (Winch 2006). Kerapatan tanaman akan berpengaruh terhadap kompetisi antar tanaman dalam pencarian nutrisi di dalam tanah oleh akar, namun dalam hal intersepsi radiasi surya oleh daun lebih efisien, sehingga dalam pola penanaman perlu diperhatikan jarak antar tanaman (BPTP 2002). Syarif (2005) mengemukakan penampilan fisiologi daun tanaman kentang terlihat memucat karena naungan yang relatif rapat pada tanaman kentang yang ditanam secara tumpang sari dengan jagung, ditunjukkan dengan persentase radiasi surya yang sampai ke tajuk tanaman kentang relatif rendah. Selain itu Syarif (2005) juga mengungkapkan bahwa secara umum naungan dapat meningkatkan jumlah klorofil, akan tetapi hasil temuan terakhir memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah klorofil ada berhubungan dengan sifat toleransi tanaman terhadap naungan, sehimgga hal tersebut dapat mengakibatkan hasil umbi yang tidak proporsional atau dapat menurunkan produktivitas kentang .

2.5.2 Radiasi Surya Pada Tajuk Tanaman

Radiasi surya yang sampai di permukaan bumi diserap tanaman melalui tajuk tanaman (Sitompul 2002). Makarim (2009) menyatakan bahwa peran daun sebagai medium untuk fotosintesis, respirasi dan transpirasi menyebabkan interaksi dengan lingkungan atmosfer menjadi sangat penting. Besaran yang menggambarkan jumlah radiasi surya yang mampu diserap tanaman adalah indeks luas daun (Mondani et al. 2011). Indeks luas daun (ILD) menggambarkan rasio luas total permukaan daun terhadap luas proyeksi permukaan lahan yang ternaungi dan berhubungan dengan laju proses fotosintesis, transpirasi, biomassa kering dan basah , serta stadia pertumbuhan (Herrmann et al. 2010).

Semakin tinggi ILD bersatuan luas lahan akan meningkatkan penyerapan radiasi oleh tanaman, sehingga proses fotosintesis akan maksimal yang menyebabkan produksi potensial meningkat (Muyan 2010). Dalam kaitan dengan penyerapan radiasi surya oleh tanaman maka bentuk daun (planophyl dan erektophyl) menjadi penting, bentuk daun erat kaitannya dengan varietas (Syarif 2005).

(16)

(Makarim 2009). Selain bentuk daun pengaturan jarak tanaman akan memungkinkan penyerapan radiasi oleh tajuk tanaman lebih efisien (Jumin 2002).

Intensitas radiasi surya yang masuk ke dalam tajuk tanaman semakin berkurang setelah melalui beberapa lapisan daun (Sitompul 2002). Distribusi radiasi dalam suatu tajuk atau suatu komunitas tanaman mengikuti Hukum Beer, yang dapat digunakan untuk menghitung radiasi surya yang terintersepsi tajuk tersebut dengan persamaan (Handoko 1994) : atau intensitas radiasi pada suatu ketinggian dalam tajuk.

LAI = Indeks luas daun kumulatif dari puncak tanaman sampai ketinggian tertentu di atas tanah.

Qo = Radiasi di atas tajuk tanaman (MJ.m -2

.hari-1).

τ = Proporsi radiasi surya yang ditransmisikan oleh tajuk tanaman. k = Koefisien pemadaman.

koefisien pemadaman radiasi surya tertinggi ditunjukkan pada tanaman pada perlakuan populasi tinggi diikuti dengan indeks luas daun yang tinggi (Muyan 2010).

Ketika tanaman berada pada fase vegetatif, hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif terutama untuk pertumbuhan daun, sehingga dengan pertumbuhan daun pada populasi tinggi lebih memanfaatkan ruang pada proses intersepsi radiasi surya untuk fotosintesis, dan radiasi yang terintersepsi lebih banyak daripada lolos ke permukaan tanah (Jumin 2002).

Indeks luas daun tanaman meningkat sampai mencapai maksimum pada akhir pertumbuhan vegetatif, kemudian menurun terus sampai tanaman mencapi umur untuk pemanenan (Qodarsih 2011). Menurut Baharsjah dan Bey (1991), indeks luas daun dapat digunakan sebagai pedoman teknik budi daya dengan memperhatikan berbagai faktor seperti faktor musim, karena LAI optimum berubah-ubah secara harian maupun musiman, sehingga tidak dapat menggunakan tingkat kerapatan dan populasi tanaman yang sama untuk waktu yang berbeda.

2.5.3 Suhu Tanah

Waktu antara tanam dan muncul kecambah tergantung pada suhu tanah (Government of Alberta Agriculture and Rural Development 2003). Hasil penelitian Sale (1979) dalam Pereira dan Shock (2006), menunjukkan awal tunas muncul memiliki hubungan linier antara suhu tanah dan fluktuasi suhu harian, dan optimum antara suhu 22-24 oC. Pada suhu di atas optimum awal tunas muncul akan terhambat.

2.5.4 Kebutuhan Air Tanaman Kentang

Kovatch (2003) menyatakan bahwa tanaman kentang sangat sensitif terhadap kekurangan maupun kelebihan air, karena air yang berlebihan dapat menyebabkan pembusukan umbi atau penyakit tanaman. Selain itu Kovatch (2003) juga melaporkan bahwa kentang membutuhkan pasokan air dari 6 sampai 10 minggu setelah tanam dan memerlukan sampai 2 inchi air perminggu, tergantung pada masa tanam dan kondisi cuaca.

Ketika tanaman mulai terbentuk umbi, suplai air yang tidak merata dapat menyebabkan pertumbuhan kentang terganggu. Pertumbuhan dan perkembangan umbi akan terlambat bila tanaman tidak mendapatkan air yang cukup, jika keadaan tersebut berlangsung lama tanaman akan mengering atau layu (Shock et al. 2006). Para petani harus memperhatikan ketersediaan air tanah, intensitas dan curah hujan, evapotranspirasi, dan berapa besar kebutuhan air tanaman supaya irigasi dapat dikelola dengan baik untuk memperoleh produksi dengan kualitas umbi yang baik (Steyn et al. 2007).

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Pelompek, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi dengan ketinggian sekitar 1480 mdpl. Daerah penelitian berada di kaki Gunung Kerinci.

(17)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan bibit kentang varietas Granola dan Atlantik (G2), pupuk kompos, urea, KCL, NPK, dan pupuk daun. Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan Phytophthora infestans yaitu fungisida dengan bahan aktif Mankozeb 80 %, Dimetomorf 50 %, dan lamda Sihalotrin. Alat yang digunakan solarimeter sebagai pengukur radiasi surya global (Qo), tube solarimeter untuk mengukur radiasi di bawah tajuk tanaman, multimeter, penggaris, timbangan digital, dan oven. Data suhu udara, kelembaban relatif, data radiasi surya global diperoleh dari Stasiun Klimatologi Pos Pengamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci (1480 mdpl) yang terletak sekitar 5 km dari lokasi penelitian, serta peralatan pengolah data yaitu seperangkat komputer dengan piranti lunak microssoft office 2010.

3.3 Metode Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan kombinasi perlakuan antara jarak tanam (J) dan varietas (V). Jarak tanam yang digunakan yaitu 20 x 20 cm (J1) dan 40 x 20 cm (J2), sedangkan varietas yang digunakan adalah Granola (V1) dan Atlantik (V2), maka diperoleh 4 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 12 unit percobaan.

Perawatan dilakukan setelah tanaman tumbuh seperti pemupukan, penimbunan, pembersihan rumput liar, dan pengendalian hama dengan cara melakukan penyemprotan fungisida dua kali dalam seminggu.

3.3 Observasi dan Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan maupun dari Stasiun Klimatologi Pos Pengamatan Kayu Aro sejak penanaman sampai pemanenan. Data tanaman kentang diperoleh dengan pengambilan contoh tanaman (destructive sampling) dan pengukuran di lapangan (non-destructive sampling).

1. Pengambilan contoh tanaman.

Contoh tanaman diambil satu kali dalam seminggu dari masing-masing perlakuan dan dimulai pada minggu ke-4 setelah tanam, kemudian contoh tanaman dipisahkan antara daun, batang, akar, dan umbi. Contoh tanaman dikeringkan menggunakan oven selama kurang lebih 48 jam pada suhu 70 oC dan ditimbang untuk masing-masing bagian tanaman. Kemudian data tersebut dikonversi

berdasarkan jarak tanam, sehingga diperoleh data dalam satuan g.m-2.

2. Data luas daun

Data ini digunakan untuk menghitung LAI (leaf area index) dengan rumus:

LAI = LD/A ... (3) Keterangan:

LD = Luas daun total tanaman (m2) A = Luas tanah yang ditutupi daun, dalam

hal ini jarak tanam (m2).

Data luas daun diperoleh dari pengambilan contoh maupun pengukuran langsung di lapangan dari masing-masing perlakuan. Luas daun yang diukur dengan cara destructive didapatkan dari contoh tanaman yang diambil sebelum dikeringkan dihitung luas daun terlebih dahulu. Daun diurutkan dari daun yang terpendek sampai yang terpanjang, kemudian digambar replika daun pada kertas millimeter block, dan dihitung luas replika tersebut. Dibuat hubungan antara luas luas daun dan panjang daun dan persamaan yang diperoleh digunakan untuk menentukan luas daun berdasarkan pengukuran panjang daun di lapangan tanpa merusak tanaman (non-destructive).

3. Pengukuran terhadap radiasi surya. Pengukuran intensitas radiasi surya dengan menggunakan alat solarimeter yang diletakkan di atas (solarimeter) dan bawah tajuk tanaman (tube solarimeter). Alat pambaca intensitas radiasi surya adalah multimeter yang dilakukan setiap 15 menit selama satu hari. Pengukuran ini dilakukan dari minggu ke-4 sampai minggu ke-10 setelah tanam pada masing-masing varietas dan dilakukan satu minggu sekali. Data hasil pengukuran ini digunakan untuk mencari nilai radiasi surya yang ditransmisikan (τ) oleh tajuk tanaman dan koefisien pemadaman tajuk tersebut (k). Nilai tersebut digunakan untuk menghitung radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk menggunakan data radiasi global (Qo) yang diukur pada Stasiun Klimatologi Pos Pengamatan Kayu Aro.

(18)

selang waktu tertentu (perminggu). Rumus yang digunakan yaitu:

ε = dW/Qint …………..…………(4) Keterangan :

dW = Penambahan biomassa (g.m-2). Qint = Radiasi surya yang terintersepsi tajuk

tanaman secara kumulatif (MJ.m-2) pada selang waktu bersamaan dengan pengukuran biomassa.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Iklim Wilayah Kajian

Secara umum suhu rata-rata harian di wilayah penelitian 18 oC. Suhu tersebut sangat sesuai untuk tumbuh dan berkembang tanaman kentang. Menurut Government of Alberta Agriculture and Rural Development (2003), suhu rata-rata harian untuk tanaman kentang harus di bawah 21 oC, suhu yang dingin sangat penting digunakan oleh tanaman kentang untuk pengisian atau akumulasi karbohidrat dan bahan kering pada umbi.

Selama penelitian berlangsung kelembaban relatif udara wilayah kajian rata-rata sebesar 82 %. Kelembaban tersebut masih dalam kisaran optimum untuk tanaman kentang, namun rata-rata ketika pagi hari terdapat kabut yang tebal. Hal ini diduga menyebabkan jamur yang menyerang tanaman dapat berkembang dan menyebar dengan cepat, sehingga beberapa tanaman varietas Granola dan Atlantik terkena serangan jamur. Kejadian tersebut ditandai dengan terdapat bercak-bercak hitam pada daun dan batang tanaman. Menurut Samadi (2007) kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman mudah terserang hama dan penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Government of Alberta Agriculture and Rural Development (2003) juga menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang yang tidak bisa dikontrol seperti musim, suhu udara, suhu tanah, intensitas dan durasi radiasi surya, kelembaban, serta angin.

Salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan tanaman sehat menurut Winch (2006) adalah dengan cara memperhatikan waktu tanam, sistem rotasi, dan jarak tanam. Jika dilihat dari waktu tanam dan jarak tanam, penelitian ini sudah cukup optimal dilakukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh cuaca, seperti kekurangan, kelebihan air oleh hujan, dan kelembaban, karena penelitian

di lapangan berlangsung pada bulan Mei sampai September 2011. Curah hujan ketika tanaman pada fase vegetatif (Mei-Juli 2011) sebesar 205 mm. Hal ini disebabkan pada bulan Mei sampai September masih dalam musim kemarau, sehingga hujan pada wilayah penelitian tidak sering terjadi. Jumlah air tersebut sudah mencukupi kebutuhan pada tanaman kentang yang rata-rata membutuhkan air kurang lebih 50 mm perminggu tergantung musim dan kondisi cuaca (Kovatch 2003), selain itu kadar air tanah wilayah tersebut cukup tinggi. Salah satu cara untuk meminimalkan dampak dari kelembaban yang terlalu tinggi pada penelitian ini adalah penerapan jarak tanam yang tidak terlalu rapat dan sistem tanam dengan cara galur (di antara baris tanaman terdapat parit). Sistem tanam tersebut merupakan cara yang biasa diterapkan oleh petani setempat.

4.2 LAI (Leaf Area Index)

Indeks luas daun merupakan nilai yang menunjukkan perbandingan antara luas seluruh daun pada tanaman yang menutupi areal tanaman itu tumbuh dengan luasan tempat bercocok tanam. Seperti terlihat pada Gambar 6 nilai LAI terus meningkat sampai pada nilai tertentu (LAI = 4) akan menurun baik pada varietas Granola maupun varietas Atlantik. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Qodarsih (2011) yang menyatakan bahwa selama proses pertumbuhan tanaman kentang, nilai LAI akan terus naik sampai pada nilai tertentu (LAI = 3) yang kemudian tidak ada lagi kenaikan nilai LAI atau bahkan terjadi penurunan. Jika dilihat dari Gambar 6 nilai LAI pada varietas Atlantik pada minggu ke-10 belum mengalami penurunan, hal ini memungkinkan LAI akan terus naik, namun pada minggu ke-11 setelah tanam, sebagian tanaman terkena serangan jamur sehingga LAI tidak terukur. Nilai rata-rata LAI pada varietas Atlantik yaitu 2,2 lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola yaitu 1,7. Perbedaan ini terlihat dari segi fisik, morfologi tanaman, dan tajuk varietas Atlantik yang lebih besar, rimbun, dan bercabang-cabang dibandingkan dengan varietas Granola.

(19)

.

Gambar 6 Nilai indeks luas daun dari minggu keminggu setelah tanam. J1V1 ( ), J2V1 ( ), J1V2 ( ), J2V2 ( ).

Nilai LAI akan menentukan radiasi yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang. Penelitian yang dilakukan oleh Winch (2006) menyatakan nilai LAI yang berkurang pada periode pertumbuhan akan mengakibatkan sejumlah radiasi surya yang terintersepsi berkurang, karena sebagian energi radiasi surya akan jatuh ke tanah. Pada varietas dan spesies tanaman yang sama semakin besar nilai LAI akan semakin besar radiasi surya yang akan terintersepsi oleh tajuk tanaman tertentu. Nilai LAI rata-rata varietas Atlantik yang lebih besar mengindikasikan varietas ini memiliki luas daun yang lebih besar, sehingga memungkinkan varietas tersebut akan lebih besar dalam memanfaatkan radiasi surya yang terintersepsi untuk proses fotosintesis dibandingkan dengan varietas Granola, sehingga biomassa yang dihasilkan oleh varietas Atlantik akan lebih besar.

Nilai LAI dari masing-masing varietas yang terukur hanya sampai pada minggu kesepuluh setelah tanam. Hal ini disebabkan setelah minggu tersebut sebagian tanaman sudah mulai mengering dan membusuk akibat dari tanaman sudah tua maupun yang terkena penyakit sejenis jamur menyerang bagian daun dan batang tanaman. Padahal berdasarkan Kementrian Pertanian (2000) dan (2005), varietas Granola dan Atlantik merupakan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit.

4.3 Intersepsi Radiasi Surya

Radiasi surya menjadi faktor penting dalam pertumbuhan tanaman kentang. Radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang digunakan untuk proses fotosintesis dan asimilasi. Perhitungan radiasi yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang menggunakan persamaan Beer.

Tabel 1 Hasil perhitungan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang

Perlakuan

Jumlah radiasi surya yang terintersepsi minggu ke- setelah tanam (MJ.m-2)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

59,3* 53,6* 54,6* 61,2* 59* 36,8* 51,1* 67,3* 52,2*

J1V1 41,8 38,1 43,3 49,4 45,1 28,6 41,2 56,7 43,3

J2V1 29,4 26,6 27,2 30,5 30,9 19,6 28,2 37,8 30,3

J1V2 42,6 38,5 39,2 44,0 42,4 26,4 36,7 48,3 37,5

J2V2 30,8 27,9 27,0 29,7 32,2 18,2 27,4 34,2 28,0

(20)

Tabel 1 menunjukkan jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang dalam satu minggu pada masing-masing perlakuan. Jumlah radiasi surya yang terintersepsi berbeda-beda, baik pada varietas Granola (V1) maupun pada varietas Atlantik (V2). Hal ini dipengaruhi oleh intensitas radiasi surya (Qo) yang jatuh pada tajuk dan nilai LAI, sedangkan intensitas radiasi surya dipengaruhi oleh tingkat keawanan maupun lokasi. Penelitian yang dilakukan oleh Kooman et al. (1996) bahwa intensitas radiasi yang diterima oleh tanaman kentang dipengaruhi oleh musim tanam dan lokasi pertanaman, sehingga jumlah radiasi yang terintersepsi oleh tanaman kentang akan bervariasi. Jumlah radiasi yang terintersepsi minggu ke-7 dan 8 masing-masing perlakuan menurun, walaupun LAI terus meningkat, hal ini dikarenakan tingkat keawanan pada minggu-minggu tersebut tinggi, sehingga intensitas radiasi surya rendah. Pada minggu ke-9 radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman pada masing-masing perlakuan mencapai nilai tertinggi, hal demikian terjadi karena pada minggu tersebut rata-rata nilai LAI yang terukur pada masing-masing perlakuan mencapai nilai tertinggi dibandingkan pada minggu-minggu sebelumnya.

Rata-rata nilai radiasi surya yang terintersepsi selama satu musim tanam oleh varietas Granola jarak tanam (20 x 20 cm) sebesar 387,7 MJ.m-2 dan jarak tanam (40 x 20 cm) sebesar 260,6 MJ.m-2, sedangkan varietas Atlantik jarak tanam (20 x 20 cm) dan (40 x 20 cm) masing-masing sebesar 355,6 MJ.m-2 dan 255,5 MJ.m-2. Jumlah radiasi yang terintersepsi oleh masing-masing varietas berbeda. Hal ini disebabkan oleh morfologi dan karakteristik dari kedua tanaman varietas berbeda dalam mengintersepsi dan meneruskan (transmisi) radiasi surya, sehingga berdasarkan hasil pengukuran untuk mencari persamaan transmisi (τ) dari kedua varietas diperoleh (τ = 0,3184e-0,313LAI

) untuk varietas Granola dan varietas Atlantik (τ = 0,3139e-0,176LAI). Berdasarkan persamaan tersebut radiasi yang terintersepsi oleh kedua varietas akan berbeda, walaupun intensitas radiasi surya yang datang sama.

Menurut Jumin (2002) intersepsi radiasi dapat dimanipulasi dengan varietas,

morfologi, arsitektur tanaman (tajuk atau kanopi), dan kerapatan (jumlah populasi) tanaman setiap satuan luas lahan dengan pengaturan jarak tanam. Selain itu jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tanaman dipengaruhi oleh varietas, karena varietas yang berbeda akan memiliki karakteristik atau morfologi tertentu (Makarim 2009). Radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman dari minggu ke minggu setelah tanam terus meningkat diikuti dengan penambahan biomassa yang terbentuk. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Monteith (1977), Gallaghar dan Biscoe (1978), dan Wajid et al. (2010) yang menyatakan bahwa jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman akan proporsional dengan biomassa tanaman.

4.4 Hubungan LAI dengan Intersepsi Radiasi Surya

Indeks luas daun (LAI) tanaman kentang berhubungan dengan jumlah radiasi surya kumulatif yang terintersepsi oleh tajuk tanaman. Semakin besar nilai LAI maka akan semakin besar jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh suatu tajuk tanaman untuk varietas yang sama, namun hubungan keduanya tidak linier. Seperti yang terlihat pada Gambar 7. Nilai LAI dari varietas Atlantik rata-rata lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, sehingga jumlah radiasi yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang varietas Atlantik lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, namun berdasarkan hasil perhitungan bertolak belakang, yaitu varietas Granola mengintersepsi radiasi surya lebih besar. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dan morfologi tajuk dari kedua varietas dalam meneruskan radiasi surya dan koefisien pemadaman yang berbeda.

(21)

Gambar 7 Hubungan nilai LAI dengan intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang. J1V1 ( ), J2V1 ( ), J1V2 ( ), J2V2 ( ).

4.5 Biomassa Tanaman.

Salah satu komponen yang diukur dalam penentuan efisiensi penggunaan surya adalah biomassa tanaman. Pengambilan biomassa tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali dimulai minggu keempat setelah tanam. Biomassa tanaman merupakan hasil dari penggunaan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk, sehingga biomassa tanaman merupakan fungsi dari LAI, radiasi surya yang terintersepsi, dan lingkungan (Shah et al. 2004). Biomassa ini terdiri dari biomassa di atas tanah (AGB) dan biomassa total (termasuk berat kering akar dan umbi).

Hasil pengukuran biomassa tanaman di atas tanah ditunjukkan pada Tabel 2. Biomassa tanaman dari varietas Granola dan Atlantik dari minggu pertama pengukuran terus meningkat. Kenaikan ini mengikuti nilai LAI dan jumlah radiasi surya yang terintersepsi pada masing-masing perlakuan. Ketika LAI berkurang pada minggu ke-10 setelah tanam (Gambar 6) yang disebabkan oleh daun yang gugur maka jumlah radiasi yang terintersepsi dan penambahan biomassa dari kedua varietas menurun.

Rata-rata biomassa di atas permukaan tanah (AGB) yang dihasilkan oleh varietas Granola sebesar 117,5 g.m-2 dan varietas Atlantik sebesar 155,6 g.m-2. Biomassa di atas tanah varietas Atlantik lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, meskipun jumlah radiasi yang terintersepsi oleh varietas Granola lebih besar dibandingkan varietas Atlantik. Hal ini

menunjukkan varietas Atlantik lebih efisien dalam memanfaatkan radiasi surya dalam menghasilkan biomassa. Menurut Makarim (2009), varietas yang efisien mempunyai ciri hasil fotosintesis lebih banyak dialokasikan ke bagian tanaman yang paling bermanfaat pada tiap fase pertumbuhan, seperti pada fase vegetatif lebih banyak ke daun yang sedang aktif berfotosintesis, dan pada fase generatif seperti pembentukan bunga dan buah. Karena pada tanaman kentang yang dimanfaatkan adalah umbi maka bunga kentang perlu dilakukan pemangkasan supaya hasil fotosintesis dialokasikan pada pembentukan dan pengisian umbi. Oleh karena itu, jika dilihat dari total biomassa yang dihasilkan oleh kedua varietas, maka varietas Atlantik lebih efisien dibandingkan dengan varietas Granola.

(22)

Tabel 2 Hasil pengukuran biomassa tanaman di atas permukaan tanah

Perlakuan Biomassa tanaman di atas tanah terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m -2

Tabel 3 Hasil pengukuran berat kering umbi

Perlakuan Berat kering umbi terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m -2

Keterangan: - (Contoh tanaman belum memiliki umbi). Tanaman kentang yang dimanfaatkan

adalah umbi. Umbi kentang sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan bahan kering yang merupakan hasil dari proses fotosintesis dengan memanfaatkan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman. Berat kering umbi ditunjukkan pada Tabel 3. Umbi diambil dari contoh tanaman yang terlebih dahulu minggu terus meningkat. Rata-rata berat umbi kering setiap perlakuan di akhir penelitian menghasilkan 5251 g.m-2 untuk kentang varietas Granola dan varietas Atlantik sebesar 6267 g.m-2.

Rata-rata umbi yang dihasilkan varietas Atlantik lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, baik pada jarak tanam (20 x 20 cm) maupun jarak tanam (40 x 20 cm). Hal ini sesuai dengan penelitian Suryanto (2005) yang menyatakan bahwa besar dan jumlah umbi dalam budi daya kentang di pengaruhi oleh lingkungan dan genetik dalam hal ini perbedaan varietas. Selain itu LAI dari varietas Atlantik yang lebih besar,

memungkinkan proses fotosintesis varietas tersebut berlangsung lebih intensif dalam menghasilkan bahan kering sebagai penyusun utama umbi. Menurut Shah et al. (2004) produksi kentang secara signifikan ditentukan oleh kesuburan tanah, LAI, dan radiasi yang terintersepsi. Setelah minggu ke-11 pengukuran, tanaman kentang rata-rata sudah tidak memiliki daun dan mengering oleh sebab itu proses fotosintasis terhenti. Hal ini mengakibatkan proses pengisian umbi juga terhenti.

4.6 Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

(23)

Gambar 8 Hubungan intersepsi radiasi surya secara kumulatif (Qint) dengan penambahan biomassa kentang. (Varietas Granola AGB ( ), biomassa total varietas Granola ( ), varietas Atlantik AGB ( ), biomassa total varietas Atlantik ( )).

Gambar 8 menunjukkan hubungan antara radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang secara kumulatif dengan penambahan biomassa pada kentang varietas Granola dan Atlantik. Data penambahan biomassa merupakan data perubahan berat setiap minggu, demikian juga radiasi surya yang terintersepsi. Akumulasi radiasi surya yang terintersepsi varietas Granola dan Atlantik berbanding lurus dengan penambahan biomassa tanaman. Kemiringan dari grafik menunjukkan nilai RUE.

Nilai RUE varietas Atlantik pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola. Hal ini disebabkan biomassa yang terbentuk dari pemanfaatan radiasi surya

yang terintersepsi pada kentang varietas Atlantik lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, demikian juga untuk varietas Atlantik yang menggunakan data biomassa di atas tanah (AGB) maupun berat biomassa total. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Kooman et al. (1996) bahwa nilai RUE berhubungan dengan radiasi surya yang terintersepsi pada tanaman kentang, sehingga berpengaruh pada biomassa yang dihasilkan. Nilai RUE varietas Atlantik yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola menunjukkan varietas Atlantik lebih efisien dalam memanfaatkan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk untuk proses fotosintesis dalam menghasilkan biomassa. Tabel 4 Hasil penelitian nilai RUE tanaman kentang

Sumber Efisiensi Data yang digunakan Varietas (g.MJ-1)

Oijen (1990) 3,17 Biomassa total Bintje

Nurmala (1999) 1,4-6,8 Biomassa total Granola

Suryono (2005) 1,4 Biomassa total Granola

Morene Rezig at al. (2010) 4,47-4,77 Biomassa otal Spunta

Shah (2010) 1.97-2.78 Biomassa total Tidak menyebutkan varietas

Qodarsih (2010) 1,55 AGB Granola

4,49 Biomassa total Granola

Mondani et al. (2011) 0,97-1,10 Biomassa total Chenopodium album

Penelitian ini 0,31 AGB Granola

2,22 Biomassa total Granola

0,49 AGB Atlantik

(24)

Berdasarkan nilai RUE pada penelitian-penelitian sebelumnya, nilai RUE (biomassa total) di Kabupaten Kerinci untuk varietas Granola dan Atlantik masih mendekati nilai-nilai RUE tersebut, terutama RUE biomassa total. Untuk RUE biomassa di atas tanah menghasilkan nilai yang cukup kecil dari kedua varietas. Hal ini terjadi karena biomassa diatas tanah yang dihasilkan varietas Granola dan Atlantik kecil. Secara umum dapat dikatakan bahwa tanaman kentang varietas Granola dan Atlantik efisien dalam memanfaatkan radiasi surya untuk memproduksi umbi, meskipun rata-rata intensitas radiasi surya harian pada wilayah kajian sebesar 8,8 MJ.m-2.hari-1. Hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah penelitian tingkat keawanan cukup tinggi. Padahal tanaman kentang menurut Suryanto et al. (2005) membutuhkan intensitas radiasi surya antara 9-16 MJ.m-2.hari-1.

Nilai RUE varietas Atlantik lebih besar dari varieatas Granola mengindikasikan produksi varietas Atlantik akan lebih besar dibandingkan dengan varietas Granola, namun kenyataannya petani lebih suka menanam varietas Granola. Menurut Sailah (1999) dan Sihotang (2011) alasan utama petani lebih menanam kentang varietas Granola adalah kualitas umbi dan permintaan konsumen. Umbi dari varietas Granola menurut petani lebih tahan terhadap penyakit jika disimpan dalam waktu yang cukup lama atau tergores, karena kandungan air dari kentang varietas Granola lebih sedikit dibandingkan dengan varietas Atlantik. Bibit varietas Granola juga lebih mudah didapat dan harganya lebih rendah dibandingkan dengan Atlantik, karena bibit kentang varietas Atlantik sebagian besar masih impor. Hasil kentang varietas Granola lebih mudah dipasarkan, sedangkan kentang varietas Atlantik rata-rata terbatas untuk industri makanan ringan dengan syarat kualitas umbi harus baik. Sistem yang digunakan pada budi daya kentang varietas Atlantik antara petani dan perusahaan adalah sistem kemitraan (Agustian dan Mayrowani 2008). Selain itu permintaan masyarakat untuk konsumsi terhadap kentang varietas Granola lebih banyak dibandingkan Atlantik. Hal ini dikarenakan menurut masyarakat rasa dari Granola lebih enak dibandingkan dengan varietas Atlantik.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.I Kesimpulan

Jumlah radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk mengikuti pola kenaikan nilai LAI. Jarak tanam akan menentukan jumlah dari populasi dan nilai LAI. Perbedaan morfologi tanaman pada varietas Granola dan Atlantik akan menentukan jumlah radiasi yang terintersepsi. Radiasi surya yang terintersepsi selama musim pertumbuhan oleh tanaman kentang pada penelitian ini untuk jarak tanam (20 x 20 cm) dan (40 x 20 cm) pada masing-masing varietas yaitu: varietas Granola sebesar 387,7 MJ.m-2 dan 260,6 MJ.m-2,untuk varietas Atlantik sebesar 355,6 MJ.m-2 dan 255,5 MJ.m-2.

Nilai RUE menentukan produksi yang dihasilkan oleh tanaman kentang. Efisiensi penggunaan radiasi surya yang dihasilkan pada tanaman kentang varietas Granola (AGB) sebesar 0,31 g.MJ-1 dan 2,22 g.MJ-1 (biomassa total), sedangkan RUE kentang varietas Atlantik (AGB) sebesar 0,49 g.MJ-1 dan sebesar 3,02 g.MJ-1 (biomassa total). Tanaman kentang varietas Atlantik pada penelitian ini lebih effisien dalam memanfaatkan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman.

5.2 Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan menggunakan varietas kentang yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian A., Mayrowani H. 2008. Pola Distribusi Komoditas Kentang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ekonomi Pembangunan. Vol 9, No 1, Juni 2008: 96-106.

Burhani R. 2011. Mendag: Impor Kentang

Tidak Perlu Dilakukan:

http://www.antaranews.com/berita/281 385/mendag-impor-kentang-tidak-perlu-dilakukan. [24 Oktober 2011]. [BPTP]. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian. 2004. Teknologi Budidaya Kentang Industri di Lahan Sawah Dataran Medium Kabupaten Sleman D. I. Yogyakarta. Rekomendasi Teknologi Pertanian: 2004.

(25)

Efendi K. 2002. TPS untuk Kultivar Kentang Unggul Baru. Buletin Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. Vol. 24 No. 1 Th. 2002: 10. Efendi K. 2002. Kentang Prosesing untuk

Agroindustri. Buletin Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 24 No. 2, 2002.

Firman D., Allen E. J. M. 1989. Relationship Between Light Interception, Ground Cover and Leaf aArea Index in Potatoes. Agricultural Science (1989), 113: 355-359.

Gallagher J. N., Biscoe P. V. 1978. Radiation Absorption Growth and Yield of Cereals. Agric. Sci., Cambridge, 91:47-60.

Government of Alberta Agriculture and Rural Development. 2003. Guide to Commercial Potato Production on the Canadian Prairies. Western Potato Council. Portage la Prairie, Manitoba R1N 3B9.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Herrmann I., Pimstein A., Karnieli A., Cohen Y., Alchanatis V., Bonfil D. J. 2010. Assessment Of Leaf Area Index By The Red-Edge Inflection Point Derived From Venμs Bands. Proc. Hyperspectral 2010 Workshop, Frascati, Italy, 17–19 March 2010 (ESA SP-683, May 2010).

Hijmans R. J., Spooner M. D. 2001. Geographic Distribution Of Wild Potato Specie. American Journal Of Botany, 88 (11): 2101–2112.

Huaman Z. 1986. Systematic Botany and Morphology of the Potato. Technical Information Bulletin 6. International Potato Centre, Lima, Peru: 22 pp. Jumin H. B. 2002. Dasar-dasar Agronomi.

Jakarta: Rineka Cipta.

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2010. Aturan Pembenihan dan Pengembangan Industri Benih Kentang di Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia: http://www.hortikultura.go.id. [1 Oktober 2011].

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2000. Surat Keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan Kentang Atlantik sebagai varietas unggul

dengan nama Atlantik. Malang: http://www.deptan.go.id. [1 Oktober 2011].

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2005. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 81/Kpts/Sr.120/3/2005. Jakarta: http://www.deptan.go.id. [1 Oktober 2011].

Kline R. A., Halseth, Donald E. 1990. Growing Potatoes in the Home Garden . VC Report 669, Department of Vegetable Crops, Cornell University. Kooman P. L., Fahem M., Tegera P.,

Haverkort H. J. 1996. Effects of Climate on Different Potato Genotypes 1. Radiation Interception, Total and Tuber Dry Matter Production.

Lakoy I. W. M. 2009. Strategi Pengembangan Komoditas Kentang di Kabupaten Minahasa Selatan . Tesis. Program Pascasarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Makarim A. K. 2009. Aplikasi Ekofisiologi Dalam Sistem Produksi Padi Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian2(1), 2009: 14-34.

Mondani F., Glzardi F., Ahmadvand G., Khorbani R., Moradi R. 2011. Influence Of Weed Competition On Potato Growth, Production And Radiation Use Efficiency. Notulae Scientia Biologicae, 2011, 3(3): 42-52. Monteith J. L. 1977. Climate and the

efficiency of crop production in Britain. Philosophicaln Transactions of the Royal Society of London. B281: 277-294.

Muyan Y. 2010. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya Pada Pertanaman Padi Sawah: Studi Kasus di Daerah Prafi Kabupaten Manokwari Papua Barat. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(26)

Oijen M. V. 1991. Light Use Efficiencies of Potato Cultivar with Late Blight (Phytophthora inventans). Potato Research 13 (1991): 123-132.

Pereira A. B., Shock C. C. 2006. A Review Of Agrometeorology And Potato

Production :

http://www.agrometeorology.org/filead min/insam/repository/gamp_chapter13 e.pdf. [1 Oktober 2011].

Qodarsih T. 2011. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola di Galudra, Cianjur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rezig M., Sahli A., Jeddi F. B., Harbaoui Y.

2010. Adopting Intercropping System for Potatoes as Practice on Drought Mitigation Under Tunisian Conditions. Options Mediterraneennes, A no. 95, 2010: 329-334.

Rubatzky V. E., Yamaguchi M. 1995. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Catur Herison, penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan dari : World Canadian Cooperative Association dan Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Samadi B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Samad S., Mustafa M., Baharuddin,

Rampisela A. 2009. Optimalisasi Produksi Kentang Ramah Lingkungan Parigi Kec. Tinggi Moncong Kab. Gowa. Sains & Teknologi, April 2009, Vol. 9 No. 1: 36 – 43.

Sensus Ekonomi Nasional. 2010. Konsumsi Beras Turun, Terigu dan Kentang Naik: www.bps.go.id. [17 Oktober 2011].

Shah S. F. A., Mckenzie B. A., Gaunt R. E., Marshall J. W., Framton C. M. 2004. Effect Of Production Environments On Radiation Interception And Radiation Use Efficiency of Potato (Solanum tuberosum L.) Grown In Canterbury, New Zealand: New Zealand Journal of Crop and Horticultural Science, 2004, Vol. 32: 113-119.

Shock C., Flock R., Eldredge E., Pereira A., Jensen L. 2006. Successful Potato

Irrigation Scehduling. Sustainable Agriculture Techniques, October 200 agroforestry dalam Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B (eds) WaNuLCAS: Model simulasi untuk sistem agroforstry. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor. Indonesia.

Steyn J. M., Kabago D. M., Annandale J. G. 2007. Potato Growth and Yeild Responses to Irrigation Regimen in Contrasting Season of a Subtropical Region. African Crop Science Conference Proceeding, Vol. 8. pp. : 1647-1651.

Susila A. D. 2006. Panduan Budidaya tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Suryanto A., Guritno B., Sugito Y., Koesmaryono Y. 2005.

Efisiensi

Konversi

Energi

Surya

Pada

Tanaman

Kentang

(

Solanum

tuberosum L.

),

Agromet 19 (1) : 39 – 48.

Syarif Z. 2005. Studi Karakteristika Biologi/Agronomi Tanaman Kentang yang Ditopang dengan Turus dalam Sistem Tumpangsari Kentang/Jagung dengan Berbagai Waktu Tanam Jagung di Dataran Medium. Stigma. Volume XIII No.2: April – Juni 2005.

Tjaturetno B. M. J, Prabowo A, Purwanta C. Y. 2006. Pengukuran Kebutuhan Air Tanaman Kentang Dengan Metode Lisimeter untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Air: Prosiding seminar nasional mekanisasi pertanian, Bogor, 5 Agustus 2004.

Wajid A., Ahmad A., Khaliq T., Alam S., Hussaun A., Hussain K., Naseem W., Usman M., Ahmad S. 2010. Quantification Of Growth, Yield And Radiation Use Efficiency Of Promising Cotton Cultivars At Varying Nitrogen Levels. Pak. J. Bot., 42(3): 1703-1711, 2010.

(27)
(28)

Lampiran 1. Data Iklim di stasiun Klimatologi pos pengamatan Kayu Aro Tanggal Suhu (˚C) Kelembaban

(%)

Kec, Angin (m/s)

Curah hujan

(mm) Radiasi Surya (MJ.m-2 )

20/05/2011 19,3 87 1,7 0 8,6

21/05/2011 18,3 88 1 0,2 4,7

22/05/2011 18,9 87 1,8 0 8,5

23/05/2011 18,3 90 1,2 0,2 5,8

24/05/2011 19 86 2 0 8,1

25/05/2011 19,4 84 2,1 0 7,5

26/05/2011 19,8 83 2,6 0,2 9,7

27/05/2011 20 84 2 0 8,6

28/05/2011 19,6 81 3,7 0,2 11,0

29/05/2011 18,6 78 1,5 0 10,5

30/05/2011 20,1 82 1,8 0 7,4

31/05/2011 19 89 1,4 0,2 5,5

01/06/2011 19,1 86 1,8 0 7,4

02/06/2011 18,3 92 2 0 4,5

03/06/2011 19,8 84 3,4 0,2 8,3

04/06/2011 19,2 90 1,7 0 6,6

05/06/2011 18,8 87 2,7 0 8,1

06/06/2011 18,9 67 1,9 0,2 7,3

07/06/2011 19 79 2 0 8,5

08/06/2011 19,8 79 1,9 0 8,3

09/06/2011 20,5 74 2,3 0 10,1

10/06/2011 19,7 79 2,4 0 10,4

11/06/2011 18,4 84 2,5 0 7,8

12/06/2011 19,1 86 1,4 11,7 7,8

13/06/2011 19,6 83 2 9,7 8,7

14/06/2011 19,2 82 2,1 0 6,6

15/06/2011 19,9 80 1,9 0 8,9

16/06/2011 19,3 78 2,1 54,5 6,3

17/06/2011 18,8 83 3 0 7,5

18/06/2011 19,2 78 3,5 0 10,0

19/06/2011 18,9 79 2,3 0 7,6

20/06/2011 19,5 82 1,5 0 7,8

21/06/2011 20 84 2,5 0 7,7

22/06/2011 19,1 85 2 26,9 4,4

23/06/2011 19,2 80 2,5 0 8,5

24/06/2011 19,9 80 2,6 0 8,5

25/06/2011 18,8 88 1,1 0 4,5

26/06/2011 18,1 77 2,4 0 9,0

27/06/2011 19,2 74 1,9 0 9,8

28/06/2011 19 82 2,6 0 7,9

(29)

30/06/2011 20,6 55 4,6 0 11,1

01/07/2011 18,7 65 3,2 0 10,1

02/07/2011 19,6 60 4,4 0 12,6

03/07/2011 18,4 69 2,9 0 8,3

04/07/2011 18,4 72 2,9 0 10,0

05/07/2011 18,1 73 2,6 0 9,3

06/07/2011 20,1 80 1,9 0 6,2

07/07/2011 19,9 83 1,3 13,0 6,2

08/07/2011 14,4 90 0,7 39,0 0,0

09/07/2011 14,4 83 0,1 0 0,0

10/07/2011 14,4 76 1 0 0,0

11/07/2011 18,4 69 1,1 37,0 5,6

12/07/2011 14,8 97 0,3 0 0,3

13/07/2011 18,1 89 1,5 0 6,9

14/07/2011 19,3 85 2,5 0 10,8

15/07/2011 19 83 3,1 0 6,9

16/07/2011 18,2 84 2,2 0 6,8

17/07/2011 18,3 83 1,2 0 6,5

18/07/2011 21,4 71 1,3 0 14,2

19/07/2011 13,9 93 0,9 0 0,3

20/07/2011 19,2 75 2,5 0 10,3

21/07/2011 18,9 78 1,7 0 7,4

22/07/2011 18,3 86 1,1 0 5,5

23/07/2011 18,9 81 2,1 0 7,1

24/07/2011 20,5 75 3,2 0 12,2

25/07/2011 18,4 77 2,1 0 9,4

26/07/2011 18,3 75 1,9 0 9,9

27/07/2011 20,1 77 2,1 0 10,8

28/07/2011 18 78 2,3 0 9,6

29/07/2011 18,3 79 2,1 0 8,3

30/07/2011 19 74 2,4 0 10,2

(30)

Lampiran 2 Data berat kering akar

Perlakuan Ulangan

Berat kering akar terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m-2)

4 5 6 7 8 9 10 11

J1V1

1 6,85 8,64 13,58 15,43 33,64 34,97 34,71 8,24 2 6,39 7,47 21,91 31,81 43,87 47,25 40,37 13,91 3 5,31 9,13 31,91 36,32 47,70 50,03 45,55 23,75

J2V1

1 4,79 4,96 8,73 10,87 12,21 14,12 20,75 8,49 2 5,12 5,27 8,88 9,44 15,45 15,57 8,49 1,46 3 3,90 5,89 10,94 18,46 16,14 16,95 38,19 1,35

J1V2

1 10,90 13,40 17,52 24,90 36,33 36,61 47,28 38,01 2 13,59 14,61 28,09 30,87 39,14 37,48 78,89 39,68 3 14,18 16,68 24,65 29,88 36,39 34,92 77,50 28,63

J2V2

1 8,55 11,24 15,28 15,74 33,47 34,85 36,67 30,35 2 7,55 9,52 23,46 13,34 32,08 33,21 39,25 28,29 3 7,77 8,62 14,58 15,42 34,86 40,83 37,44 16,29 Lampiran 3 Data berat kering batang,

Perlakuan Ulangan Berat kering batang terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m -2

)

4* 5* 6* 7* 8* 9* 10* 11*

J1V1

1 6,09 22,81 49,66 50,14 61,39 66,22 42,72 27,92 2 5,59 19,16 75,22 78,14 80,28 108,72 60,74 52,92 3 6,85 16,29 47,42 54,92 64,20 104,14 56,65 64,86

J2V1

1 4,43 11,23 21,94 27,96 38,89 54,28 30,83 26,25 2 3,18 6,93 37,36 43,61 42,46 43,24 46,34 31,03 3 4,40 8,15 27,24 37,43 41,16 53,63 51,38 44,64

J1V2

1 11,18 24,43 69,75 72,60 86,06 92,47 103,59 80,51 2 11,81 23,89 46,39 56,34 83,89 87,19 142,21 54,23 3 9,97 20,58 89,48 116,97 84,69 86,34 147,27 73,72

J2V2

1 8,32 12,49 23,79 42,68 59,57 61,36 58,40 34,95 2 6,36 9,36 28,45 30,30 49,85 54,31 83,45 57,97 3 5,67 15,27 28,72 69,16 77,89 77,86 42,81 25,39 Lampiran 4 Data berat kering daun

Perlakuan Ulangan Berat kering daun terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m -2

)

4* 5* 6* 7* 8* 9* 10* 11*

J1V1

1 28,58 33,91 63,94 93,97 122,48 141,89 159,74 56,25 2 29,56 35,00 100,28 116,89 163,92 247,61 133,38 29,11 3 14,40 33,92 41,68 90,60 131,39 213,92 127,43 61,02

J2V1

1 14,71 15,97 50,00 74,64 99,85 130,69 56,88 20,55 2 13,01 14,89 56,83 76,18 93,83 112,44 73,39 21,35 3 13,79 14,47 48,86 51,98 98,35 105,67 103,54 46,32

J1V2

(31)

J2V2

1 18,40 16,12 42,51 88,39 134,83 142,55 180,21 71,91 2 17,75 19,60 56,28 81,65 123,74 126,26 154,59 57,99 3 17,02 18,22 44,60 122,09 161,33 163,86 133,47 26,92 Lampiran 5 Data berat kering umbi

Perlakuan Ulangan

Berat kering umbi terukur pada minggu ke- setelah tanam (g.m-2)

4 5 6 7 8 9 10 11

J1V1 1 - 7,0 72,7 237,4 532,4 854,7 4922,6 6762,8 2 - 11,9 121,7 217,5 608,7 1026,7 6655,9 6806,1 3 - 7,3 139,0 244,1 574,2 1231,7 6313,6 7765,1 J2V1 1 - 3,4 72,2 153,1 445,8 634,4 2633,4 3457,0 2 - 4,1 69,5 160,9 598,8 829,5 2209,7 3980,7 3 - 3,7 76,2 147,3 584,3 891,1 2506,3 7734,9 J1V2 1 - 138,5 272,7 641,2 945,1 1257,2 4571,4 9700,9 2 - 166,3 399,2 364,4 1222,5 1244,6 5000,2 5709,4 3 - 262,5 611,4 831,0 1386,4 1584,1 6211,2 11055,4

J2V2

1 - 138,4 259,6 297,4 760,0 1084,2 3731,9 4208,2 2 - 187,3 194,3 220,3 945,1 1193,2 4055,5 5110,1 3 - 219,4 892,0 912,3 1247,3 1315,0 3461,3 4580,7 Keterangan: - (Contoh tanaman belum memiliki umbi)

Lampiran 6 Nilai LAI tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan Nilai LAI terukur pada minggu ke- setelah tanam

2 3 4 5 6 7 8 9 10

J1V1

1 0,4 0,5 0,6 0,7 1,3 1,9 2,4 2,8 3,2

2 0,4 0,5 0,6 0,7 2,0 2,3 3,3 4,9 2,7

3 0,4 0,5 0,6 0,7 1,7 1,8 2,6 4,3 2,5

J2V1

1 0,2 0,3 0,3 0,3 1,0 1,5 2,0 2,6 1,1

2 0,2 0,2 0,3 0,3 1,1 1,5 1,9 2,2 1,5

3 0,2 0,3 0,3 0,3 1,0 1,0 2,0 2,1 2,1

J1V2

1 0,5 0,5 0,6 0,7 1,7 2,3 3,3 3,9 3,4

2 0,6 0,6 0,7 0,7 1,9 2,9 3,9 3,2 3,8

3 0,1 0,3 0,6 1,0 3,3 4,4 3,5 3,9 4,4

J2V2

1 0,1 0,1 0,4 0,3 0,9 1,8 2,7 2,8 3,6

2 0,3 0,3 0,4 0,4 1,1 1,6 2,5 2,5 3,1

(32)

Lampiran 7 Grafik Hubungan LAI dengan porsi radiasi surya yang ditransmisikan di bawah tajuk tanaman

Lampiran 8 Radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman Perlakuan Minggu

Ke-

Qint Qint Kum AGB W Total ∆ AGB ∆ W Total (MJ.m-2) (MJ.m-2) (g.m-2) (g.m-2) (g) (g)

J1V1.1 4 39,1 154,4 41,5 41,5 23,9 41,5

5 44,1 193,5 65,4 72,3 61,8 72,3

6 44,2 237,6 127,2 199,9 32,4 298,9

7 28,5 281,8 159,5 397,0 58,0 555,7

8 40,6 310,3 217,5 750,0 25,6 547,8

9 54,4 350,9 243,1 1097,8 110,0 4062,1

10 42,8 405,4 237,2 5159,8 -195,6 889,5

J1V1.2 4 51,8 128,1 41,5 41,5 20,1 41,5

5 60,0 179,8 61,6 73,5 135,8 73,5

6 46,0 239,8 197,4 319,1 29,4 125,2

7 29,1 285,8 226,8 444,3 61,2 552,4

8 42,0 314,9 288,1 896,7 115,5 633,5

9 58,4 356,9 403,6 1430,3 120,0 260,2

10 45,3 415,3 234,5 1690,4 -207,9 -1663,8

J1V1.3 4 39,1 115,4 26,6 26,6 32,8 40,0

5 44,2 154,5 59,3 66,6 61,7 293,4

6 45,2 198,6 121,0 260,0 60,8 166,0

7 28,4 243,8 181,8 425,9 61,5 491,6

8 41,0 272,2 243,3 817,5 124,8 667,9

9 57,3 313,1 368,1 1059,8 -138,5 850,0

10 41,7 370,4 229,6 1413,2 -205,7 869,8

J2V1.1 4 27,2 80,5 23,9 23,9 8,2 23,9

5 30,6 107,8 32,2 35,6 48,5 217,3

6 30,9 138,3 80,7 152,9 32,8 298,6

(33)

8 28,2 189,0 151,0 596,8 48,1 236,7

9 38,3 217,2 199,1 833,5 -90,6 510,5

10 27,5 255,5 108,5 1141,9 80,0 -1120,6

J2V1.2 4 27,1 80,1 21,3 21,3 5,8 9,8

5 30,5 107,3 27,1 31,1 76,0 241,4

6 31,1 137,8 103,1 172,6 26,2 117,6

7 19,8 168,9 129,2 290,1 22,5 460,4

8 28,1 188,7 151,7 750,6 19,5 487,9

9 37,7 216,8 171,3 1000,7 -43,0 1337,2

10 28,1 254,5 128,2 2337,9 -106,1 -2315,8

J2V1.3 4 27,2 80,5 22,1 22,1 6,4 10,2

5 30,5 107,6 28,5 32,2 58,5 231,0

6 30,8 138,1 87,0 163,3 20,8 91,9

7 19,3 169,0 107,9 255,1 47,8 397,7

8 28,2 188,2 155,6 740,0 20,6 427,4

9 37,4 216,4 176,3 1067,4 16,9 1632,1

10 35,5 253,9 193,1 2699,4 -140,0 -2646,4

J1V2.1 4 39,6 117,5 53,1 53,1 19,2 157,8

5 44,4 157,1 72,3 210,8 98,4 232,6

6 42,8 201,5 170,7 443,4 39,7 408,2

7 26,7 244,4 210,4 851,6 76,2 380,0

8 37,1 271,1 286,6 1231,6 36,7 348,8

9 48,8 308,2 323,2 1580,4 -1,1 3313,1

10 37,9 357,0 322,1 4893,5 -261,8 -4833,2

J1V2.2 4 40,2 119,1 60,3 60,3 15,6 181,9

5 45,0 159,2 75,9 242,2 61,8 329,1

6 43,4 204,3 172,2 571,3 61,8 27,0

7 27,1 247,7 233,9 598,4 86,6 944,6

8 37,6 274,7 320,5 1543,0 124,0 -12,4

9 49,5 312,3 286,0 1530,6 124,9 3880,6

10 38,4 361,8 410,9 5411,2 199,9 1110,9

J1V2.3 4 37,9 112,3 56,2 56,2 30,9 293,4

5 42,5 150,1 87,0 349,5 195,2 544,0

6 40,9 192,6 282,2 893,5 40,3 195,8

7 25,5 233,5 258,3 1089,3 17,8 595,6

8 35,4 259,0 298,6 1685,0 132,3 689,0

9 46,7 294,5 316,4 2100,5 131,0 895,8

10 36,2 341,1 447,4 6658,6 4,6 -6623,3

J2V2.1 4 23,6 78,6 35,3 35,3 4,6 143,0

5 24,8 102,2 39,9 178,2 41,7 162,9

6 34,8 127,1 81,6 341,2 65,2 103,0

7 16,2 161,8 146,8 444,2 81,1 543,7

8 28,6 178,0 227,9 987,9 36,5 335,0

(34)

10 29,3 238,6 275,3 4007,2 6,8 -3975,5

J2V2.2 4 28,6 84,8 31,7 31,7 6,8 194,2

5 32,1 113,4 38,5 225,8 69,7 76,7

6 30,9 145,5 108,2 302,5 80,4 43,1

7 19,3 176,5 125,3 345,6 80,4 805,1

8 26,8 195,7 205,7 1150,7 8,1 256,2

9 35,3 222,5 213,8 1406,9 63,5 2925,9

10 27,4 257,8 277,3 4332,8 -246,8 -4302,4

J2V2.3 4 28,7 84,9 30,5 30,5 11,7 231,1

5 32,1 113,6 42,1 261,6 45,8 718,3

6 31,0 145,7 87,9 979,9 118,8 139,1

7 19,3 176,7 206,7 1119,0 67,4 402,5

8 26,8 196,0 274,1 1521,4 8,5 76,1

9 35,3 222,8 282,6 1597,5 -68,8 735,7

Gambar

Gambar 2 Batang kentang dan stolon. (Sumber: Huaman 1986)
Gambar 3 Umbi kentang.
Tabel 1 Hasil perhitungan radiasi surya yang terintersepsi oleh tajuk tanaman kentang
Gambar 7 Hubungan nilai LAI dengan intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Semakin baik pertumbuhan tanaman ada kecenderungan akan menghasilkan umbi dengan ukuran yang lebih besar karena produksi tanaman sangat ditentukan pada fase

Intensitas radiasi yang lebih tinggi pada musim kemarau mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, seperti ditunjukkan berat kering total tanaman musim kemarau pada

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi pupuk daun hyponex hijau kedalam media MS memberikan pengaruh nyata

Mengetahui formulasi kombinasi pupuk daun dan konsentrasi air kelapa yang tepat, sehingga dapat digunakan pada perbanyakan tanaman kentang varietas Granola secara in vitro Kegunaan

Secara keseluruhan, kentang varietas Red Pontiac dan dosis kalium 250 - 375 kg ha -1 memberikan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, serapan kalium tanaman, bobot

Hasil penelitian menun- jukan penggunaan berbagai macam mulsa plastik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot kering

Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan umbi bibit G4 dengan mulsa mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik daripada penggunaan umbi lokal, kecuali umbi lokal

Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan umbi bibit G4 dengan mulsa mampu memberikan pertumbuhan yang lebih baik daripada penggunaan umbi lokal, kecuali umbi lokal