• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium, Kromium, Vitamin A, Ddan E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium, Kromium, Vitamin A, Ddan E"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

ALTAMI NURMILA DANIARI. D24080231.2012. Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E. Skripsi. Departemen Ilmi Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Insititut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama :Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. Pembimbing Anggota:Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS.

Susu kambing merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah. Hal tersebut disebabkan karena pemberian pakan dengan nutrien yang belum mencukupi.Kondisi lingkungan yang panas dan lembab memungkinkan kebutuhan kambing laktasi terhadap nutrien meningkat. Oleh karena itu diperlukan koreksi terhadap kebutuhan nutrien dengan suplementasi.

Penelitian ini dirancang untuk mengkajipengaruh suplementasi kromimum (3,0 ppm), selenium (0,3 ppm), vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan vitamin E (400 IU/kg) pada delapan ekor kambing perah peranakan Etawah (PE) laktasi dengan rataan produksi susu 556,67 ± 366,67 ml/hari/ekor.Kambing dibagi menjadi dua kelompok masing-masing empat ekor sesuai dengan produksi susunya. Kambing dikandangkan dan dipelihara secara individu dalam kandang panggung beratapkan genting. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil (CPO)sebagai pakan perlakuan 1 dan pakan dengan suplemen kedelai sangrai, selenium, kromimum,vitamin A,D, danE sebagai perlakuan 2. Kambing mendapat pakan perlakuan selama 6 minggu. Peubah yang diukur meliputi produksi susu, konsumsi pakan, kadar mineral susu, kadar mineral feses, absorbsi mineral, dan deposisi mineral dalam susu. Rataan nilai peubah dibandingkan menggunakan uji t.

Pemberian ransum komplit bersuplemen kedelai sangrai, selenium, kromium,vitamin A, Ddan Etidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan mineral, kadar mineral feses, absorbsi mineral,dan sekresi mineral di susu. Kadar mineral susu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral susu yang telah dilaporkan sebelumnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas pakan kambing PE diperkirakan lebih diperlukan untuk menunjang produksi dan kualitas susu.

(2)

ABSTRACT

Mineral of Milk from Etawah Grade Goats Offered a Ration Suplemented with Selenium, Cromium, Roasted Soybeans, Vitamin A, D and E

A.N Daniari, T. Toharmat, I. K Amrullah

Milk from Etawah grade goatsis known as an alternative source of animal protein and provides better nutrients than cow’s milk. However,the dairy goat in Indonesia has low productivity. Goat may be exposed to heat stress and therefore nutrient intake is not adequate for optimum milk production. This study was designed to evaluate the efficiency of mineral, roasted soybeans, and vitamin supplementation in lactating goats. Eight Etawah gradegoat were allocated randomly to two dietary treatments. Experimental diet were a complete diet without supplement (treatment 1) and diet supplemented with roasted soybeans (280 g/kg),selenium (0.5 ppm),cromium (3 ppm),vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan vitamin E (400 IU/kg). Feed intake, mineralabsorption, andmilkmineral content were observed. The results showed that the suplementation of minerals and vitamins in a complete ration did not affect feed intake, mineral absortion and mineral component in the dairy goats. It was concluded that supplementation of roasted soybeans, selenium, chromium, vitamin A, D and E in lactating goats did not influence absorption and secretion of the mineral in milk of Goats. The improvement of feed quality in feeding Etawah grade goats was important tosupport high production and quality of milk.

(3)

1

 

Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton dan meningkat menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 98.9%. Peningkatan konsumsi tersebut sejalan dengan peningkatan minat masyarakat akan susu kambing. Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS, 2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional termasuk susu kambing.

Susu kambing mempunyai nilai nutrient yang tinggi. Menurut American Dairy Goat Association (2002) secara keseluruhan nilai nutrien susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein, vitamin C dan vitamin D kadarnya sama. Apabila dibandingkan dengan air susu ibu (ASI), nilai nutrien susu kambing lebih tinggi, kecuali pada kandungan lemak, unsur besi (Fe) dan kolesterol. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah sehingga ketersediannya masih terbatas

(4)

2

 

pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid (CLA) (Adawiyahet al., 2006).Sehingga suplementasi kacang kedelai diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Menurut Piliang dan Soewondo (2006) kandungan protein yang cukup pada pakan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrien oleh sel-sel tubuh.

Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se dikenal sebagai salah satu mineral yang mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas, sehubungan dengan perannya dalam salah satu unsur dari glutathione peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan salah satu enzim yang mampu melindungi membran selular dan subselular dari kerusakan oksidatif dengan cara mencegah akumulasi H2O2 (radikal hidroksil) serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida merusak membran selular.(McDowell, 1992; Brody, 1994). Pemberian vitamin E dan selenium diharapkan mampu mempertahankan kondisi fisiologis kambing perah dalam memproduksi susunya.

Menurut McDowell (2000)defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makanserta menyebabkan fertilitas menurun. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000 IU/kg. Pemberian vitamin A diharapkan mampu membantu kambing dalam mempertahankan status fisiologis normalnya dan menunjang produksi susu.

(5)

3

 

Vitamin D diperlukan pada metabolisme kalsium (Ca), meningkatkan produksi enzim citrogenase dan pada akhirnya meningkatkan produksi sitrat yang dibutuhkan pada saat metabolisme Ca (Piliang dan Soewondo, 2006). Kalsium merupakan salah satu komponen pembentuk susu dan mineral yang diperlukan dalam jumlah banyak pada kambing periode laktasi. Selain itu Ca berfungsi untuk: 1) pembentukan tulang dan gigi; 2) membantu pembekuan darah; 3) membantu perkembangan fetus; 4) mempertahankan ritme jantung normal; 5) mempertahankan mekanisme tubuli ginjal; 6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf; 7) mempertahankan kerja enzim, permeabilitas sel dan produksi air susu.

Tujuan

(6)

4

 

Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan sapi laktasi yang tinggi menyebabkan tingginya kadar lemak susu karena lemak susu disintesis dari asetat yang tinggi produksinya jika kandungan serat kasar ransum tinggi. Pada ransum, serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi kadar lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Penurunan rasio hijauan menyebabkan produksi dan protein meningkat namun kadar lemak menurun.

Formula ransum sangat mempengaruhi efisiensi produksi ternak. Menurut Blakely dan Bade (1991) kambing yang sedang laktasi akan menunjukan performan yang lebih baik jika diberikan hijauan yang dicampur dengan konsentrat. Apabila kualitas hijauannya tinggi, maka penggunaannya dalam ransum harus ditingkatkan, sebaliknya apabila kualitas hijuan rendah, presentase dalam ransum juga harus dikurangi dengan ketentuan serat kasar dan protein tidak kurang dari batas minimum (Suherman, 2005). Perbedaan konsumsi terjadi karena perbedaan faktor fisiologis ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada kambing perah dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi (Avondo etal.,

2008), sedangkan pakan adalah faktor utama penentu produksi susu. Kebutuhan kambing perah pada setiap fase produksi ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi

Fase Produksi Konsumsi BK

(% bobot badan)

Kebutuhan Nutrien Protein Kasar

(% BK)

TDN (% BK)

Hidup Pokok 1,8 – 2,4 7 53

Awal Kebuntingan 2,4 – 3,0 9 – 10 53

Akhir Kebuntingan 2,4 – 3,0 13 – 14 53

Laktasi 2,8 – 4,6 12 – 17 53 – 66

(Rashid, 2008)

Kacang Kedelai Sangrai

(7)

5

 

diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Proses pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid

(CLA) (Adawiyahet al., 2006).

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Capriane, genus Capra dan spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Kambing peranakan Etawah (PE) merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany, 2001). Sarwono (2002) menambahkan kambing PE memiliki bentuk fisik mirip kambing Etawah, dan ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE dan disebut kambing Bligon, Gumbolo, atau Jawa Randu.

Gambar 1. Kambing Perah Peranakan Ettawah (PE)

(8)

6

 

sedangkan bobot betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing jantan PE berbulu di bagian atas dan bawah leher, pundak dan paha belakang, lebih lebat dan panjang. Kambing PE betina mempunyai bulu panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna kombinasi coklat sampai hitam abu-abu (Sudono dan Abdulgani, 2002).

Populasi dan Produksi Susu

Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS, 2011). Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5 – 2,5 liter/hari/ekor dengan masa laktasi 7-10 bulan (Sawarno, 2002). Asminaya (2007) menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346 g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan karakteristik susu kambing PE yaitu: berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak 5,56%. Menurut Novita et al. (2006) produksi susu pada kambing PE dapat berkisar 567,1 g/ekor/hari, sedangkan menurut Atabany (2001) produksi susu harian PE di peternakan Barokah 0,99 kg/ekor/hari.

Menurut Ensminger (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing; 4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit. Phalepi (2004) melaporkan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan terhadap ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.

(9)

7

 

komposisi susu kambing, susu sapi, dan air susu ibu (ASI). Komposisi susu kambing dan susu spesies lainnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI

Komposisi Satuan Kambing Sapi ASI

Protein (%) 3,0 3,0 1,1

Lemak (%) 3,8 3,6 4,0

Kalori (/100 ml) 70 69 68

Vitamin A (IU/gram) 39 21 32

Vitamin B (μ/100mg) 68 45 17

Riboflavin (μ/100mg) 210 159 26

Vitamin C (mg/100ml) 2 2 3,0

Vitamin D (IU/gram) 0,7 0,7 0,3

Kalsium (%) 0,19 0,18 0,04

Fe (%) 0,07 0,06 0,2

Fosfor (%) 0,27 0,23 0,06

Kolesterol (mg/100ml) 12 15 20

Sumber: American Dairy Goat Association (2002)

(10)

8

 

Bahan kering (%) 15,56 – 17,76 Hertaviani (2009) Berat jenis (kg/m3) 1,030 – 1,035 Hertaviani (2009) Laktoferin (mg/I) 42,62 – 46,10 Hertaviani (2009)

Laktosa (%) 4,8 Pulina dan Nudda (2004)

Energi (kkal/I) 650 Pulina dan Nudda (2004)

Kalsium (mg/I) 134 Pulina dan Nudda (2004)

Ca (%) 0,133 Setiawan (2003)

(mg/100g) 130,28 ± 2,26 Soliman (2005)

(mg/100g) 114 Haeinlein (1980)

Posfor (%) 0,27 ADGS*(2002)

(%) 0,11 Setiawan (2003)

(mg/100g) 110,16 ± 1,61 Soliman (2005)

(mg/100g) 84 Haeinlein (1980)

Mg (%) 0,0134 Setiawan (2003)

(mg/100g) 13,87 ± 0,11 Soliman (2005)

(mg/100g) 13 Haeinlein (1980)

K (%) 0,204 Setiawan (2003)

(mg/100g) 201,45 ± 1,90 Soliman (2005)

(mg/100g) 165 Haeinlein (1980)

Na (%) 0,490 Setiawan (2003)

(mg/100g) 50,33 ± 0,77 Soliman (2005)

(mg/100g) 35 Haeinlein

Zn (%) 0,0003 Setiawan (2003)

(mg/100mg) 0,32 ± 0,03 Soliman (2005)

(mg/100g) 0,002 Haeinlein (1980)

Vitamin A (IU/gram) 39 ADGS*(2002)

Vitamin B (μ/100mg) 68 ADGS*(2002)

Vitamin C (mg / 100 ml) 2 ADGS* (2002)

Vitamin D (IU/gram) 0,7 ADGS*(2002)

(11)

9

 

karena menyusun seluruh jaringan tubuh ternak dalam kosentrasi dan proporsi yang berbeda. Mineral dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 ppm (part per million) atau dinyatakan dalam persen (%) sedangkan mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 ppm dan dinyatakan ppb (part per billion).

Fungsi mineral diantaranya sebagai: 1) komponen penyusun organ dan jaringan tubuh; 2) penyusun cairan tubuh dan jaringan sebagai elektrolit; 3) katalis enzim dan sistem hormon (Underwood, 1981). Mineral dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup dan proposional (McDonald, 1992). Jumlah mineral yang terdapat di dalam tubuh hanya mencapai 3,5% dari tubuh. Namun jika terjadi kekurangan atau kelebihan akan menyebabkan gangguan metabolisme secara luas. Metabolisme yang abnormal akan berhubungan dengan produktifitas dan pertumbuhan.

Kromium (Cr)

Unsur Cr bentuk organik dibuat dengan menginkorporasi mineral Cr inorganik ke dalam tubuh fungi dan fungi yang memberikan nilai inkorporasi dan efisiensi terbaik adalah Rhizopus oryzae (Astuti et al., 2005). Suplementasi Cr organik banyak digunakan karena ketersediaannya (bioavailability) dan penyerapannya lebih baik dibandingkan dengan Cr anorganik.

Unsur Cr tergolong sebagai unsur transisi yang terdapat pada kondisi oksidasi 0, 2+, 3+, dan 6+. Ion Cr 3+ dianggap sebagai bentuk yang paling stabil dalam sistem biologis namun sulit melewati membran sel dan tidak reaktif sehingga sulit diserap oleh tubuh. Sedangkan ion Cr 6+ memiliki tingkat absorbsi di usus tinggi karena mudah melewati membran biologis dan bereaksi dengan komponen protein dan asam nukleat, namun dapat menimbulkan toksisitas (Mordenti et al., 1997).

(12)

10

 

berpengaruh terhadap pertumbuhan sel ambing, transport glukosa, dan berpengaruh langsung pada perkembangan epithelium sel ambing untuk sintesis susu. Meskipun menurut Collier (1985) pada sel kelenjar ambing ruminansia, uptake glukosa tidak dipengaruhi oleh insulin namun insulin berhubungan dengan uptake asam amino ke dalam kelenjar susu seperti valin, isoleusin, tirosin (Laarveld et al.,1981), metionin, lisin, asam glutamate, treonin, asparagin, dan serin (Fleet dan Mepham, 1985).

Unsur Cr berperan dalam metabolisme glukosa dalam tubuh. Unsur Cr dalam tubuh membentuk glucose tolerance faktor (GTF). Menurut Cefalu dan Hu (2004) sGTF tersusun atas kompleks Cr 3+dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam amino yang terkandung dalam glutation yaitu glutamate, glisin, dan sistein. Tanpa adanya Cr pada intinya maka GTF tidak bisa bekerja mempengaruhi insulin dan kondisi ini disebut apo-chromodulin. Apo-chromodulin terdapat pada sitoplasma dan nukleus sel yang sensitif terhadap insulin. Setiap individu hewan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mensintesis GTF. Sintesis GTF berlangsung dalam hati dan dapat terbentuk dalam usus oleh bakteri (Pilliang dan Soewondo, 2006).

(13)
(14)

12

 

Selenium (Se)

Selenium telah lama dikenal sebagai mineral yang mempunyai peran penting pada tubuh ternak. Unsur Se memiliki tingkat rentang yang sempit antara tingkat Se ransum suboptimal dan tingkat Se toksis (Sudrajat, 2000). Optimasi penggunaan Se dapat meningkatkan efisiensi produksi telur, efisiensi produksi daging, dan produksi susu (Lyson, 2007). McDowell (1992) menjelaskan bahwa Se dapat direduksi menjadi keadaan oksidasi -2 (selenida) atau dioksidasi menjadi keadaan oksidasi +4 (selenite) atau +6 (selenat). Georgievskii (1982) menginformasikan bahwa H2SeO3 dan (H2SeO4 dapat membentuk garam selenit dan selenat.

Sodium selenit dan sodium selenat dikenal sebagai sumber Se inorganik untuk hewan, sedangkan seneomethionin dikenal sebagai bentuk Se organik. Saat ini kedua garam tersebut banyak digunakan untuk suplementasi pada pakan. (Lyson et al., 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan Se adalah bentuk kimia dari Se, komponen penyusun pakan yang lain, status Se, status fisiologis ternak, dan spesies (Thomson, 1998).

Se selenit Selenida

Gambar 3. Metabolisme Se selenit

Menurut Underwood (1977) serta Suzuki dan Ogra (2002) Se selenit diubah menjadi selenida oleh glutathione di eritrosit sehingga dapat ditransport melalui plasma dan berikatan dengan albumin dan selanjutnya ditransfer ke hati. McDowell (1982) menyatakan bahwa Se diangkut darah menuju tulang, rambut, dan leukosit. Georgievskii (1982) menerangkan bahwa penyerapan Se melawan kosentrasi di bagian bawah usus halus dan ekskresi Cr endogen terjadi pada duodenum (Georgievskii, 1982). McDowell (1982) menyatakan bahwa tidak ada penyerapan Se

Gluthatione

Albumin

Eritrosit Plasma

(15)

13

 

Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se dikenal mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas dalam bentuk glutathione peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan salah satu enzim yang mampu melindungi membran selular dan subselular dari kerusakan oksidatif dengan cara mencegah akumulasi H2O2 serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida merusak membran selular (McDowell, 1992; Brody, 1994). Brody (1994) menyatakan bahwa glutathione terlibat dalam reabsorpsi asam amino pada filtrat glomerulus. Glutathione mempengaruhi enzim γ-glutamyltranspeptidase yang membatasi sel lumen tubulus ginjal dan mempengaruhi penyerapan substrat asam amino cystein, glutamine, methionine, alanine, serine, dan dipeptida.

Asam amino

Gambar 4. Reabsorbsi Asam Amino pada Filtrat Glomerulus

Sumber: Sudrajat (2000)

Kalsium (Ca)

Unsur Ca diperlukan dengan kisaran 1%-2% dalam ransum. Unsur Ca merupakan mineral terbesar yang terdapat dalam tubuh hewan. Sebagian besar (99%) terdapat dalam tulang dan gigi, sedangkan 1% terdapat dalam cairan ekstraseluler (Paraksi, 1999). Unsur Ca diabsorpsi pada usus halus (Uderwood dan Suttle, 1999). Menurut Haenlein (1980) aborbsi Ca terbanyak dimulai dari duodenum, jejunum, dan ileum. Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa Ca diserap dengan transpor aktif dalam keadaan ionik . Ca dieksresikan dari tubuh melalui feses, urine, plasenta, kulit dan melalui kelenjar susu pada proses laktasi. Menurut McDowell (1992) ekskresi Ca dalam urin sangat sedikit karena adanya penyerapan kembali oleh ginjal.

γ-glutamyltranspeptidase

Gluthatione  Cys-Gly 

(16)

14

 

dalam susu, dan berkurangnya produksi susu (Horst,2003; Heinlein, 1980). Kekurangan Ca pada kambing laktasi akan mengurangi cadangan Ca di tulang dan meningkatkan absorpsi Ca (Heinlein, 1980). Pengambilan Ca dalam tubuh selama periode kehamilan dan laktasi dapat mencapai 60% atau 70%. Pada sapi perah Ca yang berasal dari tulang lebih banyak digunakan untuk produksi susu daripada Ca dari pakan sehingga penting untuk menjaga keseimbangan Ca dalam darah dan tulang. Penurunan konsumsi Ca juga berakibat pada infertilitas (Piliang dan Soewondo, 2006). Penyerapan Ca dihambat oleh adanya sodium alginate (Heinlein, 1980).

Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa hormon parathyroid mempengaruhi metabolisme Ca dan eksresi P dalam urine. Hormon tersebut memiliki fungsi mengatur kadar Ca di dalam plasma dan mengatur kosentrasi Ca di dalam air susu. Beberapa fungsi Ca adalah: (1) komponen tulang, gigi, dan produksi susu (2) terlibat pada proses pembekuan darah, (3) mendukung pertumbuhan dan perkembangan fetus, (4) memelihara rhytme jantung yang normal, (5) membantu fungsi tubuli ginjal, (6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7) mengatur aktifitas enzim, dan (8 mempertahankan permeabilitas dinding sel.

Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa protein berperan dalam penyerapan Ca oleh usus. Pakan yang mengandung protein tinggi akan mempermudah penyerapan Ca. Kadar P pakan yang P tinggi menurunkan absorbsi Ca. Transpor Ca dapat dihambat oleh kelangkaan oksigen dan adanya i dinitrofenol, natrium azida, maupun florizin. Kosentrasi K yang tinggi menghambat transpor Ca di dalam sel mukosa. Mineral Ca memegang peranan penting pada proses transfer komplek vitamin B12–intrinstic factor ke dalam sel. Haenlein (1980) menjelaskan bahwa penambahan ammonium klorida pada pakan akan meningkatkan penyerapan Ca di usus. Hal ini karena sifat ammonium klorida yang asam. Namun pemberian ammonium klorida dapat menurunkan nafsu makan.

Posfor (P)

(17)

15

 

produksi susu dan rasio yang normal akan mencegah terjadinya hipophospatemia dan hipokalsemia (Fomon, 1993). Suplementasi 20g CaO dan 13g P2O5 selama 2 minggu akan meningkatkan produksi susu kambing sebanyak 10% sedangkan suplementasi selama 4 minggu akan meningkatkan produksi susu sebanyak 15% - 25% (Soliman, 2005)

Penyerapan P akan terhambat dengan pemberian estrogen (estradiol). Kekurangan asupan P akan menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan menekan pemanfaatan fosfat oleh tulang. Hal ini dapat menimbulkan hipophospatemia yang merupakan salah satu penyebab milk fever. Keadaan ini akan mempengaruhi kerja hormon paratiroid pada mekanisme homeostasis (Haenlein, 1980).

Magnesium (Mg)

Unsur Mg memegang peranan penting dalam mengaktifkan 100 enzim dan berperan dalam reaksi 300 enzim. Unsur Mg juga berfungsi menjaga kesehatan kardiovaskular, otot, fungsi syaraf, metabolisme protein, dan pembentukan tulang dan gigi (WHO/FAO, 1996). Kadar Mg darah menurun ketika kambing mendapat pakan yang banyak mengandung Kyang menyebabkan peningkatan uptake seluluar Mg, dan meningkatkan retensi Mg. Menurut Haenlein (1980) pemberian 238 mg Mg pada kambing berusia 2 tahun selama 11 hari mengindikasikan terjadinya defisiensi Mg yang ditandai dengan penurunan produksi susu, penurunan eksresi urin, penurunan eksresi Mg total, dan peningkatan plasma darah sebesar 10%. Kadar Mg pada urin turun, namun akan kembali naik dengan volume urin yang lebih sedikit, sedangkan kadar Mg susu tidak berubah.Tempat absorpsi Mg pada ternak ruminansia dewasa adalah pada bagian retikulorumen, sekitar 25% Mg. Jumlah Mg yang diaborpsi menurun seiring dengan penurunan tingkat Mg pakan. Dalam kondisi defisien Mg, hewan akan meningkatkan mobilisasi Mg cadangan dalam tubuh untuk menggantikan absorpsi Mg yang rendah (McDowell, 1992).

Seng (Zn)

(18)

16

 

mulut, kekuan sendi dan pembengkakan kaki, berkurangnya inkordinasi, mata banyak mengeluarkan cairan, produksi saliva berlebih, testis kecil, skortum kecil, berkurangnya nafsu makan, rambut tumbuh kasar, dan tidak adanya libido. Di dalam tubuh kosentrasi tertinggi Zn ada pada prostat, semen, dan epididimis. Metabolisme Zn dihambat oleh adanya Cu dan Fe. Kadar Zn yang tinggi menyebabkan terjadinya anemia. Level Zn 1000 ppm menyebabkan diare. Sekresi Zn terbanyak ada pada feses (88%) sedangkan sekresi pada urin dan susu rendah. Analisa rambut dapat mengetahui status Zn pada tubuh ternak (Haenlein, 1980)

Natrium (Na)

Natrium terdapat di dalam cairan esktraseluler membentuk larutan NaCl atau Na2CO3 dan berfungsi mengatur keseimbangan air, mengatur tekanan osmosis, mengatur keseimbangan asam basa, mengatur kontraksi otot, dan mengatur kontraksi syaraf (WHO/FAO, 1996; Nasoetion, 1995). Kekurangan Na menyebabkan 1) turunnya nafsu makan, 2) timbulnya rasa haus, 3) menurunkan tekanan osmosis, 4) volume cairan tubuh menurun sehingga tekanan darah menurun dan penurunan berat badan, 5) penurunan volume urin, 6) produksi susu menurun, 7) lemak susu meningkat, 8) pertumbuhan terhambat, dan 10 ) penurunan produksi susu saat laktasi. Kelebihan Na menyebabkan 1) diare, 2) otot gemetar, 3) naiknya tekanan darah, 4) volume cairan esktraseluler meningkat, dan 5) kematian (Haeinlein, 1980; Nasoetion, 1995).

(19)

17

 

2005). Menurut WHO/FAO (1996), K berfungsi untuk 1) mengatur impuls syaraf, 2) mengatur keseimbangan air dan cairan tubuh, 3) mengatur keseimbangan asam basa, 4) mengatur kontraksi otot, 5) dan meregulasikan detak jantung secara normal. Defisiensi K menurut Hurley (1989) akan menyebabkan 1) estrus tidak normal, 2) aktivitas ovarium menurun, 3) fertilitas menurun, 4) hypophospatemic.

Unsur K bersama Na, Ca dan Mg dalam cairan ekstraseluler mempunyai reaksi alkalis. Kalium bersama-sama dengan klorida (Cl) membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa dalam cairan intraseluler dan sebagian terikat dengan protein. Kalium membantu mengaktivasi reaksi enzim piruvat kinase yang menghasilkan asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat. Kalium diekskresikan dalam usus oleh cairan pencernaan tetapi sebagian besar akan diserap. Ginjal adalah organ utama ekskresi K. Kalium mencapai sel melalui proses absorbsi aktif. Kalium dibuang dari tubuh melalui urin. Hampir sebagian besar kegiatan tubuh dipengaruhi oleh kosentrasi K dalam plasma (Nasoetion, 1995).

Vitamin

Menurut Piliang dan Soewondo (2006) vitamin-vitamin dapat diabsorpsi secara keseluruhan oleh usus halus. Vitamin tidak dapat digunakan secara habis dalam reaksi biokomia namun satu molekul vitamin akan digunakan berulang-ulang, namun mengalami degradasi dan memerlukan pergantian molekul baru. Fungsi vitamin diantaranya 1) sebagai koenzim atau gugus prostetik dari enzim, 2) mengatur metabolisme, 3) membantu mengkonversi lemak dan karbohidrat mejadi energi, dan 4) membantu pembentukan tulang serta jaringan tubuh.

(20)

18

 

besar untuk mencapai kondisi toksisitas dibanding vitamin larut air. Vitamin larut air mempunyai daya jenuh rendah karena kelebihannya akan diekskresikan melalui urin. Vitamin larut lemak umumnya cukup stabil terhadap proses pemasakan, pemanasan, dan tidak hilang dalam air dalam proses memasak (Piliang dan Soewondo, 2006).

Vitamin A

Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan. Menurut McDowell (2000) defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, hilangnya bobot badan, penampilan buruk dan rabun serta menyebabkan fertilitas menurun pada kambing yang sedang tumbuh. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000 IU/kg.

Vitamin D

Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa vitamin D meningkatkan enzim citrogenase dan produksi sitrat dan memacu penyerapan Ca.Hurley (1989) menyatakan bahwa vitamin D terlibat dalam proses homeostatis Ca darah yang juga melibatkan hormone paratiroid, kalsitonin, dan bentuk aktif vitamin D (1,25 dihidroxyvitamin D3) (Horst, 2003). Kadar Ca darah memiliki laju pergantian yang sangat cepat ketika kambing sedang laktasi. Regulasi Ca dalam darah penting untuk dijaga pada level normal untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).

Vitamin E

(21)

19

 

(Sumardjo, 2006). Vitamin E juga berfungsi untuk mengatur integritas dan fungsi organ reproduksi, sirkulasi darah, dan kekebalan tubuh (Leshchinsky dan Klasing, 2001). Vitamin E sebagian besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati (Almatsier, 2001).

Menurut Noguchi dan Niki (1999), vitamin E termasuk antioksidan primer yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil yaitu hidroperoksida. Enzim GSH-Px juga bekerja sebagai donor hidrogen. Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982; Parakkasi, 1983). Dalam bentuk tokoferol, vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas sedangkan Se mengurangi peroksidasi fofolipid yang sudah terlanjur terbentuk (Fellenberg dan Speisky, 2006; McDowell, 1982). Namun jumlah vitamin E yang cukup masih belum mampu mencegah timbulnya beberapa peroksida yang terbentuk. Unsur Se merupakan pertahanan kedua untuk menjaga keutuhan membrasel setelah Vitamin E (McDowell, 1982). Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).

Kondisi Lingkungan Kandang dan Cekaman Panas

Menurut Siregar (1997) iklim merupakan stressor yang kuat dalam mempengaruhi produksi susu baik secara langsung maupun tidak langsung. Wayman

et al (1962) mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat menurunan produksi susu sebagai akibat dari turunnya nafsu makan ternak, turunnya gerak laju digesta, dan turunnya efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu. Battacharya dan Husain (1974) menyatakan bahwa suhu yang panas mampu menurunkan daya cerna bahan kering, protein kasar, lemak, dan metabolisme energi.

(22)

20

 

kandang kambing pada iklim temperate minimum 6C dan maksimum 27 C, sedangkan kelembaban relatifnya 60%-80%.

(23)

21

 

Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing Darul Fallah Farm yang terletak di Pondok Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011. Analisa pakan, feses, dan kandungan mineral susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak yang digunakan adalah kambing perah peranakan Etawah (PE) yang sedang laktasi sebanyak 8 ekor dengan rataan produksi susu 356,46±320,69 g/hari/ekor. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil

(CPO). Suplemen yang digunakan adalah kedelai sangrai, selenium, kromium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan kambing berupa kandang individu berbentuk panggung berukuran 1 x 2m yang terbuat dari bambu. Peralatan lain yang digunakan selama penelitian adalah perlengkapan kandang, perlengkapan koleksi feses, peralatan analisa proksimat, peralatan analisa mineral, gelas ukur 1 liter, timbangan kasar 5 kg, timbangan kasar 1 kg, oven 600 dan tanur.

Prosedur Perlakuan

(24)

22

 

Perlakuan 1 Perlakuan 2

Pakan Basal

Rumput Lapang 32,12 32,12

Ampas Tempe 53,15 53,15

Rumput Gajah Kering 5,89 5,89

Dedak 0,85 0,85

Jagung 2,48 2,48

Onggok 1,29 1,29

Bungkil Kedelai 2,98 2,98

Bungkil Kelapa 0,94 0,94

CPO 0,30 0,30

Suplementasi

Kedelai Sangrai - 280g/kg

Vitamin A Vitamin E

- -

8000 IU 0,045 g/kg

Vitamin D3 1500 IU

Se - 0,30 ppm

Cr Organik - 3,00 ppm

(25)

23

 

BK(%) 85,69 84,18 20,59 22,42

Komponen(% BK)

Abu 10,85 10,85 4,42 11,69

PK 21,96 16,27 18,02 13,29

SK 17,62 19,29 51,68 39,16

LK 2,26 2,77 2,23 1,29

Beta-N 47,31 50,82 23,65 34,57

Mineral(%)

Ca 0,28 0,37 0,16 0,21

P 0,14 0,12 0,04 0,18

Mg 0,07 0,03 0,04 0,04

K 4,03 4,29 0,94 4,11

Na 0,06 0,04 0,15 0,03

Zn 0,02 0,02 0,02 0,02

Keterangan : Data diperoleh dari analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Persiapan Pakan

Rumput gajah yang digunakan dikeringkan (hay) dibawah terik matahari. Bahan-bahan lain penyusun konsentrat digiling halus. Kromium yang digunakan berasal dari inkorporasi kromium inorganik melalui bantuan fermentasi kapang tempe (Rhizopus oligosporus) selama 10 hari. Tempe yang mengandung kromium dan telah siap panen kemudian dicacah dan dikeringkan di dalam oven 60o untuk selanjutnya digiling. Selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E diperoleh dari PT. Nutreco Indonesia. Saat penyusunan ransum dilakukan pencampuran bertahap. Bahan yang dicampurkan lebih dahulu adalah bahan-bahan dengan presentase terkecil hingga presentase terbesar, metode ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan-bahan ransum komplit tercampur secara merata.

Pemeliharaan Kambing

(26)

24

 

sampel susu untuk analisa mineral.

Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Susu

Pengambilan sampel susu dilakukan pada minggu keempat. Sampel susu terdiri atas susu pada pemerahan pagi dan sore hari. Sampel susu pagi disimpan dalam botol plastik ukuran 50 ml dan dimasukan ke dalam lemari es, kemudian setelah mendapatkan sampel susu sore hari dilakukan pencampuran kedua sampel secara proposional, lalu dihomogenkan dan diabukan dengan metode wet ashing

(Reitz, 1960).

Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 5 ml susu dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 ml. Sampel ditambah 5 ml HNO3(p) dan didiamkan selama 1 jam di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250 OC selama 4 – 6 jam di ruang asam, tempat sampel ditutup lalu dibiarkan selama semalam. Selanjutnya ke dalam sampel ditambahkan 0,4 ml H2SO4(P) dan sampel dipanaskan selama ± 1 jam pada suhu 250 OC hingga larutan lebih pekat. Selanjutnya hasil destruksi ditambah 2-3 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P) dengan perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan pemanasan hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.

Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl(p). Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk posphor.

Pengambilan Sampel dan Pengukuran Komposisi Mineral Feses

(27)

25

 

dengan metode wet ashing (Reitz, 1960)

Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 15 g feses dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 ml. Ke dalam labu ditambahkan 15 ml HNO3(p) dan didiamkan selama 1 jam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250OC selama 4 – 6 jam di ruang asam, sampel ditutup lalu dibiarkan selama semalam. Sampel ditambah 1,2 ml H2SO4(P) dan dipanaskan selama ± 1 jam hingga larutan lebih pekat. Selanjutnya ditambahkan 6-9 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P) dengan perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan pemanasan pada suhu 250OC hingga terjadi perubahan larutan menjadi kuning muda. Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 6 ml aquades dan 1,8 ml HCl(p). Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk phospor.

Konsumsi Pakan (g/ekor/hari)

Konsumsi pakan merupakan selisih antara pakanyang diberikan (g/ekor/hari) dengan pakan sisa yang ditimbang (g/ekor/hari). Jumlah konsumsi digunakan untuk mengetahui konsumsi bahan kering (BK) dan mineral.

1. Konsumsi BK pakan (g/ekor/hari) =

[BK pakan yang diberikan (g/ekor/hari) – BK sisa pakan (g/ekor/hari)] 2. Konsumsi mineral pakan (g/ekor/hari) / KM =

[Mineral pakan yang diberikan (g/ekor/hari) – Mineral sisa pakan (g/ekor/hari)]

Komposisi Mineral Susu (%) dan Absorbsi Mineral (%)

(28)

26

 

paranet yang dipasang di bawah setiap kandang individu. Feses individu kambing dikoleksi pada pagi hari. Feses yang terkumpul dijemur di bawah terik matahari selama ± 7 jam dengan menggunakan nampan, setelah setengah kering dikumpulkan pada kantung kain hingga periode koleksi selesai. Penjemuran feses bertujuan untuk mencegah tumbuhnya jamur selama periode koleksi feses. Sebanyak 10% feses dimasukan kedalam oven 60⁰C selama 24 jam. Sebanyak 15 g feses kering

digunakan untuk analisa komposisi mineral dengan metode wet ashing (Reitz,1960). Mineral feses yang diukur kadarnya meliputi mineral makro, kalsium (Ca), phospor (P), magnesium (Mg), kalium (K), dan natirum (Na) serta mineral mikro seng (Zn), selenium (Se), dan kromium (Cr).

Koleksi feses dilakukan untuk menghitung nilai absorbsi mineral pakan. Absorbsi mineral merupakan selisih dari konsumsi mineral pakan dengan kandungan mineral feses. Konsumsi mineral merupakan jumlah total konsumsi mineral yang terkandung pada BK pakan yang terdiri terdiri atas rumput lapang, ampas tempe, dan ransum komplit selama periode pemeliharaan. Sedangkan kandungan mineral feses dihitung dengan mengalikan jumlah total BK feses yang dikoleksi dengan kandungan mineral feses tersebut.

1. Kandungan Mineral Feses (g/ekor/hari) / KMF: Total BK feses (g) x kadar mineral feses (%) 2. Absorbsi Mineral (%) =

KM (g/ekor/hari) – KMF (g/ekor/hari) KM (g/ekor/hari)

Produksi susu (ml/ekor/hari) dan Sekresi Mineral Susu (g/ekor/hari)

Produksi susu diperoleh dengan cara mencatat hasil pemerahan dari setiap 8 ekor kambing PE pada pagi dan sore hari yang diukur selama masa penelitian. Alat yang digunakan adalah gelas ukur plastik dengan kapasitas 1 liter dan milk can. Hasil produksi susu digunakan untuk menghitung sekresi mineral susu pada minggu terakhir penelitian. Sekresi mineral susu dihitung dengan mengalikan kandungan mineral dalam susu dengan jumlah produksi susu pada minggu terakhir penelitian.

(29)

27

 

Rancangan Percobaan

(30)

28

 

Rataan suhu minimum dan maksimum di dalam kandang pada peternakan selama penelitian adalah berturut-turut 22,55 ± 0,469oC dan 32,25 ± 0,374oC. Cuaca pada saat penelitian berlangsung menggambarkan cuaca pada musim kemarau yang umumnya panas, kering, dan berangin. Pada cuaca ini kambing perah rentan mengalami cekaman panas karena perbedaan suhu kandang yang ekstrim pada malam hari dan siang hari.

Pada Gambar 1 disajikan grafik suhu maksimum dan minimum di dalam kandang di peternakan Darul Fallah Farm. Suhu yang dicatat merupakan suhu terendah dan suhu tertinggi dalam periode waktu 24 jam. Sumbu Y merupakan suhu di dalam kandang sedangkan sumbu X merupakan hari pengamatan.Terdapat perbedaan suhu yang mencolok pada suhu terendah dan tertinggi. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab cekaman panas dan stress pada ternak.

Gambar5. Grafik Suhu Minimum dan Maksimum di dalam Kandang Kambing Milik Darul Fallah Farm Selama Penelitian. 

Menurut Siregar (1997) iklim merupakan stressor yang kuat dalam mempengaruhi produksi susu baik secara langsung maupun tidak langsung. Wayman

et al (1962) mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat menurunkan

15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35

1 2 3 4 5 6 7 8

Suhu Kandang

(

OC)

Hari Pengamatan

Suhu Maksimum

(31)

29

 

Husain (1974) menyatakan iklim adalah salah satu faktor menurunnya daya cerna bahan kering, protein kasar, lemak, dan metabolisme energi.

Oisson et al. (1997) menjelaskan bahwa reaksi adaptif kambing perah terhadap panas dapat dilihat dari tingkah lakunya yang menghindari merumput saat cuaca panas dan cenderung mencari area teduh. Suhu yang tinggi mempengaruhi

peripheral thermoreceptor dan thermosensitive unit pada sistem syaraf pusat. Suhu juga merangsang bagian pre-optical di hipotalamus untuk mengaktifkan mekanisme

heat-loss secara fisiologis dan tingkah laku. Ketika cekaman panas terjadi maka peredaaran darah akan mengalami penyesuaian dengan adanya inhibisi dari syaraf

sympathetic vasoconstrictor sehingga kulit mencapai vasodilatasi maksimal. Suhu rectal meningkat sehingga hewan akan mengalami panting yang diikuti dengan menurunnya konsumsi pakan dan meningkatnya konsumsi air.

(32)

30

 

Konsumsi Pakan

Tabel 6 menunjukkan bahwa rataankonsumsi bahan kering sebesar 1821 ± 298 g/ekor/hari untuk perlakuan 1 dan 1750 ± 521 g/ekor/hari untuk perlakuan 2. Apdini (2011) menunjukkan konsumsi bahan kering yang lebih tinggi 2170.86 g/ekor/hari. Sedangkan Novita (2005) pada penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi BK pada kambing PE betina laktasi adalah 1071± 63 g/ekor/hari, konsumsi Ca 2,84 ± 0,95 g/ekor/hari, dan konsumsi P 4,49 ± 0,26 g/ekor/hari. Atabany (2001) menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering harian kambing PE dengan rataan bobot hidup 48 kg adalah 1753 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering dan mineral disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Mineral Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau dengan Suplemen

Konsumsi Perlakuan 1 Perlakuan 2

BK, g/ekor/hari 1821 ± 29 1750 ±52

Mineral, g/ekor/hari

Ca 3,668 ± 0,102 3,316 ± 0,131

P 1,716 ± 0,040 1,714 ± 0,078

Mg 1,660 ± 0,015 1,055± 0,527

K 43,464 ± 1,313 40,502 ± 2,142

Na 1,738 ± 0,020 1,715 ± 0,052

Zn 0,366 ± 0,006 0,350 ± 0,010

(33)

31

 

Perbedaan konsumsi dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya faktor fisiologis ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada kambing perah dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi (Avondo etal., 2008). Perbedaan konsumsi berpengaruh terhadap konsumsi nutrien yang terkandung dalam pakan.

Penelitian ini menunjukkan konsumsi yang tinggi. Hal ini diduga terkait dengan perbaikan kualitas ransum yang diberikan. Sedangkan turunnya konsumsi pada pakan perlakuan 2, diduga karena pengaruh suplementasi kromium organik yang digunakan. Kromium organik mampu mempengaruhi aktivitas metabolisme rumen. Penelitian Astuti (2005) menyatakan bahwa suplementasi kromium organik pada level 1 mg/kg telah mampu meningkatkan kosentrasi ammonia. Arora (1995) menyatakan bahwa amonia penting karena berpengaruh terhadap pertumbuhan biomassa mikroba rumen sehingga sangat menentukan sintesis protein mikroba rumen. Perbaikan kondisi biomassa mikroba rumen tersebut berpengaruh terhadap aktivitas mikroba rumen dalam mencerna bahan kering.

Absorbsi Mineral

Efisiensi penyerapan mineral pada kambing penelitian dapat diketahui dengan mengukur tingkat absorpsinya. Data dari hasil pengukuran kadar mineral feses disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Kandungan Mineral Feses Kambing PE Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau dengan Suplemen (%)

Mineral

(%) Perlakuan 1 Perlakuan 2

Ca 0,63 ± 0,46 0,61 ± 0,15

P 0,42 ± 0,12 0,33 ± 0,05

Mg 0,23 ± 0,11 0,15 ± 0,05

K 1,25 ± 0,36 1,03 ± 0,29

Na 0,22 ± 0,10 0,28 ± 0,17

(34)

32

 

kandungan mineral feses pada kambing Ettawah laktasi. Kandungan Ca, P, Mg, pada feses kambing perlakuan memiliki kecenderungan lebih rendah. Hal ini terkait dengan konsumsi yang lebih rendah dan juga kemungkinan mengindikasikan bahwa absorbsi mineral berlangsung dengan baik. Absorbsi mineral sangat tergantung pada kelarutan mineral, jumlah dan kebutuhan ternak yang mengkonsumsinya. Peningkatan absorpsi dapat terjadi jika unsur mineral mudah larut dan mempunyai konsentrasi tinggi.

Data absorbsi mineral pada kambing laktasi yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 8. Suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh terhadap absorbsi mineral pada kambing Ettawah laktasi (P > 0,05). Toharmat et al.

(2006) melaporkan bahwa pada kambing peranakan Etawah muda, absorsi mineral Ca berkisar antara 12,44%-33,82% Mg 17,92%-52,32% dan Zn 22,11% - 41,69%.

Absorpsi Ca, P, Mg, Na, K dan Zn pada kambing Etawah laktasi sangat tinggi pada penelitian ini. Nilai absorpsi dan konsumsi mineral yang tinggi merupakan indikator kebutuhan dan kecukupan mineral tersebut. Semakin tinggi nilai absorbsi yang diperoleh maka semakin banyak mineral yang diabsorbsi oleh tubuh kambing dan semakin sedikit yang disekresikan oleh kambing melalu feses. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kambing laktasi akan mineral sangat tinggi, namun diperkirakan bahwa kebutuhannya sudah terpenuhi dari pakan yang

dikonsumsinya.

Tabel 8. Absorbsi Mineral pada Kambing PE Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau dengan Suplemen

Mineral(%) Perlakuan 1 Perlakuan 2

Ca 57,96 ± 21,99 50,60 ± 18,88

P 39,41 ± 7,04 49,54 ± 14,78

Mg 27,84 ± 17,85 44,66 ± 27,89

K 92,22 ± 2,94 93,21 ± 2,57

Na 64,83 ± 20,03 59,17 ± 21,83

(35)

33

 

konsumsi pakan tersebut. Konsumsi akan mempengaruhi produksi dan kualitas susu kambing perah karena untuk mensintesis susu pada ambingnya,kambing memerlukan nutrien yang terkandung dalam pakan. Rumentor (2008) menyatakan bahwa kualitas susu ditentukan oleh nutrien yang terdapat dalam darah sebagai prekursor sintesis susu. Nutrien yang dikonsumsi akan mengalami proses pencernaan dan metabolisme kemudian ditranspor ke seluruh tubuh dengan bantuan darah menuju organ-organ yang memerlukan. Salah satunya adalah organ ambing yang merupakan tempat terjadinya sintesis susu. Komposisi mineral susu kambing yang digunakan dalam peneltian ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Mineral Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Tanpa atau dengan Suplemen

Menurut Setiawan (2003) komposisi mineral susu kambing adalah sebagai berikut: Ca 0,133%, Mg 0, 0134%, P 0,110 %, K 0,204 %, Na 0,490%, dan Zn 0,0003 %. Kandungan mineral susu kambing Ettawah laktasi menunjukkan bahwa suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kandungan mineral susu kambing. Kandungan mineral Ca, Mg, P, K, dan Zn pada susu kambing yang digunakan dalam penelitian ini lebih baik dari pada komposisi mineral susu kambing yang dilaporkanSetiawan (2003).Hal ini mengindikasikan bahwa kambing dalam penelitian mengkonsumsi mineral dalam jumlah mencukupi kebutuhan dan mampu mengekresikan dalam jumlah yang lebih banyak.

Mineral (%)

Perlakuan 1 Perlakuan 2

Ca 0,20 ± 0,13 0,165 ± 0,05

P 0,21 ± 0,06 0,220 ± 0,10

Mg 0,02 ± 0,01 0,030 ± 0,005

K 0,47 ± 0,05 0,618 ± 0,15

Na 0,44 ± 0,09 0,471 ± 0,28

(36)

34

 

berinteraksi dengan insulin dan sel reseptor yang memungkinkan pasokan glukosa ke dalam sel lebih baik. Sel akan mengubah glokosa menjadi energi yang diperlukan untuk peningkatan imunitas, pemulihan pasca stress, glikogenesis, transpor, dan pengambilan asam amino. Peningkatan kualitas transpor dan metabolisme nutrien diperkirakan mempengaruhi komposisi mineral pada susu kambing yang dihasilkan dan meningkatkan kandungan mineral pada susu kambing kelompok perlakuan.

Suplementasi Se dan vitamin E pada ransum komplit sangat diperlukan terkait fungsinya yang sinergis sebagai antioksidan utama (Underwood dan Suttle, 2001). Surai (2003) melaporkan bahwa Se membantu retensi vitamin E dalam plasma. Antioksidan utama tersebut berguna untuk menghilangkan radikal lemak, radikal H2O2, atau metabolit relatif O2 yang berpotensi mengakibatkan kerusakan sel dan menimbulkan penyakit. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur terbentuk (Fellenberg dan Speisky, 2006). Terhambatnya pembentukan radikal bebas tersebut berpengaruh terhadap pening katan kualitas fisiologis ternak dari cekaman stress, sehingga metabolisme nutrien dari bahan pakan lebih baik.Kualitas transpor metabolisme dalam tubuh yang meningkat berhubungan dengan peningkatan kualitas komposisi mineral susu pada kambing.Perbaikan metabolisme dalam tubuh kambing dengan supelementasi Se dan vitamin E, tidak terekpresikan dalam produksi, namun terjadi terdapat sedikit peningkatan pada kadar beberapa mineral susu (Tabel 9).

Vitamin D berkaitan dengan penyerapan dan metabolisme Ca yang sangat dibutuhkan oleh kambing perah pada periode laktasi. Piliang dan Soewondo (2006) menyatakann bahwa keasaman pada lambung yang berasal dari HCl akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus. Vitamin D dapat meningkatkan enzim

(37)

35

 

vitamin D pada kambing penelitian telah terpenuhi.

Sekresi Mineral Susu

Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa pengambilan Ca dalam tubuh selama periode kehamilan dan laktasi dapat mencapai 60% atau 70% dari kebutuhan Ca selama proses tersebut. Sekresi mineral susu dihitung dengan mengalikan jumlah produksi susu (g/ekor/hari) dengan kandungan mineral susu (%).Suplementasi Cr, Se, vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap sekresi mineral dalam susu pada kambing Etawah laktasi. Mineral yang disekresi dan diekresikan sebagai komponen susu disajikan pada Tabel 10.

Penambahan kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E pada kelompok kambing perlakuan menyebabkan kecenderungan penurunan sekresi Ca, Na, dan Zn namun menyebabkan kecenderungan peningkatan sekresi P, Mg, dan K di susu kambing. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi tersebut berpengaruh berbeda pada mineral yang berbeda.

Tabel 10. Sekresi Mineral dalam Susu Kambing PE Laktasi yang Mendapat RansumTanpa atau dengan Suplemen.

Mineral Sekresi (g/ekor/hari)

Perlakuan 1 Perlakuan 2

Ca 1,45 ± 1,29 0,82 ± 0,93

P 1,39 ± 0,94 1,50 ± 1,61

Mg 0,14 ± 0,13 0,15 ± 0,15

K 3,22 ± 1,94 3,39 ± 3,90

Na 1,79 ± 0,87 1,77 ± 1,66

(38)

36

 

Suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan kering, komsumsi mineral, absorpsi dan sekresinya dalam air susu kambing perah Etawah pada peternakan Darul Fallah. Upaya peningkatan kualitas susu kambing perah ettawah dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan pemenuhan asupan nutrien pakan khususnya protein sesuai dengan standar kebutuhannya.

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menentukan taraf pemberian kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E yang tepat sehingga dapat diketahui taraf yang tepat untuk peningkatan kualitas mineral susu kambing Etawah yang optimal.

(39)

DEP

SELENIU

PARTEME

UM,KRO

ALTAMI

EN ILMU N FAKUL INSTITUT

OMIUM,V

SKRIPS I NURMIL

NUTRISI D LTAS PETE T PERTAN

2012

VITAMIN

SI

LA DANIAR

DAN TEKN ERNAKAN NIAN BOG

N A, DDA

RI

NOLOGI P N

OR

AN E

(40)

DEP

SELENIU

PARTEME

UM,KRO

ALTAMI

EN ILMU N FAKUL INSTITUT

OMIUM,V

SKRIPS I NURMIL

NUTRISI D LTAS PETE T PERTAN

2012

VITAMIN

SI

LA DANIAR

DAN TEKN ERNAKAN NIAN BOG

N A, DDA

RI

NOLOGI P N

OR

AN E

(41)

RINGKASAN

ALTAMI NURMILA DANIARI. D24080231.2012. Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E. Skripsi. Departemen Ilmi Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Insititut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama :Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. Pembimbing Anggota:Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS.

Susu kambing merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah. Hal tersebut disebabkan karena pemberian pakan dengan nutrien yang belum mencukupi.Kondisi lingkungan yang panas dan lembab memungkinkan kebutuhan kambing laktasi terhadap nutrien meningkat. Oleh karena itu diperlukan koreksi terhadap kebutuhan nutrien dengan suplementasi.

Penelitian ini dirancang untuk mengkajipengaruh suplementasi kromimum (3,0 ppm), selenium (0,3 ppm), vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan vitamin E (400 IU/kg) pada delapan ekor kambing perah peranakan Etawah (PE) laktasi dengan rataan produksi susu 556,67 ± 366,67 ml/hari/ekor.Kambing dibagi menjadi dua kelompok masing-masing empat ekor sesuai dengan produksi susunya. Kambing dikandangkan dan dipelihara secara individu dalam kandang panggung beratapkan genting. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil (CPO)sebagai pakan perlakuan 1 dan pakan dengan suplemen kedelai sangrai, selenium, kromimum,vitamin A,D, danE sebagai perlakuan 2. Kambing mendapat pakan perlakuan selama 6 minggu. Peubah yang diukur meliputi produksi susu, konsumsi pakan, kadar mineral susu, kadar mineral feses, absorbsi mineral, dan deposisi mineral dalam susu. Rataan nilai peubah dibandingkan menggunakan uji t.

Pemberian ransum komplit bersuplemen kedelai sangrai, selenium, kromium,vitamin A, Ddan Etidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan mineral, kadar mineral feses, absorbsi mineral,dan sekresi mineral di susu. Kadar mineral susu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral susu yang telah dilaporkan sebelumnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas pakan kambing PE diperkirakan lebih diperlukan untuk menunjang produksi dan kualitas susu.

(42)

ABSTRACT

Mineral of Milk from Etawah Grade Goats Offered a Ration Suplemented with Selenium, Cromium, Roasted Soybeans, Vitamin A, D and E

A.N Daniari, T. Toharmat, I. K Amrullah

Milk from Etawah grade goatsis known as an alternative source of animal protein and provides better nutrients than cow’s milk. However,the dairy goat in Indonesia has low productivity. Goat may be exposed to heat stress and therefore nutrient intake is not adequate for optimum milk production. This study was designed to evaluate the efficiency of mineral, roasted soybeans, and vitamin supplementation in lactating goats. Eight Etawah gradegoat were allocated randomly to two dietary treatments. Experimental diet were a complete diet without supplement (treatment 1) and diet supplemented with roasted soybeans (280 g/kg),selenium (0.5 ppm),cromium (3 ppm),vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan vitamin E (400 IU/kg). Feed intake, mineralabsorption, andmilkmineral content were observed. The results showed that the suplementation of minerals and vitamins in a complete ration did not affect feed intake, mineral absortion and mineral component in the dairy goats. It was concluded that supplementation of roasted soybeans, selenium, chromium, vitamin A, D and E in lactating goats did not influence absorption and secretion of the mineral in milk of Goats. The improvement of feed quality in feeding Etawah grade goats was important tosupport high production and quality of milk.

(43)

MINERAL PADA SUSU KAMBING YANG DIBERI RANSUM

BERSUPLEMEN SELENIUM, KROMIUM ORGANIK,

KEDELAI SANGRAI,VITAMIN A,

VITAMIN DDAN VITAMIN E

ALTAMI NURMILA DANIARI D24080231

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

MINERAL PADA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG

DIBERI RANSUM BERSUPLEMEN KEDELAI SANGRAI,

(44)

Judul : Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium, Kromium, Vitamin A, Ddan E

Nama : Altami Nurmila Daniari NIM : D24080231

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. NIP. 19590902198303 1 003

Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS. NIP. 19521110 198003 1 004

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MScAgr NIP. 19670506 199103 1 001

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan 21 tahun yang lalu pada tanggal 21 Januari 1991 di Desa Gadungan, Kediri, Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Budi Wiyono, B.Sc (55 tahun) dan Nurhayati Wiyono, B.Sc (48 tahun). Adik pertama bernama Hasbi Asyari merupakan mahasiswa jurusan psikologi Universitas Muhamadiyah Malang sedangkan adik kedua bernama Apsari Sekar Candrasmurti merupakan siswi kelas 4 SD Negeri Pare 1.

Penulis memperoleh pendidikan yang dimulai pada tahun 1996 di SDN Pare I dan lulus pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Pare dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Penulis di SMA Negeri 2 Pare dan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2008 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan sebagai major dan minor pada Budidaya dan Pengolahan Hasil Ternak Pedaging.

(46)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E”.

Penelitian ini merupakan lanjutan dari kegiatan penelitiandari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-P) pada tahun 2010 dan dil5aksanakan selama 4 bulan (Juni – September 2011) bertempat di Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Analisa pakan, feses, dan kandungan mineral susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi terhadap upaya peningkatan kualitas susu kambing perah Etawah melalui perbaikan kualitas pakan yang diberikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memenuhi tujuan kegiatan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran dan membangun sangat penulis harapkan untuk menjadikan karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Bogor, Juni 2012

(47)

DAFTAR ISI

(48)

Pemeliharaan Kambing ………. 23 Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Susu … 24 Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Feses ... 24 Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) ……….. 25 Komposisi Mineral Susu (%) dan Absorbsi Mineral (%) ……. 25 Produksi susu (ml/ekor/hari) dan Sekresi Mineral Susu

(g/ekor/hari) ……….. 26 Rancangan Percobaan ………. 26 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 27 Kondisi Lingkungan Peternakan ………. 28 Konsumsi Pakan ………. 30 Absorbsi Mineral ……… 31 Komposisi Mineral Susu ………. 33 Sekresi Mineral Susu ……… 34 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 36 Kesimpulan ………... 36 Saran ………... 36 UCAPAN TERIMAKASIH ………... 37 DAFTAR PUSTAKA ………... 38 LAMPIRAN ………... 44

(49)

DAFTAR TABEL Nomor

1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase

Produksi ……….. 4 2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI ……….. 7 3. Karakteristik Susu Kambing ………... 8 4. Komposisi Bahan Komponen Pakan yang Digunakan pada

Penelitian ……… 22

5. Komposisi Nutrient Rumput Lapang, Ampas Tempe, dan Ransum

Komplit ……… 22

6. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Mineral Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan

Suplemen ………... 30 7. Rataan Kandungan Mineral Feses Kambing PE Laktasi yang

Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen ………. 31 8. Absorbsi Mineral pada Kambing PE Laktasi yang Mendapat

Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen ……….. 32 9. Komposisi Mineral Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi

yang Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen ………… 32 10.Sekresi Mineral dalam Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi

(50)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1. Kambing Perah Peranakan Etawah ……... 10 2. Struktur Glucose Tolerance Factor (Linder, 1992) ... 11 3. Metabolisme Se selenit ... 11 4. Reabsorbsi Asam Amino pada Filtrat Glomerulus (Sudrajat,

2000) ... 13 5. Grafik Suhu Minimum dan Maksimum di dalam Kandang

Kambing Milik Darul Fallah Farm Selama Penelitian ... 28

                                   

(51)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Konsumsi Kambing Perah Peranakan Etawah (g/ekor/minggu) … 45 2. Kadar Mineral Pakan Kambing Perah Peranakan Etawah ... 45 3. Data Koleksi Feses Kambing Perah Peranakan Etawah ... 46 4. Kadar Mineral Feses Kambing Perah Peranakan Etawah ... 47 5. Kadar Mineral Susu Kambing Perah Peranakan Etawah ... 48 6. Data Produksi Susu Kambing Perah Peranakan Etawah ... 49  

(52)

1

 

Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton dan meningkat menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 98.9%. Peningkatan konsumsi tersebut sejalan dengan peningkatan minat masyarakat akan susu kambing. Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS, 2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional termasuk susu kambing.

Susu kambing mempunyai nilai nutrient yang tinggi. Menurut American Dairy Goat Association (2002) secara keseluruhan nilai nutrien susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein, vitamin C dan vitamin D kadarnya sama. Apabila dibandingkan dengan air susu ibu (ASI), nilai nutrien susu kambing lebih tinggi, kecuali pada kandungan lemak, unsur besi (Fe) dan kolesterol. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah sehingga ketersediannya masih terbatas

(53)

2

 

pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid (CLA) (Adawiyahet al., 2006).Sehingga suplementasi kacang kedelai diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Menurut Piliang dan Soewondo (2006) kandungan protein yang cukup pada pakan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrien oleh sel-sel tubuh.

Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se dikenal sebagai salah satu mineral yang mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas, sehubungan dengan perannya dalam salah satu unsur dari glutathione peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan salah satu enzim yang mampu melindungi membran selular dan subselular dari kerusakan oksidatif dengan cara mencegah akumulasi H2O2 (radikal hidroksil) serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida merusak membran selular.(McDowell, 1992; Brody, 1994). Pemberian vitamin E dan selenium diharapkan mampu mempertahankan kondisi fisiologis kambing perah dalam memproduksi susunya.

Menurut McDowell (2000)defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makanserta menyebabkan fertilitas menurun. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000 IU/kg. Pemberian vitamin A diharapkan mampu membantu kambing dalam mempertahankan status fisiologis normalnya dan menunjang produksi susu.

(54)

3

 

Vitamin D diperlukan pada metabolisme kalsium (Ca), meningkatkan produksi enzim citrogenase dan pada akhirnya meningkatkan produksi sitrat yang dibutuhkan pada saat metabolisme Ca (Piliang dan Soewondo, 2006). Kalsium merupakan salah satu komponen pembentuk susu dan mineral yang diperlukan dalam jumlah banyak pada kambing periode laktasi. Selain itu Ca berfungsi untuk: 1) pembentukan tulang dan gigi; 2) membantu pembekuan darah; 3) membantu perkembangan fetus; 4) mempertahankan ritme jantung normal; 5) mempertahankan mekanisme tubuli ginjal; 6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf; 7) mempertahankan kerja enzim, permeabilitas sel dan produksi air susu.

Tujuan

(55)

4

 

Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan sapi laktasi yang tinggi menyebabkan tingginya kadar lemak susu karena lemak susu disintesis dari asetat yang tinggi produksinya jika kandungan serat kasar ransum tinggi. Pada ransum, serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi kadar lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Penurunan rasio hijauan menyebabkan produksi dan protein meningkat namun kadar lemak menurun.

Formula ransum sangat mempengaruhi efisiensi produksi ternak. Menurut Blakely dan Bade (1991) kambing yang sedang laktasi akan menunjukan performan yang lebih baik jika diberikan hijauan yang dicampur dengan konsentrat. Apabila kualitas hijauannya tinggi, maka penggunaannya dalam ransum harus ditingkatkan, sebaliknya apabila kualitas hijuan rendah, presentase dalam ransum juga harus dikurangi dengan ketentuan serat kasar dan protein tidak kurang dari batas minimum (Suherman, 2005). Perbedaan konsumsi terjadi karena perbedaan faktor fisiologis ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada kambing perah dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi (Avondo etal.,

2008), sedangkan pakan adalah faktor utama penentu produksi susu. Kebutuhan kambing perah pada setiap fase produksi ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi

Fase Produksi Konsumsi BK

(% bobot badan)

Kebutuhan Nutrien Protein Kasar

(% BK)

TDN (% BK)

Hidup Pokok 1,8 – 2,4 7 53

Awal Kebuntingan 2,4 – 3,0 9 – 10 53

Akhir Kebuntingan 2,4 – 3,0 13 – 14 53

Laktasi 2,8 – 4,6 12 – 17 53 – 66

(Rashid, 2008)

Kacang Kedelai Sangrai

(56)

5

 

diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Proses pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid

(CLA) (Adawiyahet al., 2006).

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Capriane, genus Capra dan spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Kambing peranakan Etawah (PE) merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany, 2001). Sarwono (2002) menambahkan kambing PE memiliki bentuk fisik mirip kambing Etawah, dan ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE dan disebut kambing Bligon, Gumbolo, atau Jawa Randu.

Gambar 1. Kambing Perah Peranakan Ettawah (PE)

(57)

6

 

sedangkan bobot betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing jantan PE berbulu di bagian atas dan bawah leher, pundak dan paha belakang, lebih lebat dan panjang. Kambing PE betina mempunyai bulu panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna kombinasi coklat sampai hitam abu-abu (Sudono dan Abdulgani, 2002).

Populasi dan Produksi Susu

Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS, 2011). Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5 – 2,5 liter/hari/ekor dengan masa laktasi 7-10 bulan (Sawarno, 2002). Asminaya (2007) menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346 g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan karakteristik susu kambing PE yaitu: berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak 5,56%. Menurut Novita et al. (2006) produksi susu pada kambing PE dapat berkisar 567,1 g/ekor/hari, sedangkan menurut Atabany (2001) produksi susu harian PE di peternakan Barokah 0,99 kg/ekor/hari.

Menurut Ensminger (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing; 4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit. Phalepi (2004) melaporkan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan terhadap ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.

Gambar

Gambar 1. Kambing Perah Peranakan Ettawah (PE)
Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI
Tabel 3. Karakteristik Susu Kambing
Tabel 4. Komposisi Bahan Pakan yang Digunakan pada Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecenderungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang tua tunggal

Bagitu pula dengan siswa SMA Negeri 42 Jakarta yang telah menggunakan internet selama 3 s/d 4 tahun, mereka memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk menderita

Sebanyak 10 individu kutu putih untuk setiap spesies inang dipaparkan pada satu individu imago betina parasitoid selama 30 menit.... Pada beberapa kesempatan teramati adanya

Perlu dilakukan penelitian atau kajian lanjutan untuk mengetahui perilaku imago parasitoid secara detail ketika berada di dalam habitat yang mengandung

Kegagalan material SA-210C ini dianalisa akibat tekanan internal maksimum fluida yang melewati pipa pada lokasi 1 melebihi perhitungan yang diizinkan, dengan penyebab

Nyeri kepala yang berasal dari Tension Type Headache Episodik (ETTH) dengan serangan tiap hari atau serangan episodik nyeri kepala lebih sering yang berlangsung beberapa menit

Melihat permasalahan akan terbatasnya media ataupun bahan ajar, kurangnya penggunaan teknologi sebagai sumber belajar siswa, model pembelajaran yang kurang menarik serta

Akulturasi kebudayaan yang terjadi antara etnik Jawa dengan masyarakat Tionghoa dalam kampung Sudiro terlihat dalam perayaan pelaksanaan upacara tradisi Grebeg